Dosen Pengampu :
Dr. Agustina Tri Wijayanti, S.Pd., M.Pd.
Primanisa Inayati Azizah, M.Pd.
2. Teknologi Transportasi
Teknologi transportasi telah mengalami perkembangan
yang signifikan dan berdampak besar bagi masyarakat. Pada masa
lampau, masyarakat mengandalkan tenaga manusia atau hewan
untuk memindahkan barang atau diri mereka sendiri. Namun,
seiring dengan perkembangan zaman, teknologi transportasi kini
mayoritas menggunakan mesin .Contoh teknologi transportasi
seperti becak, delman, sepeda, motor, mobil, kereta, kapal, dan
pesawat.
Dengan adanya kemajuan dalam teknologi transportasi,
masyarakat dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain secara
lebih efektif dan efisien. Perjalanan yang dulu memakan waktu
berhari-hari kini dapat diselesaikan dalam waktu yang jauh lebih
singkat, bahkan hanya dalam hitungan jam atau menit. Hal ini
membuka peluang baru dalam hal mobilitas individu dan juga
memfasilitasi perdagangan serta pertukaran budaya antar wilayah.
Namun, selain dampak positifnya, kemajuan teknologi
transportasi juga memiliki dampak negatif. Salah satunya adalah
polusi lingkungan yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor,
seperti emisi gas buang yang mencemari udara dan limbah dari
transportasi laut yang merusak ekosistem laut. Selain itu,
kemacetan lalu lintas juga menjadi masalah serius di banyak kota
besar, yang mengakibatkan peningkatan stres bagi pengguna jalan
dan kerugian ekonomi akibat waktu yang terbuang. Selain itu,
infrastruktur transportasi yang tidak terkelola dengan baik dapat
mengakibatkan ketimpangan sosial dan ekonomi antar wilayah,
karena akses yang terbatas atau tidak merata bagi masyarakat.
3. Teknologi Pendidikan
Pendidikan pada zaman dahulu pendidikan cenderung
monoton tanpa ruang bagi kreasi, pada era sekarang perkembangan
teknologi yang mengubah wajah pendidikan. Salah satu contohnya
adalah munculnya e-learning, yang memungkinkan akses ke materi
pembelajaran kapanpun dan dimanapun melalui platform digital.
Selain itu, pembelajaran berbasis komputer dan blended learning
mengintegrasikan teknologi dalam ruang kelas tradisional,
menciptakan pengalaman pembelajaran yang lebih interaktif dan
menyeluruh. Perpustakaan digital menyediakan akses mudah ke
berbagai sumber daya belajar, mulai dari buku hingga jurnal
ilmiah, secara online. Penggunaan alat bantu seperti aplikasi
pembelajaran, simulasi, dan perangkat lunak interaktif juga
semakin umum dalam mendukung proses pembelajaran yang lebih
dinamis dan berorientasi pada siswa. Semua ini menunjukkan
bahwa teknologi pendidikan tidak hanya memfasilitasi
pembelajaran, tetapi juga membuka pintu bagi inovasi dan
kemajuan dalam menyediakan pendidikan yang lebih efektif,
inklusif, dan adaptif kepada generasi masa kini.
4. Teknologi Medis
Perkembangan teknologi medis telah mengalami kemajuan
yang signifikan seiring dengan berjalannya waktu. Dulu, perawatan
medis seringkali terbatas pada pengetahuan dan teknologi yang
terbatas, namun sekarang muncul perangkat medis yang canggih
dan inovatif. Misalnya, alat kesehatan baru, obat baru, dan metode
pengobatan baru. sekarang banyak alat untuk mendiagnosa
penyakit yang memungkinkan dokter untuk melihat detail internal
tubuh manusia secara lebih akurat dan mendeteksi penyakit lebih
dini. Selain itu, berbekal alat medis canggih telah memperluas
kemampuan dokter dalam melakukan operasi dan mempercepat
pemulihan pasien. Adanya inovasi dalam bidang genetika dan
bioteknologi juga telah membuka pintu untuk pengembangan
terapi yang disesuaikan dengan gen untuk mengobati penyakit
secara lebih efektif.
5. Teknologi Konstruksi dan Teknologi Arsitektur
Arsitektur terus berkembang seiring dengan perubahan
zaman. Pada masa lalu, ketika masyarakat hidup secara nomaden
dan kemudian menetap di gua, arsitektur terbatas pada struktur
sederhana. Seiring dengan perkembangan pemikiran manusia,
rumah-rumahan sederhana mulai dibangun untuk menetap. Pada
zaman Hindu Budha, arsitektur mencerminkan perkembangan saat
itu, dengan pembangunan candi dan tempat-tempat ibadah yang
megah. Pada masa penjajahan Belanda di Indonesia, arsitektur
didominasi oleh gaya bangunan Indische yang masih dapat
ditemukan hingga kini, meskipun beberapa telah mengalami
kerusakan karena faktor waktu dan ulah manusia.
Perkembangan teknologi konstruksi dan arsitektur telah
mengubah wajah bangunan pada era saat ini. Masyarakat lebih
cenderung menyukai desain bangunan yang minimalis karena
dianggap lebih sederhana. Berkat penggunaan alat berat dan
inovasi dalam bahan bangunan, kita melihat bangunan-bangunan
yang sangat berbeda dari masa lampau.
6. Teknologi Agrikultur
Banyak perkembangan terjadi dalam bidang pertanian,
dimana inovasi baru telah menghasilkan peningkatan produktivitas
dalam hasil panen. Perkembangan ini tercermin dalam berbagai
metode penanaman yang semakin bervariasi, pengembangan bibit
baru yang lebih tahan terhadap serangan hama dan menghasilkan
hasil yang lebih melimpah, serta penggunaan sistem irigasi dan
pupuk yang dianggap mampu meningkatkan produktivitas panen.
