Anda di halaman 1dari 72

PERUBAHAN BUDAYA MASYARAKAT INDONESIA

Dosen Pengampu :
Dr. Agustina Tri Wijayanti, S.Pd., M.Pd.
Primanisa Inayati Azizah, M.Pd.

Nama Anggota Kelompok 7:

1. Deva Kristiyanto ( 22416241005 )


2. Anggreani Vita Nur Fatimah ( 22416241021 )
3. Amara Azzahra Putri ( 22416241024 )
4. Victoria Indira Diva Reswara ( 22416244033 )
5. Larasati Ghaisani ( 22416244047 )

DEPARTEMEN ILMU PENDIDIKAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL, HUKUM, DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2024
A. Teknologi
Secara bahasa , teknologi berasal dari bahasa Yunani, yakni "tekhnologia"
yang terdiri dari dua kata, yaitu "techne" yang berarti keterampilan, dan "logos"
yang berarti ilmu pengetahuan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI ),
teknologi merupakan keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang
diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. Menurut Gary J.
Anglin, teknologi adalah penerapan ilmu perilaku, alam, dan pengetahuan lainnya
secara sistematis untuk menyelesaikan permasalahan manusia.
Menurut Jacob dalam bukunya Nanang Martono ( 2011 ) terdapat lima
siklus perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disebut dengan lima
siklus kondratieff, yaitu suatu siklus yang akan berulang setiap 50 tahun. Lima
siklus itu antara lain adalah: pertama,dimulai dengan revolusi teknologi ( tahun
1760 ); kedua, ditandai dengan terbentangnya jaringan kereta api ( tahun 1848 );
ketiga, dimulai dengan ditemukannya ban berjalan ( tahun 1895 ); keempat,
ditandai dengan ditemukannya tenaga atom dan motorisasi missal ( 1945 ); dan
kelima, ditandai dengan perkembangan mikroelektronik serta bioteknologi.
Teknologi diciptakan untuk mempermudah manusia untuk beraktivitas,
bekerja, bahkan berinteraksi. Teknologi mempengaruhi individu tentang
bagaimana cara berpikir, berperilaku, berkomunikasi dalam masyarakat dan
bergerak mengikuti perkembangan teknologi selanjutnya. Banyak dampak positif
yang ditimbulkan karena perkembangan teknologi, Indonesia dinilai mulai
berkembang dan meningkatkan produktivitas. Tetapi tidak menutup kemungkinan
bahwa dengan adanya perkembangan teknologi menimbulkan persoalan dan
dampak bagi kebudayaan.
Perkembangan teknologi merupakan hal yang penting saat ini, karena
teknologi banyak memberikan dampak yang luas terhadap kehidupan sosial
masyarakat baik di desa maupun kota. Perkembangan teknologi dinilai sebagai
sebuah kemajuan dalam bidang kebudayaan yang bersifat massal karena
mempengaruhi segala segi kehidupan. Dengan adanya perkembangan teknologi
dapat memicu tingkat perubahan pergeseran pola hidup dan interaksi dalam
kehidupan masyarakat.
Pada era modern ini, kemajuan teknologi, seperti teknologi informasi,
komunikasi, dan transportasi, telah menghilangkan pembatasan antara negara
secara efektif. Hal ini berarti bahwa dengan kemajuan teknologi tersebut, setiap
individu kini memiliki kemampuan untuk berinteraksi, berbagi informasi, dan
bahkan bertukar budaya dengan individu dari negara lain secara bebas.
Berikut ini merupakan beberapa jenis-jenis teknologi :
1. Teknologi Informasi dan Komunikasi
Teknologi informasi merupakan jenis teknologi yang
digunakan untuk mengelola data dengan mengolah, mengambil,
menyusun, menyimpan, dan memanipulasi data dalam berbagai
cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas. Informasi
yang dihasilkan harus relevan, akurat, dan disampaikan tepat
waktu, menjadi kunci strategis dalam pengambilan keputusan di
berbagai bidang, termasuk personal, bisnis, dan pemerintahan.
Sebelumnya, akses informasi pada masa lalu terbatas, dengan
masyarakat harus menunggu surat kabar untuk mendapatkan berita
terbaru. Namun, sekarang dengan hadirnya teknologi informasi dan
komunikasi, informasi dapat diakses secara cepat dan mudah dari
mana saja. Komunikasi pada masa lalu terbatas pada surat kabar
yang memakan waktu untuk sampai dan mendapat balasan.
Namun, dengan kemajuan teknologi komunikasi seperti radio,
televisi, dan perangkat seluler, komunikasi menjadi lebih mudah
dan cepat, bahkan dari jarak yang jauh. Meskipun kemajuan
teknologi dan komunikasi membawa dampak positif, seperti
memudahkan interaksi manusia dan akses informasi,
penggunaannya juga dapat menimbulkan dampak negatif seperti
penipuan, kejahatan cyber, dan perilaku menyimpang lainnya jika
tidak dimanfaatkan dengan baik.

2. Teknologi Transportasi
Teknologi transportasi telah mengalami perkembangan
yang signifikan dan berdampak besar bagi masyarakat. Pada masa
lampau, masyarakat mengandalkan tenaga manusia atau hewan
untuk memindahkan barang atau diri mereka sendiri. Namun,
seiring dengan perkembangan zaman, teknologi transportasi kini
mayoritas menggunakan mesin .Contoh teknologi transportasi
seperti becak, delman, sepeda, motor, mobil, kereta, kapal, dan
pesawat.
Dengan adanya kemajuan dalam teknologi transportasi,
masyarakat dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain secara
lebih efektif dan efisien. Perjalanan yang dulu memakan waktu
berhari-hari kini dapat diselesaikan dalam waktu yang jauh lebih
singkat, bahkan hanya dalam hitungan jam atau menit. Hal ini
membuka peluang baru dalam hal mobilitas individu dan juga
memfasilitasi perdagangan serta pertukaran budaya antar wilayah.
Namun, selain dampak positifnya, kemajuan teknologi
transportasi juga memiliki dampak negatif. Salah satunya adalah
polusi lingkungan yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor,
seperti emisi gas buang yang mencemari udara dan limbah dari
transportasi laut yang merusak ekosistem laut. Selain itu,
kemacetan lalu lintas juga menjadi masalah serius di banyak kota
besar, yang mengakibatkan peningkatan stres bagi pengguna jalan
dan kerugian ekonomi akibat waktu yang terbuang. Selain itu,
infrastruktur transportasi yang tidak terkelola dengan baik dapat
mengakibatkan ketimpangan sosial dan ekonomi antar wilayah,
karena akses yang terbatas atau tidak merata bagi masyarakat.

3. Teknologi Pendidikan
Pendidikan pada zaman dahulu pendidikan cenderung
monoton tanpa ruang bagi kreasi, pada era sekarang perkembangan
teknologi yang mengubah wajah pendidikan. Salah satu contohnya
adalah munculnya e-learning, yang memungkinkan akses ke materi
pembelajaran kapanpun dan dimanapun melalui platform digital.
Selain itu, pembelajaran berbasis komputer dan blended learning
mengintegrasikan teknologi dalam ruang kelas tradisional,
menciptakan pengalaman pembelajaran yang lebih interaktif dan
menyeluruh. Perpustakaan digital menyediakan akses mudah ke
berbagai sumber daya belajar, mulai dari buku hingga jurnal
ilmiah, secara online. Penggunaan alat bantu seperti aplikasi
pembelajaran, simulasi, dan perangkat lunak interaktif juga
semakin umum dalam mendukung proses pembelajaran yang lebih
dinamis dan berorientasi pada siswa. Semua ini menunjukkan
bahwa teknologi pendidikan tidak hanya memfasilitasi
pembelajaran, tetapi juga membuka pintu bagi inovasi dan
kemajuan dalam menyediakan pendidikan yang lebih efektif,
inklusif, dan adaptif kepada generasi masa kini.

4. Teknologi Medis
Perkembangan teknologi medis telah mengalami kemajuan
yang signifikan seiring dengan berjalannya waktu. Dulu, perawatan
medis seringkali terbatas pada pengetahuan dan teknologi yang
terbatas, namun sekarang muncul perangkat medis yang canggih
dan inovatif. Misalnya, alat kesehatan baru, obat baru, dan metode
pengobatan baru. sekarang banyak alat untuk mendiagnosa
penyakit yang memungkinkan dokter untuk melihat detail internal
tubuh manusia secara lebih akurat dan mendeteksi penyakit lebih
dini. Selain itu, berbekal alat medis canggih telah memperluas
kemampuan dokter dalam melakukan operasi dan mempercepat
pemulihan pasien. Adanya inovasi dalam bidang genetika dan
bioteknologi juga telah membuka pintu untuk pengembangan
terapi yang disesuaikan dengan gen untuk mengobati penyakit
secara lebih efektif.
5. Teknologi Konstruksi dan Teknologi Arsitektur
Arsitektur terus berkembang seiring dengan perubahan
zaman. Pada masa lalu, ketika masyarakat hidup secara nomaden
dan kemudian menetap di gua, arsitektur terbatas pada struktur
sederhana. Seiring dengan perkembangan pemikiran manusia,
rumah-rumahan sederhana mulai dibangun untuk menetap. Pada
zaman Hindu Budha, arsitektur mencerminkan perkembangan saat
itu, dengan pembangunan candi dan tempat-tempat ibadah yang
megah. Pada masa penjajahan Belanda di Indonesia, arsitektur
didominasi oleh gaya bangunan Indische yang masih dapat
ditemukan hingga kini, meskipun beberapa telah mengalami
kerusakan karena faktor waktu dan ulah manusia.
Perkembangan teknologi konstruksi dan arsitektur telah
mengubah wajah bangunan pada era saat ini. Masyarakat lebih
cenderung menyukai desain bangunan yang minimalis karena
dianggap lebih sederhana. Berkat penggunaan alat berat dan
inovasi dalam bahan bangunan, kita melihat bangunan-bangunan
yang sangat berbeda dari masa lampau.

6. Teknologi Agrikultur
Banyak perkembangan terjadi dalam bidang pertanian,
dimana inovasi baru telah menghasilkan peningkatan produktivitas
dalam hasil panen. Perkembangan ini tercermin dalam berbagai
metode penanaman yang semakin bervariasi, pengembangan bibit
baru yang lebih tahan terhadap serangan hama dan menghasilkan
hasil yang lebih melimpah, serta penggunaan sistem irigasi dan
pupuk yang dianggap mampu meningkatkan produktivitas panen.
Selain itu, penggunaan pestisida yang lebih efektif juga merupakan
bagian dari inovasi yang berkelanjutan. Pada masa lalu,
pembukaan lahan pertanian seringkali melibatkan penggunaan
hewan seperti kerbau atau sapi, namun saat ini penggunaan hewan
untuk tujuan tersebut telah berkurang drastis dan digantikan oleh
mesin traktor yang lebih efisien. Bahkan, untuk proses pemanenan,
teknologi telah menghasilkan mesin khusus yang dapat secara
otomatis mengemas hasil panen, meningkatkan efisiensi dan
produktivitas dalam rantai pasokan pertanian. Semua ini
menunjukkan bahwa sektor pertanian terus berinovasi dan
mengadopsi teknologi baru demi meningkatkan kualitas dan
kuantitas hasil panen.

B. Bahasa
Menurut Koentjaraningrat, bahasa merupakan sokoguru
kebudayaan. Hal ini dikarenakan bahasalah yang mengkonsepsikan
seluruh isi alam pikiran manusia ke dalam bentuk lambang-lambang
berwujud nyata. Lebih lanjut, Koentjaraningrat dalam kegiatan Pra
Seminar Politik Bahasa Nasional mengatakan bahwa sebuah bangsa dan
negara dikatakan beruntung apabila telah mempunyai bahasa nasional.
Indonesia, dalam hal ini tentu saja telah memiliki bahasa nasional
yang secara mutlak telah diakui dan dipergunakan oleh semua warga
Indonesia. Asal usul dari Bahasa Indonesia, seperti yang diungkapkan oleh
Ki Hajar Dewantara, berasal dari bahasa melayu yang disesuaikan dengan
pertumbuhannya dalam masyarakat ( Sudaryanto, 2018 ). Melalui hal ini,
dapat dikatakan bahwa Bahasa Indonesia mengalami dinamika yang
seirama dengan kebutuhan masyarakat Indonesia dari masa ke masa.
Perubahan ini dapat ditinjau dari berbagai aspek. Salah satunya
adalah dari aspek bentuk ejaan yang digunakan dalam pelafalan dan
penulisan kata, huruf, dan tanda baca. Bahasa Indonesia, tercatat telah
melakukan pengubahan pedoman ejaan selama 7 kali mulai dari tahun
1901 sampai dengan tahun 2015. Jika dirinci, pedoman-pedoman ejaan
tersebut meliputi :
1. Ejaan van Ophuisjen ( 1901-1947 )
Menurut pedoman ini, Bahasa Indonesia mengacu
pada sistem ejaan Latin untuk bahasa melayu yang dimuat
dalam Kitab Logat Melajoe yang disusun oleh seorang
Belanda bernama Charles Adriaan van Ophuijsen pada
tahun 1901. Penyusunan pedoman ejaan ini didasari oleh
kondisi di Indonesia saat itu yang masih banyak
menggunakan aksara Jawi atau arab gundul. Melihat hal ini,
Belanda yang pada saat itu sedang menjajah Indonesia
merasa khawatir terhadap ancaman kekuatan islam
sehingga merasa perlu mengurangi pengaruhnya di
Indonesia dengan cara mengganti tata penulisan
menggunakan aksara latin. Selain itu, para ahli bahasa
Belanda menganggap adanya ketidaksesuaian penggunaan
huruf vokal aksara jawi. Misalnya, vokal e, i, o ditulis sama
dengan vokal a dan u. Berdasar dari alasan-alasan inilah,
Belanda menginstruksikan kepada Ophuijsen untuk
menyusun tata bahasa baku Bahasa Melayu. Ia kemudian
meluncurkan sebuah buku berjudul Maleische Spraakkunst
( Tata Bahasa Melayu ) pada tahun 1901. Terbitnya buku
telah menjadi acuan ejaan pertama yang ada di Nusantara
dan mulai digunakan ketika pemerintah kolonial belanda
meresmikan ejaan tersebut di tahun yang sama ( Mijayanti,
Y., 2018 ). Karakteristik ejaan Bahasa Indonesia mengacu
pada pedoman Ophuijsen antara lain sebagai berikut :
a. Penggunaan huruf ї untuk membedakan antara
huruf i sebagai akhiran yang disuarakan tersendiri
seperti diftong, misalnya mulaї dan ramaї. Selain
itu, huruf ї juga dipakai sebagai alternatif untuk
penulisan huruf y, misalnya Soerabaїa.
b. Penggunaan huruf j untuk bunyi y seperti jang, saja,
wajang.
c. Penggunaan huruf oe untuk vokal /u/. Misalnya,
doeloe, akoe, repoeblik.
d. Penggunaan tanda diakritis yang digunakan untuk
menentukan bunyi suara huruf, meliputi tanda koma
(,), ain (‘), dan trema (¨). Misalnya, ma’moer,
jum’at, ta’, dan pa’.
e. Penggunaan huruf sj untuk bunyi sy (‫)ش‬.
f. Penggunaan huruf tj untuk huruf /c/. Misalnya
tjikini, tcara, pertjaya.
g. Penggunaan huruf ch untuk pelafalan /kh/ seperti
achir, chusus, machloe’.

