Anda di halaman 1dari 6

Aplikasi Pencari Rute Optimum Menggunakan

Algoritma Semut Di Kampus Universitas


Sumatera Utara Dengan Dukungan
Sistem Informasi Geografis
Friendly Purba, Syahril Efendy, M. Andri Budiman
Program Studi S-1 Ilmu Komputer, Universitas Sumatera Utara
Jl. Universitas N0. 24-A, Kampus USU, Medan, Indonesia
e-mail: friendlypurba@student.usu.ac.id
email: mandrib@gmail.com
email: syahrilkom1@yahoo.com
Abstrak Pencarian rute terpendek secara umum dapat dibagi
menjadi dua metode yaitu metode konvensional dan metode
heuristik. Metode heuristik lebih cocok digunakan daripada
metode konvensional dalam mencari rute terpendek dengan data
yang besar. Metode heuristik yang sering digunakan dalam
penentuan rute terpendek adalah algoritma semut. Algoritma
Semut ini diadopsi dari perilaku alami semut dimana dengan
Algoritma Semut ini pencarian rute terpendek menjadi lebih
singkat walaupun menggunakan data yang banyak. Setelah
dilakukan pengujian kepada setiap parameter algoritma semut,
diperoleh bahwa parameter banyak semut dan siklus
mempengaruhi probalitas dalam pencarian titik tujuan dan
waktu eksekusi pencarian, parameter
ij
, q
0
dan mempengaruhi
probabilitas dalam pencarian titik tujuan, sedangkan parameter
dan berpengaruh dalam waktu eksekusi pencarian rute
optimum. Aplikasi pencari rute optimum yang
mengimplementasikan Algoritma Semut ini dibangun dengan
menggunakan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis
MapWindow dan Delphi 2009, diharapkan mampu memberikan
informasi yang cukup berguna bagi pengguna jalan di
Universitas Sumatera Utara.
Keyword Graph, Shortest Path, Ant Algorithm, Optimization,
Geofraphic Information System.
1. PENDAHULUAN
Kampus Universitas Sumatera Utara berlokasi di tengah
kota Medan tepatnya di Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan
Medan Baru. Dengan luas 122 ha dan mahasiswa yang
berjumlah 33.000 orang, pencarian rute terpendek akan sangat
diperlukan bagi pengguna jalan yang tidak tahu jalan mana
yang akan dilalui agar sampai ke tempat tujuannya di areal
kampus Universitas Sumatera Utara, apalagi bagi pengguna
jalan yang baru pertama kali mengunjungi kampus Universitas
Sumatera Utara.
Pencarian rute terpendek terbagi menjadi dua metode yaitu
metode konvensional dan metode heuristik. Metode
konvensional cenderung lebih mudah dipahami daripada
metode heuristik, tetapi jika dibandingkan, hasil yang
diperoleh dari metode heuristik lebih variatif dan waktu
perhitungan yang diperlukan lebih singkat. Salah satu metode
heuristik yang sering digunakan adalah Algoritma Semut (Ant
Algorithm).
2. ALGORITMA SEMUT
Algoritma Semut merupakan teknik probabilistik untuk
menyelesaikan masalah komputasi dengan menemukan rute
terpendek dari suatu graf. Dalam mencari rute terpendek
dalam algoritma semut, semut-semut tiruan akan bertindak
seperti agen, dimana setiap semut memiliki rute masing-
masing dari titik awal menuju titik tujuan dengan tidak
mengunjungi suatu titik lebih dari satu kali untuk
mendapatkan hasil terbaik. Proses mencari rute optimal
tersebut tidak semudah yang kita bayangkan dan tentu saja
memerlukan rumus yang pada intinya menerapkan suatu
fungsi heuristik yang cukup rumit. [1].
Parameter-parameter algoritma semut adalah sebagai
berikut:
a. Intensitas feromon (
ij
).
b. Tetapan siklus semut (q
0
).
c. Tetapan pengendali intensitas visibilitas (), nilai 0.
d. Tetapan pengendali feromon (), nilai 0.
e. Jumlah semut (m).
f. Tetapan penguapan feromon (), nilai harus > 0
dan < 1.
g. Jumlah siklus maksimum (NC
max
).
A. Karakteristik Algoritma Semut
1) Aturan Transisi Status
Aturan transisi status adalah aturan yang digunakan dalam
memilih titik tujuan berikutnya dengan melakukan
perhitungan probabilitas masing-masing titik tujuan yang
mungkin. Aturan transisi status yang berlaku pada Algoritma
Semut adalah sebagai berikut:
Seekor semut yang ditempatkan pada titik t memilih untuk
menuju ke titik v, kemudian dibangkitkan bilangan acak
dimana 0q1, q sebuah parameter yaitu probabilitas semut
melakukan eksplorasi pada setiap tahapan, dimana (0q
0
1)
dan p
k
(t,v) adalah probabilitas dimana semut k memilih untuk
bergerak dari titik t ke titik v.
Jika q q
0
maka pemilihan titik yang akan dituju
menerapkan aturan yang ditunjukkan oleh persamaan (1)
dibawah ini:
n i u t u t u t temporary
i i
,..., 3 , 2 , 1 ) , ( . ) , ( ) , ( , = =


