PENDIDIKAN SEBAGAI SUATU SISTEM YANG KOMPLEKS, SISTEM SOSIAL, POLITIK DAN BUDAYA
NAMA :
PASCASARJANA
UNIVERSITAS PATTIMURA
2022
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................6
C. Tujuan Penulisan ...............................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN
A. Pendidikan Sebagai Sistem Yang Kompleks .................................................10
B. Pendidikan Sebagai Sistem Sosial...................................................................11
C. Pendidikan Sebagai Sistem Politik .................................................................12
D. Pendidikan Sebagai Sistem Budaya.................................................................12
PEMBAHASAN
Pendidikan dikatakan sebagai sistem juga memiliki beberapa ciri sebagai berikut:
1) Tujuan pendidikan.
2) Fungsi-fungsi: adanya tujuan yang harus dicapai oleh suatu sistem menuntut terlaksananya
berbagai fungsi yang diperlukan untuk menunjang usaha mencapai tujuan tersebut.
3) Komponen-komponen: bagian sistem yang melaksanakan usaha mencapai tujuan sistem disebut
komponen. Jadi sistem ini terdiri dari komponen-komponen dan masing-masing komponen punya
fungsi khusus. Misalnya komponen sistem instruksional meliputi manusia (guru, konselor,
administrator, dan lain sebagainya).
4) Interaksi atau saling berhubungan: semua komponen dalam satu sistem saling berhubungan satu
dengan yang lain, saling mempengaruhi dan saling membutuhkan. Penggabungan yang
menimbulkan jalinan perpaduan.
5) Proses transformasi: semua sistem punya misi untuk mencapai tujuan; untuk itu diperlukan suatu
proses yang memproses masukan (input) menjadi hasil (output).
6) Umpan balik dan koreksi untuk mengetahui masing-masing fungsi terlaksana dengan baik
diperlukan fungsi kontrol yang mencakup monitoring dan koreksi atau evaluasi. Hasil monitoring
dijadikan pertimbangan untuk suatu perubahan, perbaikan dsb.
7) Daerah batasan dan lingkungan; antara suatu sistem dengan lingkungan sekitar akan terjadi
interaksi. Namun antara satu sistem dan sistem yang lain mempunyai batasan tertentu. Suatu
sistem dapat pula merupakan bagian dari sistem yang lebih besar.
Pendidikan dapat dijalankan melalui lembaga formal, non-formal maupun informal. Salah satu bentuk
lembaga formal adalah sekolah. Sekolah sebagai suatu lembaga harus bersifat terbuka yang mampu
menyesuaikan diri untuk merubah kondisi eksternal menjadi efektif dan bertahan, terutama di masyarakat
modern saat ini. Sekolah adalah lembaga yang di rancang untuk pengajaran peserta didik di bawah
pengawasan guru. Menurut Hoy and Mischell, 2017 sistem adalah serangkaian atau seperangkat elemen
terbatas dan aktivitas-aktivitas yang berinteraksi dan menunjukkan suatu kesatuan fungsional tunggal.
Berdasarkan makna tersebut disimpulkan bahwa sekolah sebagai sistem merupakan suatu lembaga yang
terorganisir yang terdiri atas sejumlah komponen yang saling berhubungan satu sama lain dalam rangka
mencapai tujuan yang diinginkan.
Pada zaman modern, peran sosial orang tua dan juga teman terdekat seringkali dikalahkan oleh
peran media sosial. Anak lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bersosialisasi dengan teman di
dunia maya dari pada bersosialisasi dengan lingkup sekitar. Hal ini bisa terlihat dari maraknya warung
kopi yang berlabel free wifi yang dipenuhi oleh pengunjung dan tak jarang pula yang berdalih dengan
nongkrong. Tapi kenyataannya, mereka sibuk dengan android maupun gadget. Tak jarang pula orang tua
merasa lebih aman apabila sang anak bermain android atau gadget daripada keluar rumah. Hal ini
menunjukkan bahwa telah terjadi degradasi pada pola pikir masyarakat modern. Disinilah peran sekolah
sebagai lembaga formal penting, karena mampu menyadarkan, memberi pengarahan, membimbing dan
bahkan mensosialisasikan bahwa peran orang tua dan teman dekat adalah penting. Para ahli sosiologi
berpendapat bahwa sekolah dapat menjadi inisiasi dan sosialisasi anak-anak karena terjadi interkasi sosial
yang dapat saling mempengaruhi. Melalui sekolah anak-anak belajar hidup kemasyarakatan, sehingga
dapat mengembangkan kepribadiannya, terutama kepribadian sosialnya sehingga dapat terbentuk pola-
pola tingkah laku sosial. Melalui sekolah, pendidik mengajarkan dan membimbing anak agar menjadi
manusia yang mencerminkan adanya sikap dan perilaku harmonis yang meliputi rukun, tepo sliro, akrab,
saling menghormati, kesetiaan dan keseimbangan, tanggung jawab, saling kebergantungan fungsional,
tidak terjadi dominasi eksploitasi, pertukaran yang saling menguntungkan, saling pengertian, dan adanya
kesamaan pandangan. Lebih lanjut menurut Durkheim, pendidikan memiliki beberapa fungsi yaitu (1)
memperkuat solidaritas sosial; (2) mempertahankan peranan sosial dan; (3) mempertahankan pembagian
kerja.