2. Ejaan Soewandi ( 1947-1956 )


Ejaan ini mulai digunakan pasca Indonesia
memproklamirkan kemerdekaan yang dimuat dalam Surat
Keputusan Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan
Kebudayaan No. 264/Bhg. A tanggal 19 Maret 1947. Ejaan
Soewandi memiliki nama lain yakni Ejaan Republik.
Alasan penggunaan istilah republik sebab mengacu pada
kondisi Indonesia saat itu yang tengah menunjukkan rasa
nasionalisme yang tinggi termasuk di dalam aspek bahasa.
Pada pandangan masyarakat Indonesia saat itu, Ejaan Van
Ophuijsen dianggap sebagai bagian dari pengaruh penjajah
Belanda karena penyusunnya adalah orang Belanda
( Sudaryanto, 2018 ). Ejaan ini dibentuk dengan tujuan
mempermudah penggunaan oleh penutur bahasa Melayu.
Karakteristik Ejaan Soewandi antara lain sebagai berikut :
a. Penyederhanaan huruf oe menjadi u. Contoh : aku,
dulu, republik.
b. Peniadaan tanda diakritis (‘) dan diganti dengan
huruf k. Contoh : tidak ada lagi kata ra’yat sebab
diganti menjadi rakyat.
c. Kata berulang ditulis dengan angka 2. Contoh :
anak2, ber-dua2-an, ke-laki2-an.
d. Tidak ada pemisahan antara awalan di- untuk
preposisi dan di- untuk awalan/prefiks sehingga
keduanya ditulis serangkai. Contoh : dijalan, dijual,
diminum, diluar.
e. Pergantian tanda diakritis e’pepet’ (ẻ) menjadi (e).
Contoh : kẻluarga - keluarga

3. Ejaan Pembaharuan ( 1956-1961 )


Munculnya ejaan ini dilatarbelakangi oleh adanya
reaksi pasca pemulihan kedaulatan yang melahirkan ide
untuk mengadakan perubahan ejaan kembali dengan
berbagai pertimbangan mengenai sejumlah kekurangan. Ide
tersebut muncul secara nyata dalam Kongres Bahasa
Indonesia II di Medan pada tahun 1954 yang menghasilkan
sebuah keputusan yang memuat aturan-aturan ejaan antara
lain :
a. Ejaan sedapat-dapatnya menggambarkan satu fonem
dengan satu huruf.
b. Penetapan ejaan hendaknya dilakukan oleh suatu
badan yang kompeten.
c. Ejaan hendaknya praktis, tetapi ilmiah.

Menindaklanjuti keputusan ini, dibentuklah suatu


panitia pada tahun 1957 dengan tugas untuk membuat
aturan tentang satu fonem diwakili dengan satu huruf, serta
aturan mengenai gabungan huruf yang perlu ditulis menjadi
satu huruf. Karakteristik Ejaan Pembaharuan antara lain
sebagai berikut :
a. Gabungan konsonan ng diubah menjadi ŋ. Contoh :
mengalah menjadi meŋalah.
b. Gabungan konsonan nj diubah menjadi ń. Contoh :
menjanji menjadi meńańi.
c. Gabungan konsonan sj menjadi š . Contoh : sjarat
menjadi šarat.
d. Gabungan vokal ( diftong ) ai, au, dan oi, ditulis
berdasarkan pelafalannya yaitu menjadi ae, ao, dan
oe. Contoh : Harimau menjadi Harimao, Santai
menjadi Santae, Kalau menjadi Kalao, Amboi
menjadi Amboe.

4. Ejaan Melindo ( 1961-1967 )


Muncul akibat dari keinginan Malaysia untuk
menyatukan penggunaan huruf Latin di Indonesia dengan
aturan penggunaan huruf latin oleh persekutuan tanah
Melayu. Keinginan ini disampaikan oleh delegasi Malaysia
yang saat itu hadir dalam Kongres Bahasa Indonesia Kedua
pada tahun 1954 di Medan. Keinginan ini kemudian
direalisasikan pada tahun 1959 ketika pemerintah Indonesia
dengan Malaysia menjalin kesepakatan untuk merumuskan
aturan ejaan yang dapat dipakai bersama meskipun pada
akhirnya tidak diresmikan sebab terjadi Konfrontasi
Indonesia-Malaysia yang membuat hubungan diplomatik
antara keduanya menjadi tidak baik
Ciri-ciri Ejaan Melindo antara lain:
a. Adanya pergantian konsonan tj menjadi c pada kata
tjara sehingga berubah penulisannya menjadi cara.
b. Pergantian konsonan nj dengan huruf nc. Contoh :
njonja menjadi nconca.
c. Kata menyapu ditulis meɳapu.
d. Kata syair ditulis menjadi Ŝyair.
e. Kata ng pada ngopi ditulis menjadi ɳopi.
f. Diftong oi seperti pada kata koboi ditulis menjadi
koboy.

5. Ejaan Baru/Lembaga Bahasa dan Kesusastraan ( 1967-1972


)
Ejaan ini merupakan cikal bakal lahirnya EYD yang
disahkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Sarino
Mangunpranoto pada tahun 1966 dalam surat keputusan
tanggal 19 September 1967, No. 062/1967. Disebut cikal
bakal lahirnya EYD sebab didalamnya memuat konsep
awal ejaan EYD. Ciri-ciri Ejaan LBK antara lain:
a. Huruf ‘tj’ diganti ‘c’, j diganti ‘y,’ ‘nj’ diganti ‘ny,’
‘sj ‘menjadi ‘sy,’ dan ‘ch’ menjadi ‘kh.’
b. Huruf asing: ‘z,’ ‘y,’ dan ‘f’ disahkan menjadi ejaan
bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan pemakaian
yang sangat produktif.
c. Huruf ‘e’ tidak dibedakan pepet atau bukan,
alasannya tidak banyak kata yang berpasangan
dengan variasi huruf ‘e’ yang menimbulkan salah
pengertian.

6. Ejaan yang disempurnakan ( 1972-2015 )


Secara garis besar, Ejaan yang disempurnakan atau
disingkat EYD merupakan ejaan yang pertama kali
diresmikan pada tahun 1972 untuk menyempurnakan ejaan
LBK. Ejaan ini mengalami 3 kali perkembangan yakni
tahun 1972, tahun 1988, dan tahun 2009 yang masing-
masing memiliki ciri khusus tersendiri. Adapun, ciri khusus
dari ketiga kurun waktu tersebut antara lain :
● EYD Tahun 1972
a. Huruf diftong oi hanya ditemukan di
belakang kata, misalnya oi pada kata amboi.
b. Bentuk gabungan konsonan kh, ng, ny, dan
sy termasuk kelompok huruf konsonan.
c. Masih menggunakan dua istilah yaitu huruf
besar dan huruf kapital.
d. Penulisan huruf hanya mengatur dua macam
huruf yaitu huruf besar atau huruf kapital
dan huruf miring.
e. Penulisan angka untuk menyatakan nilai
uang menggunakan spasi antara lambang
dengan angka, misalnya Rp 500,00.
f. Tanda petik dibedakan istilah dan
penggunaannya menjadi dua, yaitu tanda
petik ganda dan tanda petik tunggal.
g. Terdapat tanda ulang berupa angka 2 biasa
( bukan kecil di kanan atas [2] atau juga
bukan di kanan bawah [2] ) yang dapat
dipakai dalam tulisan cepat dan notula untuk
menyatakan pengulangan kata dasar,
misalnya dua2, mata2, dan hati2.

● EYD Tahun 1988


a. Penggunaan huruf kapital dalam ungkapan
yang berhubungan dengan nama Tuhan
terdapat catatan tambahan yaitu: (1) bila
terdiri dari kata dasar maka tulisan
disambung, misalnya Tuhan Yang
Mahakuasa; (2) bila terdiri dari kata
berimbuhan maka penulisan dipisah,
misalnya Tuhan Yang Maha Pengasih.
b. Huruf kapital sebagai huruf pertama nama
orang diberi keterangan tambahan, yaitu:
jika nama jenis atau satuan ukuran ditulis
dengan huruf kecil, misalnya mesin diesel,
10 volt, dan 5 ampere.
c. Huruf kapital yang digunakan sebagai nama
khas geografi diberi catatan tambahan, yaitu:
(1) istilah geografi bukan nama diri ditulis
dengan huruf kecil, misalnya berlayar ke
teluk; (2) nama geografi sebagai nama jenis
ditulis dengan huruf kecil, misalnya, gula
jawa.
d. Huruf kapital yang digunakan sebagai nama
resmi badan dan dokumen resmi terdapat
catatan tambahan, yaitu jika tidak diikuti
nama maka ditulis dengan huruf kecil,
misalnya sebuah republik dan menurut
undang-undang yang berbeda dengan
Republik Indonesia dan Undang-Undang
Dasar 1945.
e. Penulisan angka untuk menyatakan nilai
uang menggunakan spasi antara lambang
dengan angka terdapat catatan tambahan,
yaitu: (1) untuk desimal pada nilai mata
uang dolar dinyatakan dengan titik, misalnya
$3.50; (2) angka yang menyatakan jumlah
ribuan dibubuhkan tanda titik, misalnya
buku ini berusia 1.999 tahun.

● EYD Tahun 2009


a. Huruf diftong oi ditemukan pada posisi
tengah dan posisi akhir dalam sebuah kata,
misalnya boikot dan amboi.
b. Bentuk kh, ng, ny, dan sy dikelompokkan
menjadi gabungan huruf konsonan.
c. Penulisan huruf masih tetap mengatur dua
macam huruf, yaitu huruf besar atau huruf
kapital dan huruf miring.
d. Tanda garis miring terdapat penggunaan
tambahan, yaitu tanda garis miring ganda
untuk membatasi penggalan-penggalan
dalam kalimat untuk memudahkan
pembacaan naskah

7. Ejaan Bahasa Indonesia ( 2015-sekarang )


Seiring dengan kemajuan zaman dan teknologi serta
untuk memantapkan fungsi Bahasa Indonesia, Pemerintah
Indonesia melakukan penyempurnaan kembali terhadap
ejaan Bahasa Indonesia yang dilakukan oleh lembaga resmi
milik pemerintah yaitu Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Usaha tersebut menghasilkan Peraturan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun
2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia.Pada tahun 2016 berdasarkan Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, Dr. Anies Baswedan, aturan
ejaan yang bernama PUEYD diganti dengan nama
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia ( Tim
Pengembang Pedoman Bahasa Indonesia, 2016 ). Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia selanjutnya dikenal dengan
singkatan PUEBI.
Ciri khusus Ejaan Bahasa Indonesia berdasarkan
Permendikbud Nomor 50 tahun 2015 antara lain sebagai
berikut:
a. Pada huruf vokal, untuk pengucapan ( pelafalan )
kata yang benar digunakan diakritik yang lebih
rinci, yaitu (1) diakritik (é) dilafalkan [e] misalnya
Anak-anak bermain di teras (téras); (2) diakritik (è)
dilafalkan [Ɛ] misalnya Kami menonton film seri
(sèri); (3) diakritik (ê) dilafalkan [Ə] misalnya
Pertandingan itu berakhir seri (sêri).
b. Pada huruf konsonan terdapat catatan penggunaan
huruf q dan x yang lebih rinci, yaitu: (1) huruf q dan
x khusus digunakan untuk nama diri dan keperluan
ilmu; (2) huruf x pada posisi awal kata diucapkan
[s].
c. Pada huruf diftong terdapat tambahan yaitu diftong
ei misalnya pada kata eigendom, geiser, dan survei.
d. Pada huruf kapital aturan penggunaan lebih
diringkas ( pada PUEYD terdapat 16 aturan
sedangkan pada PUEBI terdapat 13 aturan ) dengan
disertai catatan.
e. Pada huruf tebal terdapat pengurangan aturan
sehingga hanya dua aturan, yaitu menegaskan
bagian tulisan yang sudah ditulis miring dan
menegaskan bagian karangan seperti judul buku,
bab, atau subbab.
C. Agama
Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan
masyarakat Indonesia. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia
yang terdapat pada sila ke-1 Pancasila yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politik,
ekonomi dan budaya. Di tahun 2000-an , kira-kira 86,1% dari 240.271.522
penduduk Indonesia yaitu memeluk agama Islam, 8,7% Protestan, 3%
Katolik, 1,8% Hindu, dan 0,4% kepercayaan lainnya.
Berdasarkan sejarahnya, kaum pendatang pada saat itu telah
menjadi pendorong utama keanekaragaman agama dan kultur di dalam
negeri dengan pendatang dari India, Tiongkok, Portugal, Arab, dan
Belanda. Hal ini sudah berubah sejak beberapa perubahan yang telah
dibuat untuk menyesuaikan kultur di Indonesia. Hindu dan Buddha telah
dibawa ke Indonesia sekitar abad ke-2 dan abad ke-4 Masehi ketika
pedagang dari India datang ke Sumatera, Jawa dan Sulawesi membawa
agama mereka. Hindu mulai berkembang di pulau Jawa pada abad ke-5
Masehi dengan kasta Brahmana yang memuja Siva. Pedagang juga
mengembangkan ajaran Buddha pada abad berikut lebih lanjut dan
sejumlah ajaran Buddha dan Hindu telah mempengaruhi kerajaan-kerajaan
kaya, seperti Kutai, Sriwijaya, Majapahit dan Syailendra.
Kemudian Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-14 M, yang
berasal dari Gujarat, India. Islam menyebar sampai pantai barat Sumatera
dan kemudian berkembang ke timur pulau Jawa. Pada periode ini terdapat
beberapa kerajaan Islam, yaitu kerajaan Demak, Pajang, Mataram, dan
Banten. Pada akhir abad ke-15 M, 20 kerajaan Islam telah dibentuk dan
mencerminkan dominasi Islam di Indonesia. Kristen dan Katolik dibawa
masuk ke Indonesia oleh bangsa Portugis, khususnya di pulau Flores dan
Timor. Kristen Protestan pertama kali diperkenalkan oleh bangsa Belanda
pada abad ke-16 M, dengan pengaruh ajaran Calvinis dan Lutheran.
Wilayah penganut animisme di wilayah Indonesia bagian Timur dan
bagian lain merupakan tujuan utama orang-orang Belanda, termasuk
Maluku, Nusa Tenggara, Papua dan Kalimantan. Kemudian, Kristen
menyebar melalui pelabuhan pantai Borneo. Di sisi lain kaum misionaris
pun tiba di Toraja, Sulawesi. Wilayah Sumatera juga menjadi target para
misionaris ketika itu, khususnya adalah orang-orang Batak. Dimana
banyak masyarakat saat ini yang menjadi pemeluk Protestan.
Agama Islam juga membawa perubahan sosial dan budaya, yakni
memperhalus dan memperkembangkan budaya Indonesia. Penyesuaian
antara adat dan syariah di berbagai daerah di Indonesia selalu terjadi,
meskipun kadang-kadang dalam taraf permulaan mengalami proses
pertentangan dalam masyarakat. Meskipun demikian, proses Islamisasi di
berbagai tempat di Indonesia dilakukan dengan cara yang dapat diterima
oleh rakyat setempat, sehingga kehidupan keagamaan masyarakat pada
umumnya menunjukkan unsur campuran antara Islam dengan kepercayaan
sebelumnya. Hal tersebut dilakukan oleh penyebar Islam karena di
Indonesia telah lama terdapat agama ( Hindu-Budha ) dan kepercayaan
animisme.
Pada abad ke-16 di Sulawesi Selatan berdiri kerajaan Gowa.
Demikianlah pada akhir abad ke-16 dapat dikatakan bahwa Islam telah
tersebar dan mulai meresapkan akar-akarnya di seluruh Nusantara.
Meresapnya Islam di Indonesia pada abad ke-16 itu bersamaan pula
dengan ditanamkannya benih-benih agama Katolik oleh orang-orang
Portugis. Bangsa Portugis ini dikenal sebagai penentang Islam dan
pemeluk agama Katolik fanatik. Maka di setiap tempat yang mereka
datangi, di sanalah mereka berusaha mendapatkan daerah tempat
persemaian bagi agama Katolik. Hal ini menurut tanggapan mereka
merupakan suatu tugas dan kewajiban yang mendapat dorongan dari
pengalaman mereka menghadapi Islam di negeri mereka sendiri. Ketika
pertahanan Islam terakhir di Granada jatuh pada 1492, maka dalam
usahanya mereka mendesak agama Islam sejauh mungkin dari Spanyol
dan Portugis, mereka memperluas gerakannya sampai Timur Tengah yang
waktu itu menjadi daerah perantara perdagangan rempah-rempah yang
menghubungkan Timur dengan Barat. Kemudian timbullah suatu hasrat
dalam jiwa dagang mereka untuk berusaha sendiri mendapatkan rempah-
rempah yang menjadi pokok perdagangan waktu itu langsung dari daerah
penghasilnya ( Nusantara ). Dengan demikian, mereka tidak akan
bergantung lagi kepada pedagang-pedagang Islam di Timur Tengah.
Berikut ini merupakan enam agama utama di Indonesia :
1. Islam
Indonesia merupakan negara dengan penduduk
Muslim terbanyak di dunia, dengan 85% dari jumlah
penduduk adalah penganut ajaran Islam.Mayoritas Muslim
dapat dijumpai di wilayah barat Indonesia seperti di Jawa
dan Sumatera. Sedangkan di wilayah timur Indonesia,
persentase penganutnya tidak sebesar di kawasan barat.
Sekitar 98% Muslim di Indonesia adalah penganut aliran
Sunni. Sisanya, sekitar dua juta pengikut adalah Syiah
( diatas 1% ), berada di Aceh.

