Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH

THAHARAH DAN HIKMAH PENSYARIATANNYA


Ditulis untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Program Aliyah
Pembimbing: Ustadz A. Irfan Catur Wuragil, S.H.

Disusun Oleh:
M. Fajri
NISM: 131233090013180130
MADRASAH ALIYAH MA’HADUL QUR’AN
BOYOLALI
2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Makalah :Thaharah Dan Hikmah Pensyariatannya


2. Penulis
a. Nama Lengkap : M. Fajri
b. NISM : 131233090013180130
c. Sekolah : Madrasah Aliyah Ma’hadul Qur’an Boyolali
d. Alamat Rumah : Kauman Rt. 05/Rw.01, Ciampel, Kersana,
Kab.Brebes.
3. Pembimbing
a. Nama Lengkap : A. Irfan Catur Wuragil, S.H

Boyolali, 5 Januari 2021


Mengetahui,

Pembimbing Penulis

A. Irfan Catur Wuragil, S.H M. Fajri


NISM: 131233090013180130

Kepala Madrasah Aliyah

Rosyid Ridlo, Lc
ABSTRAK
Dalam syariat agama Islam thaharah merupakan salah satu perkara agama
yang sangat urgen atau penting, karena thaharah itu sendiri adalah kunci dari
berbagai macam ibadah penting diantaranya ialah shalat. Mirisnya pemahaman
umat terhadap manfaat atau hikmah dari thaharah, menjadikan umat muslim
melakukan thaharah tidak dengan sepenuh hati, bahkan cenderung hanya untuk
menggugurkan kewajiban saja. Karena hal tersebut maka penulis berkeinginan
untuk mengkaji buku-buku atau sumber lainnya yang berkaitan tentang thaharah
khususnya hikmah pensyariatan dari berbagai macam bentuk thaharah agar kaum
muslim bisa lebih paham dan bersemangat untuk melakukan thaharah dengan
sepenuh hati.
Penelitian ini difokuskan untuk penelitian pustaka dan menyimpulkan
bahwa hikmah disyariatkannya thaharah tidak hanya berupa hikmah ukhrawi tapi
ada juga hikmah yang bersifat jasmani.
Dari pembahasan ini dapat kita simpulkan bahwa thaharah adalah suatu
ibadah penting yang mendasari beberapa ibadah lainnya seperti shalat, dan setiap
syariat yang Allah Ta’ala perintahkan kepada hamba-Nya pasti memiliki hikmah
yang sangat besar dan bermanfaat bagi hamba-hamba-Nya. Selain membahas
tentang hikmah, penulis juga menyertakan pembahasan dasar thaharah seperti
definisi thaharah, hukum dan dalil disyariatkannya berthaharah, alat-alat untuk
berthaharah, pembagian dari thaharah serta sunnah-sunnah fithroh yang harus
dikerjakan oleh setiap muslim yang taat.

Kata Kunci: Thaharah, Hikmah, Sunnah.

i
KATA PENGANTAR

‫ و‬,‫احلق ليظهره على الدين كله و كفى باهلل شهيدا‬


ّ ‫احلمد هلل الذي أرسل رسوله باهلدى و دين‬
‫ صلى اهلل عليه و على آله و صحبه و من‬,‫أشهد أن ال إله إالّ اهلل وأشهد أن حممدا رسول اهلل‬

:‫ أما بعد‬,‫تبعهم بإحسان إىل يوم الدين‬

Segala puji bagi Allah Ta’ala Rab Pencipta dan Pemilik semesta yang
hanya kepada-Nyalah kami menyembah dan hanya kepada-Nyalah kami meminta
pertolongan tidak ada sekutu maupun tandingan yang layak disandingkan
dengan-Nya, syukur alhamdulillah karena karunia serta ketetapan-Nya akhirnya
penulis bisa menyelesaikan karya tulis ini tanpa adanya gangguan besar ataupun
kendala yang mengganggu proses penulisan karya tulis ini.
Shalawat serta salam atas junjungan dan suri tauladan kami Muhammad
Shallallahu‘alaihi wa sallam Nabi ummi al-Amin, yang berbudi pekerti tinggi
serta tabah dan sabar untuk menyampaikan risalah kepada ummatnya dan semoga
Allah memberikan rahmat kepadanya, keluarganya, sahabatnya serta kepada
orang-orang yang senantiasa melaksanakan sunnahnya hingga akhir zaman kelak.
Syukur alhamdulillah pada akhirnya penulis dapat memulai karya ilmiah
ini dengan judul “THAHARAH DAN HIKMAH PENSYARIATANNYA”.
Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan makalah ini tidak lepas dari
bimbingan maupun bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ustadz Abdul Hakim Parwono, Lc. selaku mudir pondok pesantren
Ma’hadul Qur’an Boyolali, yang telah memberikan motivasi dan inspirasi
kepada penulis.
2. Ustadz Gerry Wardhana Ramadhan, S.E. selaku wakil mudir pondok
pesantren Ma’hadul Qur’an Boyolali, yang telah membimbing kami agar
tidak terus menerus bersantai-santai.

ii
3. Ustadz Rosyid Ridlo, Lc. selaku kepala Madrasah Madrasah Aliyah
Ma’hadul Qur’an Boyolali, yang senantiasa mengingatkan penulis untuk
segera menyelesaikan makalah.
4. Ustadz A. Irfan Catur Wuragil, S.H. selaku pembimbing dalam penulisan
karya tulis,yang senantiasa menemani dan memberikan saran dan
koreksian kepada penulis.
5. Ustadz Sularto, S.Ud. selaku guru karya tulis yang telah mengajarkan
penulis tata cara penulisan karya ilmiah ini.
6. Seluruh asatidzah yang senantiasa mengingatkan untuk menyelesaikan
makalah ini.
7. Ayah dan Bunda penulis yang senantiasa memotivasi,mendoakan serta
mendukung penulis untuk belajar di ma’had.
8. Akh. Salman yang telah membantu serta mempermudah penulis untuk
menyelesaikan makalah.
9. Teman seperjuangan yang selalu menyemangati serta memberi arahan dan
masukan dalam penulisan makalah ini.

Karya tulis ini tentunya tidak bisa lepas dari kesalahan dan kekurangan,
karena itu penulis sangat membutuhkan kritik dan saran yang dapat membangun
diri penulis, dan tak lupa ucapan maaf kepada para pembaca apabila terdapat
kekurangan pada penulisan makalah ini.
Semoga karya tulis ini tetap terjaga dan berguna sepanjang masa serta
penulis memohon kepada Allah pahala yang besar dan terus mengalir dari
pemanfaatan karya tulis ini.

iii
DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

I.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

I.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 3

I.3 Tujuan Penulisan Makalah ............................................................................ 3

I.4 Teknik dan Metode Penulisan........................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 4

II.1 Definisi Thaharah ......................................................................................... 4

II.2 Definisi Hikmah ........................................................................................... 4

II.3 Hukum dan Dalil disyariatkannya Thaharah ................................................ 5

A. Hukum Thaharah .................................................................................. 5

B. Dalil dari Al-Qur’an diwajibkannya Thaharah ..................................... 5

C. Dalil dari Hadits diwajibkannya Thaharah ........................................... 5

II.4 Alat-alat untuk Berthaharah ......................................................................... 6

A. Air ......................................................................................................... 7

B. Alat Bersuci selain Air .......................................................................... 8

II.5 Macam-macam Pembagian Thaharah .......................................................... 9

A. Thaharah dari Hadats ............................................................................ 9

B. Thaharah dari Najis ............................................................................. 13

C. Istinja atau Istijmar ............................................................................. 17

II.6 Sunah- sunah Fitroh dan Hikmah Pensyariatannya. ................................... 19

A. Istihdad (Mencukur Bulu Kemaluan) ................................................. 21

iv
B. Khitan (Sunat) ..................................................................................... 23

C. Memendekan kumis (‫ )قَص الشَّا ِر ِب‬............................................................. 24

D. Memotong Kuku ................................................................................. 27

E. Mencabut Bulu Ketiak (‫)نَتإف إِاْلبإ ِط‬........................................................... 28

II.7 Tujuan Thaharah ......................................................................................... 30

II.8 Pentingnya Pemahaman Tata Cara Bersuci bagi Umat Islam .................... 31

II.9 Hikmah dan Manfaat Disyariatkannya Thaharah ....................................... 33

A. Manfaat jasmani .................................................................................. 33

B. Manfaat ukhrawi ................................................................................. 33

C. Thaharah sebagai Perlindungan Diri dari Virus Corona ..................... 35

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 37

III.1 Kesimpulan ............................................................................................... 37

III.2 Saran .......................................................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 39

BIODATA PRIBADI ............................................................................................ 40

v
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Agama Islam adalah agama yang paling sempurna dan diridhoi oleh
Allah di muka bumi ini, tidak ada satupun urusan yang tidak Allah Ta’ala
jelaskan, bahkan masalah kecil tentang lalat yang masuk ke dalam air minumpun,
Allah telah jelaskan tata cara menetralkannya melalui perantara lisan Rasulullah
Sallallu alaihi wasallam, lalu bagaimana dengan permasalahan yang lain?
Tentunya syariat Islam ini telah menjelaskannya secara sempurna. Dari hal
tersebut dapat kita simpulkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
menginginkan agar umatnya lebih memperhatikan masalah kebersihan baik diri,
makanan, minuman, atau hal-hal lain yang berkaitan dengan kehidupan.
Bersuci atau yang lebih dikenal dengan thaharah adalah salah satu
sarana untuk menjaga kebersihan dan kesehatan diri seseorang yang telah
masyhur dikenal oleh banyak orang khususnya kaum muslimin itu sendiri, namun
bisa dikatakan bahwa tidak semua kaum muslimin telah memahami thaharah
secara rinci terutama dalam permasalahan tentang hikmah dari pensyariatannya
thaharah. Memahami hikmah dari adanya sesuatu adalah perkara yang tidak bisa
ditinggalkan begitu saja karena Allah Ta’ala jika menciptakan sesuatu pasti ada
hikmah atau tujuan di dalamnya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

{ ‫ين َك َفروا ِم َن النَّا ِر‬ ِ َِّّ ِ َّ ِ ِ ‫السماء و إاْلَرض وما ب ي ن هما ب‬


َ ‫ين َك َفروا فَ َويإ ٌل للذ‬ َ ‫اط ًل ََٰذل‬
َ ‫ك ظَن الذ‬ َ َ َ ‫} َوَما َخلَ إقنَا َّ َ َ َ إ َ َ َ َإ‬
Artinya:“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara
keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir,
maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.”1
Dari firman Allah diatas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman tentang
hikmah berthaharah sangat dibutuhkan terutama untuk masyarakat muslim
awwam di masa sekarang ini agar kaum muslim bisa lebih bersemangat dan
termotivasi untuk senantiasa menjaga kesucian badan selama menjalani

1
Shad: 27

1
kehidupan, karena tidak mungkin Allah Ta’ala mensyariatkan sesuatu tanpa ada
hikmah didalamnya.
Thaharah sangat erat kaitannya dengan shalat, tanpa berthaharah maka
shalat seseorang tidaklah sah karena salah satu syarat sahnya shalat adalah suci
dari hadats dan najis yang mana keduanya hanya bisa dihilangkan dengan cara
melakukan thaharah. Allah Ta’ala berfirman di dalam kitabnya yang mulia:
ِ ‫الص َل ِة فَا إغ ِسلوا وجوهكم وأَي ِديكم إِ َىل الإمرافِ ِق وامسحوا بِرء‬
‫وسك إم‬ َّ ‫ين َآمنوا إِذَا ق إمت إم إِ َىل‬ ِ َّ
َ ‫ََ َ إ‬ ‫َ إ َإ َ إ‬ َ ‫}يَاأَي َها الذ‬
‫َح ٌد ِّمنكم ِّم َن‬ َ ‫ْي َوإِن كنت إم جنبًا فَاطَّ َّهروا َوإِن كنتم َّم إر‬
َ ‫ض َٰى أ إَو َعلَ َٰى َس َف ٍر أ إَو َجاءَ أ‬ ِ ‫وأ إَرجلَكم إِ َىل الإ َك إعبَ إ‬
‫إ‬ َ
{ ‫وهك إم َوأَيإ ِديكم ِّمإنه‬
ِ ‫الإغائِ ِط أَو َالمستم النِّساء فَلَم ََِتدوا ماء فَت ي َّمموا صعِيدا طَيِّبا فَامسحوا بِوج‬
َ‫َ ً ً إ‬ ََ ً َ ‫ََ إ‬ ‫َ إ َإ‬
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah
kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu
junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali
dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak
memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih);
sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.”2
Dan hadits dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu,

( ‫ص َلةٌ بِغَ إِْي طهوٍر‬ ِ ِ َ ‫ال إِ ِِّّن ََِسعت رس‬


َ ‫صلَّى اللَّه َعلَإيه َو َسلَّ َم يَقول َال ت إقبَل‬
َ ‫ول اللَّه‬ َ ‫إ‬ َ َ‫) َع ِن ابإ ِن ع َمَر ق‬
Artinya:”Dari Ibnu Umar berkata, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Tidak diterima shalat tanpa bersuci,”3
Karena hal demikian, maka penulis berkeinginan untuk menulis serta
membahas sebuah makalah tentang dasar-dasar berthaharah dan juga hikmah
disyariatkannya berbagai macam bentuk thaharah mulai dari wudzu, mandi,
sunnah fitroh, dan hal-hal lain yang masih berkaitan dengan thaharah hal ini
bertujuan agar kaum muslim bisa lebih paham dan bersemangat untuk melakukan
thaharah dengan sepenuh hati.