, ,

) , ( . ) , ( m a x
i i
u t u t v =
dengan v = titik yang akan dituju.
Sedangkan jika q>q
0
digunakan persamaan (2) berikut ini,

=
= =
n
i
i i
i i
k
u t u t
v t v t
v t p v
1
) , ( . ) , (
) , ( . ) , (
) , (



Setelah hasil perhitungan probabilitas semut yang akan
dipilih berikutnya selesai, kemudian dicari probabilitas
kumulatifnya (q
k
) dimana q
1
= p
i1
sedangkan q
k
= q
k-1
+ p
ij
untuk k = 2,3,4, ..., n. Kemudian dibangkitkan bilangan
random (r) antara 0 sampai 1. Titik ke-k akan terpilih jika
q
k-1
< r q
k
.
2) Aturan Pembaruan Feromon Lokal
Selagi melakukan perjalanan untuk mencari solusi
pencarian rute terpendek, semut mengunjungi sisi-sisi dan
mengubah tingkat feromon pada sisi-sisi tersebut dengan
menerapkan aturan pembaruan feromon lokal yang
ditunjukkan oleh persamaan (3) dibawah ini.
, ) , ( ) , ( . 1 ) , ( v t v t v t - -
c L
v t
n n
.
1
) , ( =
dimana:
L
nn
: panjang rute yang diperoleh..
c : jumlah titik yang sudah dijalani.
: tetapan penguapan feromon.
: perubahan intensitas feromon.
3) Aturan Pembaruan Feromon Global
Pembaruan feromon secara global hanya dilakukan oleh
semut yang membuat rute terpendek sejak permulaan
percobaan. Pada akhir sebuah siklus, setelah semua semut
menyelesaikan perjalanan mereka, intensitas feromon
diperbaharui pada sisi-sisi yang dilewati oleh seekor semut
yang telah menemukan rute optimum. Tingkat feromon itu
diperbarui dengan menerapkan aturan pembaruan feromon
global yang ditunjukkan oleh persamaan (4) dibawah ini.
, ) , ( . ) , ( . 1 ) , ( v t v t v t - -

e
=
-
0
) , (
) , (
1
terbaik rute v t jika L
v t
gb

dimana:
(t,v) : nilai feromon akhir setelah mengalami pembaruan
lokal.
L
gb
: panjang rute terpendek pada akhir siklus.
: tetapan pengendali feromon.
: perubahan intensitas feromon. [2].
B. Pseudoc ode Algoritma Semut
Dari analisis diatas, dapat dibuat pseudoc ode algoritma
semut yaitu:
Dari analisa terhadap Algoritma Semut ini, beberapa hal
yang penting adalah:
1. Dalam pemilihan titik berdasarkan persamaan probabilitas
diperlukan nilai parameter q dan r yang merupakan sebuah
bilangan acak dimana 0 q 1 dan 0 r 1.
2. Setiap semut harus memiliki daftar_kota untuk menyimpan
hasil perjalanannya masing-masing. Daftar_kota berisi
kumpulan sisi yang merupakan bagian dari rute perjalanan
setiap semut. Nilai dari masing-masing daftar_kota akan
dikosongkan kembali setiap kali semut akan memulai
rutenya (siklus baru).
3. Proses pembaruan intensitas feromon dipengaruhi oleh dua
parameter yaitu dan ( keduanya bernilai antara 0
sampai 1) dan (didapat dari satu per hasil perkalian
panjang rute yang ditempuh dengan jumlah verteks yang
ada pada graf tersebut). [2].
A. Karakteristik Algoritma Semut
1) Aturan Transisi Status
Aturan transisi status adalah aturan yang digunakan dalam
memilih titik tujuan berikutnya dengan melakukan
perhitungan probabilitas masing-masing titik tujuan yang
mungkin. Aturan transisi status yang berlaku pada Algoritma
Semut adalah sebagai berikut:
Seekor semut yang ditempatkan pada titik t memilih untuk
menuju ke titik v, kemudian dibangkitkan bilangan acak
dimana 0q1, q sebuah parameter yaitu probabilitas semut
melakukan eksplorasi pada setiap tahapan, dimana (0q
0
1)
dan p
k
(t,v) adalah probabilitas dimana semut k memilih untuk
bergerak dari titik t ke titik v.
Jika q q
0
maka pemilihan titik yang akan dituju
menerapkan aturan yang ditunjukkan oleh persamaan (1)
dibawah ini:
n i u t u t u t temporary
i i
,..., 3 , 2 , 1 ) , ( . ) , ( ) , ( , = =


, ,

) , ( . ) , ( m a x
i i
u t u t v =
dengan v = titik yang akan dituju.
Sedangkan jika q>q
0
digunakan persamaan (2) berikut ini,

