Anda di halaman 1dari 3

Sesi.

7
B. J. Habibie
Prof. Dr.-Ing. Ir. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, FREng.[1] (25 Juni
1936 – 11 September 2019)[2][a] adalah Presiden Republik
Indonesia yang ketiga. Sebelumnya, B.J. Habibie menjabat
sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia ke-7, menggantikan Try
Sutrisno. B. J. Habibie menggantikan Soeharto yang mengundurkan
diri dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998.[3][4] Sebelum
memasuki dunia politik, Habibie dikenal luas sebagai
seorang profesor dan ilmuwan dalam teknologi aviasi internasional
dan satu-satunya presiden Indonesia hingga saat ini yang
berlatarbelakang teknokrat.
B.J. Habibie kemudian digantikan oleh Abdurrahman Wahid[5] (Gus
Dur) yang terpilih sebagai presiden pada 20 Oktober 1999
oleh MPR hasil Pemilu 1999. Dengan menjabat selama 2 bulan dan 7
hari (sebagai wakil presiden) dan juga selama 1 tahun dan 5 bulan
(sebagai presiden), B. J. Habibie merupakan Wakil Presiden dan juga
Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek.[6] B. J. Habibie
merupakan presiden Indonesia pertama yang terlahir di luar Jawa dan
berasal dari etnis Gorontalo, Sulawesi[7][8] dari garis keturunan ayahnya
yang berasal dari Kabila, Gorontalo dan etnis Jawa dari ibunya yang
berasal dari Yogyakarta.
Saat ini, Pemerintah Provinsi Gorontalo telah membangun Monumen B.J. Habibie di depan pintu
gerbang utama Bandar Udara Djalaluddin, di Kabupaten Gorontalo.[10][11] Selain itu, masyarakat
Provinsi Gorontalo pun sempat mengusulkan nama B.J. Habibie digunakan sebagai nama universitas
negeri setempat, menggantikan nama Universitas Negeri Gorontalo yang masih digunakan.

Keluarga
Bacharuddin Jusuf Habibie (B. J. Habibie) merupakan anak keempat dari delapan bersaudara,
pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Ayahnya yang berprofesi
sebagai ahli pertanian yang berasal dari etnis Gorontalo,[12][13] sedangkan ibunya berasal dari
etnis Jawa.[14]
Alwi Abdul Jalil Habibie (ayah dari B.J. Habibie) memiliki marga "Habibie", salah satu marga asli dalam
struktur sosial Pohala'a (Kerajaan dan Kekeluargaan)[15] di Gorontalo. Sementara itu, R.A. Tuti Marini
Puspowardojo (ibu dari B.J. Habibie) merupakan anak seorang dokter spesialis mata
di Yogyakarta dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik sekolah. [16]
Marga Habibie dicatat secara historis berasal dari wilayah Kabila, sebuah daerah di Kabupaten Bone
Bolango, Provinsi Gorontalo.[17][18] Dari silsilah keluarga, kakek dari B.J. Habibie merupakan seorang
pemuka agama, anggota majelis peradilan agama, serta salah satu pemangku adat Gorontalo yang
tersohor pada saat itu.[19] Keluarga besar Habibie di Gorontalo terkenal gemar beternak sapi, memiliki
kuda dalam jumlah yang banyak, serta memiliki perkebunan kopi.
Pendidikan
Habibie belajar tentang keilmuan teknik mesin di Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Bandung (sekarang Institut Teknologi Bandung) pada tahun 1954. Pada 1955–1965, Habibie
melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH
Aachen, Jerman Barat. Menerima gelar diploma insinyur pada 1960 dan gelar doktor insinyur pada
1965 dengan predikat summa cum laude.

Pekerjaan dan karier


Habibie pernah bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang
berpusat di Hamburg, Jerman Barat.[28] Pada tahun 1973, ia kembali ke Indonesia atas permintaan
Presiden Soeharto untuk bekerja di dalam pemerintahan. Ia tiba di Indonesia pada tanggal 14
Desember 1973. Pekerjaan pertama yang diberikan kepadanya ialah sebagai Kepala Divisi Teknologi
Maju dan Teknologi Penerbangan di Pertamina. Jabatannya merupakan bagian dari Departemen
Pertambangan dan Energi. Masa jabatannya hanya berlangsung singkat.

