Anda di halaman 1dari 58

ETIKA BERHIAS BAGI WANITA DALAM AL-QUR’AN

SURAT AL-AHZAB AYAT 33 MENURUT TAFSIR


IBNU KATSIR

PAPER
Disusun untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan Mu’allimin
Pesantren Persatuan Islam 212 Kudang

Disusun oleh:

ALIFA NUR ARIPIAH

NIS: 1312320501082100366

PESANTREN PERSATUAN ISLAM 212 KUDANG WANARAJA-

GARUT

2023-2024
LEMBAR PERSETUJUAN

ETIKA BERHIAS BAGI WANITA DALAM AL-QUR’AN


SURAT AL-AHZAB AYAT 33 MENURUT TAFSIR
IBNU KATSIR
PAPER

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Akhir Tingkat Mu’alimin

Disusun oleh:

Alifa Nur Aripiah

NIS: 1312320501082100366

Disetujui,

Pembimbing Biro Paper

Laila Latifah Anshari, S.Pd Fajar Azhari M.Pd . I


LEMBAR PENGESAHAN

Karya Tulis initelah diujikan pada hari. Dan dinyatakan

LULUS

Garut,

Pesantren Persis 212 Kudang Wanaraja

Pembimbing Biro Paper

Laila Latifah Anshari, S.Pd Fajar Azhari, M.Pd.I

Penguji 1 Penguji 2

………………… …………………....

Mudirul Mu‘alimin Mudirul‘Am

Beni Hamzah Taufik, S.H.I Drs. Budiman


MOTTO

“Passion is the key to succes”

“Allah tidak membebani hamba-Nya kecuali dengan kesanggupannya”

Paper ini penulis persembahkan untuk,


Mamah dan Bapak
Asatidz dan Asatidzah MA Persis Kudang
Adik-adikku
Teman-temanku
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala Rabb semesta

alam yang telah melimpahkan rahmat dan karunia kepada setiap hamba-

Nya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpah kepada Nabi

Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah membawa umat

manusia dari kehidupan jahiliyyah menuju kehidupan islamiyah, serta

keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang berpegang teguh

mengikuti jejak langkahnya sampai hari kiamat.

Alhamdulillah atas kasih sayang Allah kepada hamba-Nya, yang selalu

memberikan penulis kesehatan, kekuatan, kesempatan dan kemampuan

sehingga penulis dapat menyelesaikan PAPER ini. Adapun penyusunan

paper ini yang berjudul “ETIKA BERHIAS BAGI WANITA DALAM

AL-QUR’AN SURAT AL-AHZAB AYAT 33 MENURUT TAFSIR

IBNU KATSIR”. Merupakan salah satu tugas akhir yang harus dilengkapi

di tingkat Mu’allimin Persis 212 Kudang Wanaraja Garut.

Penyusunan PAPER ini tidak lepas dari do’a, dukungan, bantuan dan

semangat dari berbagai pihak. Maka dari itu, penulis ingin menghaturkan

“Jazakumullah Khairan Katsiran” kepada semua pihak yang terlibat dalam

penyelesaian PAPER ini, diantarnya:

1. Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan kesehatan jasmani

dan rohani serta pertolongan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan PAPER ini.

i
2. Diri saya sendiri Alifa Nur Aripiah, yang telah berjuang dan bertahan

sampai detik ini, mampu melewati berbagai cobaan-cobaan, mampu

berdamai dengan keadaan, berjuang dengan keras untuk tercapainya

impian-impian. Selalu berusaha menjadi lebih baik, mampu

menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya, mampu mengerjakan

tugas-tugas sekolah dengan baik.

3. Kedua orang tua yang selalu mendo’akan, memberikan motivasi,

dorongan serta dukungan yang tidak henti-hentinya demi kelancaran

dan kesuksesan penulis dalam menyelesaikan PAPER.

4. Al-Ustadz Drs. Budiman, selaku Mudirul ‘Am Pesantren Persatuan

Islam 212 Kudang Wanaraja Garut.

5. Al-Ustadz Beni Hamzah Taufik,S.HI, selaku Mudir Mu’allimin

Pesantren Persatuan Islam 212 Kudang Wanaraja Garut.

6. Bu Laila Latifah Anshari, S.Pd, selaku pembimbing, terima kasih selalu

memberikan bantuan, arahan, dan selalu memantau. Membimbing

dengan penuh kesabaran demi terselesainya PAPER ini.

7. Bu Narti Winarti, S.Pd.I, selaku wali kelas, terima kasih atas motivasi

dan dorongannya.

8. Seluruh jajaran Asatidz/asatidzah MA PERSIS 212 KUDANG yang

telah memberikan ilmu serta berbagi pengalaman kepada kami.

9. Fajriyah adik pertama saya yang paling nyebelin tapi saya sayangi,

Khalisa si anak bungsu yang selalu ceria, sumber kebahagiaan bagi

penulis. Zainab si anak kritis yang selalu menanyakan sesuatu hal

kepada penulis, Mush’ab si anak jail tapi gemesin. Terima kasih telah

ii
hadir di hidup saya, terima kasih selalu menjadi penghibur, selalu

menularkan keceriaan, teman bermain dan belajar. Terima kasih atas

suka dan dukanya semoga kalian sehat selalu.

10. Untuk ubil, ina, uci, awa, amey dan wawa, terima kasih telah menjadi

teman saya selama 3 tahun di sekolah. Terima kasih atas suka dan

dukanya, keceriaanya, kebersamaannya, candaanya. Terima kasih kalian

telah rela menjadi teman saya. Semoga kalian sehat selalu dan

pertemanan ini bisa langgeng untuk selamanya.

11. Terima kasih kepada Salwa, Suci, dan Lisna yang selalu bertukar

referensi, meminjamkan fasilitas bagi penulis dan telah membantu

dalam penyusunan PAPER ini.

12. Kelompok satu bimbingan, Lisna, Alifa Anjini, Silfi dan Salsabilah

yang sama-sama berjuang dalam menyelesaikan PAPER.

13. Kepada OXIIGENZ (kelas XII B), terima kasih atas suka dan dukanya,

atas keceriaannya, atas kebersamaannya selama 3 tahun. Semoga kelak

kita bisa menjadi orang-orang yang sukses dunia dan akhirat.

14. Kepada pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu

persatu.

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala membalas segala amal mereka

yang telah membantu penulis, semoga Allah membalas kebaikan

mereka dengan kebaikan yang berlipat ganda. Semoga menjadi amal

ibadah dan semoga selalu dalam lindungan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Aamiin.

iii
Penulis menyadari bahwa penulisan maupun isi PAPER masih jauh

dari kata sempurna, dikarenakan keterbatasan ilmu yang penulis miliki.

Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diperlukan demi kebaikan dan

kesempurnaan PAPER ini. Semoga karya tulis ini bermanfaat sebagai

pengalaman bagi penulis juga bermanfaat bagi pembacanya khususnya

bagi penulisnya. Aamiin

Garut, Januari 2024

penulis

Alifa Nur Aripiah

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
MOTO
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 4
D. Metode Penulisan ....................................................................................... 5
E. Sistematika Penulisan ................................................................................ 5
BAB II : LANDASAN TEORI ............................................................................. 7
A. Pengertian Etika Berhias ........................................................................... 7
B. Pengertian Wanita ..................................................................................... 8
C. Macam-macam etika berhias persfektif budaya ................................... 10
D. Biografi Ibnu Katsir................................................................................. 13
E. Penafsiran Surat Al-Ahzab Ayat 33 Menurut Tafsir Lain .................. 20
BAB III : PEMBAHASAN ................................................................................. 24
A. Hukum Berhias ........................................................................................ 24
B. Macam-macam Etika Berhias dalam Islam .......................................... 25
C. Tren berhias modern dan kesesuaiannya dengan ajaran Islam .......... 34
D. Penafsiran Al-Qur’an Surat Al-Ahzab Ayat 33 Menurut Tafsir Ibnu
Katsir ................................................................................................................ 38
BAB IV : PENUTUP ........................................................................................... 45
A. Kesimpulan ............................................................................................... 45
B. Saran ......................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 47
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... 49

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Islam adalah agama yang mengedepankan keindahan. Bagaimana tidak,

Islam itu memuat ajaran-ajaran yang indah, baik indah secara lahir maupun

indah secara batin. Hal itu diperkuat pula oleh sabda Rasulullah saw.,:

َّ‫يلَّ حُِيبََّّا جْله هم ه‬


‫ال‬ ِ‫اَللَّ ه‬
َّ ‫َج‬ ِ
‫إنََّّ َّه‬
“ Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan”.(H.R. Bukhari).

Allah itu maha indah, oleh sebab itu Allah menurunkan wahyu kepada

Rasulullah saw. Berupa ajaran-ajaran yang indah dalam bentuk syari‟at

Islam. Allah pun menghendaki ummat (ummat manusia pada umumnya)

untuk memperindah diri dengan berhias.1

Menyukai kecantikan dan keindahan bukanlah sesuatu hal yang salah.

Karena, itu merupakan salah satu fitrah yang dimiliki setiap wanita. Wanita

selalu ingin tampil cantik merupakan nikmat yang Allah berikan kepada

para wanita. Tetapi, sering kali para wanita salah memaknai kecantikan

yang sebenarnya dan menganggap bahwa kecantikan hanya pada fisik.

Sebab, tidak sedikit wanita yang bangga menampakkan kecantikan kepada

yang bukan mahramnya.

Setiap insan pasti menyukai keindahan terutama wanita dalam berhias

diri. Wanita yang berakal sehat selalu ingin berpenampilan baik, baik secara

1 Supriyadi, 2017. Pintu-pintu Hikmah, (Jakarta: Quanta). hal 46

1
2

Islami maupun secara norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat.

Namun, banyak wanita yang salah kaprah, mereka berhias ketika keluar

rumah, sedangkan ketika di rumahnya mereka mengabaikan penampilan

mereka.

Dalam lingkup kajian Islam, permasalahan tentang wanita selalu

menjadi kontoversi. Salah satu ajaran dan aturan dalam agama Islam adalah

tentang berpakaian dan berhias. Sejumlah jawaban dan respon telah

diterima, namun tidak cukup untuk menuntaskan masalah. Dapat dikatakan

bahwa isu tentang wanita merupakan masalah yang kompleks.

Guna mendapatkan predikat cantik, seorang wanita pun berhias.

Bahkan, tidak sedikit diantara mereka yang mengambil jalan pintas,

misalnya dengan melakukan operasi plastik. Lebih ironis lagi kecantikan

yang mereka perjuangkan itu hanya untuk dipamerkan di hadapan laki-laki

yang bukan mahram mereka, bukan di hadapan suami mereka. 2

Padahal, kecantikan seseorang terpancar dengan sendirinya bukan

diukur dari bagaimana dia berhias diri. Karena, kecantikan lahir bathin

seseorang hanya dapat dilihat oleh Allah swt, kecantikan seseorang akan

terpancar karena keimanannya, bagaimana menjaga kehormatannya dan

seberapa cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya.

Islam tidak melarang seorang wanita untuk tampil rapi, wangi dan

menarik. Justru tampil menarik dan berhias atau bersolek sangat di anjurkan

bagi kaum muslimah, selama ia berhias dalam jalur yang benar dan halal,

2 Abdul Syukur Al-azizi,2015. Buku lengkap fiqh wanita, (Yogyakarta: DIVA press).hal 340
3

seperti berhiasnya seorang wanita untuk menyenangkan hati suaminya.