=
= =
n
i
i i
i i
k
u t u t
v t v t
v t p v
1
) , ( . ) , (
) , ( . ) , (
) , (



Setelah hasil perhitungan probabilitas semut yang akan
dipilih berikutnya selesai, kemudian dicari probabilitas
kumulatifnya (q
k
) dimana q
1
= p
i1
sedangkan q
k
= q
k-1
+ p
ij
untuk k = 2,3,4, ..., n. Kemudian dibangkitkan bilangan
random (r) antara 0 sampai 1. Titik ke-k akan terpilih jika
q
k-1
< r q
k
.
2) Aturan Pembaruan Feromon Lokal
Selagi melakukan perjalanan untuk mencari solusi
pencarian rute terpendek, semut mengunjungi sisi-sisi dan
mengubah tingkat feromon pada sisi-sisi tersebut dengan
menerapkan aturan pembaruan feromon lokal yang
ditunjukkan oleh persamaan (3) dibawah ini.
, ) , ( ) , ( . 1 ) , ( v t v t v t - -
c L
v t
n n
.
1
) , ( =
dimana:
L
nn
: panjang rute yang diperoleh..
c : jumlah titik yang sudah dijalani.
: tetapan penguapan feromon.
: perubahan intensitas feromon.
3) Aturan Pembaruan Feromon Global
Pembaruan feromon secara global hanya dilakukan oleh
semut yang membuat rute terpendek sejak permulaan
percobaan. Pada akhir sebuah siklus, setelah semua semut
menyelesaikan perjalanan mereka, intensitas feromon
diperbaharui pada sisi-sisi yang dilewati oleh seekor semut
yang telah menemukan rute optimum. Tingkat feromon itu
diperbarui dengan menerapkan aturan pembaruan feromon
global yang ditunjukkan oleh persamaan (4) dibawah ini.
, ) , ( . ) , ( . 1 ) , ( v t v t v t - -

e
=
-
0
) , (
) , (
1
terbaik rute v t jika L
v t
gb

dimana:
(t,v) : nilai feromon akhir setelah mengalami pembaruan
lokal.
L
gb
: panjang rute terpendek pada akhir siklus.
: tetapan pengendali feromon.
: perubahan intensitas feromon. [2].
B. Pseudoc ode Algoritma Semut
Dari analisis diatas, dapat dibuat pseudoc ode algoritma
semut yaitu:
Dari analisa terhadap Algoritma Semut ini, beberapa hal
yang penting adalah:
1. Dalam pemilihan titik berdasarkan persamaan probabilitas
diperlukan nilai parameter q dan r yang merupakan sebuah
bilangan acak dimana 0 q 1 dan 0 r 1.
2. Setiap semut harus memiliki daftar_kota untuk menyimpan
hasil perjalanannya masing-masing. Daftar_kota berisi
kumpulan sisi yang merupakan bagian dari rute perjalanan
setiap semut. Nilai dari masing-masing daftar_kota akan
dikosongkan kembali setiap kali semut akan memulai
rutenya (siklus baru).
3. Proses pembaruan intensitas feromon dipengaruhi oleh dua
parameter yaitu dan ( keduanya bernilai antara 0
sampai 1) dan (didapat dari satu per hasil perkalian
panjang rute yang ditempuh dengan jumlah verteks yang
ada pada graf tersebut). [2].
A. Karakteristik Algoritma Semut
1) Aturan Transisi Status
Aturan transisi status adalah aturan yang digunakan dalam
memilih titik tujuan berikutnya dengan melakukan
perhitungan probabilitas masing-masing titik tujuan yang
mungkin. Aturan transisi status yang berlaku pada Algoritma
Semut adalah sebagai berikut:
Seekor semut yang ditempatkan pada titik t memilih untuk
menuju ke titik v, kemudian dibangkitkan bilangan acak
dimana 0q1, q sebuah parameter yaitu probabilitas semut
melakukan eksplorasi pada setiap tahapan, dimana (0q
0
1)
dan p
k
(t,v) adalah probabilitas dimana semut k memilih untuk
bergerak dari titik t ke titik v.
Jika q q
0
maka pemilihan titik yang akan dituju
menerapkan aturan yang ditunjukkan oleh persamaan (1)
dibawah ini:
n i u t u t u t temporary
i i
,..., 3 , 2 , 1 ) , ( . ) , ( ) , ( , = =


, ,

) , ( . ) , ( m a x
i i
u t u t v =
dengan v = titik yang akan dituju.
Sedangkan jika q>q
0
digunakan persamaan (2) berikut ini,