Habibie kemudian menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) sejak tahun
1978 sampai Maret 1998. Gebrakan B. J. Habibie saat menjabat Menristek diawalinya dengan
keinginannya untuk mengimplementasikan "Visi Indonesia". Menurut Habibie, lompatan-lompatan
Indonesia dalam "Visi Indonesia" bertumpu pada riset dan teknologi, khususnya pula dalam industri
strategis yang dikelola oleh PT IPTN, PT Pindad, dan PT PAL.[30] Targetnya, Indonesia sebagai negara
agraris dapat melompat langsung menjadi negara industri dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Sementara itu, ketika menjabat sebagai Menristek, Habibie juga terpilih sebagai Ketua Ikatan
Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) yang pertama. Habibie terpilih secara aklamasi menjadi
Ketua ICMI pada tanggal 7 Desember 1990.
Puncak karier Habibie terjadi pada tahun 1998, di mana saat itu ia diangkat sebagai Presiden Republik
Indonesia (21 Mei 1998 - 20 Oktober 1999), setelah sebelumnya menjabat sebagai Wakil Presiden
ke-7 (menjabat sejak 14 Maret 1998 hingga 21 Mei 1998) dalam Kabinet Pembangunan VII di bawah
Presiden Soeharto.

Riwayat pekerjaan
Riwayat karir Profesional Habibie

• 1960–1965 Asisten Riset, Lehrstuhl und Institut fur Leichtbau (Pimpinan dan Lembaga
Konstruksi Ringan), Rheinisch-Westfaelische Technische Hochshule (RTWH), Aachen,
Jerman - sekarang Universitas Teknologi Rhein Westfalen Aachen;
• 1965-1966 Special Scientist, Hamburger Flugzeugbau (HFB) GmbH, Hamburg, Jerman;
• 1966–1969 Kepala, Bagian Penelitian dan Pengembangan Analisis Struktur, HFB GmbH,
Hamburg, Jerman - 1968 Messerschmitt AG merger dengan Bolkow GmbH menjadi
Messerschmitt-Bolkow GmbH - 1969 Messerschmitt-Bolkow GmbH merger dengan
Hamburger Flugzeugbau menjadi Messerschmitt-Bolkow-Blohm (MBB) GmbH;
• 1969–1973 Kepala, Divisi Metode dan Teknologi Pesawat Angkut Niaga dan Militer, MBB
GmbH, Hamburg, Jerman;
• 1974–1978 VP, Direktorat Penerapan Teknologi, MBB GmbH, Hamburg, Jerman;
• 1974-1998 Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) - berawal dengan
5 Jan'74 menjadi Penasehat Direktur Utama PN Pertamina dan Penasehat Presiden
hingga pada Mei'74 membentuk dan menjadi Kepala Divisi Teknologi dan Teknologi
Penerbangan (ATTP) PN Pertamina - lalu pada 1 Apr'76 ATTP menjadi Divisi Advance
Teknologi PN Pertamina (ATP) - kemudian pada 21 Agu'78 menjadi Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi;
• 1976-1998 Direktur Utama PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio (Persero) - dibentuk 26
Apr'76 sebagai penggabungan unsur Teknologi Penerbangan Divisi ATTP PN Pertamina
dengan Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio (LIPNUR) - sekarang PT Dirgantara
Indonesia (Persero);
• 1978-1998 Direktur Utama Perum Dok dan Galangan Kapal - dibentuk 29 Mar'78 dari
Komando Penataran Angkatan Laut (KONATAL), sebelum 1970 bernama Penataran
Angkatan Laut (PAL) - sekarang PT PAL Indonesia (Persero);
• 1978-1998 Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (Otorita Batam) -
sekarang Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Batam (BP Batam);
• 1983-1998 Direktur Utama PT Pindad (Persero) - dibentuk 29 Apr'83 dari Perindustrian
TNI Angkatan Darat (Pindad);
• 1984-1998 Ketua Dewan Riset Nasional - peningkatan dari Tim Perumus Program Utama
Nasional Riset dan Teknologi (PEPUNAS RISTEK) yang dibentuk 11 Mei'78;
• 1989-1998 Ketua Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS) dan Wakil Ketua Dewan
Pembina Industri Strategis (DPIS).

Kematian
Habibie meninggal dunia di RSPAD Gatot Subroto pada tanggal 11 September 2019 pukul 18.05 WIB
karena gagal jantung. Sebelumnya, Habibie telah menjalani perawatan intensif sejak 1 September
2019.[2] Sehari sebelum dimakamkan, Jenazah B.J. Habibie dibawa dari RSPAD menuju ke kediaman
Habibie-Ainun di Jalan Patra Kuningan XIII Blok L15/7 No.5, kawasan Patra Kuningan untuk
disemayamkan. Ia kemudian dimakamkan di samping istrinya yaitu Hasri Ainun Besari di Taman
Makam Pahlawan Kalibata slot 120 pada tanggal 12 September 2019 pukul 14.00 WIB. Upacara
pemakaman dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo sebagai inspektur upacara.

Anda mungkin juga menyukai