Anda di halaman 1dari 10

JURNAL RUAYA VOL. 1. NO.

1 TH 2014
FPIK UNMUH-PNK ISSN 2338 - 1833

PENGARUH SUHU YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN


DAN KELANGSUNGANHIDUP BENIH IKAN LAMPAM
(puntius schwanenfeldii)

Sandra saputra1, Hastiadi Hasan2 dan Sunarto2

1. Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Muhammadiyah Pontianak


2. Staff pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Muhammadiyah Pontianak

ABSTRAK

Ikan lampam Puntius schwanenfeldii merupakan salah satu jenis ikan komoditas lokal dari Provinsi
Kalimantan Barat yang hidupdi air tawar dan mempunyai prospek yang baik untuk dibudidayakan,
Ikan lampam akan terancam punah akibat penangkapan yang tidak memperhatikan kelestarian alam,
hal ini dapat dilihat dari hasil produsi pada tahun 2000–2004 yang mengalami penurunan dari 3.864,60
ton menjadi hasil produksi 2.214 ton. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan 4
perlakuan dan 3 Ulangan, dengan perlakuan suhu yang masing-masing A 27o C, B 29o C, C 31o C dan
D 33o C. Rancangan percobaan yang dilakukan adalah rancangan acak lengkap (RAL), dengan
variabel pengamatan berupa laju konsumsi harian, retensi protein dan lemak, laju pertumbuhan harian,
konversi pakan serta derajat kelangsungan hidup. Analisis data menggunakan uji sidik ragam
dilanjutkan uji beda nyata terkecil (BNT) dan uji regresi. Laju konsumsi harian yang paling tinggi baik
terdapat pada perlakuan A (89,43) walaupun dari uji lanjut menunjukan tidak ada perbedaan yang
nyata dengan perlakuan C dan D sebesar (79,08 dan 81,53). Hasil uji korelasi retensi protein 78,5%
dan retensi lemak 76%. Laju pertumbuhan harian SGR yang paling baik adalah perlakuan B (2,87%).
Rata-rata konversi pakan yang paling rendah didapat pada perlakuan B (1,43), hubungan suhu dengan
konversi pakan yaitu 88% garis regresi berbentuk polynomial dengan suhu optimum 30,2o C. Derajat
kelangsungan hidup yang paling tinggi didapat pada perlakuan A dan B (100%), serta korelasinya
yaitu 99% dan diperoleh suhu optimum sebesar 28,4o C.

Kata kunci : Suhu, Pertumbuhan, Ikan lampam, puntius schwanenfeldii.

PENDAHULUAN sehari-hari semakin meningkat yang


berdampak pada populasi ikansemakin
Ikan lampam Puntius berkurang ditambah dengan adanya
schwanenfeldii merupakan salah satu jenis penangkapan ikan oleh nelayan secara
ikan komoditas lokal dari Provinsi berlebihan yang menyebabkan ikan lokal
Kalimantan Barat yang hidupdi air tawar tersebut terancam mengalami kepunahan.
dan mempunyai prospek yang baik untuk Hal ini dapat dilihat dari hasil produksi
dibudidayakan.Permintaan konsumen akan perikanan pada tahun 2000-2004 yang
ikan lokal untuk memenuhi kebutuhan mengalami penurunan dimanan tahun 2000