=
= =
n
i
i i
i i
k
u t u t
v t v t
v t p v
1
) , ( . ) , (
) , ( . ) , (
) , (



Setelah hasil perhitungan probabilitas semut yang akan
dipilih berikutnya selesai, kemudian dicari probabilitas
kumulatifnya (q
k
) dimana q
1
= p
i1
sedangkan q
k
= q
k-1
+ p
ij
untuk k = 2,3,4, ..., n. Kemudian dibangkitkan bilangan
random (r) antara 0 sampai 1. Titik ke-k akan terpilih jika
q
k-1
< r q
k
.
2) Aturan Pembaruan Feromon Lokal
Selagi melakukan perjalanan untuk mencari solusi
pencarian rute terpendek, semut mengunjungi sisi-sisi dan
mengubah tingkat feromon pada sisi-sisi tersebut dengan
menerapkan aturan pembaruan feromon lokal yang
ditunjukkan oleh persamaan (3) dibawah ini.
, ) , ( ) , ( . 1 ) , ( v t v t v t - -
c L
v t
n n
.
1
) , ( =
dimana:
L
nn
: panjang rute yang diperoleh..
c : jumlah titik yang sudah dijalani.
: tetapan penguapan feromon.
: perubahan intensitas feromon.
3) Aturan Pembaruan Feromon Global
Pembaruan feromon secara global hanya dilakukan oleh
semut yang membuat rute terpendek sejak permulaan
percobaan. Pada akhir sebuah siklus, setelah semua semut
menyelesaikan perjalanan mereka, intensitas feromon
diperbaharui pada sisi-sisi yang dilewati oleh seekor semut
yang telah menemukan rute optimum. Tingkat feromon itu
diperbarui dengan menerapkan aturan pembaruan feromon
global yang ditunjukkan oleh persamaan (4) dibawah ini.
, ) , ( . ) , ( . 1 ) , ( v t v t v t - -

e
=
-
0
) , (
) , (
1
terbaik rute v t jika L
v t
gb

dimana:
(t,v) : nilai feromon akhir setelah mengalami pembaruan
lokal.
L
gb
: panjang rute terpendek pada akhir siklus.
: tetapan pengendali feromon.
: perubahan intensitas feromon. [2].
B. Pseudoc ode Algoritma Semut
Dari analisis diatas, dapat dibuat pseudoc ode algoritma
semut yaitu:
Dari analisa terhadap Algoritma Semut ini, beberapa hal
yang penting adalah:
1. Dalam pemilihan titik berdasarkan persamaan probabilitas
diperlukan nilai parameter q dan r yang merupakan sebuah
bilangan acak dimana 0 q 1 dan 0 r 1.
2. Setiap semut harus memiliki daftar_kota untuk menyimpan
hasil perjalanannya masing-masing. Daftar_kota berisi
kumpulan sisi yang merupakan bagian dari rute perjalanan
setiap semut. Nilai dari masing-masing daftar_kota akan
dikosongkan kembali setiap kali semut akan memulai
rutenya (siklus baru).
3. Proses pembaruan intensitas feromon dipengaruhi oleh dua
parameter yaitu dan ( keduanya bernilai antara 0
sampai 1) dan (didapat dari satu per hasil perkalian
panjang rute yang ditempuh dengan jumlah verteks yang
ada pada graf tersebut). [2].
3. SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem
infomasi berbasis komputer yang menggabungkan antara
unsur peta (geografis) dan informasi tentang peta tersebut
(data atribut) yang dirancang untuk mendapatkan, mengolah,
memanipulasi, analisa, memperagakan dan menampilkan data
spatial untuk menyelesaikan perencanaan, mengolah dan
meneliti permasalahan.
Salah satu alasan mengapa konsep-konsep SIG beserta
sistem aplikasinya menjadi menarik untuk digunakan di
berbagai disiplin ilmu karena SIG dapat menurunkan
informasi secara otomatis tanpa keharusan untuk selalu
melakukan interpretasi secara manual.
1) MapWindow GIS
MapWindow adalah Programmable Geographic
Information System yang mendukung manipulasi, analisis, dan
melihat data geospasial dan data atribut terkait dalam
beberapa standar data format SIG. MapWindow
dikembangkan oleh Prof. Daniel P Ames, dan Jeff Horsbaugh
dari Utah State University (USU). MapWindow merupakan
alat pemetaan, sistem pemodelan SIG, dan aplikasi SIG
programming interfac e (API) yang semuanya dikemas dalam
satu paket. MapWindow dikembangkan untuk mengatasi
kebutuhan pemrograman SIG yang dapat digunakan dalam
rekayasa penelitian dan proyek perangkat lunak tanpa
membeli sistem SIG yang lengkap atau tanpa menjadi ahli
SIG sebelumnya.
MapWindow GIS merupakan sofware aplikasi berlabel
free, salah satu perangkat lunak untuk Sistem Informasi
Geografis (SIG) yang berbasis open sourc e. MapWindow
bersifat free baik dalam hal lisensi pemakaian maupun
pengembangannya. MapWindow dapat digunakan untuk
berbagai keperluan, misalnya:
1. Sebagai alternatif desktop SIG yang open sourc e.
2. Untuk mengkonversi data ke bentuk lain.
3. Untuk mengembangkan dan mendistribusikan alat yang
berkaitan dengan analisis data spasial.
4. Melakukan task sebagaimana perangkat lunak SIG
lainnya.[3].
4. PEMBAHASAN
Persoalan pencarian terpendek merupakan salah satu
permasalahan optimasi. Graf yang digunakan dalam pencarian
rute terpendek ini adalah graf berbobot. Bobot pada sisi graf
menyatakan jarak antar verteks. Dalam hal ini bobot harus
bernilai positif. Rute terpendek dengan verteks awal t dan
verteks tujuan v didefenisikan sebagai rute terpendek dari t ke
v dengan bobot minimum dan berupa rute sederhana (simple
path).
Supaya dapat melakukan pencarian rute terpendek, peta
kampus Universitas Sumatera Utara direpresentasikan
menjadi sebuah graf dimana gedung atau persimpangan jalan
sebagai verteks (node) dan jalan dengan panjang tertentu
sebagai sisi (edge) pada graf.
Peta Universitas Sumatera Utara yang berformat *.jpg
terlebih dahulu digitasi menggunakan Aplikasi Sistem
Informasi Geografis berbasis dekstop yaitu MapWindow GIS.
Peta Kampus Universitas Sumatera Utara yang sudah di
digitasi terdiri dari enam layer dalam format *.shp yaitu
area.shp, verteks.shp, office.shp, road.shp, road_name.shp,
dan edge_and_distance.shp. Keenam layer inilah nantinya
akan membentuk peta Kampus Universitas Sumatera Utara
dalam aplikasi yang akan dibangun.
Meskipun demikian, layer-layer dalam format *.shp ini
belum langsung dapat ditampilkan pada Delphi 2009 karena
Delphi 2009 belum mendukung data dalam format *.shp. Oleh
karena itu diperlukan komponen tambahan yaitu MapWinGIS
ActiveX. Komponen MapWinGIS ActiveX ini adalah objek
pemrograman untuk membentuk dan menyediakan built-in
data peta *.shp dalam Delphi 2009.
Adapun database yang digunakan dalam sistem ini adalah
mysql yang sebelumnya diubah dari format *.dbf
menggunakan aplikasi Kettle yang dibuat oleh Pentaho.
Database ini berisi id_jalan, verteks1, verteks2,
panjang_jalan, dan koordinat_verteks.
Kode yang digunakan untuk menampilkan peta dalam
Delphi 2009 adalah sebagai berikut:
Barisan kode ini hanya kode untuk menampilkan layer
road.shp pada peta kampus Universitas Sumatera Utara yang
diperoleh dari direktori yang telah ditentukan
(D:\\MAPWINDOW). Jika direktori yang dimaksud ternyata
tidak ditemukan, maka peta road.shp tidak dapat ditampilkan.
Kode ini juga dapat digunakan untuk menampilkan kelima
layer yang lainnya dengan mengganti masing-masing nama
layer sehingga akan diperoleh peta Universitas Sumatera
Utara yang lengkap.
5. PENGUJIAN
Nilai dari setiap parameter semut yang digunakan dalam
pembahasan ini adalah:
titik awal = t35
titk tujuan = t15