Selain itu, penggunaan pestisida yang lebih efektif juga merupakan
bagian dari inovasi yang berkelanjutan. Pada masa lalu,
pembukaan lahan pertanian seringkali melibatkan penggunaan
hewan seperti kerbau atau sapi, namun saat ini penggunaan hewan
untuk tujuan tersebut telah berkurang drastis dan digantikan oleh
mesin traktor yang lebih efisien. Bahkan, untuk proses pemanenan,
teknologi telah menghasilkan mesin khusus yang dapat secara
otomatis mengemas hasil panen, meningkatkan efisiensi dan
produktivitas dalam rantai pasokan pertanian. Semua ini
menunjukkan bahwa sektor pertanian terus berinovasi dan
mengadopsi teknologi baru demi meningkatkan kualitas dan
kuantitas hasil panen.
B. Bahasa
Menurut Koentjaraningrat, bahasa merupakan sokoguru
kebudayaan. Hal ini dikarenakan bahasalah yang mengkonsepsikan
seluruh isi alam pikiran manusia ke dalam bentuk lambang-lambang
berwujud nyata. Lebih lanjut, Koentjaraningrat dalam kegiatan Pra
Seminar Politik Bahasa Nasional mengatakan bahwa sebuah bangsa dan
negara dikatakan beruntung apabila telah mempunyai bahasa nasional.
Indonesia, dalam hal ini tentu saja telah memiliki bahasa nasional
yang secara mutlak telah diakui dan dipergunakan oleh semua warga
Indonesia. Asal usul dari Bahasa Indonesia, seperti yang diungkapkan oleh
Ki Hajar Dewantara, berasal dari bahasa melayu yang disesuaikan dengan
pertumbuhannya dalam masyarakat ( Sudaryanto, 2018 ). Melalui hal ini,
dapat dikatakan bahwa Bahasa Indonesia mengalami dinamika yang
seirama dengan kebutuhan masyarakat Indonesia dari masa ke masa.
Perubahan ini dapat ditinjau dari berbagai aspek. Salah satunya
adalah dari aspek bentuk ejaan yang digunakan dalam pelafalan dan
penulisan kata, huruf, dan tanda baca. Bahasa Indonesia, tercatat telah
melakukan pengubahan pedoman ejaan selama 7 kali mulai dari tahun
1901 sampai dengan tahun 2015. Jika dirinci, pedoman-pedoman ejaan
tersebut meliputi :
1. Ejaan van Ophuisjen ( 1901-1947 )
Menurut pedoman ini, Bahasa Indonesia mengacu
pada sistem ejaan Latin untuk bahasa melayu yang dimuat
dalam Kitab Logat Melajoe yang disusun oleh seorang
Belanda bernama Charles Adriaan van Ophuijsen pada
tahun 1901. Penyusunan pedoman ejaan ini didasari oleh
kondisi di Indonesia saat itu yang masih banyak
menggunakan aksara Jawi atau arab gundul. Melihat hal ini,
Belanda yang pada saat itu sedang menjajah Indonesia
merasa khawatir terhadap ancaman kekuatan islam
sehingga merasa perlu mengurangi pengaruhnya di
Indonesia dengan cara mengganti tata penulisan
menggunakan aksara latin. Selain itu, para ahli bahasa
Belanda menganggap adanya ketidaksesuaian penggunaan
huruf vokal aksara jawi. Misalnya, vokal e, i, o ditulis sama
dengan vokal a dan u. Berdasar dari alasan-alasan inilah,
Belanda menginstruksikan kepada Ophuijsen untuk
menyusun tata bahasa baku Bahasa Melayu. Ia kemudian
meluncurkan sebuah buku berjudul Maleische Spraakkunst
( Tata Bahasa Melayu ) pada tahun 1901. Terbitnya buku
telah menjadi acuan ejaan pertama yang ada di Nusantara
dan mulai digunakan ketika pemerintah kolonial belanda
meresmikan ejaan tersebut di tahun yang sama ( Mijayanti,
Y., 2018 ). Karakteristik ejaan Bahasa Indonesia mengacu
pada pedoman Ophuijsen antara lain sebagai berikut :
a. Penggunaan huruf ї untuk membedakan antara
huruf i sebagai akhiran yang disuarakan tersendiri
seperti diftong, misalnya mulaї dan ramaї. Selain
itu, huruf ї juga dipakai sebagai alternatif untuk
penulisan huruf y, misalnya Soerabaїa.
b. Penggunaan huruf j untuk bunyi y seperti jang, saja,
wajang.
c. Penggunaan huruf oe untuk vokal /u/. Misalnya,
doeloe, akoe, repoeblik.
d. Penggunaan tanda diakritis yang digunakan untuk
menentukan bunyi suara huruf, meliputi tanda koma
(,), ain (‘), dan trema (¨). Misalnya, ma’moer,
jum’at, ta’, dan pa’.
e. Penggunaan huruf sj untuk bunyi sy ()ش.
f. Penggunaan huruf tj untuk huruf /c/. Misalnya
tjikini, tcara, pertjaya.
g. Penggunaan huruf ch untuk pelafalan /kh/ seperti
achir, chusus, machloe’.
2. Kristen Protestan
Kristen Protestan berkembang di Indonesia selama
masa kolonial Belanda ( VOC ), pada sekitar abad ke-16.
Kebijakan VOC yang mereformasi Katolik dengan sukses
berhasil meningkatkan jumlah penganut paham Protestan di
Indonesia. Agama ini berkembang dengan sangat pesat di
abad ke-20, yang ditandai oleh kedatangan para misionaris
dari Eropa ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti di
wilayah barat Papua dan lebih sedikit di kepulauan Sunda.
