Anda di halaman 1dari 92

KONSEP MENDIDIK DIRI MEMILIKI PRIBADI QUR`ANI

PAPER

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Akhir Tingkat Mu`allimin

Disusun Oleh

Lu`lu Ilmaknun Awaliah

NIS: 1312320501082100386

MU`ALLIMIN/MADRASAH ALIYAH

PESANTREN PERSATUAN ISLAM 212 KUDANG GARUT

2023-2024 M/1445-1446 H
LEMBAR PERSETUJUAN

KONSEP MENDIDIK DIRI MEMILIKI PRIBADI QUR`ANI

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Untuk memenuhi Salah Satu Tugas Akhir Tingkat Mu`allimin

Disusun Oleh:

LU`LU ILMAKNUN AWALIAH

NIS: 1312320501082100386

Menyetujui,

Pembimbing Biro Paper

Abdurrahman,S.Pd. Fazar Azhari, M.Pd.I.


LEMBAR PENGESAHAN

KONSEP MENDIDIK DIRI MEMILIKI PRIBADI QUR`ANI

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini telah diujkan pada hari Ahad, 14 Januari 2024

Garut, 14 Januari 2024

Pesantren Persatuan Islam 212 Kudang

Pembimbing Biro Paper

Abdurrahman, S.Pd. Fazar Azhari, M.Pd.I

Penguji I Penguji II

Dede Kusnadi, S.Ag., M.M Asep Muharam, M.Ag

Mudirul Mu`allimin Mudirul ` Am

Beni Hamzah Taufik, S.H.I Drs. Budiman


NIAT: 01.08.29051.279 NIAT: 01.08.23980.107
MOTTO

“Yang terbaik diantara kalian adalah yang belajar Al-Qur`an dan


Mengajarkannya.” (HR. al-Bukhari)

“Perkaranya bukanlah bagaimana


“ Know your Rabb even better, and see
engkau mencintai Allah, tetapi
how He will change your life.”
perkaranya apakah engkau dicintai
Allah?”

“Al-Qur`an bukan hanya dihafal “Dan Al-Qur`an tetap menjadi obat


dengan otak. Tapi dengan akhlak.” bagi mereka yang telah hancur oleh
kehidupan.”

“Terlepas orang lain sudah sejauh


“Selemah-lemahnya manusia, akan kuat
mana, aku akan tetap berjalan sesuai
kalau backinganya Allah.”
kapasitasku.”

8j

Karya tulis ilmiah ini penulis persembahkan untuk

Bapak dan Mamah tercinta

Adik-adik dan saudaraku tercinta

Asatidz/ah PPI 212 Kudang

Teman seperjuangan angkatan 8


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Allhamdulillaahirabbil`alamiin, Pujian terbaik penulis tujukan kepada

Allah subhanahu wata`ala. Begitu banyak nikmat yang belum sempat disyukur,

sehingga dengan Hidayah dan Inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan dalam

penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Shalawat dan salam penulis sampaikan

kepada Rasulullah Salallahu alaihi wasallam. Utusan terbaik dari sekian Rasul

yang telah dating dan pergi. Allahumma shalli wa Sallim wa Barik`alaih.

Semoga adanya Karya Tulis Ilmiah ini dapat memberikan manfaat kepada

para pembaca. Karya tulis ilmiah ini disusun untuk memnuhi salah satu tugas

akhir di Pesantren Mu`alliminin ini. Penulis telah menyiapkan dan menyusun

Karya tulis ilmiah ini dalam jangka waktu yang cukup lama. Apapun hasilnya arti

penting bagi penulis adalah pengalaman yang tidak ternilai harganya. Semoga

dapat memberikan manfaat dan pengalaman yang dapat membawa penulis untuk

menjadi lebih baik dari sebelumnya dalam menjalani hidup kedepannya.

Dalam menyusun paper ini tidak sedikit yang membantu penulis dalam

menyusun Karya tulis ilmiah ini, terutama kepada diri sendiri yang sudah

berjuang melawan rasa malasnya sehingga dapat menyelesaikan dan berjuang

sampai akhir dalam menyusun Karya tulis ilmiah ini. Maka tidak lupa penulis

untuk mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Allah subhanahu wata`ala. Yang telah memberikan kesempatan,

kesehatan, kemudahan, kekuatan, pertolongan serta hidayah-Nya kepada

i
penulis sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Karya tulis

ilmiah ini.

2. Kedua orang tua yang penulis sangat sayangi, yang selalu memberikan

semangat dan motivasi serta dukungan baik serta moril ataupun materil

sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya tulis ilmiah ini.

3. Keluarga terutama adik-adikku Isna Khoirunnisa dan Azka Tsulasa Al-

faruq yang sudah memberikan keceriaan di dalam hidup penulis. Dan

kepada amang Lutfi, onty Rizqiah yang sudah memberi fasilitas dan

dukungan , memberikan dorongan, arahan dalam penyusunan Karya tulis

ilmiah ini.

4. Al-Ustadz Drs.Budiman selaku Mudirul` Am Pesantren Persauan Islam 12

Kudang.

5. Al-Ustadz Beni Hamzah Taufik, S.H.I. selaku Mudirul Mu`allimin

Pesantren Persatuan Islam 212 Kudang.

6. Al-Ustadz Fazar Azhari, M.Pd.I. sealku Biro Paper.

7. Al-Ustadz Abdurrahman S.Pd. selaku pembimbing yang selalu bersedia

meluangkan waktu dan pikirannya untuk membingbing penulis selama

penyusunan Karya tulis ilmiah ini.

8. Al-Ustadz Asep Muharram, M.Ag. selaku guru karya tulis yang

mengarahkan anak didiknya supaya bisa menjadi penulis yang baik .

9. Ibu Narti Winarti, S.Pd.I. selaku wali kelas yang tidak ada hentinya

memberi motivasi, semangat dalam penyusunan Karya tulis ilmiah ini.

ii
10. Asatidz dan Asatidzah Pesantren Persatuan Islam 212 Kudang yang tidak

pernah bosan memberikan motivasi, semangat, dan pendidikan kepada

anak didiknya.

11. Kepada diri saya sendiri. Terimakasih karena masih kuat sampai detik ini,

terimakasih karena masih berjuang untuk mewujudkan mimpi kita selama

ini, terimakasih karena mau bekerja sama, tidak mengeluh dan selalu

semangat dalam menjalani hari hari.

12. Rekan-rekan angkatan 8 yang sama-sama berjuang dalam penyusunan

Karya tulis ilmiah ini. OXIGENZ Kelas XII B yang selalu memberikan

kebahagiaan, keceriaan, kebersamaan, dan saling memberi motivasi.

Terutama Uki Kirani, Nasyila Nurrohmah Pratami, Bunga Cahaya Laura,

Raihana Rahman, Syifa Gantina, Lisna Fauzi Tsamaniyyah,

13. Rumah Tahfidz`Q yang sudah menjadi tempat ternyaman untuk

bertumbuh, terutama Ustadz Bagja Gumelar yang sudah membimbing

penulis agar selalu dekat dan mencintai Al-Qur`an dan juga teman-teman

shalih dan shalihah yang selalu memberikan motivasi dan semangat

kepada penulis.

14. Eight Blader, Alia, Fadila, Najmi, Intan, Isna, Salwa, Helmi yang selalu

menemani hari-hari penulis, saling mendengarkan keluh kesah, serta

memberikan kebahagiaan kepada penulis.

15. Teman-teman satu bimbingan yang sudah semangat dan bekerja sama

selama bimbingan, Ubaidillah, Fiero Gasenja, Hasbi, Nasrullah, Bunga

Cahaya Laura, Raisya Rahma, Mihra Islamaiyyah, Azkiah Putri.

iii
16. Rekan-rekan lainnya yang sudah berkenan membantu, tetapi tidak bisa

disebutkan satu persatu, penulis ucapkan terimakasih.

Penulis ucapkan terimakasih banyak kepada rekan-rekan yang telah

membantu dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, Semoga Allah membalas

kebaikan kalian dengan pahala yang berlipat ganda. Aamiin yaa

mujibassailiin. Semoga Karya tulis ilmiah ini dapat memberikan wawasan,

manfaat kepada para pembaca terkhusus manfaat kepada penulis.

Garut, 14 Januari 2024

Penulis,

Lu`lu Ilmaknun Awaliah

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................. i


LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i
MOTTO ................................................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................ 4
D. Metode Penulisan ........................................................................................... 5
E. Sistematika Penulisan ..................................................................................... 5
BAB II .................................................................................................................... 7
KAJIAN TEORITIS ............................................................................................. 7
A. KONSEP......................................................................................................... 7
B. MENDIDIK DIRI ........................................................................................... 9
C. DEFINISI QUR`ANI .................................................................................. 19
D. PENGERTIAN PRIBADI QUR‟ANI .......................................................... 20
BAB III ................................................................................................................. 25
PEMBAHASAN .................................................................................................. 25
A. Konsep Mendidik Diri Memiliki Pribadi Qurani ....................................... 25
B. Usaha-Usaha Untuk Memiliki Pribadi Qurani ............................................. 48
C. Hambatan Dan Tantangan Memiliki Pribadi Qur`ani ................................. 69
BAB lV ................................................................................................................. 74
PENUTUPAN ...................................................................................................... 74
A. Kesimpulan ................................................... Error! Bookmark not defined.
B. Saran ............................................................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 78

v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... 82

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekarang ini kita hidup pada zaman dimana Al-Qur`an sudah tidak

menjadi prioritas utama dan bahkan seringkali diabaikan oleh umat muslim

sendiri. Mereka cenderung mendengarkan musik-musik yang sedang naik daun

daripada mendengarkan alunan ayat Al-Qur`an, mereka cenderung melakukan

hal yang tidak bermanfaat daripada datang ke kajian ilmu hanya sebatas untuk

mendengarkan nasihat, lalu munculnya fenomena pergaulan antar mereka yang

jauh dari syariat islam, bergandengan tangan, berpelukan dengan yang bukan

mahrom, jauh lebih dari itu dianggap sesuatu yang lumrah.

Bahkan, di Negara Indonesia yang mayoritas beragama Islam ini, banyak

kita jumpai kasus-kasus narkotika, minuman keras, pelecehan, perundungan,

pembunuhan maupun bunuh diri yang tiada henti-hentinya. Seolah mereka

tidak punya pegangan/pedoman hidup yang menjadi solusi ketika sedang

terjebak dari berbagai masalah.

Mereka tidak sadar betapa pentingnya Al-Qur`an bagi seorang muslim.

Umat muslim sepatutnya menjadikan nilai-nilai Al-Qur`an sebagai pedoman

hidup. Namun kenyataannya, masih banyak kaum muslimin yang menjadikan

Al-Qur`an sebagai bahan bacaan, belum menyerap apalagi mengamalkannya

1
2

dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, yang lebih parah, hanya menjadikan Al-

Qur`an sebagai hiasan dinding rumah.

Al-Qur`an adalah Firman Allah Subhanahu Wa Ta`ala yang diturunkan

melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam

untuk dijadikan petunjuk, pegangan, dan pedoman hidup bagi umat manusia

dalam mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup baik di dunia maupun di

akhirat. Dan Al-Qur`an merupakan sebaik-baiknya bacaan bagi orang mukmin,

baik dikala senang maupun susah, dikala gembira maupun sedih.

Bagi orang mukmin, Al-Qur`an merupakan kitab suci yang sangat

diagungkan karena didalamnya terdapat nilai yang penting untuk dijadikan suri

tauladan. Al-Qur`an menjadi sarana paling utama untuk merintis, memulai dan

menjalani kehidupan sebaik-bainya.

Dalam era kemajuan teknologi dan dinamika global, tantangan dalam

membentuk pribadi yang kokoh dan berlandaskan nilai-nilai Qur`rani menjadi

semakin sulit, sehinga mengikis norma-norma ajran agama serta adat

kesantunan sedikit demi sedikit hingga tidak tersisa. Pada zaman ini, banyak

individu muslim menghadapi berbagai permasalahan yang menghalangi proses

pendidikan diri mereka untuk mencapai kepribadian Qur`ani yang diinginkan.

Orang-orang tak mampu lagi membedakan mana yang baik dan yang benar,

memisahkan antara yang benar dan yang batil. Kita makin kesusahan untuk

menempatkan mana yang priotitas dan prisip, dan mana yang bukan.

Hal ini dipengaruhi oleh eksternal seperti media massa, budaya popular,

dan gaya hidup modern yang seringkali menawarkan norma-norma yang tidak
3

selaras dengan ajaran islam. Paparan terhadap informasi yang tidak selektif

dapat membentuk nila-nilai yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Qur`an.

Pada zaman ini pemahaman mendalam terhadap Al-Qur`an seringkali

kurang diutamakan dalam proses pendidikan formal maupun informal.

Kurangnya pemahaman mendalam terhadap kitab suci Islam dapat

mengakibatkan pemikiran yang dangkal, bahkan salah terhadap ajaran-ajaran

agama. Lalu banyak individu yang kesulitan untuk mengamalkan nilai-nilai

Qur`ani dalam kehidupan sehari-hari, terutama di tengah tekanan dan

persaingan social. Kesulitan mengenali dan menyeimbangkan tuntutan dunia

modern dengan prinsip-prinsip islam dapat membuat individu merasa terputus

dari nilai-nilai islam yang dijunjung tinggi.

Ditambah banyak dari kaum muslim yang munglkin terlalu fokus pada

peningkatan ilmu duniawi saja tnap memperhatikan agama nya. Kurangnya

bimbingan agama yang berkesinambungan menjadi hambatan dalam

memehami dan mengatasi permaslahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-

hari , banyak individu yang tifdask mendapatkan arahan dan dukungan dari

lingkungan sekitar untuk menghadapi tantangan-tantangan ini, sehingga

mereka merasa kesulitan untuk mempertahakan keseimbanmgan antara dunia

dan akhirat.

Inilah yang kemudian memunculkan kebutuhan mendesak akan

pendekatan pendidikan yang lebih fokus pada pemahaman mendalam terhadap

Al-Qur`an. Oleh karena itu tercipta ketidakseimbangan yang dapat

menghambat pengembangan pribadi yang memiliki nilai-nilai Qur`ani.


4

Dengan menyadari permasalahan di atas, konsep mendidik diri untuk

memiliki pribadi Qur`ani menjadi penting untuk diwujudkan. Pendekatan ini

meilbatkan pemahaman Al-Qur`an serta pengamalan nilai-nilai islam dalam

kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, diharapkan individu muslim dapat

menghadapi tantangan zaman dengan kokoh, memlihara indentitas keislaman,

dan memberika kontribusi npositif bagi masyarakat yang lebih luas.

Oleh karena itu, berdasarkan masalah diatas, maka penulis ingin

membahas permasalahan tersebut yang akan dituangkan dalam paper dengan

judul “KONSEP MENDIDIK DIRI MEMILIKI PRIBADI QURANI”

karena sangat menarik untuk dibahas lalu dikaji mengenai bagaimana kita

harus bersikap dalam menjalani kehidupan di era modern yang penuh dinamika

dan perubahan, perkembangan teknologi, dan berbagai pengaruh luar yang

dapat memunculkan dilema moral serta godaan yang dapat merusak nilai-nilai

islam dalam kehidupan sehari-hari.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan konsep pribadi Qur`ani?

2. Bagaimana langkah yang bisa dilakukan untuk mendidik diri memiliki

pribadi Qur`ani?

3. Apa saja hambatan atau tantangan yang dihadapi dalam proses mendidik

diri memiliki pribadi Qur`ani?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian konsep pribadi Qur`ani


5

2. Untuk mengetahui langkah-langkah apa saja yang bisa dilakukan untuk

mendidik diri memiliki pribadi Qur`ani

3. Untuk mengetahui hambatan dan tantangan yang dihadapi dalam proses

mendidik diri memiliki pribadi Qur‟ani.

D. Metode Penulisan

Untuk penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode kepustakaan

yakni dengan membaca dan menganalis konsep pribadi Qur‟ani dan meneliti

buku-buku, website, jurnal, dari internet yang berkaitan dengan pembahasan

tersebut.

E. Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penulisan, penulis membagikannya dalam 4 bab,

Dengan menyusun perencanaan bab perbab yang disertai dengan poin-poinnya

sesuai dengan pembahasan materi tersebut, yaitu:

BAB 1 : PENDAHULUAN

Yang meliputi: Pendahuluan, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan,

Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORITIS

Yang meliputi Definisi Konsep, Definisi Mendidik Diri., Definisi Qur`ani,

Defiinisi Pribadi Qur`ani.


6

BAB 3 : PEMBAHASAN

Yang meliputi : Pengertian Konsep Mendidik Diri Memiliki Pribadi

Qur`ani, Langkah-Langkah Untuk Menjadi Pribadi yang Memiliki Pribadi

Qur`ani, Hambatan-Hambatan yang Dihadapi dalam Proses Mendidik Diri

Memiliki Pribadi Qur`ani.

BAB 4 : PENUTUP

Yang meliputi : Kesimpulan dan Saran.