2
Al-Maidah: 6
3
Muslim Bin Al Hajjaj, Shahih Muslim jilid 1, KitabThaharah, Bab Wajibnya
Thaharah Untuk Sholat, no.329.(Jakarta:Lidwa Pusaka, 2008), hal. 105

2
I.2 Rumusan Masalah
1. Apa dasar-dasar berthaharah ?
2. Apa urgensi dari thaharah bagi umat muslim ?
3. Apa hikmah disyariatkannya thaharah bagi umat muslim ?

I.3 Tujuan Penulisan Makalah


1. Mengetahui dasar-dasar tentang thaharah.
2. Mengetahui urgensi thaharah bagi umat muslim.
3. Memahami hikmah-hikmah disyariatkannya thaharah bagi umat muslim.

I.4 Teknik dan Metode Penulisan


Teknik yang dilakukan penulis untuk membuat makalah ini yaitu
dengan melakukan penelitian pustaka berupa buku-buku referensi tentang
thaharah dari berbagai sumber. Metode penulisannya berupa teks deskriptif.

3
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Definisi Thaharah


Thaharah secara bahasa artinya bersih dan suci.4 Adapun secara istilah
thaharah artinya mengangkat hadats dan menghilangkan najis.5
Maksud dari mengangkat hadats adalah menghilangkan sifat-sifat yang
menghalangi seseorang untuk melakukan sholat bisa dengan mandi wajib apabila
hadats besar dan jika hadats kecil maka cukup dengan berwudhu.Sedangkan
maksud dari menghilangkan najis adalah meniadakan najis yang ada pada badan,
pakaian, dan tempat.
II.2 Definisi Hikmah
Hikmah secara bahasa artinya ilmu, teliti, adil dan sempurna6,
sebagaimana firman Allah Ta’ala:

‫ك ه َو أ إَعلَم ِِبَن‬ ِ ِ ‫احلَ َسنَ ِة‬


‫إم ِة َوالإ َم إو ِعظَِة إ‬ ِ‫ك بِ إ‬
‫َو َجاد إهلم بِالَِِّت ه َي أ إ‬
َ َّ‫َح َسن إِ َّن َرب‬ َ ‫احلك‬ َ ِّ‫} إادع إِ َ َٰىل َسبِ ِيل َرب‬

{ ‫ين‬ ِ ِ ِِ ِ
َ ‫ض َّل َعن َسبيله َوه َو أ إَعلَم بالإم إهتَد‬
َ
Artinya:”Serulah (manusia) kepada jalan Rab-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Rabmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.7
Arti dari hikmah pada ayat tersebut adalah ilmu. Sedangkan hikmah secara
istilah adalah benar atau tepat dalam mengetahui kebenaran dan beramal
dengannya, serta teliti dalam meletakkan sesuatu pada tempat yang benar.8

4
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997),hal 868.
5
Tim ulama fiqih dibawah arahan Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu syaikh,
Fiqih Muyassar, Kitab Thaharah, Bab Hukum-hukum Thaharah dan Air, (Madinah:
Maktabah As Suudiyah, 2003),hal 1.
6
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997),hal 257.
7
An-Nahl: 125
8
Nubdzatun Yasiirah ‘An ‘Ilmi Dakwah, hal.12

4
II.3 Hukum dan Dalil disyariatkannya Thaharah
Syariat yang sesuai ajaran rasul tentunya tidak akan lepas dari dari dalil-
dalil syar’i yang melandasi adanya pensyariatan ibadah tersebut, begitu juga
dengan thaharah Allah telah menjelaskan di dalam kitabnya hukum dari thaharah.

A. Hukum Thaharah
Thaharah hukumnya wajib berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Para ulama telah bersepakat bahwa hukum dari berthaharah adalah wajib bagi
setiap manusia yang beriman.

B. Dalil dari Al-Qur’an diwajibkannya Thaharah


Tidak diragukan lagi bahwa dalil yang berasal dari Al-Qur’an adalah
mutawatir atau pasti benar, dan diantara dalil diwajibkannya thaharah yang
masyhur yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

{ۚ‫} َوإِن كنت إم جنبًا فَاطَّ َّهروا‬

Artinya:“Dan jika kamu junub maka mandilah”9


Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman:

َ َ‫} َوثِيَاب‬
{‫ك فَطَ ِّهر‬
Artinya:“Dan pakaianmu bersihkanlah”10
Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman:
ِ ِ‫}إِ َّن ٱللَّه ُِيب ٱلت َََّّٰوب‬
َ ‫ْي َوُيب ٱملتَطَ ِّه ِر‬
{‫ين‬ َ َ
Artinya:“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”11

C. Dalil dari Hadits diwajibkannya Thaharah


Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

9
Al-Maidah: 6
10
Al-Mudattsir: 4
11
Al-Baqorah: 222

5
‫الص َل ِة الطهور َوَإَت ِرمي َها التَّ إكبِْي‬
َّ ‫ال ِم إفتَاح‬
َ َ‫صلَّى اللَّه َعلَإي ِه َو َسلَّ َم ق‬ ِ
ِّ ِ‫) َع إن َعل ٍّي َع إن الن‬
َ ‫َِّب‬
(‫َّسلِيم‬ ِ
‫َوَإَتليل َها الت إ‬
Artinya:“Dari Ali dari Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam, beliau bersabda:”
Kunci shalat adalah bersuci, keharamannya adalah takbir dan
penghalalannya adalah salam."12
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda di dalam riwayat yang lain:

‫َخبَ َرنَا َم إع َمٌر َع إن َهَّ ِام بإ ِن‬


‫ال أ إ‬
ِ ‫الرز‬
َ َ‫َّاق ق‬ َّ ‫َخبَ َرنَا َعإبد‬ َ َ‫احلَإنظَلِي ق‬
‫ال أ إ‬ ‫يم إ‬ ِ ِ ِ
َ ‫) َحدَّثَنَا إ إس َحاق بإن إبإ َراه‬
ِ ِ َ َ‫منَبِّ ٍه أَنَّه ََِس َع أَبَا هَريإ َرَة يَقول ق‬
َ ‫صلَّى اللَّه َعلَإيه َو َسلَّ َم َال ت إقبَل‬
‫ص َلة َم إن‬ َ ‫ال َرسول اللَّه‬
(َ‫ضأ‬
َّ ‫ث َح ََّّت يَتَ َو‬
َ ‫َح َد‬
‫أإ‬
Artinya:”Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali
berkata, telah mengabarkan kepada kami Abdurrazaq berkata, telah
mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Hammam bin Munabbih bahwa
ia mendengar Abu Hurairah berkata, "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: "Tidak akan diterima shalat seseorang yang
berhadats hingga dia berwudlu."13
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda di dalam riwayat yang lain:
ِ‫صلَّى اللَّه َعلَإي ِه َو َسلَّم الطهور َشطإر إ‬
ِ َ‫اْلمي‬ ِ ٍ ِ‫) َعن أَِِب مال‬
( ‫ان‬ َ َ ‫ال َرسول اللَّه‬
َ َ‫ ق‬:‫ال‬ ِّ ‫ك إاْلَ إش َع ِر‬
َ َ‫ي ق‬ َ ‫إ‬
Artinya:"Dari Abu Malik al-Asy'ari dia berkata, "Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: "Bersuci adalah setengah dari iman.”14

II.4 Alat-alat untuk Berthaharah


Pada dasarnya alat yang digunakan untuk bersuci adalah air, namun pada
keadaan tertentu, seperti tidak ada air, sakit atau alasan lain yang masih
dibenarkan syar’i, bersuci dengan air bisa digantikan dengan benda-benda selain
12
Muhammad bin Isa At Tirmidzi, Sunan at-Tirmizi. jilid 1, Kitab Thaharah, Bab
Pembuka Sholat Adalah Bersuci, no.3.(Jakarta: Lidwa Pusaka, 2008) Menurut Imam
Tirmidzi hadits ini hasan dalam masalah ini. Hadits ini dihasankan oleh syeikh al-Albani,.
13
Muhammad bin Ismail Al Bukhori, Shahih Bukhori jilid 1, Kitab Wudhu, Bab
Shalat Tidak Diterima Tanpa Wudhu, no.132.(Jakarta: Lidwa Pusaka, 2008)
14
Shahih Muslim jilid 1 , Kitab Thaharah, Bab Keutamaan Wudhu, no.328.

6
air, seperti debu, tanah, pasir, batu atau benda-benda lain yang disamakan
hukumnya dengan batu kecuali tulang dan kotoran karena keduanya adalah
makanan untuk bangsa jin.

A. Air
Air adalah sesuatu yamg sangat penting untuk kelangsungan hidup
manusia. Air sering digunakan untuk membantu kehidupan manusia, seperti
untuk minum, mandi, mencuci dan lain sebagainya. Air dapat dikelompokkan
menjadi beberapa macam yaitu:
1. Air muthlaq
Air muthlaq yaitu air yang masih murni baik warna, bau, ataupun
rasanya baik berupa air yang turun dari langit, seperti air hujan, lelehan
salju dan embun maupun air yang mengalir di bumi, seperti air sungai,
mata air, sumur dan air laut. Semua jenis air tersebut pada dasarnya suci
dan mensucikan selama belum berubah sifat, bau ataupun rasanya. Dalil
kesucian air muthlaq adalah sebagaimana firman Allah didalam kitabnya:

{ ‫ورا‬ ِ َّ ‫} وأَنزلإنا ِمن‬


ً ‫الس َماء َماءً طَه‬ َ ََ َ
Artinya:”Dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih,”15
2. Air yang tercampur barang najis
Dalam keadaan ini, maka hukum air tersebut dibagi menjadi dua
yaitu apabila berubah salah satu dari ketiga sifat asal air suci maka air
tersebut dihukumi najis dan tidak bisa digunakan untuk bersuci, apabila
tidak berubah salah satu dari ketiga sifatnya maka dikembalikan kepada
jumlah air tersebut, air akan dikatakan suci dan mensucikan apabila lebih
dari dua qullah16. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam:

(‫ث‬ ‫ْي ََلإ َإُي ِم إل إ‬


َ َ‫اْلَب‬ ِ ‫) َكا َن الإماء ق لَّتَ إ‬
َ
Artinya:”Jika air sampai 2 qullah maka tidak membawa najis.”17

15
Al-Furqon: 48
16
1 qullah=160 liter.
17
Sulaiman bin Al Asy'ats As Sijistani, Sunan Abu Dawud, Kitab Thaharah, Bab
Sesuatu yang Menjadikan Air Terkena Najis, no.58,(Jakarta: Lidwa Pusaka, 2008),. 2008.
Sunan an-Nasai Ash Shogra. Jakarta: Lidwa Pusaka. Ahmad bin Syu'aib Al Khurasany,

7
3. Air yang tercampur barang suci
Pada keadaan ini hukum air masih dihukumi suci dan
mensucikan sebagaimana perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
ketika memandikan jenazah beliau mencampurkan antara air dengan sidr
dan kapur barus.

