Anda di halaman 1dari 26

TUGAS

PERENCANAAN PENGAJARAN BIDANG STUDI AKUNTANSI

OLEH:
NAMA: REGINA FORTUNA ALCE ANESAL
NIM: 220902502012
KELAS: C

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PRODI PENDIDIKAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2024
RANGKUMAN
BAB 1 SISTEM PEMBELAJARAN

A. Konsep Sistem
Sistem adalah sekumpulan komponen yang saling berhubungan, berinteraksi dan
bekerja bersama secara teratur untuk tujuan bersama. Banathy (Gustafson & Branch, 2007)
menjelaskan bahwa sistem adalah suatu himpunan komponen yang terintegrasi yang saling
berinteraksi. Suatu organisasi pendidikan, baik pada tingkat sekolah maupun perguruan
tinggi adalah suatu sistem yang terdiri dari berbagai komponen subsistem yang saling
berinteraksi, saling mendukung untuk tujuan yang sama.

Dari definisi, dapat diidentifikasi tiga karakteristik penting dari sistem sebagai berikut:
1. Sistem yang Terdiri dari Sekumpulan Komponen
Setiap sistem memiliki komponen-komponen sistem. Setiap komponen sistem
memiliki peran tersendiri. Contoh, sepeda motor merupakan sebuah sistem. Terdapat
banyak komponen pada sepeda motor, misalnya ban, setir, kopling, rem dan
sebagainya. Semua komponen tersebut memiliki peran masing-masing. Peran
tersebut pada umumnya prasyarat dan memberikan stimulus pada komponen
lainnya.
2. Interaksi Antarkomponen dalam Sistem
Komponen-komponen dalam sistem saling berinteraksi, bekerja sama, saling
mendukung, saling memberikan kontribusi dalam sebuah proses. Tanpa adanya
interaksi antarkomponen, proses dalam sistem tidak dapat berlangsung secara
optimal.
3. Tujuan Sistem
Setiap sistem mempunyai tujuan tertentu. Komponen-komponen sistem tersebut
bekerja sama dan memberikan kontribusi untuk mencapai tujuan yang telah
dirumuskan atau disepakati dalam sistem tersebut.

Banathy (Gustafson & Branch, 2007; Pribadi, 2009) mendeskripsikan adanya empat
karakteristik penting yang dapat mencerminkan eksistensi sebuah sistem, yakni:
1. Independent
2. Synergistic
3. Dynamic
4. Cybernetic

B. Pendekatan Sistem dalam Pendidikan


Pendidikan merupakan suatu sistem bahkan suprasistem. Terdapat banyak komponen
dalam pendidikan yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan pendidikan sebagaimana
amanat Undang-Undang Dasar 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dalam pendekatan ini, komponen pendidikan dipandang sebagai komponen yang berdiri
sendiri dan ditangani atau dibenahi sendiri-sendiri.Pendekatan seperti ini misalnya hanya
akan berdampak pada perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang
ditunjukkan dengan meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni
(APM). Pendekatan ini, tidak akan memberikan dampak signifikan pada masalah peningkatan
mutu dan relevansi, serta masalah tata kelola pendidikan.
Dalam perencanaan pendidikan menggunakan pendekatan sistem pendidikan
diperhatikan kondisi masing-masing komponen pendidikan dan kontribusi dari masing-
masing komponen terhadap tujuan pendidikan. Identifikasi terhadap masing-masing
komponen pendidikan penting dilakukan untuk selanjutnya diidentifikasi titik lemah dan
menentukan komponen mana yang perlu dibenahi, bagaimana strateginya, dan apa
kontribusinya terhadap sistem secara keseluruhan.
Dalam sistem pendidikan, masukan-masukan dari suprasistem diorganisasikan dan
dikelola dengan pola tertentu menjadi subsistem yang saling mempunyai hubungan
fungsional untuk mencapai suatu tujuan.

C. Sekolah sebagai Suatu Sistem


Sekolah merupakan suatu sistem yang kompleks, karena terdapat sangat banyak
komponen yang saling berinteraksi dan memengaruhi penyelenggaraan pendidikan sekolah.
Sebagai suatu sistem, sekolah memiliki komponen inti yang terdiri atas input, proses,
dan output. Komponen-komponen tersebut saling berkaitan dan merupakan suatu kesatuan
yang bulat (utuh).
Input dalam sistem sekolah, juga dapat diklasifikasikan input sumber daya dan input
manajemen:
1. Input Sumber Daya
Input sumber daya terdiri atas sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.
Unsur sumber daya manusia (man) berkaitan dengan semua pihak yang terkait
dengan penyelenggaran pendidikan disekolah, meliputi kepala sekolah, guru, peserta
didik, tenaga administrasi, laporan, teknisi, pustakawan, dan tenaga layanan khusus.
Sedangkan sumber daya lainnya dapat dibedakan sebagai berikut:
a) Pembiayaan Pendidikan (money).
b) Bahan atau materi (materials)
c) Metode-metode (metods)
d) Peralatan/fasilitas (machines)

2. Input Manajemen
Input manajemen berkaitan dengan pengelolaan sekolah, visi, misi dan tujuan
pengembangan sekolah, program sekolah, kultur sekolah, gaya kepemimpinan kepala
sekolah, kemitraan yang dibangun sekolah baik antar sekolah maupun dengan dunia
usaha dan dunia industri. Input manajemen ini semestinya tergambar dalam
pedoman pengelolaan harus disusun oleh sekolah.
Input sistem sekolah ini selanjutnya saling berinteraksi dan memberikan kontribusi
terhadap pengelolaan pendidikan disekolah untuk mencapai visi sekolah secara khusus dan
visi pendidikan nasional secara umumnya. Visi pendidikan nasional yakni terbentuknya insan
serta ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang berkarakter berlandaskan gotong royong.

D. Pendekatan Sistem Dalam Pembelajaran


Dalam proses ini, semua komponen yang diidentifikasi memengaruhi proses
pembelajaran dan memberikan kontribusi terhadap hasil (produk) pembelajaran akan
diperhatikan, dikaji, dan dipertimbangkan secara cermat.

Menurut Dick dan Carey (1985), pendekatan sistem dalam pembelajaran merupakan
sebuah prosedur yang dirancang untuk menciptakan sebuah pembelajaran yang efektif dan
efisien. Dalam menggunakan pendekatan sistem, setiap langkah yang dilakukan harus
memperoleh input dari langkah sebelumnya.