32
JURNAL RUAYA VOL. 1. NO. 1 TH 2014
FPIK UNMUH-PNK ISSN 2338 - 1833

mencapai 3.864,60 ton (DKP, 2000) Penelitian ini berlokasi di


sedangkan pada tahun 2004 hanya Laboratorium Basah Fakultas Perikanan
mencapai 2.214,00 ton (DKP, 2004). dan Ilmu Kelautan Universitas
Daerah penangkapan (fishing Muhammadiyah Pontianak dengan Waktu
ground) ikan lokal yang ada di perairan pelaksanaan penelitian pada bulan Mei
Kalimantan Barat meliputi danau dan 2012 – Juni 2012 kurang lebih 1 bulan.
sungai seperti Danau Sentarum, Sungai
Kapuas, Sungai Melawi, Sungai Pawan dan Prosedur penelitian
sungai-sungai besar Sebelum melakukan penelitian
lainnya.Lesmana(2004) menjelaskan, suhu persiapan yang dilakukan adalah
yang rendah menyebabkan ikan menjadi menyiapkan tempat, membersikan
tidak aktif, bergerombol dan tidak mau akuarium, mengisi air sebanyak 15 liter
berenang serta nafsu makan menurun dalam satu wadah, memasukan aerator
sehingga imunitasnya terhadap penyakit kedalam akuarium penelitian dan
berkurang. Kordi dan Ghafram (2010) memasukan heater kedalam wadah.Setiap
menambahkan, suhu air yang optimal wadah akuarium diisi 10 ekor/ akuarium.
untuk ikan di daerah tropis berkisar antara Selama penelitian media pemeliharaan
28–32o C. Sementara kriteria suhu air yang diaerasi terus menerus dan melakukan
optimal untuk budidaya ikan lampam penyiponan 2 x sehari.
berkisar antara 25–30o C.
Salah satu kendala dalam usaha Variable pengamatan
budidaya perikanan adalah tidak Variabel yang akan diamati adalah
terkendalinya perubahan suhu pada masa laju konsumsi harian, retensi protein dan
pemeliharaan benih.Kondisi ini dapat lemak, laju pertumbuhan harian
mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan (SGR),konversi pakan dan kelangsungan
dan tingginya angka kematian pada benih hidup benih ikan lampam dan data kualitas
ikan. Suhu merupakan salah satu parameter air yang meliputi suhu, oksigen terlarut dan
kualitas air yang mempunyai peranan yang pH air.
sangat penting dalam proses pemeliharaan
benih. Dari uraian diatas menunjukkan
bahwa pentingnya mengetahui berapa suhu
yang optimal untuk pemeliharaan benih
ikan lampam terhadap pertumbuhan dan a. Laju Konsumsi Harian
kelangsungan hidupnya, sehingga penulis Variable ini bertujuan untuk
tertarik untuk melakukan penelitian ini. mengetahuai perbandingan jumlah pakan
Tujuan dari penelitian ini adalah yang dimakan Effendi (1979) :
untuk menentukan suhu yang optimal ( )
KH = x 100%
terhadap pertumbuhan dan kelangsungan
Keterangan :
hidup benih ikan lampam (Puntius
KH = Laju kensumsi pakan
schwanenfeldii).
harian
F = Jumlah pakan yang
diberikan
BAHAN DAN METODE
selama pemeliharaan (g)
t = lama hari percobaan
Tempat dan waktu penelitian