4. Air musta’mal untuk thaharah


Air jenis ini hukumnya suci dan mensucikan. Dalil atas kesucian
air tersebut adalah sebagaimana perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam:

(‫صلَّى اللَّه َعلَإي ِه َو َسلَّ َم َكادوا يَ إقتَتِلو َن َعلَى َوضوئِِه‬ َّ ‫) َوإِ َذا تَ َو‬
َ ‫ضأَ النَِِّب‬
Artinya:”Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam apabila wudhu
hampir saja bertikai atas wudhunya.”18
Maksud hadits diatas adalah para sahabat hampir bertikai karena ingin
memperebutkan bekas air wudhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
yang penuh keberkahan.19

B. Alat Bersuci selain Air


Alat atau sarana bersuci selain air dapat digunakan hanya sebagai
pengganti air dalam keadaan-keadaan darurat seperti sakit ataupun tidak
ditemukannya air. Alat-alat yang tergolong selain air adalah tanah, debu,
pasir, batu, atau benda keras lainnya selain kotoran dan tulang.
Dari uraian diatas Syeikh Al-Utsaimin menyimpulkan bahwa pada
dasarnya alat untuk bersuci yang paling pertama dan utama adalah air, tetapi
apabila tidak memungkinkan untuk menggunakannya dapat digantikan

Sunan an-Nasa’i, Kitab Air, no.277, ,(Jakarta: Lidwa Pusaka, 2008) dan dishahihkan oleh
syeikh al-Albani.
18
Shahih muslim, Kitab Wudhu, Bab Menggunakan Sisa Air Wudhu Orang Lain,
no.182
19
Hadits ini menunjukan bahwa mencari keberkahan dari Nabi ketika Nabi
masih hidup hukumnya mubah, akan tetapi mencari keberkahan dari Nabi baik melalui
tanah kuburan atau lainnya ketika Nabi telah wafat maka hukumnya haram.

8
dengan debu atau batu dan benda-benda keras lainnya yang disamakan
hukumnya dengan batu.20
II.5 Macam-macam Pembagian Thaharah
Thaharah dalam agama Islam dapat diklasifikasikan menjadi tiga
diantaranya thaharah dari hadats, thaharah dari najis dan istinja. Ketiga jenis
thaharah ini harus selalu ada pada diri setiap muslim jika ingin melakukan suatu
ibadah yang mensyaratkan kesucian baik dhohir maupun batin.

A. Thaharah dari Hadats


Hadats dibagi menjadi dua yaitu hadats besar, seperti jima’, keluar
mani, haid dan nifas. Hadats-hadats tersebut dapat dihilangkan dengan cara
mandi atau bertayamum jika tidak ada air ataupun dalam kondisi tidak bisa
menggunakan air. Hadats yang kedua ialah hadats kecil, seperti kencing, atau
buang air besar. Hadats-hadats tersebut dapat dihilangkan dengan cara
berwudhu atau bertayamum jika tidak ada air atau dalam kondisi tidak bisa
menggunakan air.
Karena hal tersebut maka thaharah dari hadats dapat dilakukan dengan
tiga cara yaitu:
1. Mandi wajib
Secara bahasa mandi berasal dari kata al-gushl yang artinya mencuci
dan membasuh.21 Sedangkan menurut syariat atau istilah mandi bermakna
meratakan air ke seluruh tubuh dengan tata cara khusus sebagai bentuk
ibadah kepada Allah.22 Hukum mandi adalah wajib apabila terdapat sebab-
sebab yang menjadikan mandi tersebut berhukum wajib.
Penyebab diwajibkannya mandi ada 5 yaitu:
a. Keluarnya air mani dari tempat keluarnya.

)‫ت املاَِء فَا إغ ِس إل‬


ِ ‫(إِذَا فَضح‬
ََ

20
Perkataan al-Utsaimin di dalam kitabnya Kunci Ibadah Praktis Menurut
Tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, hal.24
21
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997),hal 1006 .
22
Tim ulama fiqih dibawah arahan Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu syaikh,
Fiqih Muyassar, kitab thaharah, bab mandi,hal 44.

9
Artinya:”Bila kamu memancarkan air23, maka mandilah.”24
b. Bertemunya dua kemaluan antara laki-laki dan wanita, maka
hukumnya wajib mandi meskipun tidak keluar air mani.
c. Masuk Islamnya seorang kafir.
d. Berhentinya darah haidz dan nifas.
e. Meninggal dunia.
Dalam hal tata cara mandi wajib untuk laki-laki maupun perempuan
tidak ada perbedaan dalam pelaksanaannya. Namun para ulama membagi
tata cara mandi wajib menjadi dua diantaranya ada tata cara yang
dianjurkan dan ada tata cara yang dianggap cukup untuk menghilangkan
hadats besar.
Pensyariatan mandi wajib tentunya tidak lepas dari hikmah atau tujuan
disyariatkannya. Diantara hikmah disyariatkannya mandi adalah:
a. Untuk mengangkat hadats besar, Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman :

{ۚ‫} َوإِن كنت إم جنبًا فَاطَّ َّهروا‬

Artinya:“Dan jika kamu junub maka mandilah”25


b. Membersihkan seluruh anggota tubuh dari kotoran.

c. Meredam amarah seseorang, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu


‘alaihi wasallam:
ِ َ‫ضب ِمن الشَّيط‬
‫ان َوإِ َّن الشإَّيطَا َن‬ ِ ِ
‫صلَّى اللَّه َعلَإيه َو َسلَّ َم إِ َّن الإغَ َ َ إ إ‬
َ ‫ال َرسول اللَّه‬
َ َ‫(ق‬

(‫ضأإ‬
َّ ‫َحدك إم فَ إليَتَ َو‬ ِ ِ ِ ِ َِّ ِ ِ ِ
َ‫بأ‬َ ‫خل َق م إن النَّار َوإَّنَا تطإ َفأ النَّار بالإ َماء فَإ َذا َغض‬
Artinya:”Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah
bersabda: "Sesungguhnya marah itu dari setan dan setan

23
Maksudnya adalah mengeluarkan mani
24
Al-Bukhori, Shohih Bukhori..., Kitab gusl, Bab Mencuci Kemaluan dari Madzi
dan Mandi dari mani, 275, Muslim, Shahih Muslim..., jilid 2, Kitab Thaharah, Bab
Wajibnya Mandi Saat Keluarnya Mani, 110 dan An Nasai, Sunan Sughra Kitabul
Mujtabi,Kitab Thaharah, Bab Mandi dari Mani, no. 198.
25
Al-Maidah: 6

10
diciptakan dari api, sementara api akan mati dengan air, maka jika
salah seorang dari kalian marah hendaklah berwudhu."26
d. Menyejukan pikiran dan hati.
e. Mengangkat larangan-larangan bagi orang berhadats, seperti
larangan untuk sholat, membaca Al-Qur’an dan lain sebagainya.
2. Wudhu
Wudhu secara bahasa berasal dari kata al-wadhaah yang berarti bersih,
cerah dan keindahan27. Menurut istilah wudhu adalah membersihkan
anggota tubuh tertentu (wajah, dua tangan, kepala dan kedua kaki) dengan
menggunakan air, bertujuan untuk menghilangkan hadats kecil atau hal-hal
lain yang dapat menghalangi seseorang muslim untuk melaksanakan ibadah
sholat atau ibadah lain yang membutuhkan kesucian.28
Wudhu adalah salah satu cara untuk menghilangkan hadats khususnya
hadats kecil yang menempel pada diri seorang muslim. Wudhu memiliki
banyak sekali manfaat baik dari segi agama maupun kesehatan, akan tetapi
pada pembahasan kali ini penulis hanya akan menyebutkan beberapa
manfaat dari berwudhu baik dari segi agama maupun ilmiah yang menurut
penulis manfaat tersebut penting untuk diketahui oleh setiap kalangan kaum
muslimin. Berikut hikmah atau manfaat dari disyariatkannya wudhu:
a. Mengangkat hadats kecil.
b. Membersihkan kuman atau kotoran yang ada pada anggota bagian
wudhu.
c. Meredam amarah seseorang, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam:

‫ان َوإِ َّن الشإَّيطَا َن خلِ َق‬


ِ َ‫ضب ِمن الشَّيط‬ ِ
‫صلَّى اللَّه َعلَإيه َو َسلَّ َم إِ َّن الإغَ َ َ إ إ‬
ِ
َ ‫ال َرسول اللَّه‬
َ َ‫(ق‬

(‫ضأإ‬
َّ ‫َحدك إم فَ إليَتَ َو‬ ِ ِ ِ ِ َِّ ِ ِ
َ‫بأ‬َ ‫م إن النَّار َوإَّنَا تطإ َفأ النَّار بالإ َماء فَإذَا َغض‬

26
Sunan Abu Dawud, Kitab Adab, Bab Doa Saat Marah, no.4152.
27
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997),hal 1564.
28
Tim ulama fiqih dibawah arahan Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu syaikh,
Fiqih Muyassar, kitab thaharah, bab wudhu, (Madinah: Maktabah As Suudiyah,
2003),hal.26

11
Artinya:”Ia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam pernah bersabda: "Sesungguhnya marah itu dari setan
dan setan diciptakan dari api, sementara api akan mati dengan air,
maka jika salah seorang dari kalian marah hendaklah berwudhu."29
d. Mencegah terjadinya kanker kulit.
e. Menjaga kesehatan mata dan anggota bagian tubuh lainnya yang
terkena wudhu dari penyakit kulit.
3. Tayammum
Menurut bahasa kata tayammum berarti menyengaja30, sedangkan
menurut istilah syariat, tayammum adalah suatu kegiatan beribadah kepada
Allah secara sengaja menggunakan debu yang bersih dan suci dengan cara
mengusap wajah dan tangan diikuti dengan niat untuk menghilangkan
hadats bagi orang yang tidak mendapati air atau tidak bisa
31
menggunakannya.
Jika wudhu hanya bisa menghilangkan hadats kecil, maka
bertayamum bisa digunakan untuk menghilangkan hadats kecil maupun
hadats besar dengan syarat tidak didapati air atau dalam keadaan tidak bisa
menggunakan air. Syariat tayamumpun tidak lepas dari hikmah atau tujuan
disyariatkannya tayamum. Beberapa hikmah disyariatkannya tayamum
diantaranya adalah:
a. Sebagai pengganti air dalam bersuci jika tidak didapati air atau tidak
bisa menggunakannya. Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman :

{ ‫وهك إم َوأَيإ ِديكم‬


ِ ‫}فَلَم ََِتدوا ماء فَت ي َّمموا صعِيدا طَيِّبا فَامسحوا بِوج‬
َ‫َ ً ً إ‬ ََ ً َ ‫إ‬
Artinya:“Lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah
dengan tanah yang baik (bersih); usaplah mukamu dan
tanganmu.”32

29
Sunan Abu Dawud, Kitab Adab, Bab Doa Saat Marah, no.4152.
30
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997),hal 1361.
31
Sa’id bin Ali bin Wahaf al-Qahthani, Panduan Bersuci, hal.70. (Jakarta:
Almahira, 2006).
32
An-Nisa: 43

12
b. Sebagai bentuk kemurahan dan rukhsoh (kemudahan) dari Allah
Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman :

‫إملوا الإعِ َّد َة َولِت َكبِّ روا اللَّهَ َعلَ َٰى َما‬
ِ ‫}ي ِريد اللَّه بِكم الإيسر وَال ي ِريد بِكم الإعسر ولِتك‬
َ َ‫إ‬ َ َ‫إ‬
{‫َه َداك إم َولَ َعلَّك إم تَ إشكرو َن‬
Artinya:“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas
petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”33
c. Kesempurnaan syariat Islam, Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman :

{‫اْل إس َل َم ِدينًا‬
ِ‫}الإيَ إوَم أَ إك َم إلت لَك إم ِدينَك إم َوأ إَْتَ إمت َعلَإيك إم نِ إع َم ِِت َوَر ِضيت لَكم إ‬

Artinya:“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu,


dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai
Islam itu jadi agama bagimu.”34
d. Menghilangkan hadats kecil dan besar yang menempel pada badan
seorang muslim.

B. Thaharah dari Najis


1. Definisi Najis
Najasah atau najis secara etimologi atau bahasa artinya kotoran,
sebagaimana firman Allah Ta’ala di dalam kitabNya yang mulia.