Pada tahun 1965 ketika terjadi perebutan kekuasaan, orang-
orang tidak beragama dianggap sebagai orang-orang yang
tidak ber-Tuhan dan karenanya tidak mendapatkan hak-
haknya yang penuh sebagai warga negara. Sebagai
hasilnya, gereja Protestan mengalami suatu pertumbuhan
anggota.
Protestan membentuk suatu perkumpulan minoritas
penting di beberapa wilayah. Sebagai contoh di pulau
Sulawesi sebanyak 97% penduduknya adalah Protestan,
terutama di Tana Toraja, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi
Utara. Sekitar 75% penduduk di Tana Toraja adalah
Protestan. Di beberapa wilayah keseluruhan desa atau
kampung memiliki sebutan berbeda terhadap aliran
Protestan ini, tergantung pada keberhasilan aktivitas para
misionaris. Di Indonesia terdapat tiga provinsi yang
mayoritas penduduknya adalah Protestan, yaitu Papua,
Sulawesi Utara, dan Sumatera Utara ( Batak ) dengan 90%
– 94% dari jumlah penduduk.
3. Hindu
Kebudayaan dan agama Hindu tiba di Indonesia
pada abad pertama Masehi, bersamaan waktunya dengan
kedatangan agama Buddha, yang kemudian menghasilkan
sejumlah kerajaan Hindu-Budha seperti Kutai, Mataram
dan Majapahit. Candi Prambanan adalah kuil Hindu yang
dibangun semasa kerajaan Majapahit, semasa dinasti
Sanjaya. Kerajaan ini hidup hingga abad ke 16 M, ketika
kerajaan Islam mulai berkembang. Periode ini, dikenal
sebagai periode Hindu-Indonesia, bertahan selama 16 abad
penuh.Hindu di Indonesia berbeda dengan Hindu lainnya di
dunia. Sebagai contoh, Hindu di Indonesia, secara formal
ditunjuk sebagai agama Hindu Dharma, tidak pernah
menerapkan sistem kasta. Contoh lain adalah, bahwa Epos
keagamaan Hindu Mahabharata ( Pertempuran Besar
Keturunan Bharata ) dan Ramayana ( Perjalanan Rama ),
menjadi tradisi penting para pengikut Hindu di Indonesia,
yang dinyatakan dalam bentuk wayang dan pertunjukan
tari. Aliran Hindu juga telah terbentuk dengan cara yang
berbeda di daerah pulau Jawa, yang jadilah lebih
dipengaruhi oleh versi Islam mereka sendiri, yang dikenal
sebagai Islam Abangan atau Islam Kejawen.
4. Buddha
Buddha merupakan agama tertua kedua di
Indonesia, tiba pada sekitar abad keenam masehi. Sejarah
Buddha di Indonesia berhubungan erat dengan sejarah
Hindu, sejumlah kerajaan Buddha telah dibangun sekitar
periode yang sama. Seperti kerajaan Sailendra, Sriwijaya
dan Mataram. Kedatangan agama Buddha telah dimulai
dengan aktivitas perdagangan yang mulai pada awal abad
pertama melalui Jalur Sutra antara India dan Indonesia.
Sejumlah warisan dapat ditemukan di Indonesia, mencakup
candi Borobudur di Magelang dan patung atau prasasti dari
sejarah Kerajaan Buddha yang lebih awal.
Mengikuti kejatuhan Soekarno pada pertengahan
tahun 1960-an, dalam Pancasila ditekankan lagi pengakuan
akan satu Tuhan
( monoteisme ). Sebagai hasilnya, pendiri Perbuddhi
( Persatuan Buddha Indonesia ), Bhikkhu Ashin
Jinarakkhita, mengusulkan bahwa ada satu dewata tertinggi,
Sang Hyang Adi Buddha. Hal ini didukung dengan sejarah
di belakang versi Buddha Indonesia di masa lampau
menurut teks Jawa kuno dan bentuk candi Borobudur.
5. Kristen Katolik
Umat Katolik Perintis di Indonesia: 645 – 1500
Agama Katolik untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia
pada bagian pertama abad ketujuh di Sumatera Utara. Fakta
ini ditegaskan kembali oleh ( Alm ) Prof. Dr. Sucipto
Wirjosuprapto. Awal mula abad ke-14 sampai abad ke-18
dan selanjutnya abad ke-14 dan ke-15. Entah sebagai
kelanjutan umat di Barus atau bukan, ternyata ada
kesaksian bahwa abad ke-14 dan ke-15 telah ada umat
Katolik di Sumatera Selatan. Kristen Katolik tiba di
Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian
diikuti bangsa Spanyol yang berdagang rempah-rempah.
Banyak orang Portugis yang memiliki tujuan untuk
menyebarkan agama Katolik Roma di Indonesia, dimulai
dari kepulauan Maluku pada tahun 1534. Antara tahun
1546 dan 1547, pelopor misionaris Kristen, Fransiskus
Xaverius mengunjungi pulau itu dan membaptiskan
beberapa ribu penduduk setempat. Pada abad ke-16
Portugis dan Spanyol mulai memperluas pengaruhnya di
Manado & Minahasa, salah satunya adalah menyebarkan
agama Kristen Katolik. Namun hal tersebut tidak bertahan
lama sejak VOC berhasil mengusir Spanyol & Portugis dari
Sulawesi Utara. VOC pun mulai menguasai Sulawesi Utara
untuk melindungi kedudukannya di Maluku.
