Anda di halaman 1dari 3

LKS PENTIGRAF

Nama/NUS/KELAS: Felix Norman Wicaksono/09/XA1

Dikirim ke produkbelajar@gmail.com

Subjek dan nama file: PENTIGRAF_XA1.09

Batas waktu: 14 Januari 2023, pukul 23.50 WIB

Sumber Fakta/konteks: https://uap.jesuits.id/uap/

LIMA SYARAT WAJIB TUGAS PENULISAN PENTIGRAF:

1. Tulis judulnya dengan huruf kapital


2. Isi pentigraf terdiri dari 3 paragraf
3. Paragraf ke-3 harus berisi hal yang tak terduga, yang bisa menimbulkan suspense atau ketegangan
4. Jumlah dialog/kalimat langsung: 1 s.d. 2 kalimat, selebihnya dibuat dalam bentuk narasi/deskripsi
5. Jumlah maksimal kata: 210 s.d. 250 kata

CONTOH PENTIGRAF

BATU SANDUNGAN – Pentigraf Rohani oleh Tengsoe Tjahjono

Ini terjadi di negeri antah berantah. Konon para orang kaya selalu bersekongkol dengan para petugas
pajak agar tidak membayar pajak untuk negara. “Jangan laporkan seluruh harta kekayaanku agar tidak
terlalu banyak pajak yang harus aku bayar,” perintahnya kepada petugas pencatat harta kekayaan. Para
orang kaya itu semakin hari semakin kaya, hartanya bertimbun untuk tujuh keturunan.

Hari demi hari pemasukan negara itu menurun. Pembangunan pun mangkrak. Jalan raya, jembatan,
gedung sekolah, pabrik, dan sebagainya terbengkalai. Jumlah karyawan dan pegawai negara yang
dirumahkan semakin banyak, pengangguran pun meningkat. Jumlah orang miskin yang harus dibiayai
negara meningkat tajam. Lalu, bagaimana dengan orang-orang kaya itu? Mereka tak bisa lagi
membelanjakan uangnya sebab kebutuhan pokok sulit didapatkan. Hartanya tak bisa menyelamatkan
dirinya.

“Bayarlah pajak agar kalian tak menjadi batu sandungan bagi banyak orang dan bagi kamu sendiri,” kata
Sang Guru Agung. Namun, ketika itu tak banyak orang yang mau mendengarkan. Sekarang mereka baru
merasakan akibatnya. Batu sandungan itu sungguh bisa menghancurkan kehidupan bersama.

Inspirasi Sabda: Tetapi supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka, pergilah memancing ke danau. Dan ikan
pertama yang kaupancing, tangkaplah dan bukalah mulutnya, maka engkau akan menemukan mata uang empat dirham di
dalamnya. Ambillah itu dan bayarkanlah kepada mereka, bagi-Ku dan bagimu juga.” (Matius 17:27)
Sumber: https://www.google.com/search?q=BATU+SANDUNGAN+
%E2%80%93+Pentigraf+Rohani+oleh+Tengsoe+Tjahjono&oq=BATU+SANDUNGAN+
%E2%80%93+Pentigraf+Rohani+oleh+Tengsoe+Tjahjono&aqs=chrome..69i57j0i546.527j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8

BATU SANDUNGAN – oleh Jenny Seputro

Malam ini gerimis kembali turun rintik-rintik. Tidak lama sebelum berubah menjadi hujan yang cukup
deras. Aku duduk di teras gubuk kecilku sambil menyesap secangkir kopi panas. Kutatap gundukan-
gundukan tanah yang terbentang di hadapanku, dengan batu-batu nisannya yang beraneka rupa. Di
sebelahku, Suwiro duduk mengangkang sambil memainkan ponselnya. Katanya itu posisi wenaknya.
Kami berdua sudah sama-sama tua. Usiaku tujuh puluh empat, dan Suwiro tujuh puluh dua. Sudah
puluhan tahun kami berdua menjadi penjaga makam. Tepatnya sejak kami menjadi duda kesepian
setelah anak-anak semua berkeluarga.

