Statistical Manual of Mental Disorder, fifth edition pedophilia itu masuk ke dalam
gangguan pedophilic atau pedophilic disorder. Pedophilic disorder masuk ke dalam
grup paraphilic disorder (paraphilia) yaitu kelompok gangguan atau disorder yang
melibatkan aktivitas seksual yang tidak pada umumnya atau mengalami
pemyimpangan seksual.
Pedophilic disorder itu sulit untuk diubah meski sedang diberikan penanganan dan
tingkat residivis diestimasikan sekitar 25%-50% (Harvard University, 2010). Artinya
adalah bahwa yang mengalami pedophilic disorder kemungkinan pernah melakukan
lebih dari sekali.
Dalam DSM-5 disebutkan perbedaan antara pedophilia dan pedophilic disorder.
Pedophilia mengacu pada preferensi seksual belaka untuk anak praremaja (jadi hanya
menunjukkan preferensi seksual) tapi pedophilic disorder dan tidak dipertimbangan
sebagai gangguan jiwa. Sedangkan pedophilic disorder adalah pedophilia dengan
gangguan kepribadian atau kesulitan interpersonal atau sudah melakukan tindakan
seksual yang melibatkan anak-anak praremaja. Jadi perbedaan dasar antara pedophilia
dan pedophilic disorder adalah apakah individu sudah merasa terganggu dengan
preferensi seksualnya tersebut dan apakah individu sudah melakukan tindakan seksual
kepada anak-anak praremaja.
Dalam Klasifikasi Penyakit Internasional Revisi 11 atau International Classification
of Diseases (ICD-11), kurang lebih sejalan dengan yang tercantum dalam DSM-5
bahwa untuk pedophilic disorder dapat didiagnosa, individu perlu untuk melakukan
tindakan seksual pada anak praremaja.
Menurut kriteria dalam DSM-5 dan ICD-11, diagnosis pedophilic disorder
mensyaratkan menderita fantasi, dorongan, atau perilaku seksual terhadap anak-anak
atau mengalami gangguan dalam aktivitas sosial, pekerjaan, atau aktivitas penting
lainnya. Diagnosis dapat dibuat semata-mata atas dasar perilaku yang menyakiti orang
lain (dalam hal ini anak-anak).
Banyak penelitian yang salah satunya (Kirk-Provencher, Rebecca, & Spillane, 2020)
menyebutkan bahwa penderita pedophilic disorder memiliki struktur dan fungsi otak
yang berbeda dari individu dengan preferensi seksual normal. Bagian otak yang
berbeda adalah bagian cortical dan subcortical seperti limbic system (bagian otak
yang yang sangat berperan dalam pembentukan tingkah laku dan emosi) dan
frontostriatal region (jalur saraf yang menhubungkan bagian depan otak (frontal lobe)
dan basal ganglia yang memediasi fungsi gerak, kognitif, dan tingkah laku di otak).
Artinya adalah jika individu memang benar mengalami pedohilic disorder maka
terdapat kemungkinan bahwa individu tidak dapat meregulasi dirinya dalam setting
kegiatan sehari-hari.
Tindakan seksual yang biasanya dilakukan adalah melihat anak-anak telanjang dan
membelai alat kelamin mereka, tindakan seksual tersebut lebih umum daripada
hubungan seksual untuk kasus pedofilia non-inses (Hall & Hall, 2007).
a. Fantasi, dorongan, atau perilaku yang membangkitkan gairah seksual yang intens
dan berulang yang melibatkan anak atau anak-anak praremaja (biasanya ≤ 13
tahun) telah ada selama ≥ 6 bulan. (Perhatikan batas waktu minimal).
b. Orang tersebut telah bertindak atas desakan atau sangat tertekan atau terganggu
oleh desakan dan fantasi. Pengalaman distres tentang dorongan atau perilaku ini
bukanlah persyaratan untuk diagnosis, karena banyak orang dengan kondisi ini
menyangkal adanya distres atau gangguan. (Apakah kriteria a sudah membuat
menganggu fungsi sehari-hari individu. Tidak konsentransi saat bekerja, hubungan
dengan orang lain yang buruk, pengelolaan emosi yang buruk, tidak masuk
bekerja, kinerja yang buruk, masalah dengan keluarga atau kolega, maupun
masalah yang berhubungan dengan fungsi dalam menjalani keseharian).
c. Orang tersebut ≥ 16 tahun dan ≥ 5 tahun lebih tua dari anak yang menjadi target
fantasi atau perilaku (tetapi tidak termasuk remaja yang lebih tua yang menjalin
hubungan berkelanjutan dengan anak berusia 12 atau 13 tahun).
DSM-5 mencatat bahwa laki-laki dengan pedophilic disorder mulai merasakan ketertarikan
seksual terhadap anak-anak sekitar masa pubertas.
FAKTOR RESIKO
Disfungsi keluarga (bukan hanya keluarga sekarang, tapi ketika individu menjadi
anak)
Pernah menjadi korban pelecehan seksual
Konflik perkawinan (baik yang terjadi pada perkawinan orang tua atau perkawinan
individu sendiri)
KOMORBIDITAS
DAMPAK
Pedophilic disorder berpotensi berdampak pada banyak area keberfungsian individu. Mereka
dengan pedophilic disorder biasanya menjalani kehidupan ganda. Mereka menjaga
kerahasiaan, menghadirkan gambaran kenormalan, kehormatan, tanggung jawab, dan fungsi
seksual orang dewasa. Beberapa menikah dan berkeluarga, dan bahkan pasangan mereka
tidak menyadari keinginan dan aktivitas mereka yang menyimpang. (Salter, 2003).
DAFTAR PUSTAKA
Kirk-Provencher K. T., Rebecca J., Nelson-Aguiar R. J., & Spillane NS. (2020)
Neuroanatomical differences among sexual offenders: A targeted review with
limitations and implications for future directions. Violence Gend 7(3), 86-97. doi:
10.1089/vio.2019.0051
Salter, A. (2003). Predators: Rapists, Pedophiles, and other Sex Offenders. Chapter Four.
Basic