Anda di halaman 1dari 181

STUDI KOMPARASI TINGKAT PENCAPAIAN MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs) PADA BERBAGAI TIPOLOGI WILAYAH DI INDONESIA

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar kesarjanaan S1 Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada

Oleh : Anggit Priadmodjo (07/250674/GE/06139)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS GEOGRAFI YOGYAKARTA 2011

Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan rahmat kepada umat-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik......

Kupersembahkan karya terbaikku untuk : Kedua orang tuaku, Yohanes Michael Widodo dan Yuliana Wasirah yang selalu mendoakan serta mendukung setiap langkahku dalam mencapai kesuksesan. Calon istriku tercinta, Veronica Penti Ermaningrum yang selalu menemaniku dalam suka dan duka. Sahabat-sahabat terbaikku, Ferry Fawzy, Nyimas Aun Farhana, Dwi Wulandari, Gilang Arya Dipayana, Ahmad Cahyadi, Herjuno Ari Nugroho, Artina Prastiwi, Ardila Yananto, dan Purwo Budi Nugroho

Jenius adalah 1 % ide hebat dan 99 % kerja keras (Thomas Alfa Edison)
iii

INTISARI

Pembangunan ekonomi di Indonesia telah menciptakan berbagai jenis tipologi wilayah seperti tipologi Klassen, Jawa-Luar Jawa dan Kawasan Barat-Timur Indonesia. Terdapat perbedaan karakteristik wilayah antara berbagai jenis tipologi tersebut. Perbedaan ini terjadi dalam banyak bidang termasuk dalam pembangunan sumberdaya manusia yang dicerminkan oleh hasil pencapaian Millennium Development Goals (MDGs). Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui tingkat pencapaian MDGs pada berbagai tipologi wilayah dan faktorfaktor yang mempengaruhinya serta mengkaji disparitas tingkat pencapaian MDGs dalam berbagai tipologi tersebut. Dalam penelitian ini, analisis terhadap data-data sekunder menggunakan metode analisis kuantitatif. Tingkat pencapaian MDGs dihitung dengan analisis persentase. Tingkat pencapaian MDGs dalam berbagai jenis tipologi wilayah dapat diketahui melalui tabulasi silang antara hasil Tipologi Klassen, Jawa-LuarJawa dan Kawasan Barat-Timur Indonesia dengan klasifikasi tingkat pencapaian MDGs. Faktor-faktor yang diasumsikan mempengaruhi pencapaian MDGs yaitu kinerja otonomi daerah dan persentase belanja bantuan sosial. Analisis pengaruh faktor-faktor tersebut dilakukan dengan menggunakan uji regresi berganda dummy variable. Disparitas tingkat pencapaian MDGs dihitung dengan metode indeks Entropi Theil dan perbandingan disparitas pada berbagai jenis tipologi dianalisis menggunakan uji one way ANOVA dan independent sample t-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pencapaian MDGs pada berbagai tipologi wilayah di Indonesia. Pada tipologi Klassen, daerah maju dan tumbuh cepat, daerah berkembang cepat, dan daerah relatif tertinggal memiliki persentase pencapaian MDGs sedang, sedangkan tipologi daerah maju tetapi tertekan memiliki pencapaian MDGs tinggi. Pada tipologi Jawa-Luar Jawa, pencapaian MDGs tipologi Jawa tergolong tinggi sedangkan pencapaian MDGs tipologi Luar Jawa tergolong sedang. Untuk tipologi terakhir yaitu Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia, pencapaian MDGs pada Kawasan Barat Indonesia termasuk dalam klasifikasi sedang, sedangkan pencapaian MDGs Kawasan Timur Indonesia tergolong rendah. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persentase pencapaian MDGs pada tipologi Klassen dan tipologi JawaLuar Jawa adalah kinerja otonomi daerah dan persentase belanja bantuan sosial. Sementara itu, pada tipologi Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia, faktor yang berpengaruh pada persentase pencapaian MDGs hanyalah persentase belanja bantuan sosial. Dalam ketiga tipologi, faktor-faktor tersebut berpengaruh positif terhadap pencapaian MDGs. Dalam ketiga tipologi wilayah yang digunakan dalam penelitian ini, terdapat disparitas pencapaian MDGs. Meskipun demikian, antara berbagai jenis tipologi wilayah tidak terdapat perbedaaan disparitas pencapaian MDGs yang signifikan. Kata kunci : komparasi, pencapaian, MDGs, tipologi, wilayah

iv

ABSTRACT

Economic development in Indonesia has created many kind of regional tipologies such as Klassen typology, Java-Outside Java typology, WesternEastern Indonesia. There are some regional characteristic differences among those tipologies. These differences has occured in many sectors including human resources development sector which can be reflected by differences in the achievement of Millennium Development Goals (MDGs). This research is aimed to determine the achievement of Millennium Development Goals (MDGs) in those regional typologies and factors influencing it, and to examine disparities in the level of MDGs achievement in those regional typologies. In this research, analysis of secondary data uses quantitative methods. Level of MDGs achievement is calculated by the analysis of percentage. Level of MDGs achievement in regional typologies which are used in this research can be assessed by doing cross-tabulation between result of regional typology analysis and classification of MDGs achievement. Factors that assumed to affect MDGs achievement, are the performance of regional autonomy and the percentage of social assistance spending in regional budget of revenues and expenditures. Analysis of the influence of these factors using dummy variables multiple regression test. Disparity in level of MDGs achievement is calculated by using Theil entropy index and comparison of this disparity in the three types of regional typologies used in these research were analyzed using one way ANOVA test and independent sample t-test. The results show that there is difference in the MDGs achievement among regional typologies used in this research. In the Klassen typology, advanced and rapidly growing region, fast growing region and relatively backward region have medium MDGs achievement percentage, while developed but depressed region has high MDGs achievement percentage. In the Java-Outside Java typology, achievement of MDGs in Java typology is high while achievement of MDGs in Outside Java typology is medium. The achievement of MDGs in the Western Regions of Indonesia is medium, while the achievement of the MDGs in Eastern Regions of Indonesia is low. Factors that affect MDGs achievement in Klassen and Java-Outside Java typologies are performance of regional autonomy and percentage of social assistance spending. Meanwhile, factor that affects MDGs achievement in Weastern-Eastern Region of Indonesia is only the percentage of social assistance spending. In each typology, those factors have positive influence to the MDGs achievement. In the typologies that used in this research, there is disparity of MDGs achievement. Nevertheless, among those typologies, there is no signicant difference in disparity of MDGs achievement. Keywords : comparison, achievement, MDGs, typology, regions

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga skripsi yang berjudul Studi Komparasi Tingkat Pencapaian Millennium Development Goals (MDGs) pada Berbagai Tipologi Wilayah di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perbandingan tingkat pencapaian MDGs pada berbagai tipologi wilayah yang ada di Indonesia, faktorfaktor yang mempengaruhinya, dan disparitas pencapaian MDGs antara berbagai tipologi. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar kesarjanaan strata-1 (S-1) di Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini dapat tersusun dengan baik karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, diucapkan terima kasih terutama kepada Dr. Lutfi Mutaali, MT selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan, arahan serta kritik dan saran yang membangun dan motivasi selama penulisan skripsi. Selain itu, juga diucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini, antara lain : 1. Prof. Dr. Suratman, M.Sc selaku Dekan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada dan para Wakil Dekan di lingkungan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. 2. Dr. MR. Djarot Sadharto W., M.Sc dan Abdur Rofi, S.Si, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran yang sangat bermanfaat 3. Dr. Suharyadi, M.Sc selaku ketua Jurusan Sains Informasi Geografi dan Pengembangan Wilayah Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. 4. Dr. Rini Rachmawati, MT selaku ketua Program Studi Pembangunan Wilayah Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. 5. Seluruh staf pengajar di Fakultas Geografi terutama di para dosen Program Studi Pembangunan Wilayah. 6. Seluruh staf tata usaha di lingkungan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.