2. Kristen Protestan
Kristen Protestan berkembang di Indonesia selama
masa kolonial Belanda ( VOC ), pada sekitar abad ke-16.
Kebijakan VOC yang mereformasi Katolik dengan sukses
berhasil meningkatkan jumlah penganut paham Protestan di
Indonesia. Agama ini berkembang dengan sangat pesat di
abad ke-20, yang ditandai oleh kedatangan para misionaris
dari Eropa ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti di
wilayah barat Papua dan lebih sedikit di kepulauan Sunda.
Pada tahun 1965 ketika terjadi perebutan kekuasaan, orang-
orang tidak beragama dianggap sebagai orang-orang yang
tidak ber-Tuhan dan karenanya tidak mendapatkan hak-
haknya yang penuh sebagai warga negara. Sebagai
hasilnya, gereja Protestan mengalami suatu pertumbuhan
anggota.
Protestan membentuk suatu perkumpulan minoritas
penting di beberapa wilayah. Sebagai contoh di pulau
Sulawesi sebanyak 97% penduduknya adalah Protestan,
terutama di Tana Toraja, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi
Utara. Sekitar 75% penduduk di Tana Toraja adalah
Protestan. Di beberapa wilayah keseluruhan desa atau
kampung memiliki sebutan berbeda terhadap aliran
Protestan ini, tergantung pada keberhasilan aktivitas para
misionaris. Di Indonesia terdapat tiga provinsi yang
mayoritas penduduknya adalah Protestan, yaitu Papua,
Sulawesi Utara, dan Sumatera Utara ( Batak ) dengan 90%
– 94% dari jumlah penduduk.

3. Hindu
Kebudayaan dan agama Hindu tiba di Indonesia
pada abad pertama Masehi, bersamaan waktunya dengan
kedatangan agama Buddha, yang kemudian menghasilkan
sejumlah kerajaan Hindu-Budha seperti Kutai, Mataram
dan Majapahit. Candi Prambanan adalah kuil Hindu yang
dibangun semasa kerajaan Majapahit, semasa dinasti
Sanjaya. Kerajaan ini hidup hingga abad ke 16 M, ketika
kerajaan Islam mulai berkembang. Periode ini, dikenal
sebagai periode Hindu-Indonesia, bertahan selama 16 abad
penuh.Hindu di Indonesia berbeda dengan Hindu lainnya di
dunia. Sebagai contoh, Hindu di Indonesia, secara formal
ditunjuk sebagai agama Hindu Dharma, tidak pernah
menerapkan sistem kasta. Contoh lain adalah, bahwa Epos
keagamaan Hindu Mahabharata ( Pertempuran Besar
Keturunan Bharata ) dan Ramayana ( Perjalanan Rama ),
menjadi tradisi penting para pengikut Hindu di Indonesia,
yang dinyatakan dalam bentuk wayang dan pertunjukan
tari. Aliran Hindu juga telah terbentuk dengan cara yang
berbeda di daerah pulau Jawa, yang jadilah lebih
dipengaruhi oleh versi Islam mereka sendiri, yang dikenal
sebagai Islam Abangan atau Islam Kejawen.

4. Buddha
Buddha merupakan agama tertua kedua di
Indonesia, tiba pada sekitar abad keenam masehi. Sejarah
Buddha di Indonesia berhubungan erat dengan sejarah
Hindu, sejumlah kerajaan Buddha telah dibangun sekitar
periode yang sama. Seperti kerajaan Sailendra, Sriwijaya
dan Mataram. Kedatangan agama Buddha telah dimulai
dengan aktivitas perdagangan yang mulai pada awal abad
pertama melalui Jalur Sutra antara India dan Indonesia.
Sejumlah warisan dapat ditemukan di Indonesia, mencakup
candi Borobudur di Magelang dan patung atau prasasti dari
sejarah Kerajaan Buddha yang lebih awal.
Mengikuti kejatuhan Soekarno pada pertengahan
tahun 1960-an, dalam Pancasila ditekankan lagi pengakuan
akan satu Tuhan
( monoteisme ). Sebagai hasilnya, pendiri Perbuddhi
( Persatuan Buddha Indonesia ), Bhikkhu Ashin
Jinarakkhita, mengusulkan bahwa ada satu dewata tertinggi,
Sang Hyang Adi Buddha. Hal ini didukung dengan sejarah
di belakang versi Buddha Indonesia di masa lampau
menurut teks Jawa kuno dan bentuk candi Borobudur.
5. Kristen Katolik
Umat Katolik Perintis di Indonesia: 645 – 1500
Agama Katolik untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia
pada bagian pertama abad ketujuh di Sumatera Utara. Fakta
ini ditegaskan kembali oleh ( Alm ) Prof. Dr. Sucipto
Wirjosuprapto. Awal mula abad ke-14 sampai abad ke-18
dan selanjutnya abad ke-14 dan ke-15. Entah sebagai
kelanjutan umat di Barus atau bukan, ternyata ada
kesaksian bahwa abad ke-14 dan ke-15 telah ada umat
Katolik di Sumatera Selatan. Kristen Katolik tiba di
Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian
diikuti bangsa Spanyol yang berdagang rempah-rempah.
Banyak orang Portugis yang memiliki tujuan untuk
menyebarkan agama Katolik Roma di Indonesia, dimulai
dari kepulauan Maluku pada tahun 1534. Antara tahun
1546 dan 1547, pelopor misionaris Kristen, Fransiskus
Xaverius mengunjungi pulau itu dan membaptiskan
beberapa ribu penduduk setempat. Pada abad ke-16
Portugis dan Spanyol mulai memperluas pengaruhnya di
Manado & Minahasa, salah satunya adalah menyebarkan
agama Kristen Katolik. Namun hal tersebut tidak bertahan
lama sejak VOC berhasil mengusir Spanyol & Portugis dari
Sulawesi Utara. VOC pun mulai menguasai Sulawesi Utara
untuk melindungi kedudukannya di Maluku.
Selama masa VOC, banyak praktisi paham Katolik
Roma yang jatuh dalam hal kaitan kebijakan VOC yang
mengkritisi agama itu. Yang paling tampak adalah di
Sulawesi Utara, Flores, dan Timor Timur. Pada tahun 2006,
3% dari penduduk Indonesia adalah Katolik dengan jumlah
lebih kecil dibandingkan para penganut Protestan. Mereka
kebanyakan tinggal di Papua dan Flores.
6. Konghucu
Agama Konghucu berasal dari Cina daratan dan
yang dibawa oleh para pedagang Tionghoa dan imigran.
Diperkirakan pada abad ketiga Masehi, orang Tionghoa tiba
di kepulauan Nusantara. Berbeda dengan agama yang lain,
Konghucu lebih menitikberatkan pada kepercayaan dan
praktik yang individual. Lepas daripada kode etik
melakukannya, bukannya suatu agama masyarakat yang
terorganisir dengan baik atau jalan hidup atau pergerakan
sosial. Di era 1900-an, pemeluk Konghucu membentuk
suatu organisasi yang disebut Tiong Hoa Hwee Koan
( THHK ) di Batavia ( sekarang Jakarta ).

D. Sistem Pengetahuan
Menurut Mohammad Iskandar & Hasan Djafar ( 2009 ), yang
dimaksud dengan sistem pengetahuan adalah segala sesuatu yang
berkaitan dengan wawasan dan kecerdasan, keterampilan seseorang yang
berkaitan dengan wawasan dan kecerdasan, keterampilan seseorang yang
diperoleh baik dari proses sosialisasi maupun internalisasi. Sistem
pengetahuan ini kemudian digunakan oleh manusia untuk membentuk
sebuah kebudayaan sebagai wadah penyaluran perasaan dan kehidupan.
Indonesia, sebagai negara yang dikenal kaya akan kebudayaannya,
tentu saja tercipta melalui sistem pengetahuan masyarakat yang
berkembang dari masa ke masa. Secara rinci, perkembangan sistem
pengetahuan masyarakat Indonesia dapat ditinjau antara lain:
a. Sistem Pengetahuan Tradisional
Pada fase ini, sistem pengetahuan masyarakat
Indonesia masih bersifat non-scientific knowledge yang
kebenarannya tidak dapat dibuktikan atau diverifikasi
melalui pengujian ilmiah. Proses alih pengetahuan pada
masa ini diperoleh melalui penyampaian secara lisan
dengan disertai contoh-contoh tindakan secara turun-
temurun dari generasi ke generasi. Penuturan lisan ini
terekam dalam bentuk cerita rakyat ( folklore yang berisi
cerita-cerita suci seperti mite dan legenda ). Ketika
masyarakat mulai mengenal tradisi bertulis, pengetahuan
tradisional ini kemudian disampaikan secara tertulis dalam
bentuk karya sastra maupun bentuk tertulis lainnya. Sistem
pengetahuan tradisional pada masa kini dikenal sebagai
kearifan lokal dan masih dimanfaatkan dalam kehidupan
sehari-hari. Contoh sistem pengetahuan tradisional yang
masih digunakan pada masa kini antara lain : Peragian,
Pengawetan makanan, dan Penggunaan pewarna alami dari
alam.

b. Sistem Pengetahuan Ilmiah


Pada fase ini, masyarakat Indonesia mulai mengenal
adanya tradisi ilmiah yang mencakup pembuktian-
pembuktian rasionalitas manusia, sebab akibat yang
dibuktikan dengan sebuah data, analisa dan pengecekan
atau pemeriksaan terhadap benar dan tidaknya suatu fakta.
Tradisi ini muncul karena dipengaruhi oleh adanya
kolonisasi bangsa barat yang membawa perubahan yang
cukup besar dalam sistem pengetahuan masyarakat
Indonesia yang tercermin melalui munculnya berbagai
penelitian dan penulisan mengenai lembaga dan masyarakat
setempat, berdirinya lembaga-lembaga pendidikan serta
lembaga-lembaga yang menyimpan atau melestarikan
karya-karya masa lampau. Jika menilik pada sejarahnya,
berkembangnya tradisi ilmiah dalam masyarakat Indonesia
saat berdirinya Bataviaasch Genootschap sebagai lembaga
ilmu pengetahuan pertama di Indonesia yang didirikan
menjelang runtuhnya kongsi dagang hindia timur atau lebih
dikenal dengan nama VOC oleh suatu himpunan
masyarakat yang mempunyai kepedulian terhadap kesenian
dan ilmu pengetahuan di Batavia pada tanggal 24 April
1778. Setelah itu, bermunculan lembaga-lembaga lainnya
baik yang bergerak di bidang geologi, pertanian, botani
seperti 'sLands Plantentuin di kota Bogor, maupun di
bidang seni-budaya seperti Bataviaasch Kunstkring dan
Java Instituut. Beberapa di antara lembaga-lembaga masa
kolonial itu terus berlanjut sampai masa Indonesia merdeka,
misalnya Bataviaasch Genootschap (kemudian berubah
menjadi Masuem Nasional) dan 'sLands Plantentuin
( berubah menjadi Kebun Raya ). Lembaga-lembaga
tersebut kemudian mendorong munculnya lembaga-
lembaga penelitian pada era pra kolonial seperti Majlis
Ilmu Pengetahuan Indonesia
( MIPI ) atau Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI )
dan Lembaga Antariksa Nasional ( Lapan ).