Oleh karena itu, untuk menjaga agar tidak terjerumus ke dalam

kemungkaran, maka seorang wanita harus memperhatikan adabnya.3

Di dalam Al-Qur’an terdapat aturan-aturan berhias bagi wanita salah

satunya Q.S. Al-Ahzab ayat 33. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

‫اهلييَّ ية ْاَلُو ىٰل واَقيمن َّ ي‬


‫وقَر َن يِف ب ي وتي ُك َّن وََل تََبَّجن تََبُّج ا ْْل ي‬
َّ ‫ْي‬
َ‫الزىكوة‬ َْ ‫الص ىلوةَ َواىت‬ َْ َ ْ َ َ َ َ ْ َ َ ْ ُُ ْ ْ َ
‫ت َويُطَ يٰهَرُك ْم‬‫الرجس اَ ْهل الْب ي ي‬ ‫واَ يطعن ىاّلل ورسولَهٗ ايََّّنَا ي يري ُد ى ي ي‬
ْ َ َ َ ْ ‫ب َعْن ُك ُم ٰي‬
َ ‫اّللُ ليُ ْذه‬
ٰ ُْ ْ ُ َ َ َٰ َ ْ َ
‫تَطْ يه ًْْيا‬
“Tetaplah (tinggal)di rumah-rumahmu dan janganlah berhias (dan
bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu. Tegakkanlah salat,
tunaikanlah zakat, serta taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah
hanya hendak menghilangkan dosa darimu, wahai ahlulbait dan
membersihkan kamu sebersih-bersihnya”.(Q.S. Al-Aḥzāb [33]:33)
Ayat di atas menjelaskan bolehnya berhias akan tetapi harus mengetahui

bagaimana etika berhias yang diperbolehkan dalam Islam, salah satunya

tidak boleh tabarruj (berlebih-lebihan). Fittrah wanita memang suka berhias

diri,Islam pun memperbolehkan wanita untuk berhias diri selama tidak

membangkitkan syahwat atau menarik perhatian laki-laki yang bukan

mahramnya.

Di zaman modern ini, budaya barat sangat mempengaruhi masyarakat

khususnya wanita Islam, hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Islam

sangat mempengaruhi baik dari cara berpakaian, berhias, bergaul, dan yang

lainnya yang bertentangan dengan ajaran Islam.

3Reski Saputri,’’Etika Berhias Wanita Muslimah dalam Q.S AL-AHZAB [33]:33’’,Vol.1 No.1
(Mei 2021),hal 44.
4

Islam telah memberikan penegasan terhadap kaidah berhias, dan juga

telah memberikan batasan-batasan dalam berhias sebagaimana yang

terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 33. Dari permasalahan

tersebut ,penulis merasa perlu menyampaikan bagaimana etika berhias bagi

wanita yang diperbolehkan dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 33. oleh

karena itu, penulis mengangkat judul “ETIKA BERHIAS BAGI

WANITA DALAM AL-QUR’AN SURAT AL-AHZAB AYAT 33

MENURUT TAFSIR IBNU KATSIR”.

B. Rumusan Masalah

Dari Latar belakang masalah diatas, penulis membuat rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tren berhias modern dan kesesuainnya dengan ajaran

Islam?

2. Bagaimana etika berhias wanita dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab

ayat 33 menurut tafsir Ibnu Katsir?

C. Tujuan Penulisan

Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis memiliki tujuan diantaranya

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tren berhias modern dan kesesuainnya dengan

ajaran Islam.

2. Untuk mengetahui etika berhias bagi wanita dalam Al-Qur’an surat

Al-Ahzab ayat 33 menurut tafsir Ibnu Katsir.


5

D. Metode Penulisan

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode

deksriptif analisi. Dalam penelitian ini melakukan kajian pustaka (libray

research) Metode yang di gunakan dalam menyusun paper ini adalah

Metode keperpustakaan yaitu dengan jalan mencari referensi dari naskah-

naskah tertulis,koran,surah,arsip,buku, dan teks lainnya yang di butuhkan.

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematka penulisan, paper yang penulis susun adalah sebagai

berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan penulisan,

Metode penulisan dan Sistematika penulisan.

BAB II: LANDASAN TEORI

Kajian teoritis yang meliputi pengertian etika berhias, pengertian

wanita, etika berhias bagi wanita persfektif budaya, tren berhias modern dan

kesesuainnya dengan ajaran Islam, biografi Ibnu Katsir, perbandingan

penafsiran Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 33 menurut tafsir lain.

BAB III: PEMBAHASAN

Pembahasan yang meliputi etika berhias bagi wanita dalam Al-

Qur’an surat Al-Ahzab ayat 33 menurut tafsir Ibnu Katsir.


6

BAB IV: PENUTUP

Simpulan dan saran


BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Etika Berhias


1. Pengertian Etika

Secara etimologi kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos dan

ethikos, ethos yang berarti sifat, watak, adat, kebiasaan, tempat yang baik.

Ethikos berarti susila, keadaban, atau kelakuan dan perbuatan yang baik.

Sedangkan secara termininologis etika berarti pengetahuan yang membahas

baik-buruk atau benar-tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta

sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban manusia. Jadi, etika adalah suatu

ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia,

mana yang dinilai baik dan mana yang dinilai buruk dengan

memperlihatkan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat dicerna akal

pikiran.4

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) etika diartikan sebagai

ilmu tentang hak dan kewajiban. Dalam bahasa Arab etika disebut akhlak

yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. 5

Etika merupakan diskursus mengenai tingkah laku manusia dalam

mengoptimalkan interaksi sosial. Manusia diperlihatkan atas baik atau

buruk dan benar atau salah. Etika pun dalam Islam dikaitkan dengan

perbuatan benar dan baik berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadits. Maka

dari itu, setiap umat Islam dapat merealisasikan kehendak baiknya dengan

4
Assyifaun Nadia Khoiriyah,” Etika Berhias Menurut Al-Qur’an
(Kajian Tafsir Tematik)”Skripsi UIN Sultan Maulana Hasanuddin, hal.16
5
Ahmad Faruqi,” Etika Berhias Bagi Wanita Menurut Al-Qur’an Surat Al-Ahzab Ayat:
33”.Laporan hasil penelitian STIQNIS Sumenep (2020) hal.10

7
8

berpedoman pada Al-Qur’an untuk merekontruksi nilai-nilai etis dalam

kehidupan.6

2. Pengertian Berhias

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), berhias diartikan usaha

memperelok diri dengan pakaian ataupun lainnya yang indah-indah,

berdandan dengan dandanan yang indah dan menarik.7

Secara terminologi, berhias dapat diartikan sebagai upaya setiap orang

untuk memperindah diri dengan berbagai busana, asesoris, ataupun dengan

zat-zat (make-up) yang dapat memperelok diri bagi pemakaiannya sehingga

memunculkan kesan indah bagi yang menyaksikan serta menambah rasa

percaya diri untuk suatu tujuan tertentu. 8

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa yang di maksud

dengan etika berhias adalah suatu upaya yang dilakukan oleh seorang

wanita untuk memperindah diri baik dari pakaian, perhiasan, atau alat

kecantikan lainnya yang sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dan

disyari’atkan dalam Islam.

B. Pengertian Wanita

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) wanita adalah orang

(manusia) yang mempunyai puka (kodrat) dapat menstruasi, hamil,

melahirkan, dan menyusui. Secara terminologi, wanita adalah kata yang

umum digunakan untuk menggambarkan perempuan dewasa. Secara

6
Muhamad Yoga Firdaus.” Etika Berhias Perspektif Tafsir Al-Munir: Sebuah Kajian Sosiologi”,
Jurnal Penelitian Ilmu Ushuluddin Vol. 1 No. 2 (April 2021).hal.107
7
H.Aminudin Harjan Syuhada,2021.Akidah Akhlak Madrasah Aliyah Kelas XI,(Jakarta:PT Bumi
Aksara).hal.88.
8
Ibid hal.88.
9

etimologi wanita berdasarkan asal bahasanya tidak mengacu pada wanita

yang ditata atau diatur oleh lelaki.

Menurut Moenawar Chalil dalam bukunya yang berjudul “Nilai

Wanita” menjelaskan bahwa perempuan, yang disebut juga wanita, putri,

istri, ibu, adalah sejenis makhluk dari bangsa manusia yang halus kulitnya,

lemah sendi tulangnya dan agak berlainan bentuk dan susunan tubuh laki-

laki.

Sedangkan menurut Kartono (1992) bahwa seorang wanita harus

memiliki beberapa sifat khas kewanitaannya yang layak dituntut dan disorot

oleh masyarakat luas antara lain:keindahan, kerendahan hati, dan

memelihara.

Sementara menurut Backer (1993) istilah wanita ditunjukkan untuk

menyatakan seorang gadis yang telah matang secara emosi dan afeksi serta

telah memiliki kebebasan untuk menentukan cita-cita dan tujuan hidupnya.

Menurut Ibraham (2005) mengatakan bahwa wanita adalah seorang

manusia yang memiliki tendensi feminim yang mengandung daya tarik

kecantikan.

Maka dapat disimpulkan bahwa wanita adalah seorang gadis

mengandung daya tarik kecantikan dan memiliki sifat keibuan yang

telah mencapai usia dewasa dan telah dapat memiliki kematangan

secara emosi dan afeksi serta memiliki sifat-sifat khas kewanitaan.


10

C. Macam-macam etika berhias persfektif budaya

Etika berhias persfektif budaya dapat bervariasi tergantung pada nilai-

nilai, norma, dan tradisi yang ada dalam budaya tertentu. Berikut adalah

beberapa etika berhias persfektif budaya:

a. Kesopanan: Setiap budaya memiliki standar kesopanan yang berbeda dalam

berhias. Misalnya, dalam beberapa budaya mengenakan pakaian yang

terlalu terbuka atau aksesoris yang mencolok dianggap tidak sopan,

sementara dalam budaya lain, hal tersebut mungkin lebih diterima. Penting

untuk memahami dan menghormati standar kesopanan yang berlaku dalam

budaya tertentu.

b. Simbolisme: Berhias dalam budaya sering kali melibatkan penggunaan

simbol-simbol yang memiliki makna khusus. Misalnya, dalam beberapa

budaya, warna-warna tertentu atau aksesoris tertentu dapat memiliki makna

religius, sosial, atau budaya yang dalam. Penting untuk memahami

simbolisme yang terkait dengan berhias dalam budaya tertentu dan

menghormati makna yang terkandung di dalamnya.

c. Tradisi dan adat istiadat: Budaya sering kali memiliki tradisi dan adat

istiadat yang terkait dengan berhias. Misalnya, dalam beberapa budaya, ada

ritual khusus yang harus diikuti sebelum atau saat berhias, atau ada aturan

khusus mengenai jenis pakaian atau aksesoris yang digunakan dalam acara-

acara tertentu. Penting untuk menghormati dan mengikuti tradisi dan adat

istiadat yang berlaku dalam budaya tersebut.

d. Konteks sosial: Etika berhias juga dapat dipengaruhi oleh konteks sosial

dalam budaya tertentu. Misalnya, dalam beberapa budaya, berhias secara


11

berlebihan atau mencolok dapat dianggap sebagai tindakan yang tidak

pantas dalam situasi formal atau resmi. Penting untuk memahami dan

menghormati norma-norma sosial yang berlaku dalam budaya tersebut. 9

Etika berhias bagi wanita persfektif budaya sangat bervariasi di seluruh

dunia. Berikut adalah beberapa contoh persfektif budaya yang berbeda

terkait etika berhias bagi wanita:

a. Budaya Timur Tengah: Dalam beberapa budaya Timur Tengah, seperti Arab

dan Iran, etika berhias bagi wanita sering kali melibatkan pemakaian hijab

atau kerudung untuk menutupi rambut dan bagian tubuh tertentu.

