Anda di halaman 1dari 9

LEGAL OPINION

HAK MEMILIH ANGGOTA TENTARA REPUBLIK INDONESIA DAN POLISI


REPUBLIK INDONESIA

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hak memilih merupakan hak fundamental yang dimiliki oleh setiap warga negara
Indonesia. Namun, hak ini tidak berlaku bagi anggota Tentara Republik Indonesia (TNI) dan
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang masih aktif bertugas. Hal ini diatur dalam
beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain:

 Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian


Negara Republik Indonesia: "Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak
menggunakan hak memilih dan dipilih."
 Pasal 4 huruf f Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah: "tidak sedang menjadi prajurit Tentara
Nasional Indonesia atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia".
Argumen yang Mendukung Pencabutan Hak Pilih:
 Netralitas: Pencabutan hak pilih dimaksudkan untuk menjaga netralitas TNI dan
Polri dalam politik praktis. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas nasional dan
keamanan negara.
 Hierarki dan Disiplin: TNI dan Polri memiliki struktur organisasi yang hierarkis dan
disiplin tinggi. Pemberian hak pilih dikhawatirkan dapat mengganggu struktur dan
disiplin tersebut.
 Konflik Kepentingan: TNI dan Polri memiliki tugas untuk menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat. Pemberian hak pilih dikhawatirkan dapat menimbulkan
konflik kepentingan dalam pelaksanaan tugas tersebut.
Argumen yang Menentang Pencabutan Hak Pilih:
 Hak Asasi Manusia: Hak memilih merupakan hak asasi manusia yang fundamental.
Pencabutan hak pilih bagi anggota TNI dan Polri dianggap sebagai pelanggaran hak
asasi manusia.
 Demokrasi: Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang berdasarkan pada
kedaulatan rakyat. Pencabutan hak pilih bagi anggota TNI dan Polri dianggap sebagai
bentuk diskriminasi dan bertentangan dengan prinsip demokrasi.
 Modernisasi: Di beberapa negara maju, anggota militer dan kepolisian sudah
diberikan hak pilih. Hal ini menunjukkan bahwa modernisasi dan profesionalisme
TNI dan Polri tidak terancam dengan pemberian hak pilih.
Dalam perundang-undangan Indonesia, hak memilih anggota Tentara Nasional
Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dalam pemilihan umum
diatur dalam Pasal 326 Pasal 39 UU No. 34 Tahun 2004, Pasal 28 UU No. 2 Tahun 2002, UU
No. 8 Tahun 2012, dan Pasal 260 UU No. 42 Tahun 2008[1]. Tetapi, pengaturan hak memilih
ini bertentangan dengan hak konstitusional anggota TNI dan Polri sebagai warga negara,
yang merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi atau dihilangkan.
(Kadarsih & Sudrajat, n.d.)

Penelitian yang dilakukan mengenai hak pilih anggota TNI dan Polri dalam pemilihan
umum di Indonesia menunjukkan bahwa pengaturan hak pilih menjauhi prinsip negara
demokrasi, negara hukum, hak asasi manusia, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sebagai sumber hukum tertinggi dan sumber hak konstitusional
tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa ada kemunduran dalam pengaturan hak pilih anggota
TNI dan Polri dalam pemilihan umum di Indonesia. (Salsabila et al., 2023)
Selain itu, ada discusssi tentang pemulihan hak pilih bagi anggota TNI dan Polri
dalam pemilihan umum, yang berdasarkan pengembangan demokrasi dan hak asasi manusia.
Namun, pengaturan hak memilih anggota TNI dan Polri tidak hanya menjauhi prinsip negara
demokrasi, negara hukum, dan hak asasi manusia, tetapi juga tidak terlampaui oleh hukum
positif yang menyusun hak asasi manusia. (File, n.d.)
Bahwa pengaturan hak memilih anggota TNI dan Polri dalam pemilihan umum di
Indonesia menjauhi prinsip negara demokrasi, negara hukum, dan hak asasi manusia, serta
tidak terlampaui oleh hukum positif yang menyusun hak asasi manusia. Untuk mengatasi
masalah ini, dapat dilakukan perbaikan dalam pengaturan hak memilih anggota TNI dan Polri
dalam pemilihan umum di Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pencabutan hak pilih bagi anggota TNI dan Polri sesuai dengan konstitusi?
2. Apakah pencabutan hak pilih bagi anggota TNI dan Polri sejalan dengan prinsip
demokrasi?
3. Apakah terdapat alternatif solusi untuk menjaga netralitas dan profesionalisme TNI
dan Polri tanpa mencabut hak pilih mereka?

