Anda di halaman 1dari 70

SKRIPSI

PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix japonica) UMUR


35-80 HARI YANG DIBERI BUNGKIL INTI SAWIT SEBAGAI
PENSUBSTITUSI SEBAGIAN BUNGKIL KEDELAI
DALAM RANSUM

Oleh :

ALFIQIH MUHAMMAD RIZKY


11681100605

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2021
SKRIPSI

PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix japonica) UMUR


35-80 HARI YANG DIBERI BUNGKIL INTI SAWIT SEBAGAI
PENSUBSTITUSI SEBAGIAN BUNGKIL KEDELAI
DALAM RANSUM

Oleh :

ALFIQIH MUHAMMAD RIZKY


11681100605

Diajukan sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2021
RIWAYAT HIDUP

Alfiqih Muhammad Rizky lahir di Taluk Kuantan pada


tanggal 20 Desember 1997, anak ketiga dari empat bersaudara
yang menjalin kasih untuk hidup bersama pada tanggal 20
Juni 1993 antara Ayahanda Ahmad Taufik dan Ibunda Ade
Irmayanti Purba. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di
Sekolah Dasar Negeri 002 Kelurahan Simpang Tiga Taluk
Kuantan pada tahun 2010.

Pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan ke MTs Pondok


Pesantren KH. Ahmad Dahlan Taluk Kuantan dan menyelesaikan tanggung
jawab pada tahun 2013. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan ke Madrasah
Aliyah Negeri Taluk Kuantan. Pada tahun 2016 penulis diterima sebagai
mahasiswa Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian dan Peternakan,
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru melalui jalur
SNMPTN.
Pada tahun 2018 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang secara
mandiri di PT. Indojaya Agri Nusa (JAPFA) Desa Talun Kenas, Sumatera Utara
dan pada tahun yang sama melaksanakan Praktek Kerja Lapang kembali di PT.
Charoen Pokphand Jaya Farm Desa Penghidupan Kec. Kampar Kiri Tengah,
Kabupaten Kampar, Riau. Selanjutnya pada bulan Juli sampai dengan September
tahun 2019 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Sialang Kubang,
Kecamatan Perhentian Raja Kabupaten Kampar, Riau.
Penulis melakukan penelitian pada bulan Maret sampai dengan Mei 2020
dengan judul penelitian “Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix coturnix
japonica) Umur 35-80 Hari yang Diberi Bungkil Inti Sawit sebagai
Pensubstitusi Sebagian Bungkil Kedelai dalam Ransum”. Pada tanggal 12
Oktober 2021 dinyatakan lulus dan berhak menyandang gelar Sarjana Peternakan
melalui sidang tertutup Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru.
UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirabbil’alamin puji syukur senantiasa penulis ucapkan


kehadirat Allah Subhanuahu Wata’ala yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Umur
35-80 Hari yang Diberi Bungkil Inti Sawit sebagai Pensubstitusi Sebagian
Bungkil Kedelai dalam Ransum”. Skripsi ini merupakan hasil karya ilmiah
yang ditulis untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar
Sarjana Peternakan (S.Pt.) pada Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian dan
Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyatakan dengan penuh hormat
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan dan dorongan yang ditujukan kepada;
1. Keluarga besar penulis, khususnya yang penulis cintai, sayangi dan hormati,
yaitu Papa tercinta Ahmad Taufik dan Mama tersayang Ade Irmayanti Purba
yang dengan tulus dan tiada henti memberikan do’a dan dukungan sepenuh hati
semenjak penulis hadir di dunia ini hingga menempuh jenjang pendidikan
Sarjana di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru,
Teteh Chintary Nurul Hananti, S.Si. yang selalu memberikan support ketika
dalam posisi stagnan, Kakak Citra Nadya Ulfa, S.T. yang selalu sabar
menerima keluh kesah dan selalu ada ketika penulis dalam keadaan sulit,
Adinda Fikyan Thoriq Ismi yang selalu ada dan membantu penulis untuk
menjalankan usaha dalam waktu senggangnya dan yang terakhir Djoehara
Fams dan Rumpun Marwansyah Purba yang tiada henti memberikan do’a,
semangat dan motivasi kepada penulis.
2. Bapak Prof. Dr. Hairunas, M.Ag. selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru.
3. Bapak Dr. Arsyadi Ali, S.Pt., M.Agr.Sc. selaku Dekan Fakultas Pertanian dan
Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru.
4. Bapak Dr. Irwan Taslapratama, M.Sc. selaku Wakil Dekan I, Ibu Dr. Ir.
Elfawati, M.Si. selaku Wakil Dekan II, Bapak Dr. Syukria Ikhsan Zam, M.Si.
selaku Wakil Dekan III Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru.
5. Ibu Dr. Triani Adelina, S.Pt., M.P. selaku Ketua Program Studi Peternakan
Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif
Kasim Riau Pekanbaru.
6. Ibu Dr. Triani Adelina, S.Pt., M.P. selaku ketua penguji skripsi yang telah
memberikan kritik dan saran serta motivasi untuk penulis.
7. Ayahanda Anwar Efendi Harahap, S.Pt., M.Si. selaku dosen pembimbing I dan
Ibunda Dr. Ir. Elfawati, M.Si. selaku dosen pembimbing II yang telah banyak
mengarahkan penulis dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini, serta memberikan banyak motivasi sehingga penulis banyak mendapatkan
ilmu yang bermanfaat.
8. Ibu Ir. Eniza Saleh, M.S. selaku dosen penguji I dan Ibu Evi Irawati, S.Pt.,
M.P. selaku dosen Penguji II yang telah banyak memberikan saran dan
masukan dalam penulisan skripsi ini.
9. Ibunda Dr. Ir. Elfawati, M.Si. selaku Penasehat Akademik yang telah
mengajarkan dan memberikan bimbingan serta motivasi agar penulis dapat
menyelesaikan perkuliahan Sarjana Peternakan dengan baik.
10. Bapak Deni Fitra, S.Pt., M.P. selaku pembimbing PKL yang telah mengajarkan
dan memberikan bimbingan serta motivasi agar penulis dapat menyelesaikan
perkuliahan Sarjana Peternakan dengan baik.
11. Seluruh dosen, karyawan, dan civitas akademika Fakultas Pertanian dan
Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru yang
membantu penulis dalam mengikuti aktivitas perkuliahan.
12. Ayahanda rasa abang Idham Syahputra, M.Ed. dan Ibunda Medyantiwi
Rahmawita, M.Kom. yang selalu membimbing, memberikan arahan baik di
dunia perkuliahan maupun di dunia bisnis. Terimakasih yang sangat dalam
penulis ucapkan karena telah banyak mengajarkan apa artinya kehidupan
yang sesungguhnya, dimana seluruh jasa dan pengorbanan mereka tidak akan
terbalaskan oleh penulis, dan juga adik-adik ku bang Aufa, bang Adip dan
adik Alifa yang tanpa disadari memberikan pembelajaran bagaimana cara
mendidik seorang insan.
13. Workshop Idham Murai BF sebagai tempat penulis bernaung,
mengembangkan kreatifitas dan membuka wawasan penulis mengenai ilmu
pelestarian satwa yang saat ini sulit dijumpai pada habitat aslinya “Burung
Murai Batu”, ilmu tentang budidaya satwa harapan seperti jangkrik, ulat
hongkong, ulat jerman dan ilmu tentang budidaya perairan khususnya ikan
hias cupang dan guppy.
14. Seluruh anggota Tim “Aflah Jangkrik Grup” (Bang Ali, Bang Ridwan dan
Bang Zein) yang selalu membersamai dalam diskusi perihal budidaya jangkrik,
mencari daun singkong dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan Studi
Sarjana Peternakan.
15. Bapak Fajar Bahari Ginting Munthe selaku pembimbing Praktek Kerja
Lapang di PT. Charoen Pokphand Jaya Farm 2 Desa Penghidupan.
16. Bapak Mahyudin Syukri, M.Ag. selaku dosen pembimbing Kuliah Kerja Nyata
yang senantiasa meluangkan waktunya guna memberikan arahan dan
bimbingan agar mampu bersosialisasi dengan baik pada masyarakat.
17. Bapak Katiran selaku Kepala Desa Sialang Kubang dan Nenek Zarkasih yang
banyak memberi pelajaran, arahan, sopan dan santun kepada orang tua.
18. Teman-teman Research Team Adrivo Yananda, S.Pt., Abdurrahman Nasution,
S.Pt., Melda Merzalia S.Pt., dan Khoirunnisa S.Pt., yang terkadang ngeselin
tetapi selalu memberikan masukan, motivasi dan mampu bekerja sama selama
melakukan penelitian sehingga menjadi team yang solid.
19. Sahabat penulis Kando Muhammad Ali Napia Hasibuan, S.P., Adrivo
Yananda, S.Pt., Abdurrahman Nasution, S.Pt., Achmad Pamungkas, Aprinal
Sidiq, Arbi Herlambang, Edi Muslikhin, Joko Suprianto, R. Lutfi Reyhan dan
Fiqhi Akbar yang telah banyak memberikan bantuan, pendapat dan informasi,
serta telah menjadi tempat belajar dan tempat sharing bagi penulis.
20. Team Parlay Lae Pasak Parulian Siregar dan Lelek Jeriko Istanto yang selalu
menghibur dan melewati susah dan senang dengan kebersamaan.
21. Teman-teman Angkatan 2016 terkhusus kelas Peternakan A’16 yang dalam hal
ini tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih telah menjadi keluarga saat
di bangku perkuliahan dan terima kasih atas segala dukungan dan
kerjasamanya. Tetap semangat dan selalu bersyukur untuk kita semua.
22. Teman-teman Praktek Kerja Lapang PT. Indojaya Agri Nusa Desa Talun
Kenas (Joko Suprianto, Riki Setiadi dan Irfandi Dwi Putra) dan PT. Charoen
Pokphand Jaya Farm Desa Penghidupan (Abdurrahman Nasution S.Pt., Tony
Robbyansyah S.Pt., Edi Muslikhin dan Heru Riski) terimakasih atas
pengalaman dan kebersamaan yang telah kita dapat selama masa PKL.
23. Teman-teman KKN Desa Sialang Kubang Maldi, Vizra, Alfis, Kak Reni,
Shafira, Teteh Fauziah, Devita, Rima, Winda dan Sindi. Terimakasih atas rasa
kekeluargaan dan pengalaman yang telah diberikan selama masa KKN.
24. Keluarga besar Peternakan yang namanya tidak dapat penulis cantumkan satu
per satu dan almamater kebanggaan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif
Kasim Riau Pekanbaru.
25. Keluarga besar Genbi Riau 2019 dan KPW BI Riau yang telah memberikan
banyak pembelajaran, pengalaman dan motivasi sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
26. Keluarga besar PB. Asta Bertuah yang telah memberikan pelajaran dan arti
kekompakan dalam sebuah tim.
27. Untuk semua orang yang telah banyak membantu baik moril maupun materi,
baik secara langsung maupun tidak langsung, terimakasih atas segala peran dan
partisipasi yang telah diberikan semoga Allah membalas semua kebaikan
dengan hal yang baik dan diberikan imbalan pahala yang berlipat ganda.
Penulis mendo’akan semoga bantuan yang telah diberikan mendapatkan
balasan dari Allah SWT dan dicatat sebagai amal ibadah. Aamiin aamiin ya
Robbal alamiin.

Pekanbaru, Oktober 2021

Penulis
PERSEMBAHAN

Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang


beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
beberapa derajat (QS. Al-Mujadillah: 11)
Dan Sesungguhnya pada binatang-binatang ternak, benar-benar terdapat pelajaran yang
penting bagi kamu, Kami memberi minum kamu dari air susu yang ada dalam perutnya,
dan (juga) pada binatang-binatang ternak itu terdapat faedah yang banyak untuk kamu,
dan sebagian daripadanya kamu makan. (Q.S. Al-mu’minun : 21)

Waktu yang telah ku jalani dengan jalan hidup yang sudah


menjadi takdirku, sedih, bahagia, dan bertemu orang-orang yang
memberi sejuta pengalaman bagiku, yang telah memberi warna-
warni kehidupanku
Ku bersujud dihadapan Mu. Engkau berikan aku kesempatan
untuk bisa sampai di penghujung awal perjuanganku. Segala puji
bagi Mu ya Allah,

Alhamdulillah,
Sujud syukurku ku persembahkan kepada Mu, Atas takdir Mu telah Engkau jadikan
aku manusia yang senantiasa berpikir, berilmu, beriman, dan bersabar dalam
menjalani kehidupan ini. Semoga keberhasilan ini menjadi langkah awal bagiku untuk
meraih cita-cita yang ku impikan atas izin-Mu.

Untuk ribuan mimpi yang harus dicapai


Untuk jutaan tujuan dan impian yang akan dikejar
Untuk sebuah harapan agar hidup jauh lebih bermakna
Hidup tanpa mimpi bagaikan sungai yang mengalir tanpa tujuan
Begitu pula hidup tanpa sebuah harapan bagaikan laut tak berpantai.

