Anda di halaman 1dari 3

SI GADIH RANTI

Oleh :Miazuddin St. Maharajo

Tersebutlah dalam sebuah kampung, dikawasan Bawan Tuo, Kecamatan Ampek Nagari
Kabupaten Agam, pada zaman dahulu kala berberdiam seorang puteri yang cantik wajahnya
dan baik budi pekertinya, sehingga warga sayang kepadanya.

Puteri itu dikenal dengan nama Si Gadih ranti yang mendiami sebuah istana yang megah dan
mempunyai banyak kandang-kandang berisi bermacam hewan peliharaan seperti kuda, kerbau,
sapi, kambing, itik dan ayam.

Si Gadih Ranti sering melakukan perjalanan dengan kudanya yang gagah perkasa.
Perjalanannya meliputi Sitalang, Batu Kambiang, Sitanang, Lubuk Basung, Tiku dan sampai ke
Maninjau. Pada suatu hari saat ia mengadakan suatu perjalanan sampailah ia di sebuah
pinggiran kampung, kampung tersebut bernama Sitalang. Karena manis budi pekertinya Gadih
Ranti diajak singgah seorang ibu untuk bermalam di rumahnya. Malam itu mereka makan
dengan nikmat. Keesokan paginya ketika Gadih Ranti berpamitan kepada ibu tua itu, dia
menitipkan sesukat beras untuk perjalanan Gadih Ranti, dalam hati Gadih Ranti berdoa semoga
beras Sitalang berkualitas bagus dan dapat panen dengan baik setiap tahunnya, ia juga berdoa
semoga kaum wanita dikampung itu berbudi baik dan ramah tamah. Doa itu dikabulkan oleh
Allah, dikemudian hari beras Sitalang terkenal lezat dan berkualitas baik begitupun dengan
kaum perempuannya ramah tamah dan baik hati.

Sang puteri terus melanjutkan perjalanan, hingga sampailah ia di daerah Batu


Kambing. Berpapasanlah Gadih Ranti dengan seorang gadis yang hendak mengambil air,
sejenak si Gadih Ranti tertegun memandang gadis nan rupawan itu. Tiba-tiba gadis itu
mendekat dan memberi salam lalu berlari cepat kerumahnya dan kembali dengan membawa
tikar pandan yang halus anyamannya dalam kempitannya.

Tanpa Basa basi ia menggelarkan tikar pandan itu diatas rumput dan mempersilakan
sang puteri untuk duduk diatasnya, sembari menghamparkan buah-buahan untuk disuguhkan
pada puteri. Usai makan, sang puteri berdoa semoga Allah menjadikan tikar anyaman
penduduk Batu Kambing berkualitas bagus dan diminati banyak orang, ia juga mendoakan agar
putri di Batu Kambing cantik dan ramah tamah serta penyayang pada pendatang.

Dari Batu Kambing, kuda sembrani sang Puteri Gadih Ranti terus melaju dengan
kencang sehingga sampailah sang puteri di kampung Pulai persis dikaki Bukit Bunian. Disana
ditemukannnya seorang anak perempuan tanggung yang sedang termangu didepan sebuah
sumur.

Didekatinya anak tersebut sambil bertanya, mengapa nampak bersedih. Lalu dijawab,
kalau ia sedang kesulitan memperoleh air , sumur satu-satunya sumber air penduduk disana
telah kering akibat kemarau yang panjang. Karena berhati lembut, Si Gadih Ranti tergugah
melihat penderitaan orang lain ia memanjatkan doa kepada Allah yang Maha Kuasa agar air
sumur itu selalu penuh, sehingga penduduk tidak lagi kesulitan memperoleh air. Alhamdullilah
doa sang puteri terkabul, dalam sekejap sumur itu penuh berisi air yang banyak dan jernih. Lalu
sang putri diajak oleh gadis kecil tadi untuk singgah kerumahnya. Disanalah mereka bercerita
panjang lebar tentang kemarau yang panjang dan air yang sulit sampai pada tumbuhan kelapa
yang banyak tumbuh dikampung itu. Sang puteripun amat terkesan dengan lado mudo yang
diberi minyak kelapa harum sehingga mampu membangkitkan selera makan.