Penggunaan pendekatan sistem dalam perancangan pembelajaran memiliki beberapa


manfaat sebagai berikut.
1. Rancangan pembelajaran berorientasi pada tujuan pembelajaran. Tujuan
pembelajaran berupa kompetensi apa yang akan dimiliki peserta didik atau capaian
pembelajaran (learning outcomes) dirumuskan lebih awal. Rumusan ini selanjutnya
akan menjadi acuan dalam pembelajaran. Setiap tahapan kerja dalam sistem akan
diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut.
2. Adanya tujuan tersebut akan memandu setiap komponen dalam sistem untuk bekerja
secara optimal sesuai fungsinya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam
pelaksanaan fungsinya, setiap komponen akan berinteraksi dengan komponen
lainnya. Peserta didik misalnya, untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran harus
belajar secara optimal, serta berinteraksi dengan peserta didik lain, guru, dan bahan
ajar. Guru misalnya, harus berfungsi secara baik memanfaatkan semua media
pembelajaran dan bahan ajar yang tersedia untuk mengarahkan peserta didik dapat
mengikuti pembelajaran secara aktif dan efektif untuk mencapai kompetensi yang
telah dirumuskan, dan seterusnya.
3. Dalam pendekatan sistem, guru sebagai perancang pembelajaran akan mampu
melihat keterkaitan antarsub-sistem atau antarkomponen dalam sistem. Guru dapat
mengevaluasi sejauhmana masing- masing komponen telah dapat melaksanakan
fungsinya sesuai yang diharapkan. Adanya evaluasi ini memungkinkan guru sebagai
perancang pembelajaran melakukan revisi untuk meningkatkan kinerja
pembelajaran berikutnya.
Dalam memandang pendidikan sebagai suatu sistem, kita dapat mengidentifikasi adanya
banyak komponen input yang saling berinteraksi dan memengaruhi hasil belajar atau capaian
pembelajaran (learning outcomes). Komponen dimaksud antara lain:

1. Peserta Didik
Peserta didik merupakan komponen penting dalam sistem pembelajaran.
Keberhasilan atau kegagalan belajar sangat tergantung pada masukan mentah
(peserta didik) ini. Setiap peserta didik merupakan individu atau pribadi yang unik
dengan potensi berbeda-beda, latar belakang sosial, ekonomi dan budaya berbeda,
demikian pula pandangan terhadap pendidikan yang berbeda-beda. Kondisi peserta
didik dapat dibedakan atas (1) kondisi fisiologis,(2) kondisi psikologis, (3) kondisi
lainnya seperti kondisi sosial, ekonomi, dan budaya.

2. Pendidik
Pendidik memiliki tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, melatih,
mengembangkan potensi peserta didik, serta menilai, dan mengevaluasi
perkembangan peserta didik. Untuk dapat melaksanakan tugas utama tersebut secara
baik, guru dituntut harus memiliki kualifikasi pendidikan minimal S1/DIV dan memiliki
kompetensi sebagai agen pembelajaran. Sedangkan dosen harus memiliki kualifikasi
pendidikan minimal Magister (S2).
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru dideskripsikan empat kompetensi
inti yang harus dimiliki setiap guru, yakni:
a) Kompetensi pedagogik
b) Kompetensi kepribadian
c) Kompetensi sosial
d) Kompetensi profesional

3. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran merupakan suatu deskripsi mengenai tingkah laku atau
kinerja (performance) yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik setelah
pembelajaran dilakukan. Rumusan tujuan pembelajaran akan sangat menentukan
arah perencanaan pembelajaran terutama dalam menentukan materi yang akan
dibahas, pemilihan media pembelajaran yang tepat, dan prosedur pembelajaran.

4. Metode
Metode merupakan cara yang digunakan pendidik dalam menyajikan materi
pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Penggunaan metode
dalam pembelajaran memiliki peran yang sangat penting. Kesesuaian pilihan
penggunaan metode dengan materi pembelajaran turut menentukan keberhasilan
proses pembelajaran.

5. Model/Pendekatan/Strategi
Istilah model, pendekatan, dan strategi kadang kala digunakan dalam artian yang
sama, kadang pula diartikan berbeda-beda oleh para ahli. Ketiga istilah ini
sesungguhnya memiliki makna yang berbeda. Model pembelajaran didefinisikan
sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan
belajar tertentu.
Model pembelajaran merupakan suatu perspektif di mana pendidik bertanggung
jawab selama tahap perencanaan, implementasi, dan penilaian dalam pembelajaran.
Dengan demikian, model pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu kerangka
(frame) yang menggambarkan prosedur sistematik dalam mengorganisasi kegiatan
mengajar belajar untuk mencapai tujuan tertentu dan berfungsi sebagai pedoman
dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan mengajar belajar
(Ratumanan, 2003).
Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran
induktif.
Strategi pembelajaran dapat dimaknai sebagai pilihan pola atau rangkaian
kegiatan yang dirancang pendidik untuk mencapai tujuan pembelajaran secara efektif.
Menurut Kemp (dalam Sanjaya, 2009), strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang harus dilakukan pendidik dan peserta didik agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.

6. Media Pembelajaran
Pada mulanya media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu pendidik
untuk mengajar, yang digunakan adalah alat bantu visual.
Media merupakan segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk
menyalurkan pesan/informasi. Media dalam lingkungan pembelajaran dapat pula
diartikan sebagai berbagai jenis komponen dalam lingkungan peserta didik yang
dapat merangsangnya untuk belajar.

7. Lingkungan
Masukan lingkungan merupakan masukan yang berasal dari lingkungan di sekitar
peserta didik. Masukan lingkungan meliputi: lingkungan fisik (cuaca, keadaan udara,
ruangan, cahaya, kesehatan lingkungan, dan sebagainya), lingkungan sosial (pergaulan
peserta didik dengan orang lain di sekitarnya, sikap dan perilaku orang di sekitar
peserta didik, dan sebagainya), lingkungan kultural (kebiasaan, nilai-nilai, tata cara
pergaulan masyarakat di sekitar peserta didik, dan sebagainya).

8. Pembiayaan
Pembiayaan pendidikan juga merupakan faktor penting dalam pendidikan,
termasuk pembelajaran.
Dalam peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 dideskripsikan bahwa biaya
pendidikan terdiri atas:
a) Biaya satuan pendidikan, yang terdiri atas biaya investasi, biaya operasi,
bantuan biaya pendidikan, dan beasiswa.
b) Biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan, yang terdiri atas
biaya investasi dan biaya operasi; dan
c) Biaya pribadi peserta didik.

9. Penilaian
Penilaian diartikan sebagai proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian hasil belajar peserta
didik mencakup penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan seharusnya
dilakukan secara proposional sehingga dapat digunakan untuk menentukan posisi
relatif setiap peserta didik terhadap standar yang telah ditetapkan.
Objektivitas penilaian merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan setiap
pendidik.
RANGKUMAN
BAB 2 KONSEP DASAR PERENCANAAN PEMBELAJARAN

A. Pengertian Perencanaan Pembelajaran


Perencanaan merupakan bagian penting dalam pelaksanaan berbagai pekerjaan.
Selanjutnya pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan pendidik
untuk membimbing dan mengarahkan peserta didik untuk memiliki pengalaman belajar.
Dalam konteks pembelajaran, perencanaan dapat diartikan sebagai suatu proses
mempersiapkan berbagai komponen pembelajaran seperti materi pembelajaran, media
pembelajaran, sumber-sumber belajar, pendekatan dan metode pembelajaran, dan alat
evaluasi dalam alokasi waktu tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

B. Karakteristik Perencanaan Pembelajaran


Dalam pendekatan ini, penyusunan rencana pembelajaran memerhatikan berbagai
komponen pembelajaran, seperti kondisi peserta didik, pendidik, metode, kurikulum, fasilitas
pembelajaran dan sebagainya.
Dari uraian diatas, sedikitnya dapat diindetifikasi adanya empat karakteristik dari
perencanaan pembelajaran, yakni:
1. Sistematis;
2. Menggunakan pendekatan sistem;
3. Dirancang secara bertahap; dan
4. Dirancang dengan tujuan mencapai perubahan pada peserta didik.