ij
= 0,01
q
0
= 0
= 0,5
= 1.
m = 10
= 0,01
NC
max
= 5
3. SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem
infomasi berbasis komputer yang menggabungkan antara
unsur peta (geografis) dan informasi tentang peta tersebut
(data atribut) yang dirancang untuk mendapatkan, mengolah,
memanipulasi, analisa, memperagakan dan menampilkan data
spatial untuk menyelesaikan perencanaan, mengolah dan
meneliti permasalahan.
Salah satu alasan mengapa konsep-konsep SIG beserta
sistem aplikasinya menjadi menarik untuk digunakan di
berbagai disiplin ilmu karena SIG dapat menurunkan
informasi secara otomatis tanpa keharusan untuk selalu
melakukan interpretasi secara manual.
1) MapWindow GIS
MapWindow adalah Programmable Geographic
Information System yang mendukung manipulasi, analisis, dan
melihat data geospasial dan data atribut terkait dalam
beberapa standar data format SIG. MapWindow
dikembangkan oleh Prof. Daniel P Ames, dan Jeff Horsbaugh
dari Utah State University (USU). MapWindow merupakan
alat pemetaan, sistem pemodelan SIG, dan aplikasi SIG
programming interfac e (API) yang semuanya dikemas dalam
satu paket. MapWindow dikembangkan untuk mengatasi
kebutuhan pemrograman SIG yang dapat digunakan dalam
rekayasa penelitian dan proyek perangkat lunak tanpa
membeli sistem SIG yang lengkap atau tanpa menjadi ahli
SIG sebelumnya.
MapWindow GIS merupakan sofware aplikasi berlabel
free, salah satu perangkat lunak untuk Sistem Informasi
Geografis (SIG) yang berbasis open sourc e. MapWindow
bersifat free baik dalam hal lisensi pemakaian maupun
pengembangannya. MapWindow dapat digunakan untuk
berbagai keperluan, misalnya:
1. Sebagai alternatif desktop SIG yang open sourc e.
2. Untuk mengkonversi data ke bentuk lain.
3. Untuk mengembangkan dan mendistribusikan alat yang
berkaitan dengan analisis data spasial.
4. Melakukan task sebagaimana perangkat lunak SIG
lainnya.[3].
4. PEMBAHASAN
Persoalan pencarian terpendek merupakan salah satu
permasalahan optimasi. Graf yang digunakan dalam pencarian
rute terpendek ini adalah graf berbobot. Bobot pada sisi graf
menyatakan jarak antar verteks. Dalam hal ini bobot harus
bernilai positif. Rute terpendek dengan verteks awal t dan
verteks tujuan v didefenisikan sebagai rute terpendek dari t ke
v dengan bobot minimum dan berupa rute sederhana (simple
path).
Supaya dapat melakukan pencarian rute terpendek, peta
kampus Universitas Sumatera Utara direpresentasikan
menjadi sebuah graf dimana gedung atau persimpangan jalan
sebagai verteks (node) dan jalan dengan panjang tertentu
sebagai sisi (edge) pada graf.
Peta Universitas Sumatera Utara yang berformat *.jpg
terlebih dahulu digitasi menggunakan Aplikasi Sistem
Informasi Geografis berbasis dekstop yaitu MapWindow GIS.
Peta Kampus Universitas Sumatera Utara yang sudah di
digitasi terdiri dari enam layer dalam format *.shp yaitu
area.shp, verteks.shp, office.shp, road.shp, road_name.shp,
dan edge_and_distance.shp. Keenam layer inilah nantinya
akan membentuk peta Kampus Universitas Sumatera Utara
dalam aplikasi yang akan dibangun.
Meskipun demikian, layer-layer dalam format *.shp ini
belum langsung dapat ditampilkan pada Delphi 2009 karena
Delphi 2009 belum mendukung data dalam format *.shp. Oleh
karena itu diperlukan komponen tambahan yaitu MapWinGIS
ActiveX. Komponen MapWinGIS ActiveX ini adalah objek
pemrograman untuk membentuk dan menyediakan built-in
data peta *.shp dalam Delphi 2009.
Adapun database yang digunakan dalam sistem ini adalah
mysql yang sebelumnya diubah dari format *.dbf
menggunakan aplikasi Kettle yang dibuat oleh Pentaho.
Database ini berisi id_jalan, verteks1, verteks2,
panjang_jalan, dan koordinat_verteks.
Kode yang digunakan untuk menampilkan peta dalam
Delphi 2009 adalah sebagai berikut:
Barisan kode ini hanya kode untuk menampilkan layer
road.shp pada peta kampus Universitas Sumatera Utara yang
diperoleh dari direktori yang telah ditentukan
(D:\\MAPWINDOW). Jika direktori yang dimaksud ternyata
tidak ditemukan, maka peta road.shp tidak dapat ditampilkan.
Kode ini juga dapat digunakan untuk menampilkan kelima
layer yang lainnya dengan mengganti masing-masing nama
layer sehingga akan diperoleh peta Universitas Sumatera
Utara yang lengkap.
5. PENGUJIAN
Nilai dari setiap parameter semut yang digunakan dalam
pembahasan ini adalah:
titik awal = t35
titk tujuan = t15