E. Pendidikan
Sejarah pendidikan di Indonesia dimulai sejak zaman kuno hingga
era digital masa kini. Pendidikan pada mulanya didapat dari kumpulan
keluarga-keluarga saja, dimana peran ayah dan ibu sangat penting dalam
mendidik anak-anak mereka. Para orang tua mengajarkan pengetahuan
yang mereka miliki kepada anak-anaknya. Kemudian ilmu pengetahuan
juga diperoleh oleh anak-anak dari lingkungan luar yakni masyarakat.
Segala macam pengetahuan yang diperoleh oleh anak-anak tersebut,
kemudian mereka terapkan untuk mengatasi permasalahan kehidupan
sehari-hari.
Dalam perkembangan selanjutnya di masyarakat terdapat 2
kelompok yang memiliki kelebihan daripada kelompok lain. Kelompok
inilah yang kemudian disebut sebagai kelompok dukun dan kelompok
pande ( undagi ). Mereka ini memiliki kemampuan khusus sebagai
penghubung dengan roh nenek moyang. Kelompok dukun dipercaya
memiliki kedudukan tertinggi dalam masyarakat, sedangkan kelompok
pande dipercaya memiliki kemampuan khusus dalam membuat alat-alat
yang tidak bisa dibuat oleh kebanyakan orang ( contohnya keris dan
benda-benda sakral lainnya ).
Masuknya agama Hindu-Budha di Nusantara menyebabkan
kedudukan para dukun tergantikan oleh para brahmana, yang juga mampu
menjadi penghubung dengan roh nenek moyang. Pada awalnya kaum
brahmana yang menggantikan posisi para dukun ini berasal dari India.
Namun lambat laun posisi para brahmana dari India ini tergeser oleh
kedatangan para brahmana Indonesia yang kembali dari India seusai masa
belajarnya. Mulai dari sinilah pusat-pusat pengajaran agama Hindu-Budha
berkembang pesat di berbagai daerah di Indonesia.
Berikut ini merupakan perkembangan pendidikan di Indonesia dari masa
ke masa :
1. Pendidikan Zaman Kerajaan Hindu-Buddha
Pendidikan pada masa kerajaan Hindu-Buddha berlangsung
dimulai sejak masa pemerintahan Tarumanegara dan Kutai. Pada
masa ini, pendidikan lebih berfokus pada aspek keagamaan,
pemahaman bahasa Sansekerta beserta penulisan aksara Pallawa,
dan aspek seni bela diri. Kondisi pendidikan pada masa Hindu-
Buddha ini masih belum merata dan pendidikan hanya bisa diakses
oleh kaum bangsawan saja. Hal ini disebabkan dari adanya
penggolongan masyarakat yang terbagi dalam kasta-kasta. Kasta-
kasta tersebut meliputi kasta Brahmana, Ksatria, Waisya, dan
Sudra. Rakyat yang tergolong dalam kasta Brahmana dan Ksatria
lebih diutamakan dalam pendidikan formal, sedangkan rakyat
dengan kasta Waisya dan Sudra hanya mendapat pendidikan dari
keluarga masing-masing.

2. Pendidikan Zaman Kerajaan Islam


A. Pendidikan Islam di Sumatera
Pendidikan Islam yang berkembang di kerajaan-
kerajaan Sumatera telah ada sejak dahulu, yang dibuktikan
dengan salah satu kerajaan tertua Sumatera yakni Kerajaan
Perlak. Sejarah mencatat pada tahun 1243-1267 M ketika
Perlak dipimpin oleh Sultan Mahdun Alauddin Muhammad
Amin, Ia mendirikan sebuah perguruan tinggi Islam pada
masa tersebut. Selain itu di Perlak juga terdapat lembaga
pendidikan lain berupa majlis ta’lim tinggi yang khusus
dihadiri oleh para murid dengan ilmu mendalam. Dalam
menempuh ilmu agama, para majlis ta’lim ini diajarkan
kitab-kitab agama dengan tingkatan pengetahuan tinggi
seperti kitab al-Umm karya Imam Syafi’i dan sebagainya.
Dalam perkembangan selanjutnya seorang pengembara
terkenal dari Maroko yakni Ibnu Batutah yang telah
melakukan perjalanan dari Delhi ke Cina lalu singgah ke
Kerajaan Samudra Pasai pada abad ke 14 ( 1345 M ),
mengatakan bahwa Islam telah ada di daerah Pasai selama
satu abad lamanya. Selain itu berdasarkan berita yang
tersebar, diketahui bahwa Samudra Pasai pada masa itu
sebagai tempat pusat studi agama Islam sekaligus tempat
berkumpulnya para ulama dari berbagai negeri Islam untuk
berdiskusi tentang permasalahan keagamaan dan
permasalahan duniawi.
Di lain tempat yakni Kerajaan Aceh, agama Islam
sangat berperan di bidang pendidikan yang dibuktikan
dengan karya tulisan dari Hasjmy yang berjudul
“Kebudayaan Aceh Dalam Sejarah”. Ia mengemukakan
bahwa diantara lembaga-lembaga negara yang tersebar
dalam Qanun Meukuta Alam, terdapat 3 lembaga yang
menangani bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan :
1) Balai Seutia Hukama
Balai Seutia Hukama memiliki kesamaan dengan
lembaga ilmu pengetahuan, dimana tempat
berkumpulnya para sarjana dan hukama ( ahli pikir )
2) Balai Seutia Ulama
Balai Seutia Ulama memiliki kesamaan dengan
lembaga yang membahas tentang permasalahan
pendidikan
3) Balai Jamaah Himpunan Ulama
Balai Jamaan Himpunan Ulama memiliki kesamaan
dengan sebuah klub studi tempat para
ulama/sarjana berkumpul untuk membahas
permasalahan pendidikan dan ilmu pengetahuan

B. Pendidikan Islam di Jawa


● Pendidikan Islam di Jawa Tengah
Kerajaan Islam pertama di Jawa yakni Demak,
dimana kerajaan tersebut merupakan pelopor tersiarnya
agama Islam, berkembangnya pendidikan serta pengajaran
Islam di seluruh daerah Jawa. Penerapan model pendidikan
dan pengajaran Islam di Demak memiliki kemiripan dengan
penerapan pendidikan yang ada di Aceh. Pendidikan agama
tersebut diajarkan oleh seorang pemimpin yang disebut
dengan Badal atau yang lebih kita kenal dengan guru.
Kemudian pendidikan agama Islam juga disebarkan oleh
para tokoh agama atau Wali yang diberi gelar resmi
sebagai Sunan dengan ditambah nama daerah asalnya.
Contohnya seperti Sunan Gresik, Sunan Jati, Sunan Giri,
dan lain-lain.
Pada tahun 1568 M, pusat kerajaan Islam kemudian
berpindah dari ke Demak Pajang lalu berlanjut ke Mataram
pada tahun 1586 M. Pada masa itu Mataram dibawah
kepemimpinan Sultan Agung ( 1613 M ), mengalami
kemajuan di bidang pendidikan Islam. Perhatian Sultan
Agung terhadap Islam cukup besar dengan kontribusinya
yakni mengklasifikasikan pesantren ke beberapa tingkatan :
1) Tingkatan perjanjian al-Quran
Pada tingkatan ini para santri masih belajar ilmu
dasar yakni huruf jariyah, membaca al-Quran,
barzanji, rukun Islam dan rukun iman
2) Tingkatan pengajian kitab
Pada tingkatan pengajian kitab, biasanya para santri
telah khatam al-Quran. Tempat belajar mereka
berada di serambi masjid dengan guru yang bergelar
Kyai Anom
3) Tingkat pesantren besar
Tingkat pesantren besar berada di kabupaten
sebagai lanjutan dari pesantren desa. Kitab yang
diajarkan pun berupa kitab-kitab besar berbahasa
Arab yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa
daerah.
4) Pondok pesantren tingkat keahlian ( takhassus )
Pada tingkatan pondok pesantren ini, ilmu yang
dipelajari pun lebih mendalam.
● Pendidikan Islam di Jawa Barat
Proses berkembangnya pendidikan agama Islam di
Jawa Barat yang berpusat di Cirebon, disiarkan oleh
Sunan Gunung Jati. Pada abad ke-17 dan 18, kesastraan
berkembang di keraton-keraton yang terbukti dengan
diciptakannya suluk dan nyanyian agama Islam bercorak
mistik. Pesantren-pesantren yang di Cirebon pun mayoritas
berada di daerah pesisir saja, selebihnya menyebar ke
daerah pedalaman Cirebon. Perkembangan ajaran agama
Islam tidak hanya berfokus di Cirebon saja melainkan juga
Banten. Peran Sultan Maulana Hasanuddin yang
memerintah Banten pada tahun 1552 hingga 1570 M,
membawa pengaruh besar bagi pendidikan Islam di daerah
tersebut. Sultan Maulana Hasanuddin memberikan
kontribusinya dalam pendirian masjid dan pesantren
sebagai tempat mengenyam pendidikan Islam. Selain itu, Ia
juga mengirim sebagian besar mubaligh ke daerah-daerah
yang telah dikuasainya.

C. Pendidikan Islam di Kalimantan


Perkembangan agama Islam di Kalimantan mula-
mula dipelopori oleh Kerajaan Islam Banjar yang
membawa pengaruh kemajuan pendidikan agama Islam di
daerah sekitarnya. Pada masa pemerintahan Sultan
Tahmidullah ( 1778-1808 M ), hadir seorang Syekh
Muhammad Arsyad al-Banjary yang kemudian diangkat
menjadi Mustasyar ( Mufti besar negara Kalimantan ).
Beliau sangat berkontribusi dalam pendidikan dan
pengajaran agama Islam dengan cara mendirikan sebuah
pondok pesantren untuk menampung para santri dari
berbagai daerah di Kalimantan. Dari sini lahirlah tokoh-
tokoh ulama yang akan menyebarkan syiar dan ilmu
dakwah di Kalimantan

D. Pendidikan Islam di Sulawesi


Ajaran agama Islam berkembang khususnya di
Sulawesi Selatan terutama di Kerajaan Gowa, Tallo, dan
Bone. Di Bone, pendirian sebuah madrasah yakni
Madrasah Amirah di Watampone dipelopori oleh Petta
Mangkau Bone dan Andi Mappanyukki. Pengasuh dari
Madrasah Amirah ini tidak hanya berasal dari Bone saja,
namun didatangkan ulama-ulama seperti Abdul Aziz al-
Hasyim al Murabbi dan Abdul Hamid dari Mesir.

E. Pendidikan Islam di Maluku


Ajaran agama Islam yang berkembang di Maluku
khususnya Ternate, disebarkan melalui jalur dakwah.
Kemudian pendidikan agama yang berlangsung hanya
bersifat tradisional. Artinya anak-anak yang ingin mengaji,
harus datang ke seorang pegawai masjid. Akibatnya ajaran
agama Islam memiliki cakupan sempit dan statis.

3. Pendidikan Zaman Kolonial Belanda


Kondisi pendidikan pada zaman pemerintahan kolonial
Belanda sangatlah terbatas dan memprihatinkan. Banyak rakyat
pribumi yang tidak bisa mengenyam pendidikan akibat sistem
tanam paksa yang diterapkan oleh pihak Belanda. Akhirnya
kondisi tersebut memicu kritikan dari para rakyat yang mendesak
pihak Belanda agar meningkatkan kesejahteraan rakyat pribumi.
Banyaknya kritikan yang diterima dari rakyat pribumi, akhirnya
tokoh Belanda Douwes Dekker pun menuliskan dalam sebuah
buku yang berjudul “Max Havelaar”. Tak hanya Douwes Dekker,
tokoh Jenderal Hindia Belanda yakni C. Th. van Deventer dan
seorang wartawan Belanda yakni Pieter Brooshooft
mengemukakan pemikirannya tentang Politik Etis atau politik
balas budi. Menanggapi kondisi tersebut akhirnya Ratu
Wilhelmina dalam pidatonya pada tahun 1901 yang berjudul
“Etische Richting” menyetujui diterapkannya Politik Etis. Motto
yang dibawa pada politik etis yakni “de Eereschuld”, yang berarti
hutang kehormatan untuk memenuhi kebutuhan bangsa Belanda
selama berada di Indonesia.
Pelaksanaan Politik Etis terutama dalam pembentukan
sekolah-sekolah pada masa kolonial Belanda, hanya dalih untuk
kepentingan pihak Belanda. Sekolah-sekolah bentukan Belanda
awalnya hanya ditujukan untuk kaum pribumi dengan golongan
bangsawan. Kemudian dari sekolah-sekolah bentukan Belanda
tersebut, mampu melahirkan tokoh-tokoh pergerakan nasional
seperti H. O. S. Tjokroaminoto, Ki Hajar Dewantara, Ir. Soekarno,
Moh, Hatta, Moh. Yamin, dr. Wahidin Sudirohusodo, dr. Soetomo,
dr. Cipto Mangunkusumo, dan lain-lain.
Berikut ini merupakan klasifikasi jenjang pendidikan pada Masa
Kolonial Belanda :
A. Pendidikan Tingkat Dasar ( Westersch Lager Onderwijs
)
1) Sekolah dasar berbahasa Belanda
a. Sekolah Rendah Eropa ( Europeesch Lagere
School )
Sekolah ELS didirikan pada tahun
1817. Sekolah ini ditujukan bagi anak-anak
bangsa Eropa, Timur Asing, dan anak-anak
tokoh penting. Masa belajar yang ditempuh
di sekolah ini yakni 3 tahun. Kemudian pada
tahun 1907 mengalami perubahan waktu
studi menjadi 7 tahun.

b. Sekolah Cina-Belanda
( Hollandsch Chineesche School )
Sekolah Cina-Belanda ( Hollandsch
Chineesche School ) merupakan sekolah
khusus untuk anak-anak Cina yang didirikan
pada tahun 1908. Sekolah ini dibuka oleh
perkumpulan Ho Tjiong Hak Kwan yang
mendirikan sekolah dasar di daerah
Keputran ( merupakan kawasan pemukiman
etnis Tionghoa ). Bahasa yang diajarkan di
sekolah ini yakni bahasa Kuo Yu yang
merupakan bahasa nasional Tiongkok. Disisi
lain juga terdapat sekolah rendah kelas satu
HCS yang terbuka bagi anak-anak keturunan
timur asing yakni bangsa Cina. Sekolah ini
didirikan pada tahun 1908 dengan lama
belajar yakni 7 tahun dan menggunakan
bahasa Belanda untuk pengantarnya.

c. Sekolah Rendah Bumiputera-Belanda


( Hollandsch-Inlandsch School )
Sekolah Rendah Bumiputera-
Belanda
( Hollandsch-Inlandsch School ) didirikan
pada tahun 1914, dengan lama belajar yakni
7 tahun. Sekolah ini menggunakan bahasa
pengantar yakni bahasa Belanda. Bagi rakyat
pribumi, bersekolah di HIS ini merupakan
salah satu cara untuk meningkatkan derajat
sosial mereka. Alasannya karena pada
awalnya HIS hanya diperuntukkan bagi
kaum elit bangsawan saja. Namun setelah
adanya politik etis, rakyat pribumi yang
bergolongan rendah bisa masuk di sekolah
ini. Syarat untuk masuk ke HIS yakni
memiliki keturunan golongan priyayi,
jabatan orang tua yakni pegawai pemerintah,
orang tua memiliki kekayaan, dan riwayat
pendidikan orang tua yakni pernah
bersekolah di sekolah Belanda. Selain itu,
pemerintah kolonial Belanda menetapkan
kategori penghasilan orang tua yang ingin
menyekolahkan anaknya di HIS.
1) Kategori A merupakan golongan
bangsawan, pejabat tinggi, dan
pekerja swasta dengan penghasilan
bersih yakni lebih dari 75 gulden
tiap bulannya.
2) Kategori B dimana latar belakang
orang tua merupakan tamatan dari
MULO dan Kweekschool.
3) Kategori C merupakan golongan
pegawai, pengusaha kecil, militer,
petani, nelayan, dan orang tua yang
memiliki riwayat pendidikan di HIS.