C. Elemen Kunci Perencanaan Pembelajaran


Secara umum, terdapat 5 elemen kunci yang harus diperhatikan pendidik dalam
merancang pembelajaran sebagai berikut:
1. Karakteristik peserta didik, berkaitan dengan kondisi psikologis dan fisiologis,
termasuk kemampuan awal atau penguasaan prasyarat dan kesiapannya untuk
belajar.
2. Tujuan pembelajaran atau kompetensi yang seharusnya dimiliki peserta didik setelah
program pembelajaran dilakukan.
3. Materi pembelajaran yang harus dipelajari termasuk pendalaman atau pengayaannya
agar tujuan pembelajaran atau kompetensi yang harus dikuasai peserta didik.
4. Model/pendekatan/strategi/metode pembelajaran, yang berkaitan dengan pilihan
cara yang tepat untuk membelajarkan materi pelajaran kepada peserta didik agar
tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai.
5. Evaluasi proses dan hasil belajar untuk mengetahui sejauh mana peserta didik telah
mencapai tujuan pembelajaran atau kompetensi yang dirumuskan dan sejauh mana
tingkat efektivitas program pembelajaran.
D. Pentingnya Perencanaan Pembelajaran
Ada yang berpandangan, kami sudah bertahun-tahun menjadi pendidik, sudah terbiasa
mengajar materi tersebut, sudah mengetahui tahapan mengajarnya, sehingga tidak perlu
membuat silabus, RPP, dan perangkat lainnya.
Pandangan ini jelas sebuah kesalahan, setiap tahun akan selalu terjadi perubahan-
perubahan dalam hal peserta didik, perubahan ketersediaan fasilitas pembelajaran,
perubahan lingkungan, adanya perkembangan ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Semua
perubahan ini perlu dikaji dan dipertimbangkan dalam pembelajaran.
Dengan demikian, perencanaan pembelajaran menjadi penting untuk dilakukan oleh
setiap guru dan dosen sebagai pendidik profesional. Terdapat beberapa pertimbangan
mengapa perencanaan pembelajaran penting dilakukan sebagai berikut:
1. Pembelajaran adalah kegiatan yang memiliki tujuan.
2. Pembelajaran adalah kegiatan yang kompleks.
3. Pembelajaran melibatkan banyak komponen yang perlu dikelola dan diorganisasi
secara baik.
4. Pembelajaran merupakan sebuah proses kolaborasi.

E. Manfaat Perencanaan Pembelajaran


Terdapat beberapa manfaat dari perencanaan pembelajaran yang diuraikan sebagai berikut:
1. Sebagai petunjuk bagi pendidik untuk dapat mengelola pembelajaran yang
terstruktur dan terorganisasi secara baik. Adanya pengelolaan pembelajaran seperti
ini akan memungkinkan tujuan pembelajaran dapat tercapai, dan peserta didik dapat
memiliki kompetensi yang diharapkan.
2. Sebagai bagian dari upaya penyiapan pendidik untuk menjadi lebih profesional.
Adanya perencanaan pembelajaran akan mendorong pendidik lebih kreatif dan
reflektif dalam memilih strategi, pendekatan, dan metode yang tepat dengan materi
yang akan dipelajari. Adanya perencanaan pembelajaran juga akan mendorong
pendidik untuk lebih mendalami bahan ajar serta mengembangkan bahan ajar yang
relevan untuk menghasilkan peserta didik yang kompeten.
3. Sebagai dasar untuk melakukan evaluasi program pembelajaran. Dengan
merencanakan pembelajaran pada awal pembelajaran akan memungkinkan pendidik
melakukan proses evaluasi selama dan setelah pembelajaran berlangsung.
4. Untuk menjamin pendidik mengorganisasikan materi pembelajaran yang relevan
dengan kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum dan karakteristik peserta didik,
serta memberikan pengalaman belajar yang tepat kepada peserta didik untuk
pencapaian kompetensi. Adanya perencanaan pembelajaran sekaligus akan
menghindarkan kemungkinan adanya duplikasi dalam pembahasan materi
pembelajaran.
5. Untuk menjamin efisiensi dalam pemanfaatan sumber daya. Adanya perencanaan
pembelajaran memungkinkan pendidik hanya menyiapkan media pembelajaran,
bahan ajar, dan alat evaluasi yang dibutuhkan. Adanya perencanaan pembelajaran
juga memungkinkan pendidik mengatur waktu pembelajaran secara tepat, sehingga
materi pembelajaran dapat dibahas secara tuntas sesuai dengan waktu
yang dialokasikan.
RANGKUMAN
BAB 3 PERENCANAAN PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPETENSI

A. Konsep Pembelajaran Berbasis Kompetensi


Konsep pembelajaran berbasis kompetensi mensyaratkan dirumuskannya secara jelas
kompetensi yang harus dimiliki atau ditampilkan peserta serta didik setelah mengikuti
kegiatan pembelajaran. Rumusan kompetensi ini akan memandu pendidik dalam
perencanaan pembelajaran antara lain dalam:
1. Identifikasi dan pengembangan materi pembelajaran.
2. Merancang kegiatan pembelajaran.
3. Pengembangan penilaian.

B. Prinsip Pembelajaran Berbasis Kompetensi


Prinsip penting lain dalam pembelajaran berbasis kompetensi adalah adanya berbagai
sumber belajar yang perlu disediakan dan difasilitasi pada peserta didik.

Depdiknas (2008) mendeskripsikan prinsip-prinsip pembelajaran berbasis kompetensi