Teruslah belajar, berusaha tanpa henti, berproses yang tak akan ada
khatamnya dan berdo’a untuk menggapainya.
Skripsi ini ku persembahkan kepada kalian semua, orang-orang yang disayangi.
Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna untuk kemajuan ilmu pengetahuan di
masa yang akan dating, Aamiin.
KATA PENGANTAR

‫َّح ْي ِم‬ ٰ ‫بِس ِْم ه‬


ِ ‫ّللاِ الرَّحْ مه ِن الر‬
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.
Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Umur 35-80
Hari yang Diberi Bungkil Inti Sawit sebagai Pensubstitusi Sebagian Bungkil
Kedelai dalam Ransum”. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan pada
junjungan kita Nabi Muhammad Salallahu ‘Alaihi Wasallam, para keluarganya,
para sahabatnya, serta orang-orang yang senantiasa memperjuangkan dan
menyebarkan risalahnya sampai akhir zaman.
Skripsi ini disusun sebagai syarat dan rangkaian untuk memperoleh gelar
sarjana di Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan
Syarif Kasim Riau Pekanbaru. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terimakasih kepada Bapak Anwar Efendi Harahap, S.Pt., M.Si. sebagai
pembimbing I dan Ibu Dr. Ir. Elfawati M.Si. sebagai pembimbing II yang telah
membantu dan memberikan arahan dalam penulisan skripsi ini dan juga kepada
rekan-rekan seperjuangan yang telah memberikan bantuan dan motivasi. Semoga
semua bantuan yang diberikan kepada penulis mendapat balasan yang sempurna
dari Allah Azzawajalla.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
kebaikan dalam penyusunan skripsi ini. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Pekanbaru, Oktober 2021

Penulis

i
PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix japonica) UMUR
35-80 HARI YANG DIBERI BUNGKIL INTI SAWIT SEBAGAI
PENSUBSTITUSI SEBAGIAN BUNGKIL KEDELAI
DALAM RANSUM

Alfiqih Muhammad Rizky (11681100605)


Di bawah bimbingan Anwar Efendi Harahap dan Elfawati

Intisari

Masalah yang dihadapi dalam pengembangan peternakan unggas adalah


harga bahan pakan sumber protein yang semakin meningkat salah satunya adalah
bungkil kedelai. Upaya yang dapat dilakukan untuk menekan biaya produksi
sehubungan dengan meningkatnya harga bungkil kedelai adalah pemanfaatan
hasil sampingan dari industri kelapa sawit seperti bungkil inti sawit (BIS).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui level terbaik penggunaan bungkil inti
sawit sebagai pengganti sebagian bungkil kedelai dalam ransum terhadap
konsumsi ransum, umur bertelur pertama, bobot telur per butir, produksi telur
quail day, bobot telur per ekor per hari dan konversi ransum burung puyuh.
Materi penelitian adalah burung puyuh betina umur 35 hari sebanyak 100 ekor,
bungkil inti sawit, bungkil kedelai, tepung ikan, dedak padi, jagung halus dan
mineral mix. Metode percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan yaitu P1 (ransum basal tanpa bungkil inti
sawit); P2 (ransum basal dengan bungkil inti sawit 10%); P3 (ransum basal
dengan bungkil inti sawit 20%) dan P4 (ransum basal dengan bungkil inti sawit
30%). Perbedaan antara perlakuan akan diuji lanjut dengan Duncan’s Multiple
Range Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ransum yang mengandung 30%
bungkil inti sawit memberi pengaruh yang nyata (P<0,01) meningkatkan
konsumsi ransum, menurunkan produksi telur, menurunkan bobot telur per ekor
per hari, meningkatkan konversi ransum, tetapi belum memberikan pengaruh
nyata (P>0,05) pada umur bertelur pertama dan bobot telur per butir. Kesimpulan
penelitian adalah penggunaan bungkil inti sawit sampai level 30% sebagai
pensubstitusi sebagian bungkil kedelai dalam ransum puyuh umur 35-80 hari
mampu meningkatkan konsumsi ransum, mempertahankan umur bertelur pertama
dan bobot telur per butir, namun belum mampu mempertahankan produksi telur
quail day, bobot telur per ekor per hari, dan konversi ransum. Penggunaan bungkil
inti sawit yang terbaik adalah 20% dalam ransum dilihat dari produksi telur quail
day, bobot telur per ekor per hari dan konversi ransum.

Kata kunci: puyuh petelur, bungkil kedelai, bungkil inti sawit, produksi puyuh
petelur.

ii
PRODUCTION OF QUAIL EGG (Coturnix coturnix japonica) AGE 35-80
DAYS WHICH IS GIVEN PALM KERNEL MEAL AS A PARTIAL
SUBSTITUTE FOR SOYBEAN MEAL IN RATION

Alfiqih Muhammad Rizky (11681100605)


Under Direction of Anwar Efendi Harahap and Elfawati

ABSTRACT

The problem faced in the development of poultry farm is the increasing price of
protein source as feed materials, one of them is soybean meal. The effort that
can be made to reduce production costs along with the increasing price of
soybean meal is the utilization of by-products from the palm oil industry such as
Palm Kernel Meal (PKM). The objective of this research to determine the best
level of using PKM as a substitute for some rations of soybean meal against
ration consumption, first age egg laying, egg weight in an egg, egg production,
egg weight per head in a day and ration conversion. The research material was
100 of 35 days female quail, PKM, soybean meal, fish flour, rice bran, fine corn
and mineral mix. The method of this research was experimental design in
completely randomized with 4 treatments and 5 replications, namely P1;basal
ration without PKM, P2;basal ration with 10%, P3;basal ration with 20% PKM
and P4;basal ration with 30% PKM. The differences between treatments were
tested with Duncan's Multiple Range Test. The results showed that the ration
containing 30% PKM had a significant effect (P<0.01) in increasing ration
consumption, decreasing egg production, reducing egg weight per head in a
day, increasing ration conversion, but had no significant effect (P > 0.05) at
first age egg laying and egg weight per in an egg. The conclusion of the
research was PKM up to 30% level as a partial substitute for soybean meal in
quail rations aged 35-80 days was able to increase ration consumption,
maintain first age egg laying and egg weight in an egg, but was not able to
maintain egg production, egg weight per head in a day, and ration conversion.
The best application of PKM is 20% in the ration seen from egg production, egg
weight per head in a day and ration conversion.

Keywords: laying quail, soybean meal, palm kernel meal, laying quail
production.

iii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
INTISARI................................................................................................................ ii
ABSTRACT ........................................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii
I. PENDAHULUAN ..........................................................................................1
1.1. Latar Belakang .........................................................................................1
1.2. Tujuan Penelitian .....................................................................................3
1.3. Manfaat Penelitian ...................................................................................3
1.4. Hipotesis...................................................................................................4

II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................5


2.1. Bungkil Inti Sawit ....................................................................................5
2.2. Puyuh .......................................................................................................8
2.3. Bungkil Kedelai .....................................................................................10
2.4. Konsumsi Ransum .................................................................................12
2.5. Bobot Telur ............................................................................................14
2.6. Produksi Telur dan Umur Bertelur Pertama...........................................15
2.7. Konversi Ransum ...................................................................................17

III. MATERI DAN METODE ............................................................................19


3.1. Tempat dan Waktu ................................................................................19
3.2. Bahan dan Alat ......................................................................................19
3.2.1. Bahan ..........................................................................................19
3.2.2. Kandang dan Peralatan ................................................................19
3.3. Metode Penelitian .................................................................................20
3.4. Formulasi Ransum ................................................................................20
3.5. Prosedur Penelitian................................................................................21
3.5.1. Persiapan Kandang ......................................................................21
3.5.2. Persiapan Sebelum Puyuh Datang ..............................................22
3.5.3. Pengacakan Perlakuan dan Penempatan Puyuh .........................22
3.5.4. Pemberian Pakan, Air Minum dan Vaksin ..................................23

iv
3.6. Peubah yang Diamati ............................................................................23
3.7. Analisis Data .........................................................................................24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................26


4.1. Konsumsi Ransum .................................................................................26
4.2. Umur Betelur Pertama ...........................................................................28
4.3. Bobot Telur per Butir .............................................................................30
4.4. Produksi Telur Quail Day ......................................................................31
4.5. Bobot Telur per Ekor per Hari ...............................................................33
4.6. Konversi Ransum ...................................................................................34

V. PENUTUP .....................................................................................................38
5.1. Kesimpulan ............................................................................................38
5.2. Saran .......................................................................................................38

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................39


LAMPIRAN ...........................................................................................................48

v
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
2.1. Kandungan Nutrisi Bungkil Inti Sawit dan Bungkil Kedelai....................... 6
2.2. Persyaratan Mutu Bungkil Inti Sawit ........................................................... 7
2.3. Persyaratan Mutu Pakan Puyuh Petelur ...................................................... 10
2.4. Persyaratan Mutu Bungkil Kedelai ............................................................ 12
2.5. Kebutuhan Pakan Puyuh ............................................................................ 14
3.1. Kebutuhan Nutrisi Puyuh Fase Layer ......................................................... 20
3.2. Kandungan Zat Makanan Bahan Penyusum Ransum Perlakuan ................ 21
3.3. Susunan Ransum Perlakuan ....................................................................... 21
3.4. Kandungan Nutrisi Ransum Perlakuan ...................................................... 21
3.5. Analisis Sidik Ragam ................................................................................. 24
4.1. Rataan Konsumsi Ransum ......................................................................... 26
4.2. Rataan Umur Bertelur Pertama ................................................................... 28
4.3. Rataan Bobot Telur per Butir ..................................................................... 30
4.4. Rataan Produksi Telur Quail Day ............................................................... 31
4.5. Rataan Bobot Telur per Ekor per Hari ........................................................ 33
4.6. Rataan Konversi Ransum ........................................................................... 34
4.7. Rataan Konversi Ransum per Minggu ....................................................... 36

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1. Proporsi Pengolahan Buah Sawit Menjadi Minyak Sawit ............................. 5
2.2. Bungkil Inti Sawit .......................................................................................... 6
2.3. Puyuh ............................................................................................................. 8
2.4. Proses Pembuatan Bungkil Kedelai .............................................................. 11
2.5. Bungkil Kedelai ............................................................................................ 10

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Analisis Rataan Konsumsi Ransum .................................................................. 49
2. Analisis Rataan Umur Betelur Pertama ............................................................ 51
3. Analisis Rataan Bobot Telur per Butir .............................................................. 53
4. Analisis Rataan Produksi Telur Quail Day ....................................................... 55
5. Analisis Rataan Bobot Telur per Ekor per Hari ............................................... 57
6. Analisis Rataan Konversi Ransum .................................................................... 59
7. Dokumentasi Penelitian .................................................................................... 61

viii
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terpadat ke empat
di dunia setelah China, India dan Amerika Serikat. Penduduk Indonesia saat ini
telah mencapai 267 juta jiwa dan akan terus bertambah seiring dengan
berjalannya waktu. Pertambahan jumlah penduduk tentu akan meningkatkan
kebutuhan pangan terkhusus sumber protein hewani sehingga industri
peternakan merupakan bagian subsektor pertanian yang berkembang dengan
pesat.
Peternakan memiliki peranan yang strategis dalam perekonomian dan
peningkatan sumber daya manusia. Banyak komoditi dalam peternakan salah
satunya adalah komoditi unggas yaitu puyuh. Puyuh merupakan salah satu
unggas yang sedang dikembangkan dan ditingkatkan produksinya. Puyuh
semakin populer karena selain menghasilkan daging, puyuh juga menghasilkan
telur untuk memenuhi kebutuhan protein hewani bagi masyarakat.
Jenis puyuh yang sering dibudidayakan adalah puyuh Jepang (Coturnix
coturnix japonica) karena puyuh ini mulai bertelur pada umur 42 hari. Puyuh
betina mampu menghasilkan 250-300 butir telur dalam setahun. Peningkatan
permintaan puyuh didukung oleh kesadaran masyarakat akan kebutuhan gizi
yang penting bagi pertumbuhan tubuh manusia yang mengkonsumsinya dan bisa
didapat dengan harga yang lebih murah dibandingkan sumber protein hewani
lainnya.
Saat ini, beragam cara dilakukan peternak untuk meningkatkan
produktivitas puyuh petelur. Namun, harga pakan sumber protein yang
berkualitas tinggi untuk unggas semakin mahal akibat meningkatnya harga
bahan baku impor seperti bungkil kedelai. Bungkil kedelai sampai saat ini masih
merupakan komponen utama sumber protein nabati pada pakan unggas di
Indonesia. Selain harganya yang mahal, bungkil kedelai juga sulit didapatkan.
Ketergantungan terhadap bungkil kedelai menyebabkan harga ransum menjadi
mahal sehingga efisiensi produksi menjadi rendah.