Selama masa VOC, banyak praktisi paham Katolik
Roma yang jatuh dalam hal kaitan kebijakan VOC yang
mengkritisi agama itu. Yang paling tampak adalah di
Sulawesi Utara, Flores, dan Timor Timur. Pada tahun 2006,
3% dari penduduk Indonesia adalah Katolik dengan jumlah
lebih kecil dibandingkan para penganut Protestan. Mereka
kebanyakan tinggal di Papua dan Flores.
6. Konghucu
Agama Konghucu berasal dari Cina daratan dan
yang dibawa oleh para pedagang Tionghoa dan imigran.
Diperkirakan pada abad ketiga Masehi, orang Tionghoa tiba
di kepulauan Nusantara. Berbeda dengan agama yang lain,
Konghucu lebih menitikberatkan pada kepercayaan dan
praktik yang individual. Lepas daripada kode etik
melakukannya, bukannya suatu agama masyarakat yang
terorganisir dengan baik atau jalan hidup atau pergerakan
sosial. Di era 1900-an, pemeluk Konghucu membentuk
suatu organisasi yang disebut Tiong Hoa Hwee Koan
( THHK ) di Batavia ( sekarang Jakarta ).
D. Sistem Pengetahuan
Menurut Mohammad Iskandar & Hasan Djafar ( 2009 ), yang
dimaksud dengan sistem pengetahuan adalah segala sesuatu yang
berkaitan dengan wawasan dan kecerdasan, keterampilan seseorang yang
berkaitan dengan wawasan dan kecerdasan, keterampilan seseorang yang
diperoleh baik dari proses sosialisasi maupun internalisasi. Sistem
pengetahuan ini kemudian digunakan oleh manusia untuk membentuk
sebuah kebudayaan sebagai wadah penyaluran perasaan dan kehidupan.
Indonesia, sebagai negara yang dikenal kaya akan kebudayaannya,
tentu saja tercipta melalui sistem pengetahuan masyarakat yang
berkembang dari masa ke masa. Secara rinci, perkembangan sistem
pengetahuan masyarakat Indonesia dapat ditinjau antara lain:
a. Sistem Pengetahuan Tradisional
Pada fase ini, sistem pengetahuan masyarakat
Indonesia masih bersifat non-scientific knowledge yang
kebenarannya tidak dapat dibuktikan atau diverifikasi
melalui pengujian ilmiah. Proses alih pengetahuan pada
masa ini diperoleh melalui penyampaian secara lisan
dengan disertai contoh-contoh tindakan secara turun-
temurun dari generasi ke generasi. Penuturan lisan ini
terekam dalam bentuk cerita rakyat ( folklore yang berisi
cerita-cerita suci seperti mite dan legenda ). Ketika
masyarakat mulai mengenal tradisi bertulis, pengetahuan
tradisional ini kemudian disampaikan secara tertulis dalam
bentuk karya sastra maupun bentuk tertulis lainnya. Sistem
pengetahuan tradisional pada masa kini dikenal sebagai
kearifan lokal dan masih dimanfaatkan dalam kehidupan
sehari-hari. Contoh sistem pengetahuan tradisional yang
masih digunakan pada masa kini antara lain : Peragian,
Pengawetan makanan, dan Penggunaan pewarna alami dari
alam.
E. Pendidikan
Sejarah pendidikan di Indonesia dimulai sejak zaman kuno hingga
era digital masa kini. Pendidikan pada mulanya didapat dari kumpulan
keluarga-keluarga saja, dimana peran ayah dan ibu sangat penting dalam
mendidik anak-anak mereka. Para orang tua mengajarkan pengetahuan
yang mereka miliki kepada anak-anaknya. Kemudian ilmu pengetahuan
juga diperoleh oleh anak-anak dari lingkungan luar yakni masyarakat.
Segala macam pengetahuan yang diperoleh oleh anak-anak tersebut,
kemudian mereka terapkan untuk mengatasi permasalahan kehidupan
sehari-hari.
Dalam perkembangan selanjutnya di masyarakat terdapat 2
kelompok yang memiliki kelebihan daripada kelompok lain. Kelompok
inilah yang kemudian disebut sebagai kelompok dukun dan kelompok
pande ( undagi ). Mereka ini memiliki kemampuan khusus sebagai
penghubung dengan roh nenek moyang. Kelompok dukun dipercaya
memiliki kedudukan tertinggi dalam masyarakat, sedangkan kelompok
pande dipercaya memiliki kemampuan khusus dalam membuat alat-alat
yang tidak bisa dibuat oleh kebanyakan orang ( contohnya keris dan
benda-benda sakral lainnya ).
Masuknya agama Hindu-Budha di Nusantara menyebabkan
kedudukan para dukun tergantikan oleh para brahmana, yang juga mampu
menjadi penghubung dengan roh nenek moyang. Pada awalnya kaum
brahmana yang menggantikan posisi para dukun ini berasal dari India.
Namun lambat laun posisi para brahmana dari India ini tergeser oleh
kedatangan para brahmana Indonesia yang kembali dari India seusai masa
belajarnya. Mulai dari sinilah pusat-pusat pengajaran agama Hindu-Budha
berkembang pesat di berbagai daerah di Indonesia.