sebagai berikut:
1. Berpusat pada peserta didik agar mencapai kompetensi yang diharapkan. Peserta
didik menjadi subjek pembelajaran sehingga keterlibatan aktivitasnya dalam
pembelajaran tinggi. Tugas pendidik adalah mendesain kegiatan pembelajaran agar
tersedia ruang dan waktu bagi peserta didik belajar secara aktif dalam mencapai
kompetensinya.
2. Pembelajaran terpadu agar kompetensi yang dirumuskan dalam KD dan SK (atau KI)
tercapai secara utuh. Aspek kompetensi yang terdiri dari sikap, pengetahuan, dan
keterampilan terintegrasi menjadi satu kesatuan.
3. Pembelajaran dilakukan dengan sudut pandang adanya keunikan individual setiap
peserta didik. Peserta didik memiliki karakteristik, potensi, dan kecepatan belajar
yang beragam. Oleh karena itu, dalam kelas dengan jumlah tertentu, pendidik perlu
memberikan layanan individual agar dapat mengenal dan mengembangkan peserta
didiknya.
4. Pembelajaran dilakukan secara bertahap dan terus-menerus menerapkan prinsip
pembelajaran tuntas (mastery learning) sehingga mencapai ketuntasan yang
ditetapkan. Peserta didik yang belum tuntas diberikan layanan remedial, sedangkan
yang sudah tuntas diberikan layanan pengayaan atau melanjutkan pada kompetensi
berikutnya.
5. Pembelajaran dihadapkan pada situasi pemecahan masalah, sehingga peserta didik
menjadi pembelajar yang kritis, kreatif, dan mampu memecahkan masalah yang
dihadapi. Oleh karena itu, pendidik perlu mendesain pembelajaran yang berkaitan
dengan permasalahan kehidupan atau konteks kehidupan peserta didik dan
lingkungan.
6. Pembelajaran dilakukan dengan multi strategi dan multimedia sehingga memberikan
pengalaman belajar beragam bagi peserta didik
7. Peran pendidik sebagai fasilitator, motivator, dan narasumber.

C. Manfaat Pembelajaran Berbasis Kompetensi


Pembelajaran berbasis kompetensi memiliki banyak manfaat, di antaranya akan
meningkatkan kesempatan bagi peserta didik untuk berkembang secara optimal. Selain itu,
pembelajaran berbasis kompetensi akan memungkinkan pembelajaran dilakukan sesuai
dengan kebutuhan, bakat, dan kecepatan belajar peserta didik. Pada pembelajaran ini,
kompetensi sebagai capaian pembelajaran telah jelas dirumuskan sejak awal dan menjadi
acuan bagi rancangan pembelajaran.
Manfaat lain bagi peserta didik adalah tumbuh kembangnya kemandirian belajar.
Pembelajaran yang dilakukan berpusat pada peserta didik, akan memberikan dampak pada
aktivitas aktif peserta didik dalam mempelajari bahan ajar dan mengonstruksi pengetahuan
bagi dirinya.
Kebiasaan belajar seperti ini dalam jangka panjang akan memunculkan budaya belajar
dan kemandirian belajar pada peserta didik. Mereka tidak lagi bersikap pasif menunggu
informasi, tetapi aktif menggali, mempelajari, dan memproses informasi.

D. Rancangan Pembelajaran Berbasis Kompetensi


Dalam konsep pembelajaran berbasis kompetensi, kegiatan pembelajaran seharusnya
diarahkan untuk mengembangkan potensi dan memberdayakan peserta didik untuk
mencapai (menguasai) kompetensi yang telah dirumuskan atau ditetapkan.

Tahapan-tahapan dalam merancang pembelajaran berbasis kompetensi dideskripsikan


oleh Stanley Elam (dalam Hamalik, 2005 dan Majid, 2008), sebagai berikut:
1. Spesifikasi asumsi-asumsi atau preposisi-preposisi yang mendasar
2. Mengindetifikasi kompetensi
3. Menggambarkan secara spesifik kompetensi-kompetensi
4. Menentukan tingkat-tingkat kriteria dan jenis assessment
5. Pengelompokan dan penyusunan tujuan pembelajaran
6. Desain strategi pembelajaran
7. Mengorganisasikan sistem pengelolaan
8. Melaksanakan percobaan program
9. Menilai desain pembelajaran
10. Memperbaiki program
RANGKUMAN
BAB 4 MODEL PERENCANAAN PEMBELAJARAN

A. Model Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI)


Model Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (Model PPSI) dikembangkan untuk
mendukung implementasi Kurikulum 1975. Walaupun demikian, model ini tetap masih
relevan dalam pengembangan perencanaan pembelajaran sampai saat ini.
PPSI berfungsi untuk mengefektifkan perencanaan dan pelaksanaan program
pembelajaran secara sistemis untuk menjadi acuan bagi pendidik dalam pengelolaan
kegiatan belajar mengajar.

Terdapat 5 (Lima) tahap mendesain pembelajaran dalam model PPSI sebagai berikut:
1. Merumuskan Tujuan
2. Menggembangkan Alat Evaluasi
3. Menggembangkan Kegiatan Belajar Mengajar
4. Menggembangkan Program Kegiatan Pembelajaran
5. Pelaksanaan Program

B. Model Dick dan Carey


Model Dick dan Carey (1985) menggunakan pendekatan sistem (system approach).
Model ini dikembangkan untuk mengatasi masalah-masalah pembelajaran. Model ini terdiri
dari 10 tahap yang saling berkaitan.

Tahapan atau langkah-langkah pengembangan desain pembelajaran menggunakan model


Dick dan Carey diuraikan sebagai berikut:
1. Identifikasi Tujuan Pembelajaran Umum
2. Analisis Instruksional
3. Identifikasi Tingkah Laku dan Karakteristik Peserta Didik
4. Merumuskan Tujuan Pembelajaran Khusus
5. Mengembangkan Alat atau Instrumen Penilaian
6. Mengembangkan Strategi Pembelajaran
7. Penggunaan Bahan Ajar
8. Merancang dan Melaksanakan Evaluasi Formatif
9. Revisi Terhadap Draft Program Pembelajaran
10. Merancang dan Mengembangkan Evaluasi Sumatif

C. Model Kemp
Jerold E. Kemp, et.al., (1994) mengembangkan model desain pembelajaran berbentuk
siklus untuk menunjukkan adanya proses kontinu. Model Kemp merupakan sebuah model
desain pembelajaran yang sangat luwes, karena pengembangan pembelajaran dapat dimulai
dari komponen mana saja.
Terdapat 9 (sembilan) komponen penting dalam model yang dikembangkan Kemp, et.al.,
(1994) sebagai berikut:
1. Identifikasi Masalah Pembelajaran (Instructional Problems)
2. Analisis Karakteristik Peserta Didik (Learner Characteristics)
3. Analisis Tugas (Task Analysis)
4. Menentapkan Tujuan Pembelajaran Khusus (Instructional Objectives)
5. Mengorganisasi/Membuat Urutan Materi Pembelajaran (Content Sequencing)
6. Merancang Strategi Pembelajaran (Instructional Strategies)
7. Menetapkan Metode Pembelajaran (Instructional Delivery Methods)
8. Mengembangkan Instrumen Evaluasi (Developing Evaluation Instruments)
9. Memilih Sumber-sumber Pembelajaran (Instructional Resources).

D. Model Instructional Development Institute (IDI)


Model ini dikembangkan oleh University Consortium For Instructional Development and
Technology (UCIDT), dan diuji cobakan pada berbagai institusi pendidikan di Amerika Serikat.
Model ini sebagaimana model lainnya, dikembangkan dengan menggunakan prinsip-prinsip
pendekatan sistem.
Model IDI terdiri atas 3 (Tiga) tahapan utama, yakni mendefinisikan (Define),
mengembangkan (develop), dan mengevaluasi (evaluate). Setiap tahap dikaitkan dengan
umpan balik, yang dimaksudkan untuk melakukan revisi.