Pemakaian pakaian yang longgar dan tidak terlalu mencolok juga dihargai.

b. Budaya Asia Timur: Di beberapa budaya Asia Timur, seperti Jepang dan

Korea, etika berhias bagi wanita sering kali menekankan kebersihan dan

kesederhanaan. Pemakaian make-up yang ringan dan natural, serta pakaian

yang sopan dan tidak terlalu mencolok, dianggap sebagai norma.

c. Budaya Barat: Dalam budaya Barat, seperti Amerika Serikat dan Eropa,

etika berhias bagi wanita sering kali lebih bebas dan individualistik. Wanita

memiliki kebebasan untuk memilih gaya berhias yang sesuai dengan

kepribadian dan prefensi mereka. Namun, ada juga standar sosial yang

mengatur apa yang dianggap pantas dan sopan dalam berhias.

d. Budaya Afrika: Di berbagai budaya Afrika, etika berhias bagi wanita

seringkali melibatkan penggunaan kain tradisional yang berwarna cerah

dan aksesoris yang mencolok. Pemakaian perhiasan dan riasan yang

menonjolkan keindahan alami juga dihargai. 10

9
https://m.questionai.com/app-share. Diakses pada 21 November 2023 pada pukul 19:27 WIB.
10
https://m.questionai.com/app-share. Diakses pada 21 November 2023 pada pukul 19:33 WIB.
12

Berikut adalah macam-macam etika berhias dalam budaya:

1. Berhias dalam berpakaian

1) Sesuai dengan tujuan, situasi, dan kondisi lingkungan

Maksudnya adalah harus berpakaian sesuai dengan tujuan kita

ingin berpakaian, contohnya jika ingin sekolah gunakan seragam

sekolah bukan pakaian untuk tidur, renang,pesta, dan lain-lain.

Apabila suhu diluar sangat dingin maka gunakanlah jaket yang

tebal, bukan memakai pakaian yang tipis. 11

2) Tampak rapih, bersih dan ukurannya pas

Pakaian yang dipakai sebaiknya pakaian yang telah dicuci

bersih, disetrika rapih, dan jika dipakai tidak kebesaran dan tidak

kekecilan. Karena pakaian yang kotor merupakan penyakit bagi diri

sendiri maupun bagi orang disekitar.12

3) Tidak mengganggu orang lain

Seharusnya memakai pakaian biasa-biasa saja tidak

mengganggu aktivitas maupun kenyamanan orang lain. Misalnya

menggunakan gaun wanita dengan ekor puluhan meter sangat tidak

pantas jika kita gunakan di tempat umum.13

11 Ibid hal.17
12
Ibid hal.17
13
Ibid hal.17
13

D. Biografi Ibnu Katsir

Nama kecil Ibnu Katsir adalah Isma‟il. Nama lengkapnya adalah Imad

ad-Din Abu al-Fida Isma‟il Ibnu Amar Ibnu Katsir Ibnu Zarra’ al-Quraisy

al-Syafi‟I alDimasiqi. Ia lahir di desa Mijdal yang masuk dalam wilayah

Bashra, sehingga pada dirinya diletakkan predikat al-Bushra. Demikian pula

predikat al-Dimisiqi sering diletakkan pada dirinya. Hal ini mungkin karena

Bushra termasuk wilayah Damaskus. Sementara itu peletakan predikat al-

Syafi‟i pada akhir namanya, ingin menunjukkan bahwa Ibnu Katsir sejak

kecil diasuh, dibimbing dan di besarkan dalam lingkungan Madzhab

Syafi‟i.

Beliau lahir di desa Mijdal dalam wilayah Bushra (Basrah) pada tahun

700 H/1301 M.(Namun dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat yaitu

pada tahun 701 H/1302 M ). Ayahnya Shihab ad-Din Abu Hafsh Amar Ibn

Katsir Ibn Dhaw Ibn Zara’ al-Quraisyi’, yang merupakan seorang khatib di

kota Basrah. Ayahnya meninggal pada saat usia beliau masih 4 tahun.

Kemudian beliau diasuh oleh kakaknya, Syaikh ‘Abdul Wahhab dan dialah

yang mendidik beliau di usia dininya. Kemudian beliau pindah ke

Damaskus, tepatnya di negri syam yang dijaga pada tahun 706 H, ketika

beliau berusia 5 tahun.14

Di bawah bimbingan kakak kandungnya, Ibnu Katsir mulai meniti

karir keilmuannya untuk pertama kali di Damaskus. Kegiatan mencari ilmu

ini dilakukan beliau dengan serius dan intens dibawah pembinaan dan

pendidikan ulama terkemuka pada masanya. Di masa pemerintahan Dinasti

14
Ibid hal.24
14

Mamluk dimana Ibnu Katsir hidup, pusat-pusat studi Islam seperti masjid-

masjid, madrasah-madrasah berkembang pesat. Selain di Damaskus beliau

juga belajar di Mesir dan mendapat ijazah dari para ulama di sana.

Selain di bidang keilmuan, Ibnu Katsir juga terlibat dalam urusan

kenegaraan. Aktivitasnya dalam bidang ini yaitu seperti pada akhir tahun

741 H, beliau ikut dalam penyelidikan yang akhirnya menjatuhkan

hukuman mati atas Sufi Zindik yang menyatakan tuhan pada dirinya (hulul).

Tahun 752 H, beliau berhasil menggagalkan pemberontakan Amir

Baibughah ‘Urs, pada masa Khalifah Mu’tadid. Bersama ulama lainnya,

pada tahun 759 H Ibnu Katsir pernah diminta Amir Munjak untuk

mengesahkan beberapa kebijaksanaan dalam memberantas korupsi, dan

peristiwa kenegaraan lainnya.

Dalam menjalani kehidupan yang panjang beliau didampimgi istri

yang bernama Zainab (puri Mizzi) yang masih sebagai gurunya. Setelah

menjalani kehidupannya selama 74 tahun Ibnu Katsir wafat pada tanggal

26 Sya’ban 774 H bertepatan dengan bulan Februari 1373 M pada hari

Kamis.

Para ahli meletakan beberapa gelar keilmuan kepada Ibnu Katsir

sebagai kesaksian atas kepiawaiannya dalam beberapa bidang keilmuan

yang ia geluti yaitu:

a. Al-Hafidzh, orang yang mempunyai kapasitas hafal 100.000 hadits,

matan maupun sanad

b. Al-Muhaddits, orang yang ahli mengenai hadits riwayat dan dirayah,

dapat membedakan cacat atau sehat, mengambilnya dari imam-


15

imamnya, serta dapat menshahihkan dalam mempelajari dan

mengambil faedahnya.

c. Al-Faqih, gelar bagi ulama ahli dalam ilmu hukum Islam namun

tidak sampai pada mujtahid.

d. Al-Mu’arrikh, seorang yang ahli dalam bidang sejarah atau

sejarawan.

e. Al-Mufassir, seorang yang ahli dalam bidang tafsir yang menguasai

beberapa peringkat berupa Ulum Al-Qur’an dan memenuhi syarat-

syarat mufassir.

Diantara lima predikat tersebut, al-hafidzh merupakan gelar yang

paling sering disandangkan pada Ibnu Katsir. Ini terlihat pada penyebutan

namanya pada karya-karyanya atau ketika menyebut pemikirannya.

1. Guru-guru Ibnu Katsir

Ibnu Katsir dibesarkan di kota Damaskus. Disana beliau banyak

menimba ilmu dari para ulama di kota tersebut, salah satunya adalah Burhan

al-Din al-Fazari (660-729 H) yang merupakan guru utama Ibnu Katsir,

seorang ulama terkemuka dan penganut madzhab syafi’i.

Dalam bidang hadits, beliau belajar dari ulama Hijaz dan mendapat

ijazah dari Alwani serta meriwayatkannya secara langsung dari Huffadz

terkemuka di masanya, seperti Syaikh Najm al-Din ibn al-Asqalani dan

Syihab al-Din yang lebih dikenal dengan sebutan Ibnu al-Syahnah.15

Dalam bidang sejarah, peranan al-Hafizh al-Birzali (w.730 H)

sejarawan dari kota Syam. Dalam mengupas peristiwa-peristiwa, Ibnu

15
Ibid hal.27
16

Katsir mendasar pada kitab Tarikh karya gurunya tersebut. Berkat al-Birzali

dan Tarikh nya, Ibnu Katsir menjadi sejarawan besar yang karyanya sering

dijadikan rujukan utama dalam penulisan sejarah Islam.

Dari Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah (661-728 H) Ibnu Katsir belajar

tentang tafsir dan ilmu tafsir. Hal ini dilakukan pada usia 11 tahun setelah

Ibnu Katsir menyelesaikan hafalan Al-Qur’annya kemudian dilanjutkan

mempelajari ilmu qiro’at, sehinggga metode penafsiran Ibnu Taimiyyah

menjadi acuan pada penulisan tafsir Ibnu Katsir. 16

2. Karya Ibnu Katsir

Sebagai seorang ilmuwan dan pakar dalam segala bidang, tentu Ibnu

Katsir banyak menghasilkan karya -karya, akan tetapi sebagian besar dari

karyanya adalah dalam bidang hadits yaitu:

a. Kitab jami’ al-Masanid wa al-Sunan, yaitu kitab koleksi Musnad dan

Sunan, yang terdiri dari delapan jilid, yang didalamnya berisi nama-

nama para sahabat yang meriwayatkan hadits yang terdapat dalam

Musnad Ahmad bin Hambal yang ia susun sesuai dengan huruf alfabet.

b. Al-Kutub al-Sittah (enam koleksi hadits)

c. At-Takmilah Fi Ma’rifat al-Siqat Wa ad-Du’afa wa al-Mujahal

(penyempurna untuk mengetahui para periwayat yang terpercaya, lemah

dan kurang dikenal).Yang disusun dengan jumlah lima jilid.

d. Al-Mukhtasar (Ringkasan), dari Muqaddimah li Ulum al-Hadits karya

Ibnu Salah(w.642 H/1246 M)

16
Ibid hal.27
17

e. Adillah al-Tanbih li Ulum al-Hadits, sebuah kitan hadits yang lebih

dikenal dengan al-Ba’is al-Hasis.17

Adapun dalam bidang sejarah Ibnu Katsir menelorkan karya:

a. Qasas al-Anbiya (Kisah-kisah para Nabi)

b. Al-Bidayah wa Nihayah (awal dan akhir). Kitab ini adalah kitab yang

banyak dijadikan referensi ahli sejarah dan sangat penting, metode

penulisan yang dilakukan Ibnu Katsir dalam menyusun kitab ini

termasuk metode yang ulung, yang menunjukan kedalaman ilmu beliau.

Adapun metodenya dibagi menjadi dua bagian pembahasan besar,

pertama, Ibnu Katsir memuat sejarah-sejarah kuno dengan memulai dari

penciptaan sampai masa kenabian Muhammad Saw. Kedua, Ibnu Katsir

memulainya dari sejarah Islam pada masa periode Nabi Muhammad

Saw. Di Mekkah sampai pada pertengahan abad ke-8 H.

c. Al-Fusul fi Sirah al-Rasul (jabaran yang berkaitan dengan sejarah

Rasul).

d. Tabaqat al-Syafiyah (pembagian kelompok-kelompok ulama yang

bermazhab Syafi’i).

e. Manaqib Al-Imam Al-Syafi’i (kurikulum Vitee Imam Syafi’i).

Adapun dalam bidang tafsir beliau mempersembahkan kepada generasi

Islam saat ini dengan karyanya Tafsir al-Qur’anul al-Azim atau yang lebih

dikenal dengan Tafsir Ibnu Katsir, dan kitab tafsir ini merupakan satu-

satunya karya beliau dalam bidang tafsir yang terdiri dari empat jilid yang

di cetak oleh Maktabah As-Saffah dan Maktabah Misr/ Dar Misr li-at-

Jul Hendri,” IBN KATSIR (Telaáh Tafsir al-Quránnul Azim Karya Ibn Katsir) Vol. XIV,No.2,
17

Desember 2021. Hal. 244.