vi

7. Orang tua, Bapak Yohanes Michael Widodo dan Ibu Yuliana Wasirah yang selalu memberikan dukungan baik dukungan material maupun spiritual serta selalu memberikan doa bagi kesuksesan penulis. 8. Calon istriku tercinta, Veronica Penti Ermaningrum yang telah banyak memberikan cinta, perhatian dan semangat serta sabar dan setia menemani penulis dalam setiap proses pembuatan skripsi ini. 9. Sahabat sekaligus saudara, baik dalam hal baik maupun hal buruk, Ferry Fawzy yang selalu hadir dalam setiap suka dan duka selama hampir empat tahun ini. 10. Sahabat-sahabat di Fakultas Geografi, Gilang Arya Dipayana, Nyimas Aun Farhana, Dwi Wulandari, dan Dian Hapsarri Rahmawati yang telah banyak memberikan semangat, dorongan dan bantuan selama masa kuliah serta telah menemani dalam setiap suka dan duka. 11. Sahabat sekaligus partner dalam setiap lomba dan kompetisi, Ahmad Cahyadi yang telah bersama-sama bertukar pikiran dan mengikuti kompetisi mulai dari Surakarta hingga Singaraja dan Nailu Rahman yang telah berjuang bersamasama mulai dari persiapan hingga pelaksanaan perjalanan ke Jerman. 12. Sahabat semasa SMA hingga sekarang, Herjuno Ari Nugroho, Artina Prastiwi, Purwo Budi Nugroho, dan Ardila Yananto yang telah memberikan dorongan dan semangat untuk terus berprestasi dan berkarya. 13. Kakak-kakak angkatanku yang baik hati, Mbak Dian Aditya Mandana Putri, Mbak Amatullah Zahiroh, Mbak Maslahatun Nashiha, dan Mbak Qoriatu Zahro yang telah banyak penulis repotkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang kadang tidak penting. 14. Teman-teman dekat yang telah hadir dalam masa perkuliahanan selama hampir empat tahun ini di antaranya Agung Jauhari, Dimas Agung Sakti Mahendra, Adabi Sholik, Dennis Indra Kusuma, Dwi Sulistyo, Alexander Seguseda, Edi Setiawan, Andini Atrasina Sawitri, Venny Tri Kustanti, Ratna Ikhsani Fauzia, dan Agustina Setyaningrum. 15. Teman-teman program studi Pembangunan Wilayah angkatan 2007 yang selalu memberikan semangat dan dorongan.

vii

16. Keluarga besar program studi Pembangunan Wilayah yang telah banyak berpartisipasi dalam kehidupan perkuliahan penulis. 17. Keluarga besar civitas akademika Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada telah banyak berperan dalam kehidupan perkuliahan penulis. 18. Berbagai pihak lain yang turut berpartisipasi dalam kesuksesan penulis, yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Akhirnya, penulis menyadari adanya banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun.

Yogyakarta, Juli 2011

Penulis

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... iii INTISARI ........................................................................................................... iv ABSTRACT ....................................................................................................... v KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ........................................................................... 7 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................... 9 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................. 9 1.5. Keaslian Penelitian ............................................................................ 10 1.6. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 15 1.7. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 29 1.8. Hipotesis ............................................................................................ 31 BAB II METODE PENELITIAN

2.1. Pemilihan Lokasi Penelitian .............................................................. 32 2.2. Pemilihan Indikator MDGs ............................................................... 33 2.3. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 34 2.4. Data dan Variabel Penelitian ............................................................. 34 2.5. Teknik Analisis .................................................................................. 35 2.6. Uji hipotesis ....................................................................................... 50 2.7. Batasan Operasional .......................................................................... 51 BAB III DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN 3.1. Kondisi Geografis Indonesia ............................................................. 52

ix

3.2. Kondisi Demografis Indonesia .......................................................... 53 3.3. Kondisi Ekonomi Indonesia .............................................................. 56 3.4. Kondisi Pencapaian MDGs di Indonesia ........................................... 57 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tingkat Pencapaian MDGs pada Berbagai Tipologi Wilayah di Indonesia ............................................................................................ 69 4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencapaian MDGs di Indonesia. 98 4.3. Disparitas Tingkat Pencapaian MDGs pada Berbagai Tipologi Wilayah di Indonesia ........................................................................................ 108 4.4. Implikasi Kebijakan ........................................................................... 118 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ........................................................................................ 121 5.2. Saran .................................................................................................. 122 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 123 LAMPIRAN ....................................................................................................... 125

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Matriks Tipologi Klassen dengan Pendekatan Daerah ......................... 26 Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran .............................................................................. 30 Gambar 2.1 Skema Analisis Data ............................................................................. 36 Gambar 2.2 Pembagian Daerah Menurut Tipologi Klassen ..................................... 40 Gambar 3.1 Grafik Tren Jumlah Penduduk di Indonesia .......................................... 55 Gambar 3.2 Grafik Laju Pertumbuhan PDB (%) Menurut Lapangan Usaha 2010 .. 56 Gambar 3.3 Grafik Struktur PDB (%) Menurut Lapangan Usaha 2010 ................... 57 Gambar 3.4 Peta Wilayah Penelitian ........................................................................ 66 Gambar 4.1 Peta Klasifikasi Pencapaian MDGs Indonesia 2010 ............................. 74 Gambar 4.2 Grafik Pencapaian Masing-masing Tujuan MDGs Secara nasional ...... 76 Gambar 4.3 Peta Pembagian Tipologi Klassen di Indonesia .................................... 78 Gambar 4.4 Peta Pembagian Kawasan Jawa-Luar Jawa ........................................... 79 Gambar 4.5 Peta Pembagian Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia ................ 80 Gambar 4.6 Grafik Scatterplot Hasil Uji Asumsi Heterokedastisitas ....................... 102 Gambar 4.7 Grafik Distribusi Data Hasil Uji Asumsi Normalitas ............................ 104

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ................................................................................... 11 Tabel 2.1 Indikator-indikator MDGs yang Digunakan dalam Penelitian ................ 34 Tabel 2.2 Hubungan antara Variabel, Data dan Sumber Data dalam Penelitian ..... 35 Tabel 2.3 Matriks Tabulasi Silang Tipologi dan Tingkat Pencapaian MDGs ......... 41 Tabel 2.4 Kode untuk Masing-masing Tipologi ...................................................... 44 Tabel 2.5 Hubungan antara Tujuan, Hipotesis, Variabel dan Teknik Analisis yang Digunakan dalam Penelitian .................................................................... 48 Tabel 3.1 Jumlah Penduduk dan Sex Ratio Masing-masing Provinsi di Indonesia . 54 Tabel 3.2 Status Pencapaian MDGs di Indonesia .................................................... 61 Tabel 4.1 Rata-rata Tingkat Pencapaian MDGs Masing-masing Provinsi .............. 70 Tabel 4.2 Persentase Pencapaian Indikator dan Tujuan MDGs Secara Nasional .... 73 Tabel 4.3 Klasifikasi Tipologi Masing-masing provinsi di Indonesia ..................... 77 Tabel 4.4 Matriks Pencapaian MDGs pada Tipologi Klassen ................................. 82 Tabel 4.5 Rata-rata Persentase Pencapaian MDGs pada Tipologi Klassen ............. 84 Tabel 4.6 Pencapaian Indikator MDGs pada Tipologi Klassen ............................... 87 Tabel 4.7 Matriks Pencapaian MDGs pada Tipologi Jawa-Luar Jawa .................... 89 Tabel 4.8 Rata-rata Persentase Pencapaian MDGs pada Tipologi Jawa-Luar Jawa 90 Tabel 4.9 Pencapaian Indikator MDGs pada Tipologi Jawa-Luar Jawa .................. 91 Tabel 4.10 Matriks Pencapaian MDGs pada Tipologi Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia ..................................................................................... 94 Tabel 4.11 Rata-rata Persentase Pencapaian MDGs pada Tipologi Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia ............................................................ 95 Tabel 4.12 Pencapaian Indikator MDGs pada Tipologi Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia ..................................................................................... 97 Tabel 4.13 Asumsi Pengaruh Masing-masing Faktor terhadap Pencapaian MDGs 99 Tabel 4.14 Coefficientsa Hasil Uji Multikolinieritas................................................. 101 Tabel 4.15 Hasil Uji Regresi Berganda Dummy Variable pada Masing-masing Jenis Tipologi Wilayah di Indonesia ...................................................... 105

xii

Tabel 4.16 Indeks Entropi Theil Masing-masing Provinsi di Indonesia .................. 109 Tabel 4.17 Nilai Indeks Entropi Theil pada Tipologi Klasssen ............................... 111 Tabel 4.18 Nilai Indeks Entropi Theil pada Tipologi Jawa-Luar Jawa .................... 113 Tabel 4.19 Nilai Indeks Entropi Theil pada Tipologi Kawasan Barat-Kawasam Timur Indonesia ..................................................................................... 115 Tabel 4.20 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Data Disparitas Pencapaian MDGs masing-masing provinsi di Indonesia ...................... 116 Tabel 4.21 Hasil Uji One Way ANOVA Disparitas Pencapaian MDGs pada Tipologi Klasssen ................................................................................... 117 Tabel 4.22 Hasil Uji Independent Sample T-Test Disparitas Pencapaian MDGs pada Tipologi Jawa-Luar Jawa dan Kawasan Barat-KawasanTimur Indonesia ................................................................................................ 118 Tabel 4.23 Strategi Percepatan Pencapaian MDGs ................................................... 119