Paginya Si Gadih Ranti melanjutkan perjalanan dan dibekali nasi bungkus, buah kelapa
muda dan sebotol minyak tanak. Amat terkesan dengan keluarga itu Gadih ranti berdoa dalam
hati agar buah kelapa Pulai berkualitas bagus dan paminyak agar bisa diolah menjadi minyak
goreng. Kelak kemudian hari daerah pulai terkenal dengan hasil kelapanya mengandung minyak
yang banyak. Kuda sembrani sang puteri terus berlari kencang menuju ketimur, kuda itu
menyusuri anak air yang tidak seberapa airnya. Menjelang tengah hari sampailah ia disebut
telaga yang cukup luas tapi tak dalam, cocok untuk kubangan kerbau sang puteri. Si gadih
Ranti menjadi lega karena kubangan kerbaunya telah ditemukan. Jarak dari Bawan tuo ke
telaga tidak begitupula jauh.

Setelah beristirahat sejenak, kuda sembrani kembali melanjutkan perjalanan pulang,


menyusuri anak air kecil tadi, yang mengalir menuju kearah matahari tenggelam. Menjelang
malam sang puteri bersama kudanya telah sampai di perkampungan penduduk di pinggir laut.
Penduduk disana kala itu merupakan petani garam dan nelayan. Mereka membuat garam
dengan mengeringkan air laut dalam sebuah wadah. Wadah tadi dijemur diterik matahari,
sampai air laut didalamnya kering. Maka tinggalah garam yang berguna sebagai penyedap
masakan.

Penduduk disana terdengar bicara dengan keras, terkesan kasar. Namun ketika
didekati, mereka cukup ramah, menurut penduduk nama kampung itu adalah Tiku. Disana Si
Gadih Ranti dijamu oleh kepala kampung, istrinya kepala kampung walau bicaranya keras,
namun baik hati. Sang puteri disuguhi ikan bakar, yang sudah dibumbui dengan santan dan
garam. Rasanya enak bukan main. Malamnya ia menginap di rumah kepala kampung.

Keesokan harinya ketika berpamitan, sang Puteri mendapat oleh-oleh sakampia garam
dan ikan kering. Dalam hati ia berdoa semoga penduduk disana diberikan kemudahan dalam
membuat garam dan mencari ikan. Doa itupun dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Tiku
bahkan berkembang menjadi perkampungan yang ramai, perniagaanya maju.

Dalam perjalanan pulang kuda sang puteri menyisiri pantai setelah sekian jauh
sampailah mereka diperkampungan penduduk. Disana terdapat banyak tanaman pisang.
Kampung itu bernama Bawan sekarang. Sang Puteri mendapat hadiah setandan pisang masak
dari batang salah seorang penduduk. Sebagai balas jasa dan tanda terima kasih , ia mendoakan
agar pisang penduduk di Bawan tumbuh subur dan hasilnya bagus.

Dibawan Tuo kini terdapat bekas-bekas kejayaan Si Gadih Ranti, antara lain mirip
bangunan istana, kandang kuda, mesjid, alat music talempong dan batu yang mirip tali kerbau.
Semua masih bisa dilihat, walau kawasan tersebut sudah dibuka penduduk sebagai
perkebunan. Sementara di batu Kambing juga ditemukan lesung batu yang diyakini penduduk
sebagai miliknya Si Gadih Ranti terletak di Lubuk Ungun. Disana juga ditemukan batu mirip
kubah mesjid, yang disebut penduduk dengan batu musajik. Sumur dikaki bukit Bunian kono
juga masih ada dan airnya tak pernah kering walaupun musim kemarau tiba. Sedangkan anak
air yang ditempuh kerbau dari Bawan Tuo ke telaga itu menjelma menjadi batang Antokan.

Anda mungkin juga menyukai