ij
= 0,01
q
0
= 0
= 0,5
= 1.
m = 10
= 0,01
NC
max
= 5
3. SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem
infomasi berbasis komputer yang menggabungkan antara
unsur peta (geografis) dan informasi tentang peta tersebut
(data atribut) yang dirancang untuk mendapatkan, mengolah,
memanipulasi, analisa, memperagakan dan menampilkan data
spatial untuk menyelesaikan perencanaan, mengolah dan
meneliti permasalahan.
Salah satu alasan mengapa konsep-konsep SIG beserta
sistem aplikasinya menjadi menarik untuk digunakan di
berbagai disiplin ilmu karena SIG dapat menurunkan
informasi secara otomatis tanpa keharusan untuk selalu
melakukan interpretasi secara manual.
1) MapWindow GIS
MapWindow adalah Programmable Geographic
Information System yang mendukung manipulasi, analisis, dan
melihat data geospasial dan data atribut terkait dalam
beberapa standar data format SIG. MapWindow
dikembangkan oleh Prof. Daniel P Ames, dan Jeff Horsbaugh
dari Utah State University (USU). MapWindow merupakan
alat pemetaan, sistem pemodelan SIG, dan aplikasi SIG
programming interfac e (API) yang semuanya dikemas dalam
satu paket. MapWindow dikembangkan untuk mengatasi
kebutuhan pemrograman SIG yang dapat digunakan dalam
rekayasa penelitian dan proyek perangkat lunak tanpa
membeli sistem SIG yang lengkap atau tanpa menjadi ahli
SIG sebelumnya.
MapWindow GIS merupakan sofware aplikasi berlabel
free, salah satu perangkat lunak untuk Sistem Informasi
Geografis (SIG) yang berbasis open sourc e. MapWindow
bersifat free baik dalam hal lisensi pemakaian maupun
pengembangannya. MapWindow dapat digunakan untuk
berbagai keperluan, misalnya:
1. Sebagai alternatif desktop SIG yang open sourc e.
2. Untuk mengkonversi data ke bentuk lain.
3. Untuk mengembangkan dan mendistribusikan alat yang
berkaitan dengan analisis data spasial.
4. Melakukan task sebagaimana perangkat lunak SIG
lainnya.[3].
4. PEMBAHASAN
Persoalan pencarian terpendek merupakan salah satu
permasalahan optimasi. Graf yang digunakan dalam pencarian
rute terpendek ini adalah graf berbobot. Bobot pada sisi graf
menyatakan jarak antar verteks. Dalam hal ini bobot harus
bernilai positif. Rute terpendek dengan verteks awal t dan
verteks tujuan v didefenisikan sebagai rute terpendek dari t ke
v dengan bobot minimum dan berupa rute sederhana (simple
path).
Supaya dapat melakukan pencarian rute terpendek, peta
kampus Universitas Sumatera Utara direpresentasikan
menjadi sebuah graf dimana gedung atau persimpangan jalan
sebagai verteks (node) dan jalan dengan panjang tertentu
sebagai sisi (edge) pada graf.
Peta Universitas Sumatera Utara yang berformat *.jpg
terlebih dahulu digitasi menggunakan Aplikasi Sistem
Informasi Geografis berbasis dekstop yaitu MapWindow GIS.
Peta Kampus Universitas Sumatera Utara yang sudah di
digitasi terdiri dari enam layer dalam format *.shp yaitu
area.shp, verteks.shp, office.shp, road.shp, road_name.shp,
dan edge_and_distance.shp. Keenam layer inilah nantinya
akan membentuk peta Kampus Universitas Sumatera Utara
dalam aplikasi yang akan dibangun.
Meskipun demikian, layer-layer dalam format *.shp ini
belum langsung dapat ditampilkan pada Delphi 2009 karena
Delphi 2009 belum mendukung data dalam format *.shp. Oleh
karena itu diperlukan komponen tambahan yaitu MapWinGIS
ActiveX. Komponen MapWinGIS ActiveX ini adalah objek
pemrograman untuk membentuk dan menyediakan built-in
data peta *.shp dalam Delphi 2009.
Adapun database yang digunakan dalam sistem ini adalah
mysql yang sebelumnya diubah dari format *.dbf
menggunakan aplikasi Kettle yang dibuat oleh Pentaho.
Database ini berisi id_jalan, verteks1, verteks2,
panjang_jalan, dan koordinat_verteks.
Kode yang digunakan untuk menampilkan peta dalam
Delphi 2009 adalah sebagai berikut:
Barisan kode ini hanya kode untuk menampilkan layer
road.shp pada peta kampus Universitas Sumatera Utara yang
diperoleh dari direktori yang telah ditentukan
(D:\\MAPWINDOW). Jika direktori yang dimaksud ternyata
tidak ditemukan, maka peta road.shp tidak dapat ditampilkan.
Kode ini juga dapat digunakan untuk menampilkan kelima
layer yang lainnya dengan mengganti masing-masing nama
layer sehingga akan diperoleh peta Universitas Sumatera
Utara yang lengkap.
5. PENGUJIAN
Nilai dari setiap parameter semut yang digunakan dalam
pembahasan ini adalah:
titik awal = t35
titk tujuan = t15