DAFTAR PUSTAKA

RIWAYAT HIDUP
BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. KONSEP

Pada dasarnya konsep merupakan abstraksi dari suatu gambaran ide, atau

menurut Kant yang dikutip oleh Harifudin Cawidu yaitu gambaran yang

bersifat umum atau abstrak tentang sesuatu. Fungsi dari konsep sangat

beragam, akan tetapi pada umumnya konsep memiliki fungsi yaitu

mempermudah seseorang dalam memahami suatu hal. Karena sifat konsep

sendiri adalah mudah dimengerti, serta mudah dipahami.

1. Pengertian Konsep Menurut KBBI

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep berarti; pengertian,

gambaran mental dari objek, proses, pendapat (paham), rancangan (cita-

cita) yang telah dipikirkan. Agar segala kegiatan berjalan dengan

sistematis dan lancar, dibutuhkan suatu perencanaan yang mudah dipahami

dan dimengerti. Perencanaan yang matang menambah kualitas dari

kegiatan tersebut. Di dalam perencanaan kegiatan yang matang tersebut

terdapat suatu gagasan atau ide yang akan dilaksanakan atau dilakukan

oleh kelompok maupun individu tertentu, perencanaan tadi bisa berbentuk

ke dalam sebuah peta konsep.1

1
https://kbbi.web.id/mendidik ( Diakses pada Jum‟at 27 Oktober 2023 pukul 14.08 WIB)

7
8

2. Menurut Para Ahli

1) Siswoyo (dalam Mardalis, 2003:42) mendefinisikan teori sebagai

sepereangkat konsep dan definisi yang saling berhubungan yang

m,encerminkan suatu pandangan sistematik mengenai fenomena

dengan menerangkan hubungan antar variable, dengan tujuan

untuk menerangkan dan meramalkan fenomena.

2) Menurut Bahri dalam bukunya, Bahri berpendapat bahwa konsep

adalah sayuan arti mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri

yang sama. Konsep sendiri pun dapat dilambangkan dlam bentuk

suatu kata.

3) Menurut Mory Cooper mendefinisikan teori adalah suatu

kumpulan konsep, definisi, proposisi, dan variable yang berkaitan

satu sama lain secara sistematis dan telah sigeneralisasi sehingga

dapat menjelaskan dan memprediksi suatu fenomena (fakta-fakta

tertentu).

4) Menurut Singarimbun dan Effendi beliau menjelaskan bahwa

konsep merupakan generalisasi dari sekelompok fenomena

tertentu, sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai

fenomena yang sama.

5) Menurut Aristoteles dalam bukunya “The classical theory of

concepts” mendefinisikan konsep merupakan penyusun utama

dalaam pembentukan pengetahuan ilmiah dan filsafat pemikiran

manusia.
9

6) Menurut Woodruf konsep merupakan suatu gagasan/ide yang

relative sempurna dan bermakna, suatu pengertian tentang suatu

objek, produk subjektif yang berasal dari car seseorang membuat

pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda melalui

pengalamannya (setelah melakukan persepsi terhadap objek/benda)

7) Menurut Umar menyatakan bahwa pengertian KOnsep adalah

sejumlah toeri yang berkaitan dengan suatu obejek. Konsep

diciptakan dengan menggolongkan dan mengelompokan obejk-

objek tertentu yang mempunyai ciri-ciri yang sama.

8) Menurut Wkipedia Indonesia, pengertian konsep adalah abstrak,

entitas mental yang universal yang menunjukan pada kategori atau

kelas dari suatu entitas, kejadian atau hubungan.2

B. MENDIDIK DIRI

1. Pengertian Mendidik

Mendidik adalah membentuk manusia untuk menempati tempatnya

yang tepat dalam susunan masyarakat serta berperilaku secara proporsional

sesuai dengan susunan ilmu dan teknologi yang dikuasainya (Naquib

Alatas). Mendidik berkonotasi dengan pengertian bahwa pendidik harus

mampu menyampaikan setiap ilmu atau koneksi ilmu dengan ilmu yang lain

dalam suatu susunan yang teratur dan sistematik dan penyampaiannya

sesuai dengan susunan kemampuan dasar (kompetensi) yang dimiliki

peserta didik. Pendapat lain mengatakan, mendidik merupakan kewajiban

2
https://www.sumberpengertian.id/pengertian-konsep-secara-umum-dan-menurut-para-ahli
(Diakses pada Jum‟at 27 Oktober 2023 pukul 14.20 WIB)
10

syariat bagi setiap orang yang menjadi pemimpin dan penanggung jawab

sesuai dengan kadar tanggung jawab dan kepemimpinannya.

Mendidik atau ilmu mendidik (Pedagogik) adalah ilmu atau teori yang

sistematis tentang pendidikan yang sebenarnya bagi anak atau untuk anak

sampai ia mencapai kedewasaan. Definisi “mendidik” adalah menyediakan

sekolah atau pendidikan, melatih menggunakan instruksi formal dan

seseorang yang ahli dibidangnya untuk mengembangkan mental, moral dan

estetika terutama oleh pendidik untuk menyediakan informasi, melakukan

pendekatan atau mengkondisikan untuk merasa, mempercayai, atau

bertindak dengan cara tertentu. “Mendidik” adalah usaha untuk

mengantarkan anak didik kearah kedewasaan baik secara jasmani dan

rohani. Mendidik bisa diartikan sebagai upaya pembinaan secara personal,

sikap mental serta akhlak peserta didik. Mendidik tidak hanya untuk

menghantar ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) pendidik akan tetapi

menghantar kan nilai-nilai.

Pengertian mendidik dilihat dari segi isi, mendidik berkaitan erat

dengan moral dan kepribadian. Apabila ditinjau dari segi proses, maka

mendidik berhubungan dengan memberikan motivasi (to motivated) untuk

belajar (to learn) dan mengikuti (to follow) ketentuan atau tata tertib (norma

dan aturan) yang telah menjadi kesepakatan bersama.3

Mendidik adalah sebuah proses. Ia akan memerlukan waktu. Sebab,

apapun namanya, sebuah proses adalah terjalinnya hubungan antara

3
https://hamiddarmadi.blogspot.com/2018/07/ Mendidik-Mengajar-Membimbing-dan-Melatih/
(Diakses pada 16 November pukul 22.12 WIB)
11

berbagai besaran dalam kurun waktu tertentu. Dalam hal ini pendidikan

merupakan alat sekaligus, tempat terjadinya proses itu. Dengan kata lain,

pendidikan adalah proses transformasi nilai yang diberikan oleh pendidik

kepada terdidik. Transformasi ini akan berjalan terus sesuai dengan

mekanisme pendidikann yang telah ditetapkan. Dari sini, akan terlihat

keterlibatan masing-masing pihak dalam proses pendidikan ini. Proses

pendidikan ini, yang dipandang jauh lebih luas dari proses pengajaran, akan

menjembatani kesenjangan antara subjek didik dan objek didik. Namun, itu

akan memerlukan proses. Dan, proses ini memerlukan waktu yang relatif

lama.

Inilah sebabnya, proses pendidikan itu terjadi dalam jangka waku yang

sangat panjang. Bahkan, bisa dikatakan seumur hidup. Konsep ini tentu

tidak berlebihan, mengingat pendidikan itu bisa diterjemahkan ke dalam

berbagai segi, menurut pandangan masing-masing pihak. Artinya, jika

pendidikan ditinjau melalui pendekatan human behavior, maka ia

berorientasi pada usaha untuk merubah tingkah laku seseorang. Terlepas

dari akibat buruk yang mungkin terjadi selama proses pendidikan itu

berlangsung.4

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mendidik adalah

memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai

akhlak dan kecerdasanpikiran.5

4
Pranowo, “Mendidik Calon Pendidik”, Jurnal Cakrawala Pendidikan, no.3 (Desember 2017), 1
5
https://kbbi.web.id/mendidik (Diakses pada 16 November pukul 22.18 WIB)
12

Dan menurut beberapa ahli arti mendidik yaitu:

1) Menurut Ki Hajar Dewantara, "mendidik" adalah suatu proses yang

bertujuan untuk mengembangkan potensi individu secara holistik,

baik secara intelektual, emosional, sosial, maupun moral. Pendidikan

tidak hanya berfokus pada transfer pengetahuan dan keterampilan,

tetapi juga pada pembentukan karakter dan nilai-nilai positif.

2) Menurut Sudirman, mendidik dapat diartikan sebagai suatu usaha

untuk mengantarkan anak didik ke arah kedewasaan, baik secara

jasmani maupun ruhani. Oleh karena itu, mendidik dikatakan sebagai

upaya pembinaan pribadi, sikap mental, dan akhlak anak didik.

Mendidik diartikan secara utuh baik aspek kognitif, psikomotorik,

maupun afektif, agar tumbuh sebagai manusia yang berkepribadian.

3) Menurut Suparlan Mendidik dari segi isi, sangat berkaitan dengan

moral dan kepribadian. Jika ditinjau dari segi proses, maka mendidik

berkaitan dengan memberikan motivasi untuk belajar dan mengikuti

ketentuan atau tata tertib yang telah menjadi kesepakatan bersama.

Kemudian bila ditilik dari segi strategi dan metode yang digunakan,

mendidik lebih menggunakan keteladanan dan pembiasaan.6

6
Sitiatava Rizema Putra, Metode Pengajaran Rasulullah , (Yogyakarta: DIVA Press, 2016), hlm.

15-16
13

4) M. Sukardjo dan Ukim Komarudin mendidik adalah memengaruhi

dan membimbing anak dalam usahanya mencapai kedewasaan.7

Menurut Karl Heinz Pickel, mendidik adalah usaha untuk

memberikan pengajaran anak tentang materi serta pengetahuan yang

akan dijumpai setelah dewasa.

5) Menurut Heageveld mengatakan mendidik adalah pekerjaan dalam

membantu anak didik dalam mencapai kedewasaan. Mendidik

adalah mengajak, memotivasi, mendukung, membantu, menginspirasi

orang lain untuk melakukan tindakan positif yang bermanfaat bagi

dirinya.

6) Menurut JJ Rousseu pengertian mendidik dari segi strategi dan

metode yang digunakan, mendidik lebih menggunakan keteladan dan

pembiasaan.

Dalam lingkup yang lebih spesifik, mendidik adalah menyampaikan

pengajaran, norma-norma dan nilai-nilai hidup, aturan, dan hukum.10 Jadi

mendidik adalah membantu dengan sengaja pertumbuhan anak dalam

mencapai kedewasaan melalui bimbingan baik secara jasmani maupun

ruhani.

2. Pengertian Mendidik Diri

7
M. Sukardjo dan Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya,

(Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 10.


14

Mendidik pribadi bisa juga disebut sebagai pendidikan karakter bagi

diri sendiri, mendidik pribadi adalah suatu usaha untuk mengantarkan

seseorang ke arah kedewasaan baik secara jasmani maupun rohani, dengan

memberikan latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Mendidik

pribadi juga merupakan upaya pembinaaan pribadi, sikap mental, dan

akhlak seseorang. 8

Tujuan dari mendidik pribadi adalah untuk membentuk karakter

seseorang menjadi pribadi yang baik dan bermanfaat bagi diri sendiri dan

lingkungaannya, mendidik pribadi juga dapat dilakukan dengan

menentukan, melaksanakan, dan membiasakan seseorang untuk melakukan

kegiatan yang sesuai dengan pembentukan karakter yang sesuai dengan

pembentukan karakter yang diharapkan dalam proses pembelajaran.

Pendidikan karakter adalah suatu sistem pendidikan yang bertujuan

untuk menanamkan nilai-nilai karakter tertentu kepada peserta didik yang

di dalamnya terdapat komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan,

serta tindakan untuk melakukan nilai-nilai tersebut.

Pendidikan karakter sangat erat hubungannya dengan pendidikan

moral dimana tujuannya adalah untuk membentuk dan melatih

kemampuan individu secara terus-menerus guna penyempurnaan diri

kearah hidup yang lebih baik.9

8
https://sitiimasfufah.wordpess.com/2017/10/22/ pengertian-mendidik/ (Diakses pada 4 November
pukul 21.00 WIB)
9
https:// smkwidyanusantara.sch.id/read/5/pendidikan-karakter-pengertian-fungsi-tujuan-dan-
urgensinya/ (Diakses pada kamis 16 November pukul 21.04 WIB)
15

Perkembangan teknologi yang begitu cepat saat ini, cukup berpengaruh

terhadap karakter, perilaku dan pola pikir manusia. Tidak sedikit yang

mengalami pergeseran rasa, terutama rasa terhadap diri sendiri. Terkadang

kita tidak menyadari bahwa saat ini kita tidak lagi menjadi diri kita sendiri,

kita tidak lagi mengenal emosi diri sendiri, tidak memiliki paradigma yang

mencerminkan diri kita sendiri, bahkan tidak lagi memiliki pola pikir yang

mencirikan diri kita sendiri. Sadar atau tidak , kondisi dan gejala ini

sedang kita alami, sehingga terkadang secara tiba-tiba orang lain melihat

kita berbeda, baik dari perilaku, sikap, pandangan, maupun pola pikir.

Untuk tidak larut oleh kondisi yang sedang melanda secara global saat

ini, penting untuk segera melakukan upaya mendidik diri dan belajar dari

kehidupan, agar selalu menjadi diri sendiri dengan ciri yang melekat pada

diri kita masing-masing.

Ada satu statemen penuh hikmah yang pantas kita renungkan

sebagai iktibar dalam menghadapi bujuk rayu perkembangan teknologi

yang berusaha membentuk kita untuk tidak menjadi diri kita

sendiri. Statemen itu berbunyi, “hanya ikan mati yang ikut hanyut dalam

derasnya arus air”. Maka untuk tetap pada posisi menjadi diri sendiri

dalam segala kondisi, penting kita melakukan upaya mendidik diri

sendiri.10

a) Mendidik Diri Menurut Pandangan Islam

10
https://alamtara.co/2022/03/24/mendidik-diri-sendiri/ (Diakses pada kamis 16 November pukul
21.10 WIB)
16

Mendidik diri menurut islam merupakan suatu konsep yang sangat

penting dalam agama islam, setiap individu dianjurkan untuk

memperbaiki/ mendidik diri sendiri sebelum memperbaiki orang lain. Hal

ini sesuai dengan ajaran Al-Quran yang menekankan pentingnya

pendidikan diri dan tanggung jawab personal setiap individu. Al-Quran

juga menegaskan bahwa setiap orang akan memikul tanggung jawabnya

sendiri di hari kiamat, sehingga ia harus berupaya keras untuk mendidik

dirinya sendiri agar senantiasa taat pada perintah Allah dan menjauhi

larangannya. Mendidik diri dalam islam bisa juga disebut sebagai Jihad

melawan hawa nafsu diri sendiri.11

Menurut para ahli pendidikan, setidaknya ada tiga unsur yang harus

dipenuhi dalam suatu proses belajar mengajar. Ketiga unsur tersebut

adalah: guru, metode pengajaran, dan murid. Tidak diragukan lagi, bahwa

guru mempunyai peran yang besar dalam mendidik orang, serta melakukan

perbaikan di tengah-tengah masyarakat. Namun selain melalui tangan

guru, ada cara lain untuk mendapatkan pendidikan dan menyerap

pengetahuan, yaitu apa yang kita namakan dengan Tarbiyah

Dzâtiyah (Pendidikan Diri) ini. Dalam pendidikan diri, setiap orang

berusaha mendidik dirinya sendiri serta mengarahkannya kepada jalan

yang benar, sesuai dengan tujuan Allah ketika menciptakan dan

mengangkatnya sebagai khalifah di muka bumi.

11
https://pusatislam.uma.ac.id/2017/10/07/Mendidik-Diri-Sendiri/ (Diakses pada kamis 16
November pukul 21.18 WIB)
17

Oleh karena itu, sesunggunya setiap manusia memiliki tanggung jawab

yang besar dalam mendidik dirinya sendiri. Hal itu menjadi tanggung

jawab yang harus dipikulnya di mana pun ia berada, baik ketika di bangku

sekolah, di tempat kerja, di rumah, maupun di jalan. Ia dituntut untuk

menggapai derajat kesempurnaan manusia yang seharusnya diidamkan

oleh setiap orang yang sudah dewasa. Dan ia tidak akan menggapai derajat

kesempurnaan tersebut kecuali dengan mengikuti tuntunan yang telah

digariskan oleh Allah.

b) Mendidik Diri Menurut Psikologi

Manusia memperoleh berbagai kemampuan/kompetensi melalui upaya

bantuan dari pihak lain. Mungkin dalam bentuk pengasuhan, pengajaran,

latihan, bimbingan, dan berbagai bentuk kegiatan lainnya yang dapat

dirangkum dalam istilah pendidikan.

Manusia yang bersangkutan juga harus belajar atau harus mendidik

diri. Mengapa harus mendidik diri? Sebab, dalam bereksistensi yang harus

mengadakan/menjadikan diri itu hakikatnya adalah manusia itu sendiri.