2) Sekolah dasar berbahasa Melayu


a. Sekolah Rendah Bumiputera Kelas II (
Inlandsch School Tweede-Klasse )
Sekolah Ongko Loro ini didirikan
tahun 1895 di distrik-distrik, dengan lama
belajar yakni 3 tahun. Sekolah ini ditujukan
untuk golongan masyarakat pribumi
golongan menengah. Pada perkembangan
selanjutnya terjadi perubahan dalam masa
belajar yang semula 3 tahun menjadi 5
tahun. Selain itu juga terdapat tambahan
mata pelajaran jasmani. Perubahan lainnya
yakni bahasa pengantar pembelajaran yang
semula menggunakan bahasa daerah
kemudian menjadi bahasa Melayu.

b. Sekolah Desa ( Volksschool )


Sekolah Desa ( Volkschool )
didirikan pada tahun 1907, dengan lama
belajar yakni 3 tahun. Sekolah ini
menggunakan bahasa pengantar yakni
bahasa Melayu. Sekolah desa ditujukan bagi
penduduk desa dengan taraf sederhana.
Materi yang diajarkan pun meliputi
membaca, menulis, bahasa Melayu,
menggambar, dan menghitung ( Sutedjo
Bradjanagara, 1995: 60 )

c. Sekolah Lanjutan ( Vervolgschool )


Sekolah Lanjutan ( Vervolgschool )
merupakan sekolah lanjutan dari Sekolah
Desa. Sekolah lanjutan ini memiliki masa
belajar 2 tahun. Mayoritas siswa sekolah
lanjutan yakni perempuan dengan tambahan
pelajaran membuat kerajinan rumah tangga.
Sekolah lanjutan ini setara dengan kelas 4
dan kelas 5 pada tingkat sekolah rendah
kelas II.

B. Pendidikan Tingkat Menengah ( Middelbare Onderwijs )


1) Pendidikan Umum
a. MULO ( Meer Uitgebreid Onderwijs )
MULO ( Meer Uitgebreid Onderwijs
) didirikan pada tahun 1916, dengan lama
belajar 3 sampai 4 tahun. Sekolah ini
merupakan sekolah lanjutan dari sekolah
dasar pengantar bahasa Belanda. Pada tahun
1930-an, sekolah-sekolah MULO telah
tersebar sebagian besar berada di setiap
kabupaten di Jawa seperti Magelang,
Yogyakarta, Surakarta, Jakarta, Bogor, dan
lain-lain.

b. AMS ( Algemene Middle School )


AMS ( Algemene Middle School )
didirikan pada tahun 1919. Sekolah ini
merupakan sekolah lanjutan dari MULO.
Sekolah ini khusus untuk mempersiapkan
siswa untuk memasuki perguruan tinggi
dengan lama belajar yakni 3 tahun ( setara
dengan SMA ). Struktur kurikulum AMS
terbagi menjadi 2 yakni pelajaran umum dan
pelajaran khusus. Untuk pelajaran umum
terdiri dari bahasa Belanda, bahasa Melayu,
bahasa Inggris, sejarah, geografi, undang-
undang negara, matematika, botani, dan
zoologi. Kemudian untuk pelajaran
khususnya yakni disesuaikan dengan
masing-masing bidang yang diampu.

c. HBS ( Hogere Burger School )


HBS ( Hogere Burger School )
didirikan pada tahun 1863. Sekolah ini
setara dengan SMA. Kurikulum yang
ditekankan di HBS yakni mata pelajaran
bahasa Belanda. Selain bahasa Belanda,
terdapat mata pelajaran lain seperti bahasa
Perancis, Jerman, dan Inggris. Pada mulanya
lama belajar sekolah HBS yakni 3 tahun,
kemudian diubah menjadi 5 tahun.

2) Pendidikan Kejuruan
Sekolah guru pribumi ( Kweekschool )
Sekolah guru pribumi ( Kweekschool ) pada
mulanya didirikan pada tahun 1834 oleh zending
Ambon. Sekolah ini berlangsung hingga 30 tahun
yakni pada 1864 dan mampu memenuhi kebutuhan
para guru pribumi di sekolah-sekolah. Kemudian
pada perkembangan selanjutnya, sekolah
pendidikan guru juga diselenggarakan oleh zending
di Minahasa pada tahun 1852 dan pada tahun 1855
dibuka satu lagi di Tanawangko ( Minahasa ).
Bahasa pengantar yang digunakan pada sekolah-
sekolah di Ambon dan Minahasa yakni bahasa
Melayu. Di Belanda Kweekschool, lebih dikenal
dengan nama Pedagogische Academie voor het
Basisonderwijs ( sekolah pedagogis untuk
pendidikan dasar ). Terdapat 2 jenis pendidikan
Kweekschool yakni sekolah guru bantu (
Hollandsche Indische Kweekschool ) dan sekolah
guru atas ( Hogere Kweekschool ) yang ada di
Jakarta, Medan, Bandung, dan Semarang.

C. Pendidikan Tingkat Tinggi


a. Pendidikan Tinggi Teknik
Perguruan tinggi teknik ( Technische
Hoogeschool te Bandoeng ) didirikan pada tahun
192, dengan lama belajar yakni 4 tahun. THS
dibuka atas prakarsa badan swasta Koninklijk
Instituut voor Hoger Technisch Onderwijs in
Nederlandsch-Indië. THS memiliki 3 bagian yakni
sipil, kimia, mesin dan listrik. Dalam perjalanannya,
THS yang semula berstatus sebagai badan swasta
yakni bijzondere school menjadi instansi
pemerintahan. Latar belakang pendirian THS yakni
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga teknik
yang terbatas pada masa kolonial Belanda akibat
Perang Dunia I. Pada masa pendudukan Jepang
tahun 1944 hingga 1945, THS berubah nama
menjadi Bandung Kogyo Daigaku ( BKD ).
Kemudian setelah Indonesia merdeka berubah nama
menjadi Sekolah Tinggi Teknik ( STT ) Bandung.

b. Sekolah Tinggi Hukum


Sekolah Tinggi Hukum ( Rechtschool )
didirikan pada tahun 1909 oleh Gubernur Jenderal J.
B. van Heutsz. Rechtschool terbagi menjadi 2
bagian yakni bagian persiapan ( voorbereiding de
afdeeling ) dan bagian pendidikan kejuruan (
rechtskundige afdeeling ), yang dimana masing-
masing lama belajarnya yakni 3 tahun. Bahasa
pengantar yang digunakan yakni bahasa Belanda.
Untuk bisa masuk ke sekolah tinggi hukum ini
haruslah mereka yang merupakan lulusan dari HIS.

c. Sekolah Tinggi Kedokteran


1) STOVIA ( School tot Opleiding van
Inlandsche Artsen )
STOVIA ( School tot Opleiding van
Inlandsche Artsen ) didirikan pada tahun
1851. Tujuan STOVIA yakni melatih
penduduk pribumi dengan berbekal
keterampilan medis, sehingga mereka bisa
melayani masyarakat umum. Didirikannya
STOVIA merupakan sebuah tanggapan dari
kebutuhan medis pribumi yang mendesak,
dimana pada saat itu akses masyarakat
terhadap kesehatan sangat minim. Seiring
berjalannya waktu, STOVIA tidak hanya
berstatus sebagai sekolah medis namun
sekaligus sebagai tempat diperkenalkannya
gagasan-gagasan terkait kesehatan
masyarakat serta ilmu kedokteran. Para
lulusan dari STOVIA ini biasa dikenal
sebagai “Dokter Jawa”. Kemudian seiring
berjalannya waktu, STOVIA berkembang
menjadi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia ( FKUI )

2) NIAS ( Nederlandsch-Indische Artsen


School )
NIAS ( Nederlandsch-Indische
Artsen School ) didirikan pada tahun 1923
oleh pemerintah kolonial Belanda, dengan
tujuan yakni melatih para dokter pribumi
agar mampu memberikan pelayanan medis
bagi rakyat pribumi. NIAS tidak hanya
sebagai sekolah pelatihan calon dokter,
namun juga memerankan peran penting
dalam perkembangan ilmu kedokteran. Para
siswa NIAS ini menjalani program
pendidikan komprehensif. Pada tahun 1941,
NIAS sempat ditutup oleh pemerintah
Jepang dan juga telah mengalami beberapa
perubahan akibat masa pendudukan Inggris
serta masa kemerdekaan. Namun pada tahun
1947, NIAS berubah nama menjadi Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga.

3) GHS ( Geneeskundige Hoogeschool )


GHS ( Geneeskundige
Hoogeschool ) didirikan pada tahun 1927.
Bangunan GHS ini dibangun dengan ciri
arsitektur Eropa yakni antara tahun 1916
hingga 1920, yang berfungsi sebagai
pengganti sekolah kedokteran STOVIA.
Pada masa pendudukan Jepang, GHS tetap
digunakan sebagai sekolah kedokteran
namun berubah nama menjadi Ika Dai Gaku.
Pada perkembangan selanjutnya lebih
tepatnya pada masa awal kemerdekaan,
gedung ini menjadi Balai Perguruan Tinggi
Republik Indonesia ( BPTRI ). Untuk bisa
masuk di GHS, para calon peserta wajib
lulus ujian akhir HBS ( Hogere Burger
School ). Pendidikan yang diselenggarakan
di GHS memiliki mekanisme yang sama
seperti pendidikan kedokteran di perguruan
tinggi Belanda, yakni dengan syarat seluruh
ujian yang ada saling setara.

d. Sekolah pelatihan untuk pejabat pribumi


OSVIA ( Opleiding School Voor Inlandsche
Ambtenaren ) didirikan pada tahun 1900, dengan
lama belajar yakni 5 tahun. Namun pada tahun 1908
lama belajar OSVIA bertambah menjadi 7 tahun.
Pada tahun 1900-an, OSVIA membuka cabang baru
di 3 tempat yakni Serang, Madiun, dan Blitar. Hal
tersebut dilatarbelakangi oleh jumlah siswa OSVIA
yang meningkat sebanyak 2 kali lipat. Penerimaan
calon peserta OSVIA pada umumnya berumur 12
hingga 16 tahun.
OSVIA dulunya bernama Hoofdenschool
( sekolah para pemimpin ). Kemudian di masa
sekarang ini OSVIA bertransformasi menjadi Ikatan
Pemerintahan Dalam Negeri ( IPDN ). Lulusan dari
OSVIA dipekerjakan ke dalam pemerintahan
kolonial Belanda sebagai pamong praja atau
ambtenaar

4. Pendidikan Zaman Pendudukan Jepang


Transformasi kependudukan Belanda menjadi pendudukan
Jepang membawa pengaruh besar di segala bidang termasuk
bidang pendidikan. Sistem pendidikan Indonesia yang diterapkan
oleh pemerintah Jepang pada masa itu yakni dengan menggunakan
kurikulum berbasis lokal. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh
kegagalan Jepang saat mengaplikasikan pendidikan Nipponize atau
Jepangisasi di Manchuria. Dalam menjalankan sistem pendidikan
di Indonesia, pemerintah Jepang kemudian membuat beberapa
kebijakan seperti :
1) Pemberlakuan kurikulum pendidikan berbasis lokal, dimana
kurikulum tersebut merupakan gabungan dari kurikulum
lokal dengan kurikulum Jepang
2) Merekrut tenaga pribumi yakni Ki Hajar Dewantara yang
berperan sebagai penasihat di bidang pendidikan. Cara
tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menarik simpati
dan dukungan rakyat pribumi untuk membantu Jepang
dalam melancarkan misi memenangkan Perang Asia Timur
Raya
3) Memberikan pelatihan pada guru-guru dengan materi yang
berkaitan dengan pemerintahan Jepang. Materi tersebut
yakni
a. Nippon Seisyin, yakni latihan semangat Jepang dan
kemiliteran
b. Indoktrinasi ideologi Hakko Ichiu
c. Ilmu bumi yang disertai dengan perspektif
geopolitis
d. Bahasa, sejarah, dan adat istiadat Jepang
e. Nyanyian dan olahraga Jepang
4) Larangan penggunaan bahasa dan materi yang berkaitan
dengan Belanda di sekolah-sekolah. Hanya bahasa Jepang
dan bahasa Indonesia yang diperbolehkan diterapkan dalam
sekolah-sekolah tersebut.
5) Pemerintah Jepang sering mengadakan kunjungan ke
pondok pesantren yang hampir dilakukan setiap minggu,
dengan tujuan yakni memperoleh dukungan dari para kiai
6) Jepang memberi izin pembentukan barisan Hizbullah
dibawah kepemimpinan K.H. Zainal Arifin. Selain itu
Jepang juga mengizinkan pendirian sekolah tinggi Islam
dibawah naungan K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakir, dan
Bung Hatta

Pada tahap selanjutnya, Jepang mewajibkan para siswa untuk


melakukan beberapa aktivitas seperti :
1) Menyanyikan lagu kebangsaan Jepang yakni Kimigayo
sebelum melaksanakan aktivitas pembelajaran
2) Mengibarkan bendera Jepang disamping bendera merah
putih
3) Melakukan Dai Toa, yakni bersumpah setia pada cita-cita
Asia Raya
4) Melakukan aktivitas Taiso, yakni senam Jepang

Kekuasaan Jepang di Indonesia menyebabkan perubahan


yang begitu mencolok bagi kehidupan rakyat pribumi. Pendidikan
yang semula dibatasi pada masa kolonial Belanda, kini
diperbolehkan oleh pemerintah Jepang dengan tujuan agar seluruh
rakyat mengenyam pendidikan tanpa terkecuali. Jepang
menciptakan situasi pendidikan tanpa memandang kasta
masyarakat ( Fadli dan Kumalasari, 2019 ). Kebijakan
menghilangkan diskriminasi ini rupanya membuat jumlah siswa
di masing-masing bertambah. Hal ini membuat pemerintah
Jepang perlu membentuk lembaga pendidikan baru, dimana
lembaga-lembaga pendidikan sebelumnya ditutup karena
termasuk dalam lembaga bentukan pemerintah Belanda.
Berikut ini merupakan lembaga pendidikan bentukan Jepang yang
disertai dengan klasifikasi tingkatan :
1. Pendidikan Dasar ( Kokumin Gakko/Sekolah Rakyat ),
ditempuh dalam kurun waktu 6 tahun
2. Pendidikan Lanjutan yang terdiri dari SMP ( Shoto Chu
Gakko ) dan SMA
( Koto Chu Gakko ), yang masing-masing ditempuh dalam
kurun waktu 3 tahun
3. Pendidikan Kejuruan, yakni sekolah yang setara dengan
SMA namun berfokus pada bidang kemampuan kerja
4. Perguruan Tinggi, yakni pendidikan dengan tingkatan
tertinggi

Imbas transformasi kependudukan Jepang di Indonesia juga


berdampak pada guru. Banyaknya sekolah Belanda yang ditutup,
membuat para guru harus mempelajari dan mengubah segala
catatan yang berbahasa Belanda ke bahasa Jepang dan Indonesia.
Selain itu sekolah akademis berubah menjadi sekolah vokasi.
Kondisi ini menyebabkan kuantitas guru berkuran dan kualitas
guru semakin merosot. Untuk mengatasi permasalahan tersebut,
pemerintah Jepang kemudian menerapkan kebijakan penanaman
ideologi Hakko Ichiu di sekolah-sekolah dan mengadakan
pelatihan bagi para guru. Pelatihan yang berlangsung selama 3
bulan dirasa mampu untuk menjepangkan para guru ( Wiranata,
2018 ). Pemerintah Jepang juga mendirikan 3 jenis sekolah
khusus bagi para guru, yakni :
1. Sekolah guru 2 tahun ( Syoto Sihan Gakko )
2. Sekolah guru 4 tahun ( Guto Sihan Gakko )
3. Sekolah guru 6 tahun ( Koto Sihan Gakko )

5. Pendidikan Periode Tahun 1945-1969


Setelah berlangsungnya kemerdekaan Indonesia, pada awal
tahun 1945 hingga tahun 1969 kondisi pendidikan nasional di
Indonesia menunjukkan adanya perubahan ke tahapan yang lebih
baik dan telah melakukan revisi sebanyak 5 kali. Seperti yang
tertulis pada surat keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan
Kebudayaan ( PP dan K ) dan berdasarkan pada pernyataan Mr
Suwandi yakni pada tanggal 1 Maret 1946, memaparkan bahwa
tujuan bangsa Indonesia yakni berpusat pada penanaman jiwa
kepahlawanan. Kurikulum satuan pendidikan yang berlaku pada
masa tersebut bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan
pemahaman siswa bahwa mereka merupakan bagian dari bangsa
dan negara Indonesia. Selain itu mereka kurikulum yang berlaku
diharapkan mampu mewujudkan perilaku dan karakter siswa ke
nilai-nilai nasional, serta mampu memberikan perhatian pada
bidang kesenian dan kebudayaan yang ada di Indonesia. Dapat
dikatakan bahwa fokus utama pendidikan pada periode ini
pemerintah mewajibkan agar anak-anak Indonesia mengenyam
pendidikan wajib selama sembilan tahun, sebagaimana pendidikan
wajib tersebut merupakan bekal/pendidikan dasar anak sebelum ia
menginjak ke tahap pendidikan tingkat lanjut.