E. Model ASSURE
Model ASSURE dikembangkan oleh Sharon Smaldino, Robert Henich, James Russell, dan
Michael Molenda tahun 2005. Model ini berorientasi pada pemanfaatan media dan teknologi
dalam menciptakan aktivitas pembelajaran yang diharapkan.
Model ASSURE merupakan model desain pembelajaran yang lebih praktis dan mudah
diimplementasikan. Model ini dapat digunakan untuk mendesain pembelajaran baik yang
bersifat individual maupun klasikal.Adanya identifikasi karakteristik peserta didik ini akan
memungkinkan pendidik sebagai perancang pembelajaran untuk menentukan strategi dan
metode pembelajaran yang tepat, memilih media pembelajaran yang sesuai, dan
mengembangkan bahan ajar yang dapat mendukung terciptanya interaksi belajar mengajar
yang lebih baik.
Smaldino, et.al., (2011) mendeskripsikan enam langkah penting dalam model desain
pembelajaran ASSURE, yakni (1) Analyze Learner Characteristic, (2) State standard and
objective, (3) Select strategy, technology,media, and learning materials, (4) Utilize
technology, media, and materials, (5) Requires Learner Participation, dan (6)
Evaluate and Revise.
F. Model Four D
Model Four D diperkenalkan oleh Thiagarajan, et al., terdiri atas 4 (empat) tahap, yakni
define, design, develop, dan disseminate. Keempat tahapan tersebut dideskripsikan
Thiagarajan (1974), sebagai berikut.
1. Mendefinisikan (Define)
Tujuan dari tahap ini adalah untuk menetapkan dan menegaskan kebutuhan
pembelajaran. Melalui analisis ini, kita mendeskripsikan tujuan dan batasan materi
pembelajaran. Terdapat lima langkah yang ditempuh pada tahap ini diuraikan
sebagai berikut:
a. Analisis awal akhir (Front-end analysis)
b. Analisis peserta didik (Learner analysis)
c. Analisis tugas (Task analysis)
d. Analisis konsep (Concept analysis)
e. Menetapkan tujuan pembelajaran (Specifying instructional abjectives)
2. Merancang (Design)
Tujuan dari tahap ini adalah merancang prototype materi pembelajaran. Tahap ini
dapat dimulai setelah kumpulan tujuan materi pembelajaran telah ditetapkan. Seleksi
media dan format untuk materi dan produksi versi awal merupakan aspek utama dari
tahap desain. Terdapat empat langkah pada tahap ini diuraikan sebagai berikut:
a. Menyusun Tes Beracuan Kriteria (Constructing Criterion- Referenced Test)
b. Seleksi Media (Media Selection)
c. Seleksi Format (Format Selection)
d. Desain Awal (Initial Design)
3. Mengembangkan (Develop)
Tujuan dari langkah ini adalah memodifikasi prototype materi pembelajaran.
Meskipun telah dibuat sejak tahap define, hasilnya harus dipertimbangkan sebagai
versi awal dari materi pembelajaran yang harus dimodifikasi sebelum menjadi versi
final yang efektif Dalam fase pengembangan, umpan balik diterima melalui evaluasi
formatif dan materi yang sudah direvisi. Terdapat dua langkah dalam tahap ini
diuraikan sebagai berikut:
a. Penilaian Pakar (Expert Appraisal)
Penilaian pakar merupakan teknik untuk memperoleh saran
perbaikan materi. Sejumlah ahli diminta untuk mengevaluasi materi dari sudut
pandang pembelajaran dan teknis. Berdasarkan umpan balik dari ahli, materi
dimodifikasi untuk menjadikannya lebih sesuai, efektif, dapat dipakai, dan
memiliki kualitas teknis yang tinggi.
b. Pengujian Pengembangan (Development Testing)
Pengujian pengembangan meliputi mengujicobakan materi terhadap
peserta didik untuk menetapkan bagian yang memerlukan revisi. Berdasarkan
respons, reaksi dan komentar peserta didik, materi dimodifikasi. Siklus
menguji, merevisi dan menguji ulang dilakukan berulang kali hingga materinya
konsisten dan efektif.
4. Menyebarkan (Disseminate)
Materi pembelajaran mencapai tahap produksi akhir ketika developmental
testing menunjukkan hasil yang konsisten dan penilaian pakar memperoleh komentar
positif. Terdapat 3 (tiga) langkah pada tahap ini, yakni validation testing, packaging,
diffusion and adopting.

G. Model Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction (ARCS)


Model ARCS yang dikembangkan oleh John Keller, merupakan sebuah model yang
memfokuskan pada cara merancang pembelajaran berbasis motivasi. Oleh karena itu, model
ini sering disebut sebagai Model ARCS Desain Motivasional. Model ini terdiri atas 4 (empat)
komponen utama, yakni perhatian (attention), relevansi (relevance), kepercayaan
(confidence), dan kepuasan (satisfaction).

Suparman (2012) mendeskripsikan langkah-langkah model ARCS sebagai berikut:


1. Mendapatkan informasi mata kuliah (mata pelajaran, pen.)
a. Menulis deskripsi mata kuliah dan rasional
b. Menjelaskan latar (setting) dan sistem peluncuran
c. Menjelaskan informasi tentang pengajar.
2. Mendapatkan informasi tentang peserta didik
a. Daftar tingkat keterampilan awal
b. Mengidentfikasi sikap terhadap sekolah dan pekerjaan
c. Mengidentifikasi sikap terhadap mata kuliah.
3. Menganalisis peserta didik
a. Mempersiapkan profil motivasi
b. Daftar akar penyebab
c. Mengidentifikasi pengaruh yang dapat dimodifikasi.
4. Menganalisis bahan yang sudah ada
a. Membuat daftar fitur (features) yang positif
b. Membuat daftar kekurangan atau masalah
c. Menjelaskan isu-isu yang berkaitan.
5. Membuat daftar tujuan khusus dan penilaian
a. Membuat daftar tujuan umum desain motivasi
b. Menentukan perilaku peserta didik
c. Menjelaskan metode-metode yang dikonfirmasi.
6. Membuat daftar taktik yang potensial
a. Sumbang saran daftar taktik ARCS
b. Mengidentifikasi taktik awal, pertengahan, akhir, dan yang berkesinambungan.
7. Memilih dan mendesain taktik
a. Mengintegrasikan taktik A, R, C, dan S
b. Mengidentifikasi taktik yang dicapai dan dipertahankan.
8. Mengintegrasikan dengan kegiatan instruksional
a. Mengombinasikan rencana motivasi dan kegiatan instruksional
b. Membuat daftar revisi yang akan dilakukan.
9. Memilih dan mengembangkan bahan
a. Memilih bahan yang sudah ada
b. Memodifikasi agar sesuai dengan situasi
c. Mengembangkan bahan baru.
10. Mengevaluasi dan merevisi
a. Mendapatkan reaksi peserta didik
b. Menentukan tingkat kepuasan
c. Revisi bila diperlukan.