Sebaik dan sekuat apa pun upaya yang diberikan pihak lain (pendidik)

kepada seseorang (anak didik) untuk membantunya menjadi manusia atau

untuk mencapai kedewasaan, tetapi apabila seseorang tersebut (anak didik)

tidak mau mendidik diri, maka upaya bantuan tersebut tidak akan

memberikan kontribusi bagi kemungkinan seseorang tadi untuk menjadi

manusia atau menjadi manusia dewasa. Lebih dari itu, jika sejak

kelahirannya perkembangan dan pengembangan kehidupan manusia


18

diserahkan kepada dirinya masing-masing tanpa dididik oleh orang lain

dan tanpa upaya mendidik diri dari pihak manusia yang bersangkutan,

kemungkinannya ia hanya akan hidup berdasarkan dorongan instingnya

saja. Berkenaan dengan perlunya manusia mendidik diri, simaklah

wejangan Plotinos (meninggal tahun 270 M) berikut ini: “Menyendirilah

dan lihat. Dan jika kamu temui dirimu belum lagi elok, bertindaklah

bagaikan pencipta sebuah patung yang akan diperindah; ia memangkas di

sini dan menorah di sana. Memperingan garis ini dan memurnikan garis

lainnya lagi, hingga sebuah patung yang molek tampil atas karyanya.

Lakukanlah pula seperti itu;…. Janganlah sekali-kali berhenti memahat

patungmu….” (E.F. Schumacher, 1980:77).

Manusia belum selesai menjadi manusia, ia dibebani keharusan untuk

menjadi manusia, tetapi ia tidak dengan sendirinya menjadi manusia,

untuk menjadi manusia ia perlu dididik dan mendidik diri. “Manusia dapat

menjadi manusia hanya melalui pendidikan”, kita dapat mengidentifikasi

empat prinsip antropologis yang menjadi alas an bahwa manusia dapat

dididik. Keempat prinsip yang dimaksud adalah:

1. Manusia belum selesai mengadakan dirinya sendiri.

2. Keharusan manusia untuk menjadi manusia dewasa.

3. Perkembangan Manusia bersifat terbuka.

4. Manusia sebagai makhluk yang lahir tak berdaya, memiliki

ketergantungan dan memerlukan bantuan.


19

C. DEFINISI QUR`ANI

Al-Qur`an secara bahasa kemungkinan bersumber dari dua kata kerja.

Pertama, ia berasal dari kata Qara‟a yang bermakna membaca dengan kata

bakunya Qira‟ah. Ia berubah bentuk menjadi Qur‟an sebagai nama kata

benda yang berarti sesuatu yang dibaca. Sebagaimana firman Allah

Subhanahu Wata‟ala.

“Sungguh wajib bagi Kami (atasmu hai Muhammad) pengumpulannya dan

pembacaannya, maka jika Kami telah membacakannya, ikutilah

bacaannya.” (QS. Al Qiyamah: 17-18)

Menurut pendapat yang lain, Qara‟a juga bisa bermakna

mengumpulkan dengan kata bendanya Qur‟u yang berarti sesuatu yang

berarti Jam‟u (pengumpulan). Mereka yang berpendapat dengan ini

mengatakan bahwa Al-Qur‟an diberi nama Al-Qur‟an, karena ia

mengumpulkan kisah-kisah. Ia juga menghimpun perintah dan larangan,

janji dan ancaman, surah-surah dan ayat-ayat.

Kata kerja yang kedua ialah Qarana yang bentuk kata bendanya adalah

Qarinah-Qaraain yang berarti tanda tanda yang saling membenarkan antar

satu sama lain, atau saling mirip anatar satu dengan yang lain.

Sebagaimana yang kita temukan dalam surah-siurah dan ayat-ayat yang

ada dalam Al-Quran. Mereka saling mirip, mereka saling melengkapi.

Namun, Al-Imam As-Suyuthi dalam Al-Itqan fii Ulumil Quran

mengemukakan pendapat yang ia riwayakan dari Imam Asy-Syafii dari

Manaqib nya. Di mana pendapat ini berbeda dari dua pendapat di atas,
20

pendapat ini kemudian ia kuatkan sebagai pilihannya dalam

mendefinisikan Al-Quran secara bahasa.

Ia berpendapat bahwa kata Al-Quran tidak diambil dari kata kerja

mana pun. Nama Al-Quran sudah dari Lauhul Mahfudz. Allah jalla

jalaluhu jadikan kata Al-Quran sebagai kata baku untuk nama yang tidak

diambil dari kata kerja (Ism „Alam. Red). Kitab suci yang terakhir turun

ini khusus Allah namakan Al-Quran, sebagaimana Taurat khusus

penamaannya untuk kitab suci yang turun kepada Nabi Musa alaihissalam,

juga Injil yang khusus penamaannya untuk kitab suci yang turun kepada

Nabi Isa alaihissalam, begitu pula halnya Zabur untuk Nabi Daud

alaihissalam.

Bila dibubuhi kata Qur`ani diperoleh pengertian bahwa kepribadian

Qur`ani merupakan suatu kepribadian individu yang didapat setelah

mentransformasikan isi kandungan Al-Qur`an ke dalam dirinya. Untuk

diinternalisasikan ke dalam kehidupannya.12

D. PENGERTIAN PRIBADI QUR’ANI

1. Pengertian Pribadi Qur`ani

Kepribadian (personality) bukan sebagai bakat kodrati, melainkan

terbentuk oleh proses sosialisasi. Kepribadian merupakan

kecenderungan psikologis seseorang untuk melakukan tingkah laku

social tertentu, baik perasaan, berpikir, bersikap, dan berkehendak

maupun perbuatan.

12
Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, (Jakarta
21

Di dalam kehidupan sehari-hari kepribadian juga bisa diartikan

sebagai ciri-ciri yang menonjol pada diri seseorang, seperti kepada

orang yang sangat pemalu dipakaikan sebutan “kepribadian pemalu”.

Kepada orang supel diberikan subetan “kepribadian supel” serta kepada

orang plin-plan, penakut, dan semacamnya diberikan sebutan “ tidak

punya kepribadian”.

Dari sisi psikologi, Gordon Allport mengatakan bahwa kepribadian

untuk suatu organisasi (berbagai aspek psikis dan psikis) yang juga

merupakan struktur dan sekaligus proses. Jadi, kepribadian ialah suatu

yang bisa berubah. Secara khusus Allport mengatakan, kepribadian

secara teratur tumbuh dan mengalami perubahan.

Menurut Yinger kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari

seseorang dengan suatu sistem kecenderungan tertentu yang

berinteraksi dengan serangkaian intruksi.13

Sedangkan istilah qur'ani mempunyai akar yang sama dalam hal

qari'ah (indikator, bukti, petunjuk), qar'ana (menggambungkan), qaru

(menghimpun), dan qar'a (membaca) yang secara Bahasa merupakan

mengumpulkan (jam'u) atau menghimpun (dhamm).

Sedangkan istilah Qur'ani dinisbatkan di dalam kitab Allah

Subhanahu Wa Ta`ala, ialah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad Sallallahu Alaihi Wasalam, melalui malaikat Jibril dalam

jalan mutawattir yang terkumpul dalam satu mushaff diawali dalam

surat Al-Fatihah serta diakhiri surat An-Nas yang membacanya

13
https;//ww.gurupendidikan.co.id/pengertian-kepribadian/ (Diakses pada Selasa, 2 Januari 2024
pukul 16:43 WIB)
22

termasuk ibadah dan tantangan bagi mereka yang mengingkarinya.

Kepribadian Qur`ani merupakan kepribadian individu mendapatkan

setelah menstransformasikan isi kandungan Al-Qur`an ke dalam dirinya

dengan diinternalisasikan dalam kehidupan nyata dan di dalam Bahasa

yang sederhana. Kepribadian qur'ani merupakan kepribadian individu

yang mencerminkan nilai-nilai Al-Qur`an (Qur'anniyyah). Berdasarkan

pengertian tersebut memiliki tiga unsur utama ialah trasformasi nilai-

nilai Al-Qur`an ke dalam diri individu yang berusaha berkepribadian

qur`ani dengan kemudian menginternalisasikan dengan kehidupan

nyata. 14

Dengan demikian, kepribadian Qur`ani adalah kepribadian

(personality) yang dibentuk dengan susunan sifat-sifat yang sengaja

diambil dari nilai-nilai yang diajarkan Allah dalam Al-Qur`an, sehingga

bisa dibayangkan strukturnya terbangun dari elemen-elemen ajaran Al-

Qur`an itu.15

3. Bentuk-Bentuk Kepribadian Qur'ani

Kepribadian qur`ani merupakan kepribadian yang melakukan

sepenuh hati nilai-nilai Al-Quran, dengan tiga betuk-bentuk kepribadian

diantaranya yaitu

14
Abdul Mujib, Teori Kepribadian Persfektif Islam (Jakarta: Rajagrafindo Persada,2017) Hal. 212
15
https;//analisadaily.com/berita/arsip/2014/10/kepribadian-qurani/ (Diakses pada Selasa 2 Januari
2024 pukul 17:00 WIB)
23

(1) I'tiqadiyyah yang merupakam dari nilai-nilai keimanan, dengan

yakin kepada Allah, malaikat, rosul, kitab, hari akhir serta takdir, dengan

bertujuan dalam menata keyakinan individu.

(2) Khuliqiyyah, merupakan dari nilai-nilai etika, untuk bertujuan

membersihkan diri dari sikap rendah atau menghiasi diri dalam prilaku

terpuji yakni amanah, shidiq, adil, memaafkan, tolong menolong, kerja

keras serta silaturahim.

(3) Amaliyyah merupakan nilai-nilai tingkah laku keseharian, baik

yang berhubungan dalam nilai-nilai tingkah laku keseharian, baik yang

berhubungan bersama Allah Subhanahu Wa Ta`ala contohnya ibadah

wajib serta sunnah yang bermaksud dalam aktualisasi nilai-nilai

ubudiyyah atau dalam kerapihan, kebersihan serta kedisplinan manusia.

4. Fungsi Al-Qur'an Dalam Membentuk Kepribadian Qur'ani

Dalam fungsi Al-Qur'an ada beberapa masalah pokok kehidupan

maupun masyarakat menurut islam, terletak dalam hubungan manusia

dengan hidayah (petunjuk Ilahi) dengan firman Allah swt dalam Al-

Qur'an surat Al-Baqarah ayat 2 yang artinya:

“Kitab (Al-Qur'an) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi

mereka yang bertaqwa.”

Fungsi Al-Qur'an sebagai petunjuk supaya presepsi yang tepat tentang

kenyataan atau dalam melaksanakan kehidupan dengan baik serta pribadi

atau berkelompok melakukan penerapan nilai-nilai contohnya, kedisiplian,

pemaaf, rendah hati, kebersihan, sopan santun, tanggung jawab, tidak


24

boros atau prinsip-prinsip keimanan, kebenaran, ketakwaan dalam

kehidupan yang akan melahirkan keserasian jiwa maupun kepribadian

manusia. Terdapat beberapa fungsi Al-Qur'an di sebagai berikut:

(1) Menjadi petunjuk, penjelas serta pembeda yang haq atau batil,

Allah berfirman dalam (QS Al Baqorah: 185, Al Isra': 41, Al

Naml: 92).

(2) Memperingatkan manusia yang lupa, Allah berfiman dalam (QS

Al-An`am: 19, Al-Syura: 7, Al-Qamar: 17). QS Al-An`am: 19

(3) Satu bacaan yang patut di dengar agar mendapatkan rahmat dari

Allah, Allah berfirman dalam (QA AI-A`raf: 204).

(4) Mengajak manusia untuk berfikir, Allah berfirman dalam (QS

yusuf: 2, Al-Zukhruf: 3, Muhammad: 24)

(5) Terapi yang penuh rahmat. Allah brfirman dalam (QS Al-lsra`: 82)

(6) Menjadi petunjuk manusia berkepribadian shalih.


BAB III

PEMBAHASAN

A. Konsep Mendidik Diri Memiliki Pribadi Qurani

Mendidik diri dengan konsep memiliki pribadi Qur'ani adalah suatu

pendekatan yang didasarkan pada nilai-nilai dan ajaran Islam yang terdapat

dalam Al-Qur'an. Dalam konteks ini, pendidikan diri tidak hanya mencakup

aspek pengetahuan, tetapi juga mencakup pengembangan karakter, etika, dan

spiritualitas yang sesuai dengan ajaran Islam. Konsep mendidik diri memiliki

pribadi Qur'ani mengajarkan untuk hidup sesuai dengan ajaran Islam dan

menjalani kehidupan dengan penuh kesadaran akan tanggung jawab sebagai

hamba Allah. Dengan memadukan aspek spiritual, moral, dan sosial, konsep

ini bertujuan menciptakan individu yang bermanfaat bagi diri sendiri,

masyarakat, dan umat Islam secara keseluruhan.

Untuk menjadikan manusia yang memiliki pribadi Qur`ani maka harus

membaca, mengkaji, mengamalkan dan mengajarkannya. Hal ini juga berlaku

sama pada hadits-hadits Rasulullah sallallahu alaihi wasallam. Sehingga

dengan mentadabburi Al-Qur`an dan sunnah Rasulullah maka diharapkan

menjadi diri yang berkepribadian Qur`ani. Pribadi yang menjadi penyelesai

permasalahan bukan penambah masalah. Pribadi yang hidup dan

menghidupkan dalam setiap perjalanan zaman, pribadi yang mulia semulia Al-

Qur`an sebagaimana Firman Allah subhanahu wa ta`ala

25
26

ِ ‫ٱَّلل وٱلْي وم ْٱلء‬ ۟ ِ َِّ ‫ول‬ِ ‫لََّق ْد َكا َن لَ ُكم ِِف رس‬
‫اخَر َوذَ َكَر‬َ َ ْ َ َ َ ‫ٱَّلل أُ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ لّ َمن َكا َن يَ ْر ُج‬
َّ ‫ا‬
‫و‬ َُ ْ

‫ٱَّللَ َكثِ ًريا‬


َّ

Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu teladan yang

baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan

(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak mengingat Allah”. (Qs.Al-

Ahzab:21)

Berikut adalah beberapa pemahaman konsep mendidik diri dengan memiliki

pribadi Qur'ani:

1. Pemahaman Al-Qur’an

Pendidikan diri dengan konsep Qur‟ani dimulai dengan

memahami Al-Qur‟an dan memahami Al-Qur'an membutuhkan

kesungguhan, memerlukan pendekatan, terbuka, dan tekun.

Seseorang tidak akan bisa menjadikan dirinya memahami Al-Qur‟an

tanpa adanya niat yang ikhlas, membaca, merenungi, menghafal, dan

mengamalkan-nya dalam kehidupan sehari-hari.

Berikut ini pembahasan mengenai cara dalam transinternalisasi

kepribadian Qur`ani iyalah:

a) Tilawah Al-Qur`an

Tilawah Al-Qur`an yang penulis maksudkan di sini adalah

membaca ayat-ayat Al-Qur`an secara lafaz menggunakan


27

mushaf dan bersuara keras. Bukan menilawahi maknanya.

Bukan tilawah ayat yang sudah dihafal tanpa menggunakan

mushaf, bukan pula tilawah dalam hati.

Sebab, tilawah secara harfiah diartikan membaca denagn

suara yang teredengar. Bukan membacanya tanpa menggu

nakan mushaf atau merenungi ayat-ayatnya dalam hati. Itulah

yang telah diwariskan turun-temurun secara sunnah oleh

orang-orang saleh terdahulu.

Inilah kunci utama pembuka agar lidah kita terlatih u ntuk

melafalkan lafaz-lafaz Al-Qur`an. Yakni membiasakan

langsung berinteraksi dengan Al-Qur`an.16

Semakin sering lidah kita melafalkan ayat-ayat Allah,

mata kita semakin terbiasa membaca susunan huruf-huruf Al-

Qur`an sehingga itu bisa menjadikan kita semakin dekat

dengan Al-Qur`an dan merealisasikan apa yang ada di

dalamnya. Laksana jalan setapak yang sering dilewati, yang

awalnya dipenuhi rerumputan tinggi hijau tersebab seringnya

manusia melewatinya.

Begitulah Rasulullah mengajarkan kita, sebagaimana yang

dikeluarkan oleh Imam At-Tirmidzi dari Abu Said, bahwa

beliau bersabda, ”Allah berfirman, „Barang siapa yang

disibukan dengan Al-Qur`an dan berdzikir kepada-Ku daripada


16
Basyir Saihul, Seni Menjadi Bintang Al-Qur`an ala Sahabat. (Jakarta : PT Elex Media
Komputindo,2021), Hal. 80
28

meminta (berdoa) pada-Ku, akan aku berikan dia (sesuatu

yang) lebih baik daripada apa yang alku berikan pada orang

yang berdoa pada-Ku. Dan keutamaan firman Allah disbanding

seluruh alam yang lain adalah semisal keutamaan Allah di atas

seluruh makhluk.” Atas dasar hadis qudsi ini, disunnahkan

memberbanyak tilawah.