6. Pendidikan Era EJP dan Reformasi


Reformasi pada bidang sistem pendidikan nasional, salah
satunya tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun
2000. Dalam peraturan tersebut menyatakan bahwa jika 80% dari
jenis urusan pendidikan yang dipegang oleh pemerintah pusat dan
provinsi, haruslah diserahkan kepada pemerintah daerah
( kabupaten maupun kota ) sebagaimana yang tercantum dalam
kerangka otonomi daerah yang telah berlaku sejak tahun 2001.
Selain itu satuan pendidikan juga turut andil dalam mengelola
sistem pendidikan nasional melalui manajemen yang berbasis
sekolah atau School Based Management. Kemudian pada tahun
1997 sampai dengan tahun 2000, untuk seluruh tingkatan satuan
pendidikan yakni dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah
Atas jumlah anak putus sekolah telah mencapai 5%. Hal ini
kemudian membuat pemerintah berinisiatif meningkatkan sektor
pendidikan agar tidak terbengkalai, namun setiap tahunnya jumlah
persentase hanya mencapai 12% dalam era krisis. Pemerintah juga
mengadakan program pendidikan nasional yakni Jaringan
Pengaman Sosial ( JPS ) bagi keluarga kurang mampu dan dana
Bantuan Operasional Sekolah ( BOS ) bagi sekolah-sekolah dalam
mengoptimalkan proses pembelajaran siswa.

F. Organisasi Sosial
Organisasi memiliki banyak definisi. Hampir setiap disiplin ilmu
pengetahuan mencoba untuk mendefinisikan apa arti organisasi dari sudut
pandangan masing-masing disiplin. Dari sekian banyak definisi tidaklah
dapat ditentukan satu definisi yang benar, semua definisi lainnya salah.
Semua definisi tentang organisasi apabila rumusannya memiliki dasar
yang bisa diterima.
Dirdjosisworo ( 1985 ) berpendapat bahwa organisasi sosial
sebagai suatu wadah pergaulan kelompok yang disusun secara jelas antara
para petugas dan tugas-tugasnya yang berhubungan dengan usaha
mencapai tujuan tertentu, yang umumnya berhubungan dengan aspek
keamanan anggota organisasi tersebut. Kemudian dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, kata organisasi berarti kesatuan atau susunan yang
terdiri dari bagian-bagian ( struktur atau orang ) dalam perkumpulan dan
sebagainya untuk tujuan tertentu. Organisasi ini juga dapat diartikan
sebagai kelompok kerja sama di antara orang-orang yang diadakan untuk
mencapai tujuan bersama. Adanya organisasi sosial ini tidak terlepas dari
keberadaan norma-norma dalam masyarakat. Nilai-nilai yang terdapat di
masyarakat merupakan hal yang mulia, diimpikan, serta dianggap penting
oleh masyarakat. Untuk itu, demi mewujudkan dan menjalani nilai sosial
itulah, masyarakat merumuskan aturan yang nyata, yakni norma sosial.
Nilai dan norma inilah yang menjadikan batas untuk setiap sikap manusia
di dalam kehidupan masyarakat.
Organisasi sosial adalah organisasi sosial yang dibentuk oleh
masyarakat. Baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum,
yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan
bangsa dan negara. Manusia sebagai makhluk yang senantiasa hidup
bersama membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan tertentu yang
tidak dapat mereka capai sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat
diketahui bahwa organisasi sosial pasti ada di tengah masyarakat selama
masyarakat tersebut ingin menegakkan nilai dan norma yang ada di
masyarakat. Organisasi yang ada di masyarakat tentu memiliki karakter
yang berbeda dengan unsur masyarakat lainnya.
Sebagai contoh organisasi sosial kemasyarakatan seperti RT/RW
dan organisasi sosial kemasyarakatan berbasis agama seperti
Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama ( NU ), yang memiliki sejarah
lampau dimana organisasi-organisasi tersebut dibentuk pada masa kolonial
Belanda dan Jepang. Berikut ini merupakan penjelasan dan klasifikasinya :
a. Sejarah terbentuknya organisasi masyarakat RT/RW
Tercetusnya pembentukan organisasi masyarakat
RT/RW dipelopori oleh pemerintah kolonial Jepang, yang
pada masa itu masing-masing bernama Tonarigumi ( Rukun
Tetangga ) dan Azzazyokai ( Rukun Kampung ). Tujuan
dibentuknya organisasi sosial masyarakat ini yakni untuk
memobilisasi dana dan kemampuan penduduk demi
kepentingan pemerintah Jepang dalam memenangkan
perang Asia Pasifik. Pada awalnya Tonarigumi diadopsi
dari organisasi sejenis di Jepang, yang dirancang di kota-
kota besar tersebut tahun 1938. Kemudian setelah 2 tahun
yakni tepatnya pada 11 September 1940, diberlakukan
serentak sebagai neighborhood group.
Menurut Niessen, aktivitas Rukun Tetangga
didasarkan pada semangat gotong royong ( solidarity ) yang
menjadi landasan dalam hidup bersosialisasi sehari.hari.
Misalnya aktivitas kerja bakti, menjaga keamanan
masyarakat, ikut serta dalam acara hajatan maupun acara
layatan ketika tetangga meninggal. Niessen juga
mengemukakan bahwa jumlah Rukun Tetangga yang
berkisar antara 10 hingga 20 unit rumah tangga, merupakan
unit terendah dalam sistem pemerintahan pendudukan
Jepang.
Setelah masa pendudukan Jepang berakhir dan
Indonesia merdeka, Tonarigumi dan Azzazyokai ini tidak
begitu saja dihilangkan. Namun diadaptasi oleh masyarakat
Indonesia menjadi Rukun Tetangga ( RT ) dan Rukun
Kampung ( RK ), dengan fungsi yang berbeda. Ketika masa
pemerintahan Jepang berlangsung di Indonesia,
Tonarigumi dan Azzazyokai dimanfaatkan sebagai
mobilisator untuk mengerahkan tenaga rakyat ( romusha ),
memaksa rakyat untuk menanam tanaman yang
dikehendaki Jepang, dan memaksa rakyat menyerahkan
kebutuhan sehari-hari mereka kepada pemerintah Jepang
secara gratis. Pasca kemerdekaan Indonesia, terjadi
peralihan fungsi RT/RK yang kemudian organisasi tersebut
berperan sebagai pelayan masyarakat yang menyediakan
bahan pangan bagi masyarakat kurang mampu, menjadi
pelindung bagi para gerilyawan, mengamankan barang-
barang yang ditinggalkan oleh pemiliknya, dan lain-lain.

b. Sejarah terbentuknya organisasi masyarakat


Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama
1) Muhammadiyah
Muhammadiyah merupakan organisasi
sosial masyarakat yang didirikan oleh K. H. Ahmad
Dahlan di Yogyakarta pada 18 Dzulhijjah 1330 H
atau 18 November 1912. Latar belakang
terbentuknya Muhammadiyah yakni sebagai
konsekuensi dari perjalanan spiritual K. H. Ahmad
Dahlan yang begitu panjang. Langkah awal yang
diambil oleh K. H. Ahmad Dahlan sebelum maupun
sesudah berdirinya Muhammadiyah ini yakni
dengan berdakwah dan menyalurkan pikirannya
melalui aktivitas pengajian yang dilakukannya
terhadap keluarga maupun teman dekatnya di
daerah Yogyakarta. Kemudian Ia juga melakukan
hal yang sama dalam organisasi Budi Utomo dan
Sarekat Islam. Dari sinilah ajaran K. H. Ahmad
Dahlan mulai tersebar luas dan merasa bahwa
dirinya perlu mendirikan suatu organisasi
keagamaan yang bersifat permanen. Hal tersebut
juga didorong atas saran teman-temannya di
perkumpulan Budi Utomo, agar segera mendirikan
perkumpulan khusus Islam. Akhirnya melalui
berbagai ide dan saran tersebut, terealisasi lah
sebuah organisasi bernama Muhammadiyah yang
kita kenal hingga kini. Seiring berjalannya waktu,
organisasi tersebut menunjukkan perkembangan
sangat pesat dan jumlah anggotanya pun semakin
bertambah.

2) Nahdlatul Ulama ( NU )
Nahdlatul Ulama merupakan organisasi
masyarakat berbasis keagamaan Islam ( jam’iyyah
diniyyah Islamiyyah ), yang dibentuk di Surabaya
pada 16 Rajab 1344 H atau 31 Januari 1926 M.
Pendiri Nahdlatul Ulama yakni K. H. Hasyim
Asyari. Sebelum NU lahir sebagai organisasi Islam
dengan bentuk jam’iyyah, NU masih berwujud
organisasi Islam dengan bentuk jama’ah (
community ) yang terikat dengan aktivitas sosial
keagamaan yang memiliki karakteristik serta
keunikan tersendiri. Latar belakang berdirinya NU
ini yakni perkembangan dan pembaharuan ajaran
Islam yang menghendaki larangan segala bentuk
amaliah kaum Sunni. Artinya yakni agar umat Islam
kembali pada ajaran Islam murni, dengan cara
melepaskan diri dari sistem bermadzhab.
Nahdlatul Ulama telah memantapkan diri
sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia sejak
berdirinya di Indonesia, dengan tetap
mempertahankan 4 ajaran mazhab Syafi'i. NU juga
selalu menekankan pentingnya menjaga dan
menghormati kekayaan budaya Nusantara. Pada
tahap selanjutnya NU mengalami perkembangan
yang semula berpusat di Jawa, kemudian NU
memperluas jaringan dengan didirikannya cabang
NU di Kalimantan pada tahun 1930. Kemudian NU
berkembang menjadi partai politik independen,
dimana sebelumnya NU pernah berkoalisi dengan
organisasi Masyumi. Namun memutuskan
keluar.pada tahun 1952. Di tahun 1955 lah, NU
termasuk sebagai partai politik yang berhasil
memenangkan pemilu pertamanya. Selain bergerak
di bidang politik, NU juga bergerak di bidang
pendidikan yang terbukti pada pendirian lembaga
pendidikan Ma’arif NU pada tahun 1929. Lembaga
tersebut mengelola berbagai lembaga pendidikan
Islam seperti pesantren, majelis taklim, diniyah,
madrasah/sekolah, dan perguruan tinggi. Di tahun
yang sama, NU juga membentuk Hoofde Bestuur
Nahdlatoel Oelama ( HBNO ).

G. Mata pencaharian
Mata pencaharian masyarakat mengalami perubahan dari yang semula
bersifat tradisional kemudian bertransformasi ke arah yang lebih modern
dan lebih bervariasi. Indonesia merupakan negara dengan mayoritas
penduduknya memiliki corak kehidupan tradisional yang berorientasi pada
sektor agraris, dengan memanfaatkan lahan pertanian maupun perkebunan
untuk diolah. Sedangkan pada corak kehidupan masyarakat modern,
mereka lebih memanfaatkan sumber daya alam yang mencakup bidang
industri. Menurut Mac Iver yang dapat kita lihat dalam buku karya Beni
Ahmad dan Zaenal Abidin ( 2014 : 43 ) dengan judul “Pengantar Sistem
Sosial dan Budaya di Indonesia”, masyarakat merupakan suatu sistem cara
kerja dan prosedur yang berbentuk otoritas dan saling membantu satu
sama lain, yang meliputi kelompok dan pembagian kelas sosial lain, sistem
pengawasan tingkah laku manusia, dan kebebasan.
Berikut ini merupakan klasifikasi masyarakat berdasarkan mata
pencahariannya :
1. Masyarakat Pertanian
Petani menurut Samsudin ( 1982 ) merupakan individu
yang untuk sementara waktu ( temporary ) atau secara tetap
( permanent ) menguasai sebidang tanah pertanian, menguasai
suatu cabang atau beberapa cabang usaha tani dan mengelolanya
sendiri, baik dengan tenaga sendiri maupun menggunakan tenaga
bayaran. Pada zaman dahulu mata pencaharian masyarakat
Indonesia hanya berorientasi pada bidang pertanian. Profesi
pertanian dianggap sebagai mata pencaharian pokok bagi mereka.
Kualitas hasil panen pada zaman dahulu tidaklah terlalu
menguntungkan daripada masa sekarang. Hal tersebut terjadi
karena minimnya pengetahuan yang dimiliki petani tentang
varietas tanaman padi dan terbatasnya peralatan yang mereka
gunakan menjadikan hasil panen tidak maksi. Berbeda dengan
zaman sekarang. Dimana ketika petani akan mengolah sawah
sebelum menanam padi, mereka menggunakan peralatan canggih
seperti traktor dan juga ketika waktu panen tiba para petani
menggunakan mesin giling untuk mempermudah proses
penggilingan. Dampaknya yakni kualitas beras lebih baik daripada
zaman dahulu.