Berikut ini merupakan perkembangan pendidikan di Indonesia dari masa
ke masa :
1. Pendidikan Zaman Kerajaan Hindu-Buddha
Pendidikan pada masa kerajaan Hindu-Buddha berlangsung
dimulai sejak masa pemerintahan Tarumanegara dan Kutai. Pada
masa ini, pendidikan lebih berfokus pada aspek keagamaan,
pemahaman bahasa Sansekerta beserta penulisan aksara Pallawa,
dan aspek seni bela diri. Kondisi pendidikan pada masa Hindu-
Buddha ini masih belum merata dan pendidikan hanya bisa diakses
oleh kaum bangsawan saja. Hal ini disebabkan dari adanya
penggolongan masyarakat yang terbagi dalam kasta-kasta. Kasta-
kasta tersebut meliputi kasta Brahmana, Ksatria, Waisya, dan
Sudra. Rakyat yang tergolong dalam kasta Brahmana dan Ksatria
lebih diutamakan dalam pendidikan formal, sedangkan rakyat
dengan kasta Waisya dan Sudra hanya mendapat pendidikan dari
keluarga masing-masing.
b. Sekolah Cina-Belanda
( Hollandsch Chineesche School )
Sekolah Cina-Belanda ( Hollandsch
Chineesche School ) merupakan sekolah
khusus untuk anak-anak Cina yang didirikan
pada tahun 1908. Sekolah ini dibuka oleh
perkumpulan Ho Tjiong Hak Kwan yang
mendirikan sekolah dasar di daerah
Keputran ( merupakan kawasan pemukiman
etnis Tionghoa ). Bahasa yang diajarkan di
sekolah ini yakni bahasa Kuo Yu yang
merupakan bahasa nasional Tiongkok. Disisi
lain juga terdapat sekolah rendah kelas satu
HCS yang terbuka bagi anak-anak keturunan
timur asing yakni bangsa Cina. Sekolah ini
didirikan pada tahun 1908 dengan lama
belajar yakni 7 tahun dan menggunakan
bahasa Belanda untuk pengantarnya.
2) Pendidikan Kejuruan
Sekolah guru pribumi ( Kweekschool )
Sekolah guru pribumi ( Kweekschool ) pada
mulanya didirikan pada tahun 1834 oleh zending
Ambon. Sekolah ini berlangsung hingga 30 tahun
yakni pada 1864 dan mampu memenuhi kebutuhan
para guru pribumi di sekolah-sekolah. Kemudian
pada perkembangan selanjutnya, sekolah
pendidikan guru juga diselenggarakan oleh zending
di Minahasa pada tahun 1852 dan pada tahun 1855
dibuka satu lagi di Tanawangko ( Minahasa ).
Bahasa pengantar yang digunakan pada sekolah-
sekolah di Ambon dan Minahasa yakni bahasa
Melayu. Di Belanda Kweekschool, lebih dikenal
dengan nama Pedagogische Academie voor het
Basisonderwijs ( sekolah pedagogis untuk
pendidikan dasar ). Terdapat 2 jenis pendidikan
Kweekschool yakni sekolah guru bantu (
Hollandsche Indische Kweekschool ) dan sekolah
guru atas ( Hogere Kweekschool ) yang ada di
Jakarta, Medan, Bandung, dan Semarang.
F. Organisasi Sosial
Organisasi memiliki banyak definisi. Hampir setiap disiplin ilmu
pengetahuan mencoba untuk mendefinisikan apa arti organisasi dari sudut
pandangan masing-masing disiplin. Dari sekian banyak definisi tidaklah
dapat ditentukan satu definisi yang benar, semua definisi lainnya salah.
Semua definisi tentang organisasi apabila rumusannya memiliki dasar
yang bisa diterima.
Dirdjosisworo ( 1985 ) berpendapat bahwa organisasi sosial
sebagai suatu wadah pergaulan kelompok yang disusun secara jelas antara
para petugas dan tugas-tugasnya yang berhubungan dengan usaha
mencapai tujuan tertentu, yang umumnya berhubungan dengan aspek
keamanan anggota organisasi tersebut. Kemudian dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, kata organisasi berarti kesatuan atau susunan yang
terdiri dari bagian-bagian ( struktur atau orang ) dalam perkumpulan dan
sebagainya untuk tujuan tertentu. Organisasi ini juga dapat diartikan
sebagai kelompok kerja sama di antara orang-orang yang diadakan untuk
mencapai tujuan bersama. Adanya organisasi sosial ini tidak terlepas dari
keberadaan norma-norma dalam masyarakat. Nilai-nilai yang terdapat di
masyarakat merupakan hal yang mulia, diimpikan, serta dianggap penting
oleh masyarakat. Untuk itu, demi mewujudkan dan menjalani nilai sosial
itulah, masyarakat merumuskan aturan yang nyata, yakni norma sosial.
Nilai dan norma inilah yang menjadikan batas untuk setiap sikap manusia
di dalam kehidupan masyarakat.
Organisasi sosial adalah organisasi sosial yang dibentuk oleh
masyarakat. Baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum,
yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan
bangsa dan negara. Manusia sebagai makhluk yang senantiasa hidup
bersama membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan tertentu yang
tidak dapat mereka capai sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat
diketahui bahwa organisasi sosial pasti ada di tengah masyarakat selama
masyarakat tersebut ingin menegakkan nilai dan norma yang ada di
masyarakat. Organisasi yang ada di masyarakat tentu memiliki karakter
yang berbeda dengan unsur masyarakat lainnya.
Sebagai contoh organisasi sosial kemasyarakatan seperti RT/RW
dan organisasi sosial kemasyarakatan berbasis agama seperti
Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama ( NU ), yang memiliki sejarah
lampau dimana organisasi-organisasi tersebut dibentuk pada masa kolonial
Belanda dan Jepang. Berikut ini merupakan penjelasan dan klasifikasinya :
a. Sejarah terbentuknya organisasi masyarakat RT/RW
Tercetusnya pembentukan organisasi masyarakat
RT/RW dipelopori oleh pemerintah kolonial Jepang, yang
pada masa itu masing-masing bernama Tonarigumi ( Rukun
Tetangga ) dan Azzazyokai ( Rukun Kampung ). Tujuan
dibentuknya organisasi sosial masyarakat ini yakni untuk
memobilisasi dana dan kemampuan penduduk demi
kepentingan pemerintah Jepang dalam memenangkan
perang Asia Pasifik. Pada awalnya Tonarigumi diadopsi
dari organisasi sejenis di Jepang, yang dirancang di kota-
kota besar tersebut tahun 1938. Kemudian setelah 2 tahun
yakni tepatnya pada 11 September 1940, diberlakukan
serentak sebagai neighborhood group.