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Pencapaian MDGs Masing-masing Provinsi .................... 126 Lampiran 2. Klasfikasi Pencapaian MDGs Masing-masing Provindi di Indonesia .. 134 Lampiran 3. Hasil Analisis Tipologi Klassen di Indonesia ...................................... 136 Lampiran 4. Perhitungan Faktor-faktor yang diasumsikan Mempengaruhi Tingkat Pencapaian MDGs ............................................................................... 137 Lampiran 5. Hasil Uji Asumsi Regresi Multikolinieritas ......................................... 138 Lampiran 6. Hasil Uji Asumsi Regresi Heterokedastisitas ....................................... 139 Lampiran 7. Hasil Uji Asumsi Regresi Normalitas .................................................. 142 Lampiran 8. Hasil Uji Regresi Berganda Dummy Variable untuk Tipologi Klassen 145 Lampiran 9. Uji Regresi Berganda Dummy Variable untuk Tipologi Jawa-Luar Jawa ...................................................................................................... 147 Lampiran 10. Uji Regresi Berganda Dummy Variable untuk Tipologi Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia ........................................................ 149 Lampiran 11. Perhitungan Indeks Entropi Theil untuk Tipologi Klassen ................ 151 Lampiran 12. Perhitungan Indeks Entropi Theil untuk Tipologi Jawa-Luar Jawa ... 153 Lampiran 13. Perhitungan Indeks Entropi Theil untuk Tipologi Kawasan BaratKawasan Timur Indonesia .................................................................. 155 Lampiran 14. Hasil Uji Normalitas Sebaran Data Disparitas Pencapaian MDGs .... 157 Lampiran 15. Hasil Uji One Way ANOVA untuk Disparitas Pencapaian MDGs pada Tipologi Klassen ........................................................................ 161 Lampiran 16. Hasil Uji Independent Sample T-Test untuk Disparitas Pencapaian MDGs pada Tipologi Jawa-Luar Jawa .............................................. 166 Lampiran 17. Hasil Uji Independent Sample T-Test untuk Disparitas Pencapaian MDGs pada Kawasan Barat-Timur Indonesia .................................. 167

xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan khasanah istilah yang sudah tidak asing lagi bagi setiap orang, bahkan dapat dikatakan bahwa roda kehidupan setiap manusia yang hidup di bumi ini tidak dapat terlepas dari pembangunan. Demikian pula halnya dengan wilayah, suatu wilayah pun akan selalu memiliki kaitan yang erat dengan pembangunan. Wilayah bagaikan suatu organisme, sehingga suatu wilayah memiliki dinamika dan kehidupan. Dinamika dan kehidupan wilayah terkait dengan perubahan-perubahan yang dialami oleh suatu wilayah yang mencakup aspek pertumbuhan dan perkembangan yang mengarah pada terciptanya kemajuan bagi wilayah yang bersangkutan. Dalam konteks ini, pembangunan telah lama menjadi motor penggerak utama bagi suatu wilayah untuk mencapai kemajuan. Pembangunan merupakan suatu konsep yang bersifat multivariabel yang dipengaruhi oleh pandangan aliran fenomenologi yang menegaskan bahwa proses mental masyarakat membentuk realita sosial, bahwa kesadaran masyarakat akan mewarnai persepsi mereka terhadap realita. Kesadaran suatu bangsa yang terbentuk melalui pengalaman-pengalamannya yang mencakup kesuksesan-kesuksesan dan kegagalan-kegagalan yang telah dialami, akan dapat menentukan interpretasi terhadap pembangunan. Akan tetapi, karena pengalaman bangsa selalu bersifat dinamis, maka interpretasi terhadap pembangunan pun akan selalu bersifat dinamis. Hal ini pulalah yang menyebabkan paradigma pembangunan yang dianut oleh suatu bangsa selalu mengalami perubahan. Paradigma pembangunan yang pada suatu perode waktu tertentu menjadi acuan pembangunan nasional tidak akan bertahan lama karena akan mengalami suatu proses pelunturan, sementara paradigma-paradigma baru yang lebih disesuaikan dengan perkembangan jaman akan terus muncul untuk menggantikannya. 1

Melalui proses timbul danm hilangnya paradigma pembangunan yang bersifat berkesinambungan seperti itu, muncullah pergeseran-pergeseran paradigma yang menjadi acuan suatu bangsa mulai dari paradigma pertumbuhan atau paradigma ekonomi murni, paradigma kesejahteraan, paradigma neo-ekonomi, paradigma dependencia, hingga kepada paradigma pembangunan manusia. Kecenderungan negara-negara berkembang untuk meniru negara maju, yang seringkali dicapai dengan mengambil unsur-unsur yang baik dari berbagai paradigma dan ingin mencapai prestasi yang oleh negara-negara maju dicapai berabad-abad, hanya dalam beberapa dasawarsa sebagaimana dinyatakan oleh Horowitz (1972) sepertinya ikut mempercepat tempo pergeseran paradigma pembangunan. Dari berbagai paradigma pembangunan yang ada, paradigma

pertumbuhan atau paradigma ekonomi murni tetap menjadi paradigma pembangunan yang dominan di dunia. Paradigma ini memandang bahwa pembangunan nasional akan selalu diarahkan pada bidang ekonomi sehingga terbentuk suatu prinsip pembangunan yang mendewa-dewakan pertumbuhan ekonomi setinggi-tingginya sebagai tujuan utama yang ingin dicapai oleh suatu bangsa. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi seringkali menjadi tolok ukur paling utama dalam menilai keberhasilan proses pembangunan. Pertumbuhan ekonomi merupakan tingkat pertambahan dari pendapatan nasional (Boediono, 1999). Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Paradigma pembangunan nasional yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya bagaikan pisau bermata dua. Pada satu sisi, pelaksanaan pembangunan yang didasarkan pada paradigma pertumbuhan akan menimbulkan suatu dampak positif berupa terciptanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Akan tetapi pada sisi lain, pelaksanaan pembangunan yang didasarkan pada paradigma pertumbuhan ini akan dapat membawa dampak negatif. Keberhasilan pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada suatu bangsa seringkali disertai dengan beberapa konsekuensi yang

bersifat merugikan. Momentum pembangunan dicapai dengan beberapa pengorbanan seperti timbulnya deteriorasi ekologis, penyusutan cadangan sumberdaya alam, dan yang paling utama yaitu timbulnya kesenjangan atau disparitas sosial ekonomi antar wilayah yang terutama menimpa negaranegara sedang berkembang atau negara-negara dunia ketiga. Pada negara-negara dunia ketiga, paradigma pembangunan yang terlalu mendewa-dewakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sebagai tujuan utama pada praktek pelaksanaannya kurang memperhatikan aspek pemerataan hasil-hasil pembangunan antara suatu wilayah dengan wilayah yang lain. Hal ini dapat menjadi pemicu timbulnya kesenjangan sosial ekonomi antar wilayah yang pada akhirnya akan berujung pada gagalnya upaya pemberantasan kemiskian pada suatu negara. Kesenjangan sosial ekonomi antar wilayah inilah yang menja di permasalahan pembangunan paling utama yang dihadapi oleh Indonesia yang termasuk negara sedang berkembang. Berbagai upaya pembangunan yang telah diberlakukan oleh Bangsa Indonesia di masa lalu, pada satu sisi telah menghasilkan berbagai kemajuan yang cukup berarti, akan tetapi pada sisi lain juga telah menghasilkan berbagai permasalahan yang bersifat mendesak untuk dipecahkan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pembangunan masa lalu yang lebih menekankan kepada pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, telah menciptakan peningkatan pendapatan per kapita. Meskipun demikian, pembangunan yang sangat berorientasi kepada peningkatan produksi nasional, tidak disertai oleh pembangunan dan penguatan berbagai institusi baik publik maupun keuangan, yang seharusnya berfungsi melakukan alokasi sumberdaya secara efisien dan efektif. Bahkan proses pembangunan yang ditopang oleh sistem represi dan ketertutupan telah melumpuhkan berbagai institusi strategis seperti sistem hukum dan peradilan untuk menjamin kepastian hukum dan keadilan, sistem politik untuk terciptanya mekanisme kontrol dan keseimbangan (checks and balances), dan sistem sosial yang diperlukan untuk memelihara kehidupan yang harmonis dan damai. Hasil pembangunan yang dicapai disertai dampak negatif dalam