Kelihatannya pekerjaan ini membosankan. Setiap hari mengurusi mereka yang sudah berpulang.
Mendengar ratap tangis keluarga yang ditinggalkan, atau terkadang justru tawa canda sanak saudara
yang sudah lama tidak kumpul-kumpul. Tapi bersama Suwiro selalu ada yang menarik untuk dibahas,
ditertawakan, digosipkan. Seperti kami selalu merasa lucu kalau orang memasukkan ponsel mainan ke
dalam peti jenazah. Mungkin sebagai lambang agar komunikasi tidak terputus, aku tidak pernah paham.
Mana ada sinyal di dalam situ?

Kuhirup lagi kopi di tanganku yang sekarang hanya hangat-hangat kuku. Suwiro masih senyum-senyum
menatap ponselnya. Aku tahu dia jarang berinteraksi dengan orang-orang dunia maya. Biasanya dia
hanya menatapi foto-foto keempat anak dan kedua cucunya. Mereka yang sangat disayanginya, tapi
nyaris tidak pernah datang menjenguknya. Sering aku sengaja menyindirnya, sudah tua masih genit.
Apalagi hujan-hujan begini, salah-salah nanti tersambar petir. Kali ini dia membalas dengan seloroh kami
biasanya, kalau di bawah sana tidak ada sinyal. Aku tertawa, hingga tawaku berubah menjadi tangis yang
tak tertahankan. Air mata mengalir di pipiku, bersama percikan hujan yang menerpa wajahku. Bayangan
Suwiro pun memudar, hilang bersama angin. Kurasa aku belum mampu menerima kepergiannya, ketika
penyakit jantung merenggutnya tiga hari yang lalu.

Sumber: https://ghostwriterindonesia.com/contoh-pentigraf-tak-ada-sinyal/
Tema pentigraf: Berjalan Bersama yang Terkucilkan

JANJI SEKEDAR PERKATAAN


Pentigraf oleh Felix Norman Wicaksono

Paragraf pertama

Setiap pagi Andi dan Joni pasti melihat orang-orang miskin saat berangkat sekolah. Hari demi hari kejadian
ini memperkuat keinginan mereka untuk membantu semua orang miskin. Akhirnya mereka membuat
perjanjian untuk bekerja dalam bidang kemanusiaan agar dapat membantu orang-orang miskin.
Paragraf kedua

Sejak hari itu mereka serius dalam semua kegiatan yang mereka lakukan demi mendapat pekerjaan yang
mereka inginkan. Hasil dari kerja keras mereka berdua dapat terlihat dari pekerjaan yang mereka dapatkan
sekarang yaitu di UNDP (United Nations Development Programme). Awalnya mereka merasa kewalahan
karena pekerjaan yang mereka lakukan membutuhkan fokus yang jauh lebih besar dari hal-hal yang mereka
lakukan sebelumnya, meskipun halangan ini mereka tetap berusaha sekuat mungkin demi membantu orang-
orang miskin. Setelah beberapa bulan mereka dapat membantu orang-orang miskin secara langsung dengan
cara membagikan bantuan sosial kepada setiap orang. Kerja keras mereka akhirnya membuahi hasil dengan
kenaikan posisi, tetapi dari kenaikan posisi ini pun melihatkan perbedaan mereka. Joni ingin mengurangi
harga membuat bantuan sosial agar dapat membuat lebih banyak dan Andi ingin menaikan kualitas bantuan
sosial.
Paragraf ketiga

Mereka pun menyakan kepada direksi tentang hal ini. Setelah menunggu beberapa hari keputusan dari
direksi pun keluar, keputusan yang di ambil direksi adalah mengurangi harga bantuan sosial. Awalnya Andi
tidak merasa curiga tentang pilihan ini, tetapi saat mereka mulai mengurangi harga ia merasa curiga karena
potongan harga dari bantuan sosial sangat besar yaitu 60% dari harga awal. Terdorong oleh rasa curiga ia
mulai menyelidiki kejadian ini, dan akhirnya dia menemukan bahwa uang potongan 60% ini dibagi rata
antara beberapa direktur dan Joni. Janji hanya perkataan.

Anda mungkin juga menyukai