H. Model ADDIE
ADDIE merupakan akronim untuk Analyze, Design, Implement, dan Evaluate. ADDIE
merupakan sebuah konsep pengembangan produk yang diaplikasikan untuk
mengembangkan pembelajaran berbasis kinerja. Filosopfi pendidikan dari ADDIE adalah
bahwa intensional belajar seharusnya berpusat pada peserta didik, inovatif, autentik, dan
inspirasional (Branch, 2009).
Branch (2009) lebih jauh mendeskripsikan fase-fase dari model ADDIE atau pendekatan
ADDIE ini sebagai berikut:
1. Analisis (Analyze)
Fase analisis bertujuan untuk mengidentifikasi kemungkinan penyebab
kesenjangan kinerja. Prosedur umum yang dihubungkan dengan fase analisis
diuraikan sebagai berikut.
2. Desain (Design)
Tujuan dari fase desain adalah untuk memverifikasi kinerja yang diharapkan dan
metode pengujian yang tepat. Prosedur umum terkait dengan fase desain diuraikan
sebagai berikut:
a) Buat suatu inventori untuk tugas
b) Buat tujuan kinerja, meliputi 3 (tiga) komponen, yakni kinerja, kondisi, dan
kriteria.
c) Kembangkan strategi pengujian
d) Hitung keuntungan investasi
3. Pengembangan (Develop)
Tujuan dari fase ini untuk membangun dan memvalidasi sumber daya pembelajaran.
Prosedur umum yang dihubungkan dengan fase pengembangan diuraikan sebagai
berikut:
a) Menyusun materi
b) Menyeleksi atau mengembangkan media pendukung
c) Mengembangkan petunjuk untuk peserta didik
d) Mengembangkan petunjuk untuk pendidik
e) Melakukan revisi tes formatif
f) Menyusun tes penuntun
4. Implementasi
Tujuan dari fase ini adalah untuk mempersiapkan lingkungan belajar dan
mengikutsertakan peserta didik. Prosedur umum yang dihubungkan dengan fase
implementasi ini diuraikan sebagai berikut:
a) Mempersiapkan pendidik, tujuannya untuk mengidentifikasi dan
mempersiapkan pendidik untuk memfasilitasi strategi pembelajaran dan
sumber belajar yang telah dikembangkan.
b) Mempersiapkan peserta didik, tujuannya untuk mempersiapkan peserta didik
untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran dan berinteraksi secara
efektif dengan sumber- sumber belajar yang baru dikembangkan.
5. Evaluasi
Tujuan dari fase evaluasi adalah untuk menilai kualitas proses dan hasil pembelajaran,
sebelum dan sesudah implementasi. Prosedur umum yang dihubungkan dengan fase
evaluasi diuraikan sebagai berikut:
a) Menentukan kriteria evaluasi
b) Menyeleksi alat evaluasi
c) Melaksanakan evaluasi
RANGKUMAN
BAB 5 ANALISIS PESERTA DIDIK

A. Karakteristik Umum Peserta Didik


Karakteristik peserta didik dapat ditinjau dari berbagai aspek. Misalnya dari aspek
gender, terdapat pengaruh gender terhadap proses dan hasil belajar. Karakteristik peserta
didik juga dapat ditinjau dari tingkat satuan pendidikan. Dari aspek ini, peserta didik dapat
dibedakan atas peserta didik pendidikan anak usia dini (PAUD), sekolah dasar (SD), sekolah
menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), dan perguruan tinggi.
Karakteristik peserta didik juga dapat dibedakan dari aspek usia. Usia berkorelasi dengan
tingkat kematangan sistem syaraf dan dengan kesiapan belajar peserta. Anak yang lebih
dewasa memiliki pengalaman belajar dan pengalaman berinteraksi dengan benda, orang lain
dan lingkungan relatif lebih banyak dibandingkan dengan anak yang usianya lebih muda.

B. Bakat dan Minat


Bakat merupakan kemampuan seseorang yang bersifat genetis. Menurut Semiawan
(1997), bakat adalah kemampuan yang merupakan sesuatu yang inherent dalam diri
seseorang, dibawa sejak lahir dan terkait dengan struktur otak. Secara genetis struktur otak
memang telah terbentuk sejak lahir, tetapi berfungsinya otak itu sangat ditentukan caranya
lingkungan berinteraksi dengan anak tersebut. Kemampuan-kemampuan tersebut, baik
secara potensial maupun yang telah nyata meliputi:
1) Kemampuan intelektual umum
2) Kemampuan akademik khusus
3) Kemampuan berfikir kreatif produktif
4) Kemampuan memimpin
5) Kemampuan dalam salah satu bidang seni
6) Kemampuan psikomotor
Kriteria keberbakatan yang berbeda diperkenalkan Renzuli (Munandar, 2009). Terdapat
tiga ciri pokok yang saling berkaitan, yakni (1) kemampuan umum diatas rata-rata, (2)
kreativitas diatas rata-rata, dan (3) pengikatan diri terhadap tugas.
Minat adalah kecenderungan yang bersifat tetap untuk memerhatikan aktivitas tertentu.
Minat dikaitkan dengan rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau suatu
aktivitas tanpa diminta atau disuruh orang lain. Minat bukan faktor bawaan sejak lahir, tetapi
terbentuk akibat berinteraksi dengan objek tertentu.

C. Motivasi
Motivasi merupakan salah satu unsur penting dalam belajar pembelajaran. Motivasi
penting dalam menentukan seberapa jauh peserta didik tersebut akan belajar dari suatu
kegiatan pembeljaran atau seberapa jauh peserta didik tersebut memperoleh (menonstruksi)
pengetahuan dalam suatu kegiatan pembelajaran.
Menurut Woolfolk (2009), motivasi biasanya didefinisikan sebagai suatu keadaan
internal yang membangkitkan, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Sedangkan
menurut Morgan, et.al., (1986), motivasi dapat didefinisikan sebagai tenaga pendorong atau
penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu.
Pemahaman atau pengetahuan pendidik terhadap motivasi masing-masing peserta didik
akan penting dalam Menyusun rencana yang tepat untuk keberhasilan pembelajaran.
Beberapa aspek penting terkait perencanaan dimaksud diuraikan sebagai berikut.
1. Rancang pembelajaran yang menarik
2. Rancang pembelaaran yang dapat melibatkan semua peserta didik secara aktif
3. Rancang pembelajaran menggunakan variasi model/ pendekatan/ strategi/ metode.
4. Identifikasi manfaat materi pembelajaran dan tunjukkan kepada peserta didik
5. Rancang pembelajaran yang dapat melibatkan emosi peserta didik
6. Rancang pengalaman sukses untuk peserta didik dengan kemampuan relative
rendah dan dengan motivasi yang relative rendah
7. Rancang pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan atau minat anak.

Keller (1987) dalam Smaldino, et al. (2011) menjelaskan 4 aspek mendasar dari motivasi yang
bisa dipertimbangkan pendidik dalam merancang pembelajaran, yakni:

1. Perhatian (attention). Kembangkan pebelajaran yan peserta didik anggap menarik dan
berharga untuk diperhatikan

2. Relevansi (relevance). Pastikan bahwa pembelajaran bermakna dan sesuai dengan kebutuhan
dan tujuan belajar peserta didik

3. Percaya diri (confidence). Rancanglah pembelajaran yang membangun ekspektasi peserta


didik untuk sukses berdasarkan usaha mereka sendiri.