bentuk kesenjangan antar golongan pendapatan, antar wilayah, dan antar kelompok masyarakat. Hal ini makin diperparah dengan kondisi bangsa Indonesia yang sangat rapuh dan rawan terhadap guncangan, baik dari dalam maupun luar negeri yang tercipta akibat erosi dan kelumpuhan berbagai sistem dan lembaga strategis yang ada di Indonesia. Kondisi ini mengakibatkan globalisasi yang sebenarnya diharapkan dapat membawa kemajuan bagi Indonesia, justru menjadi bumerang karena globalisasi akan menyebabkan kondisi perekonomian Indonesia akan semakin terpuruk akibat daya saing ekonomi yang relatif rendah. Indonesia sebenarnya pernah memiliki suatu kondisi perekonomian yang cukup baik pada awal dekade 1980-an sampai pertengahan dekade 1990-an. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1986 sampai tahun 1989 terus mengalami peningkatan, yakni masing-masing 5,9% di tahun 1986, kemudian 6,9% di tahun 1988 dan menjadi 7,5% di tahun 1989. Selanjutnya, pada tahun 1990 dan 1991 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencatat angka yang sama yakni sebesar 7,0%, kemudian tahun 1992, 1993, 1994, 1995, dan 1996, masing-masing tingkat pertumbuhan ekonominya adalah sebesar 6,2%, 5,8%, 7,2%, 6,8%, dan 5,8%. Pertumbuhan ekonomi yang cukup menggembirakan ini berpengaruh pada angka inflasi yang stabil, jumlah pengangguran yang cukup rendah seiring dengan semakin kondusifnya iklim investasi yang ditandai dengan kesempatan kerja yang terus meningkat, dan angka kemiskinan yang cukup berhasil ditekan. Kondisi-kondisi positif ini menyebabkan Indonesia dikenal dunia sebagai salah satu Macan Asia. Namun, pada satu titik tertentu yaitu pada tahun 1997/1998, perekonomian Indonesia yang sedang mencapai puncaknya, akhirnya runtuh oleh terjangan krisis ekonomi yang melanda secara global di seluruh dunia. Krisis ini menyebabkan angka inflasi melonjak naik jauh melebihi tahuntahun sebelumnya, nilai kurs Rupiah yang terus melemah, dan tingginya angka pengangguran seiring dengan menyempitnya kesempatan kerja dan maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) para karyawan oleh

perusahan-perusahaan yang dilakukan demi menekan biaya produksi. semakin membesarnya jumlah hutang luar negeri Indonesia. Kondisi ini semakin diperparah dengan semakin membengkaknya jumlah hutang luar negeri Indonesia. Krisis ekonomi telah memberikan pengalaman yang pahit tetapi sangat berharga bagi bangsa Indonesia. Badai krisis telah memaksa Indonesia untuk melakukan perubahan yang perlu dilakukan dalam rangka koreksi kelemahan dan kesalahan yang terjadi di masa lalu. Bidang ekonomi, politik, sosial dan hukum mengalami transformasi dan reformasi menuju kepada suatu sistem baru yang diharapkan lebih berkeadilan, handal, dan berkelanjutan dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip good governance. Krisis ekonomi juga telah membalikkan tingkat pembangunan manusia regional yang sudah dicapai selama periode pertumbuhan (Saadah, dkk, 2001) dan membawa dampak pada merosotnya ekonomi regional (Akita dan Alisjahbana, 2002). Adanya kerapuhan terutama dalam kehidupan perekonomian Indonesia pada dasarnya disebabkan oleh tidak adanya dukungan aspek mikro ekonomi yang kuat. Permasalahan yang masih tidak dapat diselesaikan sampai saat ini adalah tingkat korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang terlalu tinggi di Indonesia, sumber daya manusia Indonesia kurang kompetitif, jiwa entrepreneurship yang kurang, dan sebagainya (Abimanyu. 2000). Hal ini semakin diperparah dengan adanya kebijakan pembangunan daerah-daerah di Indonesia yang selama ini lebih menitikberatkan pada aspek ekonomi dan kurang diarahkan pada pemerataan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia sehingga menciptakan kesenjangan antar wilayah. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kehidupan manusia atau penduduk tidak akan pernah terlepas dari pembangunan. Fakta inilah yang menyebabkan penduduk memiliki kedudukan yang sangat vital dalam pembangunan yaitu sebagai agen pembangunan (agent of development) baik itu subyek (pelaku) pembangunan maupun obyek (sasaran) pembangunan sehingga dapat dikatakan bahwa penduduk merupakan aspek utama dari pembangunan. Pembangunan disusun untuk penduduk dan oleh penduduk.

Pembangunan oleh penduduk, berarti bahwa pembangunan dibuat oleh penduduk yang diwakili oleh pihak pelaksana (misalnya dalam bentuk badan pembangunan) sehingga dapat dikatakan bahwa penduduk merupakan subyek pembangunan. Sementara itu, pembangunan dikatakan disusun untuk penduduk karena penduduk merupakan pihak yang akan merasakan manfaat pembangunan itu sendiri, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itulah, dalam setiap pembangunan, penduduk merupakan aspek penting yang tidak dapat diabaikan. Selain akan menerima manfaat pembangunan, penduduk juga dapat berbuat dan diminta berbuat sehingga dengan kata lain, penduduk merupakan obyek pembangunan. Todaro (1983) mengungkapkan bahwa faktor-faktor atau komponenkomponen pertumbuhan ekonomi yang penting dalam masyarakat mana saja ada tiga antara lain akumulasi modal, perkembangan populasi, dan kemajuan teknologi. Komponen akumulasi modal dan perkembangan populasi merupakan bagian dari sektor sumberdaya manusia sehingga dapat dikatakan bahwa modal manusia (human capital) berkaitan erat dengan proses pertumbuhan ekonomi. Dengan pertimbangan tersebut maka hasil-hasil dari pembangunan ekonomi terutama dalam konteks ekonomi regional perlu diarahkan pada peningkatan kualitas modal sumberdaya manusia sehingga diharapkan akan terjadi umpan balik yang positif terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi. Salah satu upaya yang telah ditempuh oleh negara-negara di dunia untuk mempercepat pembangunan sumberdaya manusia adalah dengan secara bersama-sama mendeklarasikan Millennium Development Goals (MDGs). MDGs merupakan paradigma pembangunan global yang disepakati secara internasional oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) termasuk Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium PBB bulan September 2000 silam. Majelis Umum PB kemudian melegalkannya ke dalam Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 55/2 tanggal 18 September 2000 Tentang Deklarasi Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa (A/RES/55/2. United Nations Millennium Declaration).

MDGs ini pada dasarnya adalah sebuah komitmen bersama masyarakat internasional untuk mempercepat pembangunan manusia. Salah satu tujuan utama dari dideklarasikannya Millennium Development Goals adalah dengan mewajibkan negara-negara donor seperti Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya untuk meningkatkan bantuan pembangunan resminya (official development assistance) sebesar 0,7 persen dari produk domestik bruto (PDB) mereka. Antara modal manusia dan pertumbuhan ekonomi sebetulnya terdapat hubungan yang saling mempengaruhi. Kendati demikian kajian yang telah ada pada umumnya lebih mengamati pengaruh modal manusia terhadap pertumbuhan ekonomi dan kurang menaruh perhatian pada pengaruh dari pertumbuhan ekonomi terhadap modal manusia (Ramirez, dkk, 1998). Sejumlah studi mengenai sumber daya manusia yang diungkap dalam Meier dan Rauch (2000), misalnya, juga lebih menitikberatkan aspek pengaruh dari modal manusia terhadap pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu, penelitian ini mencoba mengangkat topik pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pembangunan manusia terutama pada berbagai tipologi wilayah yang dihasilkan oleh pembangunan ekonomi di Indonesia. Judul yang diambil dalam penelitian ini yaitu Studi Komparasi Tingkat Pencapaian Millennium Development Goals (MDGs) pada Berbagai Tipologi Wilayah di Indonesia. 1.2. Perumusan Masalah Antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia terdapat hubungan yang bersifat kausalitas atau saling mempenagruhi. Hal ini berarti pertumbuhan ekonomi mempengaruhi pembangunan manusia dan

sebaliknya, pembangunan manusia juga dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Di satu sisi, pembangunan manusia yang berkelanjutan perlu didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang memadai, dan sisi lain pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan juga perlu didukung oleh pembangunan sumberdaya manusia yang memadai pula. Namun demikian,

pada

kenyataannya,

pelaksanaan

pembangunan

di

negara-negara

berkembang lebih menitikberatkan pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya melalui peningkatan investasi pada sektor-sektor ekonomi yang potensial dan kurang begitu memperhatikan pembangunan sumberdaya manusia yang merupakan aktor utama dalam pembangunan. Dalam rangka meningkatkan pembangunan manusia terutama di Negaranegara berkembang, Perserikatan Bangsa-bangsa melalui salah satu organisasinya yaitu United Nations Development Program memfasilitasi pendeklarasian suatu paradigma pembangunan global yaitu Millennium Development Goals (MDGs) yang disepakati oleh 189 negara. Paradigma ini menempatkan pembangunan manusia sebagai fokus utama pembangunan serta memiliki tenggat waktu dan kemajuan yang terukur sehingga diharapkan dapat lebih memacu pembangunan manusia terutama di negaranegara sedang berkembang termasuk Indonesia. Perbedaan tingkat kualitas sumberdaya manusia antar daerah akan menciptakan suatu jurang pemisah yang mengarah pada kesenjangan antara daerah yang memiliki kualitas SDM yang rendah dengan daerah dengan kualitas SDM yang tinggi. Oleh karena kualitas SDM ini memiliki kaitan yang erat dengan kinerja ekonomi maka kesenjangan juga terjadi dalam hal kinerja ekonomi antara kedua daerah. Kasus semacam ini sangat lazim ditemukan dalam pembangunan di Indonesia. Integrasi konsep Millennium Development Goals (MDGs) dalam kebijakan pembangunan Indonesia diharapkan akan memicu pening katan kualitas sumberdaya manusia. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan merupakan suatu kesatuan wilayah yang terdiri atas 33 provinsi yang sangat beraneka ragam. Keanekaragaman ini dapat dijumpai dalam berbagai bidang pembangunan termasuk ekonomi yang tampak dari perbedaan perkembangan ekonomi regional antar wilayah. Perkembangan ekonomi regional yang berbeda antara satu wilayah dengan wilayah yang lain akan mempengaruhi terjadinya perbedaan dalam hal pembangunan sumberdaya manusia yang salah satunya dapat ditunjukkan oleh adanya perbedaan tingkat pencapaian MDGs antar