ij
= 0,01
q
0
= 0
= 0,5
= 1.
m = 10
= 0,01
NC
max
= 5
Gambar 1. Hasil Pencarian Rute Optimum Menggunakan Algoritma Semut pada Peta Kampus Universitas Sumatera Utara
Pada gambar diatas terlihat bahwa rute optimum ditampilkan berupa garis merah dari titik awal ke titik
tujuan yang dalam hal ini dari t35 (Persimpangan Jl. Alumni dengan Jl. Perpustakaan) menuju t15
(Persimpangan Jl. Prof. Dr. Sofian dengan Jl. TM Hanafiah).
Hasil Pengujian berdasarkan banyak semut dan siklus akan ditampilkan ddalam tabel dibawah ini:
TABEL I
HASIL PENGUJIAN BERDASARKAN BANYAK SEMUT DAN SIKLUS
Banyak
Siklus
Banyak
Semut
Panjang
Rute Optimum (m)
Waktu
Rata-rata
Keberhasilan
5 2 900 00:09 3
5 20 900 01:01 10
10 10 900 01:26 9
10 50 900 04:10 10
20 10 900 03:01 10
5 100 900 09:59 10
100 50 900 10:30 10
Hasil pengujian berdasarkan parameter
ij
akan ditampilkan dalam tabel dibawah ini:
TABEL II
HASIL PENGUJIAN BERDASARKAN PARAMETER
ij
No
Parameter Panjang
Rute Optimum (m)
Waktu
(detik)
Keberhasilan