18

Tiba’ah Mesir dan terdiri dari delapan jilid yang di cetak oleh Maktabah

Darul Hadits Mesir yang mana pada pembahasan kitab tafsirnya akan

dibahas secara khusus sesuai dengan judul makalah ini.18

Dalam penelusuran kitab-kitabnya, bahwa Ibnu Katsir merencanakan

penulisan sebuah kitab Fikih (Kitab al-Ahkam) yang didasarkan pada Al-

Qur’an dan Hadits, namun karya besar itu baru selesai sampai bab Haji.

Meskipun karya-karya Ibnu Katsir dalam bidang Fikih tidak secemerlang

karya-karya di bidang Hadits dan Sejarah, tetapi kenyataannya tidak

menghalangi para ulama untuk mencantumkan gelar al-Faqih karena

kupasan-kupasan Fiqhiyahnya baik dalam kitab Tafsir, Hadits maupun

fatwa-fatwanya membuktikan kelayakan untuk mendapat gelar tersebut. 19

3. Corak dan Metode Penafsiran

Ibnu Katsir menyusun tafsirnya dengan berdasarkan sistematika tertib

ayat dan surat dalam mushaf Al-Qur’an yang dalam bahasa arabnya disebut

dengan tartib mushafi, secara rinci kandungan dan urutan tafsir yang terdiri

dari empat jilid ini adalah sebagai berikut:

1) Jilid pertama berisi tafsir surat Al-Fatihah sampai dengan surat An-Nisa.

2) Jilid kedua berisi tafsir surat Al-Maidah sampai dengan surat An-Nahl.

3) Jilid ketiga berisi tafsir surat Al-Isra’ sampai dengan surat Yasin.

4) Jilid keempat berisi tafsir surat As-Shafat sampai dengan surat An-Nas.

Tafsir Ibnu Katsir ini dapat juga dikelompokkan dalam bentuk corak al-

laun wa al-ittijah atau tafsir bi al-maksur atau tafsir bi al-riwayah. Karena

dalam tafsir ini banyak menggunakan hadits riwayat, ru’yul assahabat wa

18
Ibid hal.245
19
Ibid hal.33-34
19

tabi’in (pendapat para sahabat dan tabi’in), akan tetapi juga terkadang Ibnu

Katsir dalam menafsiri juga menggunakan rasio atau penalaran ketika

menafsirkan ayat.

Manhaj atau metode yang dipakai oleh Ibnu Katsir dalam menafsiri Al-

Qur’an masuk dalam kategori metode analitis (Manhaj Tahlili) ini

disebabkan karena Ibnu Katsir menafsirkan ayat demi ayat secara analitis

menurut urutan mushaf Al-Qur’an, akan tetapi juga metode Ibnu Katsir ini

juga termasuk dalam kategori semi tematik (Maudu’i), dikarenakan ketika

menafsiri ayat ia mengelompokkan ayat-ayat yang masih dalam satu

konteks pembicaraan ke dalam satu tempat atau beberapa ayat. Lalu

kemudian menampilkan ayat-ayat lain yang terkait untuk menjelaskan ayat

yang sedang di tafsirkan tersebut. Maka dapat ditarik benang merah

langkah-langkah yang ditempuh Ibnu Katsir dalam tafsirnya. 20

a. Menyebutkan ayat yang ditafsirkan, kemudian menfsirkannya dengan

bahasa yang mudah dan ringkas, jika kemungkinan, ia menjelaskan ayat

tersebut dengan ayat yang lain, kemudian membandingkannya sehingga

makna dan maksudnya jelas.

b. Mengemukakan hadits-hadits atau riwayat yang marfu’(yang

disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw, baik dalam hal sanadnya

yang bersambung ataupun tidak, yang sekiranya hal itu berhubungan

dengan ayat yang sedang di tafsirkan juga ia pun sering menjelaskan

antara hadits atau riwayat yang dapat dijadikan argumentasi dan tidak

tanpa mengabaikan pendapat para sahabat, tabi’in dan ulama salaf.

20
Ibid hal.246
20

c. Ia menjelaskan pendapat para ulama tafsir atau ulama sebelumnya,

dalam hal ini Ibnu Katsir terkadang menentukan pendapat yang paling

kuat diantara pendapat para ulama yang di kutipnya, atau

mengemukakan pendapatnya sendiri. 21

E. Penafsiran Surat Al-Ahzab Ayat 33 Menurut Tafsir Lain


1. Menurut Tafsir Al-Azhar

Al-Ahzab ayat 33

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

َّ ‫اهلييَّ ية ْاَلُْو ىٰل َواَقي ْم َن‬


َ‫الص ىلوة‬ ‫وقَر َن يِف ب ي وتي ُك َّن وََل تََبَّجن تََبُّج ا ْْل ي‬
َ َ َ َ ْ َ َ ْ ُُ ْ ْ َ
‫الزىكوةَ واَ يطعن ىاّلل ورسولَهٗ ايََّّنَا ي يري ُد ى ي ي‬ ‫ي‬
‫ب َعنْ ُك ُم‬
َ ‫اّللُ ليُ ْذه‬
ٰ ُْ ْ ُ َ َ َٰ َ ْ َ َّ ‫ْي‬ َْ ‫َواىت‬
‫َّالرجس اَ ْهل الْب ي ي‬
‫ت َويُطَ يٰهَرُك ْم تَطْ يه ًْْيا‬ ْ َ َ َ ْ ‫ٰي‬
Artinya:“Tetaplah (tinggal) di rumah-rumahmu dan janganlah
berhias (dan bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu.
Tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, serta taatilah Allah dan
Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah hanya hendak menghilangkan dosa
darimu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-
bersihnya”. (Q.s.Al-Aḥzāb [33]:33).

”Tetaplah tinggal di rumah-rumahmu” artinya sebaiknya istri-istri Nabi

memandang bahwa rumahnya adalah tempat tinggal yang aman dan

tentram. Disanalah terdapat mawaddan dan rahmatan, yaitu cinta dan kasih

sayang.22

“Dan janganlah berhias seperti orang-orang jahiliyah dahulu”, karena

wanita zaman jahiliyah dahulu jika berhias menampakkan kecantikannya,

menonjolkan apa yang dia punya, berhias agar orang lain tertarik

21
Ibid hal 247
22
Prof. DR. Hamka, 1990. Tafsir Al-Azhar,(Singapore: Kerjaya Printing Industries Pte Ltd)
hal.5710
21

kepadanya. Jika pedoman Nabi telah diterima, iman telah bersarang dalam

dada maka berhiaslah secara Islam.

Inilah pedoman pokok yang diberikan oleh Allah dan Rasul kepada istri

Nabi dan setiap wanita yang beriman. Meskipun pangkal ayat ini

dikhususkan kepada istri Nabi, bukan berarti bahwa perintah dan peringatan

ini hanya khusus kepada istri Nabi saja, tetapi untuk semua wanita. 23

Dalam ayat ini tidak dijelaskan mengenai bentuk pakaian bangsa apa

yang harus dipakai, yang menjadi pokok adalah “jangan berhias secara

jahiliyah” melainkan berhiaslah menurut garis kesopanan Islam.

“Dan dirikanlah olehmu shalat dan tunaikanlah zakat serta ta’atlah

kepada Allah dan Rasul-Nya”. Ketika shalat, zakat, melaksanakan perintah

Allah dan Rasul-Nya dan menjauhi larangan-Nya maka akan sangat besar

pengaruhnya kepada cara berpakaian dan berhias.

“Sesungguhnya Allah hanya hendak menghilangkan dosa darimu,

wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”. Jika ta’at

kepada Allah dan Rasul-Nya semata-mata hanya karena-Nya, pasti akan

berbekas kepada sikap sehari-hari. Termasuk kepada cara berpakaian, maka

ditunjukkanlah kepada seluruh istri Nabi, keluarga Nabi, yang disebutnya

dengan ahlulbait atau ahli rumah. Rumah yang dimaksud adalah rumah

Nabi, keluarga Nabi, orang-orang yang siang malam berdekatan dengan

Nabi. Sebaiknya pada diri merekalah lebih dahulu orang melihat teladan

yang baik dan dalam kebersihan hidup. “Bersih sebenar-benarnya bersih”

terutama bersih hati sanubari, dan bersih terhadap sifat buruk apapun. 24

23
Ibid hal. 5710
24
Ibid hal 5711
22

2. Menurut Tafsir Al-Misbah

Al-Ahzab ayat 33

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

‫اهلييَّ ية ْاَلُو ىٰل واَقيمن َّ ي‬ ‫وقَر َن يِف ب ي وتي ُك َّن وََل تََبَّجن تََبُّج ا ْْل ي‬
َْ ‫الص ىلوَة َواىت‬
‫ْي‬ َْ َ ْ َ َ َ َ ْ َ َ ْ ُُ ْ ْ َ
‫ب َعْن ُك ُم ٰي‬ ‫الزىكوةَ واَ يطعن ىاّلل ورسولَهٗ ايََّّنَا ي يري ُد ىاّلل ليي ْذ ي‬
‫س اَ ْه َل‬َ ‫ج‬
ْ ‫الر‬ َ ‫ه‬ ُ ُٰ ْ ُ ْ ُ َ َ َٰ َ ْ َ َّ
‫َّالْب ي ي‬
‫ت َويُطَ يٰهَرُك ْم تَطْ يه ًْْيا‬ َْ
Artinya:“Tetaplah (tinggal) di rumah-rumahmu dan janganlah
berhias (dan bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu.
Tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, serta taatilah Allah dan
Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah hanya hendak menghilangkan dosa
darimu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-
bersihnya”. (Q.s.Al-Aḥzāb [33]:33).

Lafadz “qarar” banyak ulama menyebutkan bahwa huruf qad dibaca

kasrah yakni qirna. Namun, Ibnu Atthiyyah dalam memahami qirna

memberi kemungkinan berasal dari lafadz “waqar” yakni wibawa dan

hormat. Maksud lafadz ini berarti adanya perintah untuk berada di rumah

karena akan mengundang kebiwaan dan kehormatan wanita. 25

Lafadz “tabarrajna dan tabarruj” berasal dari kata “baraja” yang artinya

tampak dan meninggi. Maksudnya yaitu ada larangan bertabarruj, yang

berarti menampakkan perhiasan yang biasanya tidak ditampakkan kecuali

kepada suami oleh wanita yang baik atau memakai sesuatu yang tidak wajar,

seperti berdandan berlebihan atau berjalan berlenggak-lenggok. Karena

akan dikhawatirkan mengundang decak kagum laki-laki yang akan

menimbulkan rangsangan atau mengakibatkan gangguan yang usil. 26

25
M. Quraish Shihab, 2002.Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an, (Jakarta:
Lentera Hati) hal. 263
26
Ibid hal.264
23

Lafadz “al-jahiliyyah” berasal dari kata “al-jahl” yang biasanya

digunakan dalam Al-Qur’an untuk menggambarkan suatu kondisi dimana

masyarakatnya mengabaikan nilai-nilai ajaran Islam, melakukan hal-hal

yang tidak wajar, baik atas dorongan nafsu, kepentingan sementara, maupun

kepicikan pandangan. Pada lafadz al-jahiliyyah tersebut disifati dengan al-

ula yang berarti masa lalu, yakni jahiliyyah yang lalu. Kata lalu itu, seakan-

akan mengisyaratkan akan adanya jahiliyyah kemudian. Pada akhirnya

banyak ulama yang menafsirkan jahiliyyah modern, masa yang bercirikan

masyarakatnya bertentangan dengan ajaran Islam.

Lafadz “ar-rijs” yang memiliki arti kotoran. Kotoran tersebut

mencakup empat hal yaitu, berdasarkan pandangan agama, akal, tabi’at,

atau ketiga hal tersebut.

Lafadz “al-bait” memiliki arti rumah. Yang dimaksud adalah rumah

tempat tinggal istri-istri Nabi Muhammad SAW. Adanya perbedaan

pendapat mengenai penafsiran ini yang mana, dalam Tafsir Al-Misbah yang

dimaksud al-bait adalah semua anggota keluarga Nabi Muhammad SAW.