provinsi di Indonesia. Pengaruh tersebut dapat muncul melalui dua mekanisme yaitu melalui peran civil society seperti melalui organisasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat dan melalui aktivitas rumah tangga dan pemerintah. Alokasi antar dan dalam lembaga-lembaga tersebut dan perbedaan perilakunya dapat menjadi penyebab perbedaan kinerja pembangunan manusia sekalipun tingkat kinerja ekonominya setara.. Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka penelitian ini diarahkan untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah tingkat pencapaian MDGs pada berbagai tipologi wilayah di Indonesia? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pencapaian MDGs pada berbagai tipologi wilayah di Indonesia? 3. Bagaimanakah disparitas tingkat pencapaian MDGs intra region dan inter region dalam berbagai tipologi wilayah di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini antara lain : 1. Mengetahui tingkat pencapaian MDGs pada berbagai tipologi wilayah di Indonesia. 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian MDGs pada berbagai tipologi wilayah di Indonesia. 3. Mengkaji disparitas tingkat pencapaian MDGs intra region dan inter region dalam berbagai tipologi wilayah di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain : 1. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi terkait pengaruh pembangunan ekonomi terhadap pembangunan sumberdaya manusia antar wilayah di Indonesia 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberi masukan kepada para stakeholder yang terkait dengan pelaksanaan program-

10

program pembangunan nasional di Indonesia mengenai pentingnya pembangunan bidang ekonomi unuk diarahkan sebagai suatu driving force bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia.

1.5. Keaslian Penelitian Penelitian ini menggunakan skripsi dan tesis serta beberapa jurnal baik yang dipublikasikan dalam skala nasional maupun internasional sebagai bahan perbandingan dan rujukan. Penelitian ini secara umum mengambil tema hubungan antara pembangunan manusia dan pembangunan bidang ekonomi. Antara kedua dimensi pembangunan sebenarnya terdapat hubungan yang saling mempengaruhi atau bersifat timbal balik. Pada satu sisi untuk mencapai keberhasilan dalam pembangunan ekonomi diperlukan modal sumberdaya manuia yang berkualitas, dan pada sisi yang lain, untuk menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas dalam suatu wilayah maka diperlukan kondisi perekonomian yang baik. Walaupu demikian, studi dan penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya lebih mengungkap pengaruh aspek pembangunan sumberdaya manusia terhadap peningkatan kinerja ekonomi. Terdapat beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang juga mengangkat tema yang sama. Perbedaan tersebut yaitu penelitian ini lebih menitikberatkan pada pengaruh pembangunan ekonomi terhadap pembangunan sumberdaya manusia. Selian itu, penelitian ini menggunakan Millennium Development Goals sebagai pengganti Human Development Index yang biasanya digunakan indikator pembangunan manusia. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa topik pengaruh pembangunan ekonomi terhadap tingkat pencapaian MDGs yang menjadi fokus dari penelitian ini merupakan yang pertama di Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada.

11

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian


No 1. Judul Penelitian Hubungan pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa Tahun 19962005 Nama Penulis Siti Nurfitriana B (03/167776/G E/05412) Tujuan Penelitian Mengetahui perbedaan perkembangan pembangunan manusia dan pembangunan ekonomi kabupaten/kota di Jawa Memahami hubungan antara pembangunan manusia dn pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Jawa Analisis Data Untuk mengetahui perbedaan perkembangan pembangunan manusia digunakan uji statistik non parametrik yaitu dengan Mann Whitney U Test Untuk mengetahui hubungan antara pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi digunakan uji korelasi Spearman Rank Hasil Penelitian IPM kabupaten/kota di Jawa mengalami penurunan pada periode 1996-1999, peningkatan selama 1999-2002 dan 20022005. Pada periode 2002-2005, tidak terdapat perbedaan laju perubahan IPM antara daerah IPM rendah dan tinggi. Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia mempunyai hubungan yang signifikan pada tahun 1996, sementara hubungannya menurun dan tidak signifikan pada tahun 1999, 2002, dan 2005.

12

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian


No 2. Judul Penelitian Hubungan antara Pembangunan Manusia dan Pembangunan Ekonomi di Kalimantan Tahun 1996-2001 Nama Penulis Sri Suyatmi (15009/IV6/322/00) Tujuan Penelitian Mengidentifikasi daerah kabupaten/kota di Kalimantan, yang memiliki indeks pembangunan manusia yang relatif tinggi dan sebaliknya kabupaten/kota yang memiliki indeks pembangunan manusia yang rendah. Mengetahui hubungan antara indeks pembangunan manusia dengan pembangunan ekonomi pada tingkat kabupaten/kota di Kalimantan Analisis Data Uji Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan perubahan pembangunan manusia antara kabupaten/kota yang memiliki IPM tinggi dan rendah Uji korelasi Kendalls Tau untuk mengetahui keeratan hubungan antara pembangunan manusia dan pembangunan ekonomi Hasil Penelitian Kabupaten/kota di Kalimantanh Timur dan Kalimantan Tengah termasuk dalam kelompok IPM tinggi, sedangkan pada kelompok IPM rendah didominasi oleh kabupaten/kota di Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan. Hubungan antara pembangunan manusia dan ekonomi, jauh lebih kuat dengan tingkat pencapaiannya dibandingkan dengan perubahannya.

13

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian


No 3. Judul Penelitian Pembangunan Manusia dan Kinerja Ekonomi Regional Indonesia Nama Penulis Aloysius Gunadi Brata Tujuan Penelitian Mengkaji secara empiris hubungan dua arah antara pembangunan manusia dan kinerja ekonomi regional di Indonesia. Analisis Data Estimasi model menggunakan metode twostage least square (TSLS) dengan maksud untuk meminimalkan bias simultan yang ada dalam model simultan Hasil Penelitian Ada hubungan dua arah antara pembangunan manusia dan pembangunan ekonomi regional di Indonesia, termasuk di masa krisis. Pembangunan manusia yang berkualitas mendukung pembangunan ekonomi dan sebaliknya kinerja ekonomi yang baik mendukung pembangunan manusia. 4. Kajian Prioritas Pembangunan Ekonomi di Indonesia E. Susy Suhendra Rina Sugiarti Yusye Meliawati Menjelaskan kondisi dan tantangan pencapaian MDGs di Indonesia terkait dengan aspek ekonomi khususnya untuk tujuan mengurangi kemiskinan dan kelaparan. Menjelaskan prioritas pembangunan Indonesia serta permasalahannya untuk mendukung upaya pencapaian MDGs Data dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif Salah satu tantangan dalam pencapaian MDGs untuk tujuan mengurangi kemiskinan dan kelaparan adalah jumlah kesempatan kerja yang tidak sebanding dengan peningkatan jumlah angkatan kerja baru. Prioritas pembangunan Indonesia demi pencapaian MDGs dapat diarahkan pada pengurangan kesenjangan dan kerjasama antara berbagai lembaga.

14

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian


No 5. Judul Penelitian Analisis Pengaruh Determinan Indeks Pembangunan Manusia Dikaitkan dengan Pembangunan Wilayah pada Kabupaten/ Kota di Sumatera Utara Nama Penulis Dina Rosiana Sihombing Tujuan Penelitian Mengetahui dan menganalisa apakah terdapat pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Analisis Data Metode kuantitatif, pengujian metode Generalized Linier Regression dengan analisis regresi berganda random effect dengan melakukan uji asumsi klasik

Hasil Penelitian Secara simultan terdapat pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Secara parsial Pertumbuhan Ekonomi yang diproksikan oleh PDRB harga berlaku yang berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara, sedangkan variabel Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya Indeks Pembangunan Manusia.