4. Kepuasan (satisfaction). Sertakan ganjaran intrinsic dan ekstrinik yang peserta didik terima
dari pembelajaran.

D. Inteligensi
Inteligensi merupakan sebuah konsep yang belum disekapati pengertian secara tunggal.
Banyak ahli turut memberikan kontribusi dalam mengembangkan konsep dan teori
inteligensi, serta pengukurannya. Ada ahli yang menyatakan inteligensi sebagai kemampuan
kognisi, ada yang menyatakan sebagai kemampuan pemecahan masalah, ada pula yang
mendeskripsikan inteligensi meliputi karakteristik seperti kreativitas dan keterampilan
inteligensi.
Memang terdapat banyak variasi definisi inteligensi, tetapi dengan mengkaji definisi-
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat empat komponen inti dalam inteligensi,
yakni (1) kemampuan dasar, (2) kemampuan memecahkan masalah (problem solving), (3)
kemampuan berpikir abstrak, dan (4) kemampuan untuk mencapai tujuan.

E. Gaya Belajar
Terdapat dua kategori utama mengenai bagaimana orang belajar. Pertama, bagaimana
cara kita menyerap informasi dengan mudah (disebut modalitas); dan kedua bagaimana cara
kita mengatur dan mengolah informasi tersebut (dominasi otak). Gaya belajar adalah
kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap informasi kemudian mengatur serta
mengolah informasi tersebut (Ratumanan, 2015).
Konsep gaya belajar dikembangkan berasal dari fakta bahwa setiap orang memiliki cara
yang berbeda dalam belajar. Beberapa pembelajar lebih memilih untuk bekerja secara
mandiri, sedangkan yang lain menampilkan untuk kerja yang lebih baik dikelompok.
Beberapa pembelajar lebih memilih untuk menyerap informasi dengan membaca; yang lain
memilih praktik dan percobaan.

Kolb (1984) dalam Davis (2013) mengidentifikasi adanya 4 (empat) jenis gaya belajar
sebagai berikut:
1. Pengarah (Converger)
2. Penyebar (Diverger)
3. Penggabung (Assimilator)
4. Penyesuai (Accommodator)

De Porter, et al (2000), selanjutnya memberikan gambaran mengenai ketiga gaya belajar


ini sebagai berikut:
1. Visual, seseorang yang sangat visual mungkin bercirikan sebagai berikut:
a. Teratur, memerhatikan segala sesuatu, menjaga penampilan.
b. Mengingat dengan gambar, lebih suka membaca daripada dibacakan.
c. Membutuhkan gambaran dan tujuan menyeluruh dan menangkap detail,
mengingat apa yang dilihat.

2. Auditorial, Seseorang yang sangat auditorial dapat dicirikan sebagai berikut:


a. Perhatiannya mudah pecah.
b. Berbicara dengan pola berirama.
c. Belajar dengan cara mendengarkan, menggerakkan bibir atau
bersuara saat membaca.

3. Kinestetik, Seseorang yang sangat kinestetik sering:


a. Menyentuh orang dan berdiri berdekatan, banyak bergerak.
b. Belajar dengan melakukan, menunjuk tulisan saat membaca, menanggapi
secara fisik.
c. Mengingat sambil berjalan dan melihat.
Dengan memahami gaya belajar peserta didik, kita dapat merancang pembelajaran yang
lebih sesuai dan dapat meningkatkan intensitas perhatian dan keaktifan peserta didik.

F. Kemampuan Awal
Kemampuan awal merupakan aspek penting yang akan turut menentukan keberhasilan
peserta didik dalam pembelajaran. Kemampuan awal berkaitan dengan pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki peserta didik sebelum mengikuti suatu proses pembelajaran.

Aspek penting dalam perencanaan pembelajaran yang perlu diperhatikan sehubungan


dengan kemampuan awal peserta didik adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi kemampuan prasyarat yang dibutuhkan untuk dapat mencapai
kompetensi dasar dalam kurikulum mata pelajaran. Hasil identifikasi ini digunakan
untuk merancang kegiatan review di awal pembelajaran.
2. Rancang pretes untuk mengukur kemampuan awal peserta didik. Dari penilaian ini
akan diperoleh informasi mengenai kemampuan awal peserta didik dan materi-materi
prasyarat yang belum dikuasai secara baik. Hasil penilaian ini selanjutnya
ditindaklanjuti dalam bentuk tatap muka khusus untuk memperbaiki penguasaan
materi prasyarat tersebut.
3. Bila terdapat banyak materi prasyarat yang belum dikuasai peserta didik, sebaiknya
dilakukan dirancang program khusus semacam matrikulasi di awal semester. Selama
1-2 minggu pertama di awal semester digunakan untuk membahas ulang materi-
materi prasyarat yang belum dikuasai secara baik. Setelah itu, baru materi
pembelajaran sesuai kurikulum dibahas dalam pembelajaran sesuai rancangan
program pembelajaran yang sudah disusun.
RANGKUMAN
BAB 6 RANCANGAN KOMPETENSI

A. Pengertian dan Karakteristik


Istilah kompetensi saat ini sangat populer dalam dunia pendidikan maupun dunia kerja.
Kompetensi berkaitan dengan kemampuan atau kapabilitas yang dibutuhkan untuk
mengerjakan tugas tertentu.
Kompetensi terbentuk berdasarkan hasil dari suatu pembelajaran, pendidikan atau
pelatihan tertentu. Proses pembelajaran dan pendidikan yang direncanakan dan dikelola
secara baik akan mengarah pada pembentukan kompetensi peserta didik.
Kompetensi meliputi aspek yang luas, tidak hanya pengetahuan, tetapi juga
keterampilan dan nilai-nilai yang dibutuhkan agar seseorang dapat memiliki kemampuan
bekerja, memecahkan masalah, berkembang dalam hidup, dan bahkan menjadikan
hidupnya lebih bermakna.
Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 045/U/2002, kompetensi
diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki oleh
seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan
tugas-tugas di bidang tertentu. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013,
kompetensi diartikan sebagai seperangkat sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus
dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh peserta didik setelah mempelajari suatu muatan
pembelajaran, menamatkan suatu program, atau menyelesaikan satuan pendidikan tertentu.

Pengertian ini memberikan penekanan penting mengenai kompetensi yang perlu


diperhatikan sebagai berikut:
1. Kompetensi merupakan prasyarat untuk seseorang dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik.
2. Pemenuhan kompetensi membutuhkan pengakuan dari masyarakat atau orang lain.
Seseorang dianggap kompeten adalah ketika ia dapat menyelesaikan tugasnya dengan
baik dan mendapat pengakuan dari masyarakat atau orang lain.
3. Kompetensi ditandai dengan kinerja yang harus ditunjukkan, serta komitmen dan
tanggung jawab yang harus ditampilkan, bukan hanya berkaitan dengan aspek
pengetahuan.
4. Kompetensi meliputi ranah yang komprehensif, yakni pengetahuan (kognitif),
keterampilan (psikomotor), dan nilai-nilai atau sikap (afektif).