Yang bergaris keturunan sampai kepada Hasyim, yaitu ayah kakek Nabi

Muhammad saw.27

Itulah diantaranya penafsiran Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 33

menurut tafsir Al-Azhar dan tafsir Al-Misbah.

27
Ibid hal 265
BAB III
PEMBAHASAN

A. Hukum Berhias

Untuk perempuan, tentu berhias juga dianjurkan. Hanya saja

perempuan harus senantiasa memperhatikan syari’at Islam dalam berhias.

Islam mengajarkan para perempuan itu mengenakan jilbab, menutup aurat,

dan tidak berlebih-lebihan. Namun demikian, kini banyak perempuan yang

berhias terlalu berlebih-lebihan. Pakaiannya mahal, bedaknya seharga

ratusan ribu rupiah, bahkan parfum yang digunakan pun seharga jutaan

rupiah. Parahnya lagi, pakaian yang digunakan pun malah

mempertontonkan aurat yang seharusnya ditutupi.

Berhias dalam pandangan Islam adalah suatu kebaikan dan sunnah

untuk dilakukan, selama untuk ibadah atau kebaikan. Menghiasi diri agar

tampil menarik dan tidak mengganggu kenyamanan orang lain yang

memandangnya, merupakan suatu keharusan bagi setiap muslim, terutama

kaum wanita dihadapan suaminya, dan kaum pria dihadapan istrinya. Allah

Swt berfirman:

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

َّ‫ي هس جو ٰءتِ حك جَّم هوِريج ًشَّآ هولِبه ح‬


‫اس الت جق ٰوى‬ َّ‫اسا ي هوا ِر ج‬ ِ
ً ‫نٓ اٰ هد هَّم قه جَّد اهنج هزلجنهَّا هعلهجي حك جَّم لبه‬ َّ‫يٰ به ِ ج‬
‫اَللِ له هعل حه جَّم يهذك حرجو هَّن‬
َّّٰ ‫ت‬َِّ ‫ك ِم جَّن اٰ ٰي‬ َّ‫ك هخ جَّيٓ ٰذلِ ه‬ َّ‫ٰذلِ ه‬
“Hai anak cucu adam sungguh kami telah menurunkan untuk kamu

pakaianyang dapat menutup auratmu dan untuk berhias, tetepi pakaian

takwa itulah yang lebih baik, demikianlah sebagai tanda kekuasaan Allah,

mudahmudahan mereka ingat.” (Q.S. Al-A’raf [7]:26).

24
25

Dalam sebuah hadist Nabi saw. Bersabda:

َّ‫يل حُِيبَّ ا جْله هم ه‬


‫ال‬ ِ‫اَلل ه‬
َّ ‫َج‬ ِ
‫إنَّ َّه‬
“Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan”.(H.R. Bukhari)

Dengan ayat dan hadits diatas maka semakin jelas berhias bagi seorang

wanita hukumnya sunnah. Selama masih mengikuti etika berhias yang telah

disyari’atkan oleh agama.

Wanita tidak boleh berhias dengan cara laki-laki, begitu pula

sebaliknya laki-laki tidak boleh berhias seperti layaknya wanita. Sungguh

Islam agama yang sempurna. Islam tidak sepenuhnya melarang seseorang

untuk berhias, justru Islam mengajarkan cara berhias yang baik tanpa harus

merugikan, apalagi merendahkan martabat diri sendiri.28

B. Macam-macam Etika Berhias dalam Islam


1. Berhias dalam berpakaian

Hal yang perlu ditekankan dalam Islam tidak menentukan pakaian

tertentu, akan tetapi hanya meletakan dasar-dasar dan kaidah pokok berhias

dalam berpakaian dan memerintahkan aturan-aturan tersebut, adapun

bagian-bagian dalam berpakaian :

1) Menutup aurat bagian tubuh

Saat ini banyak kita jumpai wanita yang tidak menutup aurat dengan

bajunya, sehingga dapat memunculkan rangsangan kepada kaum laki-

laki yang melihatnya. Ada banyak pilihan pakaian yang tertutup dan

sopan yang bisa digunakan tanpa mengurangi kecantikan perempuan.

28
Fitriyah, ”Hukum Berhias Dalam Pandangan Islam”
https://id.scribd.com/document/374665513/Hukum-Berhias-Dalam-Pandangan-Islam diakses pada
12 November pukul 19:01 WIB.
26

Pakaian yang dipakainya harus longgar tidak membentuk lekuk tubuh

dan tebal tidak memperlihatkan apa yang ada dibaliknya.29

2) Berdo’a ketika memakai pakaian

Diriwayatkan dari Sa’id r.a apabila Rasulullah mendapatkan

pakaian baru, beliau menyebutkan namanya, baik itu berupa sorban,

gamis, selendang, lalu ia berdo’a:

‫ هَّو أهعح جوَّذح‬،‫صنِ هَّع لههح‬


‫ك هخ ج هيَّهح هَّو هخ جهَّي همَّا ح‬
َّ‫هسأهلح ه‬ ِِ
‫ أ ج‬،‫ت هك هس جوتهنجيه‬
َّ‫ك احله جم حَّد اهنج ه‬َّ‫ال ٰلّ حهمَّ له ه‬
ِ ‫ك ِم َّن هش ِرَّهِ َّو هش َِّر ما‬
‫بِ هَّ ج ّ ه ّ ه ح‬
‫صن هَّع لهَّهح‬
“Ya Allah segala puji hanya untuk-Mu, Engkau yang memakainnya
untukku, aku bermohon kepadamu kebaikannya serta kebaikan yang
dibuatkan untukku, dan aku berlindung kepadamu dari keburuknya dan
keburukan yang dibuatkan untukku”
3) Ketika memakai baju, dimulai dari bagian yang kanan

Anjuran mendahulukan yang kanan dalam semua hal yang bersifat

memuliakan, seperti wudhu, mandi, tayamum, memakai pakaian,

memakai sandal/sepatu, masuk mesjid, dan yang lainnya. Dan

disunnahkan mendahulukan kiri dalam hal yang berlawanan dengan hal-

hal diatas.

Hendaknya memulai dari bagian kanan dalam berpakaian, karena

Aisyah r.a menuturkan:

ِ‫ف تهنه علَِِّه هوتهرجلَِِّه هوطح حهوِرَّه‬


َّ ِ ‫وسلم يح جع ِجبحَّهح الت يهم حَّن‬
َّ ‫ب صلى هللا عليه‬ َّ ِ‫هكا هَّن الن‬
‫ه‬
‫ف هشأجنَِِّه حكلَِِّّه‬َّ ِ‫هو‬

29
Ibid hal.17
27

“Rasulullah Saw menyukai mendahulukan yang kanan di dalam semua


perihal; didalam mengenakan alas kaki, menyisirrambut, dan bersuci.”
30

2. Berhias wajah

1) Tidak menyukur alis dan menyulam alis

Menyulam alis adalah mengisi bagian-bagian alis yang kosong,

menyisipkan diantara rambut alis dan membuatnya terlihat lebih

menebal sekaligus alami. Rasulullah Saw bersabda:

ِ
‫ هوالجهواِشهَّةه‬،‫ هوالجهو ِاشهرةهَّ هوالج حم جسته جو ِشهرة‬،‫ة‬
َّ ‫اصلهَّةه هوالج حم جسته جو ِصله‬
ِ ‫اَلل الجو‬
‫له هع هَّن َّح ه‬
ِ‫اَلل‬
َّ ‫ات هخ جل هَّق‬ َِّ ‫ح جس َِّن الج حمغهِّهي‬ ِ ِ ِ ِ
‫صات هوالج حمته هفلّ هجات ل جل ح‬ ‫هوالج حم جسته جوِشه ه‬
‫والج حمته نه ّم ه‬،‫ة‬
“Allah melaknat perempuan yang menyambung rambut, perempuan
yang membantu menyambung rambut, perempuan yang menajamkan
gigi, perempuan yang membantu menajamkan gigi, perempuan yang
menato tubuh, perempuan yang membantu menato tubuh, perempuan
yang mencabut alis, perempuan yang merenggangkan gigi demi berhias
yang mana mengubah ciptaan Allah.” 31
Hadits diatas dapat dipahami bahwa pelarangan mencabut alis atau

menyulam alis karena perbuatan tersebut termasuk merubah ciptaan

Allah Swt. Allah Swt berfirman:

‫َّه ْم َوَ ىَل ُمَرََّّنُ ْم فَلَيُبَ تيٰ ُك َّن اى َذا َن ْاَلَنْ َع يام َوَ ىَل ُمَرََّّنُ ْم فَلَيُغَيْٰيُ َّن َخ ْل َق‬ ‫ي‬ ‫ي‬
ُ ‫َّوََلُضلَّن‬
ُ ‫َّه ْم َوََلَُمنٰيَ ن‬
‫اّللي فَ َق ْد َخ يسَر ُخ ْسَرا ًًن ُّمبيْي نًا‬ ‫ي ي ي‬ ‫يي‬ ‫ىي‬
ٰ‫اّلل َوَم ْن يَّتَّخذ الشَّْي ىط َن َوليًّا ٰم ْن ُد ْون ى‬ ٰ
”Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan
membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh
mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka
benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah
ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubahnya. Barangsiapa
yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, Maka

30
https://rumaysho.com/3636-kapan-mendahulukan-yang-kanan.html diakses pada tanggal 4
Januari 2024 pada pukul 09:57 WIB.
31
https://era.id/lifestyle/107278/hukum-mencukur-alis-dalam-islam-diperbolehkan-atau-haram
diakses pada tanggal 4 Januari 2024 pada pukul 10:15 WIB.
28

Sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata”.(Q.S An-


Nissa:[4]:119)
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa mencabut bulu wajah (alis)

termasuk perbuatan merubah ciptaan Allah Swt yang disejajarkan

dengan pengibiran terhadap binatang, menyambung rambut, dan

merenggangkan gigi. Perbuatan-perbuatan tersebut perbuatan yang

dilarang dalam Islam yang merupakan perbuatan syaitan.

2) Menggunakan siwak

Gigi merupakan salah satu bentuk perhiasan alami. Dan Islam

telah mensyari’atkan beberapa perkara untuk menjaga agar perhiasan ini

senantiasa bersih, sehat dan berkilau.

Diantara perkara yang disyari’atkan itu adalah dianjurkan

memakai siwak. Rasulullah Saw bersabda:

َّ‫هللاح هعلهجي ِه‬


َّ ‫صلى‬ َِّ ‫أهنَّ رسو هَّل‬: – ‫هللا عنج َّه‬ ِ َّ ِ‫هع جَّن أ‬
‫هللا – ه‬ ‫ه حج‬ ‫هب حههريج هرَّةه – هرض هَّي َّح ه ح‬
َِّ ‫ت – أ جَّهو هعلهى الن‬
‫اس‬ َّ ِ ‫أشقَّ هعله َّى أحم‬
‫له جو َّله أ جَّن ح‬: (( ‫ال‬ َّ‫ قه ه‬، – ‫– هو هسل هَّم‬
‫صالهةَّ ))متفقَّ هعلهجيَِّه‬ ِ ِ
َِّ ‫لس هو‬
‫اك هم هَّع حك َِّّل ه‬ ّ ‫أل ههم جرحُتحجَّم ِب‬
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi
wasallam bersabda, “Seandainya tidak memberatkan umatku atau tidak
memberatkan manusia, aku pasti memerintahkan mereka untuk
bersiwak bersamaan dengan setiap kali shalat.” (Muttafaqun ‘alaih)
[HR. Bukhari, no. 887 dan Muslim, no. 452] 32
3) Menggunakan Make up (Alat-alat Kosmetik)

Kosmetik juga telah menjadi kebutuhan pokok bagi wanita,

bahkan beberapa wanita rela melakukan apapun demi mendapatkan

32
Sumber https://rumaysho.com/26217-hadits-hadits-tentang-siwak-dan-sunnah-fitrah.html
Diakses pada tanggal 4 Januari 2024 pada pukul 10:22 WIB.
29

penampilan yang cantik dan menarik. Berbagai produk kosmetik

bermunculan dimana-mana, dari maskara, lipstik, bedak, eyeliner,

eyeshadow dan yang lainnya. Kemudian ada juga yang lebih

menonjolkan penampilan yang berbeda dari bentuk aslinya. Seperti

memutihkan pipi dan wajahnya apabila kulit wajahnya hitam, dan

memerahkan apabila kulitnya putih. Dalil berdandan:

‫ن اى َد َم ُخ ُذ ْوا يزيْنَ تَ ُك ْم يعنْ َد ُك يٰل َم ْس يج ٍد َّوُكلُ ْوا َوا ْشَربُ ْوا َوََل تُ ْس يرفُ ْوا اينَّهٗ ََل‬ْْٓ‫يى بَ ي‬
‫ي‬ ُّ ‫ُيُي‬
َْ ‫ب الْ ُم ْس يرف‬
‫ْي‬
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap.
(Memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-
lebihan, Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebihlebihan.”(Q.S Al-A‟raf:7:31).
Dari ayat di atas membolehkan make up atau berdandan bagi wanita

tetapi jangan belebih-lebihan dan sesuai dengan fungsinya. Make up

juga harus dilihat status halal dan haramnya.