Allah juga memuji orang-orang yang memperbanyak

bacaan bacaan Al-Quran,

“ Mereka membaca ayat-ayat Allah sepannjang malam dan

mereka bersujud (salat).” ( Qs Ali-Imran : 113)

Nu‟man Bin Basyir juga meriwayatkan sebuah hadis yang

dikeluarkan oleh Imam Baihaqi, “Ibadah umatku yang paling

afdhal adalah ,membaca Al-Qur`an.” Ia juga meriwayatlan

dari Samurah bin Jundub “Setiap penghidang (sesajian) selalu

senang jika hidanganya dihadirkan. Dan hidangan Allah adalah

Al-Qur`an maka janganlah kamu menjauhinya.”17

Kegiatan membaca sedemikian penting dalam Al-Qur`an.

Sampai-sampai, ayat yang pertama kali diturunkan, dalam

sejarah turunnya Al-Qur`an adalah perintah membaca. Lewat

17
Basyir Saihul, Seni Menjadi Bintang Al-Qur`an ala Sahabat. (Jakarta : PT Elex Media
Komputindo,2021), Hal. 81
29

membacaorang akan menjadi tahu, mengerti dan bahkan

paham tentang sesuatu yang dibacanya.18

b) Tahsin Tilawah,

Memperbaiki bacaam sesuai dengan kaidah ilmu tajwid

dan ilmu Qira`ah, sebab bacaan Al-Qur`an yang tartil atau

indah disertai dengan bacaan merdu dapat menggertarkan

syaraf atau hati nurani individu yang paling dalam,

sebagaimana Umar bin Khatab masuk islam karna

mendengarkan suara indah adiknya membaca Al-Qur`an.

c) Al-Tahfidz

Adalah semua serta dengan ayat-ayat dalam shalat serta

surat-surat da;lam Al-Qur`an paling utama surat yang wajib

saat sholat, contohnya surat Al-Fatihah, surat An-Nas dan ayat

lain, dengan kehidupan kepribadian Qur`ani sudah terjaga serta

kandungannya dpat diimplementasikan kemana maupun di

mana saja keberadaannya.

d) At-Tafsir

Menafsirkan maupun memaparkan isi kandungan Al-

Qur`an yang dimulai dengan pengertian terjemah ayat. Bisa

tafsir melakukan dalam memperjelas serta perluasan diri

(extension the self) suatu keperluan kepribadian Qur`ani.

18
Suprayogo Imam, Spirit Islam Menuju perubahan dan Kemajuan. (Bandung :
Puripustaka,2018), Hal. 108
30

Dalam aspek tersebut diperlukan ulumul Al-Qur`an supaya

bukan salah tafsir memahami kandungannya.

e) Al-amal

Mendominasikan nilai-nilai Qur`ani suatu kehidupan

keseharian, dalam cara ini individu menjadi baik, selamat serta

bahagia di dunia maupun di akhirat. Hal tersebut,

diperuntukkan sosok suri tauladan (uswah al-hasanah) dengan

utuh kepribadian Qur`ani, saat melihat kepribadiannya sangat

mempermudah individu dengan menirunya, sosok yang

dimaksud yaitu hadis Aisyah riwayat Ahmad, adalah Nabi

Muhammad Sallallahu Alaihi Wassallam karena kepribadian

Qur`ani yaitu kana khuluquhu Al-Qur`an, (HR.Ahmad).

f) Ad-Da`wah

Menyebarluasakan atau mendakwahkan ajaran-ajaran Al-

Qur`an dengan masyarakat luas, bahwa disekitar kita tumbuh

atau berkembang masyarkat qur`ani. Semua system kehidupan

berhaluan pada Al-Qur`an, baik dalam aspek ideology,

ekonomi politik, social, seni, budaya, dan sebagainya.19

2. Pendidikan Karakter Akhlak Qurani

Pendidikan karakter adalah suatu sistem pendidikan yang

bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai karakter tertentu kepada

19
Abdul Mujib, Teori kepribadian Perspektif Psikologi Islam (Jakarta : Rajagrafindo Persada,
2017) , Hal. 228-229
31

peserta didik yang di dalamnya terdapat komponen pengetahuan,

kesadaran atau kemauan, serta tindakan untuk melakukan nilai-nilai

tersebut.

Pendidikan karakter sangat erat hubungannya dengan

pendidikan moral dimana tujuannya adalah untuk membentuk dan

melatih kemampuan individu secara terus-menerus guna

penyempurnaan diri kearah hidup yang lebih baik.20

Perkembangan teknologi yang begitu cepat saat ini, cukup

berpengaruh terhadap karakter, perilaku dan pola pikir manusia.

Tidak sedikit yang mengalami pergeseran rasa, terutama rasa

terhadap diri sendiri. Terkadang kita tidak menyadari bahwa saat ini

kita tidak lagi menjadi diri kita sendiri, kita tidak lagi mengenal

emosi diri sendiri, tidak memiliki paradigma yang mencerminkan diri

kita sendiri, bahkan tidak lagi memiliki pola pikir yang mencirikan

diri kita sendiri. Sadar atau tidak , kondisi dan gejala ini sedang kita

alami, sehingga terkadang secara tiba-tiba orang lain melihat kita

berbeda, baik dari perilaku, sikap, pandangan, maupun pola pikir.

Untuk tidak larut oleh kondisi yang sedang melanda secara global

saat ini, penting untuk segera melakukan upaya mendidik diri dan

belajar dari kehidupan, agar selalu menjadi diri sendiri dengan ciri

yang melekat pada diri kita masing-masing.

Ada satu statemen penuh hikmah yang pantas kita renungkan

sebagai iktibar dalam menghadapi bujuk rayu perkembangan

20
https:// smkwidyanusantara.sch.id/read/5/pendidikan-karakter-pengertian-fungsi-tujuan-dan-
urgensinya/ (Diakses pada kamis 16 November pukul 21.04 WIB)
32

teknologi yang berusaha membentuk kita untuk tidak menjadi diri

kita sendiri. Statemen itu berbunyi, “hanya ikan mati yang ikut

hanyut dalam derasnya arus air”. Maka untuk tetap pada posisi

menjadi diri sendiri dalam segala kondisi, penting kita melakukan

upaya mendidik diri sendiri.21

Pendidikan akhlak Qur`ani menjadi landasan utama dalam konsep

mendidik diri menuju pribadi Qur`ani. Akhlak Qur`ani mencakup

nilai-nilai moral dan etika yang diajarkan dalam Al-Qur`an. Dalam

implementasinya, individu perlu menggali lebih dalam ajaran-ajaran

Qur`an terkait budi pekerti, sikap, dan perilaku yang diinginkan Allah.

Pembiasaan diri dengan nilai-nilai Qur`ani seperti kejujuran,

kesabaran, dan kasih sayang menjadi langkah awal dalam membentuk

karakter yang sesuai dengan ajaran Islam.

Fungsi dan tujuan pendidikan karakter memiliki andil yang sangat

besar dalam menentukan arah dan sebagai pedoman internalisasi

karakter. Dengan fungsi dan tujuan tersebut diikhtiarkan terwujud

insan kamil yang mempunyai posisi mulia di sisi Allah Subhanahu Wa

Ta`ala. Secara garis besar pendidikan karakter merupakan jalan dalam

mewujudkan masyarakat beriman dan bertaqwa yang senantiasa

berjalan di atas kebenaran dengan menjunjung tinggi nilai-nilai

keadilan, kebaikan, musyawarah, serta nilai-nilai humanisme yang

mulia.

21
https://alamtara.co/2022/03/24/mendidik-diri-sendiri/ (Diakses pada 23 Desember 2023 pukyul
13:20 WIB)
33

Karakter adalah kualitas kepribadian yang meliputi akhlak dan

moral yang dapat dibentuk oleh pembawaan dari lahir, keluarga, dan

lingkungan tempat tumbuh berkembang serta menjadi ciri khusus

yang membedakan dengan orang lain. Kualitas pribadi seseorang akan

dibentuk atas dasar nilai-nilai karakter yang dilakukannya. Karakter

merupakan pengembangan dari nilai-nilai karakter sebagai landasan

untuk berperilaku dalam masyarakat. Setiap manusia memiliki potensi

yang harus dibimbing dan dikembangkan.

Menurut Ratna Megawati yang dikutip oleh Dharma Kesuma dkk,

arti "pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk mendidik

anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan

mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka

dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya".

Menurut pengertian lain pendidikan karakter adalah "upaya sadar dan

sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai

kepada siswanya". Dalam pengertian sederhana pendidikan karakter

diartikan sebuah hal positif apa saja yang dilakukan guru dan

berpengaruh kepada karakter atau kebiasaan siswa yang diajarnya.

Wacana pendidikan karakter mulai ramai dibicarakan kembali pada

dua. dekade belakangan ini. Salah satu tokoh yang kerap disebut

adalah Thomas Lisckona melalui karyanya, The Return of Character

Education (1993), yang menyadarkan dunia pendidikan di Amerika

tentang perlunya pendidikan karakter untuk mencapai cita-cita

pendidikan. Menurutnya, program pendidikan yang bertumpu pada


34

pembentukan karakter ini berangkat dari keprihatinan atas kondisi

moral masyarakat Amerika. Pembentukan karakter ini didasarkan

pada kebutuhan untuk menciptakan komunitas yang memiliki moral

kemanusiaan, disiplin moral, demokratis, mengutamakan kerjasama

dan penyelesaian masalah, dan mendorong agar nilai-nilai itu

dipraktikkan di luar kelas. Dalam konteks Indonesia, character

building telah dikembangkan sejak negeri ini berdiri, di mana presiden

RI pertama Ir. Soekarno mengemukakan gagasan tentang pentingnya

pembentukan karakter bangsa. Ketika itu, nilai-nilai yang diutamakan

adalah penghargaan atas kemerdekaan, kedaulatan, dan kepercayaan

pada kekuatan sendiri atau berdikari. Mengingat pembentukan

karakter bersifat konstektual, maka ia bisa berubah sesuai maksud dan

tujuannya, dengan berbasis selalu pada nilai-nilai (values).

Membangun karakter atau akhlak mulia, tidak cukup hanya dilakukan

saat belajar di dalam kelas saja, namun yang lebih penting membentuk

moral, karakter atau budi pekerti di lingkungan masyarakat. Budi

pekerti menunjukkan etika yang baik dan sangat penting bagi diri

seseorang agar dirinya eksis pada waktu berhubungan dengan orang

lain. Dan akhlak adalah merupakan nilai-nilai yang khas yang baik,

berbuat baik dalam kehidupan yang berdampak positif atau baik, baik

bagi dirinya atau lingkungan tempat tinggalnya. Karakter memancar

dari olah pikir, olah hati, olah raga, olah rasa, individu, kelompok,

maupun masyarakat.
35

Karakter sering dipandang sebagai cara berfikir dan berperilaku

yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama,

baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

Menanamkan karakter Qur`ani bagi setiap muslim adalah sebuah

kewajiban sebagai jalan menuju ketakwaan kepada Allah Swt.

Karena itu guna membangun sebuah karakter Qur`ani di dalam

masyarakat, harus dimulai dengan membangun kebiasaan-kebiasaan

baik dari unit terkecil. masyarakat, yaitu keluarga inti dan lingkungan

terdekat. Karakter Qur`ani adalah tatanan perilaku manusia yang

sejalan dengan nilai-nilai moral yang terkandung dalam kitab suci Al-

Qur`an. Secara umum karakter moral manusia berhubungan dengan

budi pekerti yang mengakar pada diri seseorang. Dalam hal ini

membentuk karakter adalah mengaplikasikan nilai-nilai kebaikan

dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak

jujur, tamak, dusta, dan sejenisnya dikatakan sebagai orang yang

berkarakter buruk. Sebaliknya, orang yang berperilaku sesuai dengan

kaidah moral disebut sebagai orang yang berkarakter baik.

Allah Subhanahu Wa Ta`ala. tidak hanya menginginkan kita agar

senantiasa membaca Al- Qur`an, namun lebih dari itu yakni

melanjutkan pada proses berfikir dan memahami. Moral karakter

Qur`ani menjadikan manusia untuk menjadi pembelajar sepanjang

hidup, berkemampuan membaca, memahami, sekaligus menerapkan

nilai-nilai kebaikan kitab suci Al-Qur`an ke dalam kehidupan sehari-

hari. Terlalu banyak dan sudah sangat jelas beragam ilmu yang dapat
36

digali dari Al-Qur`an menyangkut metode pembentukan karakter

manusia. Dan pendidikan karakter. Qur`ani adalah usaha atau

bimbingan yang dilakukan oleh orangtua, guru, atau orang dewasa

untuk membangkitkan sifat-sifat kebaikan yang bersumber dari al-

Qur`an dan Sunnah Rasulullah Sallallahu `Alaihi Wasallam dengan

menyeimbangkan antara ilmu, iman, akhlak, dan amal dalam

kepribadian anak yang diperuntukkan untuk kemaslahatan kehidupan

manusia." Tujuan pendidikan karakter Qur`ani adalah untuk

meningkatkan kualitas diri manusia dalam segala aspek, baik aspek

aqidah, ibadah, akhlak, spiritual, sosial, pemikiran baik jasmani

maupun rohani secara menyeluruh dan seimbang sehingga dapat

menyampaikan seorang hamba kepada tingkat penghambaan diri

secara mutlak kepada Allah Subhanahu Wa Ta`ala, Pendidikan

karakter Qur'ani diharapkan dapat meningkatkan dan mensucikan diri

manusia serta memperindah kepribadiannya sehingga dapat menjalin

hubungan baik dengan Allah Subhanahu Wa Ta`ala dan orang lain

bahkan dengan dirinya sendiri dalam meniti tangga penghambaan diri.

Setiap kali itu pula keindahan dan kesucian dirinya meningkat. Dan

tujuan pendidikan karakter tersebut dapat diwujudkan dalam

kehidupan nyata berkat pendidikan yang telah diajarkan secara

langsung oleh Rasulullah Saw, sehingga menjadikan para sahabat

sebagai suri tauladan yang baik bagi seorang hamba sejati dalam

kehidupan

3. Keseimbangan Dunia dan Akhirat


37

Islam mengajarkan bahwa hidup manusia harus seimbang antara

kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat. Sebagai orang Islam,

dalam usaha untuk meraih kebahagiaan hidup di dunia untuk

kehidupan di akhirat, maka sesungguhnya Ia mendapatkan

kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Begitu sebaliknya, bila hanya

mengejar kepentingan dunia saja, maka sesunggunya Ia tidak akan

mendapat kebahagiaan di akhirat.

Dalam pandangan Islam, keberadaan manusia diibaratkan sebagai

seorang musafir saat di perjalanan hanya menumpang istirahat

sebentar, kemudian melanjutkan kearah tujuan yang akan disinggahi.

Tujuan sementara manusia hidup di dunia adalah untuk memanfaatkan

kehidupan dengan berbuat baik, menjalankan perintah Allah dan

menjauhi larangan-Nya, baik harta, kekuasaan, tahta yang diberikan

oleh Allah digunakan atau dibelanjakan sesuai yang diajarkan dalam

ajaran Islam sebagai persiapan bekal kebutuhan menuju kebahagiaan

di akhirat menuju surga.

Islam menganjurkan keseimbangan dalam menyikapi kehidupan

dunia dan akhirat. Tidak berlebihan pada dunia, sebaliknya juga tidak

berlebihan pada akhirat. Dalam surat Al-Qashash ayat 77 Allah swt.

berfirman, “Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah

kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu

melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat

baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,

kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.


38

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat

kerusakan.” Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa akhirat memang

telah disediakan sebagai tempat kembali, namun sebelumnya manusia

juga ditakdirkan hidup di dunia. Dengan begitu, sebagaimana akhirat

harus dipersiapkan, dunia juga harus dijadikan tempat mempersiapkan

hidup di akhirat kelak.

Dalam sebuah ungkapan dikatakan bahwa dunia adalah ladang

akhirat (ad-dunya mazra`at al-akhirah). Maksudnya adalah bagaimana

kita harus bersikap terhadap dunia untuk menjadikannya sebagai

ladang di mana kita menanam berbagai amal baik untuk dipanen

nantinya di akhirat. Jika amal yang kita tanam berasal dari bibit yang

kurang baik, kita harus bersiap memanen hasil yang kurang baik.

Sebaliknya jika yang kita tanam berasal dari bibit yang baik, maka

kita akan bergembira dengan hasil yang baik pula di akhirat kelak.

Allah berfirman, “Siapa yang mengerjakan kebaikan seberat

dzarrahpun dia akan melihat (balasan)nya. Siapa yang mengerjakan

kejahatan sebesar dzarrahpun dia akan melihat (balasan)nya pula.”22

Pendidikan diri Qur'ani mengajarkan keseimbangan antara

kehidupan dunia dan persiapan untuk kehidupan akhirat. Fokusnya

bukan hanya pada kesuksesan materi, tetapi juga kesuksesan spiritual.