15

1.6. Tinjauan Pustaka 1. Millennium Development Goals Pembangunan adalah suatu perubahan dari kondisi tertentu menjadi kondisi yang dianggap lebih baik (Katz, 1966). Untuk mencapai sasaran yang diinginkan, maka pembangunan suatu negara dapat diarahkan pada tiga hal pokok yaitu meningkatkan ketersediaan dan distribusi kebutuhan pokok bagi masyarakat, meningkatkan standar hidup masyarakat dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengakses baik kegiatan ekonomi maupun kegiatan sosial dalam kehidupannya (Todaro, 1983). Pembangunan daerah merupakan suatu proses yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat untuk mengelola semua sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta guna menciptakan lapangan kerja baru serta mendorong perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah pembangunan yang bersangkutan. (Blakely dalam Kuncoro, 2004). Terdapat banyak dimensi pembangunan, akan tetapi dua dimensi yang sering dibahas adalah ekonomi dan manusia. Arsyad (1999) memberikan definisi bahwa perekonomian daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Tujuan utama dari pembangunan ekonomi daerah adalah untuk menciptakan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat yang ada di daerah. Di samping itu, tujuan dari usaha-usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggitingginya, harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, kesenjangan pendapatan, dan tingkat pengangguran (Todaro, 1983). Menurut UNDP (1990), pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia ("a process of enlarging people's choices"). Konsep pembangunan manusia menurut

16

UNDP adalah keterlibatan atau partisipasi aktif penduduk dalam pembangunan, mulai dari sejak perumusan, penentuan kebijakan hingga evaluasi, sehingga disebut sebagai pembangunan yang berpusat pada penduduk (people centered development) atau dapat dikatakan

pembangunan oleh, tentang dan untuk penduduk. Pembangunan oleh penduduk berarti pembangunan merupakan upaya untuk memperkuat (empowerment) penduduk dalam menentukan harkat manusia dengan caraberpartisipasi dalam proses pembangunan. Pembangunan tentang pnduduk berarti pembangunan diarahkan sebagai investasi di bidang pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial lainnya. Sementara itu, pembangunan untuk penduduk dapat berupa penciptaan peluang kerja. Hubungan antara pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia bersifat timbal balik. Artinya, pertumbuhan ekonomi yang merupakan wujud dari pembangunan ekonomi mempengaruhi pembangunan manusia dan sebaliknya, pembangunan manusia juga dapat

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Di satu sisi, pembangunan manusia yang berkelanjutan perlu didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang memadai, dan sisi lain pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan juga perlu didukung oleh pembangunan manusia (SDM) yang memadai. Kebijakan pembangunan suatu daerah yang tidak diarahkan pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia hanya akan membuat daerah yang bersangkutan tertinggal dari daerah yang lain, termasuk dalam hal kinerja ekonominya. Dengan kata lain, peningkatan kualitas modal sumberdaya manusia yang salah satunya ditempuh melalui diadopsinya Millennium Development Goals (MDGs) dalam kebijakan pembangunan nasional diharapkan akan memberikan manfaat dalam mengurangi ketimpangan antar daerah yang merupakan persoalan pelik bagi negara dengan wilayah yang luas dan tingkat keragaman sosial ekonomi yang tinggi seperti Indonesia. Salah satu wujud nyata dari pembangunan yang ditujukan pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia di Indonesia adalah integrasi

17

konsep Millennium Development Goals (MDGs) dalam berbagai penyusunan dokumen perencanaan pembangunan baik pada tingkat pusat maupun daerah. Millennium Development Goals adalah delapan tujuan yang diupayakan untuk dicapai pada tahun 2015 merupakan tantangan tantangan utama dalam pembangunan diseluruh dunia. Tantangantantangan ini sendiri diambil dari seluruh tindakan dan target yang dijabarkan dalam Deklarasi Milenium yang diadopsi oleh 189 negara dan ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium di New York pada bulan September 2000. Pada bulan September 2000, Pemerintah Indonesia, bersama-sama dengan 189 negara lain, berkumpul untuk menghadiri Pertemuan Puncak Milenium di New York dan menandatangani Deklarasi Milenium. Deklarasi ini berisi komitmen masing-masing negara dan komunitas internasional untuk mencapai delapan buah sasaran pembangunan dalam Milenium ini (MDG), sebagai satu paket tujuan terukur untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Penandatanganan deklarasi ini merupakan komitmen dari pemimpin-pemimpin dunia untuk mengurangi lebih dari separuh orang-orang yang menderita akibat kelaparan, menjamin semua anak untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya, mengentaskan kesenjangan jender pada semua tingkat pendidikan, mengurangi kematian anak balita hingga dua per tiga, dan mengurangi hingga separuh jumlah orang yang tidak memiliki akses air bersih pada tahun 2015. Majelis Umum PB kemudian melegalkannya ke dalam Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 55/2 tanggal 18 September 2000 Tentang Deklarasi Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa (A/RES/55/2. United Nations Millennium Declaration). Lahirnya Deklarasi Milenium merupakan buah perjuangan panjang negara-negara berkembang dan sebagian negara maju. Deklarasi ini menghimpun komitmen para pemimpin dunia, yang belum pernah terjadi sebelumnya, untuk menangani isu perdamaian, keamanan, pembangunan,

18

hak asasi, dan kebebasan fundamental dalam satu paket. Negara-negara anggota PBB kemudian mengadopsi MDGs. Setiap tujuan memiliki satu atau beberapa target berikut indikatornya. MDGs menempatkan pembangunan manusia sebagai fokus utama pembangunan serta memiliki tenggat waktu dan kemajuan yang terukur. MDGs didasarkan atas konsensus dan kemitraan global, sambil menekankan tanggung jawab negara berkembang untuk melaksanakan pekerjaan rumah mereka, sedangkan negara maju berkewajiban mendukung upaya tersebut. Secara ringkas, fokus pembangunan yang disepakati secara global dalam MDGs meliputi 8 tujuan yaitu sebagai berikut : a. Menghapuskan kemiskinan dan kelaparan berat b. Mewujudkan pendidikan dasar untuk semua orang c. Mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan d. Menurunkan kematian anak e. Meningkatkan kesehatan maternal f. Melawan penyebaran HIV/AIDS, dan penyakit kronis lainnya (malaria dan tuberkulosa) g. Menjamin keberlangsungan lingkungan h. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. Millennium Development Goals merupakan tujuan kuantitatif yang harus dicapai dalam jangka waktu tertentu, terutama persoalan penanggulangan kemiskinan pada tahun 2015. Adapun tujuan, target, dan indikator dari konsep MDGs menurut Laporan Pencapaian MDGs Indonesia 2007 antara lain : a. Tujuan 1. Menangulangi Kemiskinan dan Kelaparan 1) Target 1 : Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah US$1 per hari menjadi setengahnya dalam kurun waktu 1990-2015 Persentase penduduk dengan pendapatan di bawah US$1 (PPP) per hari. Persentase penduduk dengan tingkat konsumsi

19

di bawah garis kemiskinan nasional. Indeks kedalaman kemiskinan. Indeks keparahan kemiskinan. Proporsi konsumsi penduduk termiskin (kuantil pertama). 2) Target 2 : Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya dalam kurun waktu 1990-2015 Persentase anak-anak berusia di bawah 5 tahun yang mengalami gizi buruk (severe

underweight). Persentase anak-anak berusia di bawah 5 tahun yang mengalami gizi kurang (moderate

underweight). b. Tujuan 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua Target 3 : Menjamin pada tahun 2015, semua anak, di manapun, laki-laki maupun perempuan, dapat menyelesaikan pendidikan dasar Angka partisipasi murni (APM) sekolah

dasar/madrasah ibtidaiyah (7-12 tahun). Angka partisipasi murni (APM), sekolah

menengah pertama/madrasah tsanawiyah (13-15 tahun). Angka melek huruf usia 15-24 tahun

c. Tujuan 3. Mendorong Kesetaran Gender dan Pemberdayaan Perempuan Target 4 : Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005, dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun

20

2015 Rasio anak perempuan terhadap anak laki-laki di tingkat pendidikan dasar, lanjutan dan tinggi, yang diukur melalui angka partisipasi murni anak perempuan terhadap anak laki-laki (%). Rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki usia 15-24 tahun, yang diukur melalui angka melek huruf perempuan/laki-laki (indeks paritas melek huruf gender) (%). Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK ) perempuan (%). Tingkat pengangguran terbuka (TPT)

perempuan (%). Kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan (%). Tingkat daya beli (Purchasing Power Parity, PP) pada kelompok perempuan (%). Proporsi perempuan dalam lembaga-lembaga publik (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) (%). d. Tujuan 4. Menurunkan Angka Kematian Anak Target 5 : Menurunkan Angka Kematian Balita sebesar duapertiganya dalam kurun waktu 1990 2015 Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000

kelahiran hidup. Angka Kematian Balita (AKBA ) per 1000 kelahiran hidup. Anak usia 12-23 bulan yang diimunisasi campak (%). e. Tujuan 5. Meningkatkan Kesehatan Ibu Target 6 : Menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga-

21

perempatnya dalam kurun waktu 1990 2015 Angka kematian ibu melahirkan (AKI) per 100.000 kelahiran hidup. Proporsi kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan (%). Proporsi wanita 15-49 tahun berstatus kawin yang sedang menggunakan atau memakai alat keluarga berencana (%). f. Tujuan 6 . Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular Lainya 1) Target 7 : Mengendalikan penyebaran HIV dan AIDS dan mulai menurunnya jumlah kasus baru pada tahun 2015 Prevalensi HIV dan AIDS (%). Penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko tinggi (%). Penggunaan kondom pada pemakai kontrasepsi (%). Persentase penduduk usia muda 15-24 tahun yang mempunyai pengetahuan komprehensif tentang HIV/ AIDS (%). 2) Target 8 : Mengendalikan penyakit malaria dan mulai

menurunnya jumlah kasus malaria dan penyakit lainnya pada tahun 2015 Prevalensi malaria per 1.000 penduduk. Prevalensi tuberkulosis per 100.000 penduduk. Angka penemuan pasien tuberkulosis BTA positif baru (%). Angka keberhasilan pengobatan pasien tuberkulosis (%).