‫س فَ َل يَ إقَربوا الإ َم إس ِج َد إ‬
{‫احلََر َام بَ إع َد َع ِام ِه إم ََٰه َذا‬ ِ َِّ
ٌ َ‫ين َآمنوا إَّنَا الإم إشركو َن ََن‬
ِ َّ
َ ‫}يَاأَي َها الذ‬
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang
yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati
Masjidilharam sesudah tahun ini.”35
Najis pada ayat ini bermakna kotoran yang terletak pada jiwanya
karena kemusyrikannya. Sedangkan menurut istilah Syariat, najis

33
Al-Baqorah: 285
34
Al-Maidah: 3
35
At-Taubah: 28

13
adalah semua benda yang dianggap kotor (menurut syariat) yang mana
Peletak syariat memerintahkan agar menghindarinya.36
2. Jenis dan klasifikasi najis
Najis ada dua macam:37
a. Najis aini atau hakiki, yaitu najis yang tidak bisa disucikan dalam
kondisi apapun, karena zatnya najis.
b. Najis hukmi, yaitu suatu kondisi yang dianggap najis yang ada
pada anggota tubuh dan menghalangi dirinya untuk melaksanakan
sholat.
Najis aini secara garis besar dibagi menjadi beberapa macam
yaitu:
1) Bangkai38, yaitu sesuatu yang mati bukan karena disembelih
menyebut nama Allah.
2) Darah, baik darah segar maupun darah haidh dan lainnya, ini
sesuai dengan firman Allah Ta’ala.
ِ َ‫َل حمَّرما علَى ط‬
‫اع ٍم يَطإ َعمه إَِّال أَن يَكو َن َمإيتَةً أ إَو‬ ِ ِ
َٰ َ ً َ ََّ ِ‫}قل َّال أَجد ِِف َما أوح َي إ‬
ِ ِ ِ
‫س أ إَو ف إس ًقا أه َّل لغَ إِْي اللَّ ِه بِِه فَ َم ِن إ‬
‫اضطَّر‬ ِ ِ ٍِ ِ
ٌ ‫وحا أ إَو َحلإ َم خنزير فَإنَّه ر إج‬
ً ‫َد ًما َّم إسف‬
ِ ‫ك َغف‬ ِ ٍ
{ ‫يم‬ ٌ َ َّ‫َغإي َر بَ ٍاغ َوَال َعاد فَإ َّن َرب‬
ٌ ‫ور َّرح‬
Artinya:“Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang
diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang
yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai,
atau darah yang mengalir atau daging babi -- karena
sesungguhnya semua itu kotor -- atau binatang yang disembelih

36
Tim ulama fiqih dibawah arahan Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu syaikh,
Fiqih Muyassar, Kitab Thaharah, Bab Najis dan Cara Pensuciannya, (Madinah: Maktabah
As Suudiyah, 2003),hal.57
37
Tim ulama fiqih dibawah arahan Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu syaikh,
Fiqih Muyassar, Kitab Thaharah, Bab Najis dan Cara Pensuciannya, (Madinah: Maktabah
As Suudiyah, 2003),hal.57
38
Pada permasalahan ini, bangkai ikan, belalang dan hewan yang tidak memiliki
darah yang mengalir dikecualikan dari benda najis, sebagaimana hadits yang
diriwayatkan Imam Bukhori dan Muslim
ِ َ‫ت لَنَا ميتَت‬ ِ َ َ‫ول اللَّ ِه صلَّى اللَّه علَي ِه وسلَّم ق‬
((‫ان ا إحلوت َوا إْلََراد‬ ‫ال أحلَّ إ َ إ‬ َ ََ ‫َإ‬ َ َ ‫))أ ََّن َرس‬

14
atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan
terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka sesungguhnya Rabmu Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”39
3) Nanah dan nanah yang bercampur dengan darah, keduanya
dihukumi najis dengan diqiyaskan terhadap darah, kecuali jika
jumlahnya sedikit maka termasuk yang dimaafkan karena sulit
menghindarinya.
4) Muntahan, baik muntahan manusia maupun selainnya.
5) Darah haid dan nifas, Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman :

ِ ِِ َّ ‫ك فَ َد ِعي‬
ِ ‫ضت‬
(‫صلِّي‬
َ َّ‫َّم ُث‬ ‫الص َل َة َوإِ َذا أ إَدبََر إ‬
َ ‫ت فَا إغسلي َعإنك الد‬ ‫)فَِإ َذا أَقإ بَ لَ إ‬
َ ‫ت َحإي‬
Artinya:“jika datang haidmu maka tinggalkan shalat, dan jika
telah terhenti maka bersihkanlah sisa darahnya lalu shalat.”40
6) Kencing dan kotoran manusia, keduanya dihukumi najis, kecuali
menurut ulama syafiiyah dan hanabilah, menurut mereka jika
kencingnya adalah kencing anak laki-laki yang belum makan
makanan pokok (selain air susu ibu), maka dihukumi suci
dengan memercikan air ke bagian yang terkena kencing tanpa
perlu mencucinya.
َّ ‫ضح ِم إن بَوِل‬
(‫الذ َك ِر‬ ِ
َ ‫ال إََِّّنَا ي إغ َسل م إن بَ إوِل إاْلنإثَى َوي إن‬
َ َ‫)ق‬
‫إ‬
Artinya:”Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya yang dicuci hanya kencing anak perempuan,
sedangkan kencing anak laki-laki, hanya di perciki".41
7) Kotoran hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan, seperti
himar, anjing, babi dan lain sebagainya. Sebagaimana hadits
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam:

39
Al-An’am: 145
40
Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Kitab Wudhu, Bab Mencuci Darah, no.201, Imam
Muslim, Shahih Muslim, Kitab Thaharah, Bab Najisnya Darah dan Bagaimana Cara
Membasuhnya.
41
Sunan abu dawud, Kitab Thaharah, Bab Kencing Bayi yang Mengenai Kain,
no.320

15
(‫س‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫)إِ َّن اللَّهَ ورسولَه يَإن َهيَانِك إم َع إن حل ِوم إ‬
ٌ ‫احلمر إاْل إَهليَّة فَإن ََّها ر إج‬ ََ
Artinya:”sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya melarang kalian
mengkonsumsi daging keledai jinak, karena daging itu najis."42
8) Kotoran yang dagingnya boleh dimakan. Ulama syafi’iyah dan
hanafiyah berpendapat bahwa kotoran tersebut hukumnya najis.
Akan tetapi ulama hanafiyah memberikan pengecualian
terhadap hewan yang membuang kotoran di udara seperti
burung maka kotorannya suci. Sementara itu ulama malikiyah
dan hanabilah mengatakan bahwa kotoran dan kencing hewan
yang dagingnya boleh dimakan adalah suci kecuali hewan
tersebut najis. Menurut penulis pendapat yang paling kuat
adalah pendapat dari mahzab malikiyah dan hanabilah karena
hal tersebut sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam.
9) Madzi dan wadzi, madzi adalah cairan bening dan lendir yang
keluar ketika sedang bercumbu dan lainnya, adapun wadzi
adalah air berwarna putih dan kental yang keluar setelah
kencing, keduanya najis berdasarkan hadits dari riwayat Ali
yang masyhur.
Berdasarkan keterangan di atas, maka jenis-jenis najis dapat kita
klasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
a) Najis mukhaffafah, yaitu najis yang disucikan cukup dengan
memercikan air ke bagian yang terkena najis, seperti kencing anak
laki-laki yang belum makan makanan pokok (selain air susu ibu).
b) Najis mutawassithah, yaitu najis yang disucikan hanya dengan
mengalirkan air ke bagian yang terkena najis, sehingga hilang rasa,
warna, dan bau dari najis tersebut.
c) Najis mughalladhah, yaitu najis yang perlu dibasuh tujuh kali, salah
satunya dengan air yang bercampur dengan tanah, seperti jilatan
anjing.

42
Al-Bukhori, shohih bukhori..., Kitab Penyembelihan dan Perburuan, Bab
Daging Keledai Jinak, no.5100

16
3. Hikmah dari ditetapkannya benda najis
Allah Ta’ala telah menetapkan sesuatu untuk dihindari pasti ada
hikmah yang senantiasa meliputinya, sebagaimana ditetapkannya bahwa
benda-benda diatas itu najis, maka hal tersebut tidak lepas pula dari
hikmah yang menyertainya, dan diantara hikmah ditetapkannya benda
najis untuk dihindari yaitu:
a. karena di dalam benda-benda najis tersebut terdapat kuman dan
bakteri yang berbahaya, seperti cacing pita yang telah masyhur ada
pada babi dan air liur anjing yang banyak mengandung bakteri
yang berbahaya bagi kesehatan.
b. Sebagian hewan yang ditetapkan najis adalah hewan yang
menjijikan karena hewan tersebut memakan kotorannya sendiri,
seperti babi.
c. Benda-benda yang Allah tetapkan najis adalah benda-benda yang
menjijikan dan menimbulkan bau yang tidak sedap sehingga
berdampak buruk bagi orang-orang sekitar, seperti kencing,
kotoran manusia dan lain sebagainya.
d. Sebagai bentuk kasih sayang Allah kepada para hambanya,
sehingga hambanya lebih bisa menjaga kesehatan dirinya.

C. Istinja atau Istijmar


1. Definisi istinja dan istijmar
Istinja secara bahasa artinya selamat, bebas dan terlepas dari
(kotoran).43 Sedangkan secara istilah fiqih istinja adalah bersuci dengan air
untuk membersihkan najis yang berupa kotoran yang ada atau menempel
pada tempat keluarnya kotoran tersebut (qubul dan dubur) seperti berak
dan kencing.44

43
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997),hal 1392.
44
Tim ulama fiqih dibawah arahan Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu syaikh,
Fiqih Muyassar, Kitab Thaharah, Bab Najis dan Cara Pensuciannya, (Madinah: Maktabah
As Suudiyah, 2003),hal.13.

17
Istijmar secara bahasa artinya batu kerikil.45 Sedangkan dalam istilah
syariat istijmar adalah mengusap apa yang keluar dair dua jalan dengan
sesuatu yang suci, mubah, dan dapat membersihkan, seperti batu dan yang
semisalnya.
2. Hikmah disyariatkannya istinja atau istijmar
Istinja atau istijmar adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan
setiap muslim setelah menunaikan hajatnya (buang air besar dan buang air
besar). Istinja sangat erat kaitannya degan kehidupan manusia, oleh karena
itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan umatnya agar
senantiasa menjaga dirinya dari kotoran-kotoran yang menempel pada qubul dan
dubur setelah melaksanakan hajatnya, banyak sekali manfaat yang dapat kita
peroleh jika kita senantiasa melaksanakan istinja setelah buang hajat, dan diantara
manfaat atau hikmah dari beristinja, yaitu:
1. Terhindar dari azab kubur karena tidak bersih dalam beristinja,
sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang
diriwayatkan oleh Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu:
ِ ‫ال إِنَّهما لَي ع َّذب‬ ِ ِ
‫ان َوَما‬َ َ َ َ ‫صلَّى اللَّه َعلَإيه َو َسلَّ َم ب َقإب َريإ ِن فَ َق‬
َ ‫ال َمَّر النَِِّب‬ ٍ َّ‫) َع إن ابإ ِن َعب‬
َ َ‫اس ق‬

‫َحدهَا فَ َكا َن َال يَ إستَِِت ِم إن الإبَ إوِل َوأ ََّما إاْل َخر فَ َكا َن ميَإ ِشي‬ ِ
َ ‫ي َع َّذبَان ِِف َكبِ ٍْي أ ََّما أ‬
ِ ‫ْي فَغَرز ِِف ك ِّل قَ ٍْب و‬ ِ ‫يدةً رطإبةً فَ َشق‬ ِ ‫َّم‬
ِ ِ
‫ول‬
َ ‫اح َدةً قَالوا يَا َرس‬ َ ‫إ‬ َ َ ِ ‫ص َف إ‬
‫َّها ن إ‬
َ َ َ َ ‫َخ َذ َج ِر‬
َ ‫يمة ُثَّ أ‬
َ ‫بالن‬
(‫ال لَ َعلَّه ُيَفِّف َعإن ه َما َما ََلإ يَإيبَ َسا‬ ِِ
َ ‫اللَّه َلَ فَ َع إل‬
َ َ‫ت َه َذا ق‬
Artinya:”Ibnu 'Abbas berkata,"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam lewat di dekat dua kuburan, lalu beliau bersabda:
"Sesungguhnya keduanya sedang disiksa, dan keduanya disiksa
bukan karena dosa besar. Yang satu disiksa karena tidak bersuci
setelah kencing, sementara yang satunya suka mengadu domba."
Kemudian beliau mengambil sebatang dahan kurma yang masih
basah, beliau lalu membelahnya menjadi dua bagian kemudian
menancapkannya pada masing-masing kuburan tersebut. Para

45
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997),hal 208.

18
sahabat pun bertanya, "Wahai Rasulullah, kenapa engkau
melakukan ini?" beliau menjawab: "Semoga siksa keduanya
diringankan selama batang pohon ini basah." 46
2. Terhindar dari penyakit kelamin yang disebabkan oleh bakteri atau
kuman.
3. Membersihkan najis yang ada pada diri seseorang sehingga
shalatnya dapat diterima, hal ini selaras dengan sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam berkenaan tentang syarat sahnya shalat:
ِ ِ
َ ‫صلَّى اللَّه َعلَإيه َو َسلَّ َم َال ت إقبَل‬
‫ص َلة َم إن‬ َ ‫ال َرسول اللَّه‬
َ َ‫( َع إن أَِِب هَريإ َرَة يَقول ق‬

(َ‫ضأ‬
َّ ‫ث َح ََّّت يَتَ َو‬
َ ‫َح َد‬
‫أإ‬
Artinya:”Abu Hurairah berkata, "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: "Tidak akan diterima shalat seseorang yang
berhadats hingga dia berwudlu."47

II.6 Sunah- sunah Fitroh dan Hikmah Pensyariatannya.