ij
q
0

1 0.001 0 0.5 1 0.01 900 01:04 10
2 0.01 0 0.5 1 0.01 900 01:02 10
3 0.1 0 0.5 1 0.01 900 01:05 10
4 0.5 0 0.5 1 0.01 900 01:05 8
5 1 0 0.5 1 0.01 900 01:05 6
Hasil pengujian berdasarkan parameter q
0
akan ditampilkan dalam tabel dibawah ini:
TABEL III
HASIL PENGUJIAN BERDASARKAN PARAMETER q
0
No
Parameter Panjang
Rute Optimum (m)
Waktu
(detik)
Keberhasilan

ij
q
0

1 0.1 0 0.5 1 0.01 900 01:17 10
2 0.1 0.5 0.5 1 0.01 900 01:01 8
3 0.1 0.7 0.5 1 0.01 1350 00:51 0
4 0.1 1 0.5 1 0.01 - 00:36 0
5 0.1 5 0.5 1 0.01 - 00:36 0
Hasil pengujian berdasarkan parameter akan ditampilkan dalam tabel dibawah ini:
TABEL IV
HASIL PENGUJIAN BERDASARKAN PARAMETER
No
Parameter Panjang
Rute Optimum (m)
Waktu
(detik)
Keberhasilan

ij
q
0

1 0.1 0 0 1 0.01 900 01:01 5
2 0.1 0 0.1 1 0.01 900 01:01 6
3 0.1 0 0.5 1 0.01 900 01:00 8
4 0.1 0 0.7 1 0.01 900 01:02 8
5 0.1 0 1 1 0.01 900 01:00 8
Hasil pengujian berdasarkan parameter akan ditampilkan dalam tabel dibawah ini:
TABEL V
HASIL PENGUJIAN BERDASARKAN PARAMETER
No
Parameter Panjang
Rute Optimum (m)
Waktu
(detik)
Keberhasilan

ij
q
0

1 0.1 0 0.5 0.01 0.01 900 00:56 9
2 0.1 0 0.5 0.1 0.01 900 01:58 9
3 0.1 0 0.5 0.5 0.01 900 01:01 9
4 0.1 0 0.5 1 0.01 900 01:03 9
5 0.1 0 0.5 5 0.01 900 01:05 5
Hasil pengujian berdasarkan parameter akan ditampilkan dalam tabel dibawah ini:
TABEL V
HASIL PENGUJIAN BERDASARKAN PARAMETER
No
Parameter Panjang
Rute Optimum (m)
Waktu
(detik)
Keberhasilan

ij
q
0

1 0.1 0 0.5 1 0.05 900 01:04 8
2 0.1 0 0.5 1 0.01 900 01:01 8
3 0.1 0 0.5 1 0.1 900 00:59 8
4 0.1 0 0.5 1 0.5 900 00:56 5
5 0.1 0 0.5 1 0.9 900 00:54 7
6. KESIMPULAN
1. Aplikasi Pencari Rute Optimum dengan dukungan
Sistem Informasi Geografis ini dapat menunjukkan
rute terpendek antara dua titik yang diinginkan
namun masih memiliki kelemahan yaitu
ketergantungan pada nilai parameter dan sistem
random yang belum maksimal.
2. Parameter banyak semut dan banyak siklus
mempengaruhi peluang dalam pencarian rute
optimal dan waktu eksekusi dalam pencarian rute
optimal. Semakin banyak semut dan siklus yang
digunakan, maka peluang pencarian rute optimal
akan semakin tinggi namun waktu ekseskusinya
akan semakin lama.
3. Parameter
ij
, q
0
dan mempengaruhi peluang
dalam pencarian rute optimal. Semakin kecil nilai
parameter
ij
dan q
0
, dan semakin besar nilai
parameter maka peluang pencarian rute optimal
akan semakin tinggi.
4. Parameter dan mempengaruhi waktu eksekusi
dalam pencarian rute optimal. Semakin kecil nilai
dan semakin besar nilai maka waktu eksekusi
pencarian rute optimal akan semakin cepat.
7. DAFTAR PUSTAKA
[1] Wardi, Ibnu Sina, 2007. Penggunaan graf dalam algoritma
semut untuk melakukan optimisasi. Jurnal Program Studi
Teknik Informatika: hal. 1-10. Institut Teknologi Bandung.
[2] Mindaputra, Eka. 2009. Penggunaan Algoritma Ant Colony
System Dalam Traveling Salesman Problem (TSP) Pada PT.
Eka Jaya Motor. Skripsi. Semarang: Departemen Matematika,
Universitas Dipenogoro.
[3] Usman, Ferdinan, dkk. 2008. Teori dan Aplikasi Opensourc e
GIS menggunakan MapWindows. Yogyakarta: Andi.

Anda mungkin juga menyukai