1
Impor bungkil kedelai dari tahun ke tahun mengalami peningkatan seiring
dengan meningkatnya populasi unggas di Indonesia. Kondisi demikian jika
dibiarkan akan menimbulkan situasi yang tidak sehat dalam bidang pakan sebab
akan selalu tergantung dari luar negeri. Disamping itu, juga menguras devisa
negara. Oleh karena itu, upaya pemanfaatan sumber protein alternatif yang
ketersediaannya melimpah dan tidak bersaing dengan kebutuhan pangan menjadi
salah satu solusi yang menjanjikan untuk mengoptimalkan efisiensi produksi.
Bungkil kedelai adalah hasil samping ekstraksi kedelai dan merupakan
bahan pakan yang baik karena palatabilitas dan daya cerna yang tinggi. Pada
ransum unggas, bungkil kedelai mensuplai sampai 50% protein dan sekitar 25%
energi metabolis (Swick, 2001). Menurut Wahju (2004), kandungan nutrisi
bungkil kedelai yaitu protein kasar 44,15%, lemak kasar 2,43%, serat kasar
2,27%, abu 6,38%, kadar air 12,43% serta energi metabolis 2.240% kkal/kg.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan (2018), Indonesia
merupakan salah satu produsen utama minyak kelapa sawit dunia dengan total
lahan seluas 14.153.639 Ha, serta hasil produksi sebanyak 40.567.230 ton.
Sebesar 5% dari tandan buah segar sawit menghasilkan inti sawit, dari inti sawit
tersebut dihasilkan 45-46% minyak inti sawit dan limbah sawit berupa bungkil
inti sawit sebesar 45-46%.
Provinsi Riau merupakan daerah yang memiliki lahan perkebunan sawit
sangat luas. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perkebunan (2018), luas
perkebunan sawit di Provinsi Riau Tahun 2018 tercatat seluas 2.739.571 Ha
dengan produksi buah 8.586.379 ton. Hal ini tentu dapat menjadi peluang
sebagai bahan pakan ternak potensial mengingat banyaknya limbah yang
dihasilkan dari pengolahan sawit seperti bungkil inti sawit. Hal ini dipertegas
karena saat ini bungkil inti sawit tersedia secara kontinyu, produksinya
terkonsentrasi pada suatu tempat dan secara sosial dapat diterima oleh
masyarakat.
Bungkil inti sawit (palm kernel meal) merupakan hasil ikutan pada proses
perusahaan minyak inti sawit yang diperoleh secara kimiawi (ekstraksi) atau
dengan proses fisik/expeller (Sundu et al., 2006). Kandungan protein kasar pada
bungkil inti sawit cukup tinggi, berkisar antara 14%-20% (Zarei et al., 2012) dan

2
serat kasar berkisar antara 12,47%-16,09%, serta energi metabolis sekitar 1817-
2654 kkal/kg (Ezieshi dan Olomu, 2007). Menurut Aritonang (1984), kandungan
nutrisi bungkil inti sawit yaitu protein kasar 15.43%-19.00%, lemak kasar
7.71%, serat kasar 15.47%-20.00%, Ca 0.43%, P 0.86% dan Cu 21.86 ppm.
Penggunaan bungkil inti sawit hingga level 30% dalam ransum puyuh
petelur tidak memberikan efek negatif terhadap produksi telur, berat telur dan
dapat mengurangi biaya pakan (Makinde et al., 2014). Demikian pula dengan
penelitian Pranata (2015), bahwa pemberian bungkil inti sawit fermentasi dan
non-fermentasi sampai taraf 30% dapat meningkatkan konsumsi pakan sebesar
3,4% sampai 24,7% dan konversi pakan puyuh sebesar 9,4% sampai 18,1%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh tidak nyata
terhadap konsumsi ransum, umur bertelur pertama, bobot telur, produksi telur
dan konversi ransum. Disimpulkan bahwa bungkil inti sawit dapat digunakan
hingga taraf 37,5% tanpa mempengaruhi performa produksi telur puyuh
(Pitaloka, 2017). Berdasarkan uraian di atas maka telah dilakukan penelitian
tentang “Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Umur
35-80 Hari yang Diberi Bungkil Inti Sawit sebagai Pensubstitusi Sebagian
Bungkil Kedelai dalam Ransum”.

1.2. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui level terbaik penggunaan
bungkil inti sawit sebagai pengganti sebagian bungkil kedelai dalam ransum
terhadap konsumsi ransum, umur bertelur pertama, bobot telur per butir,
produksi telur quail day, bobot telur per ekor per hari dan konversi ransum
burung puyuh.

1.3. Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi kepada peneliti dan
peternak mengenai penggunaan bungkil inti sawit untuk puyuh petelur dan
memanfaatkan bungkil inti sawit dalam ransum puyuh petelur.

3
1.4. Hipotesis
Penggunaan bungkil inti sawit sampai level 30% dapat menggantikan
sebagian bungkil kedelai dalam ransum puyuh tanpa menurunkan konsumsi
ransum dan memperpanjang umur bertelur pertama, mempertahankan bobot
telur per butir, produksi telur quail day, bobot telur per ekor per hari dan
konversi ransum.

4
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bungkil Inti Sawit


Bungkil Inti Sawit (BIS) merupakan hasil ikutan ekstraksi minyak inti
sawit yang diperoleh dari proses kimia dan mekanik industri pengolahan kelapa
sawit (Standar Nasional Indonesia, 2017). Di Indonesia ketersediaan bungkil inti
sawit sangat tinggi yaitu 2.851 juta ton per tahun (Direktorat Jendral Perkebunan
Indonesia, 2014). Menurut Sinurat dkk (2012), bungkil inti sawit di Indonesia
umumnya merupakan hasil proses pemerasan dengan menggunakan expeller,
sehingga berbentuk granul atau lempengan seperti bungkil kedelai dan berwarna
kecoklatan. Proses pengolahan buah sawit menjadi minyak sawit akan
menghasilkan by product berupa lumpur sawit, bungkil inti sawit dan serabut
sawit yang berpotensi sebagai pakan ternak. Proses pengolahan buah sawit dapat
dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini.

Tandan Buah Segar

Tandan Kosong Serat Kelapa Minyak Inti Sawit Cangkang


(55-58%) Sawit Kasar (CPO) (4-5%) (8%)
(18-20%)

Lumpur Sawit Minyak Inti


(2% Kering) Sawit (45-46%)

Bungkil Inti
Sawit (45-46%)

Gambar 2.1. Proporsi pengolahan buah sawit menjadi minyak sawit


(Sinurat, 2003).

Bungkil inti sawit (Palm Kernel Cake/PKC) merupakan hasil samping


yang diperoleh dari pabrik pengolahan kelapa sawit yang potensial untuk
dijadikan sebagai bahan pakan ternak (Elisabeth dan Ginting, 2003). Bungkil inti

5
sawit mempunyai berat jenis (specific gravity) 1,4-1,5 dan kerapatan atau bulk
density 0,58 – 0,63 (Jaelani dan Firahmi, 2007). Contoh bungkil inti sawit dapat
dilihat pada Gambar 2.2 berikut ini.

Gambar 2.2. Bungkil Inti Sawit


Sumber: Dokumentasi Penelitian (2019)

Pemanfaatan bungkil inti sawit sebagai sumber energi dalam pakan juga
dapat mengurangi biaya pakan (Anggreini dkk, 2014). Bungkil inti sawit sudah
umum diperdagangkan dan digunakan sebagai pakan, terutama untuk ternak
ruminansia di negara maju yang sampai saat ini sekitar 90% dari bungkil inti
sawit yang diproduksi di dalam negeri di ekspor ke luar negeri, sehingga hanya
sekitar 10% yang digunakan di dalam negeri (Sinurat dkk, 2012). Bungkil inti
sawit mempunyai berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan
tumpukan dan sudut tumpukan yang lebih tinggi dari sifat fisik yang dimiliki
bungkil kedelai (Yatno, 2011). Analisis proksimat menunjukkan perbandingan
kadar nutrisi bungkil inti sawit dan bungkil kedelai dapat dilihat pada Tabel 2.1
berikut ini.
Tabel 2.1. Kandungan Nutrisi Bungkil Inti Sawit dan Bungkil Kedelai
Bahan Pakan
Parameter Satuan
B.Inti Sawit B.Kedelai
Protein kasar % 14,90 44.04
Lemak kasar % 7,24 1,49
Serat kasar % 6,35 2,84
Kalsium % 0,23 1,08
Posfor % 1,31 0,78
Energi Metabolis Kkal/kg 2976,43 2438,57
Sumber: Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Institut Pertanian Bogor (2019) dan
Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Universitas Riau (2020)

6
Menurut Shakilla dan Reddy (2014), kandungan gizi pada bungkil inti
sawit yaitu protein kasar 15.32%, serat kasar 14.39%, lemak kasar 1.75%, Ca
0.49% dan P 0.68%, dengan kandungan energi metabolis 1892 Kkal/kg.
Menurut SNI 7856 (2017) persyaratan mutu bungkil inti sawit terdapat pada
Tabel 2.2 berikut ini.
Tabel 2.2. Persyaratan Mutu Bungkil Inti Sawit
Persyaratan
Parameter Satuan
Mutu I Mutu II
Kadar air (maks) % 12,00 12,00
Abu (maks) % 5,0 6,0
Protein kasar (min) % 16,00 14,00
Lemak kasar (maks) % 9,00 10,00
Serat kasar (maks) % 16,00 20,00
Cangkang (maks) % 10,00 15,00
Sumber: SNI 7856: 2017

Bungkil kelapa sawit termasuk dalam jenis pakan konsentrat atau pakan
penguat dimana mempunyai manfaat sebagai sumber energi, protein, vitamin
dan mineral (Ketaren, 2008). Namun salah satu kendala yang sering dikeluhkan
dalam penggunaan bungkil inti sawit sebagai bahan pakan adalah terdapatnya
pecahan cangkang yang cukup banyak sekitar 15-20% (Sinurat et al., 2008).
Pecahan cangkang ini secara otomatis mengurangi nilai gizi bungkil inti sawit
dan kurang disukai ternak (kurang palatabel) serta mungkin dapat menyebabkan
luka pada usus ternak muda.
Salah satu kendala penggunaan bungkil inti sawit sebagai pakan unggas
adalah tingginya kandungan polisakarida bukan pati (PBP) yang didominasi oleh
senyawa galaktomanan. Senyawa galaktomanan pada bungkil inti sawit
mengandung galaktosa dan manosa dengan rasio 1:3 (Tafsin, 2007). Penggunaan
bungkil inti sawit dapat diberikan sampai level 30% pada ransum fase bertelur
mulai umur 6 minggu tanpa mempengaruhi produksi telur, berat telur serta dapat
meningkatkan bobot badan dan mengurangi biaya pakan (Makinde et al., 2014).

7
2.2. Puyuh (Coturnix coturnix japonica)
Puyuh (Gambar 2.3) merupakan unggas liar berpindah-pindah yang
berasal dari Eropa, Asia dan Afrika (Thear, 2005). Puyuh adalah spesies dari
genus coturnix yang terbesar di seluruh daratan, kecuali Amerika yang mana
pada tahun 1870, puyuh Jepang yang disebut Japanese quail (Coturnix coturnix
japonica) mulai masuk Amerika (Listyowati dan Roospitasari, 2009). Puyuh
mulai dikenal dan diternakkan di Indonesia semenjak akhir tahun 1979 ditandai
dengan bermunculannya kandang-kandang ternak puyuh (Marsudi dan
Saparinto, 2012; Progression, 2003). Puyuh merupakan jenis burung yang tidak
dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil dengan panjang badan 19 cm, berkaki
pendek dan bulu badan berwarna coklat dengan bercak abu-abu hitam (Wuryadi,
2011).

Gambar 2.3. Puyuh

Puyuh merupakan unggas yang memiliki siklus hidup relatif pendek


dengan laju metabolisme tinggi, dan pertumbuhan serta perkembangan yang
sangat cepat (Radhitya, 2015). Burung puyuh merupakan salah satu komoditi
unggas dari genus Coturnix yang dapat dimanfaatkan sebagai penghasil telur dan
daging (Setyawan dkk, 2012). Menurut Listyowati dan Roospitasari (2009),
puyuh pertama kali diternakkan di Jepang sebagai burung aduan, domestikasi
puyuh dilakukan oleh National Institute of Genetic Mishima Jepang dengan
klasifikasi secara ilmiah yaitu kingdom Animalia, phillum Chordata, class Aves,
ordo Galliformes, sub-ordo Phasianoidea, family Phasianidae, genus Coturnix
dan spesies Coturnix coturnix.
Menurut Nugroho dan Mayun (1986) ciri-ciri karakteristik dari puyuh
(Coturnix coturnix japonica) adalah (a) bentuk tubuhnya lebih besar dari burung
puyuh yang lain, badan bulat, ekornya pendek, paruh pendek dan kuat, tiga jari
kaki menghadap ke muka dan satu jari kaki ke arah belakang, (b) pertumbuhan

8
bulu puyuh akan lengkap setelah berumur dua sampai tiga minggu, (c) jenis
kelamin puyuh dapat dibedakan berdasarkan warna bulu, suara dan berat badan,
(d) puyuh jantan dewasa mempunyai bulu dada berwarna merah sawo matang
tanpa adanya belang serta bercak-bercak hitam, (e) puyuh betina dewasa
mempunyai bulu dada berwarna merah sawo matang dengan garis-garis atau
belang-belang hitam, (f) puyuh jantan cenderung memiliki suara yang lebih
keras, (g) burung puyuh betina mampu berproduksi sampai 200-300 butir setiap
tahun, dan (h) berat telur sekitar 10 gram/butir atau 7-8% dari berat badan.
Puyuh dapat dibedakan jenis kelaminnya pada umur 3 minggu berdasarkan
warna bulunya. Puyuh jantan memiliki warna bulu coklat pada bagian leher dan
dada sedangkan puyuh betina dapat diidentifikasi dengan melihat bulu pada
bagian leher dan dada yang warnanya lebih cerah (Sugiharto, 2005). Menurut
Sugiharto (2005), puyuh betina yang telah mencapai bobot badan 90-100 gram
akan mulai bertelur pada umur 35-42 hari. Puyuh betina mulai bertelur pada
umur 35 hari pada kondisi yang baik dan memproduksi sekitar 200–300
telur/tahun (Varghese, 2007).
Kemampuan berproduksi mulai dari awal produksi akan terus mengalami
kenaikan secara drastis hingga mencapai puncak produksi (top production) pada
umur 4-5 bulan yang mencapai 98,5% dan secara perlahan akan menurun hingga
70% pada umur 9 bulan (Kaselung dkk, 2014). Agar puyuh dapat tumbuh
dengan baik dan produktivitasnya tinggi, pakan yang diberikan harus sesuai
dengan kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh puyuh petelur. Persyaratan mutu
pakan puyuh petelur dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Menurut Cowell (1997) puyuh mencapai dewasa kelamin pada umur 6
minggu dan segera memulai periode bertelur. Puyuh merupakan hewan yang
memiliki saluran pencernaan yang dapat menyesuaikan diri terhadap kondisi
lingkungan. Gizzard dan usus halus puyuh memberikan respons yang fleksibel
terhadap ransum dengan kandungan serat kasar yang tinggi (Starck and Rahman,
2003).

