Anda di halaman 1dari 3

C.

Kesetaraan Laki-laki dan Perempuan

Pada usia remaja, seseorang mengalami pertumbuhan jasmaniah dan rohaniah yang
sangat besar. Mereka mengalami adanya dorongan-dorongan dan daya-daya tertentu dalam
dirinya, khususnya daya tarik terhadap lawan jenisnya. Daya tarik terhadap lawan jenis ini
sering belum disadari secara penuh oleh para remaja sebagai hal yang luhur, indah, wajar,
dan manusiawi. Dengan demikian, para remaja dapat menghargai dirinya sendiri dan lawan
jenisnya (pria dan wanita) sebagai ciptaan Tuhan yang indah, luhur, dan suci.

Kita diajak untuk menyadari bahwa laki- dan perempuan diciptakan semartabat dan
sederajat. Keduanya diciptakan menurut citra Allah. Lebih dari itu, mereka dianugerahi
kepercayaan dan kesempatan yang sama untuk mengambil bagian dalam karya-Nya yang
agung. Mereka dipanggil untuk membangun persekutuan (communio) dan bekerja sama
dalam pengelolaan dunia dan seisinya serta pelestarian generasi umat manusia (Kejadian 1,
31). Laki-laki dan perempuan saling melengkapi. Tuhan mengatakan: “Tidak baik, kalau
manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan
dia” (Kejadian 2: 18).

Laki-laki dan perempuan diciptakan bukan pertama-tama sebagai tuan dan hamba atau
atasan dan bawahan, tetapi rekan yang sepadan. Tugas dan tanggung jawab yang diberikan
kepada keduanya sama. Nilai karya dan peran mereka pada karya Allah pada umumnya tidak
berbeda: tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada yang lebih rendah. Allah menjadikan
manusia itu sungguh amat baik” (Kejadian 1, 31) sehingga menunjukkan perbedaan manusia
dengan ciptaan lain. Sabda itu menunjukkan keistimewaan mereka sebagai laki-laki dan
perempuan di antara semua ciptaan.

Pria dan wanita merupakan ciptaan Tuhan yang paling indah. Pria dan wanita diciptakan
Tuhan untuk saling melengkapi, untuk menjadi teman hidup. Pria saja tidaklah lengkap.
Allah sendiri berkata: “Tidaklah baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan
menjadikan seorang penolong baginya, yang sepadan dengan dia” (Kejadian 2: 18). Hal
tersebut mau menyatakan bahwa wanita sungguh-sungguh merupakan kesatuan dengan pria,
maka Tuhan menciptakan wanita itu bukan dari bahan lain, tetapi dari tulang rusuk pria itu.
Maka, pria itu kemudian berkata tentang wanita itu demikian: “Inilah dia, tulang dari
tulangku dan daging dari dagingku” (Kejadian 2: 23). Dari kutipan Kitab Suci ini jelaslah
bahwa hubungan pria dan wanita adalah hubungan yang suci dan sepadan.
1. Mengamati Ketidakadilan Menyangkut Peranan dan Tugas Wanita dalam
Masyarakat
Adat Mengondisikan Perempuan di Bawah Pria
Adat menempatkan perempuan sebagai ibu yang memberikan segala-galanya.
Sementara pria adalah kepala rumah tangga yang diidentikkan dengan seorang kepala
perang, penguasa atas keluarga.
Sebagai perempuan yang hidup dalam sistem adat masyarakat tertentu harus pasrah,
tabah, dan sabar atas setiap situasi di dalam keluarga, termasuk menerima semua bentuk
kekerasan dan kekejaman suami terhadap istri dan anak-anak di dalam keluarga. Sikap
seperti ini dinilai adat sebagai sikap perempuan yang beretika, tahu diri, menghormati
adat, membawa rezeki, dan melahirkan keturunan yang beruntung.
Sikap pasrah dan menerima ini masih mendominasi 90 persen perempuan, termasuk
mereka yang sudah berpendidikan tinggi. Walau perempuan itu seorang pejabat, tetapi di
rumah ia masih harus menghormati suami sebagai kepala keluarga seperti perempuan
tradisional lainnya.
2. Mendalami Ajaran Kitab Suci tentang Kedudukan Laki-laki dan Perempuan.

Bacalah kutipan dari kitab Kejadian 2: 18 - 23 berikut dengan seksama:


18
TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku
akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.”
19
Lalu TUHAN Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung
di udara. Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia
menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk
yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu.
20
Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara
dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong
yang sepadan dengan dia.
21
Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN
Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan
daging.
22
Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah
seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu.
23
Lalu berkatalah manusia itu: “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari
dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.”

3. Menghayati Kesederajatan Perempuan dan Laki-laki


• Banyak orang bila berbicara tentang kesederajatan antara perempuan dan laki-laki,
sering terbatas pada masalah pembagian tugas atau fungsi. Maka banyak orang begitu
yakin, bahwa kepala keluarga itu harus seorang bapak. Sekalipun sang bapak itu
pengangguran, namun tetap saja bapak adalah kepala keluarga. Ibu bertugas beres-
beres rumah, dan sebagainya.
• Tentu bahwa kesederajatan akan terwujud bila orang berpikir secara baru. Pikiran baru
itu adalah ketika laki-laki mampu berkata: perempuan diciptakan Tuhan sebagai
penolong saya, berarti dia (perempuan) itu adalah bukti cinta Tuhan pada saya. Tuhan
menghendaki saya berkembang lewat bantuan dia, maka saya akan menghormati dan
melakukan apapun yang terbaik bagi dia. Bila saya menghormati dan mengasihi dia,
saya pun mencintai Tuhan. Demikian pula sebaliknya: perempuan berkata: saya telah
diciptakan Tuhan sebagai penolong dia, maka saya akan menghormati dan melakukan
apa saja yang terbaik bagi dia, sebab hal itu merupakan wujud saya mengasihi Tuhan.

KESIMPULAN
• Laki-laki dan perempuan diciptakan semartabat dan sederajat. Keduanya diciptakan
menurut citra Allah: diciptakan menurut gambar dan rupa Allah yang satu dan sama
(Kejadian 1, 26 -27). Lebih dari itu, mereka dianugerahi kepercayaan dan kesempatan
yang sama untuk mengambil bagian dalam karyaNya yang agung. Mereka dipanggil
untuk membangun persekutuan (communio) dan bekerja sama dalam pengelolaan dunia
dan seisinya serta pelestarian generasi umat manusia (Kejadian 1, 31).
• Laki-laki dan perempuan saling melengkapi. Sifat korelatif itu sangat jelas dalam bentuk
pria dan wanita. Tetapi juga kelihatan dalam seluruh kemanusiaannya, seperti: perasaan,
cara berpikir, dan cara menghadapi kenyataan, termasuk Tuhan.
• Pria dan wanita diciptakan Tuhan untuk saling melengkapi, untuk menjadi teman hidup.
Pria saja tidaklah lengkap. Allah sendiri berkata: Untuk menyatakan bahwa wanita
sungguh-sungguh merupakan kesatuan dengan pria, maka Tuhan menciptakan wanita itu
bukan dari bahan lain, tetapi dari tulang rusuk pria itu.

Anda mungkin juga menyukai