Seorang muslim yang berpegang teguh kepada ajaran Al-Qur’an dan
Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam serta hidup dibawah pancaran
sinarnya, pasti akan bertindak dalam seluruh aspek kehidupannya sesuai dengan
petunjuk dan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal tersebut
adalah sebuah kewajiban yang harus dikerjakan oleh setiap muslim yang memiliki
ketakwaan kepada Allah Ta’ala, Hal demikian selaras dengan firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala,

{‫اْلِيَ َرة ِم إن أ إَم ِرِه إم‬ ٍِ ِ ِ


َ َ‫} َوَما َكا َن لم إؤم ٍن َوَال م إؤمنَة إِذَا ق‬
‫ضى اللَّه َوَرسوله أ إَمًرا أَن يَكو َن َهلم إ‬
Artinya:”Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan

46
Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Kitab Wudhu, Bab Membersihkan Kencing, No.
210.
47
Shahih Bukhori jilid 1, Kitab Wudhu, Bab Shalat Tidak Diterima Tanpa
Wudhu, No.132.

19
suatuketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka.”48
ِ ‫الرسول فَخذوه وما نَهاكم َعإنه فَانتَ هوا واتَّقوا اللَّهَ إِ َّن اللَّهَ َش ِديد الإعِ َق‬
{‫اب‬ َّ ‫} َوَما آتَاكم‬
َ ‫ََ َ إ‬
Artinya:”Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah.dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”49
Dari dua ayat diatas dapat disimpulkan bahwa seorang muslim yang patuh
kepada Allah Ta’ala pasti akan senantiasa mengikuti perintah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam baik perintah tersebut disukai ataupun dibenci
olehnya, begitu pula dalam permasalahan sunnah fitrah, maka ia tidak akan
memilih mana yang sesuai dengannya dan meninggalkan hal-hal yang tidak sesuai
denga hawa nafsunya. Sunnah fitrah disebut juga dengan sifat-sifat fitrah, karena
pelakunya disifati dengan fitrah yang mana Allah Ta’ala telah menciptakan
manusia dalam keadaan fitrah, dan menganjurkan hamba-Nya agar senantiasa
dalam bentuk yang terbaik dan selalu berada dalam keadaan fitrah. Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengklasifikasikan Sunnah-sunnah fitrah
menjadi lima perkara, akan tetapi pembagian ini tidak membatasi bahwa sunnah
fitrah hanya ada lima namun masih banyak sunnah-sunnah fitrah lain yang
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sebutkan di dalam hadits yang lain, akan
tetapi pada pembahasan kali ini, kita hanya akan membahas mengenai sunnah-
sunnah fitrah yang sangat penting untuk dipahami oleh kaum muslimin
sebagaimana ternukil dari sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu,

‫س ِم إن الإ ِفطإَرةِ إ‬
‫اْلِتَان‬ ٌ ‫س أ إَو َخَإ‬
ِ َ َ‫)عن أَِِب هري رَة عن النَِِّب صلَّى اللَّه علَي ِه وسلَّم ق‬
ٌ ‫ال الإفطإَرة َخَإ‬ َ ََ ‫َإ‬ َ ِّ ‫َ إ َ َ إ‬ ‫َإ‬
ِ‫َو ِاال إستِ إح َداد َوتَ إقلِيم إاْلَظإ َفا ِر َونَإتف إ‬
(‫اْلبِ ِط َوقَص الشَّا ِر ِب‬
Artinya:”Dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau
bersabda: "Fithrah itu ada lima, atau ada lima fithrah yaitu: khitan, mencukur
bulu kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur kumis."50

48
Al-Ahzab ayat36
49
Al-Hasr: 7

20
Berikut ini adalah macam-macam sunnah fitrah yang sesuai dengan sabda
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam:

A. Istihdad (Mencukur Bulu Kemaluan)


1. Definisi Istihdad
Istihdah secara bahasa diambil dari kata al-hadid yang berarti besi51,
sedangkan secara istilah Istihdad yaitu mencukur bulu atau rambut yang
tumbuh di sekitar kemaluan menggunakan alat yang tajam, seperti pisau
cukur dan lain sejenisnya.52 Istihdad sudah seharusnya dilakukan oleh
setiap muslim laki-laki karena pada pensyariatannya banyak terdapat
hikmah yang bermanfaat bagi setiap muslim. Disebut dengan istihdah
karena alat yang digunakan adalah besi berupa silet cukur, dan tidak
mengapa menggunakan obat perontok rambut untuk menghilangkannya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah menentukan batas waktu
untuk beristihdah sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,

‫ص الشَّا ِر ِب َوتَ إقلِي ِم‬


ِّ َ‫صلَّى اللَّه َعلَإي ِه َو َسلَّ َم ِِف ق‬ ِ
َ ‫ت لَنَا َرسول اللَّه‬
َ َّ‫ال َوق‬
ٍ ِ‫س ب ِن مال‬
َ َ‫ك ق‬ َ ‫) َع إن أَنَ ِ إ‬
ِ ِ ِ ِ ِ‫ف إ‬ ِ ‫إاْلَظإ َفا ِر وح إل ِق الإعانَِة ونَإت‬
‫ْي‬
َ ‫ال َمَّرةً أ إخَرى أ إَربَع‬ َ ‫اْلبإط أَ إن َال نَإت رَك أَ إكثَ َر م إن أ إَربَع‬
َ َ‫ْي يَ إوًما َوق‬ َ َ ََ
(ً‫لَإي لَة‬
Artinya:”Dari Anas bin Malik dia berkata; "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam menentukan waktu bagi kita dalam masalah memotong kumis,
memotong kuku, mencukur bulu kemaluan, dan mencabut bulu ketiak,
yaitu supaya kami tidak membiarkannya lebih dari empat puluh hari."
Dalam kesempatan lain beliau bersabda: "Empat puluh malam."53

50
Imam al-Bukhari, Shahih Bukhari, Kitab Pakaian, Bab Memendekkan Kumis,
No.5439, Imam Muslim, Shahih Muslim, Kitab Thaharah, Bab Macam Fitrah, no.377,
Sunnan Abu Dawud, Kitab Merapikan Rambut, Bab Mencukur Kumis, no.3666, Jami’
At-Tirmidzi, Kitab Adab, Bab Memotong Kuku, no.2680.
51
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997),hal 243.
52
Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri, Minhajul Muslim, kitab Adab, Bab Adab-
adab Fitrah, ( Jakarta: Darul Haq, 2006) hal.256
53
Sunan an-Nasa’i, Kitab Thaharah, Bab Waktu-Waktunya Sunah Fitrah, no.14

21
2. Hikmah disyariatkannya istihdad
Dalam permasalahan istihdad ini banyak sekali faedah atau hikmah
yang dapat kita peroleh dari pensyariatannya, dan diantara hikmah
pensyariatan istihdad adalah:
a. Memperindah dan mempercantik bulu atau rambut yang ada di
sekitar kemaluan.
b. Membersihkan bulu atau rambut yang ada di sekitar kemaluan dari
kotoran dan kuman.
c. Sebagai pengganti kesempurnaan qurban jika tidak memiliki hewan
yang akan disembelih, hal ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam,

َ َ‫ض ِّحي ِِبَا ق‬


‫ال َال َولَ ِك إن تَأإخذ‬ ِ ِ ِ ِ َ ‫الرجل أَرأَيإ‬
َ ‫ت إ إن ََلإ أَج إد إَّال َمن‬
َ ‫يحةً أنإثَى أَفَأ‬ َ َّ ‫ال‬ َ ‫)فَ َق‬

‫ك ِعإن َد‬ ِ ِ
َ ِ‫ض ِحيَّت‬
‫ك ْتََام أ إ‬
َ ‫ك فَ َذل‬ َ َ‫ِم إن َش إع ِرَك َوت َقلِّم أَظإ َف َارَك َوتَقص َشا ِرب‬
َ َ‫ك َوَإَتلق َعانَت‬

(‫اللَّ ِه َعَّز َو َج َّل‬


Artinya:”Lalu seseorang berkata; bagaimana pendapatmu jika aku
tidak mendapatkan kecuali hewan betina untuk diambil susunya,
apakah aku menyembelihnya, beliau bersabda: "Tidak, tapi
potonglah rambutmu, kukumu, kumismu dan bulu kemaluanmu
maka itu adalah kesempurnaan kurbanmu disisi Allah Azza wa
jalla."54
d. Syarat untuk memutuskan suatu hukuman had, sebagaimana sabda
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
ِ َ َ‫صلَّى اللَّه َعلَإي ِه َو َسلَّ َم ق‬ ِ َ ‫َن رس‬
‫استَ إحيوا‬ َ ‫وخ الإم إش ِرك‬
‫ْي َو إ‬ َ ‫ال اقإ ت لوا شي‬ َ ‫ول اللَّه‬ َ َّ ‫)أ‬

ٌ ‫يسى َه َذا َح ِد‬


‫يث َح َس ٌن‬ ِ َ َ‫ين ََلإ ي إنبِتوا ق‬
َ ‫ال أَبو ع‬
ِ َّ ِ
َ ‫َش إر َخه إم َوالش إَّرخ الإغ إل َمان الذ‬
ِ
ٌ ‫يح َغ ِر‬
(‫يب‬ ٌ ‫صح‬ َ

54
Sunan an-Nasa’i, Kitab Hewan Sembelihan, Bab Yang Tidak Dapat Hewan
Sembelihan, No. 4289.

22
Artinya:”Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Bunuhlah orang-orang musyrik yang telah dewasa, dan biarkan
yang masih remaja. Yaitu anak-anak yang belum tumbuh bulu
kemaluannya." Abu Isa berkata, "Hadits ini derajatnya hasan
shahih gharib.”55

B. Khitan (Sunat)
1. Definisi Khitan
Khitan secara bahasa artinya memotong56. Sedangkan secara istilah
khitan adalah membuang kulit yang menutupi kepala dzakar (kemaluan
laki-laki) sehingga kepalanya nampak. Sedangkan untuk wanita dengan
memotong sedikit daging di atas lubang persetubuhan (vagina). Ada yang
berkata, ia berbentuk seperti jengger ayam jantan. Dan yang shahih adalah
bahwa khitan wajib untuk laki-laki dan sunnah untuk wanita.57
Khitan disunnahkan dilaksanakan pada hari ketujuh dari hari kelahiran,
karena hal tersebut menjadikannya lebih cepat sembuh, karena Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam mengkhitan al-Hasan dan al-Husein pada hari
ketujuh dari kelahirannya, namun tidak mengapa jika khitan dilaksanakan
setelahnya, karena Nabiyullah Ibrahim ‘Alaihissalam dikhitan pada usia 80
tahun. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam
sebuah hadits yang menceritakan tentang pengkhitanan Nabi Ibrahim
‘Alaihissalam,

ً‫ْي َسنَة‬ِ َّ ‫َت إِبإ َر ِاهيم َعلَإي ِه‬


َ ‫الس َلم َوه َو ابإن ََثَان‬ ََ َ‫اخت‬
ِ
‫صلَّى اللَّه َعلَإيه َو َسلَّ َم إ‬
ِ
َ ‫ال َرسول اللَّه‬
َ َ‫)ق‬

(‫بِالإ َقد ِوم‬

55
Jami’ at-Tirmidzi, Kitab Ekspedisi, Bab Memutuskan Hukuman, No. 1509,
dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam Sunan Abu Dawud,
Kitab Jihad, Bab Membunuh Kaum Wanita, no. 2296
56
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), Hal. 323
57
Tim ulama fiqih dibawah arahan Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu syaikh,
Fiqih Muyassar, Kitab Thaharah, Bab Sunnah-sunnah Fitrah, (Madinah: Maktabah As
Suudiyah, 2003),hal.23

23
Artinya:”Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Nabi
Ibrahim 'Alaihissalam dikhitan saat Beliau berusia delapan puluh tahun
dengan menggunakan kapak".58
2. Hikmah disyariatkannya berkhitan
a. Hikmah Khitan untuk laki-laki adalah membersihkan kemaluan
dari najis yang tertahan di balik kulit yang menutupi ujungnya.
b. Hikmah khitan untuk wanita adalah mengurangi keras nafsu
syahwatnya.
c. Menjadi sebuah tanda kewibawaan, sebagaimana sabda Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam,