4) Memasang lensa mata

Menggunakan lensa mata yang berwarna diperbolehkan dengan

tujuan pengobatan atau untuk memperbaiki penglihatan. Dan

diharamkan bila tujuannya untuk perhiasan. Dalil pengharaman lensa

mata:

َّ ‫هوهَّل تح جس ِرفح جوآَّاِنهٓ هَّل حُِي‬


َّ‫ب الج حم جس ِرفِ جه‬
ٓ‫ي‬
“Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang yang berlebih-lebihan.”(Q.S Al-An’am:6:141)
Dalil di atas menjelaskan untuk tidak berlebihan dalam sesuatu hal,

sebaiknya digunakan seperlunya saja agar tidak menyia-nyiakan harta


30

dan lensa mata tentu beragam warnanya, misalnya warna biru yang

menyerupai warna mata orang-orang barat. Jika memakai lensa mata

bertujuan mengikuti suatu kaum maka diharamkan atau tidak

diperbolehkan.

3. Berhias Badan

1) Memotong kuku

Memotong kuku termasuk Sunnah fitrah, para ulama fiqih sepakat,

memotong kuku hukumnya sunnah. Disunnahkan memotong kuku pada

hari senin, kamis, dan jum’at. Wanita muslimah wajib berpegang teguh

dengan sunnah Rasulullah saw. Sekaligus supaya meninggalkan

perbuatan yang datang dari barat yaitu memanjangkan kuku dan

mengecatnya.33

Imam Nawawi berkata:”Sunnah memulai dengan memotong kuku

kedua tangan sebelum memotong kuku kaki. Mulai dengan telunjuk

kanan, kemudian jari tengah, kemudian jari manis, kemudian

kelingking, kemudian ibu jari. Sesudah itu pindah ke tangan kiri, mulai

dengan kelingking, sesudah itu jari manis, jari tengah, telunjuk, dan

diakhiri dengan ibu jari. Sesudah itu pindah ke kaki kanan, mulai dengan

kelingking kanan dan disudahi dengan kelingking kiri.34

2) Mencabut bulu ketiak

Mencabut bulu ketiak hukumnya sunnah berdasarkan kesepakatan

para ulama. Karena itu merupakan salah satu fitrah, membiarkan bulu

33
Ibid hal.16
34
Ibid hal.17
31

ketiak panjang adalah sesuatu yang menjijikan, bahkan dalam keadaan

seperti itu akan menimbulkan keringat dan bau tidak sedap.

Dalam hal ini yang utama adalah mencabut bulu ketiak dari pada

hanya sekedar mencukurnya, karena akan melemahkan pertumbuhan

atau tidak akan tumbuh kembali. Meski pada awalnya akan terasa sakit

akan tetapi setelah itu akan menjadi mudah. Untuk memulainya

dianjurkan dari ketiak sebelah kanan.

3) Mencukur bulu kemaluan

Mencukur bulu kemaluan merupakan salah satu sunnah fithrah yang

sangat dianjurkan dalam Islam karena ia bisa melindungi kemaluan dari

berbagai macam penyakit. Sebagai seorang muslim yang menjunjung

tinggi ajaran Nabinya maka sepatutnya kita melakukan sunnah fithrah

ini. Dengan mencukur bulu kemaluan niscaya kita bisa terhindar dari

penyakit yang bisa membahayakan anggota tubuh, terutama sekali

bagian kemaluan.35

4) Membersihkan barajim

Barajim secara bahasa adalah ruas-ruas jari. Maka disunahkan bagi

setiap muslimah untuk membersihkan punggung jari jemari dan bagian

dalam telapak tangannya. Mencuci bagian ini tidak hanya ketika wudhu

saja. Termasuk makna barajim juga adalah membersihkan kotoran yang

ada dibelakang telinga, membersihkan kotoran yang ada di hidung, dan

Muhammad Anshori,” SUNNAH-SUNNAH FITHRAH” Jurnal studi ilmu-ilmu Al-Qur’an dan


35

Hadits, Vol.15 No.1, Januari 2014.Hal.193


32

membersihkan semua kotoran yang menempel pada badan, baik karena

sebab keringat, debu atau selainnya. 36

5) Merawat rambut

Seorang wanita juga harus memelihara dan merawat keindahan

rambutnya, karena rambut merupakan mahkota wanita. Perawatan dapat

dilakukan dengan membersihkannya secara teratur, menyisir, merapikan

dan membuat bentuk rambutnya menjadi lebih indah.

4. Berhias dengan perhiasan

Perhiasan merupakan segala sesuatu yang digunakan untuk berhias atau

memperindah kehidupan dan penampilan seseorang, yang berbeda-beda

satu dengan yang lainnya. Sebagaimana yang Allah tekankan dalam surat

Ali-Imran:

‫ب‬‫الذ َه ي‬ ‫ت يمن النيٰس ۤا يء والْبنيْي والَْقنَ ي‬


َّ ‫اط ْيْي الْ ُم َقنْطَرةي يم َن‬ ‫ب الش ي‬ ‫ُزيٰ َن ليلن ي‬
َ َ َْ َ َ َ َ ‫َّه ىو‬ َ ُّ ‫َّاس ُح‬
‫ي‬
ٗ‫اّللُ يعْن َده‬
ٰ‫ك َمتَاعُ ا ْْلَىيوة الدُّنْيَا َو ى‬َ ‫ث ىذلي‬ ‫والْ يفض يَّة وا ْْلَي يل الْمس َّوم ية و ْاَلَنْع يام وا ْْلر ي‬
َْ َ َ َ َ َ ُ ْ َ َ
‫ب‬ ‫حسن الْماى ي‬
َ ُُْ
“Dijadikan indah bagi manusia kecintaan pada aneka kesenangan yang
berupa perempuan, anak-anak, harta benda yang bertimbun tak terhingga
berupa emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak, dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang
baik.”(Q.S.Āli ‘Imrān [3]:14)
Diantara perhiasan yang diperbolehkan yaitu sebagai berikut:

1) Memakai sutra

Bagi seorang laki-laki memakai sutra atau cincin emas hukumnya

haram. Akan tetapi, bagi seorang perempuan memakai sutra di bolehkan

36
Ibid hal.18
33

baik sedikit atau banyak. Tapi, bila kain itu terbuat dari campuran sutra

dan katun dibolehkan, selama sutra tidak lebih banyak.

2) Emas dan perak

Wanita boleh memakai perhiasan baik dari emas maupun perak

baik berupa cincin, kalung, gelang, anting, dan lainnya. Asalkan tidak

untuk diperlihatkan kepada laki-laki yang bukan mahramnya.

3) Memakai parfum

Memakai parfum boleh hukumnya bagi seorang wanita bahkan

sangat dianjurkan, khusus untuk menyenangkan suami di rumah. Meski

dianjurkan, wanita sebaiknya menggunakan parfum dengan aroma

lembut dan tidak menyengat. Hal ini bertujuan agar tidak menarik minat

pria yang mencium wangi tersebut. 37

Di antara perhiasan yang dilarang yaitu sebagai berikut:

1) Menghias gigi

Menghias gigi ini diantaranya adalah mengikir gigi, dan memakai

gigi palsu dari emas. Mengikir gigi yang dimaksud adalah menggergaji

gigi agar lancip atau agar tipis atau menjadi jarang antara satu dengan

lainnya. Perkara ini dilarang karena mengubah ciptaan Allah. Akan

tetapi, mengikir gigi dibolehkan jika untuk pengobatan karena terdapat

cacat pada giginya. Adapun memakai gigi palsu dari emas juga

37
https://www.detik.com/hikmah/muslimah/d-6851208/hukum-penggunaan-parfum-bagi-wanita-
muslim-boleh-atau-haram.Diakses pada tanggal 4 Januari 2024 pada pukul 16:14 WIB.
34

diperbolehkan jika untuk pengobatan bukan untuk berhias atau

kecantikan.

2) Menyambung rambut

Syari’at mengharamkan wanita untuk menyambung rambutnya

dengan rambut orang lain yang disengaja dibuat agar orang rambut itu

kelihatan lebih tebal dan lebih bagus, atau dikepang bersamanya

meskipun maksudnya adalah untuk menyenangkan hati suaminya. Dan

orang yang membantu dalam perkara haram tersebut berarti seperti

pelakunya dalam hal berdosa.

3) Memakai tato

Tato adalah gambar pada kulit tubuh, yang dibuat dengan cara

menusukkan jarum atau sejenisnya, kemudian memberikan pigmen

pewarna didalamnya. Tindakan tersebut diharamkan dan merupakan

dosa besar. Akan tetapi wanita bertato dan kemudian ingin bertaubat,

maka caranya ialah menghilangkan tato itu selagi tidak membahayakan

baginya.38

C. Tren berhias modern dan kesesuaiannya dengan ajaran Islam

Perawatan tubuh dan berhias dalam dunia modern sekarang ini biasa

dikenal dengan dunia fashion and beauty. Agama mengkategorikan masalah

fashion and beauty ini dalam adat dan budaya. Maka yang akan kita

temukan dalam agama bukan rincian tentang bagaimana bentuk, model,

38
Ibid hal.22
35

merek, dan cara secara rinci. Tapi, kita akan menemukan apa yang tidak

boleh dilanggar dalam perawatan kecantikan dan berbusana.39

Di zaman modern, dunia fashion and beauty mengalami

perkembangan pesat. Setidaknya kemajuan itu dapat dilihat dari beberapa

aspek:

1. Tujuan: Jika tujuan utama dari beauty dan fashion pada abad-abad

sebelumnya berorientasi kecantikan dan sebagai simbol identitas sosial,

maka di abad modern bukan sekedar itu saja tapi telah berubah menjadi gaya

hidup dan lifestyle. Tidak sebatas lagi menjadi cantik tapi lebih pada simbol

kebebasan untuk mengekspresikan diri.

2. Sarana dan cara: Bila sarana kecantikan dulu banyak menggunakan bahan-

bahan alami, hewani dan nabati, dan dengan cara tradisional, maka di abad

modern telah menggunakan bahan-bahan kimia dan dengan memanfaatkan

teknologi canggih. Kini kecantikan instan menggunakan laser, operasi,

obat-obatan dan sebagainya lebih banyak peminatnya ketimbang melalui

cara tradisional yang membutuhkan ketelatenan.