2. Masyarakat Nelayan
Masyarakat nelayan merupakan masyarakat yang bertempat
tinggal di daerah pesisir dan menggantungkan sebagian besar
aktivitasnya pada laut. Sejak zaman dahulu manusia zaman purba
telah hidup di sekitar sungai, laut, danau, maupun laut. Hal tersebut
tidak dapat dipungkiri bahwa mereka akan memanfaatkan sumber
daya alam sekitar untuk memenuhi kelangsungan hidupnya.
Kondisi alam sangat mempengaruhi pekerjaan mereka. Jika cuaca
buruk, kemungkinan nelayan tidak pergi melaut dan dari kondisi
tersebut mampu membuat mereka mengalami kerugian. Timbulnya
berbagai permasalahan nelayan yang bersifat multidimensi,
membutuhkan solusi secara menyeluruh untuk menyelesaikan,
Bukah hanya solusi secara parsial. Beberapa aspek permasalahan
yang dihadapi nelayan menurut Suharto
( 2005 ) yakni :
a. Minimnya perhatian dari pemerintah untuk para nelayan
b. Sebagian besar program terkait masyarakat nelayan masih
bersifat top down dan posisi nelayan masih sebagai objek
bukan subjek.
c. Kondisi alam yang tidak pasti sangat mempengaruhi
kualitas hasil tangkapan para nelayan.
d. Mayoritas nelayan memiliki tingkat pendidikan rendah,
sehingga mereka masih mengalami ketertinggalan
teknologi modern ( culture lag ).
e. Pola hidup yang konsumtif, dimana saat penghasilan para
nelayan cukup banyak namun mereka tidak menyisihkan
sebagaimana hasil jerih payah mereka untuk kebutuhan
mendesak dan justru digunakan untuk membeli kebutuhan
sekunder

3. Masyarakat Industri
Masyarakat industri merupakan masyarakat yang sebagian
besar kegiatannya mengacu pada aktivitas industri, yakni
menggunakan teknologi dan mesin dalam memproduksi suatu
barang secara massal dengan ditandai pembagian kerja yang jelas
dan terstruktur. Aktivitas industri ini pertama kali dipelopori oleh
bangsa Barat yakni Inggris pada periode Revolusi Industri abad ke-
18. Industrialisasi merupakan suatu periode peralihan dari kondisi
masyarakat tradisional menuju masyarakat modern. Huntington
( 2003 ) mengemukakan jenis definisi yang menggambarkan
kondisi industrialisasi :
1. Residual, merupakan seluruh aktivitas industri dan bukan
pertanian.
2. Sektoral, industri merupakan energi, pertambangan, dan usaha
manufaktur.
3. Bersifat mikro dan makro, dimana merupakan proses produksi dan
terlebih lagi sebagai proses sosial industrialisasi.

Berikut ini merupakan klasifikasi ruang lingkup industri menurut


Anomius
( 1976 ) :
a. Industri logam
b. Industri sedang
c. Industri tekstil
d. Industri kecil

Kemudian ditinjau dari ruang lingkup pemiliknya, industri terbagi menjadi


seperti berikut :
a. Industri milik warga pribumi
b. Industri milik warga negara Indonesia
c. Industri milik negara asing domestik
d. Industri milik warga negara dan luar negeri

Industri berdasarkan skala nya terbagi menjadi :


a. Industri besar
b. Industri sedang
c. Industri kecil
d. Industri kerajinan dan rumah tangga

H. Kesenian ( Seni Rupa dan Seni Tari )


Indonesia memiliki wilayah yang cukup luas, hal tersebut membuat
bangsa ini menyimpan keragaman budaya dan seni, salah satunya pada
kesenian. Seni adalah bagian dari kebudayaan, dimana kebudayaan itu
merupakan suatu adat-istiadat yang melekat erat dalam sehari-hari
masyarakat suatu negara ( Koentjaraningrat; Kebudayaan dan Mentalitas
). Seni sendiri tercipta sebagai hasil dari kreatifitas yang memiliki wadah
sebagai bagian dari kebudayaan. Kesenian adalah salah satu penciptaan
yang berguna untuk memenuhi kepuasan rohani atau spiritual. Setiap jenis
seni ditangkap oleh satu atau lebih panca indra manusia dengan intensitas
yang berbeda-beda, dari situlah terbentuk bermacam-macam jenis
penggolongan menurut ciri-ciri penginderaan manusia.
Kesenian menurut Prof. Koentjaraningrat dalam bukunya yang
berjudul “Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan” ( Halaman; 108 ),
merupakan salah satu unsur kebudayaan yang paling tepat untuk
mengemukakan kepribadian bangsa Indonesia. Kebudayaan yang
terbentuk dari usaha bangsa Indonesia dalam satu kesatuan seluruhnya.
Dari ke-7 unsur-unsur kebudayaan yang dapat mengedepankan sifat khas
dan mutu dan dengan demikian amat cocok sebagai unsur paling utama
dari kebudayaan Nasional Indonesia, untuk menunjukkan identitas
kepribadian bangsa yakni kesenian. ( Koentjaraningrat, Kebudayaan
Mentalitas dan Pembangunan : hal 112-113 ).
Kerajaan merupakan sebuah sistem pemerintahan yang menganut
paham monarki, yaitu sebuah kepemimpinan yang dikepalai oleh seorang
raja / ratu, serta mempunyai struktur penguasa yang teratur dan ditentukan
oleh raja. Selain seperangkat divisi penting bagi kerajaan atau pelayanan
masyarakat, juga akan ada kelompok yang bergelut pada bidang lain,
meski kontribusinya tidak begitu besar bagi kerajaan tersebut.
Secara umum, jalur masuk kesenian ke berbagai kerajaan di
Nusantara pada era tersebut yakni, melalui jalur perdagangan oleh para
pengembara yang datang dari luar, kemudian melalui proses intimidasi,
adaptasi, dan kreasi. Dari informasi yang didapat, seni rupa masuk dan
berkembang di Indonesia melalui hubungan dagang yang terjalin, baik
dengan negara-negara tetangga, ataupun dengan pedagang yang datang
dari Timur Tengah, Tiongkok, dan India.
A. Seni Rupa
1. Perkembangan Seni Rupa di Indonesia masa Kerajaan
Islam
Ada tiga teori besar yang paling valid mengenai
masuknya Islam di Indonesia, antara lain:
a. Teori pertama, pedagang dari Gujarat, India pada
abad ke -13.
b. Teori kedua teori Makkah, ini menceritakan tentang
pedagang yang datang langsung dari Timur Tengah
pada abad ke-7.
c. Teori ketiga yakni Persia, yang dalam perjalanannya
singgah ke Gujarat sebelum ke Indonesia pada abad
ke-13 Masehi.

Menurut teori kedua dan ketiga, Islam masuk ke


Indonesia saat Hindu dan Budha tengah berkuasa, tetapi
kebudayaan dari kedua kepercayaan ini mengalami ikatan
baik saling toleransi, yang dapat menciptakan berbagai
kebudayaan baru yang berbeda aliran, namun sama-sama
berkembang. Adaptasi yang dilakukan Islam menyebabkan
kepercayaan ini berkembang dengan baik, terlebih di pesisir
pantai yang menjadi pusatnya, terutama di wilayah aceh
dan Jawa. hingga terbentuknya kerajaan Islam pertama di
Indonesia, yakni Kerajaan Perlak, di Aceh. secara garis
besar, perkembangan seni rupa Islam dimulai sejak zaman
disebarkannya agama Islam ( Zaman Wali ) yang sejalur
dengan Kerajaan Islam dan zaman kolonialisme sebelum
bangsa Indonesia merdeka.
2. Kesenian Peninggalan Kerajaan Islam dan Hindu-
Budha
Peninggalan kerajaan hindu-budha yang saat ini
masih terlihat antara lain:
1. Candi
Candi adalah bangunan yang dibangun megah, yang
bertujuan sebagai tempat suci atau peribadatan bagi
masyarakat Hindu dan Budha. Candi bisa juga digunakan
sebagai makam raja, keluarganya hingga pejabat dalam
kerajaan. Beberapa candi yang menjadi seni dan tersohor,
yakni Borobudur, Prambanan, Mendut, Sewu, Muara
Takus, dan lainnya.

2. Prasasti
Prasasti adalah sebuah dokumen, piagam atau catatan
penting yang diukir pada sebuah batu dengan berbagai
peralatan yang bersifat tahan lama. Prasasti ini umumnya
berisi teks atau catatan berharga mengenai suatu keadaan,
kejadian hingga peristiwa penting yang harus diabadikan.
Contoh prasasti yang dikenal di Indonesia, antara lain
Kebon kopi, muara cianten, pasir awi, mulawarman, dan
sebagainya.
Bangunan dan makam
Di Indonesia cukup banyak bangunan bersejarah yang bisa
ditemukan, contohnya Masjid Agung Demak, Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat, dan sebagainya.

3. Kaligrafi
Kaligrafi merupakan seni rupa yang diukir atau ditulis
dengan bahasa Arab yang kemudian dipermak menjadi
indah.

4. Kitab dan kesusastraan


Sastra merupakan kata serapan dari bahasa sansekerta yaitu
sastra, yang berarti “teks yang mengandung instruksi”
atau”pedoman”. dari kata dasar sas- yang memiliki arti
“instruksi” atau “ajaran”. Kitab atau sastra peninggalan
kerajaan Hindu-Budha dan Islam di Indonesia antara lain:
Kitab sutasoma dari Majapahit, sansekerta, kitab Manik
maya, dan lain-lain.

3. Kemajuan Seni Rupa di Indonesia


Pada era kini disebut sebagai Zaman Indonesia
Baru. Zaman ini memiliki banyak pengaruh yang masuk
terutama dari negara luar bagian barat. Menelusuri sejarah
perkembangan seni rupa Barat, dari zaman Yunani hingga
Renaisans, melalui karya-karya modern, postmodern, dan
'kini' kontemporer, hingga karya-karya dalam bentuk
kolonialis, lukisan, patung, instalasi, dan lain-lain dapat
dilakukan.
Pemikiran, sikap kritis dan inovasi selalu berkaitan
erat dengan perkembangan seni rupa kontemporer. Pada
masa penjajahan Belanda, tepatnya pada abad ke-19, seni
rupa dengan teknik ala Barat masuk ke Indonesia. Saat itu,
ada seorang pelukis bernama Raden Saleh yang sedang
belajar seni lukis di Eropa. Dalam esainya ``Asal Usul Seni
Modern Indonesia,'' Jacob Sumardjo mengatakan bahwa
jejak kaki Raden Saleh kemudian menjadi landasan bagi
perkembangan seni rupa kontemporer Indonesia.
Adanya “Kebijakan Etis” yang dikeluarkan oleh
pemerintah Hindia Belanda pada awal abad ke-20
menumbuhkan semangat nasionalisme dan terbukti dengan
berkembangnya pemikiran dan semangat nasionalis seluruh
pemikir Indonesia setelahnya. Dalam seni rupa, dilakukan
upaya untuk menemukan citra Indonesia dalam seni dengan
tetap mempertahankan teknik seni Barat.
a. Sang perintis: Raden Saleh ( 1830 )
Selama masa kolonial, teknik melukis menjadi salah
satu hal yang diturunkan. Munculnya beberapa pelukis
Indonesia, salah satunya Raden Saleh yang berasal dari
keluarga bangsawan. perkembangan seni rupa modern
Indonesia dapat ditelusuri dari awal keberangkatan Raden
Saleh untuk belajar melukis di Eropa.
Raden Saleh berhasil menjadi pelukis, ia tercatat
sebagai pelukis modern Indonesia pertama yang belajar di
Eropa. Ia mengadopsi gaya natural dan romantis dari Barat.
Ia mendapat bimbingan dari pelukis Antonio Payen ( Belgia
), A. Schelfhout
( Belanda ), dan ( Den Haag ). Gaya lukisan Horace Vernet
memberikan pengaruh yang besar pada lukisan Raden saleh
yang akhirnya dikenal dengan gaya romantis.

b. Kemunculan gaya naturalis: Mooi Indie ( awal abad


20 )
Di awal abad 20, tercipta lukisan-lukisan cantik
yang menggambarkan bentang alam Indonesia. latar langit
yang memukau, gunung yang menjernihkan mata, hingga
tatanan flora yang menyejukkan: mungkin inilah yang
memungkinkan terbayangnya gambar dua gunung, sawah,
dan matahari yang tertanam di benak anak-anak di
Indonesia.
Istilah Mooi Indie ( Hindia Molek ) sebetulnya
hanya sindiran S. Sudjojono pada karyanya yang hanya
menggambarkan keindahan alam Indonesia.
Kecenderungan ini dapat dilihat dari lukisan sejumlah
seniman seperti Abdullah Suriosubroto ( Parahyangan ),
Mas Pirngadie ( Jakarta ), dan Wakidi ( Sumatera Barat ).

c. Peran penting asosiasi seni ( 1920-an -1940-an )


Adanya perkembangan pemikiran oleh para
pemuda di era ini menciptakan kelompok-kelompok
kesenian yang menjunjung sikap nasionalis. Tujuan
utamanya adalah berjuang menjaga citra Indonesia
di bidang seni dengan mengedepankan pemikiran
kritis. Kelompok dan organisasi yang muncul
berperan dalam perkembangan politik Indonesia
yang dramatis sejak masa penjajahan Belanda
melalui pendudukan Jepang hingga kemerdekaan.
Berikut ini merupakan beberapa organisasi
yang mendukung seni rupa di Indonesia :
1. Taman Siswa ( 1922 )
Taman Siswa menawarkan sistem
pendidikan alternatif. Taman Siswa
mendorong mendorong siswa untuk
menghayati semangat nasionalisme.
Kurikulum ini berhasil membentuk siswa
agar berpikir kritis dan mandiri tanpa
memaksakan informasi pada dirinya.
Penekanan taman Siswa pada
keterampilan seni menciptakan banyak
seniman dan ide-idenya.
Mereka membentuk dunia seni rupa
Indonesia yang sebelumnya didominasi oleh
pelukis kolonial Belanda, dan aktif dalam
kelompok seni Bataviasche Kunstkring yang
didirikan di Jakarta oleh pemerintah Hindia
Belanda

2. PERSAGI ( Persatuan Ahli Gambar


Indonesia 1938 )
PERSAGI berdiri di sebuah gedung
sekolah dasar di gang kaji, Jakarta. Dengan
diketuai oleh agus Djaja Suminta dengan
sekretaris S. Sudjojo, serta beberapa
seniman yang yang turut menjadi
anggotanya. Gerakan ini menjadi pijakan
pertama dari ide dan praktik artistik seni
rupa Indonesia, dengan tujuan mencari
sintesis dari lukisan modern dan tradisional.

