LATAR BELAKANG
“Seandai nya negeri kita ini tidak mengalami masa penjajahan, mungkin
sistem pendidikan nya akan mengikuti jalur-jalur pendidikan yang ditempuh
pesantren. Sehingga, perguruan-perguruan yang ada sekarng ini tidak akan
berupa UI, ITB, IPM, UGM, Unair atau yang lain, tetapi mungkin namanya
Universitas Tremas, Krapyak, Tebuireng, Bangkalan, Lasem, dan
seterusnya.”2
Pondok pesantren sendiri tidak asal muncul menjadi suatu istilah namun ia
memiliki asal usul kata dahulu sebelum akhirnya menjadi sebuah istilah. Istilah
“pesantren” berasal dari kata “santri” yang mendapat imbuhan “pe” di awal dan
imbuhan “an” di akhir katanya, yang mana kata tersebut dalam bahasa Jawa
mempunyai arti murid. Sedangkan istilah “pondok” berasal dari bahasa Arab ""فندوق
(“fundūq”) yang mempunyai arti penginapan, wisma, ruang tidur. “dayah” menjadi
nama kusus untuk pondok di daerah Aceh.3 Jadi secara terminologi Pondok Pesantren
banyak para ahli yang mendefinisikan, seperti Zamachsyari Dhofier yang
mengartikan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional Islam guna
mengkaji, memahami, menghayati, dan mengimplementasikan ajaran Islam dengan
menekankan urgennya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari, Team
Penulis Departemen Agama dalam buku Pola Pembelajaran Pesantren
mendefinisikan nya sebagai edukasi dan pengajaran Islam di mana di dalam nya
terjadi interaksi antar guru dan murid dengan berlatarkan masjid atau halaman-
halaman pondok untuk menelaah serta mengkaji buku-buku keagamaan karya ulama
era lalu.
Pembelajaran kitab kuning menjadi ciri khas dari tradisi kepesantrenan. Ada
dua metode yang digunakan dalam mengkaji kitab kuning, yaitu metode sorogan dan
bandungan. Ilustrasi metode sorogan adalah satu per satu santri maju menghadap kiai
dengan membawa kitab nya, kiai membacakan dan santri tersebut mengulangi
bacaannya hingga pada target santrri tersebut mampu dapat membaca serta meresapi
2
Republika.co.id, “Menguak pendidikan Tertua”, dalam https://republika.co.id/berita/archive/no-
channel/27945/menguak-lembaga-pendidikan-tertua (diakses pada 7 Maret 2021).
3
Imam Syafe’i, “Pondok Pesantren”, Al-Tadzkiyyah, 8 (Mei, 2017), 87.
maknanya. Sedangkan metode bandungan gambaran nya, para santri sama
menghadap kiai, hanya saja kiai membaca kitab dengan makna dan keterangan,
sedangkan para santri mencatat semua yang dibacakan kiai nya.4
Seiring dengan kemajuan modernisasi dan globalisasi mendorong santri
supaya mampu mengaktualisasikan problematika-problematika kekinian. Probelm
nya banyak santri yang masih banyak terkendala dalam hal ini, karena jawaban atas
tuntutan tersebut banyak nya bersumber dari kitab-kitab klasik yang memang ditulis
menggunakan bahasa Arab. Sedangkan mereka masih terkendala dengan hal ini.
Bagaimana bisa mengaktulisasikan persoalan jika memahami sumber keilmuan saja
masih kesulitan?.
Maka dari itu perlu adanya observasi lebih lanjut terkait metode sorogan pada
pembelajaran kitab kuning dalam memajukan santri yang berintegriitas tinggi.
Semoga kajian ini memberi sumbangsih penuh terhadap metode sorogan pada kitab
kuning yang diwariskan turun-temurun hingga masa dewasa saat ini kususnya santri
di Pondok Pesantren al-Anwar 3.
Nama: Achmad Luthfi
Kelas/Semester:IQT B/4
4
Mochammad Mu’izzuddin, Juhji, Hasbullah, “Implementasi Metode Sorogan dan Bandungan dalam
Meningkatkan Kemampuan Membaca Kitab Kuning”, 6 (Januari-Juni) 2019, 44.
Maka dari itu muncul Rumor tentang kesulitan seorang santri dalam membahterai
intelektualitas keilmuan agamis nya. Hal ini kebanyakan menjangkiti para santri yang
tengah baru menempuh babak baru nya.