22

g. Tujuan 7. Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup 1) Target 9 : Memadukan prinsip-prinsip pembangunan

berkelanjutan dengan kebijakan dan program nasional serta mengembalikan sumber daya

lingkungan yang hilang Rasio luas kawasan tertutup pepohonan

berdasarkan hasil pemotretan Satelit Landsat terhadap luas daratan (%). Rasio luas kawasan tertutup pepohonan

berdasarkan luas kawasan hutan, kawasan lindung, dan kawasankonservasi termasuk

kawasan perkebunan dan hutan rakyat terhadap luas daratan (%). Rasio luas kawasan lindung terhadap luas daratan (%). Rasio luas kawasan lindung perairan (marine protected area) terhadap luas daratan (%). Jumlah emisi karbondioksida (CO2) (metrik ton). Jumlah konsumsi bahan perusak ozon (BPO) (ton). Rasio jumlah emisi karbondioksida (CO2) terhadap jumlah penduduk Indonesia (%). Jumlah penggunaan energi dari berbagai jenis (setara barel minyak, SBM), (a) Fosil dan (b) Non-fosil. Rasio penggunaan energi (total) dari berbagai jenis terhadap Produk Domestik Bruto (%). Penggunaan energi dari berbagai jenis secara absolut (metrik ton).

23

2) Target 10 :

Menurunkan

proporsi

penduduk

tanpa

akses

terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar sebesar separuhnya pada 2015 Proporsi rumah tangga terhadap penduduk dengan berbagai kriteria sumber air (total) (%) Proporsi rumah tangga/penduduk dengan

berbagai kriteria sumber air (perdesaan) (%) Proporsi rumah tangga/penduduk dengan

berbagai kriteria sumber air (perkotaan) (%) Cakupan pelayanan perusahaan daerah air minum (KK) Proporsi rumah tangga dengan akses pada fasilitas sanitasi yang layak (total) (%) Proporsi rumah tangga dengan akses pada fasilitas sanitasi yang layak (perdesaan) (%) Proporsi rumah tangga dengan akses pada fasilitas sanitasi yang layak (perkotaan) (%) 3) Target 11 : Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di pemukiman kumuh pada tahun 2020 Proporsi rumah tangga yang memiliki atau menyewa rumah (%). h. Tujuan 8. Membangun Kemitran Global untuk Pembangunan 1) Target 12 : Mengembangkan sistem keuangan dan perdagangan yang terbuka, berbasis peraturan, dapat diprediksi, dan tidak diskriminatif. Rasio antara jumlah Ekspor dan Impor dengan PDB (%).

24

Rasio antara Kredit dan Tabungan (LDR) Bank Umum (%). Rasio antara Kredit dan Tabungan (LDR) Bank Perkreditan Rakyat (%).

2) Target 15 :

Menangani hutang negara berkembang melalui upaya nasional maupun internasional agar dalam

pengelolaan 3) Target 16 :

hutang

berkesinambungan

jangka panjang Rasio pinjaman luar negeri terhadap PDB. Debt-to-Service Ratio (DSR). dengan negara lain untuk

Bekerjasama

mengembangkan dan menerapkan strategi untuk menciptakan lapangan kerja yang baik dan

produktif bagi penduduk usia muda Tingkat pengangguran usia muda (15-24 tahun) Tingkat pengangguran usia muda (15-24 tahun) menurut jenis kelamin Tingkat pengangguran usia muda (15-24 tahun) menurut provinsi. 4) Target 17 : Bekerjasama dengan swasta dalam memanfaatkan teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi Persentase rumah tangga yang memiliki telepon dan telepon selular. Persentase rumah tangga yang memiliki

komputer personal dan mengakses internet melalui komputer. Untuk mencapai tujuan MDG tahun 2015 diperlukan koordinasi, kerjasama serta komitmen dari seluruh pemangku kepentingan, utamanya pemerintah (nasional dan lokal), masyarakat sipil, akademia, media, sektor swasta dan komunitas donor. Bersama-sama, kelompok ini akan

25

memastikan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai tersebar merata di seluruh Indonesia.Pemerintah Indonesia tetap memegang komitmenya untuk melaporkan kemajuan pencapaian MDGs. 2. Tipologi Wilayah Pemerintah baik pada level nasional maupun regional dalam menjalankan fungsinya sebagai penentu kebijakan pembangunan perlu membuat prioritas kebijakan. Hal ini tentunya dimaksudkan agar pembangunan yang direncanakan pada nantinya dapat

diimplementasikan dengan lancar. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam rangka penentuan prioritas kebijakan pembangunan tersebut adalah perkembangan ekonomi regional daerah yang bersangkutan. Terkait dengan hal ini, maka pemerintah daerah perlu melakukan suatu regionalisasi untuk mengelompokkan wilayahnya. Regionalisasi ini pada akhirnya menghasilkan suatu tipologi wilayah. Tipologi adalah suatu konsep mendeskripsikan kelompok objek berdasarkan atas kesamaan sifat-sifat dasar yang berusaha memilah atau mengklasifikasikan bentuk keragaman dan kesamaan jenis (Aminza, 2006). Moneo dalam Loekito (1994), secara konsepsional

mendefinisikan tipologi sebagai sebuah konsep yang mendeskripsikan sebuah kelompok obyek atas dasar kesamaan karakter bentuk-bentuk dasarnya. Regionalisasi wilayah untuk menciptakan suatu tipologi wilayah dapat dilakukan berdasarkan tingkat perkembangan ekonomi regional. Regionalisasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan analisis tipologi Klassen. Tipologi Klassen merupakan salah satu alat analisis ekonomi regional, yaitu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Dalam pengertian ini, tipologi Klassen dilakukan dengan membandingkan pertumbuhan ekonomi daerah dengan pertumbuhan ekonomi daerah yang menjadi acuan atau nasional dan membandingkan pertumbuhan PDRB per kapita daerah dengan PDRB per kapita daerah yang menjadi

26

acuan atau PDB per kapita (secara nasional). Tipologi Klassen juga merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi sektor, subsektor, usaha, atau komoditi prioritas atau unggulan suatu daerah. Dalam hal ini analisis Tipologi Klassen dilakukan dengan membandingkan pertumbuhan ekonomi daerah dengan pertumbuhan ekonomi daerah yang menjadi acuan atau nasional dan membandingkan pangsa sektor, subsektor, usaha, atau komoditi suatu daerah dengan nilai rata-ratanya di tingkat yang lebih tinggi atau secara nasional. Hasil analisis Tipologi Klassen akan menunjukkan posisi pertumbuhan dan pangsa sektor, subsektor, usaha, atau komoditi pembentuk variabel regional suatu daerah. Pendekatan yang umum digunakan dalam analisis tipologi Klassen adalah pendekatan daerah seperti yang diutarakan oleh Sjafrizal (1997). Pendekatan ini mempunyai konsep yang serupa dengan pendekatan sektoral dan data yang digunakan juga berupa data PDRB dan pertumbuhan per kapita. Pendekatan daerah dalam Tipologi Klassen menghasilkan matriks sebagai berikut :

Gambar 1.1 Matriks Tipologi Klassen dengan Pendekatan Daerah Pendekatan daerah analisis tipologi Klassen membagi empat daerah kuadran dalam matriks menurut klasifikasi sebagai berikut : a. Daerah yang maju dan tumbuh dengan pesat (Kuadran I). Kuadran ini merupakan kuadran daerah dengan laju pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g) dan memiliki pertumbuhan PDRB per kapita (gki) yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan PDRB per