‫ال َكا َن إِبإ َر ِاهيم‬ ِ ِ‫يد عن سع‬


ِ َّ‫يد بإ ِن الإمسي‬
َ َ‫ب أَنَّه ق‬ َ
ٍِ ِ
َ ‫) َح َّدثَِِن َع إن َمالك َع إن َإُي ََي بإ ِن َسع َ إ‬
ِ ‫َت َوأ ََّو َل الن‬
‫َّاس‬ ََ َ‫اخت‬ ِ ‫ف َوأ ََّو َل الن‬
‫َّاس إ‬ َ ‫ف الضإَّي‬
َ َّ‫ضي‬ ِ ‫َو َسلَّ َم أ ََّو َل الن‬
َ ‫َّاس‬ ‫صلَّى اللَّه َعلَإي ِه‬
َ
‫ال اللَّه تَبَ َارَك َوتَ َع َاىل‬
َ ‫ب َما َه َذا فَ َق‬
ِّ ‫ال يَا َر‬
َ ‫ب فَ َق‬
َ ‫َّاس َرأَى الشإَّي‬ َ ‫ص الشَّا ِر‬
ِ ‫ب َوأ ََّو َل الن‬ َّ َ‫ق‬

(‫ب ِزإدِِّن َوقَ ًارا‬ َ ‫َوقَ ٌار يَا إِبإ َر ِاهيم فَ َق‬
ِّ ‫ال يَا َر‬
Artinya:” Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Yahya bin
Sa'id dari Sa'id bin Musayyab berkata; "Ibrahim shallallahu 'alaihi
wasallam adalah orang pertama yang memuliakan tamu. Orang
pertama yang berkhitan. Orang pertama yang memendekkan kumis
dan orang pertama yang melihat uban. Ibrahim bertanya, "Wahai
Rabbku, apa ini?" Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman: "Wahai
Ibrahim, itu adalah kewibawaan." Ibrahim berkata, "Ya Rabb,
tambahkanlah kewibawaan bagiku! "59

ِ ‫الشا ِر‬
C. Memendekan kumis (‫ب‬ َّ ‫ص‬ُّ َ‫)ق‬

ِ ‫قَص الشَّا ِر‬


1. Definisi ‫ب‬

58
Imam al-Bukhari, Shahih Bukhari, Kitab Hadits-hadits yang Meriwayatkan
Tentang Para Nabi, Bab Firman Allah "Dan Allah telah mengangkat Nabi Ibrahim
sebagai kekasih-Nya", no.3107, Imam Muslim, Shahih Muslim, Kitab Keutamaan, Bab
Keutamaan Ibrahim Alaihissalam, no.4368
59
Imam Malik bin Annas Al Madani, Muwattho Imam Malik, Kitab Lain-lain,
Bab Sunnah Fitrah, no.1437. (Jakarta: Lidwa Pusaka, 2008).

24
Qosshu secara bahasa diambil dari kata qossho-yaqusshu yang
artinya menggunting, memangkas, sedangkan assyarib secara bahasa
berasal dari isim fa’il ‫ب‬ َ ‫َر‬
ِ ‫ ش‬artinya saluran air di leher, kumis. Secara
ِ ‫ قَص الشَّا ِر‬adalah memotong kumis yang memanjang sampai ke
istilah ‫ب‬

bibir.60
Banyak hadits-hadits shahih yang mendorong untuk mencukur kumis
dan membiarkan jenggot (terurai) karena dalam mrmbiarkan jenggot
terurai terdapat ketampanan dan kejantanan. Namun banyak laki-laki di
zaman sekarang yang membalikkannya, mereka memanjangkan kumis
dan lebih senang untuk memotong atau mencukur jenggot, padahal
semua ini menyelisihi sunnah dan perintah-perintah yang muncul untuk
mewajibkan pemanjangan jenggot, diantaranya adalah hadits Abu
Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda,

َ ‫َّوا ِر‬
(‫ب َوأ إَعفوا اللِّ َحى‬ َ ‫َحفوا الش‬
‫)أ إ‬
Artinya:"Potonglah kumis dan biarkanlah jenggot."61
Dari hadits ini, maka seorang muslim haram untuk mencukur
jenggot baik keseluruhan maupun qaza’ (mencukur sebagian dan
meninggalkan sebagian yang lain) Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu
menuturkan,

(‫صلَّى اللَّه َعلَإي ِه َو َسلَّ َم نَ َهى َع إن الإ َقَزِع‬ ِ َ ‫َن رس‬


َ ‫ول اللَّه‬ َ َّ ‫)أ‬
Artinya:”Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang qaza'
(mencukur sebagian rambut kepala dan membiarkan sebagian yang
lain)."62
2. Hikmah Memendekkan Kumis

60
Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri, Minhajul Muslim, Kitab Adab, Bab Adab-
adab Fitrah, hal.256
61
Shahih Muslim jilid 1, Kitab Thaharah, Bab Macam Fitrah, No. 380, ini adalah
lafazh muslim.
62
Shahih Bukhari, Kitab Pakaian, Bab Qaza’(mencukur sebagian dan
meninggalkan sebagian), No. 5466

25
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah banyak menjelaskan
tentang hikmah dari memendekkan kumis, dan diantara hikmahnya adalah:
a. Menjadikan laki-laki lebih terlihat tampan dan bersih.
b. Sebagai pengganti kesempurnaan qurban jika tidak memiliki hewan
yang akan disembelih, hal ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam,

َ َ‫ض ِّحي ِِبَا ق‬


‫ال َال َولَ ِك إن تَأإخذ‬ ِ ِ ِ ِ َ ‫الرجل أَرأَيإ‬
َ ‫ت إ إن ََلإ أَج إد إَّال َمن‬
َ ‫يح ًة أنإثَى أَفَأ‬ َ َّ ‫ال‬ َ ‫)فَ َق‬

‫ك ِعإن َد‬ ِ ِ
َ ِ‫ض ِحيَّت‬
‫ك ْتََام أ إ‬
َ ‫ك فَ َذل‬ َ َ‫ِم إن َش إع ِرَك َوت َقلِّم أَظإ َف َارَك َوتَقص َشا ِرب‬
َ َ‫ك َوَإَتلق َعانَت‬

(‫اللَّ ِه َعَّز َو َج َّل‬


Artinya:”Lalu seseorang berkata; bagaimana pendapatmu jika aku
tidak mendapatkan kecuali hewan betina untuk diambil susunya,
apakah aku menyembelihnya, beliau bersabda: "Tidak, tapi
potonglah rambutmu, kukumu, kumismu dan bulu kemaluanmu
maka itu adalah kesempurnaan kurbanmu disisi Allah Azza wa
jalla."63
c. Menyelisihi orang-orang kafir, sebagaimana hadits Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam,
ِ ِ َ َ‫)عن اب ِن عمر عن النَِِّب صلَّى اللَّه علَي ِه وسلَّم ق‬
َ ‫ال َخالفوا الإم إش ِرك‬
‫ْي َوفِّروا اللِّ َحى‬ َ ََ ‫َإ‬ َ ِّ ‫َ إ إ َ َ َ إ‬

َ ‫َّوا ِر‬
(‫ب‬ َ ‫َحفوا الش‬
‫َوأ إ‬
Artinya:”Dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
beliau bersabda: "Selisihilah orang-orang musyrik, panjangkanlah
jenggot dan cukurlah kumis kalian."64
d. Termasuk golongan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam

63
Sunan an-Nasa’i, Kitab Hewan Sembelihan, Bab Yang Tidak Dapat Hewan
Sembelihan, No. 4289
64
Shahih Bukhori, Kitab Pakaian, Bab Memotong Kuku, No. 5442, Shahih
Muslim, Kitab Thaharah, Bab Macam Fitrah, No. 382

26
‫ال َم إن ََلإ يَأإخ إذ ِم إن َشا ِربِِه‬
َ َ‫صلَّى اللَّه َعلَإي ِه َو َسلَّ َم ق‬ ِ َ ‫َن رس‬ ِ
َ ‫ول اللَّه‬ َ َّ ‫) َع إن َزيإد بإ ِن أ إَرقَ َم أ‬
(‫س ِمنَّا‬
َ ‫فَلَإي‬
Artinya:”Dari Zaid bin Arqam bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa tidak mencukur
65
kumisnya, maka dia bukan termasuk golonganku

D. Memotong Kuku
1. Definisi Memotong Kuku (‫ار‬ ْ َ‫)تَ ْقلِي ُم ْاْل‬
ِ َ‫ظف‬
Kata ‫ تَ ْقلِي ُم‬berasal dari kata ‫ قَلَّ َم‬yang berarti memotong, merapikan
dan menggaris,66 dan kata ‫ار‬ ْ َ‫ ْاْل‬berasal dari kata ‫ الظَ ْف ُر‬yang berarti kuku
ِ َ‫ظف‬
ْ َ‫ تَ ْقلِي ُم ْاْل‬adalah pemotongan kuku
ِ َ‫ظف‬
dan cakar.67Sedangkan secara istilah ‫ار‬
yang terletak dijari kaki dan tangan sehingga hilang kotoran yang
menempel di kuku tersebut atau mengguntingnya dengan tidak
membiarkannya panjang68.
Memotong kuku memiliki banyak manfaat bagi kesehatan
manusia, namun sebagian kaum muslimin menyelisihi fitrah nabawi ini,
mereka memanjangkan kuku-kuku mereka atau kuku dari jari tertentu di
tangan mereka dengan beberapa alasan tertentu, seperti mengikuti tren
dan alasan lain yang menyelisihi syariat.
2. Hikmah disyariatkannya memotong kuku
Dalam syariat memotong kuku ini, tidak lepas dari hikmah yang
menyertainya, diantara hikmah dari mengikuti sunnah fitrah(memotong
kuku) yaitu:
a. Memperindah kuku tangan dan kaki
b. Menghilangkan kotoran yang menumpuk dibawahnya
65
Imam at-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, Kitab Adab, Bab Mencukur Kumis,
no.2685, Imam an-Nasa’i, Sunan an-Nasa’i, Kitab Thaharah, Bab Mencukur Kumis,
no.13
66
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hal 1153
67
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hal 880
68
Tim ulama fiqih dibawah arahan Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu syaikh,
Fiqih Muyassar, Kitab Thaharah, Bab Sunnah-sunnah Fitrah, (Madinah: Maktabah As
Suudiyah, 2003), hal.24

27
c. Menghindari penyakit-penyakit yang disebabkan oleh kuman yang
ada di kuku, seperti sakit perut dan lain-lain.
d. Menyelisihi kebiasaan kaum musyrik yang suka memanjangkan
kukunya.
e. Sebagai pengganti kesempurnaan qurban jika tidak memiliki hewan
yang akan disembelih, hal ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam,

َ َ‫ض ِّحي ِِبَا ق‬


‫ال َال َولَ ِك إن تَأإخذ‬ ِ ِ ِ ِ َ ‫الرجل أَرأَيإ‬
َ ‫ت إ إن ََلإ أَج إد إَّال َمن‬
َ ‫يح ًة أنإثَى أَفَأ‬ َ َّ ‫ال‬ َ ‫)فَ َق‬

‫ك ِعإن َد‬ ِ ِ
َ ِ‫ض ِحيَّت‬
‫ك ْتََام أ إ‬
َ ‫ك فَ َذل‬ َ َ‫ِم إن َش إع ِرَك َوت َقلِّم أَظإ َف َارَك َوتَقص َشا ِرب‬
َ َ‫ك َوَإَتلق َعانَت‬

(‫اللَّ ِه َعَّز َو َج َّل‬


Artinya:”Lalu seseorang berkata; bagaimana pendapatmu jika aku
tidak mendapatkan kecuali hewan betina untuk diambil susunya,
apakah aku menyembelihnya, beliau bersabda: "Tidak, tapi
potonglah rambutmu, kukumu, kumismu dan bulu kemaluanmu
maka itu adalah kesempurnaan kurbanmu disisi Allah Azza wa
jalla."69

E. Mencabut Bulu Ketiak (‫اْلبإ ِط‬


ِ‫)نَإتف إ‬

ِ ‫اْلب‬
1. Definisi mencabut bulu ketiak (‫ط‬ ‫)نَإتف إِ إ‬
‫ نَإتف‬secara bahasa artinya mencabut.70 Sedangkan ‫اْلبإ ِط‬
ِ‫ إ‬secara

bahasa artinya ketiak, pasir yang lembut atau sesuatu yang


ِ ‫اْلب‬
kempit.71Maka dari itu, ‫ط‬ ‫ نَإتف إِ إ‬dapat diartikan dengan pembuangan
bulu yang tumbuh di ketiak.