C. METODE
Metode penelitian yang digunakan untuk menyusun legal opinion tentang hak
memilih anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Polri) dalam pemilihan umum di Indonesia adalah penelitian yuridis normative.
Dalam hal ini, penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana
perkembangan pengaturan hak pilih anggota TNI dan Polri dalam pelaksanaan pemilihan
umum di Indonesia dan bagaimana sinkronisasi hak konstitusional Anggota TNI dan Polri
sebagai warga negara dengan pengaturan hak pilih Anggota TNI dan Polri dalam pemilihan
umum.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normative, yang melibatkan
penganalisis konsep, prinsip, dan norma yang berlaku dalam hukum positif dan hak asasi
manusia. Dalam hal ini, penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana
pengaturan hak pilih anggota TNI dan Polri dalam pemilihan umum di Indonesia dan
bagaimana mereka terlampaui oleh hukum positif dan hak asasi manusia.
Penelitian ini juga melakukan analisis pengaturan hak pilih anggota TNI dan Polri
dalam pemilihan umum di Indonesia, yang menunjukkan kemunduran dalam pengaturan hak
memilih anggota TNI dan Polri dalam pemilihan umum di Indonesia. Dalam hal ini,
penelitian mengambil kendali dari prinsip negara demokrasi, negara hukum, dan hak asasi
manusia, serta tidak terlampaui oleh hukum positif yang menyusun hak asasi manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENCABUTAN HAK PILIH ANGGOTA TNI DAN POLRI
Tidak ada kesepakatan mengenai apakah pencabutan hak pilih bagi anggota TNI dan
Polri sesuai dengan konstitusi. Penelitian yang dilakukan mengenai hak pilih anggota TNI
dan Polri dalam pemilihan umum di Indonesia menunjukkan bahwa pengaturan hak pilih
menjauhi prinsip negara demokrasi, negara hukum, hak asasi manusia, dan undang-undang
dasar negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai sumber hukum tertinggi dan sumber
hak konstitusional tertinggi. Hal ini disimpulkan dalam penelitian yang menggunakan metode
penelitian yuridis normative. Namun, penelitian ini tidak menyediakan informasi mengenai
pencabutan hak pilih bagi anggota TNI dan Polri.
Pertanyaan mengenai kesesuaian pencabutan hak pilih bagi anggota TNI dan Polri
dengan konstitusi merupakan isu yang kompleks dan masih diperdebatkan hingga saat ini.
Berikut beberapa argumen yang perlu dipertimbangkan:

Argumen yang Mendukung Pencabutan Hak Pilih:


 Pasal 28 ayat (2) UUD 1945: "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, ditetapkan dengan undang-undang."
 Pasal 4 huruf f UU No. 10 Tahun 2008: "tidak sedang menjadi prajurit Tentara
Nasional Indonesia atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia".
 Netralitas: Pencabutan hak pilih dimaksudkan untuk menjaga netralitas TNI dan
Polri dalam politik praktis. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas nasional dan
keamanan negara.
 Hierarki dan Disiplin: TNI dan Polri memiliki struktur organisasi yang hierarkis dan
disiplin tinggi. Pemberian hak pilih dikhawatirkan dapat mengganggu struktur dan
disiplin tersebut.
 Konflik Kepentingan: TNI dan Polri memiliki tugas untuk menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat. Pemberian hak pilih dikhawatirkan dapat menimbulkan
konflik kepentingan dalam pelaksanaan tugas tersebut.
Argumen yang Menentang Pencabutan Hak Pilih:
 Pasal 28E ayat (3) UUD 1945: "Setiap orang berhak atas hak pilih dalam pemilihan
umum berdasarkan undang-undang."
 Demokrasi: Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang berdasarkan pada
kedaulatan rakyat. Pencabutan hak pilih bagi anggota TNI dan Polri dianggap sebagai
bentuk diskriminasi dan bertentangan dengan prinsip demokrasi.
 Modernisasi: Di beberapa negara maju, anggota militer dan kepolisian sudah
diberikan hak pilih. Hal ini menunjukkan bahwa modernisasi dan profesionalisme
TNI dan Polri tidak terancam dengan pemberian hak pilih.
Pada saat ini, Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa pencabutan hak pilih
bagi anggota TNI dan Polri tidak bertentangan dengan konstitusi. Namun, putusan ini tidak
menutup kemungkinan untuk diajukan kembali pengujian di masa depan dengan
mempertimbangkan perkembangan hukum dan politik terkini.