33
JURNAL RUAYA VOL. 1. NO. 1 TH 2014
FPIK UNMUH-PNK ISSN 2338 - 1833

F= jumlah makanan yang diberikan selama


b. Rentensi Protein dan Lemak pemeliharan
Wo= berat total ikan awal pemeliharan (g)
Retensi protein dan lemak dihitung Wt= Berat total ikan akhir peemliharaan (g)
dengan mengunakan rumus yang D= Berat total ikan mati selama pemeliharan (g)
dikemukan oleh Watanabe (1988) adalah
sebagai berikut : e. Derajat Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup merupakan
Retensi protein = persentase jumlah ikan yang hidup pada
( ) akhir penelitian setelah dibagi jumlah ikan
x 100%
( )
pada awal penelitian.Kelangsungan hidup
Retensi lemak =
( ) (Survival Rate/SR) dapat diketahui dengan
( )
x 100% menggunakan rumus sebagai berikut:
c. Laju Pertumbuhan Harian (SGR)
SR = 100%
Laju pertumbuhan harian di hitung
dengan menggunakan rumus yang Keterangan:
SR = Tingkat kelangsungan hidup (%)
dikemukakan oleh Steffens (1989). Nt= Jumlah ikan yang hidup pada akhir pengamatan
(ekor)
ln Wt  ln Wo No= Jumlah ikan yang hidup pada awal pengamatan
SGR  x100% (ekor)
ti  to
Keterangan : Analisa data
SGR = laju pertumbuhan harian ikan uji
(%/hari) Penelitian ini menggunakan
Wt = bobot ikan uji pada akhir penelitian (g) rancangan percobaan dengan rancangan
Wo = bobot ikan uji pada awal penelitian (g)
ti = waktu akhir penelitian (hari)
acak lengkap (RAL) yang terdiri dari lima
to = waktu awal penelitian (hari) perlakuan dan tiga ulangan. Penelitian ini
mengunakan kisaran suhu A 27oC,B29oC,
d. Konversi Pakan C 31oC,dan D 33oC. Data yang diperoleh
Pengukuran kualitas pakan dianalisa dengan menggunakan analisis
dilakukan dengan membandingkan jumlah sidik ragam pada tingkat kepercayaan 95%
pakan yang diberikan dengan dan dilanjutkan dengan uji BNT untuk
(penambahan) berat ikan yang melihat pengaruh antar perlakuan terhadap
dihasilkannya dan dinyatakan sebagai Food masing-masing peubah yang diamati
Convercy Ratio (FCR). Menurut Hadadi et (Mattjik dan Sumertajaya 2000).
al(2009), rumus FCR adalah sebagai
berikut : Analisa Regresi
Analisa ini dilakukan untuk
F mengetahui ada atau tidaknya hubungan
FCR  x100 % fungsional analisa variabel bebas X
(Wt  D )  Wo (perlakuan suhu) dan variable terikat Y
(pertumbuhan dan kelangsungan hidup
benih lampam), yang dinyatakan sebagai
berikut :
Keterangan :
FCR= Konversi pakan Y = α + β1 + β2X2 +…….+ βnXn

34
JURNAL RUAYA VOL. 1. NO. 1 TH 2014
FPIK UNMUH-PNK ISSN 2338 - 1833

Keterangan : B 78,68 81,68 76,90 79,08


Α = Intersepsi C 79,98 83,93 80,70 81,53
Β = (1=1,2…..,n) = koefisien regresi parsial yang
berrasosiasi dengan polynomial ke-1 D 55,23 58,00 62,28 58,50
Y = Respon Hasil transformasi data
X = Perlakuan
Perlakuan arcsine Rerata
1 2 3
HASIL DAN PEMBAHASAN A 5,41 5,44 5,44 5,43 ± 0,02a
B 5,10 5,20 5,03 5,11 ± 0,09a
Laju Konsumsi Harian C 5,13 5,26 5,16 5,18 ± 0,07a
Hasil penelitian laju konsumsi D 4,25 4,37 4,52 4,38 ± 0,14b
harian setelah ditransformasikan ke bentuk Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf
Arcsine (tabel 1).Hasil uji BNT yang sama menunjukkan berbeda
menyatakan bahwa perlakuan A, B dan C tidak nyata (P > 0,05).
tidak berbeda nyata namun berbeda nyata 5.60
dengan perlakuan D. 5.40
Laju konsumsi harian semakin 5.20

Laju Konsumsi Harian


menurun seiring dengan tinggi suhu, Pada 5.00
perlakuan A terjadi konsumsi pakan yang 4.80
baik yaitu dengan rata-rata laju konsumsi 4.60
hariannya yaitu 89,43% dan diikuti oleh 4.40
perlakuanC (81,53%), B (79,08%) dan D 4.20 y = -0.032x2 + 1.785x - 19.30
(58,50%) laju konsumsi harian semakin 4.00 R² = 0.821
melambat karena terjadinya cara kerja 25 27 29 31 33 35
metabolisme yang tidak stabil. Hasil Suhu
penelitian menunjukkan bahwa pada suhu
Gambar 1.Hubungan korelasi antara suhu dengan
yang tinggi, laju konsumsi harian benih
laju konsumsi harian (%) benih ikan Lampam.
ikan Lampam semakin menurun. Mason
Retensi Protein dan Lemak
(1979), menyatakan bahwa adanya Berdasarkan hasil uji retensi
perubahan suhu yang ekstrim dalam media protein dan lemak, maka data perlu
hidup ikan dapat menyebabkan pola dilakukan transformasi (tabel 2).
behavioristik yang tidak normal antara lain Tabel 2.Retensi protein (%) benih ikan
penolakan terhadap pakan.Hubungan Lampam.
korelasi antara suhu dengan laju konsumsi Ulangan
sangat tinggi, yaitu mencapai 91% Perlakuan Rerata
1 2 3
dipengaruhi oleh suhu sedangkan 9% A 17,47 7,04 29,38 17,96
dipengaruhi faktor dari luar. Suhu optimum B 19,22 34,86 32,83 28,97
untuk laju konsumsi harian pada benih ikan C 22,40 14,86 9,94 15,73
Lampam ini adalah 27,9o C.(gambar 2). D 0,00 0,00 0,00 0,00
Hasil transformasi data
Rerata
Tabel 1 Laju konsumsi harian (%) benih Perlakuan arcsine
ikan Lampam selama penelitian. 1 2 3
Ulangan A 9,79 4,01 16,86 10,22 ± 11,18a
Perlakuan Rerata B 10,95 20,49 19,27 16,90 ± 8,51a
1 2 3
A 88,98 89,50 89,83 89,43 C 12,71 8,63 5,74 9,03 ± 6,28a
D 1,72 1,72 1,72 1,72 ± 0,00b