4. Pengendalian Diri

22
https;//Islamic-economics.uii.ac.id/Bersikap Seimbang untuk Dunia dan Akhirat/ (Diakses pada
tanggal 27 Desember pukul 20:28 WIB)
39

Sebuah wasiat penting pernah disampaikan oleh Abu Bakar kepada

Umar Semoga Allah meridhai keduanya, ketika ia memilih Umar

sebagai khalifah yang menggantikannya. Wasiat itu

berbunyi: "Sesungguhnya hal pertama yang aku peringatkan

kepadamu adalah berhati-hatilah terhadap dirimu (hawa nafsumu)

sendiri." Jihad (perjuangan) melawan hawa nafsu ini juga

membutuhkan kesabaran. Barang siapa yang bersabar dalam

melakukan jihad melawan hawa nafsu dan Syetannya, ia pasti akan

sukses menaklukkannya, ia akan keluar sebagai pemenang, dan ia

akan menjadi tuan yang terhormat bagi hawa nafsunya sendiri.

Sebaliknya, siapa yang tidak bersabar dalam melakukan jihad itu, ia

niscaya akan mengalami kekalahan, dan pada gilirannya, ia akan

menjadi budak tawanan yang hina bagi hawa nafsunya sendiri.23

Melawan hawa nafsu diri sendiri merupakan jihad terbesar yang

utama dilakukan oleh seorang muslim, bagaimana tidak? Sebelum

kita ingin melawan musuh mush islam, yang perlu ditaklukan adalah

hawa nafsu yang selalu mengajak kedalam kebatilan.

Mari kita kembali membuka kitab Allah, dan kita renungkan isi

kandungannya. Karena dengan begitu, kita akan menemukan petunjuk

dan jalan yang terang. Al-Quran kembali menegaskan pentingnya

perihal yang sedang kita bicarakan ini, yaitu perihal pendidikan diri

dan bahwa setiap orang akan memikul tanggung jawabnya sendiri,

23
https:// islamweb.net/Tarbiyah Dzâtiyah Mendidik Diri Sendiri; Mengapa/ (Diakses pada 15
Desember 2023 pukul 20:30 WIB)
40

sehingga ia harus berupaya keras untuk mendidik diri. Kali ini, Al-

Quran menegaskan kepada kita bahwa setiap orang, kelak pada hari

Kiamat, akan dihadapkan kepada Allah sendiri-sendiri untuk menjalani

proses penghitungan amal (hisab). Penegasan ini tentu semakin

menguatkan adanya tanggung jawab personal yang harus dipikul oleh

setiap orang, di samping juga semakin menegaskan pentingnya

pendidikan diri. Karena setiap diri kelak akan dimintai

pertanggungjawaban atas apa yang telah dilakukannya selama hidup di

dunia. Hal itu sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah

subhanahu wata`ala (yang artinya):

"Dan takutlah kalian kepada suatu hari di waktu seseorang tidak

dapat menggantikan orang lain sedikit pun, tidak akan diterima suatu

tebusan darinya, tidak akan memberi manfaat syafaat apa pun

kepadanya, dan tidak (pula) mereka akan ditolong." (QS. Al-Baqarah:

123)

Di dalam ayat lain, Allah subhanahu wata`ala berfirman (yang

artinya):

"Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang

kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.

Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung

mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang

kepada Allah pada hari Kiamat dengan sendiri-sendiri." (QS.

Maryam: 93-95)
41

Setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah

sendiri-sendiri, dan akan dihitung amalnya sendiri-sendiri pula. Oleh

karena itu, setiap orang dituntut untuk menjalankan tanggung jawab

masing-masing dalam mendidik, menyucikan, dan mengarahkan dirinya

sendiri kepada jalan yang benar. Sehingga dengan demikian, diharapkan ia

akan meraih kebahagiaan kelak pada hari Kiamat, hari yang di dalamnya

harta dan anak-anak tidak lagi berguna, kecuali orang-orang yang datang

menghadap Allah dengan hati yang bersih dan diri yang suci.

Rasulullah Shallallâhu `alaihi wasallam juga telah mengabarkan

kepada kita gambaran kondisi yang akan berlaku pada hari itu. Beliau

bersabda, "Setiap orang dari kalian akan diajak berbicara oleh Tuhannya

pada hari Kiamat, tidak ada seorang penerjemah pun sebagai perantara

antara ia dengan Tuhannya. Ia melihat ke arah kanan, namun tidak ada

sesuatu pun yang dilihat selain perbuatan yang telah ia lakukan (di

dunia). Dan ia melihat ke arah kiri, juga tidak ada sesuatu pun yang ia

lihat selain amalan yang ia lakukan (di dunia). Kemudian ia melihat

ke depan, dan ia melihat api Neraka telah ada di depan wajahnya. Maka

selamatkanlah diri kalian dari api Neraka, meskipun dengan hanya

menyedekahkan setengah biji kurma." (HR. Al-Bukhâri dan Muslim).

Hal ketiga yang merupakan prinsip penting dalam mengungkap

jawaban atas pertanyaan "mengapa kita harus mendidik diri kita sendiri?"

adalah bahwa setiap manusia lebih mengetahui seluk beluk dirinya sendiri

dibandingkan orang lain. Karena itu, adalah logis jika ia dituntut untuk

mendidik dirinya sendiri, karena ia lebih tahu tentang dirinya ketimbang


42

orang lain. Ia adalah orang yang paling tahu akan kekurangan-kekurangan

yang ada pada dirinya, sehingga ia sendirilah orang yang paling mampu

untuk berinteraksi dengan dirinya secara tepat. Orang bisa saja

memperlihatkan keshalihan di hadapan banyak orang, atau melakukan

kebaikan karena malu dan basa-basi, namun apa yang sebenarnya terjadi

dalam dirinya, tiada orang yang lebih tahu kecuali dirinya sendiri. Maka

dari itu, ia adalah orang yang paling mampu memperbaiki kekurangan-

kekurangan dirinya sendiri, mengarahkan dirinya kepada jalan yang aman,

serta menjaga dirinya sekuat tenaga agar tidak terperosok ke dalam lubang

kehinaan dan kesesatan.

Allah subhanahu wata`ala tidak menciptakan manusia secara sia-sia,

dan tidak membiarkan mereka hidup secara liar tanpa arah. Lihatlah,

setelah menciptakan jasad manusia secara sempurna, lalu meniupkan ruh

ke dalamnya, Allah memerintahkan para Malaikat untuk bersujud kepada

manusia pertama itu. Kemudian Allah menurunkannya ke bumi bersama

para jin untuk menghadapi berbagai ujian. Allah juga menjadikan manusia

sebagai khalifah di muka bumi agar dapat memakmurkan bumi dengan

ketaatan kepada-Nya. Ad-Dusiri Semoga Allah merahmatinya pernah

berkata, "Khalifah Allah di muka bumi ini adalah makhluk yang dibebani

hukum-hukum Allah untuk ia jalani sendiri dan untuk ia terapkan pula

kepada selain dirinya."

Pendidikan diri dengan konsep memiliki pribadi Qur'ani

memandang hidup sebagai perjalanan spiritual yang memerlukan

kesadaran, pengembangan karakter, dan amal perbuatan yang sesuai


43

dengan ajaran Islam. Dengan menerapkan nilai-nilai ini dalam

kehidupan sehari-hari, individu diharapkan dapat mencapai kedekatan

dengan Allah dan menjalani kehidupan yang bermakna serta

memberikan manfaat bagi masyarakat.

Dalam nilai-nilai kepribadian Qur`ani tersebut dapat melekat warna

jiwa, yaitu sebagai berikut:

a) Jiwa yang beriman, adalah jiwa yang dengan langsung

mendapatkan cahaya iman yang sudah dengan mantap di dalam

hati.

b) Jiwa yang tenang (mutma`innah) meryupakan jiwa yang memiliki

kecenderungan semakin dekat kepada Allah, penuh ridhoi serta

diridhoi. Suka bersama orang-orang yang saleh, serta jiwa yang

baik sebagai calonm penghuni surga.

c) Jiwa yang rela, merupakan jiwa yang puas dengan memperoleh

sebuah pembagian atau pemberian Allah, bahwa orang yang

memilikinya merasa kaya, bahagia serta puas. Jadi pangkal

kebhagiaan individu serta bisa bersyukur dengan Tuhan Yang

Maha Kuasa adalah jiwa yang puas.

d) Jiwa yang sabar, yaitu jiwa yang tekun dan bersungu-sunguh dalam

mencapai cita-cita, karena tiadsa keberhasilan yang luar biasa

selain cita-cita yang diraih dengan kesabaran. Sesungguhnya Allah

akan menyertai orang-orang yang sabar.

e) Jiwa yang tawakal, merupakan jiwa individu dalam melakukan

atau memperjuangkan sesuai perbuatan baik, hal tersebut perbuatan


44

pasrah dengan Allah maka amal perbuatanya bisa mendapatkan

balasan dari Allah. Tawakal adalah ajaran Al-Qur`an yang baik

untuk jiwa manusia, jadi jiwa tawakal menanamkan optimis

dengan Allah.

f) Jiwa yang jujur, merupakan jiwa yang memberikan penuturan atau

perbuatan dengan jujur, dengan kata hati, belum terbesit secara

berkata serta bermuat dengan curang jadi orang lain belum

dirugikan." Allah Swt memberitahu kita supaya tidak berdusta

maupun menjadi pendusta. Allah berfirman dalam Q.S. Yunus: 69

sebagaimana yaitu:

Artinya: Katakanlah: "Sesungguhnya orang-orang yang mengada-

adakan kebohongan terhadap Allah tidak beruntung".

Kejujuran merupakan keselarasan dalam realita. Kejujuran

juga ciri-ciri manusia beriman, dapat komponen keyakinan, amal

perbuatan, prilaku, ibadah serta akhlak. Suatau keimanan tidak

akan tegak tanpa kejujuran. Selain dengan kejujuran bisa berdiri

sendiri dalam perbuatan baik. Akhlak, moral, serta perilaku

merupakan tidak bisa berdiri tanpa kejujuran. Sikap tertinggi

merupakan kejujuran bagaikan mahkota. Kejujuran merupakan

bukti secara kekuatan kehendak maupun kepribadian tegar, namun

dusta tidak bersanding secara keimanan.

g) Jiwa yang amanah, merupakan tidak hanya jiwa jujur saja, namun

dengan teguh dalam mengemban kepercayaan yang diberikan oleh


45

indiviu, dengan menyadrai dalam amanah yang telah diberikan

oleh Allah.

h) Jiwa yang syukur, merupakan jiwa yang dapat sumber pendorong

dengan mengelola atau mentasarufkan segala yang sesuatu

tuntunannya demi mendapatkan keridhaan Allah yang

diberikannya.

i) Jiwa yang cerdas, merupakan jiwa manusia yang mendapat

inspiratory lahirnya tindakan-tindakan yang cepat dalam

menyayangi atau mengasihi pihk dengan manusia lain, atau

menghindari implus yang meledak- ledak.

j) Jiwa yang berani, merupakan jiwa yang mendorong hal kebenaran

(svaja'ah) atau tidak diikuti oleh rasa takut, sehingga tindakan

hidup individu dinamis, penuh rasa percaya diri dan sukses, dalam

rasa aman.

k) Jiwa yang demokratis, merupakan jiwa yang memperoleh

pandangan, pendapat atau usul-usul orang banyak dan tidak

bersifat otoriter maupun dikatator.

l) Jiwa yang positif, merupakan mendahulukan jiwa yang sisi-sisi

positif dari yang lain, serta tidak menahulukan sisi negatif, maka

jiwa tersebut cenderung dalam berfikir positif.

m) Jiwa yang optimis, merupakan jiwa yang mengamati keseharian

banyak peluang maupun harapan, bahwa dalam sikap jiwa yang

besar serta pikiran positif kepada Allah yang telah menjamin

semua kebutuhan manusia.


46

n) Jiwa yang pemurah, yaitu jiwa yang mendorong untuk suka

memberi, menolong, dan membantu orang lain, yang tidak dikuasai

oleh sifat pelit yang merupakan yang memberikan penuturan atau

perbuatan dengan jujur, dengan kata hat

suatu penyakit jiwa yang tidak baik untuk kepentingan pergaulan

hidup bersama.

o) Jiwa yang taubat, merupakan setiap kejadian prilaku yang salah

dari pandangan agama maupun seseorang, cepat berdamai ke jalan

kebenaran, jika kesalahanya sudah menyadarinya, tidak

mengulanginya, dengan lestari berencana melakukan kebaikan-

kebaikan, serta-merta meninggalkan kejahatan yang dilakukan.

p) Jiwa yang takwa, merupakan jiwa individu yang dalam kehidupan

ini berkomitmen dengan bersungguh dalam mejauhkan diri dalam

berbagai perbuatan tidak baik yang telah dilarang Allah, serta

melengkapinya dalam melaksanakan sesuatu yang diperintahkan-

Nya. Orientasi hidup yang paling utama yaitu hidup bersih.

q) Jiwa yang ihsan, merupakan selalu mendorong peningkatan amal-

amal yang lebih baik dari pada sebelumnya serta setiap amal

dikerjakan seolah-olah Allah melihatnya perbuatan yang dilakukan.

Peningkatan amal yang berkualitas maupun bagus, serta Allah

menyaksikan hal tersebut merupakan orientasi utama.

r) Jiwa yang konsisten (istiomah), merupakan jiwa terus menerus

sadar dengan taat asas serta berpegang teguh yang telah diyakini,

maupun pedomannya sudah ada. Maka keyakinan dan pedoman


47

tersebut ada dalam kebenaran agama. bahwa kebenaran agama

sudah diyakini dalam sumber ajaran, maka tuntunan-Nyalah telah

diutamakan.

s) Jiwa yang bahagia, merupakan jiwa yag mengalami keadaan baik.

Menggembirakan maupun menyenangkan di mana sesuatu yang

terjadi serta dirasakan dengan kehidupan selaras dalam

keingianannya.24

Jiwa manusia dalam perkembangan serta kemajuan kearah

lebih semakin tinggi, sangat bergantung dalam penerapan sifat-

sifatnya dengan jiwanya. Maka manusia diharapkan memahami

semua sifat yang baik, dalam hal tersebut menerapkan dalam

dirinya untuk kesadaran yang lebih tinggi. Kepribadian qur'ani

dapat dibentuk melalui pembiasaan, serta amat tergantung dalam

kesungguhan pelarihan serta pembiasaan diri dalam sifat-sifat yang

diajarkan Al-Qur'an di karenakan semakin kuat tinggi sifatnya

sampai menjadi karakter jadi semakin kuat dan mantap jiwanya.

24
http://repository.iainkudus.ac.id/10468/5/5.%20BAB%20II.pdf (diakses pada 27 desember 2024
pukul 13:23 WIB)
B. Langkah-langkah Untuk Memiliki Pribadi Qurani

Sosok paling tepat sebagai pribadi Qur‟ani yang utuh tidak lain adalah

Rasulullah sallallahu alaihi wasallam. Setiap ucap dan gerak beliau dalam

kehidupan sehari-hari dilandasi oleh keluhuran dan kemuliaan nilai-nilai Al

Quran. Rasulullah sallallahu alaihi wasallam adalah sosok kepribadian

Qurani yang membangun interaksi yang utuh dengan Al Quran. Makanya,

beliau disebut sebagai Quran berjalan.

Rasulullah adalah orang yang paling paham Al Quran dan

pemahamannya ini diamalkan. Artinya, diterjemahkan betul ke dalam

kehidupannya. Sepanjang hidupnya, Rasulullah tidak terlepas dari apa-apa

yang dicita-citakan oleh Al Quran.

Para sahabat juga adalah orang yang sangat mencintai Al-Qur`an.

Mereka antusias penuhsemngat mendengarkan wahyu yang disampaikan

kepada mereka. Etiap deretan ayat yang didapatkan dari Nabi Muhammad

bagaikan hadiah yang sangat berharga bagi dirinya. Maka tak ayal banyak

sahabat yang meluangkan waktu ntuk menghafal, memahami dan merenungi

serta mengamalkan isi kandungan maknanya.25

25
https;//www.syaamilquram.com/Pribadi-Qurani/ (Diakses pada Selasa 2 Januari 2024 pukul
16:35 WIB)
49

Mereka yang belum dapat berinteraki secara utuh dengan Al Quran,

baru hanya bisa membacanya, atau baru bisa menghafalnya, bukanlah

pribadi Qurani.26

Sekarang, mari kita bergerak melakukan aksi nyata untuk berupaya

sampai pada level mereka. Level dan tingkatan para bintang yang telah

mempersembahkan nyawa mereka untuk mengedarkan hafalan mereka ke

seluruh dunia. Selama empat belas abad Al-Qur`an bisa dibaca, dihafal,

diulang-ulang, dipelajari, diamalkan, dan diajarkan ke- seantreo dunia ini

adalah berkat lancarnya hafalan para sahabat yang mengalir layaknya air.

Selama ribuan tahun, ratusan abad, tidak ada satu tetes pun pahala

Al-Qur`anyang tercatat untuk umat muslim sedunia yang jumlahnya

mencapai satu miliar ini, kecuali ia juga tercatat pada timbangan amal baik

para sahabat. Karenanya, umat manusia di akhir zaman tidak akan pernah

melampaui umat generasi pertama dari sisi pahala serta catatan amal baik.