Politik dan pendidikan memiliki hubungan yang erat, berpolitik tanpa arahan pendidikan berarti akan
absurd, dapat pula dikatakan bahwa pendidikan tanpa campur tangan politik maka tidak akan terarah.
Menurut Sirozi (2005:55): “Pendidikan memiliki kaitan erat dengan politik, bahkan boleh dikata tak ada
pendidikan tanpa arahan politik. Lembaga - lembaga dan proses pendidikan berperan penting dalam
membentuk perilaku politik masyarakat di suatu negara. Begitu pula sebaliknya, lembaga-lembaga dan
proses politik membawa dampak pada karakteristik pendidikan di suatu negara. Hubungan pendidikan
dengan politik bersifat empiris, berlangsung lama sejak awal perkembangan peradaban manusia. Plato
misalnya, melihat sekolah sebagai salah satu aspek kehidupan yang terkait dengan lembaga-lembaga
politik”. Bagi suatu negara pendidikan merupakan salah satu dari kegiatan pembangunan, maka
keberadaannya tidak bisa dipisahkan dari proses sosial dan politik yang berlaku pada suatu negara.
Pendidikan selalu identik dengan sekolah, oleh karena itu sekolah sebagai lembaga pendidikan telah
menjadi tema perdebatan elit politik nasional yang hangat, bahkan menjadi sebuah wacana tersendiri
tergantung idiologinya. Seringkali dijumpai bahwa sekolah hanya membekali para siswanya ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang siap memasuki pasar kerja. Sejalan dengan penelitian Fereire
(2004:2) mengatakan bahwa sekolah tidak lebih sekedar pasar yang menghasilkan buruh atau pekerja
upahan atau orang - orang yang digaji mulai tingkat bawah, menengah, dan elit, jadi sekolah tidak lebih
sekedar penyuplai tenaga kerja. Seharusnya sekolah dirancang untuk menghasilkan lulusan yang memiliki
kualifikasi kemampuan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai modal dalam
membangun bangsa.
Hal ini sejalan dengan pandangan Kartono (1997:13) yang menegaskan agar tidak terjadi salah nilai dan
salah tindak dalam menerapkan perbuatan mendidik, demi peningkatan kualitas sumber daya manusia dan
demi integritas bangsa. Namun fakta empirik menunjukkan bahwa dibeberapa daerah pemerintah yang
berkuasa bertahan bukan karena antusiasme tertentu dari masyarakatnya atau kecintaan terhadap
bangsanya, atau kekaguman terhadap pejabat-pejabat di daerahnya. Tetapi masyarakatnya tidak punya
pilihan, meskipun masyarakat merasa bahwa para pejabat di daerah tersebut hampir tidak berguna bagi
mereka, tetapi mereka tidak punya pilihan lain, pilihan yang paling aman adalah diam dan apatis. Sering
dipertontonkan kepada masyarakat, bahwa dalam berbagai pidato para penguasa selalu saja menyatakan
mendukung program pendidikan sepenuhnya. Tetapi para penguasa itu cenderung sinis terhadap alternatif
apapun jika itu untuk kemajuan pendidikan. Karena alternatif memajukan pendidikan datangnya selalu
bukan dari pihak birokrasi berkuasa dan penguasa selalu kampanye negatif terhadap para pendidik
(seperti akan dipindahkan, diberhentikan, tidak naik pangkat, insentif dihentikan dan sebagainya)
mengedepankan sejumlah ancaman, dan kampanye ancaman terhadap para pendidik terbukti lebih efektif
membungkam para pendidik dibanding yang positif.