2.2 PENCABUTAN HAK PILIH SESUAI DEMOKRASI ?


Pencabutan hak pilih bagi anggota TNI dan Polri tidak sesuai dengan prinsip
demokrasi. Penelitian yang dilakukan mengenai hak pilih anggota TNI dan Polri dalam
pemilihan umum di Indonesia menunjukkan bahwa pengaturan hak pilih menjauhi prinsip
negara demokrasi, negara hukum, hak asasi manusia, dan undang-undang dasar negara
Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai sumber hukum tertinggi dan sumber hak
konstitusional tertinggi. Hal ini disimpulkan dalam penelitian yang menggunakan metode
penelitian yuridis normative. Namun, penelitian ini tidak menyediakan informasi mengenai
pencabutan hak pilih bagi anggota TNI dan Polri.
Pencabutan hak pilih bagi anggota TNI dan Polri merupakan isu yang kompleks dan
masih diperdebatkan hingga saat ini, termasuk kaitannya dengan prinsip demokrasi. Berikut
beberapa argumen yang perlu dipertimbangkan. Argumen yang Mendukung Pencabutan Hak
Pilih, yaitu netralitas. Dikhawatirkan pemberian hak pilih dapat mengganggu netralitas TNI
dan Polri dalam politik praktis, yang penting untuk menjaga stabilitas nasional dan keamanan
negara. Hierarki dan Disiplin. TNI dan Polri memiliki struktur organisasi yang hierarkis dan
disiplin tinggi. Pemberian hak pilih dikhawatirkan dapat mengganggu struktur dan disiplin
tersebut. Konflik Kepentingan. Dikhawatirkan pemberian hak pilih dapat menimbulkan
konflik kepentingan dalam pelaksanaan tugas TNI dan Polri, yang memiliki tanggung jawab
untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

Adapun argumen yang Menentang Pencabutan Hak Pilih, yaitu Hak Asasi Manusia,
Hak pilih merupakan hak asasi manusia yang fundamental. Pencabutan hak pilih bagi
anggota TNI dan Polri dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Demokrasi,
dikhawatirkan pencabutan hak pilih bertentangan dengan prinsip demokrasi, di mana
kedaulatan berada di tangan rakyat dan semua orang berhak untuk berpartisipasi dalam proses
politik. Modernisasi, di beberapa negara maju, anggota militer dan kepolisian sudah diberikan
hak pilih. Hal ini menunjukkan bahwa modernisasi dan profesionalisme TNI dan Polri tidak
terancam dengan pemberian hak pilih.

Pada saat ini, Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa pencabutan hak pilih
bagi anggota TNI dan Polri tidak bertentangan dengan konstitusi. Namun, putusan ini tidak
menutup kemungkinan untuk diajukan kembali pengujian di masa depan dengan
mempertimbangkan perkembangan hukum dan politik terkini.

Penting untuk dicatat bahwa isu ini masih terus dikaji dan diperdebatkan oleh para
ahli hukum dan masyarakat luas. Diperlukan kajian yang lebih mendalam untuk menentukan
apakah pencabutan hak pilih tersebut masih relevan dengan kondisi saat ini, termasuk
kaitannya dengan prinsip demokrasi.

2.3 ALTERNATIF SOLUSI

Terdapat beberapa alternatif solusi untuk menjaga netralitas dan profesionalisme TNI
dan Polri tanpa mencabut hak pilih mereka:

Pendidikan dan pelatihan:


 Memperkuat pendidikan dan pelatihan tentang netralitas dan profesionalisme bagi
anggota TNI dan Polri sejak awal pendidikan.
 Memberikan pelatihan tentang etika politik dan bagaimana menghindari pengaruh
politik dalam pelaksanaan tugas.
Kode etik:
 Memperkuat kode etik TNI dan Polri dengan memasukkan aturan yang jelas tentang
netralitas dan profesionalisme dalam politik.
 Menegakkan kode etik dengan tegas dan konsisten terhadap anggota yang melanggar.
Struktur organisasi:
 Memastikan struktur organisasi TNI dan Polri yang transparan dan akuntabel.
 Menerapkan sistem meritokrasi dalam promosi dan penempatan jabatan.
Mekanisme pengawasan:
 Memperkuat mekanisme pengawasan internal dan eksternal terhadap TNI dan Polri.
 Memberikan akses kepada publik untuk melaporkan pelanggaran netralitas dan
profesionalisme oleh anggota TNI dan Polri.
Pembatasan:
 Menetapkan aturan yang jelas tentang partisipasi politik anggota TNI dan Polri.
 Melarang anggota TNI dan Polri untuk terlibat dalam kegiatan politik praktis, seperti
kampanye dan penggalangan dana.
Penting untuk dicatat bahwa:
 Tidak ada solusi yang sempurna untuk menjaga netralitas dan profesionalisme TNI
dan Polri.
 Kombinasi dari beberapa solusi di atas kemungkinan akan lebih efektif daripada satu
solusi tunggal.
 Penerapan solusi-solusi ini harus dilakukan secara bertahap dan dengan
mempertimbangkan kondisi politik dan sosial di Indonesia.
Berikut beberapa contoh penerapan solusi di atas di negara lain:
 Di Amerika Serikat, anggota militer aktif dilarang untuk terlibat dalam kegiatan
politik praktis, seperti kampanye dan penggalangan dana.
 Di Jerman, anggota militer aktif memiliki hak pilih, tetapi mereka tidak boleh
mengungkapkan pendapat politik mereka di depan umum.
 Di Israel, anggota militer aktif tidak memiliki hak pilih, tetapi mereka dapat
mengajukan permohonan untuk dibebaskan dari dinas militer selama beberapa hari
untuk dapat memilih.
Tidak ada alternatif solusi yang dijelaskan dalam penelitian yang tersedia untuk
menjaga netralitas dan profesionalisme TNI dan Polri tanpa mencabut hak pilih mereka.
Penelitian yang dilakukan mengenai hak pilih anggota TNI dan Polri dalam pemilihan umum
di Indonesia menunjukkan bahwa pengaturan hak pilih menjauhi prinsip negara demokrasi,
negara hukum, hak asasi manusia, dan undang-undang dasar negara Republik Indonesia
Tahun 1945 sebagai sumber hukum tertinggi dan sumber hak konstitusional tertinggi. Hal ini
disimpulkan dalam penelitian yang menggunakan metode penelitian yuridis normative.
Namun, penelitian ini tidak menyediakan informasi mengenai alternatif solusi untuk menjaga
netralitas dan profesionalisme TNI dan Polri tanpa mencabut hak pilih mereka.
BAB III
KESIMPULAN

Pencabutan hak pilih bagi anggota TNI dan Polri merupakan isu yang kompleks
dengan berbagai argumen yang mendukung dan menentangnya. Diperlukan kajian yang
mendalam untuk menentukan apakah pencabutan hak pilih tersebut masih relevan dengan
kondisi saat ini. Mengenai hak memilih anggota tentara dan polisi adalah bahwa kedua
institusi itu memiliki tugas mengelola dan membangun keamanan nasional. Hak memilih
anggota tentara dan polisi adalah bagian dari tugas-tugas yang wajib dilakukan oleh kedua
institusi tersebut untuk memastikan bahwa keamanan nasional tetap stabil dan terjamin.
DAFTAR PUSTAKA

Kadarsih, S., & Sudrajat, T. (n.d.). ANALISIS TERHADAP HAK PILIH TNI DAN POLRI DALAM
PEMILIHAN UMUM.

Salsabila, M., Negeri Walisongo Semarang Jl Walisongo No, I., Ngaliyan, K., Semarang, K., &
Tengah, J. (2023). Hak Memilih TNI Dan POLRI dalam Perspektif Hukum Positif dan Hak
Asasi Manusia. 1(3), 1–12. https://doi.org/10.55606/birokrasi.v1i3.657

Apena, W.E. (2017). Kajian Konstitusional Atas Hak Pilih Anggota TNI dan Polri dalam
Pemilihan Umum.

Burhan, N.Y. (2014). REFUNGSIONALISASI TENTARA NASIONAL INDONESIA


TAHUN 1998-2008.

Anda mungkin juga menyukai