9
Tabel 2.3. Persyaratan Mutu Pakan Puyuh Petelur
Parameter Satuan Persyaratan
Kadar air % Maks.14,0
Protein kasar % Min. 17,0
Lemak kasar % Maks. 7,0
Serat kasar % Maks. 7,0
Abu % Maks.14,0
Kalsium (Ca) % 2,50 – 3,50
Fosfor (P) total % 0,60 – 1,00
Fosfor tersedia % Min. 0,40
Energi metabolisme (ME) Kkal/Kg Min. 2.700
Total Aflatoksin µg/Kg Maks. 40,0
Asam amino:
- Lisin % Min. 0,90
- Metionin % Min. 0,40
- Metionin+sistin % Min. 0,60
Sumber: SNI 01-3907-2006

2.3. Bungkil Kedelai


Bungkil kedelai merupakan limbah dari produksi minyak kedelai.
Kandungan protein dan minyak yang dihasilkan pada kacang kedelai masing-
masing sebesar 38 dan 20% (Leeson dan Summers, 2005). Bungkil kedelai
memiliki kandungan protein yang berbeda-beda sesuai dengan kualitas kacang
kedelai dan proses pengambilan minyaknya. Adapun proses pengolahan kacang
kedelai dan hasil sampingnya dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Bungkil kedelai adalah hasil samping ekstraksi kedelai dan merupakan
bahan pakan yang baik karena palatabilitas dan daya cerna yang tinggi (Yatno,
2009). Kandungan protein kasar bungkil kedelai berkisar antara 41-50%
tergantung kepada jumlah kulit yang dihilangkan dan metode pengolahan yang
digunakan (Food and Agriculture Organization, 2007). Contoh bungkil kedelai
dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut ini.

Gambar 2.5. Bungkil Kedelai


Sumber: Dokumentasi Penelitian (2019)

10
Kacang Kedelai Pembersihan, Pemecahan dan Pemilihan Kulit

Kulit (8%) Keping Biji (89%) Hipokotil (3%)

Pemanasan
dan Ekstraksi dengan Heksana
Penggilingan

Pemisahan Pelarut
Pakan Ternak

Lempeng Bungkil Minyak Kasar

Penggilingan dan
Pengelompokan

Menir Kedelai Tepung Kedelai

Gambar 2.4. Proses Pembuatan Bungkil Kedelai (Harris dan Karmas, 1989)

Pada dasarnya, bungkil kedelai dikenal sebagai sumber protein dan energi
(Rasyaf, 1994). Profil asam amino bungkil kedelai sangat seimbang, protein
bungkil kedelai kualitasnya lebih baik dari sumber protein asal tanaman yang
lain, namun demikian kandungan kalsium, karoten dan vitamin D rendah (Yatno,
2009). Bungkil kedelai mengandung semua asam amino essensial kecuali
metionina, yang merupakan asam amino pembatas (McDonald et al., 2002).
Bungkil kedelai memiliki profil asam amino yang cukup baik sebagai penyusun
ransum unggas, namun memiliki metionina sebagai faktor pembatas asam amino
(Lesson dan Summer, 2005). Bungkil kedelai memiliki zat anti nutrisi seperti
tripsin inhibitor yang dapat mengganggu pertumbuhan unggas, namun dapat
disiasati dengan cara pemanasan sehingga aman untuk digunakan sebagai pakan
unggas (Yatno, 2009).
Bungkil kedelai dibuat melalui beberapa tahapan seperti pengambilan
lemak, pemanasan dan penggilingan (Boniran, 1999). Menurut Sipos et al.,
(1983) dalam Yatno, (2009), proses pembuatan bungkil kedelai dimulai dengan
(a) membersihkan kedelai dari kedelai yang rusak dan bahan-bahan asing,

11
kemudian dilakukan pemecahan sehingga kulitnya bisa terpisah, (b) kulit kedelai
mengalami proses pemanasan (85-105°C), dihaluskan dan dijual sebagai pakan,
(c) kotiledon atau keping biji kedelai dipanaskan (60-65°C) supaya lebih lunak
untuk dipecah, (d) dan terakhir minyak dipisahkan dari pecahan keping kedelai
dengan ekstraksi larutan heksana. Sisa dari pengolahan minyak kedelai adalah
lempeng bungkil, yang kemudian menghasilkan tiga produk yaitu: bungkil
kedelai, konsentrat protein kedelai dan isolat protein kedelai (Yatno, 2009).
Bungkil kedelai dihasilkan setelah pecahan keping kedelai mengalami
pemisahan dan penghilangan pelarut heksana serta digiling.
Menurut Hutagalung (2004), bungkil kedelai yang baik mengandung air
tidak lebih dari 12%. Pada ransum unggas, bungkil kedelai mensuplai sampai
50% protein dan sekitar 25% energi metabolis (Swick, 2001). Berikut
persyaratan mutu bungkil kedelai terdapat pada Tabel 2.4 berikut ini.

Tabel 2.4. Persyaratan Mutu Bungkil Kedelai


Persyaratan
Parameter Satuan
Mutu I Mutu II
Kadar Air (maks) % 12,0 13,0
Abu (maks) % 6,0 4,0
Protein kasar (min) % 46,0 42,0
Lemak kasar (maks) % 2,0 3,0
Serat kasar (maks) % 5,0 7,0
Kelarutan protein dalam % 70 – 85 70 – 85
KOH
Sumber: SNI 4227: 2013

2.4. Konsumsi Ransum


Konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang diberikan dikurangi sisa
pakan yang tidak termakan (Wahju, 2004). Keadaan kandang yang tidak nyaman
juga akan memicu stress pada ternak puyuh, sehingga nafsu makan akan
menurun yang akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi pakan, bobot telur,
dan konversi pakan ternak (Achmanu dkk, 2011). Menurut North dan Bell
(1990) pakan pada unggas diperlukan untuk body maintenance, pertumbuhan,
pertumbuhan bulu dan produksi telur.
Menurut Triyanto (2007) ada dua faktor yang mempengaruhi konsumsi
pakan pada unggas yaitu faktor yang berpengaruh dominan (kandungan energi

12
pakan dan suhu lingkungan) dan faktor yang berpengaruh minor seperti strain
burung, berat tubuh, bobot telur harian, pertumbuhan bulu, derajat stress dan
aktifitas burung. Faktor lain yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah
kualitas dan kuantitas ransum, umur, aktifitas ternak, palatabilitas ransum,
tingkat produksi dan pengelolaan (Wahju, 1992). Lebih lanjut dilaporkan bahwa
konsumsi pakan sangat bervariasi di antara ternak (Kurniawan, 2011).
Menurut Ferket dan Gernet (2006) faktor yang mempengaruhi konsumsi
ransum adalah susunan ransum dan manajemen pemeliharaan berupa
ketersediaan ransum dan air dalam kandang, sanitasi lingkungan, kepadatan
kandang, kontrol terhadap penyakit tetapi faktor yang paling berpengaruh untuk
meningkatkan konsumsi ransum yaitu pengontrolan sumber stres dan penyakit,
sedangkan menurut Anggorodi (1985) konsumsi pakan dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain umur, palatabilitas ransum, energi ransum, tingkat
produksi, kuantitas dan kualitas ransum.
Puyuh umur 35 hari akan mengkonsumsi pakan lebih banyak dengan
densitas pakan yang tinggi dibandingkan dengan densitas pakan yang rendah
pada umur yang sama (Atmamihardja et al., 1983). Konsumsi ransum
dipengaruhi oleh palatabilitas ransum (Bachari dkk, 2006). Tingkat konsumsi
pakan burung puyuh dipengaruhi oleh tingkat energi dan palatabilitas pakan
(Setiawan, 2006).
Puyuh akan mengkonsumsi ransum sampai kebutuhan energinya
terpenuhi. Pada hakekatnya ternak unggas mengkonsumsi ransum guna
memenuhi kebutuhan energi. Apabila kebutuhan energi terpenuhi, maka unggas
akan menghentikan konsumsi ransum. Sebaliknya, konsumsi ransum akan
meningkat apabila kebutuhan energi belum terpenuhi (Suprijatna dkk, 2005).
Energi dalam ransum yang dikonsumsi tidak sesuai kebutuhan, maka konsumsi
ransum akan tinggi sedangkan jika kebutuhan energi melebihi kebutuhan, maka
konsumsi ransum akan berkurang.
Faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah kandungan energi
metabolis serta serat kasar yang tinggi dalam ransum tidak dapat dimanfaatkan
oleh unggas karena unggas tidak mempunyai enzim yang dapat mencerna serat
kasar (Wahju, 2004). Menurut Widjastuti dan Kartasudjana (2006) konsumsi

13
energi puyuh sebesar 50,55 kkal/ekor/hari dan konsumsi protein sebesar 3,49
ram/ekor/hari telah cukup untuk memenuhi hidup pokok, pertumbuhan dan
produksi telur. Menurut Suprijatna (2009) bahwa hakekat unggas mengkonsumsi
ransum untuk memenuhi kebutuhan energi.
Listiyowati dan Roospitasari (2005) mengatakan bahwa konsumsi pakan
puyuh umur 6 minggu 17-23 gram/ekor/hari. Djulardi (2006) menambahkan
bahwa konsumsi pakan puyuh umur lebih dari 6 minggu sebanyak 21
gram/ekor/hari. Adapun kebutuhan pakan puyuh dapat dilihat pada Tabel 2.5
berikut ini.

Tabel 2.5. Kebutuhan Pakan Puyuh


Kebutuhan Pakan
Umur Puyuh
(gram/ekor/hari)
0 – 10 hari 2–3
11 – 20 hari 4–5
21 – 30 hari 08 – 10
31 – 40 hari 12 – 15
41 hari sampai afkir 17 – 20
Sumber : Abidin (2002)

2.5. Bobot Telur


Bobot telur merupakan berat telur yang dihasilkan oleh seekor burung
puyuh betina. Adapun bobot telur menggunakan satuan gram/butir. Bobot telur
erat kaitannya dengan pakan yang diberikan. Protein dalam pakan
mempengaruhi sintesis protein pada albumin dan kuning telur, dua komponen
yang merupakan komponen terbesar penentuan bobot telur (Tugiyanti dkk,
2017).
Protein yang cukup dalam pakan (minimal 17% berdasarkan SNI 01-3905-
2006) dapat memenuhi kebutuhan organ reproduksi burung puyuh, sehingga
dapat bersiklus lebih baik dan tepat waktu. Protein akan digunakan untuk
menyediakan hormon-hormon dalam tubuh puyuh untuk produksi telur
(Achmad, 2011). Protein ransum dapat mempengaruhi bobot telur puyuh dimana
ransum dengan tingkat protein yang rendah menyebabkan pembentukan kuning
telur kecil sehingga telur yang dihasilkan juga kecil (Anggorodi, 1985).
Latifah (2007) menyatakan bahwa besar kecilnya ukuran telur unggas
sangat dipengaruhi oleh kandungan protein dan asam-asam amino dalam pakan.

14
Asam amino terutama lysine dan methionine merupakan faktor utama dalam
penentuan bobot telur. Lysine dan methionine dapat menstimulasi sekresi insulin
dari pankreas dengan cara agregrasi dalam plasma yang akan melepaskan asam
amino dari tempat penyimpanan kemudian memicu sintesa protein. Semakin
tinggi konsumsi protein semakin tinggi produksi, bobot serta massa telur yang
dihasilkan (Proudfoot et al., 1988).
Widjastuti dan Kartasudjana (2006) melaporkan, pada saat telur tidak
dibentuk pada hari hari tertentu, terjadi akumulasi protein sehingga ketersediaan
protein untuk membentuk satu butir telur pada hari berikutnya menjadi lebih
banyak yang pada gilirannya telur yang dihasilkan menjadi lebih besar. Yuwanta
(2007) menyatakan bahwa bobot telur dipengaruhi oleh jenis dan jumlah pakan
yang dikonsumsi, genetik, lingkungan kandang serta ukuran tubuh induk.
Yazgan et al., (1996), menyatakan bahwa peningkatan temperatur udara di
lingkungan kandang dapat menurunkan bobot telur.

2.6. Produksi Telur dan Umur Bertelur Pertama


Produksi telur adalah banyaknya telur yang dihasilkan oleh seekor puyuh
dalam jangka waktu tertentu (Bachari dkk, 2006). Puncak produksi puyuh
dicapai pada umur lima bulan dengan persentase bertelur rata-rata 76% (Fahmy
et al., 2005). Produksi telur harian/Quail Day Production merupakan jumlah
produksi telur pada hari yang sama dibagi dengan jumlah ternak puyuh yang ada
dikali 100% (Sudrajat dkk, 2014). Menurut Sudrajat dkk, (2014) kandungan
nutrisi yang cukup pada pakan menyebabkan puyuh sehat sehingga proses
pembentukan dan produksi telur berjalan dengan normal.
Produktivitas puyuh menurun dengan persentase bertelur kurang dari 50%
pada umur di atas empat belas bulan, kemudian sama sekali berhenti bertelur
saat berumur 2,5 tahun atau 30 bulan (Fahmy et al., 2005). Giuliano et al.,
(2005) menyatakan bahwa siklus hidup puyuh pendek, hanya dibutuhkan 16-17
hari untuk pengeraman dan kurang lebih 42 hari dari menetas sampai dewasa
kelamin.
Ahmadi (2014) melaporkan bahwa rataan produksi telur puyuh umur 8-14
minggu yang diberi ransum komersil adalah 67,89%. Produksi telur puyuh umur
6-17 minggu berkisar antara 51,79% sampai 62,50% (Bachari dkk, 2006). Puyuh