Menurut Niessen, aktivitas Rukun Tetangga
didasarkan pada semangat gotong royong ( solidarity ) yang
menjadi landasan dalam hidup bersosialisasi sehari.hari.
Misalnya aktivitas kerja bakti, menjaga keamanan
masyarakat, ikut serta dalam acara hajatan maupun acara
layatan ketika tetangga meninggal. Niessen juga
mengemukakan bahwa jumlah Rukun Tetangga yang
berkisar antara 10 hingga 20 unit rumah tangga, merupakan
unit terendah dalam sistem pemerintahan pendudukan
Jepang.
Setelah masa pendudukan Jepang berakhir dan
Indonesia merdeka, Tonarigumi dan Azzazyokai ini tidak
begitu saja dihilangkan. Namun diadaptasi oleh masyarakat
Indonesia menjadi Rukun Tetangga ( RT ) dan Rukun
Kampung ( RK ), dengan fungsi yang berbeda. Ketika masa
pemerintahan Jepang berlangsung di Indonesia,
Tonarigumi dan Azzazyokai dimanfaatkan sebagai
mobilisator untuk mengerahkan tenaga rakyat ( romusha ),
memaksa rakyat untuk menanam tanaman yang
dikehendaki Jepang, dan memaksa rakyat menyerahkan
kebutuhan sehari-hari mereka kepada pemerintah Jepang
secara gratis. Pasca kemerdekaan Indonesia, terjadi
peralihan fungsi RT/RK yang kemudian organisasi tersebut
berperan sebagai pelayan masyarakat yang menyediakan
bahan pangan bagi masyarakat kurang mampu, menjadi
pelindung bagi para gerilyawan, mengamankan barang-
barang yang ditinggalkan oleh pemiliknya, dan lain-lain.
2) Nahdlatul Ulama ( NU )
Nahdlatul Ulama merupakan organisasi
masyarakat berbasis keagamaan Islam ( jam’iyyah
diniyyah Islamiyyah ), yang dibentuk di Surabaya
pada 16 Rajab 1344 H atau 31 Januari 1926 M.
Pendiri Nahdlatul Ulama yakni K. H. Hasyim
Asyari. Sebelum NU lahir sebagai organisasi Islam
dengan bentuk jam’iyyah, NU masih berwujud
organisasi Islam dengan bentuk jama’ah (
community ) yang terikat dengan aktivitas sosial
keagamaan yang memiliki karakteristik serta
keunikan tersendiri. Latar belakang berdirinya NU
ini yakni perkembangan dan pembaharuan ajaran
Islam yang menghendaki larangan segala bentuk
amaliah kaum Sunni. Artinya yakni agar umat Islam
kembali pada ajaran Islam murni, dengan cara
melepaskan diri dari sistem bermadzhab.
Nahdlatul Ulama telah memantapkan diri
sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia sejak
berdirinya di Indonesia, dengan tetap
mempertahankan 4 ajaran mazhab Syafi'i. NU juga
selalu menekankan pentingnya menjaga dan
menghormati kekayaan budaya Nusantara. Pada
tahap selanjutnya NU mengalami perkembangan
yang semula berpusat di Jawa, kemudian NU
memperluas jaringan dengan didirikannya cabang
NU di Kalimantan pada tahun 1930. Kemudian NU
berkembang menjadi partai politik independen,
dimana sebelumnya NU pernah berkoalisi dengan
organisasi Masyumi. Namun memutuskan
keluar.pada tahun 1952. Di tahun 1955 lah, NU
termasuk sebagai partai politik yang berhasil
memenangkan pemilu pertamanya. Selain bergerak
di bidang politik, NU juga bergerak di bidang
pendidikan yang terbukti pada pendirian lembaga
pendidikan Ma’arif NU pada tahun 1929. Lembaga
tersebut mengelola berbagai lembaga pendidikan
Islam seperti pesantren, majelis taklim, diniyah,
madrasah/sekolah, dan perguruan tinggi. Di tahun
yang sama, NU juga membentuk Hoofde Bestuur
Nahdlatoel Oelama ( HBNO ).
G. Mata pencaharian
Mata pencaharian masyarakat mengalami perubahan dari yang semula
bersifat tradisional kemudian bertransformasi ke arah yang lebih modern
dan lebih bervariasi. Indonesia merupakan negara dengan mayoritas
penduduknya memiliki corak kehidupan tradisional yang berorientasi pada
sektor agraris, dengan memanfaatkan lahan pertanian maupun perkebunan
untuk diolah. Sedangkan pada corak kehidupan masyarakat modern,
mereka lebih memanfaatkan sumber daya alam yang mencakup bidang
industri. Menurut Mac Iver yang dapat kita lihat dalam buku karya Beni
Ahmad dan Zaenal Abidin ( 2014 : 43 ) dengan judul “Pengantar Sistem
Sosial dan Budaya di Indonesia”, masyarakat merupakan suatu sistem cara
kerja dan prosedur yang berbentuk otoritas dan saling membantu satu
sama lain, yang meliputi kelompok dan pembagian kelas sosial lain, sistem
pengawasan tingkah laku manusia, dan kebebasan.