3. IVVA
Organisasi ini dipengaruhi oleh tiga
kondisi, yakni dorongan untuk mencapai
kemerdekaan, kondisi kebudayaan yang
dipenuhi dengan pemikiran segar nan
revolusioner yang dimuat dalam sejumlah
media, dan latar belakang sekolah para
anggotanya yang belajar di Taman Siswa.
4. Pendudukan Jepang - POETERA, Keimin
Bunka Shidoso.
Di masa pendudukan Jepang di
Indonesia, sejumlah ahli, penulis, dan
seniman terkemuka terlibat dalam
organisasi-organisasi yang dibangun, yakni
POETERA ( Poesat Tenaga rakyat -1942 )
dan Keimin Bunka Shidosho ( Institut
Pemandu Pendidikan dan Budaya Rakyat -
1943 ). Keimin Bunka Shidosho adalah
bagian dari tantangan Jepang untuk
menciptakan kawasan sejahtera bersama di
Asia Timur Raya.
Keberhasilan Jepang bernegosiasi
dengan Soekarno merupakan salah satu
kunci partisipasi seniman dalam banyak
tergabung ke dalam sejumlah proyek perang
Jepang. Jepang menyediakan beragam
material lukis dan kursus bersama guru -
guru Jepang dan pelukis terkemuka
Indonesia di berbagai kota. begitu juga
pameran, lomba, hingga pemberian
penghargaan kesenian. hal tersebut
mendukung adanya ledakan jumlah seniman
di Indonesia selama periode singkat
pendidikan Jepang.
Sejumlah seniman yang tergabung
pada dua organisasi tersebut adalah S.
Sudjojo, Affandi, Hendra Gunawan, Henk
Ngantung, serta Mochtar Apin. Selanjutnya,
sejumlah kelompok kesenian terbentuk,
mulai dari Pelukis Front (1945) yang
menggambarkan kejadian-kejadian perang
yang waktu itu sedang gencar di sekitaran
Bandung. Lalu, terdapat kelompok
gelanggang yang menciptakan Manifesto
Gelanggang yang isinya berbunyi “Kami
adalah ahli waris yang sah rai kebudayaan
dunia dan kebudayaan kami teruskan dengan
cara kami sendiri”. Pada tahun 1946, muncul
Seniman Indonesia Muda (SIM dan Pelukis
Rakyat yang menghasilkan sejumlah karya
anti - kolonial Belanda.
Berbeda dengan organisasi lainnya,
Gabungan Pelukis Indonesia (GPI - 1948 )
percaya bahwa seni seharusnya dipisahkan
dari politik. Adanya alasan perbedaan
pandangan tersebut yang akhirnya
mendorong Affandi, yang selanjutnya diikuti
oleh Sutiksna, Zaini, Oesman Effendi, serta
pelukis lainnya, untuk membentuk GPI.
Gabungan Pelukis Indonesia didirikan pada
tahun 1950 oleh Kusnadi, Sumitro, dan
Sasongko, yang sebelumnya telah tergabung
dalam Penulis rakyat.

5. Kemunculan akademi seni rupa


1) ITB - Institut Teknologi Bandung
Pendidikan seni rupa pertama di
Indonesia didirikan atas prakarsa
Laksamana Simon dan rekan -
rekannya di fakultas Teknik
Universitas Indonesia. sekolah ini
didirikan pada tahun 1947 dengan
nama Universorsitas Leergang Voor
de Opleiding van Tekenleraren, dan
kemudian menjadi fakultas Seni dan
Desain ITB. Sekolah telah
memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap pemahaman
modern tentang pendidikan seni.

2) ASRI-Akademi Seni Rupa Indonesia


ASRI didirikan oleh pemerintah pada
tahun 1950, dengan tujuan untuk
mengejar gaya Indonesia dan
mempromosikan seni dan budaya
Indonesia. ASRI dipimpin oleh
sejumlah seniman, antara lain :
Hendra Gunawan, R.J. Katamsi, dan
Djajengasmoro mayoritas
pengajarnya adalah pelukis otodidak
dan dipengaruhi oleh para pelukis
yang telah membangun sanggar,
seperti Hendra Gunawan, Sudjojono,
dan Affandi.

3) IKJ-Institut Kesenian Jakarta


Institut Kesenian Jakarta
( IKJ ) terletak di kawasan Taman
Ismail Marzuki Jakarta. Didirikan
pada tahun 1968 atas nama Ali
Sadikin sebagai wadah seni
pertunjukkan, seni rupa, dan film.
Model pendidikan IKJ berbasis pada
workshop seniman. Kepekaan
lingkungan dan keterampilan teknis
menjadi fokus pembelajaran. IKJ
adalah sekolah seni pertama yang
menawarkan kuliah kriya yang
mengacu pada model pengajaran
Barat, yang menjadi jembatan antara
seni tradisi Indonesia dengan seni
modern.

B. Seni Tari
Selama berabad-abad tari dipertunjukkan pada berbagai
konteks sosial, seperti yang berkaitan dengan upacara ( ritual ),
hiburan umum, propaganda produk, festival, kampanye politik, dan
lain-lain. Tari dikenal sejak mengenal peradaban. Beberapa sumber
tertulis menyebutkan bahwa tari telah berperan penting sejak
zaman pra-sejarah.
Perkembangan seni tradisional khususnya tari telah melalui
berbagai tahapan perubahan seiring berjalannya waktu. Setiap
perubahan yang terjadi memiliki ciri khas tersendiri yang berkaitan
langsung dengan periode yang dilaluinya. Periodisasi
perkembangan seni tari di Indonesia dibagi menjadi tiga tahap,
yakni:
a. Zaman Primitif ( 20.000 SM – 400 M )
Pada zaman masyarakat primitif ada dua
macam, yaitu zaman batu dan zaman logam. Pada
zaman batu, tari-tarian hanya diiringi dengan sorak-
sorai dan tepuk tangan Sedangkan pada zaman
logam sudah ada sangkut pautnya dengan tari yaitu
nekara (Nekara adalah alat semacam tambur besar
yang berbentuk seperti dandang terbalik atau
ditelungkupkan. Nekara banyak ditemukan di
Sumatera, Jawa, Bali, Pulau Sumbawa , Pulau Roti,
Pulau Leti, Pulau Slear, Kepulauan Kei, dan Papua)
atau kendang yang dibuat perunggu.
Tari primitif merupakan tari yang
berkembang di daerah yang menganut kepercayaan
animisme dan dinamisme. Tari ini lebih
menekankan tari yang memuja roh para leluhur dan
estetika seni. Ciri-ciri tari primitif, antara lain :
1. Gerak dan iringan sangat sederhana
berupa hentakan kaki, tepukan
tangan/ simbol suara/ gerak-gerak
saja yang dilakukan.
2. Gerakan dilakukan untuk tujuan
tertentu misalnya menirukan gerak
binatang, karena berburu.
3. Instrumen sangat sederhana terdiri
dari tiffa, kendang, instrumen yang
hanya dipukul secara tetap bahkan
tanpa memperhatikan dinamika.
4. Tata rias sederhana bahkan bisa
berakulturasi dengan alam sekitar.
5. Tari bersifat sakral karena untuk
upacara keagamaan.
6. Tarian primitif tumbuh dan
berkembang pada masyarakat sejak
zaman prasejarah.
7. Tarian primitif dasar geraknya adalah
maksud dan kehendak hati dan
pernyataan kolektif.
8. Atribut pakaian menggunakan bulu-
buluan dan daun-daunan.
9. Formasi tari biasanya berbentuk
lingkaran.
10. Tarian ini berkembang pada
masyarakat yang menganut pola
tradisi primitif/ purba, di mana
berhubungan dengan pemujaan
nenek moyang dan penyembahan
leluhur.

b. Zaman Feodal ( 400 M – 1945 M )


Tarian pada zaman feodal berfungsi sebagai
tari upacara, tari hiburan, dan tari pertunjukkan.
Pada zaman ini tari di Indonesia banyak dipengaruhi
oleh kebudayaan dari luar khususnya India.
Selanjutnya muncul Islam melalui kerajaan-kerajaan
di Indonesia saat itu, serta pengaruh perluasan
wilayah bangsa barat yang kemudian membawa
situasi tari di Indonesia lebih modern.
Perkembangan tari zaman feodal dianggap baik
karena pengaruh agama Hindu, seni tari merupakan
bagian yang penting dalam upacara keagamaan
yang salah satu buktinya yaitu terdapat gambar atau
relief candi yang menggambarkan para penari
sedang menari diiringi beberapa instrumen musik.
Dalam agama Hindu, tari sering digunakan
sebagai sarana pemujaan kepada Dewa, terutama
pada dewa Wisnu dan dewa Siwa, dan yang paling
erat hubungannya dengan tari adalah dewa Siwa.
Menurut kepercayaan agama Hindu, para penari
yang menari untuk kepentingan agama merupakan
kekasih dewa ( devadasi ).
Zaman feodal juga banyak dipengaruhi oleh
pengaruh agama Islam. Pengaruh agama Islam yang
membawa tari lebih berkembang karena digunakan
sebagai media penyebaran agama Islam terutama di
Kerajaan Mataram, Kesultanan Cirebon, dan
Kerajaan Demak. zaman Indonesia Islam ditandai
dengan datangnya para pedagang dari India Barat
melalui Gujarat. Selain berdagang, mereka juga
menyebarkan agama Islam. Tetapi agama Islam
yang mereka bawa sudah terkena pengaruh Hindu.
Hindu masuk ke Indonesia pada abad XIII yang
ditandai dengan munculnya kerajaan Islam di
Sumatera Utara, di Jawa mulai pada saat berdirinya
Kerajaan Demak menggantikan Majapahit sekitar
XV. Di Jawa Tengah perkembangan tari ditandai
dengan lahirnya karya-karya sastra yang berupa
babad di dalamnya memuat informasi tentang tari.
Setelah invasi ( perluasan wilayah ) bangsa Barat,
seni tari lebih berkembang, ini ditandai dengan
banyaknya tarian yang bisa diciptakan oleh penata
tari dan bangsawan. Pada zaman feodal/penjajahan
juga muncul tari yang bertema kepahlawanan/
heroik.

c. Zaman Modern ( 1945- saat ini )


Jenis tari zaman modern ditandai dengan
munculnya koreografer-koreografer individu yang
menciptakan karya-karya baru, lebih sebagai
ekspresi diri daripada ekspresi komunal. Tokoh-
tokoh tari modern, antara lain: Isadora Duncan,
Martha Graham, doris Humphrey, Mary Wigman,
dan lainnya. tarian yang muncul pada zaman ini,
yaitu Dongeng dari dirah, Meta Ekologi, Hutan
yang Merintih. Setelah merdeka juga muncul tari
dengan nuansa tradisional, yaitu Kari Karno
Tanding, Tari Retno Ngayuda, Tari Retno
Tinanding, Tari Merak Kencur, dan lainnya.
Perkembangan dari penggarapan seni tari
muncul karena adanya stimulus atau rangsangan,
yang kemudian membentuk suatu ide/pemikiran.
Macam-macam stimulus yakni dapat berupa bentuk
visual ( muncul dari sesuatu yang terlihat ), audio
( muncul dari sesuatu yang didengar ), peraba
(muncul dari sesuatu yang dapat dirasakan oleh
kulit ), kinestetik ( sesuatu yang muncul dari gerak-
gerak indah yang sudah ada sebelumnya ), dan
ideasional ( timbul dari aktivitas manusia, cerita,
dongeng, puisi, dan lainnya). Stimulus dalam
membuat tarian tidak hanya berasal dari tarian yang
sebelumnya sudah ada dan juga ada dari cerita
rakyat, tetapi juga bisa menggarap tari yang
distimulasi melalui metode mimesis ( peniruan ),
baik itu peniruan terhadap tingkah laku manusia
maupun alam sehingga tari yang dikembangkan
akan lebih beragam.
DAFTAR PUSTAKA

Belakang, L. (2015). Bab I ‫حض خِ ي‬. Galang Tanjung, 2504, 1–9.

Fahri, Z. (2021). Perkembangan Islam di Indonesia, Sejarah Awal hingga


Masa Wali Songo.
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5712586/perkembangan-islam-
di-indonesia-sejarah-awal-hingga-masa-wali-songo/amp

Fajrie, N. (2023). Pembelajaran Seni Rupa: Karya Seni Tiga Dimensi dengan
Bahan Tanah Liat. Penerbit NEM.

Farid, I., Yulianti, R., Hidayat, S., & Dewi, R. S. (2023). Perkembangan
Pendidikan Di Indonesia Dari Masa Ke Masa. Lingua Rima: Jurnal
Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, 12(2), 215.
https://doi.org/10.31000/lgrm.v12i2.8850

Irianto, A. M. (2017). Kesenian Tradisional Sebagai Sarana Strategi


Kebudayaan di Tengah Determinasi Teknologi Komunikasi. Nusa:
Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra, 12(1), 90-100.

Martono, Nanang. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik,


Modern, Postmodern, dan Poskolonial. Jakarta. PT. Raja Grafindo
Persada.

Mijianti, Y. (2018). Penyempurnaan Ejaan Bahasa Indonesia. BELAJAR


BAHASA: Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, 3(1). DOI: https://doi.org/10.32528/bb.v3i1.1114

Prayudi, G. M., & Salindri, D. (2015). Pendidikan Pada Masa Pemerintahan


Kolonial Belanda Di Surabaya Tahun 1901-1942 (Education on Dutch
Government in Surabaya At 1901-1942). Publika Budaya, 3(1), 20–34.
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/PB/article/view/1534

Puji Astuti, A., & Nurmalita RPS, A. (2014). Teknologi Komunikasi dan
Perilaku Remaja. Analisa Sosiologi, 3(1), 91–111.
http://ekojihadsaputra.blogspot.com/2011/05/perubahan-teknologi.html

Ramadhani, S. (2021). Sejarah Perkembangan Pendidikan Indonesia Pada


Masa Penjajahan Jepang. Jurnal Humanitas: Katalisator Perubahan
Dan Inovator Pendidikan, 8(1), 10–23.
https://doi.org/10.29408/jhm.v8i1.3410

Rusman, R., Iskandar, M., & Dja'fa, H. (2007). Sejarah kebudayaan


Indonesia 8: Sistem Pengetahuan. Jakarta : Rajawali Pers.

Sahadewa Gentur, & Najicha Fatma Ulfatun. (2022). Kontribusi Mahasiswa


dalam Menghadapi Westernisasi sebagai Bentuk Menjaga Persatuan dan
Kesatuan. Jurnal Kewarganergaraan, 6(1), 560–566.

Survianto, E. I. (2019). Quo Vadis Local Neighbourhood Association ( RT /


RW )? Jurnal Ilmu Administrasi, 5(3), 360–366.

Susmihara. (2018). Pendidikan Islam Masa Kerajaan Islam Di Nusantara.


Jurnal Rihlah, 06(01), 13–32.

Candra, N. (2024). Perkembangan Seni Rupa di Indonesia.


https://pelajarindo.com/perkembangan-seni-rupa-di-indonesia/

Haiza, P. (2022). Memahami perkembangan sejarah seni rupa modern


Indonesia - Bagian 1 https://tfr.news/articles/2022/3/23/memahami-
perkembangan-sejarah-seni-rupa-modern-indnesia-bagian-1

Dana, I. W. (2021). Perjalanan Tari Di Indonesia Dari Masa Ke Masa. BP


ISI Yogyakarta.

Anggraini, D., & Hasnawati, H. (2016). Perkembangan Seni Tari:


Pendidikan dan Masyarakat. Jurnal PGSD: Jurnal Ilmiah Pendidikan
Guru Sekolah Dasar, 9(3), 287-293.

Anda mungkin juga menyukai