15
banyak bertelur menjelang sore (Rasyaf, 1991). Produksi telur baru bisa dihitung
ketika puyuh yang bertelur sudah mencapai 5%. Johanson (1968) menyebutkan
bahwa produksi telur dinyatakan dalam tiga bagian. Pertama, Hen Day
Production (HDP) yaitu persentase produksi telur dalam jangka waktu tertentu
yang didasarkan pada jumlah ternak yang ada setiap saat dalam jangka waktu
tersebut. Kedua, Hen House Production (HHP) yaitu persentase produksi telur
dalam jangka waktu tertentu yang didasarkan pada jumlah ternak yang ada pada
awal pencatatan. Ketiga, Surver Production yaitu jumlah telur yang dihasilkan
setiap ekor dari ternak yang hidup selama pencatatan.
Karlia dkk, (2017) menyatakan bahwa indikator penentu produktifitas telur
adalah protein dan energi yang terkandung dalam ransum. Perbedaan produksi
dan produktivitas burung puyuh diyakini disebabkan oleh faktor pakan (nutrisi
dalam pakan) sehingga manajemen pakan sangat berpengaruh terhadap tingkat
produksi burung puyuh. Manajemen pakan terdiri dari beberapa komponen
penentu yaitu ketersediaan pakan, kualitas pakan serta kuantitas pakan
(Rahmasari et al., 2014). Brand et al., (2003) menyebutkan bahwa faktor utama
yang mempengaruhi produksi telur adalah jumlah dari konsumsi pakan dan
nutrisi yang terdapat didalam pakan tersebut.
Burung puyuh betina akan mulai bertelur pada umur 41 hari. Puncak
produksi terjadi pada umur 5 bulan dengan persentase telur 96% (Setyawan dkk,
2012). Puncak produksi burung puyuh tercapai pada umur 5 bulan dengan
persentase bertelur rata-rata 76%. Produksi telur pada puyuh umur 6-10 minggu
selama satu bulan rata-rata 39,95% dengan rataan konversi ransum 6,44
(Sudrajat dkk, 2014). Pada umur 11-13 minggu produksi telur puyuh mulai stabil
dan mendekati puncak produksi, sehingga rataan produksi telurnya lebih tinggi
yaitu sekitar 88,52% (Triyanto, 2007). Produktivitas puyuh menurun dengan
persentase bertelur kurang dari 50% pada umur di atas 14 bulan, kemudian sama
sekali berhenti bertelur saat berumur 2,5 tahun atau 30 bulan (Fahmi et al.,
2005).
2.7. Konversi Ransum
Konversi ransum adalah suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menilai
efisiensi penggunaan dan kualitas ransum. Konversi ransum merupakan

16
perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi (gram) dengan produksi
telur (gram) yang dihasilkan pada waktu tertentu (Triyanto, 2007). Konversi
pakan merupakan rasio pakan yang dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu
dibandingkan dengan bobot telur yang dihasilkan dalam waktu tertentu
(Handarini dkk, 2008).
Konversi pakan digunakan untuk mengukur keefisienan penggunaan pakan
dalam memproduksi telur (Setiawan, 2006). Semakin kecil nilai angka konversi
menunjukkan semakin efisien puyuh memanfaatkan pakan menjadi daging dan
telur (Zainudin dan Syahruddin, 2012). Nilai konversi ransum akan berbanding
terbalik dengan nilai efisiensi pakan.
Konversi ransum dipengaruhi oleh bangsa burung, manajemen, penyakit
serta pakan yang digunakan (Ensminger, 1992). Menurut Amrulloh (2003)
faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya konversi ransum adalah kualitas
ransum, teknik pemberian, bentuk dan konsumsi ransum. Konversi ransum
dipengaruhi beberapa hal diantaranya derajat pertumbuhan, bobot badan,
komposisi pakan, status produksi, aktifitas ternak, tipe ternak, jenis kelamin, laju
perjalanan pakan dalam alat pencernaan, temperatur lingkungan dan palatabilitas
ternak (Tillman dkk, 1991).
Konversi pakan atau Feed Conversion Ratio adalah perbandingan antara
konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan atau produksi telur yang dapat
dinyatakan sebagai efisiensi pakan, Efisensi pakan merupakan satuan kompleks
yang menggambarkan pengaruh dari lingkungan, genetik dan interaksi dari
keduanya (Hunton, 1995). Faktor yang mempengaruhi besarnya efisiensi pakan
adalah kemampuan daya cerna ternak, kualitas pakan yang dikonsumsi serta
keserasian nilai nutrient yang terkandung dalam pakan (Zupriyal, 1998).
Djulardi dkk, (2006) menyatakan konversi pakan adalah perbandingan
konsumsi pakan dengan pertambahan bobot badan atau produksi telur sehingga
konversi pakan terbaik adalah jika nilai terendah. Kustiningrum (2004)
menambahkan bahwa angka konversi pakan yang tinggi menunjukkan
penggunaan pakan yang kurang efisien, sebaliknya angka yang mendekati satu
berarti makin efisien dengan kata lain semakin kecil angka konversi pakan
berarti semakin efisien.

17
Menurut Yatno (2009) konversi pakan pada puyuh adalah sebesar 3,5
sedangkan menurut Utomo dkk, (2014) konversi pakan pada puyuh adalah
sebesar 3,9. Rataan konversi ransum pada puyuh adalah 4,30 dengan kisaran
4,03-4,73 (Mufti, 1997). Konversi ransum idealnya berada pada angka 3,67-4,71
(Hazim et al., 2010). Angka konversi ransum yang rendah menandakan efisiensi
ransum tinggi, sebaliknya angka konversi ransum yang tinggi menunjukkan nilai
manfaat biologis yang rendah (Radhitya, 2015).

18
III. MATERI DAN METODE

1.1. Waktu dan Tempat


Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei
2020 di Perumahan Asta Gardenia Jalan Kebun Kota Pekanbaru dan
Laboratorium Teknologi Produksi Ternak Fakultas Pertanian dan Peternakan
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru.

3.2. Bahan dan Alat


3.2.1. Bahan
Bahan yang digunakan adalah burung puyuh betina umur 35 hari sebanyak
120 ekor yang diperoleh dari peternakan puyuh petelur milik Bapak Wiriya,
Desa Kubang, Kabupaten Kampar. Bahan pakan yang digunakan adalah bungkil
inti sawit yang diperoleh dari agen bungkil inti sawit di Desa Sungai Pinang,
Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar. Bungkil kedelai diperoleh dari
peternak ayam ras petelur Payakumbuh menggunakan produk bahan pakan dari
PT. Mabar Mitra Bersama, Medan. Adapun bahan lainnya yaitu tepung ikan,
dedak padi, jagung halus dan mineral mix.

3.2.2. Kandang dan Peralatan


Kandang yang akan digunakan adalah 20 unit kandang plus 1 unit kandang
tambahan sebagai cadangan untuk karantina. Ukuran unit kandang yaitu panjang
50 cm x lebar 40 cm x tinggi 40 cm yang terdiri dari 3 tingkat. Setiap unit
kandang ditempati 5 ekor burung puyuh dan dilengkapi dengan tempat pakan,
tempat air minum dan lampu untuk penerangan pada malam hari.
Peralatan lain yang digunakan adalah termometer ruang untuk mengukur
suhu kandang, spuit, timbangan, semprotan untuk desinfeksi, plastik dan koran
bekas untuk menampung feses, ember, lem lalat, sapu, kipas angin, alat tulis,
kamera dan alat pendukung lainnya.

19
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan 4 perlakuan yaitu
T1, T2, T3, dan T4 yang diulang sebanyak 5 kali. Perlakuan dalam penelitian
ini adalah bungkil inti sawit sebagai pensubstitusi sebagian bungkil kedelai.
T1 : Ransum basal tanpa Bungkil Inti Sawit 0%
T2 : Ransum basal dengan Bungkil Inti Sawit 10%
T3 : Ransum basal dengan Bungkil Inti Sawit 20%
T4 : Ransum basal dengan Bungkil Inti Sawit 30%

Pembuatan ransum dilakukan dengan cara mencampurkan bahan yang


jumlahnya sedikit dan tekstur lebih halus terlebih dahulu, kemudian
ditambahkan sedikit demi sedikit bahan yang berjumlah banyak. Kemudian
ransum tersebut dicampur dengan bungkil inti sawit sedikit demi sedikit sampai
homogen.

3.4. Formulasi Ransum


Ransum yang digunakan selama penelitian dibuat dan disusun sendiri dari
berbagai bahan baku pakan. Adapun kebutuhan nutrisi pakan puyuh fase layer,
kandungan zat makanan bahan penyusun ransum perlakuan, formulasi ransum
perlakuan dan kandungan nutrisi ransum perlakuan dapat dilihat pada tabel-tabel
di bawah ini.
Tabel 3.1. Kebutuhan Nutrisi Puyuh Fase Layer
Nutrisi Pakan Layer
Energi Metabolisme (kkl/kg) 2900 (min 2700)
Protein Kasar (%) 20,00 (min 17,0)
Lemak Kasar (%) 3,96
Serat Kasar (%) 4,40
Kalsium (%) 2,50 (2,50-3,50)
Fosfor (%) 1,00
Lisin (%) 1,00 (min 0.90)
Metionin (%) 0,50 (min 0,45)
Sumber : SNI (2006)

20
Tabel 3.2. Kandungan Zat Makanan Bahan Penyusun Ransum Perlakuan
Bungkil Dedak Dedak Bungkil Tepung Minyak
Zat Makanan
Inti Sawit Jagung Padi Kedelai Ikan Nabati
Protein Kasar (%) 14,90a 10,74a 6,37a 44,04a 31,83a -
Lemak Kasar (%) 7,24a 5,72a 3,63a 1,49a 4,75b -
Serat Kasar (%) 6,35a 2,08a 9,69a 2,84a 12,81a -
Calsium (%) 0,23b 0,67b 0,55b 1,08b 11,18b -
Posfor (%) 1,31a 0,46a 0,17a 0,78a 0,38a -
Lysin (%) - 0,30a 1,24a 2,95a - -
Methionin (%) - 0,52a 0,42a 0,60a - -
EM (Kkal/kg) 2976,43 3695,05 2786,13 2438,57 2149,17 8000
Keterangan: a) Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Institut Pertanian Bogor (2019)
b)
Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Universitas Riau (2020)
EM: Energi Metabolisme

Tabel 3.3. Susunan Ransum Perlakuan


Bahan Pakan T1 T2 T3 T4
Bungkil Inti Sawit (%) 0,00 10,00 20,00 30,00
Dedak Jagung (%) 22,50 20,00 17,50 15,00
Dedak Padi (%) 38,00 32,50 27,00 21,50
Bungkil Kedelai (%) 21,50 19,50 17,50 15,50
Tepung Ikan (%) 18,00 18,00 18,00 18,00
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00
Keterangan : Dihitung berdasarkan Tabel 3.2.

Tabel 3.4. Kandungan Nutrisi Ransum Perlakuan


Kandungan Nutrisi T1 T2 T3 T4
EM (Kkal/kg) 2801,26 2804,52 2807,78 2811,03
Protein Kasar (%) 20,04 20,03 20,02 20,01
Serat Kasar (%) 7,07 7,06 7,05 7,05
Lemak Kasar (%) 3,84 4,19 4,54 4,90
Posfor (%) 0,40 0,50 0,59 0,69
Kalsium (%) 2,60 2,56 2,51 2,47
Keterangan: Dihitung berdasarkan Kandungan Bahan Pakan pada Tabel 3.2.

3.5. Prosedur Penelitian


3.5.1. Persiapan Kandang
Kandang utama dan unit kandang penelitian dibersihkan dari alat-alat atau
barang lainnya yang tidak berguna. Lantai kandang dicuci dengan deterjen
sampai bersih dengan tujuan untuk membersihkan kotoran-kotoran yang melekat
di lantai kandang. Setelah lantai kering, dilakukan penyemprotan desinfektan di
sekitar kandang dan di dalam kandang untuk memutus rantai kehidupan
mikroorganisme yang merugikan.
Setelah kandang bersih dan kering, unit kandang penelitian dimasukkan ke
dalam kandang. Setiap unit kandang dialas dengan plastik/terpal, unit kandang

21
dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum. Pada setiap unit
kandang dipasang 1 unit lampu 5 Watt.
Pada malam hari kandang utama ditutupi penuh dengan tirai plastik untuk
melindungi puyuh petelur dari udara dingin. Penutupan ini dilakukan sampai
burung puyuh petelur mampu beradaptasi dengan suhu lingkungan kandang dan
sekitarnya.

3.5.2. Persiapan sebelum Puyuh Datang


Beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebelum puyuh datang antara lain :
1. Masing-masing unit kandang diberi alas dengan plastik/terpal.
2. Tempat pakan dan tempat minum terlebih dahulu diisi dengan pakan dan air
minum.
3. Setiap unit kandang dihidupkan lampu 5 Watt karena dijadikan sumber
penerangan pada malam hari.

3.5.3. Pengacakan Perlakuan dan Penempatan Puyuh


Unit kandang diberi nomor 1 sampai 20. Penempatan perlakuan dan
ulangan pada unit kandang dilakukan dengan cara diundi. Pengundian dilakukan
dengan cara membuat lotre sebanyak 20 gulungan mulai dari perlakuan pertama
ulangan ke-1 sampai perlakuan keempat ulangan ke-5. Lotre yang diambil
pertama ditempatkan pada unit kendang nomor 1 dan lotre yang diambil
berikutnya ditempatkan pada unit kandang nomor 2 sampai 20.
Pengacakan puyuh dilakukan dengan mengambil sampel puyuh sebanyak
30% secara acak, kemudian ditimbang dan dicatat bobot badannya. Tentukan
range nilai bobot badan terendah sampai tertinggi dan dibuat 5 kelas interval.
Disiapkan 5 keranjang untuk menempatkan puyuh berdasarkan kelas
intervalnya, kemudian seluruh puyuh ditimbang kembali dan setiap puyuh
dimasukkan ke dalam keranjang berdasarkan bobot badannya.
Penempatan puyuh ke dalam unit kandang dilakukan dengan cara
memasukkan puyuh satu persatu ke dalam unit kandang diawali dari puyuh yang
terdapat pada keranjang dengan bobot badan terendah sampai tertinggi.
Penempatan puyuh ke dalam unit kandang dimulai dari unit kandang nomor 1

22
sampai 20, kemudian dari unit kandang nomor 20 sampai 1 dan seterusnya
sampai semua puyuh yang ada di dalam keranjang.