3. Pelaku: Bila fashion and beauty dulu digandrungi banyak wanita, maka di

era modern ini laki-lakipun mulai mempercantik diri lewat perawatan tubuh,

fashion dan aksesoris tubuh.40

39
Aliasydi. “Fashion And Beauty Perspektif Hukum Islam”, Bilancia Vol.11 No.1,Januari-Juni
2017. Hal.148
40
Ibid hal.150
36

Pada prinsipnya Islam memperbolehkan seorang muslim bahkan

memintanya untuk berpenampilan menarik dan terhormat. Ada dua hal

pokok yang menarik dari penampilan seseorang.

Pertama: merupakan sesuatu yang sudah melekat pada dirinya, bukan

tambahan. Bentuk badan, warna kulit, mata, hidung, telinga, dan sebagainya

adalah hal-hal melekat pada diri seseorang. Kedua: adalah sesuatu yang

ditambahkan pada badan, seperti gelang, cincin, arloji, kalung, dan

semacamnya.41

Namun bila diteliti lebih lanjut, terdapat pula sejumlah hadis Nabi yang

melarang berhias. Apakah itu berarti bahwa terdapat kontradiksi antara teks-

teks agama dalam masalah berhias? Jawabannya, tentu saja tidak. Ulama

sepakat bahwa dalil-dalil agama tidak bertentangan pada hakikatnya.

Kendatipun terdapat kontradiksi itu hanya dari segi zahir, artinya ketika ia

diteliti lebih mendalam maka akan saling mendukung

Dalil yang memperbolehkan berhias dibatasi dengan syarat sepanjang

ia dalam batas fitrah manusia, sedangkan dalil yang melarang berhias itu

terbatas pada gaya dan cara berhias yang melampaui batas fitrah. Artinya,

berhias dalam Islam itu boleh bila memenuhi syarat-syarat berikut:42

a. Bahan yang digunakan untuk fashion and beauty halal dan baik

Kini, penduduk dunia menemukan tren baru. Perhatian mulai tertuju

pada tren ini. Dialah tren make-up dan fashion halal. Selain di Negara

41
Ibid hal.151
42
Ibid hal. 152
37

muslim, fenomena kosmetik halal merupakan sesuatu yang baru. Hal yang

paling diketahui, produk itu tak mengandung babi serta minyak babi yang

biasanya digunakan pada lipstik. Bisa juga produsen kosmetik tersebut tidak

menggunakan alkohol pada bahan bakunya serta menggunakan bahan-

bahan organik.43

b. Tujuan fashion and beauty untuk menjaga kehormatan dan harga diri

Dengan alasan ini pula kenapa Rasulullah dalam sejumlah haditsnya

melarang wanita menyambung rambut, berpakaian terbuka, tipis dan tidak

senonoh, karena itu semua merendahkan harga diri manusia. Oleh karena

itu, konsep fashion and beauty dalam Islam tidak boleh melanggar aturan

agar penerapan fashion and beauty tersebut berkiblat pada ibadah kepada

Allah semata dan mendatangkan pahala. 44

c. Tidak menjadi ajang pamer, riya dan kemewahan

Kemewahan merupakan sebuah hal yang sifatnya relatif bagi setiap

orang. Menjadi muslim yang kaya dan kuat merupakan salah satu karakter

ideal yang disebutkan oleh Rasulullah saw. Namun, memoles kecantikan

dan penampilan fisik dengan kosmetik mewah tidaklah sejalan dengan spirit

yang diajarkan oleh syari’at Islam. 45

43
Ibid hal. 154
44
Ibid hal. 156
45
Ibid hal. 158
38

d. Tidak bertujuan mempertontonkan keseksian tubuh

Bila tujuan kosmetika dan busana banyak dirancang dengan sengaja

agar kelihatan seksi dan menarik bagi lawan jenis, maka Islam melarang hal

tersebut.

e. Tidak mengubah keaslian ciptaan Allah

Islam melarang untuk mengubah, merusak atau memperjual belikan

anggota tubuh sendiri. Karena itu merupakan bagian dari strategi setan

untuk menyesatkan manusia. Di antara bentuk pengubahan ciptaan Allah

adalah mentato tubuh, operasi plastik, menjarangkan gigi. 46

f. Tidak mengaburkan identitas jenis kelamin

Segala bentuk pengubahan atau pengaburan jenis kelamin sangat

dilarang dalam agama. Pengaburan ini meliputi cara bicara, gerakan,

perilaku, juga berbusana dan berhias.47

D. Penafsiran Al-Qur’an Surat Al-Ahzab Ayat 33 Menurut Tafsir Ibnu


Katsir

‫ي الزٰكوهَّة‬َّ‫ل هواهقِ جم هَّن الص ٰلوةهَّ هواٰتِ جه‬


َّ ٰ ‫اهلِيَِّة جالحجو‬
ِ ‫ج ا جْل‬ ِ َّ ِ ‫وقهر هَّن‬
‫ف بحيح جوت حكنَّ هوهَّل تههَب جج هَّن تههَب هَّ ه‬ ‫هج ج‬
‫ت هويحطه ِّههرحك جَّم‬ َِّ ‫س اه جه هَّل الجبه جي‬ ِّ ‫ب هعجن حك حَّم‬
َّ‫الر جج ه‬ َّّٰ ‫اَلله هوهر حس جولههَّٓٓاَِّنهَّا يحِريج حَّد‬
َّ‫اَللح لِيح جذ ِه ه‬ َّّٰ ‫هواه ِط جع هَّن‬
‫تهطج ِه جًيا‬
Artinya:“Tetaplah (tinggal) di rumah-rumahmu dan janganlah berhias
(dan bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu. Tegakkanlah
salat, tunaikanlah zakat, serta taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya
Allah hanya hendak menghilangkan dosa darimu, wahai ahlulbait dan
membersihkan kamu sebersih-bersihnya”. (Q.s.Al-Aḥzāb [33]:33).

46
Ibid hal.162
47
Ibid hal.164
39

‫بحيحوتِ ح‬
Firman Allah Ta’ala (َّ‫كن‬
‫“ ) هوقه جر هَّن ِ ج‬Dan hendaklah kamu tetap di
‫فَّ ج‬

rumahmu.” Yaitu, istiqamahlah di rumah-rumah kalian dan jangan keluar

tanpa hajat. Di antara hajat-hajat syar’i adalah shalat di masjid dengan

syaratnya, seperti sabda Rasulullah:

َّ‫اَللِ هوله ِك جَّن لِيه جخ حر جج هَّن هو حهنَّ تهِف هالت‬ ِ ‫اَللِ مس‬
َّ ‫اج هَّد‬ َّ ‫هَّل َتهجنه عحوا إِهم‬
‫اءه َّ ه ه‬
“Janganlah kalian melarang hamba-hamba Allah wanita menuju
masjid-masjid Allah dan hendaklah mereka keluar dengan tidak memakai
wangi-wangian.”
Dalam satu riwayat:

‫اج َِّد النِّ هس َِّاء قه جع حَّر بحيحوُتِِ َّن‬


ِ ‫خ َّي مس‬
‫ه جح ه ه‬
“Dan rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka.”48
Al-Bazzar meriwayatkan dengan sanadnya yang lalu, serta abu Dawud,

bahwa Nabi bersabda:

ِ َّ ِ ‫ض َّل ِم َّن ص هال ُِتها‬ ِ َّ ِ ِ‫ص هالَّةح الجمرأَّهة‬


‫ف بهجيتِ هها أهفج ه‬
‫ض َّلح‬ َّ ِ ‫ص هال حُتها‬
‫ هو ه‬،‫ف بهجيت هها‬ ‫ف َمهجدعها أهفج ه ح ج ه‬ ‫ه هج‬
‫ف حح ججهرُِتهَّا‬
َّ ِ ‫ص هال ُِتها‬ ِ
‫م جَّن ه‬
“Shalat seorang wanita di kamarnya lebih baik daripada shalatnya
di rumahnya. Dan shalatnya di rumahnya lebih baik daripada shalatnya
di luar rumahnya.” (Isnad hadits ini jayyid).

Firman Allah Ta’ala,( َّ‫اهلِي َِّة جالحجو ٰل‬


ِ ‫)وهَّل تهَبجنَّ تهَبجَّ ا جْل‬
‫ه ه جه ه ه ه‬ “Dan

janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang

jahiliyyah yang dahulu.” Mujahid berkata:”Dahulu wanita keluar berjalan

di antara laki-laki dan itulah tabarruj jahiliyyah.” Qotadah berkata:”Jika

48
M.Abdul Ghofar E.M, Abu Ihsan Al-Atsari, 2004. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 6, (Bogor: Pustaka
Imam Syafi’i) hal.477
40

kalian keluar dari rumah-rumah kalian. Dahulu mereka bersikap lenggak-

lenggok, manja dan bertingkah. Lalu Allah Ta’ala melarang hal tersebut.”

Muqatil bin Hayyan berkata:”Tabarruj adalah meletakkan kerudung di

kepalanya dan tidak diikatnya, sehingga terlihat kalung, anting dan lehernya

dan semua itu begitu tampak. Itulah tabarruj yang kemudian wanita-wanita

kaum muslimin merata dalam melakukannya.”

Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata ketika dia

َّ ٰ ‫جالحجو‬
membaca ayat ini, (‫ل‬ َّ‫اهلِي ِة‬
ِ ‫“ )وهَّل تهَبجنَّ تهَبجَّ ا جْل‬Dan janganlah kamu
‫ه ه جه ه ه ه‬

berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyyah yang dahulu.”

Dahulu, masa di antara Nabi Nuh dan Idris, yaitu 1000 tahun. Sesungguhnya

keturunan anak Adam ada yang tinggal di daerah pantai dan ada yang

tinggal di daerah pegunungan. Laki-laki gunung itu tampan dan wanitanya

jelek. Sedangkan wanita pantai cantik dan laki-lakinya jelek. Sesungguhnya

iblis -la’natullah- mendatangi seorang laki-laki dalam bentuk seorang anak

laki-laki yang bersedia menjadi pembantu laki-laki itu. Lalu iblis itu

membuat sesuatu seperti seruling anak gembala yang mengeluarkan suara

yang belum pernah didengar oleh manusia sebelumnya. Suara itu akhirnya

terdengar oleh orang-orang di sekitarnya yang menjadikan mereka senang

mendengarkannya. Kemudian mereka membuat satu hari raya (setiap) satu

tahun saat mereka berkumpul, di mana para wanita berdandan untuk kaum

laki-laki. Dan laki-laki pun berhias untuk kaum wanita. Sedangkan laki-laki

gunung itu mendatangi mereka (penduduk pantai) di saat hari raya itu, lalu

dia melihat wanita-wanita dan teman-temannya. Kemudian mengabarkan


41

kepada teman-temannya tentang wanita-wanita tersebut, lalu mereka turun

(ke pantai) sehinnga terjadilah perzinahan busuk. 49

Firman Allah Ta’ala,( ِ َّ‫) هواهقِ جم هنَّ الص ٰلوهَّة هواٰتِ جه‬
ّٰ ‫ي الزٰكوَّهة هواهط جع هَّن‬
ٓ‫اَللَّه هوهر حس جولهه‬

“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan ta’atilah Allah dan

Rasul-Nya.” Pertama, Allah melarang mereka dari keburukan, kemudian

Allah memerintahklan mereka (mengerjakan) kebaikan berupa mendirikan

shalat, yaitu beribadah kepada Allah yang maha esa yang tidak ada sekutu

bagi-Nya. Serta menunaikan zakat kepada seluruh makhuk.