69
Sunan an-Nasa’i, Kitab Hewan Sembelihan, Bab Yang Tidak Dapat Hewan
Sembelihan, no. 4289
70
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hal. 1441
71
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hal. 3

28
Membuang bulu ketiak adalah suatu kegiatan yang mudah
dilakukan oleh setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan, karena
di dalamnya pula terdapat keindahan serta kebersihan badan dari kotoran
dan bau yang tidak sedap, dan disunnahkan dalam penghilangan bulu
ketiak dengan cara mencabut, mencukur, atau sejenisnya.
2. Hikmah disyariatkannya mencabut bulu ketiak
Dalam hal yang sederhana ini pula, terdapat banyak hikmah yang
dapat kita petik dan ambil sehingga kita dapat lebih bersemangat untuk
melakukan sunnah ini, dan diantara hikmahnya adalah:
a. Menjaga keindahan dan kebersihan badan terutama di daerah ketiak
dari kotoran dan kuman.
b. Melenyapkan bau tak sedap yang menumpuk bersamaan dengan
keberadaan bulu rambut.
c. Menciptakan kenyamanan diri ketika melakukann aktifitas sehari-
hari.

Inilah agama kita yang lurus, yang memerintahkan kita untuk senantiasa
menjaga kebersihan dan kesucian jiwa dan badan agar seorang muslim senantiasa
dalam keadaan yang paling indah ketika beribadah dan melakukan aktifitas sehari-
hari, serta jauh dari taklid kepada orang-orang kafir dan bangga dengan
agamanya, serta menaati Allah dan mengikuti sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam.
Dan selain dari lima sifat fitrah ini, masih banyak terdapat sunnah fitrah
lainnya yang berasal dari hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam diantaranya
adalah bersiwak, berkumur, membasuh ruas jari-jari tangan yaitu lingkaran yang
berada pada punggung jari-jemari dimana biasanya kotoran berkumpul padanya,
menghirup air dengan hidung untuk membersihkannya dan beristinja. Hal ini
berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallah ‘anha, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,

‫استِإن َشاق الإ َم ِاء َوقَص إاْلَظإ َفا ِر َو َغ إسل‬


‫الس َواك َو إ‬ ِ ‫) َع إشر ِمن الإ ِفطإرِة قَص الشَّا ِر‬
ِّ ‫ب َوإِ إع َفاء اللِّ إحيَ ِة َو‬ َ ‫ٌ إ‬
ِ ‫ال مصعب ونَ ِسيت الإع‬
‫اشَرةَ إَِّال أَ إن‬ َ َ َ‫اْلبِ ِط َو َح إلق الإ َعانَِة َوانإتِ َقاص الإ َم ِاء ق‬
َ ٌ َ ‫ال َزَك ِريَّاء قَ َ إ‬ ِ‫الإبَ ر ِاج ِم َونَإتف إ‬
َ

29
‫َخبَ َرنَا ابإن‬
‫بأإ‬ٍ ‫يع انإتِ َقاص الإم ِاء يَ إع ِِن ِاال إستِإن َجاء و َحدَّثَنَاه أَبو كريإ‬ِ َ َ‫ضمضةَ زاد ق تَ يبة ق‬
ٌ ‫ال َوك‬ َ‫تَكو َن الإ َم إ َ َ َ َ إ‬
َ َ َ
ِ ‫ال أَبوه ونَ ِسيت الإع‬
(‫اشَرَة‬ َ َ َ َ‫اْل إسنَ ِاد ِمثإ لَه َغإي َر أَنَّه ق‬
َ َ‫ال ق‬ ِ ‫ص َع‬
ِ‫ب بإ ِن َشإيبَةَ ِِف َه َذا إ‬ ِ ِ
‫أَِِب َزائ َد َة َع إن أَبِيه َع إن م إ‬
Artinya:"Ada sepuluh perkara dari fitrah; mencukur kumis, memanjangkan
jenggot, bersiwak, beristinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung), memotong
kuku, bersuci dengan air, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan dan
beristinja' dengan air." Zakariya berkata, Mush'ab berkata, "Dan aku lupa yang
kesepuluh, kecuali ia adalah berkumur-kumur." Qutaibah menambahkan,” Waki'
berkata, 'Bersuci dengan air maksudnya beristinja'." Dan telah menceritakannya
kepada kami Abu Kuraib telah mengabarkan kepada kami Ibnu Abu Zaidah dari
bapaknya dari Mush'ab bin Syaibah dengan sanad ini, seperti hadits tersebut,
hanya saja dia menyebutkan, "Bapaknya berkata, 'Dan saya lupa yang
kesepuluh.”72

II.7 Tujuan Thaharah


Ada beberapa hal yang menjadi tujuan disyariatkannya thaharah,
diantaranya:
1. Guna mensucikan diri dari kotoran berupa hadats dan najis.
2. Sebagai syarat sahnya shalat dan ibadah seorang hamba.
Disamping itu, thaharah memiliki hikmah tersendiri, yakni sebagai
pemelihara serta pembersih diri dari kotoran maupun hal-hal yang mengganggu
aktifitas ibadah seorang hamba.
Seorang hamba yang senantiasa gemar bersuci ia akan memiliki
keutamaan-keutamaan yang akan Allah beri kelak di akhirat nanti, salah satunya
adalah sebagaimana tercantum pada hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,

‫صلَّى‬ ِ
َّ ِ‫ال إِ ِِّّن ََس إعت الن‬
َ ‫َِّب‬ َّ ‫ال َرقِيت َم َع أَِِب هَريإ َرَة َعلَى ظَ إه ِر الإ َم إس ِج ِد فَتَ َو‬
َ ‫ضأَ فَ َق‬ َ َ‫) َع إن ن َعإي ٍم الإم إج ِم ِر ق‬

‫اع ِمإنك إم‬ ِ ِ ِ‫اللَّه علَي ِه وسلَّم ي قول إِ َّن أ َّم ِِت ي إدعو َن ي وم الإ ِقيام ِة غًّرا حم َّجل‬
‫ْي م إن آثَا ِر الإوضوء فَ َم إن إ‬
َ َ‫استَط‬ َ َ َ َ َ ‫َإ َإ‬ َ َ ََ ‫َإ‬
ِ
َ ‫أَ إن يط‬
(‫يل غَّرتَه فَ إليَ إف َع إل‬

72
Diriwayatkan oleh Imam Muslim, Shahih Muslim, Kitab Thaharah, Bab
Macam Fitrah, No. 384.

30
Artinya:”Dari Nu'aim bin Al Mujmir berkata, "Aku mendaki masjid bersama Abu
Hurairah, lalu dia berwudlu' dan berkata, "Aku mendengar Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya umatku akan dihadirkan pada hari
kiamat dengan wajah berseri-seri karena sisa air wudlu, barangsiapa di antara
kalian bisa memperpanjang cahayanya hendaklah ia lakukan."73
Thaharah juga membantu seorang hamba untuk mempersiapkan diri
sebelum bermunajah kepada Allah Ta’ala. Sebagai contoh seorang yang shalat
sesungguhnya ia sedang menghadap kepada Allah, karenanya wudhu membuat
agar fikiran hamba bisa siap dan fokus dalam beribadah dan bisa lepas dari
kesibukan-kesibukan duniawi, maka diwajibkanlah wudhu sebelum shalat, karena
wudhu adalah sarana untuk menenangkan dan meredakan fikiran dari kesibukan-
kesibukan duniawi untuk melaksanakan shalat.
II.8 Pentingnya Pemahaman Tata Cara Bersuci bagi Umat Islam
Thaharah atau bersuci menduduki masalah penting dalam syari’ah Islam.
Bisa dikatakan bahwa tanpa adanya thaharah, ibadah kita kepada Allah Ta’ala
tidak akan diterima, sebab beberapa ibadah utama mensyaratkan thaharah secara
mutlak. Tanpa thaharah, ibadah tidak sah. Bila ibdah tidak sah, maka tidak akan
diterima oleh Allah. Kalau tidak diterima oleh Allah, maka ibadah tersebut
hanyalah menjadi kesia-siaan.
Thaharah sangat penting dalam Islam, baik thaharah secara hakikat yaitu
mensucikan pakaian, badan dan tempat shalat dari najis, maupun secara hukum
yaitu mensucikan anggota badan dari hadats, dan mensucikan seluruh tubuh dari
janabah. Hal ini karena ia merupakan syarat untuk sahnya shalat yang dilakukan
lima kali sehari, dan shalat adalah berdiri menghadap Allah Ta’ala,
melakukannyadalam keadaan bersuci merupaka bentuk ta’zhim (pengagungan)
kepada Allah. Islam juga sangat menyukai kebersihan dan kesucian. Allah ta’ala
telah memuji orang-orang yang bersuci di dalam kitabnya yang mulia,
ِ ِ‫}إِ َّن اللَّه ُِيب الت ََّّواب‬
َ ‫ْي َوُيب الإمتَطَ ِّه ِر‬
{‫ين‬ َ َ

73
Al-Bukhori, Shohih Bukhori..., Kitab Wudhu, Bab Keutamaan Wudhu dan
Cahaya Di Wajah Karena Wudhu, no.133, Muslim, Shahih Muslim..., Kitab Thaharah,
Bab Sunahnya Memperpanjang Cahaya Putih dalam Wudhu, No. 363

31
Artinya:”Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”74
Hampir dalam setiap kitab fiqih, para fuqaha selalu meletakan pembahasan
thaharah diawal bab pembahasan, bahkan hampir setiap kitab hadits para sunan
diawali dengan pembahasan thaharah, seperti Imam Abu Dawud, Imam an-Nasa’i
dan Imam Tirmidzi. Hal ini menunjukan betapa pentingnya kebersihan atau
kesucian dalam Islam. Selain dapat menjaga umatnya dari berbagai penyakit,
thaharah dalam Islam juga berperan sebagai syarat dari sahnya sebuah
peribadahan. Seseorang tidak dapat beribadah saat memiliki hadats. Ia pun tidak
dapat beribadah saat pakaian atau tempat yang akan dilaksanakannya peribadahan
terkena najis. Dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala menegaskan betapa pentingnya
thaharah dalam Islam. Allah Ta’ala berfirman,

َ َ‫} َوثِيَاب‬
{ ‫ك فَطَ ِّه إر‬
Artinya:”dan pakaianmu bersihkanlah,”75

{‫اها‬
َ ‫اب َمن َد َّس‬ َ ‫}قَ إد أَفإ لَ َح َمن َزَّك‬
َ ‫اها َوقَ إد َخ‬
Artinya:” sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan
sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”76
Ayat diatas menerangkan bahwa orang yang beruntung adalah orang yang
senantiasa mensucikan jiwanya baik dzohir maupun batin. Begitulah Islam
mengajarkan sebuah sikap agar senantiasa menjaga kebersihan dan kesucian yang
keduanya adalah hal yang akan menjadi kunci diterimanya beberapa hal penting.
Maka dari itu, tidak ada alasan bagi setipa muslim untuk tidak menjaga kebersihan
dan kesucian diri dan lingkungannya. Jika seorang muslim tidak peduli dengan
kondisi lingkungannya, maka tentulah imannya belum sempurna sebagaimana
orang yang sedang shalat kemudian ia meninggalkan salah satu dari rukun shalat,
maka sudah tentu shalatnya tidak diterima. Jangan sampai, keimanan kita tidak
diterima oleh Allah Ta’ala dikarenakan kita lalai dalam menjaga kebersihan dan
kesucian, baik diri maupun lingkungan kita. Wallahu ‘alam.

74
Al-Baqorah: 222
75
Al-Mudattsir: 4
76
Asy-Syam: 9-10

32
II.9 Hikmah dan Manfaat Disyariatkannya Thaharah
Hikmah dan manfaat dari thaharah sangatlah banyak dan tidak mungkin
kami sebutkan seluruhnya pada pembahasan kali ini, hikmah dari thaharah tidak
hanya berhubungan dengan permasalahan ibadah semata, tetapi mengandung
banyak hikmah lain dari berbagai macam sudut pandang terutama dari segi
kesehatan. Secara garis besar hikmah dan manfaat thaharah mencakup manfaat
jasmani yaitu kesehatan badan seseorang dan manfaat ukhrawi yaitu berhubungan
dengan agama seseorang. Berikut ini adalah hikmah-hikmah disyariatkannya
thaharah menurut para ulama mutaqodimin dan mutaakhirin:

A. Manfaat jasmani
Dilihat dari segi kesehatan badan atau jasmani, maka thaharah
memiliki hikmah yang sangat beragam, diantaranya adalah:
Pertama, bersuci dapat meningkatkan kesehatan jasmani, karena
kotoran biasanya membawa banyak penyakit dan wabah. Kaum muslimin
sangat layak untuk menjadi orang yang paling sehat fisiknya, jauh dari
penyakit karena agama Islam telah mengajarkan untuk menjaga kebersihan
tubuh, pakaian dan tempat tinggal. Kedua, bersuci berarti memuliakan diri
seseorang muslim, keluarga dan masyarakat. Ketiga, membasuh seluruh
tubuh dan ruas yang ada dapat menambah kesegaran dan semangat,
menghilangkan keletihan dan kelesuan sehingga ia dapat mengerjakan ibadah
dengan khusyuk dan sempurna serta merasa diawasi oleh Allah Ta’ala.