3.5.4. Pemberian Pakan, Air Minum dan Vaksin


Pemberian pakan dilakukan secara adlibitum sesuai dengan periode umur
dan standar pemeliharaan burung puyuh. Pakan diberikan dalam wadah yang
lebar dan datar. Tujuannya agar mempermudah puyuh mengambil pakan. Di atas
wadah pakan harus diberi kawat ram agar puyuh tidak mengais pakan. Jika
pakan habis ditambahkan pakan baru kemudian ditimbang dan dicatat.
Pemberian air minum secara adlibitum di dalam wadah air minum.
Vaksinasi Newcastle Disease (ND) diaplikasikan melalui mulut saat burung
puyuh berumur 37 hari. Pemberian vitamin dan obat-obatan tidak dilakukan
selama penelitian.

3.6. Peubah yang Diamati


Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah :
1. Konsumsi ransum
Konsumsi ransum dihitung dengan cara mengurangi jumlah ransum yang
diberikan dengan sisa ransum setiap periode penelitian (gram/ekor/hari).
2. Umur bertelur pertama
Umur betelur pertama diperoleh dengan cara mencatat saat pertama kali
puyuh bertelur (hari).
3. Bobot telur per butir
Bobot telur per butir diperoleh dari telur yang ditimbang dengan timbangan
digital dinyatakan dalam (gram/butir).
4. Produksi telur quail day
Produksi telur quail day dihitung dengan cara membagi jumlah telur dengan
jumlah hari masa bertelur kemudian dibagi kembali dengan jumlah puyuh
yang hidup dikali 100% (Sudrajat dkk., 2014).
J ml h l
Produksi telur (quail day) = J ml h p h
J ml h h i

23
5. Bobot telur per ekor per hari
Dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh bobot telur dibagi jumlah puyuh
kemudian dibagi dengan jumlah hari masa bertelur (gram/ekor/hari).
J ml h l h o o l
o o l J ml h h i m l
J ml h p h
6. Konversi ransum
Konversi ransum terhadap produksi telur dihitung mulai dari tercapainya
dewasa kelamin puyuh sampai selesai penelitian yaitu dari umur 49 sampai
80 hari dengan membagi jumlah ransum yang dikonsumsi dengan bobot telur
per ekor per hari.
Kon m i n m
Konversi ransum = × 100

3.7. Analisis Data


Data hasil penelitian ditabulasi dan dianalisis menggunakan analisis sidik
ragam menurut Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan model matematika
menurut Steel dan Torrie (1993), sebagai berikut.

Yij = µ + i + ij

Keterangan :
Yij : Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j
µ : Nilai tengah umum
i : Pengaruh taraf perlakuan ke-i
ij : Pengaruh galat perlakuan ke-i ulangan ke-j
I : 1, 2, 3, 4
j : 1, 2, 3, 4, 5

Tabel 3.6. Analisis Sidik Ragam


Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Tabel
F Hitung
Keragaman Bebas kuadrat Tengah 5% 1%
Perlakuan t-1 JKP KTP KT/KTG
Galat t(r-1) JKG KTG
Total tr-1 JKT

24
Keterangan :
G
Faktor Koreksi (FK) =

Jumlah Kuadrat Total (JKT) = ΣY2ij – FK


Yi
Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP) = FK

Jumlah Kuadrat Galat (JKG) = JKT – JKP

Kuadrat Tengah Perlakuan (KTP) =

JKG
Kuadrat Tengah Galat (KTG) =
G

F hitung =

Bila hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh nyata, maka


dilakukan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT).

25
V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan
bungkil inti sawit sampai level 30% sebagai pensubstitusi sebagian bungkil
kedelai dalam ransum puyuh umur 35-80 hari mampu meningkatkan konsumsi
ransum, mempertahankan umur bertelur pertama dan bobot telur per butir,
namun belum mampu mempertahankan produksi telur quail day, bobot telur per
ekor per hari, dan konversi ransum. Penggunaan bungkil inti sawit yang terbaik
pada level 20% dilihat dari produksi telur quail day, bobot telur per ekor per hari
dan konversi ransum.

5.2. Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan menambahkan bahan pakan lain
dalam formulasi ransum atau dengan memberikan perlakuan terlebih dahulu
terhadap bungkil inti sawit sehingga dapat memperbaiki performa produksi
puyuh petelur.

38
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2002. Meningkatkan Produktivitas Puyuh Si Kecil yang Penuh


Potensi. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Achmad, D.H. 2011. Performa Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix


japonica) yang Diberi Pakan dengan Suplementasi Omega-3. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Achmanu, Muharlien, dan Salaby. 2011. Pengaruh Lantai Kandang (Rapat dan
Renggang) dan Imbangan Jantan-Betina terhadap Konsumsi Pakan,
Bobot Telur, Konversi Pakan dan Tebal Kerabang pada Burung Puyuh.
Jurnal Ternak Tropika. 12:1-14.

Agustina, D., N, Iriyanti dan S, Mugiyono. 2013. Pertumbuhan dan Konsumsi


Pakan pada berbagai Jenis Itik Betina yang Pakannya disuplementasi
Probiotik. Jurnal Ilmiah Peternakan. 1(2):691-698.

Ahmadi, S.E.T. 2014. Produktivitas Puyuh Petelur Cotunix cotunix japonica


yang diberi Tepung Daun Jati (Tectona grandis Linn. f.) dalam Ransum.
Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Akoso, B.T. 1998. Kesehatan Unggas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Alimon A.R. 2005. The Nutritive Value of Palm Kernel Cake for Animal Feed.
Palm Oil Development. Kuala Lumpur: Malaysian Palm Oil Board.

Amrullah, I.K. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor.

Amrullah, I.K. 2003. Seri Beternak Mandiri Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga
Satu Gunung Budi. Bogor.

Anggreini, R.E.A., F. Sidiq, dan W.W. Wardani. 2014. Kualitas Nutrisi dari
Berbagai Cara Pengolahan Bungkil Inti Sawit. Trouw Add Science (Edisi
Desember) 5:1-4.

Anggorodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas Kemajuan Mutakhir.


Indonesia University Press. Jakarta.

Anggorodi, R. 1995. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas.


Indonesia University Press. Jakarta.

Ardiansyah, H.R., E. Sujana, dan W. Tanwiriah. 2016. Pengaruh Pemberian


Tingkat Protein dalam Ransum terhadap Kualitas Telur Puyuh (Coturnix
coturnix japonica). Jurnal Universitas Padjajaran. 5(4):1-10.

39
Aritonang, D. 1984. Pengaruh Penggunaan Bungkil Inti Sawit dalam Ransum
Babi yang sedang Tumbuh. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Attia, Y.A., F.A.M. Anggor, F.S.A. Ismail, E.M.A. Qota, and E.A. Shakmak.
2006. Effect of Energy Level, Rice by Products and Enzyme Additions
on Growth Performance and Energy Utilization of Japanese Quail. In XII
European Poultry Conference pp. 10-14.

Atmamihardja, R.I., R.A.E. Pym, and D.J. Farrell. 1983. Calorimetric Studies on
Selected Lines of Japanese Quail. Aust J Agric Res. 34:799−8 7.

Bachari, I., R. Roeswandy, dan A. Nasution. 2006. Pemanfaatan Solid Dekanter


dan Suplementasi Mineral Zinkum dalam Ransum terhadap Produksi
Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Umur 6-17 Minggu dan
Daya Tetas. Jurnal Agribisnis Peternakan. 2:72-77.

Brand, Z., T.S. Brand, and C.R. Brown. 2003. The Effect of Dietary and Protein
Levels on Production in Breeding Female Ostrich. Br. Poult. Sci. 44:589-
606. https://doi.org/10.1080/0 0071660310001618343.

Boniran, S. 1999. Quality Control untuk Bahan Baku dan Produk Akhir Pakan
Ternak. Kumpulan Makalah Feed Quality Management Workshop.
American Soybean Association dan Balai Penelitian Ternak. Hal. 2-7.

Campbell, W. 1984. Principles of Fermentation Technology. Pergaman Press.


New York.

Choeronisa, S., E. Sujana dan T. Widjastuti. 2016. Produksi Telur Puyuh


(Coturnix coturnix japonica) yang dipelihara pada Flock Size yang
Berbeda. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Bandung.

Cowell, D. 1997. Japanese Quail. www.gbwf.org/quail/coturnixquail.html.


Diakses 20 Juli 2021.

Dari, R.L., A.M. Penz, A.M. Kessler and H.C. Jost. 2005. Use of Digestible
Amino Acids and the Concept of Ideal Protein in Feed Formulation for
Broilers. Journal App Poult Res. 14:195–203.

Dian, A., I. Ning, dan M. Sigit. 2013. Pertumbuhan dan Konsumsi Pakan pada
berbagai Jenis Itik Betina yang Pakannya disuplementasi Probiotik.
Jurnal Ilmiah Peternakan. 1(2):691-698.

Direktorat Jendral Perkebunan. 2014. Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas


Kelapa Sawit. Departemen Pertanian. Jakarta.

Direktorat Jendral Perkebunan. 2018. Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas


Kelapa Sawit. Departemen Pertanian. Jakarta.

40
Djalil, S. 2018. Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/01/04/jumlah-penduduk-
indonesia-2019-mencapai-267-juta-jiwa. Diakses 20 Juli 2021.

Djulardi, A., H. Muis, dan S.A. Latif. 2006. Nutrisi Aneka Satwa Ternak
Harapan. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang.

Elisabeth, J., dan S. P. Ginting. 2003. Pemanfaatan Hasil Samping Industri


Kelapa Sawit sebagai Bahan Pakan Ternak Sapi Potong. Prosiding
Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Pusat Penelitian Kelapa
Sawit. Hal. 110-119.

Ensminger, M.A. 1992. Poultry Science (Animal Agriculture Series). 3rd


Edition. Interstate Publisher. Inc., Danville. Illnois.

Ezieshi, E.V., dan J.M. Olomu. 2007. Nutritional Evaluation of Palm Kernel
Meal Types: 1. Proximate Composition and Metabolizable Energy
Values. Afr J Biotechnol. 6:2484-2486.

Fahmi, M.O., A.A. El-Faramawy, and S.A. Gabr. 2005. Changes in Blood
Parameters, Reproductive and Digestive Systems of Japanese Quail as
Response to Increased Population Density. Isotope and Rad. 37(2):287-
298.

Food and Agriculture Organization. 2007. Soybean Meal. Rome. Italy. Animal
Feed Resources Information System.

Ferket, P.R., dan A.G. Gernet. 2006. Factors that Affect Feed Intake of Meat
Bird. Journal Poultry Sci. 5(10):905-911.

Fransela, T.C., L.K. Sarajah, M.E.R. Montong, dan M. Najoan. 2017.


Performans Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) yang diberikan
Tepung Keong Sawah (Pila ampullacea) sebagai Pengganti Tepung Ikan
dalam Ransum. Jurnal Zootek. 37(1) : 62-69.

Gheisari, A., H.A. Halaji, G. Maghsoudinegad, M. Toghyani, A. Alibemani and


S.E. Saeid. 2011. Effect of Difference Dietary Levels of Energy and
Protein on Performance of Japanese Quails. In 2nd International
Conference on Agricultural and Animal Science. 4:156-159.

Giuliano, B and J. Selph. 2005. Quail Facts. Proceedings of the 1st Quail
Management Shortcourse. Department of Wildlife Ecology and
Conservation Institute of Food and Agricultural Scinces. University of
Florida. Florida.

Gusri, R., N, Nuraini dan M, Mirzah. 2020. Performa Puyuh yang diberi Limbah
Sawit Fermentasi dengan Pleurotus ostreatus dalam Ransum. Jurnal
Peternakan Indonesia. 22(2):228-235.

41
Handarini, R., E. Saleh, dan B. Togatorop. 2008. Produksi Burung Puyuh yang
diberi Ransum dengan Penambahan Tepung Umbut Sawit Fermentasi. J.
Agribisnis Peternakan, 4(3):107-110.

Hanifa, L., W.A. Sumadja, dan E. Hendalia. 2016. Pengaruh Penggunaan


Bungkil Inti Sawit terhadap Efisiensi Penggunaan Protein pada Puyuh
(Coturnix coturnix japonica) Betina Fase Grower. Program Studi
Peternakan Fakultas Peternakan. Universitas Jambi.

Harris, E.L. and V.S. Angal. 1989. Protein Purification Methods. Oxford
University Press. England.

Hazim, J., H.A. Al-Daraji, W.K. Al-Mashadani, H.A. Al-Wahyani, Mirza, and
A.S. Al-Hasani. 2010. Effect of Dietary Suplementation with Different
Oil on Productive and Reproductive Performance of Quail. International
Journal Poultry Science. 9(5):429-435.

Hunton, P. 1995. Poltry Production. Environmental Factor Involved in Growth


and Development. Amsterdam. Ensenvier Science.

Hutagalung, H. 2004. Karbohidrat. Bagian Ilmu Gizi. Fakultas Kedokteran.


Universitas Sumatera Utara. Medan.

Jaelani, A. dan N. Firahmi. 2007. Kualitas Sifat Fisik dan Kandungan Nutrisi
Bungkil Inti Sawit dari Berbagai Proses Pengolahan Crude Palm Oil
(CPO). Al ‘Ulum 33(3):1-7.

Jacob, J. and T. Pescatore. 2011. Avian Female Reproductive System. Jurnal


Cooperative Extention Service. University of Kentucky Collage of
Agriculture. 4(5):25-38.

Karlia, S., J.L. Walukow, R.L. Jein, dan M. Montong. 2017. Penampilan
Produksi Ayam Ras Petelur Mb 402 yang diberi Ransum Mengandung
Minyak Limbah Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis L). Jurnal Zootek.
37(1):123-134.

Kaselung, P.S. M.E.K. Montong, C.L.K. Sarayar, dan J.L.P. Saerang. 2014.
Penambahan Rimpang Kunyit (Curcuma domestica), Rimpang
Temulawak (Curcuma xanthorizza roxb) dan Rimpang Temu Putih
(Curcuma zedoaria rosc) dalam Ransum Komersial terhadap Performa
Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica). Fakultas Peternakan.
Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press.


Jakarta.