Menurut Kusumohamidjojo (2010), kebudayaan berproses dalam suatu mekanisme dimana dia diterima
dan diteruskan melalui proses pembelajaran yang disadari maupun tidak disadari. Pola perilaku yang
mencakup aspek psikologis, sosial dan transdental dan menghasilkan kebudayaan sebagian besar tidak
diteruskan secara naluriah, melainkan diajarkan dan dipelajari baik melalui proses yang disengaja maupun
yang tidak di sengaja. Sekolah di samping mempunyai tugas untuk mempersatu budaya-budaya etnik
yang beraneka ragam juga harus melestanikan nilai-nilai budaya daerah yang masih layak dipertahankan
seperti bahasa daerah, kesenian daerah, budi pekerti dan suatu upaya mendayagunakan sumber daya lokal
bagi kepentingan sekolah dan sebagainya. Fungsi sekolah berkaitan dengan konservasi nilai-nilai budaya
daerah ini ada dua fungsi sekolah yaitu pertama sekolah digunakan sebagai salah satu lembaga
masyarakat untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional masyarakat dari suatu masyarakat pada suatu
daerah tertentu umpama sekolah di Jawa Tengah, digunakan untuk mempertahankan nilai-nilai budaya
Jawa Tengah, sekolah di Jawa Barat untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Sunda, sekolah di
Sumatera Barat untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Minangkabau dan sebagainya dan kedua
sekolah mempunyai tugas untuk mempertahankan nilai-nilai budaya bangsa dengan mempersatukan nilai-
nilai yang ada yang beragam demi kepentingan nasional. Oleh sebab itu, pada zaman modern ini, sekolah
memiliki peran penting di tengah-tengah masyarakat, dimana sekolah mampu untuk ;
a. menciptakan ruang kesadaran kritis bagi peserta didik yang mampu menimbulkkan sebuah keinginan
dan rasa ingin tahu bagi anak didik terkait apa yang harus dilakukan.
b. meletakkan dirinya sebagai media pembangunan mentalitas anak didik yang tangguh dalam berpikir,
bersikap dan bertindak.
c. mendefinisikan dirinya sebagai sebuah ruang untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bernilai guna
bagi sebuah pengangkatan harkat dan martabat manusia dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang
selalu membangi relasi sosial yang kuat serta kegiatan-kegiatan yang mampu mengunggulkan
budaya dan pada akhirnya menumbuhkan rasa bangga terhadap bangsa dan negara.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pendidikan artinya proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.
Pendidikan hadir dalam bentuk sosial, politik dan kebudayaan yang berinteraksi dengan nilai-nilai
masyarakat setempat dan memelihara hubungan timbal balik yang menentukan proses-proses perubahan
tatanan kehidupan masyarakat. Sekolah sebagai suatu lembaga harus bersifat terbuka yang mampu
menyesuaikan diri untuk merubah kondisi eksternal menjadi efektif dan bertahan, terutama di masyarakat
modern saat ini. Sekolah adalah lembaga yang di rancang untuk pengajaran peserta didik di bawah
pengawasan guru. Melalui pendidikan yang tepat, aspek individu dan aspek sosial mampu
berkembang secara selaras sesuai dengan dasar negara Indonesia yaitu “Bhineka Tunggal Ika,
berbeda-beda tetap satu jua”.
DAFTAR PUSTAKA
Salamah, Evi Rizqi. 2018. Pengaruh Kultur Sosial Sosial terhadap Sistem Pendidikan. Proceeding of
ICECR. Seminar Nasional FKIP UMSIDA. Volume 1. No 3. Hlm 155-164.
Freire, P. (2004). Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
W. Airasian, Peter, dkk, 2010. Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran dan Assesmen
(Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom), (Jogyakarta: Pustaka Pelajar).
Kartono, K. (1997). Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional: Beberapa Kritik dan Sugesti.
Jakarta: Pradnya Paramita.
Widyanta, A.B. (2002). Problem modernitas dalam kerangka sosiologi kebudayaan Georg Simmel.
Yogyakarta: Cinderelas Pustaka Rakyat Cerdas.
Soekanto, Soerjono. (1983). Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1.
Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3.
Fakih, Mansur, dkk. 1999. Panduan Pendidikan Politik Untuk Rakyat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.