B. Manfaat ukhrawi
Pertama, menjaga kemulian dan wibawa umat Islam. Orang Islam
mencintai kehidupan bermasyarakat yang aman dan nyaman. Islam tidak
menginginkan umatnya tersingkir atau dijauhi dari pergaulan lantaran
persoalan kerbersihan. Seriusnya Islam soal perintah bersuci ini menunjukkan
komitmennya yang tinggi akan kemuliaan para pemeluknya. Kedua, thaharah
dapat mengingatkan mereka akan nikmat Allah yang telah menghilangkan
kotoran dari diri mereka. Ketiga, menyiapkan diri dengan kondisi terbaik saat
menghadap Allah tidak hanya bersih tapi juga suci. Dalam shalat, doa, dan

33
munajatnya, seorang hamba memang seyogianya suci secara lahir dan batin,
bersih jasmani dan rohani, karena Allah mencintai orang-orang yang bertobat
dan menyucikan diri. Keempat, kesepakatan seluruh kaum muslimin untuk
melakukan thaharah dengan cara dan sebab yang sama dimanapun meraka
berada dan berapapun jumlahnya, serta kesepakatan umat dalam beramal
adalah sebab terjalinnya keterpautan antar hati, semakin kompak dalam
beramal akan semakin kuat persatuan mereka. Kelima, dengan melihat
seorang mukmin melaksanakan perintah Allah, mengerjakan perintah secara
sempurna sesuai denga syariat yang ada, akan memupuk keimanan sehingga
melahirkan rasa diawasi oleh Allah sehingga setiap kali ia melakukan
thaharah dengan niat mencari keridhaan Allah Ta’ala. Keenam, bersuci
merupakan bentuk pengakuan Islam terhadap fitrah manusia.
Sedangkan esensi thaharah yang lengkap bagi seluruh tubuh, ialah:
a. Menyucikan diri dari hadats dan najis memberi isyarat supaya kita
senantiasa menyucikan jiwa dari dosa dan segala perangai yang keji.
Hikmah dan manfaat dilakukannya thaharah tersebut memberikan
pengetahuan kepada kita bahwa betapa pentingnya thaharah tidak hanya
sekedar untuk melaksanakan ibadah, tetapi juga untuk menjaga kesehatan
tubuh manusia.
b. Supaya tubuh segar dan jiwa bersemangat, tidak dapat diragukan lagi
bahwa hubungan antara kebersihan tubuh dan ketentraman jiwa sangatlah
erat. Contohnya apabila tubuh dibersihkan setelah berhubungan suami
istri, maka kembalilah ruh kepada kesegaran dan hilanglah rasa kemalasan
dari tubuh.
c. Memalingkan jiwa dari keadaan bahimiyah kepada malakiyah,
keseimbangan jiwa dengan syahwat jima’, menarik jiwa pada sifat ke-
bahimiyah-an, apabila terjadi demikian maka segera mandi (thaharah),
maka jiwa kita akan kembali pada sifat malakiyah.
d. Menghilangkan semua bau busuk yang menjadikan tidak nyaman, selain
tidak disenangi malaikat dan orang yang shalat bersama dalam jama’ah,
dan menyebabkan mereka benci kepada orang yang berbau busuk.
Contohnya pada disyariatkan mandi pada hari raya dan mandi jum’at.

34
C. Thaharah sebagai Perlindungan Diri dari Virus Corona
Dalam persoalan bersuci (thaharah), sesunguhnya tanpa disadari
mengandung muatan untuk menghindarkan diri dari kuman penyakit. Karena
itu, syariah Islam tidak hanya mengatur ketentuan menyangkut media
bersucinya, berupa air atau tanah, tetapi juga mengatur tata cara bersuci.
Dalam hal membersihkan kotoran tertentu, diperlukan hingga 7x
siraman dengan air mengalir, yang di antara itu harus membersihkan bagian
yang terkena najis tertentu itu, dengan tanah. Najis dalam pengertian luas
adalah segala sesuatu kotoran, yang berbahaya bagi tubuh, termasuk kuman
penyakit semacam COVID-19. Agar tubuh tetap bersih dan menghindari
berbagai penyakit, Sunah Rasul menuntun untuk bersiwak/gosok gigi
utamanya hendak tidur, setelah makan dan hendak salat.
Berwudhu dengan benar yang disunahkan dimulai dengan
berkumur, dan istinsyaq atau menghirup air ke dalam rongga hidung adalah
cara yang baik untuk menjaga masuknya virus ke dalam tubuh. Lalu
membasuh muka, kemudian menyapu kepala, yakni mengosok-gosokan jari
yang basah ke seluruh bagian kepala, adalah hal yang sangat penting dan baik
untuk membangkitkan seluruh syaraf dibagian kepala. Coba lakukan dengan
benar dan rasakan manfaatnya.
Secara keseluruhan aspek penting lain dalam ritual berwudhu
adalah menstabilkan suhu badan pada temperatur normal, sehingga tubuh
akan terasa lebih segar. Maka sangat wajar jika dalam mengadapi corona,
berwudhu ini direkomendasikan dan dianjurkan banyak pihak. Demikian juga
syariah mengatur pakaian menutup aurat, yang tidak hanya bermakna secara
etis, tetapi juga untuk menjaga kesehatan. Selain itu juga disunahkan
memakai wewangian, karena renik patogen, cenderung berbau busuk dan
tidak nyaman di lingkungan yang wangi.
Mengingat suhu tubuh manusia normal dalam kisaran 36,5 sd 37,3
derajat Celcius, tidak didesain mengalami kejutan suhu. Sangat tepat mandi
sebelum matahari terbit dan sebelum tenggelam. Dan agar tidak
terjadi sock suhu, awali dengan berwudhu. Atau saat kehujanan, beradaptasi
dulu dengan air biasa, dan tidak langsung mandi dengan air panas.

35
Dalam hal menjaga kebersihan lingkungan, Sunnah mengajarkan
mengalirkan air tergenang, menutup bejana, menutup makanan dan minuman,
menimbun bangkai dan hal-hal berbau busuk, menutup pintu dan jendela
sebelum malam tiba dan membuka sebelum matahari terbit. Juga menutup
mulut saat batuk, menguap atau bersin. Khusus bersin disertai untuk saling
mendoakan.
Dalam hal-hal tertentu, sorban dan cadar sebagai kesunahan, sering
dipandang sebelah mata. Padahal berguna fungsional, sebagai pelindung
kepala di saat hujan atau panas terik, penutup hidung, melindungi wajah dan
kepala dari tiupan angin dan debu. Singkatnya ia berfungsi multiguna
termasuk sebagai penganti masker, penghangat tubuh di saat dingin, dll.
Belakangan baru disadari dan beredar kabar bahwa Muslimah yang bercadar
lebih kecil terjangkit virus corona.
Tentu masih banyak hal tentang menjaga kebersihan diri dan
lingkungan yang bagi seorang muslim sudah menyatu dalam kehidupan
keseharian dan sudah sepatutnya kita sangat memperhatikan masalah
kebersihan diri. Tentang menjaga kesucian itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman,

{‫} َما ي ِريد اللَّه لِيَ إج َع َل َعلَإيكم ِّم إن َحَرٍج َوَٰلَ ِكن ي ِريد لِيطَ ِّهَرك إم َولِيتِ َّم نِ إع َمتَه َعلَإيك إم لَ َعلَّك إم تَ إشكرو َن‬
Artinya:”Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu
bersyukur.”77

77
Al-Maidah: 6

36
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Segala Puji bagi Allah yang telah memudahkan penulis untuk
menyelesaikan makalah ini, setelah melewati pembahasan yang rinci ini, penulis
berkeinginan untuk merangkum makalah ini dalam beberapa poin-poin penting.
Kesimpulan yang dapat kita petik dari pembahasan makalah ini, dapat
dirangkum dalam point-point berikut ini:
1. Thaharah adalah suatu ibadah yang sangat penting didalam ajaran agama
Islam ini, karena kunci dari ibadah wajib sehari-hari (shalat fardhu) adalah
berthaharah.
2. Segala sesuatu yang Allah ciptakan pasti ada hikmah yang melandasinya,
sebagaimana ibadah thaharah ini yang tidak lepas pula dari hikmahNya
yang luas.
3. Hukum melaksanakan thaharah adalah wajib jika ada ibadah yang
mensyaratinya dan disunnahkan untuk selalu dalam keadaan suci ketika
menjalani kehidupan sehari-hari.
4. Pada dasarnya alat untuk berthaharah hanyalah air, namun karena adanya
halangan dalam menggunakan air maka thaharah dapat digantikan dengan
sesuatu yang lain seperti batu dan hal-hal lain yang dibolehkan oleh
syariat.
5. Thaharah secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu
thaharah dari hadats, thaharah dari najis dan beristijmar.
6. Sunah-sunah fitrah adalah salah satu bentuk dari thaharah yang sangat
sederhana, namun seringkali dilalaikan oleh beberapa kaum muslimin.
7. Hikmah dari dilaksanakannya thaharah dapat dibagi menjadi 2 macam,
yaitu hikmah secara jasmani dan hikmah secara ukhrawi.

III.2 Saran
Setelah melewati pembahasan dalam karya tulis ini,maka sudah sepatutnya
kita lebih bersemangat dalam melaksanakan ibadah thaharah karena kita telah

37
mengetahui betapa besarnya hikmah Allah Ta’ala di dalam pensyariatan thaharah
dan betapa besarnya rahmat dan kasih sayang Allah kepada para hambanya.
Hendaklah diri kita lebih bisa mendekat kepada sang Pencipta semesta dan jangan
sampai thaharah-thaharah yang kita lakukan tidak diterima bahkan tidak sah
karena menyelisihi syariat Islam dan cukuplah yang telah lalu menjadi
pembelajaran untuk kita.
Alhamdulillah Rabbil ‘Alamin, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala
menerima semua amalan kita, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi dunia
Islam. Semoga seluruh kaum muslimin memperoleh jalan yang lurus, dan Allah
senantiasa bukakan mata kita untuk senantiasa berada di jalan yang benar serta
senantiasa bertaqwa kepada Allah Rab Pemelihara semesta.

38
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan terjemahannya.


Al Bukhori, Muhammad bin Ismail. 2008. Shohih Bukhori. Jakarta: Lidwa
Pusaka.
Bin Al Hajjaj, Muslim. 2008. Shohih Muslim. Jakarta: Lidwa Pusaka.
Al Khurasany, Ahmad bin Syu'aib. 2008. Sunan an-Nasai Ash Shogra. Jakarta:
Lidwa Pusaka.
As Sijistani, Sulaiman bin Al Asy'ats. 2008. Sunan Abu Dawud. Jakarta: Lidwa
Pusaka.
At Tirmidzi, Muhammad bin Isa. 2008. Sunan at-Tirmizi. Jakarta: Lidwa Pusaka.
Al Madani, Malik bin Anas. 2008. Muwattho’ Malik. Jakarta: Lidwa Pusaka.
Al Utsaimin, Muhammad bin Shalih. 2007. Kunci Ibadah Praktis Menurut
Tuntunan Rasulullah. Jogjakarta: Hikmah Ahlus Sunnah.
Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia
Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progressif.
Al Qahthani, Sa’id bin Ali. 2006. Panduan Bersuci. Jakarta: Almahira.
Al Jazairi, Abu Bakar Jabir. 2006. Minhajul Muslim. Jakarta: Darul Haq.
Tim ulama fiqih dibawah arahan Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu syaikh, Fiqih
Muyassar. 2003. Madinah: Makrabah As Su’udiyah.

39
BIODATA PRIBADI

A. DATA PRIBADI
Nama : M. Fajri
Tempat Tangal Lahir : Brebes, 6 September 2002
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Jln. Profesor Soeharso, Dk. Gatak Kebon Timun,
Ds. Kiringan, Kec. Boyolali, Kab. Boyolali
Nama Ayah : Moh. Mashuri
Nama Ibu : Yatiyam

B. RIWAYAT SEKOLAH
a. Tahun 2009-2015 : SD Muhammadiyah Pre-internasional
Ketanggungan, Brebes
b. Tahun 2015-2018 : SMP MBS Wanasari, Brebes
c. Tahun 2018-2021 : MA Ma’hadul Qur’an, Boyolali

Boyolali, 5 Januari 2021

M. Fajri

40

Anda mungkin juga menyukai