42
Kurniawan. 2011. Pengaruh Pemberian Gula Merah terhadap Performa Ayam
Pedaging. Karya Ilmiah. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kustiningrum, D.R. 2004. Pengaruh Pergantian Pakan Starter Terhadap


Performa Ayam Kampung. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas
Brawijaya. Malang.

Latifah, R. 2007. Th Inc ing of Afki D ck’ Egg Q li wi h P gn n


M ’ S m Gon o opin (Pm g) Ho mon . The Way to Increase of
Layer Duck. 4:1-8.

Leeson, S., and J.D. Summers. 2005. Commercial Poultry Nutrition. 3rd Ed.
Canada: University Books.

Lidya, L.E.A. 2004. Performan Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) Fase


Produksi yang Diberi Ransum Terbatas pada Pemeliharaan Sistem Cage.
Tesis. Universitas Padjajaran. Bandung.

Listiyowati, E. dan K. Roopitasari. 2009. Burung Puyuh Tata Laksana Budidaya


Secara Komersil. Penebar Swadaya. Jakarta.

Lokapirnasari, W.P. 2017. Nutrisi dan Manajemen Pakan Burung Puyuh.


Airlangga University Press. Surabaya.

Makinde, O.J., T.S.B. Tegbe, S.E. Babajide, I. Samuel, and E. Ameh. 2014.
Laying Performance and Egg Quality Characteristics of Japanese Quails
(Coturnix coturnix japonica) F P lm K n l M l n w ’ Di
Grainbased Diets. Science Education Development Institute. 4:1514-
1521.

Maknun, L., K. Sri, dan M. Isna. 2015. Performans Produksi Burung Puyuh
(Coturnix coturnix japonica) dengan Perlakuan Tepung Limbah
Penetasan Telur Puyuh. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan. 25(3):52-58.

Marsudi, dan C. Saparinto. 2012. Puyuh. Penebar Swadaya. Jakarta.

Masroh, F.K., E. Sudjarwo, E. Widodo. 2014. Pengaruh Penambahan Tepung


Kulit Singkong Terfermentasi terhadap Performans Pertumbuhan dan
Umur Pertama Bertelur pada Puyuh. Laporan Penelitian. Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.

McDonald, P., R.A. Edwars, J.F.E. Greenhalgh, and C.A. Morgan. 2002.
Animal Nutrition. 6th Ed. New York: Logman Scientific and Technical.

Mills, A.D., L.L. Crawford., M. Domjan., and J.M. Faure. 1997. The Behavior
of the Japanese or Domestic Quail Coturnix Japonica. Neuroscience &
Biobehavioral Reviews. 21(3):261-281.

43
Mousavi, S. N., S. Khalaji, A. Ghasemi-Jirdeh, and F, Foroudi. 2013.
Investigation on the Eff ects of Various Protein Levels with Constant
Ratio of Digestible Sulfur Amino Acids and Threonine to Lysine on
Performance, Egg Quality and Protein Retention in Two Strains of
Laying Hens. Italian Journal of Animal Science. 12(2):9-15.

Mufti, M. 1997. Dampak Fotoregulasi dan Tingkat Protein Ransum Selama


Periode Pertumbuhan terhadap Kinerja Burung Puyuh Petelur. Thesis.
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nesheim, M.N., R.E. Austic and L.E. Card. 1979. Poultry Production. Twelfth
Edition. Philadelphia.

North, M.O. and D.D. Bell. 1992. Commercial Chicken Production Manual. 4th
Edition. An AVI Book Published by Van Nostrand Reinhold. New York.

NRC. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. National Academy Science.


Washington DC.

Nugroho, I.G. dan K. Mayun. 1986. Beternak Burung Puyuh. Penerbit Eka
Offset. Semarang.

Nur, H. 2001. Peranan Konsentrasi Vitamin E dan Selenium dalam Ransum


terhadap Reproduksi Puyuh. Disertasi. Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Perez, R. 1997. Feeding Pigs in Tropics. Rome: Food Agriculture Organization


of the United Nations.

Pitaloka, W. 2016. Performa Produksi Telur Puyuh (Coturnix coturnix japonica)


yang diberi Ransum Mengandung Bungkil Inti Sawit. Skripsi. Program
Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Jambi.

Pranata, A. 2015. Pengaruh Pemberian Bungkil Inti Kelapa Sawit yang


difermentasi Menggunakan Isolat Selulolitik dari Belalang Kembara
pada Pakan terhadap Penampilan Produksi Puyuh Jantan. Buletin
Peternakan. 39:49-56.

Proudfoot, F.G., H.W. Hulan, dan K.B. McRae. 1988. Performance


Comparisons of Phased Protein Dietary Regimens Fed to Commercial
Leghorns During the Laying Period. Poult. Sci. 67:1447-1454.

Radhitya, A. 2015. Pengaruh Pemberian Tingkat Protein Ransum pada Fase Grower
terhadap Pertumbuhan Puyuh (Cotunix cotunix japonica). Students
eJournal. 4(2): 1- 11.

Rahmasari, R., Sumiati., and D.A. Astuti. 2014. The Effect of Silkworm Pupae
(Bombyx mori) Meal to Subtitute Fish Meal on Production and Physical

44
Quality of Quail Eggs (Coturnix coturnix japonica). J. Indonesian Trop.
Anim. Agric. 39: 180- 187.

Rasyaf, M. 1991. Pengelolaan Produksi Telur. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Rasyaf, M. 1994. Beternak Ayam Ras Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rasyaf, M. 2003. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.

Setiawan, D. 2006. Performa Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix


japonica) pada Perbandingan Jantan dan Betina yang Berbeda. Skripsi.
Program Studi Teknologi Produksi Ternak Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Setyawan, A.E., E. Sudjarwo, E. Widodo, dan H. Prayogi. 2012. Pengaruh


Penambahan Limbah Teh dalam Pakan terhadap Penampilan Produksi
Telur Burung Puyuh. Jurnal Ilmu Peternakan. 23:7-10.

Shakila, S. and P.S. Reddy. 2014. Certain Observations on Nutritive Value of


Palm Kernel Meal in Comparison to Deoiled Rice Bran. International
Journal of Science, Environment and Technology. 3:1071-1075.

Sinurat, A. P. 2003. Pemanfaatan Lumpur Sawit untuk Bahan Pakan Unggas.


Wartazoa. 13:39-47.

Sinurat, A.P., T. Purwadaria, I.A.K. Bintang, T. Pasaribu, B.P. Manurung and N.


Manurung. 2008. Substitution of Corn with Enzymes Treated Palm Oil
Sludge in Laying Hens Diet. Proc. XXIII World’s Poult. Sci Congress.
Brisbane, Australia.

Sinurat, A.P., I.W. Mathius, dan T. Purwadaria. 2012. Pengolahan dan


Pemanfaatan Hasil Samping Industri Sawit sebagai Bahan Pakan. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementrian Pertanian. Jakarta.

SNI. 2006. Pakan Puyuh Petelur (Quail Layer). Badan Standarisasi Nasional.
Indonesia. 01-3907.

SNI. 2013. Bungkil Kedelai-Bahan Pakan Ternak. Badan Standarisasi Nasional.


Indonesia. 4227.

SNI. 2017. Bungkil Inti Sawit-Bahan Pakan Ternak. Badan Standarisasi


Nasional. Indonesia. 7856.

Starck, M.J., G.H.A. Rahman. 2003. Phenotypic Flexibility of Structure and


Function of the Digestive System of Japanese Quail. Journal Exp
Biology. 206:1887–1897.
Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1993. Principle and Procedure of Statistics.
Second Edition. McGraw-hill Book Company Aukland. Newzealand.

45
Sudrajat, D.D., Kardaya, E. Dihansih, dan S.F.S. Puteri. 2014. Performa
Produksi Telur Burung Puyuh yang diberi Ransum Mengandung
Kromium Organik. JITV. 19(4): 257-262.

Sugiharto, R.E. 2005. Meningkatkan Keuntungan Beternak Puyuh. Agromedia


Pustaka. Jakarta.

Sundu, B., A. Kumar, and J. Dingle. 2006. Palm Kernel Meal in Broiler Diets:
Effect on Chicken Performance and Health. Journal Poultry Science.
62:316-325.

Suprijatna, E., U. Atmomarsono, dan K. Ruhyat. 2005. Ilmu Dasar Ternak


Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suprijatna, E., U. Atmomarsono, dan R. Kartasudjana. 2008. Ilmu Dasar Ternak


Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Swick, R.A. 2001. An Update on Soybean Meal Quality Considerations.


American Soybean Association. Singapore.

Tafsin, M. 2007. Kajian Polisakarida Mannan dari Bungkil Inti Sawit sebagai
Pengendali Salmonella Thypimurium dan Immunostimulan pada Unggas.
Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Thear, K. 2005. Keeping Quail. Broad Leys Publishing Ltd. United Kingdom.

Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusuma, dan S.


Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar Cetakan ke-5. Gadjah
Mada University Press. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.

Tiwari K.S., B. Panda. 1978. Production and Quality Characteristics of Quail


Eggs. Indian Journal of Poultry Sci. 13(1):27-32.

Trisiwi, H.F., Zuprizal, dan Supadmo. 2004. Pengaruh Level Protein dengan
Koreksi Asam Amino Esensial dalam Pakan terhadap Penampilan, dan
Nitrogen Ekskreta Ayam Kampung. Buletin Peternakan. 28(3):131-141.

Triyanto. 2007. Performa Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)


Periode Produksi Umur 6-13 Minggu pada Lama Pencahayaan yang
Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tugiyanti, E., Rosidi, dan A.K. Anam. 2017. Pengaruh Tepung Daun Sukun
(Artocarpus altilis) terhadap Produksi dan Kualitas Telur Puyuh
(Coturnix-coturnix japonica). Agripet. 17(2):121-131.
Utomo, J.Y., E. Sudjarwo, dan A.A. Hamiyanti. 2014. Pengaruh Penambahan
Tepung Darah pada Pakan terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan

46
Bobot Badan, Konversi Pakan serta Umur Pertama Kali Bertelur Burung
Puyuh. Jurnal Ilmu Peternakan. 24(2): 41-48.

Varghese, S.K. 2007. The Japanese Quail. Feather Fancier News-paper. Canada.

Wahju. 1992. Ilmu Makanan Ternak. Gadjah Mada University Press.


Yogyakarta.

Wahju. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Progression, W. 2003. Burung Puyuh. http://warintek.progressio.or.id-byrans.


Diakses 16 Oktober 2019.

Wing-Keong Ng. 2003. The Potential Use of Palm Kernel Meal in Aquaculture
Feeds. Journal Aquaculture Asia. 8(1): 7–9.

Widjastuti, T. dan R. Kartasudjana. 2006. Pengaruh Pembatasan Ransum dan


Implikasinya terhadap Performa Puyuh Petelur pada Fase Produksi
Pertama. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Bandung.

Wuryadi, S. 2011. Buku Pintar Beternak dan Bisnis Puyuh. Agromedia Pustaka.
Jakarta.

Yatno. 2009. Isolasi Protein Bungkil Inti Sawit dan Kajian Nilai Biologinya
sebagai Alternatif Bungkil Kedelai pada Puyuh. Disertasi. Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Yatno. 2011. Fraksinasi dan Sifat Fisiko-Kimia Bungkil Inti Sawit. Agrinak.
1(1): 11-16.

Yazgan, O., S. Boztepe, A. Ozturk., S. Parlat and B. Dag. 1996. Effect of


Different Stocking and Lighting Regimes on Fattening Performance and
Sexual Maturity of Japanase Quails. Turk Veteriner. 20(4):261-265.

Yuwanta, T. 2007. Telur dan Produksi Telur. Universitas Gadjah Mada Press.
Yogyakarta.

Zainudin, S. dan Syahruddin. 2012. Pemanfaatan Tepung Keong Mas sebagai


Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum terhadap Performa dan Produksi
Telur Puyuh. Laporan Penelitian. Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian
Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo.

Zarei, M., A. Ebrahimpour, A.A. Hamid, F. Anwar, and N. Sari. 2012.


Production of Defatted Palm Kernel Cake Protein Hydrolysate as a
Valuable Source of Natural Anti Oxidants. Int J Mol Sci. 13: 8097-8111.

Zupriyal. 1998. Nutrisi Unggas Lanjut. Diktat Kuliah Fakultas Peternakan


Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

47
LAMPIRAN

48
Lampiran 1. Analisis Rataan Konsumsi Ransum Puyuh Fase Layer
(gram/ekor/hari) yang Diberi Bungkil Inti Sawit sebagai
Pensubstitusi Sebagian Bungkil Kedelai dalam Ransum

Rataan Konsumsi Ransum Puyuh Fase Layer (gram/ekor/hari)


Ulangan Standar
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3 4 5 Deviasi
P1 28,77 26,27 26,75 27,90 28,51 138,20 27,64 1,09
P2 26,47 29,17 26,77 26,80 28,26 137,47 27,49 1,17
P3 30,25 30,11 30,20 28,70 29,87 149,13 29,83 0,65
P4 27,23 28,84 30,74 30,92 30,01 147,74 29,55 1,53
Total 572,54 28,63 1,52

Perhitungan:

Y..
FK =
57 54 3 7.8 5
= =
5 4
=16.390,10

JKT = Y ij - FK
= 28,77² + 26,27² + 26,75² + ··· + 30,01² – 16.390,10
= 16.434,10 – 16.390,10
= 44,00

Y
JKP = - FK
38 37 47 49 3 47 74
= - 6.39
5
= 16.412,82 – 16.390,10
= 22,72

JKG = JKT – JKP


= 44,00 – 22,72
= 21,28

JKP 7 7
KTP = = = 7,57
– 4– 3

JKG 8 8
KTG = 33
n– –4 6

KTP 7 57
F hitung = KTG 5 69
33

49
Tabel Sidik Ragam Konsumsi Ransum
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Tabel
F Hitung
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 5% 1%
Perlakuan 3 22,72 7,57 5,69** 3,24 5,29
Galat 16 21,28 1,33
Total 19 44,00
Keterangan: ** = Perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap konsumsi ransum
dimana F hi ng ˃ F l hingg p l il k k n ji l nj .