B. Kompetensi Menurut Gagne


Gagne tidak menggunakan istilah kompetensi, tetapi menggunakan istilah kapabilitas
belajar untuk menggambarkan hasil yang diperoleh dalam suatu proses belajar
(atau pembelajaran).
Gagne, (1975); Gagne dan Briggs, (1978); Gredler, (2011); Schunk, (2012); Ratumanan,
(2015) mengemukakan adanya 5 (lima) kategori kapabilitas (capability) yang merupakan hasil
belajar sebagai berikut:
1. Keterampilan Intelektual (Intellectual Skill)
Keterampilan intelektual meliputi kemampuan "mengetahui bagaimana"
informasi, bukan "mengetahui apa"nya.
2. Informasi Verbal (Verbal Information)
Informasi verbal atau pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan tentang
kenyataan dari sesuatu. Informasi verbal mencakup fakta- fakta atau bahasa tulis
ataupun lisan yang dihubungkan sehingga membentuk suatu makna yang diingat
persis seperti bentuk aslinya.
3. Strategi Kognitif (Cognitive Strategies)
Ini merupakan jenis keterampilan yang khusus dan sangat penting. Meliputi
kecakapan untuk mengelola dan mengembangkan proses berpikir dengan cara
merekam, membuat analisis dan sintesis.
4. Keterampilan Motorik (Motor Skill)
Keterampilan motorik tidak hanya mencakup kegiatan-kegiatan fisik, melainkan
juga kegiatan-kegiatan motorik yang digabungkan dengan keterampilan intelektual.
5. Sikap
Sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari, dan dapat memengaruhi
perilaku seseorang terhadap suatu objek.

C. Ranah Kognitif, fektif, dan Psikomotor


Pembelajaran diarahkan untuk menumbuhkembangkan kompetensi yang bersifat
komprehensif pada peserta didik. Kompetensi dimaksud meliputi pemerolehan ilmu
pengetahuan dan keterampilan intelektual (kognitif), pertumbuhan perilaku atau nilai
(afektif), dan perkembangan keterampilan dan koordinasi (psikomotor). Penting bagi setiap
pendidik untuk memahami ketiga ranah ini, untuk kemudian merencanakannya secara baik
dalam perangkat pembelajaran dan selanjutnya mengimplementasikannya sehingga
kompetensi tersebut dapat dimiliki peserta didik. Memfasilitasi peserta didik untuk memiliki
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang tinggi, berarti membuka pintu sukses bagi
mereka di masa depan.
1. Ranah Kognitif
Menurut Jacobsen, et.al., (2009), jenis-jenis tujuan pembelajaran yang paling
umum diterapkan di sekolah-sekolah adalah ranah kognitif. Hal ini disebabkan karena
ranah kognitif fokus pada transmisi (penyebaran) pengetahuan dan strategi-strategi,
yang merupakan pandangan paling umum mengenai peran sekolah, baik di masa lalu
maupun di masa kini.
2. Ranah Afektif
Ranah afektif berkaitan dengan karakter, sikap, nilai yang diharapkan dimiliki
peserta didik setelah mengikuti proses pendidikan. Fokus utama ranah afektif adalah
pembentukan sikap dan nilai. Sikap merujuk pada sasaran atau objek yang bersifat
khusus, misalnya sikap terhadap mata pelajaran, sikap terhadap kegiatan belajar
mengajar, dan sebagainya.
3. Ranah Psikimotor
Ranah psikomotor berkaitan dengan unjuk kerja atau tindakan yang dilakukan
sesuai aturan atau prosedur.

D. Standar Kompetensi Lulusan


Menurut peraturan pemerintah Nomor 32 Tahun 2013, standar kompetensi lulusan (SKL)
diartikan sebagai kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.
Hal yang sama ditegaskan dalam penjelasan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003, yakni standar kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik yang harus dipenuhinya atau
dicapainya dari suatu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Standar Kompetensi Lulusan digunakan sebagai acuan utama Pengembangan Standar Isi,
Standar Proses, Standar Penilaian Pendidikan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan,
Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, dan Standar Pembiayaan. Standar
Kompetensi Lulusan terdiri atas kriteria kualifikasi kemampuan peserta didik yang diharapkan
dapat dicapai setelah menyelesaikan masa belajarnya di satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah.

E. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar


Istilah standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) dikenal dalam Kurikulum
2006. Standar kompetensi merupakan acuan yang diperlukan untuk memantau
perkembangan mutu pendidikan.
Standar kompetensi memiliki dua penafsiran, yakni (1) pernyataan tujuan yang
menjelaskan apa yang harus diketahui peserta didik dan kemampuan melakukan sesuatu,
dan (2) spesifikasi skor atau peringkat yang berkaitan dengan kategori pencapaian
kompetensi, seperti lulus atau memiliki keahlian (Depdiknas, 2002).
Kompetensi dasar (KD) merupakan rincian lebih lanjut dari standar kompetensi. KD
dapat diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang minimal harus dikuasai
peserta didik untuk menunjukkan bahwa peserta didik telah menguasai standar kompetensi
dan materi pelajaran. KD telah dirumuskan dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006. Dalam
pengembangan silabus, pendidik cukup mengangkat SK dan KD yang telah dideskripsikan
dalam lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006.

F. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar


Istilah kompetensi inti dikenal dalam Kurikulum 2013. Menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 32 Tahun 2013, kompetensi inti adalah tingkat kemampuan untuk mencapai Standar
Kompetensi Lulusan yang harus dimiliki seorang peserta didik pada setiap tingkat kelas atau
program.
Kompetensi inti mencakup: sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan
yang berfungsi sebagai pengintegrasi muatan pembelajaran, mata pelajaran, atau program
dalam mencapai Standar Kompetensi Lulusan.

Rumusan kompetensi inti menggunakan notasi sebagai berikut:


1. Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti sikap spiritual;
2. Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap sosial;
3. Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti pengetahuan; dan
4. Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti keterampilan.

Menurut Permendikbud No. 24 Tahun 2016, kompetensi dasar merupakan kemampuan


dan materi pembelajaran minimal yang harus dicapai peserta didik untuk suatu mata
pelajaran pada masing-masing satuan pendidikan yang mengacu pada kompetensi inti.
Kompetensi dasar pada Kurikulum 2013 berisikan kemampuan dan muatan pembelajaran
untuk mata pelajaran dan merupakan penjabaran dari kompetensi inti.
Rumusan Kompetensi Dasar (KD) dikembangkan dengan memerhatikan karakteristik dan
kemampuan peserta didik, dan kekhasan masing-masing mata pelajaran. Rumusan KD
dimaksud secara rinci dideskripsikan pada Lampiran Permedikbud No. 24 Tahun 2016.

Anda mungkin juga menyukai