35
JURNAL RUAYA VOL. 1. NO. 1 TH 2014
FPIK UNMUH-PNK ISSN 2338 - 1833

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf terpacu sangat cepat sehingga nutrien yang
yang sama menunjukkan berbeda dikonsumsi akan lewat tanpa diserap oleh
tidak nyata (P > 0,05).
tubuh dan akan ikut keluar mengikuti feses.
Hasil uji sidik ragam diperoleh
25.00
antar perlakuan berbeda sangat nyata,.
20.00 Hasil uji BNT menunjukan bahwa
Retensi Protein

perlakuan A, B dan C tidak berbeda nyata,


15.00
tetapi berbeda nyata dengan perlakuan
10.00 D.Perlakuan yang baik dari hasil lapangan
yaitu didapat pada perlakuan B, yang
5.00
diikuti perlakuan C, A dan D. Dari hasil
0.00 tersebut dapat dikatakan bahwa pada suhu
25 30 35 optimal maka penyerapan lemak yang
Suhu diserap oleh tubuh maka akan baik juga.
Gambar 2. Grafik hubungan retensi protein (%) Suhu juga berpengaruhi terhadap
benih ikan Lampam dengan perlakuan suhu yang perkembangan benih ikan Lampam
berbeda. Hubungan korelasi antara suhu
dan retensi lemak ditandai dengan nilai R2
Berdasarkan hasil uji BNT, yang yaitu 0,572 dengan nilai r nya adalah 0,756
diperoleh bahwa perlakuan A, B dan C yang dikonfersikan kenilai persenmencapai
tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata hingga 76% yang berarti retensi lemak juga
dengan perlakuan D. Retensi protein pada cukup dipengaruhi oleh suhu dan24%
perlakuan A mencapai 17,96%, C dipengaruhi oleh faktor lain seperti,
(15,73%), D (0,00%) Sedangkan untuk manajemen pakan dan faktor lingkungan
perlakuan B (28,97%) cukup baik dari itu sendiri. Bentuk gambar grafik
perlakuan yang lainnya, hal ini menunjukan bahwa semangkin tinggi suhu
menunjukan bahwa, pada suhu optimum maka retensi lemak akan semakin
dapat meningkatkan penyerapan protein menurun. Sedangkan titik optimum suhu
dari pakan yang dimakan. Menurut untuk retensi lemak benih ikan Lampam
Buwono (2001), bahwa penyerapan protein yaitu 29,30C.gambar (4). Lemak dalam
oleh tubuh dapat optimal jika lingkungan tubuh dapat berkurang apabila kerja
untuk kegiatan budidaya sangat cocok metabolisme sangat cepat akibat
untuk aktifitas biologi tubuh ikan itu pembakaran dalam tubuh, menurut
sendiri. Wikipedia (2012), penyerapan lemak
Hubungan korelasi antara suhu terjadi akibat kerja metabolisme dalam
dan retensi protein mencapai 76% di tubuh
pengaruhi suhu dan 24% dipengaruhi oleh Tabel 3. Retensi Lemak (%) benih ikan
faktor lain. Sedangkan titik optimum suhu Lampam
untuk retensi protein benih ikan Lampam Ulangan
Perlakuan Rerata
yaitu 29,1o C (gambar 2). Hal ini sesuai 1 2 3
dengan pendapat Takeuchi, T (1988), A 19,56 19,49 35,73 24,93
menyatakan bahwa suhu dapat B 32,69 68,44 51,49 50,87
mempercepat metabolisme dalam tubuh C 12,03 53,36 18,63 28,01
D 0,00 0,00 0,00 0,00
ikan, jika suhu semnagkin tinggi maka
metabolisme dalam tubuh juga akan