Sebab pula, semua dasar serta rukun pondasi amalan umat Islam di seluruh

dunia hari inisufdah dicontohkan mereka, tidak ada satu pun yang terlewat.

Meski Imam Ibnu `Abdil Barr, seeorang ulama ternama pensyarah Kitab

Al-Muwaththa` nyua Imam Malik berpendapat, bahwa di akhir zaman

seperrti sekarang, aka nada ,manusia-manusia pilihanyang bisa melampaui

para sahabat. Berdalilkan sebuah riwayat yang dikeluarkan oleh Imam

Muslim, Imam Ibnu Majah, dan Imam An-Nasa`I dari sahabat Abdurrahman

bin Sakhr, atau lebih dikenal dengan panggilan Abu Hurairah radiyallahu

26
https;//www.syaamilquram.com/Pribadi-Qurani/ (Diakses pada Selasa 2 Januari 2024 pukul
16:35 WIB)
50

`anhuma. Dimana Rasulullah sallalahu alaihi wa sallam bersabda, “Aku

ingin sekali kita bertemu saudara-saudara kita.” Para sahabat bertanya,

“Bukankah kami ini adalah saudaramu wahai Rasulullah?” Nabi menjawab,

“Kalian adalah sahabatku, sedangkan saudara-saudara kami adalah mereka

yang dating nanti (di akhir zaman).”

Pendapat ini pun ditolak oleh mayoritas ulama, sebagaimana dinukil dari

Imam Al-Qadhi „Iyadh oleh Imam An-Nawawi dalam Syarah Sahih

Muslim-nya. “Siapa pun yang bersahabat dengan Nabi, mengimaninya, dan

melihatnya walaupun hanya sekali seumur hidupnya, lalu mendapat

kemuliaan persahabatan dengan Nabi sallalahu alaihi wa sallam ,

mengimaninya, dan melihatnya walaupun hanya sekali seumur hidupnya,

lalu mendapat kemuliaan persaahabatan dengan Nabi adalah lebih mulia

derajatnya daripada semua manusia yang dating dan hidup setelahnya.”

Karena kemuliaan persahabatn dengan Nabi tidak bisa ditandingi oleh

amalan apa pun. Lebih lanjut, ayat 10 dari surah Al-Hadid juga menguatkan

pandangan mayoritas ulama di permasalahan penting ini saat Allah

menyingkap,

“Tidaklah sama derajat seseorang diantara kalian yang berinfak sebelum

fatu makkah dan berperang. Mereka itulah orang-orang yang lebih tinggi

derajatnmya ketimbang mereka yang berinfak setelahnya (Fathu Makkah)

dan berperang.”

Kita boleh saja menjadi generasi belakangan, tetapi kita tidak boleh

menjadi generasi terbelakang disebabkan tidak mau berupaya sesuai apa


51

yang diusahakan generasi awal. Kita yang ditakdirkan menjadi generasi

akhiran harusnya menjadi generasi paling mutakhir dalam menemukan

inovasi-inovasi terbaru dalam beramal. Sehingga meski tidak bisa meraih

pahala yang sama, kita masih bisa mengulang perbuatan yang sama, kita

masih bisa mengulang perbuatan yang sama dengan cara-cara yang belum

pernah diperhitungkan oleh generasi pendahulu.

Dari titik inilah keberangkatan kita berikutnya, menuju besarnya upaya

dan usaha konkret untuk mewujudkan hafalan yang lancer bagai air yang

mengalir. Dari dasar inilah pemikiran saya berikutnya muncul, untuk

menguatkan langkah-langkah yang pasti, juga jauh, lagi amat berat, yang

mesti ditempuh oleh siapapun yang ingin dirinya lebih dekat dengan Al-

Qur`an dan memiliki pribadi Qur`ani.27

Setiap mukmin sejatinya menjelma cahaya yang menerangi

sekelilingnya, sebab menjadi mukmin adalah nikmat teragung yang

diberikan Allah azza wa jalla kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya,

maka dari itu sepatutnya ia memahami identitasnya dan berpegang teguh

pada Al-Qur‟an dan Sunnah, lalu bagaimanakah membangun pribadi yang

Qur‟ani ? Berikut uraiannya :

1. Luruskan Niat

Niat, atau yang dikenal sebagai "niyyah" dalam bahasa Arab,

memiliki peran yang sangat penting dalam Islam dan memiliki

pengaruh yang besar dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari.


27
Basyir Saihul, Seni Menjadi Bintang Al-Qur`an ala Sahabat. (Jakarta : PT Elex Media
Komputindo,2021), Hal. 164-166
52

Niat mencerminkan hasrat, tujuan, dan keikhlasan hati seseorang

dalam melakukan suatu perbuatan. Keadaan dan kemurnian hati

seseorang sangat menentukan seberapa cepat dan seberapa banyak

mereka akan menerima petunjuk dari Alquran, begitu mereka mulai

membaca, mempelajari dan merenungkannya. Ini adalah niat di

dalam hati mereka yang dengannya mereka mendekati Alquran yang

menjadi faktor penentu sepenting apakah kitab Agung ini menjadi

sumber petunjuk Ilahi bagi mereka, atau hanya mewujudkan

sepotong teks tertulis yang mereka baca untuk mendapatkan

informasi tentang Islam serta Nabi Muhammad, dan peristiwa-

peristiwa dalam sejarah Islam.

Niat adalah kunci. Tanpa memiliki niat, kkita tidak bisa

membuka pintu apa pun. Tanpa menggunakannya, kita hanya bisa

meraba etalase pintu. Sekalipun sudah digenggam, kunci itu haruslah

yang tepat, agar pintu bisa terbuka, agar pintu yang kita buka juga

tidak salah.

Begitu sederhananya analogi niat untuk seluruh amal. Begitu

pentingnya bab niat, banyak ulama yang menjadikan hadis tentang

niat yang masyur sebagai sepertiga agama. Sebagian lagi

mengatakan seperempat. Maknanya, jika amal ibadah kita tidak

memiliki niat sama sekali, maka sepertiga bobot amal tersebut hilang

atau jika niat kita yang salah, maka seperempat nilai amal kita tidak

berharga seperti yang selayaknya.


53

Jika begitu halnya pada amal ibadah secara umum, ingin

memiliki pribadi yang Qur`ani pun secara khusus menuntut jenis

niat yang lebih special. Bukan sembarang niat atau keinginan,

apalagi angan-angan. Bisa mengaplikasikan Al-Qur`an pada

kehidupan sehari-hari membutuhkan niat seribu mujahid, ditambah

niat seribu ahli ibadah, ditambah lagi niat seribu alim ulama.

Karakteristik itulah yang harus tertancap kuat dalam diri seseorang

yang hendak menjadikan dirinya memiliki pribadi Qur`ani.28

Seorang Syaikh di Madinah yang bernama Syekh Al-Akhdar

pernah berpesan tentang masalah niat, ia berkata “Berhati-hatilah

dengan niat dalam belajar. Berilmulah Karen ilmu itu sendiri. Bukan

karena yang lainnya. Kejarlah apa yang membuatmu bermanfaat di

sisi Allah, bukan apa yang hanya membuatmu bermanfaat di sisi

manusia. Sebab, mereka tidak dapat membuatmu cukup di sisi Allah.

Hanya Allah yang dapat menolong kamu, kunci benarnya amal ada

pada niat. Saat niat terpecah lebih dari satu, tidak aka nada yang

didapatkan.”

2. Membangun Rasa Cinta Terhadap Al-Qur`an dengan Tilawah

Rasa cinta berasal dari mengenal, lalu memahami. Begitu juga

dengan Al-Qur`an, menumbuhkan rasa cinta padanya adalah dengan

mengetahui keutamaan-keutamaannya baik di dunia maupun di

akhirat, membacanya secara konsisten setiap hari dengan target

28
Basyir Saihul, Seni Menjadi Bintang Al-Qur`an ala Sahabat. (Jakarta : PT Elex Media
Komputindo,2021), Hal. 96-97
54

tertentu disertai pemahaman akan menambah rasa cinta kita pada Al-

Qur`an.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengungkapkan dalam kitab

madarijus salikin bahwa cinta adalah kehidupan, sehingga orang

yang tidak memilikinya seperti orang mati. Cinta adalah cahaya, siapa

yang tidak memilikinya maka ia seperti di tengah lautan yang gelap

gulita. 29

Al Hasan al Basri berkata,”Sesungguhnya orang-orang sebelum

kalian menganggap al Qur`an adalah surat-surat dari Rabb mereka.

Pada malam hari, mereka selalu merenunginya, dan akan berusaha

mencarinya pada siang hari.”

Seandainya kita berpikir, sungguh ini merupakan keistimewaan

yang luar biasa. Allah Yang Maha Besar, Maha Tinggi, Raja Diraja,

mengkhususkan kitab (pembicaraan) dan kalamNya untuk manusia

yang penuh dengan kelemahan ini. Allah memberikan kepada mereka

kemuliaan untuk berbicara, berkomunikasi denganNya.

Al Imam Ibnul Jauzi berkata,”Seseorang yang membaca al Qur`an,

hendaknya melihat bagaimana Allah berlemah-lembut kepada

makhlukNya dalam menyampaikan makna perkataanNya ke

pemahaman mereka. Dan hendakya ia menyadari, apa yang ia baca

bukan perkataan manusia. Hendaknya ia menyadari keagungan Dzat

yang mengucapkannya, dan hendaknya ia merenungi perkataanNya.”

29
Melati Puspita Loka, “Konsep Cinta “ Studi Banding Pemikiran Ibnu Qayyim al-Jauziyah dan
Erich Fromm”, Syiga Qulub, Vol.3, No. 1,(Januari,2019)
55

Ibnu Shalah berkata,”Membaca al Qur`an merupakan sebuah

kemuliaan yang Allah berikan kepada hambaNya. Dan terdapat dalam

riwayat, bahwa para malaikat tidak mendapat kemuliaan ini, tetapi

mereka sangat antusias untuk mendengarkannya dari manusia.”

Kemuliaan ini akan lebih sempurna apabila disertai keikhlasan.

Karena ikhlas -sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Nawawi-

merupakan kewajiban utama bagi pembaca al Qur`an. Dan seharusnya

ia menyadari, bahwa dirinya sedang bermunajat kepada Allah.

Bukti terbesar cinta kepada al Qur`an, yaitu seseorang berusaha

untuk membaca, mehamami, merenungi dan memikirkan makna-

maknanya. Sebaliknya, bukti kelemahan cinta kepada al Qur`an atau

tidak cinta sama sekali, yaitu berpaling tidak merenungi maknanya..30

Ciri khas Al Qur‟an adalah membacanya baik lancar atau terbata-

bata dinilai ibadah. Berbeda dengan kitab lain. Pahala membaca Al

Qur‟an dihitung huruf per huruf sedangkan membaca kitab lain

tergantung niatnya. Tak hanya berpahala, ternyata juga menjauhkan

dari maksiat. Bagaimana bisa?

Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:

“Orang yang mahir membaca Al-Qur‟an, dia berada bersama para

malaikat yang terhormat dan orang yang terbata-bata di dalam

membaca Al-Qur‟an serta mengalami kesulitan, maka baginya dua

30
https://almanhaj.or.id/28315-meraih-cinta-allah-azza-wa-jalla-dengan-al-quran/ (Diakses pada 6
Januari 2024 pukul 11:38 WIB)
56

pahala,” [Potongan Hadits yang dikeluarkan oleh Imam Muslim dari

hadits Aisyah Radhiyallahu‟anha no. 244-(898), kitab Al-Musafirin

wa Qashruha, bab. 38]

“Barang siapa yang membaca satu huruf dari Kitabullah maka akan

memperoleh satu kebaikan. Setiap satu kebaikan akan dibalas dengan

sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan Alif Lam Mim itu satu

huruf, akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu

huruf.” (HR Tirmidzi)

Selain hadits di atas, Rasulullah SAW juga menyebut keutamaan

membaca Al Qur‟an dalam banyak hadits. Di antaranya:

1) Dari Abi Umamah ra. Ia berkata : “Aku mendengar

Rasulullah SAW bersabda, „Bacalah olehmu Al Qur‟an,

sesungguhnya ia akan menjadi pemberi syafaat pada hari

kiamat bagi para sahabatnya”. (HR Muslim). Yang dimaksud

sahabat Al Qur‟an adalah orang-orang yang senantiasa

berinteraksi dengannya. Baik itu membaca, menghafal,

mentadabburi, mengajarkan dan sebagainya. Orang-orang

yang dekat dengan Al Qur‟an ini kelak pada hari

penghitungan amal akan mendapat „bantuan‟ dari Al Qur‟an.

Ia akan datang menjadi saksi bagi kita.

2) Mempelajari Al Qur‟an dengan membacanya merupakan

sebaik-baik mukmin. Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baik


57

kalian adalah yang mempelajari Al Qur‟an dan yang

mengajarkannya”. (HR. Bukhari)

3) Membaca Al Qur‟an akan memberi Ketenangan pada Jiwa.

Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta‟ala di surat Ar-Ra‟d

ayat ke-28: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati

mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah,

hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram”.

Diantara dzikir yang paling utama adalah dengan membaca Al

Qur‟an.

4) membaca Al Qur‟an akan mendapat Rahmat serta Naungan

dari Malaikat

“Tidaklah suatu kaum berkumpul di suatu masjid, sedangkan

mereka membaca Al Qur‟an dan mempelajarinya kecuali akan

turun kepada mereka ketenteraman, mereka diliputi dengan

rahmat, malaikat mengelilingi mereka dan Allah menyebut-

nyebut mereka di hadapan makhluk yang ada di sisi-

Nya.” (HR. Muslim)

5) membaca Al Qur‟an bisa menjadi obat penawar hati.

Sombong, riya, ujub, su‟udzon dan semisalnya adalah

penyakit hati. Dengan membaca Al Qur‟an, penyakit hati

secara perlahan dapat dibersihkan. Hal ini sesuai dengan

hadits riwayat Imam Al-Baihaqi yang berbunyi: Dari

Abdullah bin Umar radhiyallahu anhu, Rasulullah SAW

bersabda,
58

“Sesungguhnya hati ini (bisa) berkarat sebagaimana besi

apabila terkena air.” Seorang sahabat bertanya, „Bagaimana

cara menghilangkan karat tersebut, wahai Rasulullah?‟ Beliau

menjawab: “Perbanyak dzikir dan membaca Al Qur‟an.“31

Seorang yang mencintai Al-Qur‟an akan tampak darinya

beberapa perkara: Pertama, hatinya senang bila berjumpa

(membaca) Al-Qur‟an. Kedua, duduk bercengkrama dengan

Al-Qur‟an dalam waktu yang lama tanpa rasa bosan. Ketiga,

rindu menggelora dalam hatinya bila ia jauh meninggalkan Al-

Qur‟an (lama tidak membaca Al-Qur‟an), dia akan berusaha

untuk bersama Al-Qur‟an. Keempat, mengikuti arahan dan

petunjuk Al-Qur‟an serta merujuk kepada Al-Qur‟an saat dia

memiliki problem dalam hidupnya, baik yang berskala kecil

maupun yang besar. Kelima, mengikuti perintah Al-Qur‟an

dan menjauhi larangannya.

Jika tanda-tanda di atas tampak dalam diri seorang, maka

rasa cinta terhadap Al-Qur‟an masih ada dalam hatinya. Tapi

jika tanda-tanda tersebut tidak ada dalam diri seorang, maka

rasa cintanya terhadap Al-Qur‟an telahsirna.32

3. Memperbanyak Doa kepada Allah Ta`ala

31
https;//www.darulfirah.com/2015/11/19/Pesantren-Tahfidz-Menjauhkan-Maksiat-dengan-Al
Qur'an/ Diakses tanggal 6 Januari 2024 pukul 22:44 WIB
32
https://islam.nu.or.id/ilmu-al-quran/4-cara-mencintai-al-qur-an-Vjqww/ (Diakses pada Ahad 7
Januari 2024 pukul 11:46 WIB)
59

Doa adalah sarana untuk memperoleh kekuatan dalam mencapai

tujuan hidup yang di tujukan kepada Allah. Bagi seorang yang

beriman, doa adalah rutinitas yang senantiasa dilakukan karena

menyadari sifat diri sebagai manusia yang lemah tanpa daya, kecuali

hanya dari kekuatan Allah.