Uji DMRT Konsumsi Ransum

KTG
Standar Error ( SE ) =√
33
=√ 5
= 0,52

Jarak Nyata Terkecil


P SSR 5% LSR 5% SSR 1% LSR 1%
2 2,99 1,54 4,13 2,13
3 3,14 1,62 4,30 2,22
4 3,23 1,67 4,42 2,28

Urutan Data dari Terkecil ke Terbesar


Perlakuan P2 P1 P4 P3
Rataan 27,49 27,64 29,55 29,83

Perlakuan Selisih LSR 5% LSR 1% Keterangan


P2-P1 0,15 1,54 2,13 ns
P2-P4 2,06 1,62 2,22 *
P2-P3 2,34 1,67 2,28 **
P1-P4 1,91 1,54 2,13 *
P1-P3 2,19 1,62 2,22 *
P4-P3 0,28 1,54 2,13 ns
Keterangan: ** = Berbeda sangat nyata
* = Berbeda nyata
ns = Tidak berpengaruh nyata
Superskrip
P2 P1 P4 P3
a
27,49 27,64a 29,55b 29,83b

50
Lampiran 2. Analisis Rataan Umur Bertelur Pertama Puyuh Fase Layer
(hari) yang Diberi Bungkil Inti Sawit sebagai Pensubstitusi
Sebagian Bungkil Kedelai dalam Ransum

Rataan Umur Bertelur Pertama Puyuh Fase Layer (hari)


Ulangan Standar
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3 4 5 Deviasi
P1 50 49 50 51 50 250 50,00 0,70
P2 51 49 49 50 51 250 50,00 1,00
P3 49 49 49 52 52 251 50,20 1,64
P4 52 49 49 49 51 250 50,00 1,41
Total 1.001 50,05 1,15

Perhitungan:

Y..
FK =
= =
5 4
= 50.100,05

JKT = Y ij - FK
= 50² + 49² + 50² + ··· + 51² – 50.100,05
= 50.125 – 50.100,05
= 24,95

Y
JKP = - FK
5 5 5 5
= -5 5
5
= 50.102,2 – 50.100,05
= 2,15

JKG = JKT – JKP


= 24,95 – 2,15
= 22,8

JKP 5 5
KTP = = = 0,72
– 4– 3

JKG 8 8
KTG = 43
n– –4 6

KTP 7
F hitung = KTG 5
43

51
Tabel Sidik Ragam Umur Bertelur Pertama
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Tabel
F Hitung
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 5% 1%
Perlakuan 3 2,15 0,72 0,50ns 3,24 5,29
Galat 16 22,8 1,43
Total 19 24,95
Keterangan: ns = Perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap umur bertelur
pertama dimana F hitung < F tabel 5% sehingga tidak perlu dilakukan
uji lanjut.

52
Lampiran 3. Analisis Rataan Bobot Telur per Butir Puyuh Fase Layer
(gram/butir) yang Diberi Bungkil Inti Sawit sebagai
Pensubstitusi Sebagian Bungkil Kedelai dalam Ransum

Rataan Bobot Telur per Butir Puyuh Fase Layer (gram/butir)


Ulangan Standar
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3 4 5 Deviasi
P1 8,85 8,90 8,72 8,67 8,72 43,86 8,77 0,10
P2 8,30 8,34 8,87 8,71 8,21 42,43 8,49 0,29
P3 8,66 8,71 8,70 7,72 7,90 41,69 8,34 0,49
P4 7,89 8,64 8,69 8,63 8,00 41,85 8,37 0,39
Total 169,83 8,49 0,36

Perhitungan:

Y..
FK =
69 83 8.84 3
= =
5 4
= 1.442,11

JKT = Y ij - FK
= 8,85² + 8,90² + 8,72² + ··· + 8,00² – 1.442,11
= 1.444,63 – 1.442,11
= 2,52

Y
JKP = - FK
43 86 4 43 4 69 4 85
= - 44
5
= 1.442,70 – 1.442,11
= 0,59

JKG = JKT – JKP


= 2,52 – 0,59
= 1,93

JKP 59 59
KTP = = = 0,20
– 4– 3

JKG 93 93
KTG = n– –4 6

KTP
F hitung = KTG 67

53
Tabel Sidik Ragam Bobot Telur per Butir
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Tabel
F Hitung
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 5% 1%
Perlakuan 3 0,59 0,20 1,67ns 3,24 5,29
Galat 16 1,93 0,12
Total 19 2,52
Keterangan: ns = Perlakuan tidak memberikan pengaruh terhadap bobot telur dimana
Fhitung < Ftabel 5% sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut.

54
Lampiran 4. Analisis Rataan Produksi Telur Puyuh Quail Day Fase Layer
(%) yang Diberi Bungkil Inti Sawit sebagai Pensubstitusi
Sebagian Bungkil Kedelai dalam Ransum

Rataan Produksi Telur Quail Day Puyuh Fase Layer (%)


Ulangan Standar
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3 4 5 Deviasi
P1 59,35 60,00 52,90 50,97 50,97 274,19 54,84 4,49
P2 52,67 39,33 40,63 35,63 46,00 214,26 42,85 6,63
P3 53,13 42,50 51,88 46,21 47,59 241,31 48,26 4,32
P4 37,24 41,88 40,63 39,38 42,67 201,80 40,36 2,15
Total 931,56 46,58 7,14

Perhitungan:

Y..
FK =
93 56 867.8 4 3
= =
5 4
= 43.390,20

JKT = Y ij - FK
= 59,35² + 60,00² + 52,90² + ··· + 42,67² – 43.390,20
= 44.357,80 – 43.390,20
= 967,60

Y
JKP = - FK
74 9 4 6 4 3 8
= - 43.39
5
= 44.008,26 – 43.390,20
= 618,06

JKG = JKT – JKP


= 967,60 – 618,06
= 349,54

JKP 6 8 6 6 8 6
KTP = = = 206,02
– 4– 3

JKG 349 54 349 54


KTG = 85
n– –4 6

KTP 6
F hitung = KTG 9 43
85

55
Tabel Sidik Ragam Produksi Telur Quail Day
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Tabel
F Hitung
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 5% 1%
Perlakuan 3 618,06 206,02 9,43** 3,24 5,29
Galat 16 349,54 21,85
Total 19 967,60
Keterangan: ** = Perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap produksi telur dimana F
hi ng ˃ F l hingg p l il k k n ji l nj .

Uji DMRT Produksi Telur Quail Day

KTG
Standar Error ( SE ) =√
85
=√ 5
= 2,09

Jarak Nyata Terkecil


P SSR 5% LSR 5% SSR 1% LSR 1%
2 2,99 6,25 4,13 8,63
3 3,14 6,56 4,30 8,99
4 3,23 6,75 4,42 9,24

Urutan Data dari Terkecil ke Terbesar


Perlakuan P4 P2 P3 P1
Rataan 40,36 42,85 48,26 54,84

Perlakuan Selisih LSR 5% LSR 1% Keterangan


P4-P2 2,49 6,25 8,63 ns
P4-P3 7,90 6,56 8,99 *
P4-P1 14,48 6,75 9,24 **
P2-P3 5,41 6,25 8,63 ns
P2-P1 11,99 6,56 8,99 **
P3-P1 6,58 6,25 8,63 *
Keterangan: ** = Berbeda sangat nyata
* = Berbeda nyata
ns = Tidak berpengaruh nyata

Superskrip
P4 P2 P3 P1
40,36a 42,85ab 48,26b 54,84c

56
Lampiran 5. Analisis Rataan Bobot Telur per Ekor per Hari Puyuh Fase
Layer (gram/ekor/hari) yang Diberi Bungkil Inti Sawit sebagai
Pensubstitusi Sebagian Bungkil Kedelai dalam Ransum

Rataan Bobot Telur per Ekor per Hari Puyuh Fase Layer (gram/ekor/hari)
Ulangan Standar
Jumlah Rataan
Perlakuan 1 2 3 4 5 Deviasi
P1 5,44 5,54 4,79 4,57 4,61 24,95 4,99 0,47
P2 4,72 3,58 3,61 3,13 4,05 19,09 3,82 0,60
P3 4,63 3,65 4,54 3,93 4,16 20,91 4,18 0,41
P4 3,25 3,74 3,59 3,53 3,65 17,76 3,55 0,19
Total 82,71 4,14 0,69

Perhitungan:

Y..
FK =
8 7 6.84 94
= =
5 4
= 342,05

JKT = Y ij - FK
= 5,44² + 5,54² + 4,79² + ··· + 3,65² – 342,05
= 351,04 – 342,05
= 8,99

Y
JKP = - FK
4 95 9 9 9 7 76
= - 34 5
5
= 347,92 – 342,05
= 5,87

JKG = JKT – JKP


= 8,99 – 5,87
= 3,12

JKP 5 87 5 87
KTP = = = 1,96
– 4– 3

JKG 3 3
KTG = n– –4 6

KTP 96
F hitung = KTG 98

57
Tabel Sidik Ragam Bobot Telur per Ekor per Hari
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Tabel
F Hitung
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 5% 1%
Perlakuan 3 5,87 1,96 9,80** 3,24 5,29
Galat 16 3,12 0,20
Total 19 8,99
Keterangan: ** = Perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap produksi telur dimana F
hi ng ˃ F l sehingga perlu dilakukan uji lanjut.

Uji DMRT Bobot Telur per Ekor per Hari


KTG
Standar Error ( SE ) =√

=√ 5
= 0,2

Jarak Nyata Terkecil


P SSR 5% LSR 5% SSR 1% LSR 1%
2 2,99 0,60 4,13 0,83
3 3,14 0,62 4,30 0,86
4 3,23 0,65 4,42 0,88

Urutan Data dari Terkecil ke Terbesar


Perlakuan P4 P2 P3 P1
Rataan 3,55 3,82 4,18 4,99

Perlakuan Selisih LSR 5% LSR 1% Keterangan


P4-P2 0,27 0,60 0,83 ns
P4-P3 0,63 0,62 0,86 *
P4-P1 1,44 0,65 0,88 **
P2-P3 0,36 0,60 0,83 ns
P2-P1 1,17 0,62 0,86 **
P3-P1 0,81 0,60 0,83 *
Keterangan: ** = Berbeda sangat nyata
* = Berbeda nyata
ns = Tidak berpengaruh nyata

Superskrip
P4 P2 P3 P1
40,4a 42,6ab 48,4b 54,8c

58
Lampiran 6. Analisis Rataan Konversi Ransum Puyuh Fase Layer yang
Ddiberi Bungkil Inti Sawit sebagai Pensubstitusi Sebagian
Bungkil Kedelai dalam Ransum

Rataan Konversi Ransum Puyuh Fase Layer


Ulangan Standar
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3 4 5 Deviasi
P1 5,62 4,96 6,08 6,20 6,45 29,30 5,86 0,59
P2 5,95 9,32 8,00 8,63 7,25 39,15 7,83 1,30
P3 6,86 8,60 7,06 7,55 7,77 37,84 7,57 0,68
P4 9,04 8,02 8,98 9,24 8,73 44,02 8,80 0,47
Total 150,31 7,52 1,33

Perhitungan:

Y..
FK =
5 3 .593 96
= =
5 4
= 1.129,65

JKT = Y ij - FK
= 5,62² + 4,96² + 6,08² + ··· + 8,73² – 1.129,65
= 1.163,011– 1.129,65
= 33,36

Y
JKP = - FK
93 39 5 37 84 44
= - . 9 65
5
= 1.152,17– 1.129,65
= 22,52

JKG = JKT – JKP


= 33,36 – 22,52
= 10,84

JKP 5 5
KTP = = = 7,51
– 4– 3

JKG 84 84
KTG = 68
n– –4 6

KTP 75
F hitung = KTG 4
68

59
Tabel Sidik Ragam Konversi Ransum
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Tabel
F Hitung
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 5% 1%
Perlakuan 3 22,52 7,51 11,04** 3,24 5,29
Galat 16 10,84 0,68
Total 19 33,36
Keterangan: ** = Perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap konversi ransum dimana F
hi ng ˃ F l 1% sehingga perlu dilakukan uji lanjut.

Uji DMRT Konversi Ransum

KTG
Standar Error ( SE ) =√
68
=√ 5
= 0,37

Jarak Nyata Terkecil


P SSR 5% LSR 5% SSR 1% LSR 1%
2 2,99 1,10 4,13 1,53
3 3,14 1,16 4,30 1,59
4 3,23 1,19 4,42 1,63

Urutan Data Terkecil ke Terbesar


Perlakuan P1 P3 P2 P4
Rataan 5,86 7,57 7,83 8,80

Perlakuan Selisih LSR 5% LSR 1% Keterangan


P1-P3 1,71 1,10 1,53 **
P1-P2 1,97 1,16 1,59 **
P1-P4 2,94 1,19 1,63 **
P3-P2 0,26 1,10 1,53 ns
P3-P4 1,24 1,16 1,59 *
P2-P4 0,97 1,10 1,53 ns
Keterangan: ** = Berbeda sangat nyata
* = Berbeda nyata
ns = Tidak berpengaruh nyata

Superskrip
P1 P3 P2 P4
5,86a 7,57b 7,83bc 8,80c

60
Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian

Proses Pembuatan Kandang Penelitian Penyemprotan Desinfektan

Pemberian Pakan Pemberian Air Minum

Pengambilan Telur Pengacakan Unit Kandang

61
Tampak Kandang pada Siang Hari Tampak Kandang pada Malam Hari

Penimbangan Puyuh Penimbangan Telur

Penimbangan Sisa Pakan Pakan yang telah di Timbang

Penimbangan Bahan Pakan Penelitian

62
Pengisian Air Minum Pencucian Wadah Air Minum

Penomoran Unit Kandang Penelitian

63

Anda mungkin juga menyukai