36
JURNAL RUAYA VOL. 1. NO. 1 TH 2014
FPIK UNMUH-PNK ISSN 2338 - 1833

Hasil transformasi data arcsine menaikkan nilai Y (penambahan berat


Perlakuan Rerata harian) sebesar 5,306. Dari nilai tersebut
1 2 3 dapat dijelaskan bahwa laju pertumbuhan
A 11,30 11,24 20,92 14,49 ± 9,35a
B 19,09 43,16 30,99 31,08 ±17,88a
harian benih ikan Lampam mencapai
C 6,86 32,28 10,72 16,63±22,20ab 90,4% yang dipengaruhi oleh suhu dan
D 1,72 1,72 1,72 1,72 ± 0,00b 9,6% dipengaruhi oleh faktor luar antara
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf lain, manajemen pemberian pakan,
yang sama menunjukkan berbeda pengelolaan kualitas air dan lingkungan
tidak nyata (P > 0,05). tempat kegiatan budidaya
50.00 berlangsung.Dengan titik optimum 30,1o C
45.00 (gambar 4). Menurut Besgent et al (1994),
40.00
bahwa suhu sangat berperan penting dalam
35.00
Retensi Lemak

pertumbuhan ikan dimana kerja organ


30.00
25.00
dalam tubuh memerlukan adanya suhu
20.00 yang baik agar metabolisme berjalan
15.00 dengan baik dan teratur untuk
10.00 pertumbuhannya sendiri.
5.00
0.00
25 30
Suhu Tabel 4. Laju pertumbuhan harian SGR
(%) populasi benih ikan Lampam
Gambar 3.Grafik hubungan retensi lemak (%) benih Ulangan
ikan Lampam dengan perlakuan suhu yang berbeda. Perlakuan 1 2 3
Rerata
A 1.18 2.95 2.30 1.16
Laju Pertumbuhan Harian (SGR) B 1.08 2.83 1.95
2.87
Berdasarkan hasil analisa laju C 1.23 2.83 2.18
2.14
pertumbuhan perlu ditransformasikan D 1.18 2.95 2.30
1.16
kebentuk transformasi Arcsine (Hanafiah
(1993)). Berdasarkan uji BNT perlakuan A Perlakuan Hasil transformasi data arcsine Rerata
tidak berbeda dengan perlakuan D, tetapi 1 2 3
berbeda dengan perlakuan B dan C, A 0,68 0,62 0,71 0,67 ± 0,04a
sedangkan perlakuan B berbeda nyata B 1,69 1,62 1,62 1,64 ± 0,04b
dengan perlakuan C. Secara deskriptif C 1,32 1,12 1,25 1,23 ±0,10c
bahwa suhu yang baik didapat pada suhu D 0,66 0,66 0,85 0,79 ± 0,11a
29oC, dimana pertumbuhan hariannya Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf
sangat baik diantara suhu yang lain yang sama menunjukkan berbeda
Berdasarkan analisa regresi diatas tidak nyata (P > 0,05).
dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
suhu maka laju pertumbuhan harian akan
semangkin melambat, sedangkan rumus
persamaannya yaitu Y = -0,088x2 + 5,306x
– 78,02, ini berarti bahwa persamaan
regresi tersebut dapat diartikan bahwa
setiap peningkatan x (suhu) dari 1 oC akan