Berikut ini merupakan klasifikasi masyarakat berdasarkan mata
pencahariannya :
1. Masyarakat Pertanian
Petani menurut Samsudin ( 1982 ) merupakan individu
yang untuk sementara waktu ( temporary ) atau secara tetap
( permanent ) menguasai sebidang tanah pertanian, menguasai
suatu cabang atau beberapa cabang usaha tani dan mengelolanya
sendiri, baik dengan tenaga sendiri maupun menggunakan tenaga
bayaran. Pada zaman dahulu mata pencaharian masyarakat
Indonesia hanya berorientasi pada bidang pertanian. Profesi
pertanian dianggap sebagai mata pencaharian pokok bagi mereka.
Kualitas hasil panen pada zaman dahulu tidaklah terlalu
menguntungkan daripada masa sekarang. Hal tersebut terjadi
karena minimnya pengetahuan yang dimiliki petani tentang
varietas tanaman padi dan terbatasnya peralatan yang mereka
gunakan menjadikan hasil panen tidak maksi. Berbeda dengan
zaman sekarang. Dimana ketika petani akan mengolah sawah
sebelum menanam padi, mereka menggunakan peralatan canggih
seperti traktor dan juga ketika waktu panen tiba para petani
menggunakan mesin giling untuk mempermudah proses
penggilingan. Dampaknya yakni kualitas beras lebih baik daripada
zaman dahulu.
2. Masyarakat Nelayan
Masyarakat nelayan merupakan masyarakat yang bertempat
tinggal di daerah pesisir dan menggantungkan sebagian besar
aktivitasnya pada laut. Sejak zaman dahulu manusia zaman purba
telah hidup di sekitar sungai, laut, danau, maupun laut. Hal tersebut
tidak dapat dipungkiri bahwa mereka akan memanfaatkan sumber
daya alam sekitar untuk memenuhi kelangsungan hidupnya.
Kondisi alam sangat mempengaruhi pekerjaan mereka. Jika cuaca
buruk, kemungkinan nelayan tidak pergi melaut dan dari kondisi
tersebut mampu membuat mereka mengalami kerugian. Timbulnya
berbagai permasalahan nelayan yang bersifat multidimensi,
membutuhkan solusi secara menyeluruh untuk menyelesaikan,
Bukah hanya solusi secara parsial. Beberapa aspek permasalahan
yang dihadapi nelayan menurut Suharto
( 2005 ) yakni :
a. Minimnya perhatian dari pemerintah untuk para nelayan
b. Sebagian besar program terkait masyarakat nelayan masih
bersifat top down dan posisi nelayan masih sebagai objek
bukan subjek.
c. Kondisi alam yang tidak pasti sangat mempengaruhi
kualitas hasil tangkapan para nelayan.
d. Mayoritas nelayan memiliki tingkat pendidikan rendah,
sehingga mereka masih mengalami ketertinggalan
teknologi modern ( culture lag ).
e. Pola hidup yang konsumtif, dimana saat penghasilan para
nelayan cukup banyak namun mereka tidak menyisihkan
sebagaimana hasil jerih payah mereka untuk kebutuhan
mendesak dan justru digunakan untuk membeli kebutuhan
sekunder
3. Masyarakat Industri
Masyarakat industri merupakan masyarakat yang sebagian
besar kegiatannya mengacu pada aktivitas industri, yakni
menggunakan teknologi dan mesin dalam memproduksi suatu
barang secara massal dengan ditandai pembagian kerja yang jelas
dan terstruktur. Aktivitas industri ini pertama kali dipelopori oleh
bangsa Barat yakni Inggris pada periode Revolusi Industri abad ke-
18. Industrialisasi merupakan suatu periode peralihan dari kondisi
masyarakat tradisional menuju masyarakat modern. Huntington
( 2003 ) mengemukakan jenis definisi yang menggambarkan
kondisi industrialisasi :
1. Residual, merupakan seluruh aktivitas industri dan bukan
pertanian.
2. Sektoral, industri merupakan energi, pertambangan, dan usaha
manufaktur.
3. Bersifat mikro dan makro, dimana merupakan proses produksi dan
terlebih lagi sebagai proses sosial industrialisasi.
2. Prasasti
Prasasti adalah sebuah dokumen, piagam atau catatan
penting yang diukir pada sebuah batu dengan berbagai
peralatan yang bersifat tahan lama. Prasasti ini umumnya
berisi teks atau catatan berharga mengenai suatu keadaan,
kejadian hingga peristiwa penting yang harus diabadikan.
Contoh prasasti yang dikenal di Indonesia, antara lain
Kebon kopi, muara cianten, pasir awi, mulawarman, dan
sebagainya.
Bangunan dan makam
Di Indonesia cukup banyak bangunan bersejarah yang bisa
ditemukan, contohnya Masjid Agung Demak, Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat, dan sebagainya.
3. Kaligrafi
Kaligrafi merupakan seni rupa yang diukir atau ditulis
dengan bahasa Arab yang kemudian dipermak menjadi
indah.
3. IVVA
Organisasi ini dipengaruhi oleh tiga
kondisi, yakni dorongan untuk mencapai
kemerdekaan, kondisi kebudayaan yang
dipenuhi dengan pemikiran segar nan
revolusioner yang dimuat dalam sejumlah
media, dan latar belakang sekolah para
anggotanya yang belajar di Taman Siswa.
4. Pendudukan Jepang - POETERA, Keimin
Bunka Shidoso.
Di masa pendudukan Jepang di
Indonesia, sejumlah ahli, penulis, dan
seniman terkemuka terlibat dalam
organisasi-organisasi yang dibangun, yakni
POETERA ( Poesat Tenaga rakyat -1942 )
dan Keimin Bunka Shidosho ( Institut
Pemandu Pendidikan dan Budaya Rakyat -
1943 ). Keimin Bunka Shidosho adalah
bagian dari tantangan Jepang untuk
menciptakan kawasan sejahtera bersama di
Asia Timur Raya.