Doa adalah ibadah yang agung dan amal shalih yang utama,

bahkan ia merupakan esensi ibadah dan subtansinya. Meminta hanya

kepada Allah dan bukan kepada makhluknya ialah wajib. Sebab, di

dalamnya orang yang meminta menampakkan ketundukan,

kerendahan, kebutuhan, kefakiran, serta pengakuan atas kemampuan

yang dimintai untuk mengangkat marabahaya darinya, memberikan

apa yang diminta, meraih manfaat dan menolak mudharat. Di

samping karena kerendahan dan rasa butuh seorang hamba tidaklah

layak ditujukan kecuali hanya kepada Allah, sebab itulah hakikat

sebuah ibadah.33

Nabi Muhammad adalah seorang manusia dengan karakteristik

manusiawi yang paling sempurna, seorang manusia dengan

kepintaran intelektual dan emosional paling tinggi, seorang manusia

dengan tingkat ketakwaan level teratas, tiada yang bisa menandingi

maqam ketakwaan beliau, masih diperintahkan oleh Allah azza wa

33
Khamsiatun (2015) Urgensi Doa Dalam Kehidupan. Jurnal Serambi Tarbawi, Vol 3,No 1,
Hal.1
60

jalla untuk meminta perlindungan ketika hendak membaca Al-

Qur`an34

“Maka jika kamu (Hai Muhammad) ingin membaca Al-Qur`an,

mintalah perlindungan Allah dari godaan setan yang terkutuk.

Sesungguhnya setan tidak memiliki kuasa untuk menganggu orang-

orang yang beriman dan senantiasa bertawakal kepada Tuhan

mereka. Sesungguhnya kuasa setan hanyalah berlaku pada mereka

yang berpaling dari-Nya dan pada mereka yang syirik dengan

Tuhannya.” (Qs. An-Nahl: 98-100)

Apalagi kita yang mudah sekali bosan, lupa, lalai, yang sedikit-

dikit capek, sedikit-dikit maksiat, sedikit-dikit lengah. Tentu lebih

wajib lagi untuk meminta dan memohon agar diberikan perlindungan,

kesabaran, dn ketegiuhan saat ingin dekat dengan Al-Quran.

4. Menjauhi Maksiat Sekecil Apapun

Menjauhi berbagai macam maksiat adalah langkah selanjutnya agar

memiliki pribadi Qur`ani, karena maksiat dapat membuat kita malas

baca Al- Qur`an, membuat kita malas mendengarkan nasehat-nasehat

dan melakukan kebaikan lainnya.

Sudah ma‟ruf perkataan Imam Syafi‟i di tengah-tengah kita

mengenai jeleknya hafalan karena sebab maksiat. Tulisan ini sebagai

ibrah bagi kita bahwa maksiat bisa mempengaruhi jeleknya hafalan

34
Basyir Saihul, Seni Menjadi Bintang Al-Qur`an ala Sahabat. (Jakarta : PT Elex Media
Komputindo,2021), Hal. 123
61

dan mengganggu ibadah kita karena cahaya Allah akan menjauh dari

pelaku maksiat..

Imam Syafi‟i rahimahullah pernah berkata,

“Aku pernah mengadukan kepada Waki‟ tentang jeleknya hafalanku.

Lalu beliau menunjukiku untuk meninggalkan maksiat. Beliau

memberitahukan padaku bahwa ilmu adalah cahaya dan cahaya

Allah tidaklah mungkin diberikan pada ahli maksiat.” (I‟anatuth

Tholibin, 2: 190).

Padahal Imam Syafi‟i sebenarnya orang yang hafalannya sungguh

amat luar biasa. Diriwayatkan dari Imam Asy Syafi‟i, ia berkata, “Aku

telah menghafalkan Al Qur‟an ketika berumur 7 tahun. Aku pun telah

menghafal kitab Al Muwatho‟ ketika berumur 10 tahun. Ketika

berusia 15 tahun, aku pun sudah berfatwa.” (Thorh At Tatsrib, 1: 95-

96). Sungguh luar biasa hafalan beliau rahimahullah.

Ketika itu Imam Syafi‟i mengadukan pada gurunya Waki‟. Beliau

berkata, “Wahai guruku, aku tidak dapat mengulangi hafalanku

dengan cepat. Apa sebabnya?” Gurunya, Waki‟ lantas berkata,

“Engkau pasti pernah melakukan suatu dosa. Cobalah engkau

merenungkan kembali!”

Imam Syafi‟i pun merenung, ia merenungkan keadaan dirinya,

“Apa dosa yang kira-kira telah kuperbuat?” Beliau pun teringat bahwa

pernah suatu saat beliau melihat seorang wanita tanpa sengaja yang

sedang menaiki kendaraannya, lantas tersingkap pahanya (ada pula


62

yang mengatakan: yang terlihat adalah mata kakinya) Lantas setelah

itu beliau memalingkan wajahnya.

Lantas keluarlah sya‟ir yang diucapkan di atas. Inilah tanda waro‟

dari Imam Asy Syafi‟i, yaitu kehati-hatian beliau dari maksiat. Beliau

melihat kaki wanita yang tidak halal baginya, lantas beliau menyebut

dirinya bermaksiat. Sehingga ia lupa terhadap apa yang telah ia

hafalkan.

Hafalan beliau bisa terganggu karena ketidak-sengajaan. Itu pun

sudah mempengaruhi hafalan beliau. Bagaimana lagi pada orang yang

senang melihat wajah wanita, aurat mereka atau bahkan melihat

bagian dalam tubuh mereka?!

Sungguh, kita memang benar-benar telah terlena dengan maksiat.

Lantas maksiat tersebut menutupi hati kita sehingga kita pun sulit

melakukan ketaatan, malas untuk beribadah, juga sulit dalam hafalan

Al Qur‟an dan hafalan ilmu lainnya.

Allah Ta‟ala berfirman,

ِ ‫َك َّّل بل را َن علَى قُلُوِبِِم ما َكانُوا يك‬


‫ْسبُو َن‬ َ َْ َ َ َْ
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka

usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS. Al Muthoffifin: 14).

Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata, “Yang dimaksudkan

dalam ayat tersebut adalah dosa di atas tumpukan dosa sehingga bisa
63

membuat hati itu gelap dan lama kelamaan pun mati.” (Tafsir Al

Qur‟an Al „Azhim, Ibnu Katsir, 14: 268).

Mujahid rahimahullah mengatakan, “Hati itu seperti telapak

tangan. Awalnya ia dalam keadaan terbuka dan jika berbuat dosa,

maka telapak tangan tersebut akan tergenggam. Jika berbuat dosa,

maka jari-jemari perlahan-lahan akan menutup telapak tangan

tersebut. Jika ia berbuat dosa lagi, maka jari lainnya akan menutup

telapak tangan tadi. Akhirnya seluruh telapak tangan tadi tertutupi

oleh jari-jemari.” (Fathul Qodir, Asy Syaukani, Mawqi‟ At Tafasir, 7:

442).

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Jika hati sudah semakin

gelap, maka amat sulit untuk mengenal petunjuk kebenaran.” (Ad

Daa‟ wad Dawaa‟,107.)

Al Fudhail bin „Iyadh berkata,

‫بقدر ما يصغر الذنب عندك يعظم عند هللا وبقدر ما يعظم عندك يصغر عند هللا‬

“Jika engkau menganggap dosa itu kecil, maka itu sudah dianggap

besar di sisi Allah. Sebaliknya, jika engkau mengganggap dosa itu

begitu besar, maka itu akan menjadi ringan di sisi Allah.”

Imam Ahmad berkata bahwa beliau pernah mendengar Bilal bin

Sa‟id menuturkan,
64

‫ال تنظر إىل صغر اخلطيئة ولكن انظر إىل عظم من عصيت‬

“Janganlah engkau melihat pada kecilnya dosa. Akan tetapi lihatlah

pada agungnya siapa yang engkau maksiati (yaitu Allah Ta‟ala).”35

Untuk itu, apabila kita ingin memiliki pribadi Qur`ani teruslah

untuk senantiasa menjauhi dan meninggalkan maksiat karena cahaya

Allah tidaklah mungkin diberikan pada ahli maksiat.

5. Istiqamah Dalam Kebaikan

Istiqomah adalah menempuh jalan (agama) yang lurus (benar)

dengan tidak berpaling ke kiri maupun ke kanan. Istiqomah ini

mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan (kepada Allah) lahir

dan batin, dan meninggalkan semua bentuk larangan-Nya. Inilah

pengertian istiqomah yang disebutkan oleh Ibnu Rajab Al Hambali.

Di antara ayat yang menyebutkan keutamaan istiqomah adalah firman

Allah Ta‟ala

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah

Allah” kemudian mereka istiqomah pada pendirian mereka, maka

malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan):

“Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih;

dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah

dijanjikan Allah kepadamu”.” (QS. Fushilat: 30)

35
https://rumaysho.com/2062-cahaya-allah-akan-jauh-dari-pelaku-maksiat.html/ (diakses pada
Ahad, 07 Januari 2024 pukul 8:46 WIB)
65

Yang dimaksud dengan istiqamah disini terdapat tiga pendapat di

kalangan ahli tafsir:

1) Istiqomah di atas tauhid, sebagaimana yang dikatakan oleh

Abu Bakr Ash Shidiq dan Mujahid.

2) Istiqomah dalam ketaatan dan menunaikan kewajiban Allah,

sebagaimana dikatakan oleh Ibnu „Abbas, Al Hasan dan

Qotadah.

3) Istiqomah di atas ikhlas dan dalam beramal hingga maut

menjemput, sebagaimana dikatakan oleh Abul „Aliyah dan As

Sudi. Dan sebenarnya istiqomah bisa mencakup tiga tafsiran

ini karena semuanya tidak saling bertentangan.

Ayat di atas menceritakan bahwa orang yang istiqomah dan teguh

di atas tauhid dan ketaatan, maka malaikat pun akan memberi kabar

gembira padanya ketika maut menjemput3

“Janganlah takut dan janganlah bersedih”

Mujahid, „Ikrimah, dan Zaid bin Aslam menafsirkan ayat tersebut:

“Janganlah takut pada akhirat yang akan kalian hadapi dan janganlah

bersedih dengan dunia yang kalian tinggalkan yaitu anak, keluarga,

harta dan tanggungan utang. Karena para malaikat nanti yang akan

mengurusnya.” Begitu pula mereka diberi kabar gembira berupa

surga yang dijanjikan. Dia akan mendapat berbagai macam kebaikan

dan terlepas dari berbagai macam kejelekan.

Zaid bin Aslam mengatakan bahwa kabar gembira di sini bukan


66

hanya dikatakan ketika maut menjemput, namun juga ketika di alam

kubur dan ketika hari berbangkit. Inilah yang menunjukkan

keutamaan seseorang yang bisa istiqomah.36

Di dalam kitab shahih Al-Bukhari disebutkan bahwa Rasulullah

bersabda, “Amal yang paling disukai Allah adalah yang istiqamah

meskipun sedikit.” (HR.Muslim 1830,al-Bukhari 1970, dari

Aisyah).37

6. Bergaul Dengan Teman Yang Shalih

Berkawan dengan orang shalih membawa dampak yang baik,

karena kawan itu akan mempengaruhi kawannya. Jika kawan itu

shalih akan membawa kepada kebaikan, sebaliknya jika kawan itu

buruk akan membawa kepada keburukan. Nabi Shallallahu „alaihi wa

sallam telah menjelaskan hal ini di dalam hadits shahih sebagaimana

riwayat berikut ini:

“Dari Abu Musa al-Asy‟ari Radhiyallahu anhu, dari Nabi

Shallallahu „alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Perumpamaan

kawan yang baik dan kawan yang buruk seperti seorang penjual

minyak wangi dan seorang peniup alat untuk menyalakan api (pandai

besi). Adapun penjual minyak wangi, mungkin dia akan memberikan

hadiah kepadamu, atau engkau membeli darinya, atau

engkau mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi,

36 https://rumaysho.com/731-kiat-agar-tetap-istiqomah-seri-1.html/ (Diakses pada Ahad 7


Januari 2024 pukul 12:08 WIB)
37
Habibilah Muhammad, Kiat Mudah Menghafal Quran. (Surakarta, Gazzamedia, 2011), Hal. 52
67

mungkin dia akan membakar pakaianmu, atau engkau mendapatkan

bau yang buruk”.

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa‟di menjelaskan hadits ini

dengan penjelasan yang gamblang dan panjang lebar. Beliau

rahimahullah berkata, “Hadits ini memuat anjuran untuk memilih

kawan-kawan yang shalih dan memperingatkan dari kebalikan

mereka (yakni kawan-kawan yang buruk). Nabi Shallallahu „alaihi wa

sallam membuat perumpamaan dengan dua perumpamaan ini. Beliau

Shallallahu „alaihi wa sallam menjelaskan bahwa seluruh keadaanmu

dengan kawan yang shalih senantiasa dalam keberuntungan dan

kebaikan. (Kawan shalih adalah) seperti penjual minyak wangi yang

engkau dapat manfaat dari minyak wanginya. Mungkin dengan cara

hadiah (gratis) atau dengan ganti (membeli darinya), atau minimal

dengan duduk bersamanya, engkau akan mendapat ketenangan

dengan bau harum minyak wangi.

Kebaikan yang akan diperoleh seorang hamba yang berteman

dengan orang yang shalih itu jauh lebih besar dan lebih utama

daripada minyak wangi yang semerbak aromanya. Karena

sesungguhnya, kawan yang shalih akan mengajarkan kepadamu hal-

hal yang bermanfaat bagimu dalam (urusan) agama dan duniamu.

Atau dia akan memberikan nasihat kepadamu. Atau dia akan

memperingatkanmu dari perkara yang akan mencelakakanmu. Kawan

yang shalih akan mendorongmu untuk mentaati Allâh Azza wa Jalla ,

berbakti kepada kedua orangtua, menyambung silaturahmi, dan


68

menunjukkan kekurangan-kekuranganmu. Dia juga mengajakmu

untuk berakhlak mulia, baik dengan perkataannya, perbuatannya, dan

keadaannya. Karena manusia itu memiliki tabiat mengikuti kawan

atau teman dekatnya. Tabiat dan ruh itu seperti tentara yang

berkumpul dengan sesamanya. Sebagian akan menggiring lainnya

menuju kebaikan atau keburukan.

Manfaat minimal yang akan didapatkan dari kawan yang shalih,

dan ini adalah manfaat yang tidak boleh diremehkan, yaitu dengan

berteman dengan orang shalih dia akan tercegah dari perbuatan buruk

dan kemaksiatan. Karena menjaga persahabatan, berlomba dalam

kebaikan, serta meninggalkan keburukan. Kawan yang shalih akan

menjagamu, baik disaat engkau ada di hadapannya atau ketika engkau

tidak ada di hadapannya. Kecintaan dan doanya akan memberikan

manfaat kepadamu, baik di saat hidupmu maupun setelah matimu.

Dia juga akan membelamu karena hubungannya denganmu dan

kecintaannya kepadamu (berkaitan dengan) perkara-perkara yang

engkau tidak bisa membelanya sendiri. Demikian juga kawan yang

shalih akan menghubungkanmu dengan pekerjaan-pekerjaan atau

orang-orang yang akan memberi manfaat kepadamu.38

Langkah selanjutnya menuju cita-cita luhur itu adalah dengan

menemukan teman yang mau berjuang bersama-sama dari awal

38
https://almanhaj.or.id/6786-berkawan-dengan-orang-shalih.html (Diakses pada Ahad 7 Januari

2024 pukul 12:17 WIB)


69

meskipun banyak hal yang terjadi, karena dengan adanya teman yang

shalih akan meningkatkan semangat dan mengembalikan niat pada

tempat yang semula. Bertemanlah dengan seseorang yang memiliki

niat dan azam yang sama yang jika bersamanya membuat mesin

motivasi kita tetap mengepul panas.

C. Hambatan Dan Tantangan Memiliki Pribadi Qur`ani

Proses mendidik diri agar memiliki pribadi Qur'ani tidak selalu berjalan

mulus dan seringkali dihadapi oleh berbagai hambatan atau tantangan.

Beberapa di antaranya termasuk:

1. Dosa dan Maksiat

Hal yang membuat hidup terasa sempit adalah karena kita seringkali

menerjang batasan-batasan yang sudah Allah larang dengan kemaksiatan,

Allah subhanahu wa ta`ala berfirman:

“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka

sesungguhnya banginya penghidupan yang sempit.” (Qs. Thahaa: 124)

Dosa dan Maksiat akan menjadikan diri seseorang selalu mengalami

kesulitan dan kesusahan, jangankan menjadikan diri memiliki pribadi

Qurani untuk membacanya saja, orang yang bermaksiat akan mengalami

kesulitan. Entah rasa malas kah ataupun hal lainnya.

Penulis pernah mendengar dari seorang Guru, ia mengatakan

bahwa “Bisa jadi bukan kita yang tidak mau membaca Al-Qur`an, tetapi

Al-Qur`an yang tidak mau dibaca oleh kita. Bisa jadi bukan kita yang tidak
70

mau dekat dengan Al-Qur`an, akan tetapi Al-Qur`an yang tidak mau

didkati oleh kita yang suka berbuat maksiat.”

Dampak dari maksiat akan selalu merugikan, baik di dunia

maupun di akhirat bagi setiap pelakunya. Maka, jika kita ingin memiliki

pribadi Qur`ani, waji untuk kita untuk menjauhi maksiat sekecil apa pun.