37
JURNAL RUAYA VOL. 1. NO. 1 TH 2014
FPIK UNMUH-PNK ISSN 2338 - 1833

tubuhnya saja. menurutMudjiman (1985),


1.80
bahwa konversi pakan yang baik adalah
1.60 berkisar antara 1–2 dan untuk pakan
1.40 tambahan atau pakan dari alam konversi
1.20 pakan didapat berkisar 5–10.
1.00 Berdasarkan Gambar 6 terlihat
0.80 y = -0.088x2 + 5.306x - 78.02 bahwa suhu rendah dan tinggi akan
R = 0.904 mengakibatkan nilai konversi pakan akan
0.60
27 29 31 33 semakin tinggi, jika nilai konversi pakan
tinggi maka pakan yang digunakan untuk
pertumbuhan banyak terbuang. Sedangkan
Gambar 4. Grafik Hubungan korelasi antara suhu hubungan korelasi antara konversi pakan
dengan laju pertumbuhan harian benih ikan dengan suhu sangat tinggi yaitu 87%
Lampam.
dipengaruhui suhu dan 13% dipengaruhi
oleh faktor luar, oleh karena itu suhu
Konversi Pakan (FCR)
optimum pada konversi pakan ini adalah
Berdasarkan uji Normalitas
30,2o C. Menurut Soemarjati et al (2008),
Lilliefors data konversi pakan tidak normal
bahwa, untuk menekan FCR suhu yang
dan perlu ditrasformasikan, hal ini sesuai
optimum berkisar antara 30–31o C,
dengan pendapat Hanafiah (2005),
sedangkan menurut Amalia (2009), suhu
pengaruh utama dari sumber keragaman
yang baik bagi pertumbuhan ikan Patin
bersifat lebih multplikatif daripada adiktif
adalah pada suhu 28o C .
untuk itu perlu ditransformasikan kebentuk
Log 10Y. Nilai konversi pakan benih ikan Tabel 5 Hasil Konversi pakan benih ikan
Lampam selama penelitian dapat dilihat Lampam selama penelitian.
pada (tabel 7). Ulangan
Perlakuan Rerata
Hasil analisis sidik ragam (anava) 1 2 3
konversi pakan didapat F hitung (15,02) A 5.81 6.39 5.43 5,88
lebih besar dari F tabel 5% (4,07) dan 1% B 1.35 1.51 1.43 1,43
(7,59) dengan ketentuan bahwa perlakuan C 2.07 2.75 2.24 2,35
berbeda sangat nyata. Hasil BNT D 4,51
6.71 3.83 2.99
menjelaskan bahwa perlakuan A berbeda
Hasil transformasi data Log
nyata dengan perlakuan B dan C,Tetapi Perlakuan 10Y
Rerata
perlakuan A tidak berbeda nyata dengan 1 2 3
perlakuan D, sedangkan perlakuan B, C
A 0,76 0,81 0.74 0,77 ± 0,04a
dan D berbeda nyata.Nilai rata-rata
konversi pakan terkecil dihasilkan pada B 0,15± 0,02b
0,13 0,18 0,16
perlakuan B (1,43), diikuti dengan C C 0,37± 0,06b
0,32 0,44 0,35
(2,35),D (4,51) dan A (5,88). Untuk itu D 0,89 0,51 0,47 0,62± 0,23a
suhu yang terlalu rendah akan
mengakibatkan ikan akan terlalu banyak Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf
diam dan pakan yang diberikan tidak akan yang sama menunjukkan berbeda
dimanfaatkan, secara alamiah yaitu untuk tidak nyata (P > 0,05).
pertumbuhan melaikan hanya untuk
mempertahankan kondisi daya tahan

38
JURNAL RUAYA VOL. 1. NO. 1 TH 2014
FPIK UNMUH-PNK ISSN 2338 - 1833

8 Gambar grafik menjelaskan


7 bahwa semakin tinggi suhu maka derajat
6 y = 0.4127x2 - 24.921x + 377.68 kelangsungan hidup akan semakin
konversi pakan