(ٓ‫سولهه‬ َّّٰ ‫“ ) هواه ِط جع هَّن‬Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.” Firman


‫اَلله ه ه ج‬
‫ور ح‬

َِّ ‫س اه جه هَّل الجبه جي‬


ٓ‫ت هويحطه ِّههرحك جَّم تهطج ِه جًيا‬ ِّ ‫بَّ هعجن حك َّحم‬
َّ‫الر جج ه‬ ِ ِ َّٰ ‫)اَِّنها ي ِري حَّد‬
Allah, (
‫اَللح ليح جذه ه‬
ّ ‫حج‬

“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa darimu, hai

Ahlul Bait dan membersihkanmu sebersih-bersihnya.” Menentukan

masuknya istri-istri Nabi dalam Ahlul Bait di dalam ayat ini, karena

merekalah yang menjadi sebab turunnya ayat ini. Sebab turunnya ayat ini

tentu masuk ke dalamnya, baik menurut satu pendapat yang mengatakan

khusus untuk mereka atau menurut pendapat lain yang juga masuk anggota

keluarga lainnya, menurut pendapat yang shahih. 50

Banyak hadits yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan Ahlul

Bait dalam ayat ini adalah berlaku umum.

49
Ibid hal.478
50
Ibid hal. 479
42

Hadits pertama: Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Anas bin Malik

berkata: “Sesungguhnya Rasulullah melewati pintu Fathimah selama 6

bulan jika beliau keluar untuk shalat fajar sambil bersabda:

“Shalat, hai Ahlul Bait.Sesungguhnya Allah bermaksud hendak

menghilangkan dosa darimu, hai ahlul bait dan membersihkan kalian

sebersih-bersihnya.”(HR.At-Tirmidzi dan berkata:”Hasan gharib.”).

Hadits lain: Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Shafiyyah binti Syaibah

berkata, Aisyah berkata:” Suatu pagi Rasulullah keluar dengan memakai

kain yang ditenun dari rambut hitam. Lalu datanglah Hasan dan dimasukkan

bersama beliau. Kemudian datanglah Husain dan dimasukkannya bersama

beliau. Kemudian datanglah Fathimah dan dimasukkannya bersama beliau.

Kemudian datanglah Ali dan dimasukkannya bersama beliau. Kemudian

Rasulullah bersabda:” Sesunnguhnya Allah bermaksud hendak

menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu

sebersih-bersihnya.”(HR. Muslim).

Hadits lain: Muslim dalam shahihnya meriwayatkan dari Ibnu

‘Ulayyah, Zuhair bercerita kepada kami, Isma’il bin Ibrahim bercerita

kepadaku, bahwa Yazid bin Hibban berkata: “Aku bersama Hushain bin

Subrah dan ‘Umar bin Salamah bertolak menuju Zaid bin Arqam. Ketika

kami duduk-duduk bersamanya, Hushain berkata kepadanya:” Hai Yazid,

engkau banyak berjumpa dan melihat Rasulullah mendengarkan haditsnya,

perang bersamanya dan shalat di belakangnya. Sesungguhnya engkau telah

melihat banyak kebaikan. Ceritakanlah kepada kami apa yang telah engkau
43

dengar dari Rasulullah. Dia menjawab:” Hai saudaraku, demi Allah,

umurku sudah lanjut, masaku telah berlalu dan aku telah lupa sebagian apa

yang aku hafal dari Rasulullah. Maka apa yang telah aku ceritakan kepada

kalian, terimalah oleh kalian dan apa yang tidak aku ceritakan, janganlah

kalian membebani diri kalian. Kemudian dia berkata:”Suatu hari Rasulullah

berdiri di hadapan kami untuk berkhutbah. Beliau bertahmid kepada Allah

Ta’ala, memuji-Nya, memberikan nasihat dan mengingatkan. Kemudian

beliau bersabda:

“Adapun setelah itu, ketauhilah wahai manusia. Sesungguhnya aku

adalah manusia, di mana utusan Rabb-Ku datang kepadaku, lalu aku

perkenankan. Aku tinggalkan kepada kalian dua pokok; pertama adalah

Kitabullah Ta’ala yang mengandung petunjuk dan cahaya. Maka ambillah

oleh kalian dan berpegang teguhlah dengannya.”

Beliau memberikan anjuran dan mendorong untuk berpegang teguh

dengan Kitabullah. Kemudian beliau bersabda:

“Dan Ahlul Baitku, aku mengingatkan kalian kepada Allah tentang

Ahlul Baitku. Aku mengingatkan kalian kepada Allah tentang Ahlul Baitku.”

(Beliau mengatakan hal itu tiga kali).

Maka Hushain bertanya:”Siapakah Ahlul Bait beliau, ya Yazid?”

Bukankah istri-istri beliau termasuk Ahlul Bait beliau?”Dia

menjawab:”Istri-istri beliau adalah Ahlul Baitnya. Akan tetapi Ahlul

Baitnya pula adalah keluarga beliau yang diharamkan menerima shadaqah.”

Dia bertanya lagi:”Siapakah mereka?” Dia menjawab:”Mereka adalah


44

keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far dan keluarga Abbas. Dia

bertanya:”Mereka semua diharamkan mendapatkan shadaqah setelahnya?”

Dia menjawab:”Ya.”

Kemudian tidak ada keraguan di dalamnya, bahwa barangsiapa yang

mau merenungkan Al-Qur’an, dia akan mendapati bahwa istri-istri Nabi

masuk dalam firman Allah:

َِّ ‫س اه جه هَّل الجبه جي‬


ٓ‫ت هويحطه ِّههرحك جَّم تهطج ِه جًيا‬ ِّ ‫ب هعجن حك حَّم‬
َّ‫الر جج ه‬ َّّٰ ‫اَِّنها يحِريج حَّد‬
َّ‫اَللح لِيح جذ ِه ه‬
“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa

darimu, hai Ahlul Bait dan membersihkanmu sebersih bersihnya.” Karena

rangkaian kalimat tersebut bersama mereka. 51

Dalam ayat tersebut Allah melarang wanita berhias atau bersolek

sebagaimana bersoleknya kaum jahiliyah, yaitu menampakkan auratnya,

menghias wajah, dan kuku (tangan dan kakinya). Mereka juga mengenakan

perhiasan berlebihan hingga kakinya. Saat berjalan kaki-kaki mereka di

hentakkan hingga gemerincinglah suara perhiasan pada kaki.

51
Ibid hal.480
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemahaman tentang etika berhias wanita dalam Al-Qur’an surat

Al-Ahzab ayat 33 menurut tafsir Ibnu Katsir, yang mengacu kepada

jawaban dari rumusan masalah, disini penulis dapat menyimpulkan sebagai

berikut:

Pertama, di zaman modern ini berhias telah mengalami perkembangan

yang sangat pesat. Bila pada abad-abad sebelumnya tujuan utama berhias

adalah sebagai simbol identitas social maka pada zaman modern ini tujuan

utamanya gaya hidup sebagai simbol untuk mengekspresikan diri. Ditinjau

dari segi cara dan sarana dalam berhias, bila sarana kecantikan zaman

dahulu memakai bahan-bahan alami dan dengan cara tradisional, maka di

zaman modern ini telah menggunakan bahan-bahan kimia dengan

memanfaatkan teknologi canggih.

Kedua, pada prinsipnya Islam memperbolehkan berhias bahkan

menganjurkan untuk berhias. Akan tetapi harus sesuai dengan aturan

syari’at yang telah ditetapkan.

Ketiga, etika berhias bagi wanita dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab

menurut tafsir Ibnu Katsir adalah tidak boleh berhias seperti orang

jahiliyyah dahulu yaitu menampakan auratnya, menghias wajah dan kuku

(tangan dan kaki), mengenakan perhiasan berlebihan hingga kakinya. Tetapi

berhiaslah menurut garis kesopanan Islam.

45
46

B. Saran

Setelah penulis menyelesaikan karya tulis ini, penulis menyarankan:


1. Bagi wanita hendaknya lebih memahami serta berusaha mengamalkan

etika berhias sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat

Al-Ahzab ayat 33.

2. Banyak patokan dan hukum-hukum berhias yang kurang diperhatikan

oleh para wanita, untuk itu etika berhias sangat penting diperhatikan saat

berhias.

3. Jangan jadikan berhias sebagai upaya untuk menarik perhatian laki-laki

yang bukan mahram.


47

DAFTAR PUSTAKA

Supriyadi. (2017) Pintu-pintu Hikmah, Jakarta: Quanta

Al-azizi, Abdul Syukur. (2015) Buku Lengkap Fiqh Wanita, Yogyakarta: Diva

Press

Syuhada, Aminudin Sarjan. (2021) Akidah Akhlak Madrasah Aliyah Kelas XII,

Jakarta: PT Bumi Aksara

Prof. DR. Hamka. (1990) Tafsir Al-Azhar, Singapore: Kerjaya Printing Industries

Pte Ltd

Shihab, M Quraish. (2002) Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-

Qur'an, Jakarta: Lentera Hati

Ghofar, M.a E.M, dan Al-Atsari, Abu Ihsan (2004). Tafsir Ibnu Katsir Jilid 6,

Bogor: Pustaka Imam Syafi’i

Saputri, Reski. (2021) Etika Berhias Wanita Muslimah Dalam Q.S. Al-Ahzab

[33]:33.Vol.1 No.1

Firdaus, Muhammad Yoga. (2021) Etika Berhias Perspektif Tafsir Al-Munir:

Sebuah Kajian Sosiologi, Jurnal Penelitian Ilmu Ushuluddin Vol.1 No.2

Aliasydi. (2017) Fashion and Beauty Perspektif Hukum Islam, Bilancia Vol.11

No.1

Hendri, Jul. (2021) IBN KATSIR (Telaah Tafsir Al-Qur’anul Azim Karya Ibnu

Katsir), Vol. XIV No.2


48

Anshori, Muhammad. (2014) Sunnah-Sunnah Fithrah, Jurnal studi ilmu-ilmu Al-

Qur’an dan Hadits, Vol.15 No.1

Khoiriyah, Assyifaun Nadia. (2019) Etika Berhias Menurut Al-Qur’an (Kajian

Tafsir Tematik) Skripsi UIN Sultan Maulana Hasanuddin

Faruqi, Ahmad. (2020) Etika Berhias Bagi Wanita Menurut Al-Qur’an Surat Al-

Ahzab Ayat: 33.Laporan hasil penelitian STIQNIS Sumenep

https://m.questionai.com/app-share. Diakses pada 21 November 2023 pada pukul

19:27 WIB.

Fitriyah, Hukum Berhias Dalam Pandangan Islam

https://id.scribd.com/document/374665513/Hukum-Berhias-Dalam-Pandangan-

Islam diakses pada 12 November pukul 19:01 WIB.

https://rumaysho.com/3636-kapan-mendahulukan-yang-kanan.html diakses pada

tanggal 4 Januari 2024 pada pukul 09:57 WIB.

https://era.id/lifestyle/107278/hukum-mencukur-alis-dalam-islam-diperbolehkan-

atau-haram diakses pada tanggal 4 Januari 2024 pada pukul 10:15 WIB.

https://rumaysho.com/26217-hadits-hadits-tentang-siwak-dan-sunnah-fitrah.html

Diakses pada tanggal 4 Januari 2024 pada pukul 10:22 WIB.

https://www.detik.com/hikmah/muslimah/d-6851208/hukum-penggunaan-parfum-

bagi-wanita-muslim-boleh-atau-haram.Diakses pada tanggal 4 Januari 2024 pada

pukul 16:14 WIB.


49

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi

Nama : Alifa Nur Aripiah

Tempat / Tanggal Lahir : Garut, 28 Maret 2006

Jenis Kelamin : Perempuan

Anak Ke : 1

Nama Ayah : Anyay Ganjar

Nama Ibu : Leni Rahmawati

Alamat : Kp. Desa Kolot Rt/Rw 01/08 Ds. Karangsari

Kec. Karangpawitan Kab. Garut

B. Riwayat Pendidikan

• RA.Al-Irsyad

• MI Al-Irsyad

• Mts.Persis 90 Karangpawitan

• MA Persis 212 Kudang

Anda mungkin juga menyukai