2. Terlalu Mementingkan Urusan Dunia

Islam menganjurkan keseimbangan dalam menyikapi kehidupan dunia

dan akhirat. Tidak berlebihan pada dunia, sebaliknya juga tidak berlebihan

pada akhirat. Dalam surat Al-Qashash ayat 77 Allah swt. berfirman,

‫َح ِسن‬ ِ َ ‫صيب‬ ِ ِ ِ


ْ ‫ك م َن ٱلدُّنْيَا ۖ َوأ‬ َ َ‫نس ن‬َ َ‫َّار ْٱلءَاخَرَة ۖ َوَال ت‬ َ ‫ٱَّللُ ٱلد‬
َّ ‫ك‬ َ ‫يمآ ءَاتَٰى‬
َ ‫َوٱبْتَ ِغ ف‬
ِِ ُّ ‫ٱَّللَ َال ُُِي‬
َّ ‫ض ۖ إِ َّن‬
‫ين‬
َ ‫ب ٱلْ ُم ْفسد‬ َ ‫ٱَّللُ إِلَْي‬
ِ ‫ك ۖ َوَال تَ ْب ِغ ٱلْ َف َس َاد ِِف ْٱْل َْر‬ َّ ‫َح َس َن‬ْ ‫َك َمآ أ‬
“Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu

(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan

bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada

orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan

janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah

tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa akhirat memang telah

disediakan sebagai tempat kembali, namun sebelumnya manusia juga

ditakdirkan hidup di dunia. Dengan begitu, sebagaimana akhirat harus

dipersiapkan, dunia juga harus dijadikan tempat mempersiapkan hidup di

akhirat kelak
71

Dalam sebuah ungkapan dikatakan bahwa dunia adalah ladang akhirat

(ad-dunya mazra‟at al-akhirah). Maksudnya adalah bagaimana kita harus

bersikap terhadap dunia untuk menjadikannya sebagai ladang di mana kita

menanam berbagai amal baik untuk dipanen nantinya di akhirat. Jika amal

yang kita tanam berasal dari bibit yang kurang baik, kita harus bersiap

memanen hasil yang kurang baik. Sebaliknya jika yang kita tanam berasal

dari bibit yang baik, maka kita akan bergembira dengan hasil yang baik

pula di akhirat kelak. Allah berfirman, “Siapa yang mengerjakan kebaikan

seberat dzarrahpun dia akan melihat (balasan)nya. Siapa yang

mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun dia akan melihat (balasan)nya

pula.”

3. Ketidak konsistenan diri

Kesulitan untuk menjaga konsistensi dalam melakukan ibadah dan

kebaikan lainnya akanmenghabat diri seseorang untuk mencapai

tujuannya. Karena seseorang yang suksek harus senantiasa konsisten

dalam hal apapun

Dari Aisyah Radhiyallahu Anhu berkata: bahwa Rasulullah shallallahu

alaihi wa sallam bersabda : “Tingkatkanlah amalmu dengan baik, atau

lebih dekatlah kepada kebaikan, dan bergembiralah, karena amal

seseorang tiada dapat memasukkannya ke surga.” Tanya para sahabat,

“Amal Anda juga begitu, ya Rasulullah?‟ Jawab Rasulullah, “Amalku

juga begitu. Tetapi Allah melimpahiku dengan rahmat-Nya. Dan

ketahuilah, bahwa amal yang paling disukai Allah adalah amal yang
72

dikerjakan secara terus-menerus walaupun sedikit.” (HR. Bukhari,

Muslim dan Nasa‟i).

Melakukan perbuatan baik itu tidak semudah membalikan telapak

tangan. Apalagi dilakukan secara terus menerus, semua itu butuh proses

dan pembiasaan. Dan dilakukan setahap demi setahap, sama dengan

membangun benteng diri yang kokoh. Ibaratkan seperti menabung,

sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit. Inilah amalan yang dicintai Allah,

melakukan amalan yang terus menerus meski hanya sedikit. Maka, jika

seseorang yang tidak konsisten terhadap dirinya itu akan menjadi

penghambat terhadap segala sesuatu, Karena amal yang dilalakukan secara

terus menerus walaupun sedikit akan menghasilkan sesuatu yang besar.

4. Lingkungan yang Tidak Mendukung

Pengaruh Negatif pada lingkungan yang tidak mendukung akan selalu

menjadi penghambat bagi seseorang yang menginginkan perubahan seperti

teman-teman yang selalu mengajak kepada keburukan atau media yang

tidak mempromosikan nilai-nilai islami.

Pengaruh lingkngan pun selalu sukses menjadikan seseorang berubah,

entah dalam kebaikan maupun keburukan Meskipun menghadapi

tantangan ini sedikit berat, akan tetapi dengan kesungguhan, ketekunan,

dan dukungan dari lingkungan yang positif dapat membantu seseorang

melewati rintangan-rintangan tersebut dan terus berusaha mendidik diri

agar memiliki pribadi Qur'ani.


73

5. Tantangan Teknologi dan Media

Pengaruh media digital yang kuat dapat mempengaruhi persepsi dan

nilai-nilai, seringkali dengan cara yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Hal ini dipengaruhi oleh eksternal seperti media massa, budaya

populer, dan gaya hidup modern yang seringkali menawarkan norma-

norma yang tidak selaras dengan ajaran Islam. Paparan terhadap informasi

yang tidak selektif dapat membentuk persepsi dan nilai-nilai yang

bertentangan dengan prinsip-prinsip Qur'an, menciptakan ketegangan

internal pada individu yang berusaha memelihara identitas Islam mereka.


BAB lV

PENUTUPAN

Sebagai penutup karya tulis ini, penulis akan sertakan kesimpulan serta saran-

saran yang diperoleh berdasarkan pengkajian penulis terhadap uraian demi uraian.

Kesimpulan

A. Kesimpulan
Setiap jiwa yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Tapi bukan

berarti kesucian dari lahir itu meniadakan upaya untuk membangun dan

menjaganya, justru karena telah diawali dengan fitrah, jiwa itu harus

dijaga dan dirawat kesuciannya dan selanjutnya dibangun agar menjadi

pribadi yang islami.

Untuk mengenal diri sendiri kita perlu memahami tentang

kepribadian Qur`ani yang baik sehingga kita tidak dapat membantu kita

untuk mengendalikan hawa nafsu, memiliki pribadi yang kuat, dan

menjaga diri dari perilaku yang menyimpang.

Di zaman modern ini banyak sekali perilaku yang menyimpang

dari ajaran islam, sebagai muslim aeharusnya kita tidak melupakan

pedoman hidup kita yang sebenenarnya yaitu Al-Qur`an dan Sunnah. Al-

Qur`an adalah Firman Allah Subhanahu Wa Ta`ala yang diturunkan

melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sallallahu alaihi

wasallam untuk dijadikan petunjuk, pegangan, dan pedoman hidup bagi

umat manusia dalam mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup baik

74
75

di dunia maupun di akhirat. Dan Al-Qur`an merupakan sebaik-baiknya

bacaan bagi orang mukmin, baik dikala senang maupun susah, dikala

gembira maupun sedih.

Bagi orang mukmin, Al-Qur`an merupakan kitab suci yang sangat

diagungkan karena didalamnya terdapat nilai yang penting untuk dijadikan

suri tauladan. Al-Qur`an menjadi sarana paling utama untuk merintis,

memulai dan menjalani kehidupan sebaik-bainya.

Dalam merangkai perjalanan konsep mendidik diri untuk memiliki

pribadi Qur`ani, dapat diambil bebrapa kesimpulan penting yaitu:

1. Identitas Islami yang Kuat.

Konsep mendidik diri menuju pribadi Qur'ani membantu

membangun identitas Islami yang kokoh. Melalui pemahaman

mendalam terhadap ajaran-ajaran Al-Qur'an, individu mampu

menjaga akar keislaman mereka di tengah arus pengaruh eksternal

yang mungkin merusak nilai-nilai Islam.

2. Keseimbangan antara Dunia dan Akhirat

Konsep ini merangkul prinsip keseimbangan antara

kebutuhan dunia dan persiapan untuk kehidupan akhirat.

Mempertahankan ketaqwaan dan integritas moral tidak lagi

menjadi konflik, melainkan menjadi landasan kuat untuk meraih

kesuksesan dunia dan kebahagiaan akhirat.

3. Mengamalkan Nilai-Nilai Qur'ani dalam Tindakan


76

Pribadi Qur'ani tidak hanya menjadi konsep teoretis, tetapi

juga sebuah realitas yang diimplementasikan dalam tindakan

sehari-hari. Individu yang mengikuti konsep ini mampu

menjadikan nilai-nilai Al-Qur'an sebagai panduan dalam setiap

langkah hidupnya.

4. Kesungguhan dalam Menjalani Hidup

Pribadi Qur'ani menciptakan kesungguhan dalam menjalani

hidup dengan penuh makna. Individu yang memiliki pribadi

Qur'ani mampu menghadapi berbagai ujian dan cobaan dengan

keteguhan iman, optimisme, dan kesabaran yang bersumber dari

keyakinan pada ajaran-ajaran Qur'an.

Dengan demikian, konsep mendidik diri untuk memiliki pribadi

Qur'ani bukan sekadar suatu ide, melainkan sebuah panduan hidup yang

memberikan arah dan makna dalam perjalanan kehidupan. Kesimpulan ini

memberikan gambaran tentang bagaimana pribadi Qur'ani bukan hanya

menjadi tujuan akhir, tetapi juga proses perjalanan yang terus berkembang

sepanjang kehidupan. Proses ini memerukan waktu, ketekunan, dan

kesabaran, tetapi melalui langkah-langkah ini, dapat memperkuat akar

keislamannya dan memancarkan cahaya nilai-nilai Qur`ani dalam

kehidupan sehari-hari.

B. Saran
Mendidik diri agar memiliki pribadi Qur'ani adalah sebuah perjalanan

spiritual yang memerlukan kesadaran, tekad, dan serangkaian langkah


77

konkret. Berikut adalah beberapa saran yang dapat membantu individu

dalam merintis dan menjalani perjalanan ini:

1. Tetap konsisten dalam ibadah dan kebaikan

2. Membangun Lingkungan Sosial yang Positif

3. Berkomunikasi dengan Allah melalui Doa

4. Mengendalikan diri dari hawa nafsu

5. Mengamalkan setiap apa yang dipelajari dari Al-Qur`an

6. Dan untuk generasi selanjutnya yang akan mengerjakan Karya

Tulis Ilmiah, jangan menunda-nunda untuk mengerjakannya karena

semangat tidak semangat tetap harus dibereskan, beres atau tidak

tetap harus sidang.


78

DAFTAR PUSTAKA

A. Al-Qur`an

Kemenag RI, (2019). Al-Qur`an dan terjemahnya.

B. Hadits

Seluruh teks hadits dan terjemahan dalam karya tulis Ilmiah ini dikutip

dari software yang disesuaikan dengan hadits terjemahan.

B. Buku

Mujib, Teori Kepribadian Persfektif Islam (Jakarta: Rajagrafindo

Persada,2017) Hal. 212

Basyir Saihul, Seni Menjadi Bintang Al-Qur`an ala Sahabat. (Jakarta : PT

Elex Media Komputindo,2021), Hal. 80

Habibilah Muhammad, Kiat Mudah Menghafal Quran. (Surakarta,

Gazzamedia, 2011), Hal. 52

M. Sukardjo dan Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan Konsep dan

Aplikasinya, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 10.

Sitiatava Rizema Putra, Metode Pengajaran Rasulullah , (Yogyakarta:

DIVA Press, 2016), hlm. 15-16

Suprayogo Imam, Spirit Islam Menuju perubahan dan Kemajuan.

(Bandung : Puripustaka,2018), Hal. 108


79

C. Jurnal

Khamsiatun (2015) Urgensi Doa Dalam Kehidupan. Jurnal Serambi

Tarbawi, Vol 3,No 1, Hal.1

Melati Puspita Loka, “Konsep Cinta “ Studi Banding Pemikiran Ibnu

Qayyim al-Jauziyah dan Erich Fromm”, Syiga Qulub, Vol.3, No.

1,(Januari,2019)

Pranowo, “Mendidik Calon Pendidik”, Jurnal Cakrawala Pendidikan,

no.3 (Desember 2017), Hal. 1

D. Website

https://kbbi.web.id/mendidik ( Diakses pada Jum‟at 27 Oktober 2023

pukul 14.08 WIB)

https://www.sumberpengertian.id/pengertian-konsep-secara-umum-dan-

menurut-para-ahli/ (Diakses pada Jum‟at 27 Oktober 2023 pukul

14.20 WIB)

https:// smkwidyanusantara.sch.id/read/5/pendidikan-karakter-pengertian-

fungsi-tujuan-dan-urgensinya/ (Diakses pada kamis 16 November

pukul 21.04 WIB)

https;//ww.gurupendidikan.co.id/pengertian-kepribadian/ (Diakses pada

Selasa, 2 Januari 2024 pukul 16:43 WIB)

https://almanhaj.or.id/28315-meraih-cinta-allah-azza-wa-jalla-dengan-al-

quran/ (Diakses pada 6 Januari 2024 pukul 11:38 WIB)


80

https://islam.nu.or.id/ilmu-al-quran/4-cara-mencintai-al-qur-an-Vjqww/

(Diakses pada Ahad 7 Januari 2024 pukul 11:46 WIB)

https://smkwidyanusantara.sch.id/read/5/pendidikan-karakter-pengertian-

fungsi-tujuan-dan-urgensinya/ (Diakses pada kamis 16 November

pukul 21.04 WIB)

https:// islamweb.net/Tarbiyah Dzâtiyah Mendidik Diri Sendiri; Mengapa/

(Diakses pada 15 Desember 2023 pukul 20:30 WIB)

https://islam.nu.or.id/ilmu-al-quran/4-cara-mencintai-al-qur-an-Vjqww/

(Diakses pada Ahad 7 Januari 2024 pukul 11:41 WIB)

https;//www.syaamilquram.com/Pribadi-Qurani/ (Diakses pada Selasa 2

Januari 2024 pukul 16:35 WIB)

https;//Islamic-economics.uii.ac.id/Bersikap Seimbang untuk Dunia dan

Akhirat/ (Diakses pada tanggal 27 Desember pukul 20:28 WIB)

https://rumaysho.com/2062-cahaya-allah-akan-jauh-dari-pelaku-

maksiat.html/ (diakses pada Ahad, 07 Januari 2024 pukul 8:46

WIB)

https://rumaysho.com/731-kiat-agar-tetap-istiqomah-seri-1.html/

(Diakses pada Ahad 7 Januari 2024 pukul 12:08 WIB)

https://almanhaj.or.id/6786-berkawan-dengan-orang-shalih.html (Diakses

pada Ahad 7 Januari 2024 pukul 12:17 WIB)


81

https://binaqurani.sch.id/memuliakan-orang-tua/ (Diakses pada Ahad 7

Januari 2024 pukul 12:37 WIB)

https;//analisadaily.com/berita/arsip/2014/10/kepribadian-qurani/ (Diakses

pada Selasa 2 Januari 2024 pukul 17:00

https;//www.darulfirah.com/2015/11/19/Pesantren-Tahfidz-Menjauhkan-

Maksiat-dengan-Al Qur'an/ Diakses tanggal 6 Januari 2024 pukul

22:44 WIB

https://pusatislam.uma.ac.id/2017/10/07/Mendidik-Diri-Sendiri/ (Diakses

pada kamis 16 November pukul 21.18 WIB)

https://hamiddarmadi.blogspot.com/2018/07/ Mendidik-Mengajar-

Membimbing-dan-Melatih/ (Diakses pada 16 November pukul

22.12 WIB)

https://alamtara.co/2022/03/24/mendidik-diri-sendiri/ (Diakses pada kamis

16 November pukul 21.10 WIB)

https://alamtara.co/2022/03/24/mendidik-diri-sendiri/ (Diakses pada 23

Desember 2023 pukyul 13:20 WIB)

https://kbbi.web.id/mendidik (Diakses pada 16 November pukul 22.18

WIB)

http://repository.iainkudus.ac.id/10468/5/5.%20BAB%20II.pdf (diakses

pada 27 desember 2024 pukul 13:23 WIB)


82

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas

Nama : Lu`lu Ilmaknun Awaliah

Tempat tanggal Lahir : Garut, 05 Januari 2006

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Kp. Tipar Rt/Rw 02/03 Des. Wanajaya

Kec. Wanaraja Kab. Garut 44183

Nama Ayah : Yantaryana

Nama Ibu : Rosidah Juariah

E-mail : luluilmaknunawaliah@gmail.com

B. Riwayat Pendidikan

1. Paud : Paud Mekar Jaya Bandung (2011-2012)

2. SD : SDN. Sindangratu IV Garut (2012-2018)

3. MTs : MTs. Persis 212 Kudang (2018-2021)

4. MA : MA. Persis 212 Kudang (2021-2024)

C. Pengalaman Berorganisasi

1. Sie. Keamanan RG-UG 212 Kudang (2019-2020)

2. Sie. Pendidikan RG-UG 212 Kudang (2020-2021)

3. Sie. Kebersihan MA. Persis 212 Kudang (2021-2022)

4. Sie Keamanan MA. Persis 212 Kudang (2022-2023)

Anda mungkin juga menyukai