5 R² = 0.7582 menurun, sedangkan hubungan korelasi


4 antara suhu dan derajat kelangsungan
3 hidup mencapai 99% dan sisanya
2 dipengaruhi oleh faktor luar selain dari
1 suhu. Semakin tinggi suhu maka derajat
0 kelangsungan hidup akan semakin
25 27 29 31 33 menurun hal ini dikarenakan kemampuan
suhu adaptasi benih ikan Lampam untuk
Gambar 5. Grafik hubungan korelasi antara suhu mentolerir perubahan suhu yang tinggi
dengan konversi pakan selama penelitian. tidak dapat diterima oleh tubuh benih
tersebut.Berdasarkan hasil uji regresi
Derajat Kelangsungan Hidup (SR) didapat titik optimum yaitu 28,4o C, jika
Data rata-rata kelangsungan hidup suhu optimum maka kegiatan budidaya
benih ikan Lampam pada tiap perlakuan akan semakin baik(Gambar 7).
selama empat puluh hari penelitian dapat
dilihat pada tabel (8).Perlakuan yang baik Tabel 8 Derajat Kelangsungan Hidup (%) benih
didominasi pada perlakuan A dan B yang ikan Lampam selama penelitian.
diikuti oleh perlakuan C dan D. Dimana
Ulangan
perlakuan D didapat 0% hal ini Perlakuan Total
1 2 3
dikarenakan bahwa pada suhu 33o C benih A 100 100 100 100
ikan lampam tidak dapat menyesuaikan diri B 100,00 100,00 100,00 100
terhadap suhu yang tinggi. C 90,00 80,00 90,00 86,67
Hasil penelitian ini dapat dilihat D 0,00 0,00 0,00 0,00
bahwa derajat kelangsungan hidup tidak Data hasil transformasi
normal.Hal ini juga diperkuat oleh Perlakuan arcsine Total
Hanafiah (1993), bahwa data hasil 1 2 3
penelitian perlu ditransformasikan kedalam A 75,93 75,93 75,93 75,93±0,00a
bentuk arcsine jika data mempunyai angka B 75,93 75,93 75,93 75,93 ± 0,00a
100% dan 0%. C 64,16 53,13 64,16 60,48 ± 5,77b
Uji sidik ragam menyatakan D 1,72 1,72 1,72 1,72 ± 0,00c
bahwa setiap perlakuan berbeda sangat Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf
nyata, sebab F hitung (621,88) lebih besar yang sama menunjukkan berbeda
dari F tabel 5% (4,07) dan 1% (7,59). tidak nyata (P > 0,05).
Karena hasil uji sidik ragam (anava)
menyatakan berbeda sangat nyata perlu
dilakukan uji lanjut menggunakan BNT.
Hasil dari uji BNT tersebut menunjukan
bahwa perlakuan A tidak berbeda nyata
dengan perlakuan B tetapi berbeda nyata
dengan perlakuan C dan D, sedangkan
perlakuan C berbeda nyata dengan
perlakuan D.