Keberhasilan Jepang bernegosiasi
dengan Soekarno merupakan salah satu
kunci partisipasi seniman dalam banyak
tergabung ke dalam sejumlah proyek perang
Jepang. Jepang menyediakan beragam
material lukis dan kursus bersama guru -
guru Jepang dan pelukis terkemuka
Indonesia di berbagai kota. begitu juga
pameran, lomba, hingga pemberian
penghargaan kesenian. hal tersebut
mendukung adanya ledakan jumlah seniman
di Indonesia selama periode singkat
pendidikan Jepang.
Sejumlah seniman yang tergabung
pada dua organisasi tersebut adalah S.
Sudjojo, Affandi, Hendra Gunawan, Henk
Ngantung, serta Mochtar Apin. Selanjutnya,
sejumlah kelompok kesenian terbentuk,
mulai dari Pelukis Front (1945) yang
menggambarkan kejadian-kejadian perang
yang waktu itu sedang gencar di sekitaran
Bandung. Lalu, terdapat kelompok
gelanggang yang menciptakan Manifesto
Gelanggang yang isinya berbunyi “Kami
adalah ahli waris yang sah rai kebudayaan
dunia dan kebudayaan kami teruskan dengan
cara kami sendiri”. Pada tahun 1946, muncul
Seniman Indonesia Muda (SIM dan Pelukis
Rakyat yang menghasilkan sejumlah karya
anti - kolonial Belanda.
Berbeda dengan organisasi lainnya,
Gabungan Pelukis Indonesia (GPI - 1948 )
percaya bahwa seni seharusnya dipisahkan
dari politik. Adanya alasan perbedaan
pandangan tersebut yang akhirnya
mendorong Affandi, yang selanjutnya diikuti
oleh Sutiksna, Zaini, Oesman Effendi, serta
pelukis lainnya, untuk membentuk GPI.
Gabungan Pelukis Indonesia didirikan pada
tahun 1950 oleh Kusnadi, Sumitro, dan
Sasongko, yang sebelumnya telah tergabung
dalam Penulis rakyat.
B. Seni Tari
Selama berabad-abad tari dipertunjukkan pada berbagai
konteks sosial, seperti yang berkaitan dengan upacara ( ritual ),
hiburan umum, propaganda produk, festival, kampanye politik, dan
lain-lain. Tari dikenal sejak mengenal peradaban. Beberapa sumber
tertulis menyebutkan bahwa tari telah berperan penting sejak
zaman pra-sejarah.
Perkembangan seni tradisional khususnya tari telah melalui
berbagai tahapan perubahan seiring berjalannya waktu. Setiap
perubahan yang terjadi memiliki ciri khas tersendiri yang berkaitan
langsung dengan periode yang dilaluinya. Periodisasi
perkembangan seni tari di Indonesia dibagi menjadi tiga tahap,
yakni:
a. Zaman Primitif ( 20.000 SM – 400 M )
Pada zaman masyarakat primitif ada dua
macam, yaitu zaman batu dan zaman logam. Pada
zaman batu, tari-tarian hanya diiringi dengan sorak-
sorai dan tepuk tangan Sedangkan pada zaman
logam sudah ada sangkut pautnya dengan tari yaitu
nekara (Nekara adalah alat semacam tambur besar
yang berbentuk seperti dandang terbalik atau
ditelungkupkan. Nekara banyak ditemukan di
Sumatera, Jawa, Bali, Pulau Sumbawa , Pulau Roti,
Pulau Leti, Pulau Slear, Kepulauan Kei, dan Papua)
atau kendang yang dibuat perunggu.
Tari primitif merupakan tari yang
berkembang di daerah yang menganut kepercayaan
animisme dan dinamisme. Tari ini lebih
menekankan tari yang memuja roh para leluhur dan
estetika seni. Ciri-ciri tari primitif, antara lain :
1. Gerak dan iringan sangat sederhana
berupa hentakan kaki, tepukan
tangan/ simbol suara/ gerak-gerak
saja yang dilakukan.
2. Gerakan dilakukan untuk tujuan
tertentu misalnya menirukan gerak
binatang, karena berburu.
3. Instrumen sangat sederhana terdiri
dari tiffa, kendang, instrumen yang
hanya dipukul secara tetap bahkan
tanpa memperhatikan dinamika.
4. Tata rias sederhana bahkan bisa
berakulturasi dengan alam sekitar.
5. Tari bersifat sakral karena untuk
upacara keagamaan.
6. Tarian primitif tumbuh dan
berkembang pada masyarakat sejak
zaman prasejarah.
7. Tarian primitif dasar geraknya adalah
maksud dan kehendak hati dan
pernyataan kolektif.
8. Atribut pakaian menggunakan bulu-
buluan dan daun-daunan.
9. Formasi tari biasanya berbentuk
lingkaran.
10. Tarian ini berkembang pada
masyarakat yang menganut pola
tradisi primitif/ purba, di mana
berhubungan dengan pemujaan
nenek moyang dan penyembahan
leluhur.
Fajrie, N. (2023). Pembelajaran Seni Rupa: Karya Seni Tiga Dimensi dengan
Bahan Tanah Liat. Penerbit NEM.
Farid, I., Yulianti, R., Hidayat, S., & Dewi, R. S. (2023). Perkembangan
Pendidikan Di Indonesia Dari Masa Ke Masa. Lingua Rima: Jurnal
Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, 12(2), 215.
https://doi.org/10.31000/lgrm.v12i2.8850
Puji Astuti, A., & Nurmalita RPS, A. (2014). Teknologi Komunikasi dan
Perilaku Remaja. Analisa Sosiologi, 3(1), 91–111.
http://ekojihadsaputra.blogspot.com/2011/05/perubahan-teknologi.html