Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima oleh
seorang Wajib Pajak pribadi atas pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukannya di dalam
negeri. Namun, sebenarnya PPh Pasal 21 juga digunakan secara luas untuk berbagai kegiatan
lainnya dengan subjek pajaknya terdiri dari:
Perlakuan atas PPh 21 dan berapa persen pajak yang akan dikenakan sangat variatif
tergantung penerima penghasilan, di antaranya:
PPh 21 Final adalah pajak penghasilan yang dikenakan terhadap penghasilan karyawan dari
uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua.
Pemerintah telah mengatur kembali pemotongan PPh 21 yang tertuang dalam Peraturan
Pemerintah (PP) No. 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan
Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan WP Orang Pribadi.
Melalui beleid ini, skema tarif pemotongan pajak penghasilan pasal 21 ada dua, yakni:
Skema tarif progresif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh ini untuk menghitung PPh 21
setahun di Masa Pajak Terakhir.
Dasar Hukum
Dasar hukum skema penghitungan PPh 21 terbaru ini sesuai dengan ketentuan dalam
Pasal 21 ayat (5) Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh)
s.t.d.t.d. UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang
menyebutkan bahwa:
“Tarif pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tarif
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a, kecuali ditetapkan lain dengan
Peraturan Pemerintah.”
Skema perhitungan PPh Pasal 21 terbaru atau skema To Be adalah dengan mendasarkan
pada subjek penerima dari jenis penghasilannya dan penerapan waktu perhitungan
pajaknya.Pokok perubahan skema perhitungan PPh 21 di antaranya:
Skema penghitungan pajak penghasilan pasal 21 yang dipotong untuk pegawai tetap
(untuk masa pajak selain masa pajak terakhir) dan pegawai tidak tetap telah diubah.
Memperluas lingkup penghitungan PPh Pasal 21 untuk peserta program pensiun yang
masih berstatus pegawai yang menarik dana pensiun.Perluasan tersebut dari sebelumnya
hanya Dapen saja, kini juga berlaku untuk lingkup BPJSTK, ASABRI, TASPEN.
Zakat / sumbangan keagamaan wajib yang dibayar melalui pemberi kerja dapat
dikurangkan dalam penghasilan bruto PPh 21.
Dilakukan pemotongan PPh 21 atas natura dan/atau kenikmatan bagi wajib pajak orang
pribadi.
Penyesuian Pengaturan
1. Mempertegas kriteria pemberi kerja yang tidak wajib melakukan pemotongan PPh 21.
Penerima penghasilan tidak terkait dengan usaha/pekerjaan bebas dari pemberi kerja.
Organisasi internasional berdasarkan perjanjian internasional.
3. Penambahan jenis penghasilan yang dikecualikan dari pemotongan PPh 21, yakni bantuan,
sumbangan, hibah.
4. Penyesuaian pengurang penghasilan bruto Bukan Pegawai dengan konsep dalam PMK
141/2015.
5. Ketentuan DPP PPh 21 dokter dimasukkan dalam Lampiran RPMK (petunjuk umum).
Perhitungan pajak penghasilan dan pemotongan PPh 21 cukup kompleks dan memiliki
skema penghitungan yang membingungkan.Sehingga diperlukan simplifikasi dan
penyederhanaan penghitungan serta pemotongan, juga pengelolaan administrasi yang tidak
memberatkan wajib pajak untuk melakukan kewajiban perpajakannya dengan benar.
Dengan adanya skema tarif efektif PPh 21 TER ini, maka perhitungan pajak penghasilan
pasal 21 jadi lebih simpel.Skema TER juga tidak mengubah perhitungan PPh 21 dalam setahun
karena masih berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh.Selain itu, skema TER juga tidak
memberikan tambahan beban pajak baru karena pada dasarnya sebagai metode penghitungan
pajak secara bulanan maupun harian.
Tarif pemotongan pajak penghasilan Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh menggunakan tarif
pajak progresif berdasarkan lapisan penghasilan kena pajak.Untuk diketahui, sebelumnya
penghasilan yang dikenakan pajak mulai dari Rp50 juta setahun dengan tarif pajak progresif
PPh 21 mulai dari 5% hingga 30% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp500 juta dalam UU
PPh 36/2008.Lalu dilakukan perubahan lapisan penghasilan kena pajak mulai dari Rp60 juta
setahun dengan tarif progresifnya 5% hingga 35% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp5
miliar melalui UU HPP 7/2021.