39
JURNAL RUAYA VOL. 1. NO. 1 TH 2014
FPIK UNMUH-PNK ISSN 2338 - 1833

100 (DO)
Derajat Kelangsungan o
Suhu C 27–33
80
pH - 6,5–8
60
Hidup

40
Kesimpulan dan Saran
Laju konsumsi harian yang paling
20 tinggi terdapat pada perlakuan A (89,43).
Hubungan korelasi yang didapat yaitu 90%
0
25 30 35
dengan bentuk regresi linier. Uji korelasi
retensi protein 78,5% dan retensi lemak
Suhu
76% dengan suhu yang optimum yaitu 29o
Gambar 6. Grafik hubungan korelasi antara suhu
dan derajat kelangsungan hidup benih ikan Lampam
C.Laju pertumbuhan harian SGR yang
selama penelitian. paling baik adalah perlakuan B (2,87%),
dengan suhu yang optimum 30,1oC. Rata-
Parameter Kualitas Air rata konversi pakan yang paling rendah
Nilai parameter kualitas air diatas didapat pada perlakuan B (1,43), hubungan
menunjukkan kisaran yang baik, kecuali suhu dengan konversi pakan yaitu 88%
pada parameter suhu. Adanya perbedaan garis regresi berbentuk polynomial dengan
suhu yang jauh berbeda antar perlakuan suhu optimum 30,2o C.Derajat
sehingga mengakibatkan benih ikan kelangsungan hidup yang paling tinggi
lampam pada pelakuan D (33o C) didapat pada perlakuan A dan B (100%),
mengalami kematian massal atau tidak ada serta korelasinya yaitu 99% dan diperoleh
yang hidup.Pada suhu 33o C Ikan masih suhu optimum sebesar 28,4o C.
bisa bertahan hidup itu dengan catatan ikan Berdasarkan hasil penelitian yang
dalam keadaan masa remaja. Namun, jika dilakukan, bahwa suhu yang tepat akan
pada fase benih ikan akan mengalami memberikan hasil yang baik pula dalam
gangguan pada fisiologi dan mengalami pemelihraan benih ikan Lampam, sehingga
stres dan lama kelamaan ikan akan mati. penulis menyarankan untuk menggunakan
Hal ini diperkuat oleh Nikolsky (1927), suhu rata-rata 29o C.
yaitu ukuran benih ikan akan rentan
mengalami stres jika ada perubahan suhu
pada media yang mendadak walaupun DAFTAR PUSTAKA
perbedaanya hanya 1o C. Ciri-ciri benih
ikan yang stres dapat dilihat pada Besgent dan Geo. 2011. Pengaruh Suhu
pergerakan operkulumnya dan tingkah laku Terhadap Aktifitas Organisme
yang sering diam dipermukaan serta mulut http://
yang menguap (tabel 9) blognaghgeo.blogspot.com/2011/02
/pengaruh-suhu-terhadap-
Tabel 9. Nilai parameter kualitas air benih ikan aktifitas.html
Lampam selama penelitian Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi
Kisaran Perikanan. Yayasan Dewi Sri
Uraian Satuan parameter Bogor.
kualitas air Gaffar, A.K dan Nasution. 1990. Upaya
Oksigen Domestifikasi Ikan Perairan Umum
Ppm 4–6
terlarut Indonesia. Jurnal Penelitian dan

40
JURNAL RUAYA VOL. 1. NO. 1 TH 2014
FPIK UNMUH-PNK ISSN 2338 - 1833

Pengembangan Pertanian, 9 (4):69-


75.
Hanafiah, KA. 1993. Rancangan Percobaan
Teori dan Aplikasi Fakultas
Pertanian Universitas Sriwijaya
Palembang. P.T. Raja Granfindo
Persada. Jakarta.
Jangkaru. 1999. Ektoparasit Benih Ikan
Gurame di Unit Pembenihan
Rakyat. Fakultas Perikana dan Ilmu
Kelautan Univeritas
Muhammadiyah. Purwakerto.
Kordi, K. dan Ghafram, H. 2010. Panduan
Lengkap Memelihara Ikan Air
Tawar Di Kolam Terpal. Penerbit
Lily Publisher. Yogyakarta.
Lesmana, D.S. 2004. Kualitas Air untuk
Ikan Hias Air Tawar. Penebar
swadaya. Jakarta.
Maemunah, 2011. Kumpulan budidaya
perikanan, peternakan dan
pertanian. http://renhil-
namazu.blogspot.com/2011/12/suhu
-berpengaruh-terhadap-
kelangsungan.html.
Mudjiman, A. 1985. Makanan Ikan.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Peraturan Daerah. Tentang Retribusi Jasa
Usaha. Provinsi Kalimantan Barat
No 1 Tahun 2011. Hal 56.
Rudiyanti.2010. Toksisitas Ekstrak Daun
Tembakau (Nicotina tobacum)
Terhadap Pertumbuhan Ikan
Nila.Jurnal Saintek Perikanan
Vol.6.
Setiawan, B. 2007. Biologi Reproduksi dan
Kebiasaan Makanan Ikan Lampam
(Barbonymus Schwanenfeldii) di
Sungai Musi, Sumatara Selatan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Perikanan, Institut
Pertanian Bogor
Sudjana. 1996. Desain dan Analisis
Eksperimen. Tarsito. Bandung. Hal
109.

41

Anda mungkin juga menyukai