5 6.300.000 – 6.750.000 1%
9 9.650.000 – 10.050.000 2%
12 10.700.000 – 11.050.000 3%
14 11.600.000 – 12.500.000 4%
15 12.500.000 – 13.750.000 5%
16 13.750.000 – 15.100.000 6%
17 15.100.000 – 16.950.000 7%
18 16.950.000 – 19.750.000 8%
19 19.750.000 – 24.150.000 9%
44 1.400.000.000 34%
Rincian tarif efektif rata-rata bulanan untuk TER kategori B yakni PTKP TK/2 & K/1 (Rp63 juta) dan PTKP TK/3
& K/2 (Rp67,5 juta):
5 7.300.000 – 9.200.000 1%
7 10.750.000 – 11.250.000 2%
9 11.600.000 – 12.600.000 3%
10 12.600.000 – 13.600.000 4%
11 13.600.000 – 14.950.000 5%
12 14.950.000 – 16.400.000 6%
13 16.400.000 – 18.450.000 7%
14 18.450.000 – 21.850.000 8%
15 21.850.000 – 26.000.000 9%
Rincian tarif efektif rata-rata bulanan untuk TER kategori C yakni PTKP TK/3 (Rp70 juta):
5 7.800.000 – 8.850.000 1%
9 11.200.000 – 12.050.000 2%
10 12.050.000 – 12.950.000 3%
11 12.950.000 – 14.150.000 4%
12 14.150.000 – 15.550.000 5%
13 15.550.000 – 17.050.000 6%
14 17.050.000 – 19.500.000 7%
15 19.500.000 – 22.700.000 8%
16 22.700.000 – 26.600.000 9%
Agar lebih mudah memahami seperti apa penerapan tarif efektif rata-rata untuk menghitung
pajak penghasilan pasal 21, berikut contoh perhitungan dari masing-masing status penerima
penghasilan tersebut:
Tuan B berstatus menikah dan memiliki 2 tanggungan (K/1) bekerja sebagai pegawai tetap di PT
CCC selama tahun 2024 dengan gaji bruto yang diterima setiap bulannya, pembayaran premi
JKK dan JKM, iuran pensiun, bonus maupun THR, dengan rincian pada tabel seperti berikut:
TER
Premi Penghasila PPh
Gaji Tunjanga THR Bonus Bulanan
Bulan JKK & n Bruto Pasal 21
(Rp) n (Rp) (Rp) (Rp) Kategor
JKM (Rp) (Rp) (Rp)
iB
1.190.00
Januari 10 juta 5 juta 2 juta 17 juta 7%
0
1.190.00
Februari 10 juta 5 juta 2 juta 17 juta 7%
0
1.
Maret 10 juta 5 juta 2 juta 17 juta 7%
190.000
1.190.00
April 10 juta 5 juta 2 juta 17 juta 7%
0
2.700.00
Juni 10 juta 5 juta 10 juta 2 juta 27 juta 10%
0
1.190.00
Juli 10 juta 5 juta 2 juta 17 juta 7%
0
1.190.00
Agustus 10 juta 5 juta 2 juta 17 juta 7%
0
Septembe 1.190.00
10 juta 5 juta 2 juta 17 juta 7%
r 0
1.190.00
Oktober 10 juta 5 juta 2 juta 17 juta 7%
0
1.190.00
November 10 juta 5 juta 2 juta 17 juta 7%
0
144 10
Jumlah 60 juta 24 juta 214 juta 14,6 juta
juta juta
Berikut rincian biaya jabatan dan iuran pensiun yang dibayarkan Tuan B sebagai pengurang pajak:
Dengan rincian pada tabel tersebut, perhitungan pajak penghasilan pasal 21 terutang pada bulan Desember 2024
sebagai berikut:
Rp214
Gaji bruto setahun
juta
Pengurang:
Rp1,2 juta
– Iuran pensiun setahun
(+)
Rp7,2 juta
(-)
Rp206,8
Penghasilan neto setahun
juta
PTKP setahun:
– tambahan untuk
Rp4,5 juta
menikah
Rp63 juta
(-)
Rp12,57
– 15% x Rp83,8 juta
juta (+)
Rp15,57
juta
Seperti diketahui, penghitungan pajak penghasilan pegawai tidak tetap ini terbagi menjadi dua
skema pembayaran, yakni dibayarkan secara harian atau bulanan.
Tuan D mengerjakan pekerjaan tidak tetap di PT AAA pada Februari 2024 dan menyelesaikan
pekerjaan tersebut selama 12 hari.
Kemudian Tuan D memperoleh penghasilan sebesar Rp2,4 juta atas penyelesaian pekerjaan
tersebut untuk 12 hari atau Rp200 ribu/hari.
Karena penghasilannya masih di bawah Rp250 ribu per hari, maka perhitungan PPh Pasal 21
menggunakan tarif efektif 0%.
Sehingga perhitungan pajak penghasilan pasal 21 atas penghasilan harian Tuan D sebesar:
= 0% x Rp200 ribu
= Rp0
Kesimpulan
Latar belakang diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 ini bertujuan
untuk mempermudah wajib pajak dalam menghitung dan melakukan administrasi pemotongan
PPh Pasal 21 agar proses bisnis lebih efektif, efisien dan akuntabel.Namun penerapan skema
perhitungan tarif efektif bulanan ini juga tidak memberikan dampak tambahan beban pajak baru.
Sebab tarif efektif bulanan hanya merupakan skema yang digunakan dalam penghitungan
PPh 21 untuk masa pajak selain Masa Pajak Terakhir (Januari-November) saja.Artinya,
pemotong PPh 21 dapat menghitung pemotongan PPh Pasal 21 di setiap Masa Pajak (bulanan).
Referensi : https://klikpajak.id/blog/pajak-penghasilan-pasal-21-2/