27

kapita daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (gk). Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi>g dan gki>gk. b. Daerah maju tapi tertekan (Kuadran II). Daerah yang berada pada kuadran ini memiliki nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g), tetapi memiliki pertumbuhan PDRB per kapita (gki) yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan PDRB per kapita daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (gk). Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi<g dan gki>gk. c. Daerah yang masih dapat berkembang dengan pesat (Kuadran III). Kuadran ini merupakan kuadran untuk daerah yang memiliki nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih tinggi dari pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g), tetapi pertumbuhan PDRB per kapita daerah tersebut (gki) lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB per kapita daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (gk). Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi>g dan gki<gk. d. Daerah relatif tertingggal (Kuadran IV). Kuadran ini ditempati oleh daerah yang memiliki nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g) dan sekaligus pertumbuhan PDRB per kapita (gki) yang lebih kecil dibandingkan pertumbuhan PDRB per kapita daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (gk). Pembangunan wilayah umumnya diarahkan untuk mencapai

kemakmuran masyarakat yang luas atau pemerataan kesejahteraan. Kesenjangan sosial ekonomi merupakan masalah pokok pembangunan. Idealnya, pertumbuhan tinggi dan merata, namun kenyataannya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu dapat dinikmati oleh penduduk atau wilayah secara merata. Oleh karena itu analisis kesenjangan sosial ekonomi antar masyarakat maupun antar wilayah

28

menjadi

penting

untuk

dilakukan

untuk

menilai

keberhasilan

pembangunan wilayah. Salah satu dampak negatif dari pembangunan di negara-negara berkembang yang sering dilaksanakan berdadarkan paradigma ekonomi murni atau pertumbuhan adalah munculnya fenomena regional inequality. Fenomena ini merupakan fenomena kesenjangan antar wilayah yang muncul akibat adanya perbedaan dalam tingkat pertumbuhan dan perkembangan antar wilayah serta perbedaan tingkat pendapatan dan kemakmuran. Pada akhirnya, perbedaan ini

menimbulkan dikotomi dalam perencanaan pembangunan antara daerah yang modern, dinamis dan inovatif yang identik dengan kawasan perkotaan dengan daerah yang tradisional, statis dan terbelakang yang biasanya merupakan ciri kawasan perdesaan. Bahkan dikotomi tersebut diarahkan pada tercapainya kesesuaian tindakan pembangunan terhadap kebutuhan kawasan perdesaan maupun perkotaan dalam memenuhi fungsi optimalnya. Hal inilah yang juga menjadi pemicu timbulnya kesenjangan antar wilayah di Indoensia. Ketimpangan struktural yang terjadalam pembangunan Indonesia ini juga telah menciptakan tipologi wilayah yaitu tipologi Jawa-Luar Jawa dan Kawasan Barat IndonesiaKawasan Timur Indonesia. Pelaksanaan pembangunan sendiri lebih dipusatkan di wilayah Jawa dan Kawasan Barat Indonesia. Tipologi Jawa-Luar Jawa merupakan salah satu bentuk dari ketimpangan struktural yang diakibatkan pola pembangunan Indonesia di masa lalu yang bersifat sentralistik atau terpusat di kawasan Jawa dan Bali. Dalam tipologi ini Provinsi-provinsi yang terletak di Pulau Jawa dan Provinsi Bali digolongkan sebagai Kawasan Jawa, sedangkan provinsi-provinsi lainnya dimasukkan ke dalam kawasan Luar Jawa. Tipologi Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia ditentukan

berdasarkan pembagian kawasan pembangunan Indonesia yang dimuat dalam Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1993. Menurut GBHN 1993, wilayah Indonesia dibagi menjadi dua kawasan pembangunan

29

yaitu Kawasan Barat Indonesia yang terdiri dari Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan Bali dan Kawasan Timur Indonesia yang terdiri dari Sulawesi, Maluku, Irian/Papua, Nusa Tengg ara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

1.7. Kerangka Pemikiran Penelitian ini berangkat dari suatu fakta bahwa pembangunan ekonomi dapat menjadi suatu driving force bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Salah satu wujud dari pembangunan sumberdaya manusia di Indonesia adalah adanya integrasi konsep Millennium Development Goals (MDGs) dalam program-program pembangunan baik pada level nasional maupun daerah. Konsep pembangunan yang dijalankan selama beberapa dekade telah memunculkan berbagai tipologi wilayah antara lain tipologi wilayah berdasarkan tingkat perkembangan ekonomi regional (terdiri dari empat tipe daerah yaitu daerah maju dan tumbuh cepat, daerah berkembang cepat, daerah maju tapi tertekan dan daerah relatif tertinggal) tipologi wilayah Jawa-luar Jawa dan tipologi Kawasan Barat Indonesia-Kawasan Timur Indonesia. Capaian pembangunan yang berbeda di antara berbagai tipe

wilayah tersebut dapat menimbulkan kesenjangan atau disparitas. Disparitas ini pada umumnya mencakup dua dimensi pembangunan yaitu pembangunan ekonomi dan pembangunan sumberdaya manusia yang direpresentasikan oleh capaian dan tingkat pencapaian MDGs. Penelitian ini sendiri lebih terfokus pada disparitas tingkat pencapaian MDGs antar wilayah. Adanya perbedaan karakeristik antar wilayah terutama dalam bidang sosial ekonomi di Indonesia dapat menyebabkan adanya perbedaan tingkat pencapaian MDGs antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Diasumsikan bahwa karakteristik wilayah yang dapat menjadi pemicu diversifikasi tingkat pencapaian MDGs yaitu kinerja otonomi daerah yang mewakili aspek ekonomi dan persentase belanja bantuan sosial dalam anggaran pengeluaran pemerintah daerah yang mewakili aspek sosial.

30

Pembangunan di Indonesia

Kinerja Otonomi Daerah

Tipologi wilayah

Tipologi perkembangan ekonomi regional

Tipologi Jawa-Luar Jawa

Tipologi Kawasan Barat-Timur Indonesia

Pencapaian MDGs persentase penduduk miskin persentase balita kekurangan gizi rasio APM P/L SMA rasio APM P/L perguruan tinggi rasio melek huruf P/L usia 15-24 tahun angka kematian bayi angka kematian balita akses air minum layak akses sanitasi layak persentase RT yang pengakses internet Keterangan : : hubungan : pengaruh Persentase belanja bantuan sosial

kecukupan konsumsi kalori (Kkal) < 1400 kecukupan konsumsi kalori (Kkal) < 2000 APM SD/MI Angka melek huruf usia 15-24 tahun rasio APM P/L SD/MI rasio APM P/L SMP/MTs -

Disparitas Pencapaian MDGs Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran

31

1.8. Hipotesis Mengacu pada permasalahan yang telah dirumuskan, dapat disusun beberapa hipotes sebagai berikut : 1. Terdapat perbedaan pencapaian MDGs pada berbagai jenis tipologi wilayah di Indonesia 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian MDGs pada berbagai tipologi wilayah di Indonesia yaitu kinerja otonomi daerah, dan persentase belanja bantuan pemerintah daerah. 3. Terdapat perbedaan disparitas pencapaian MDGs pada berbagai tipologi wilayah di Indonesia sosial dalam anggaran pengeluaran

BAB II METODE PENELITIAN

2.1. Pemilihan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang dipilih mencakup seluruh wilayah Indonesia dalam ruang lingkup nasional. Hal ini terutama disebabkan Indonesia memiliki kenakeragaman yang tinggi dalam kinerja pembangunan masingmasing daerah. Keanekaragaman itulah yang menjadi pemicu adanya perbedaan dalam hal pencapaian hasil pembangunan sumberdaya manusia yang salah satunya diwujudkan dalam implementasi Millennium

Development Goals antar wilayah.Berdasarkan laporan perkembangan pencapaian MDGs secara nasional dari tahun ke tahun, diketahui bahwa perkembangan yang telah dicapai sampai saat ini menunjukkan kemajuan yang menggembirakan. Namun demikian, dalam laporan Human

Development Report tahun 2009, peringkat human development index Indonesia makin memburuk. Jika pada tahun 2006, Indonesia berada pada peringkat 107, merosot di peringkat 109 pada tahun 2007-2008, maka di tahun 2009 berada di peringkat 111 dari 147 negara yang menandatangani deklarasi MDGs. Penelitian ini menggunakan tiga tipologi wilayah yaitu tipologi Klassen, Jawa-Luar Jawa dan Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia. Pemilihan ketiga tipologi ini disebabkan ketiga tipologi tersebut dapat mencerminkan tingkat perkembangan ekonomi wilayah, mengingat topik utama penelitian ini adalah hubungan antara perkembangan ekonomi dengan pembangunan manusia. Pada tipologi Klassen, urutan tipologi dengan tingkat

perkembangan ekonomi wilayah tertinggi hingga terendah yaitu daerah maju dan tumbuh cepat, daerah berkembang cepat, daerah maju tetapi tertekan, dan daerah relatif tertinggal. Pada tipologi Jawa-Luar Jawa, tipologi Jawa memiliki tingkat perkembangan ekonomi yang lebih baik dibandingkan tipologi Luar Jawa. Sementara itu, Kawasan Barat Indonesia juga memiliki 32

33

tingkat perkembangan ekonomi yang lebih baik daripada Kawasan Timur Indonesia

2.2. Pemilihan indikator MDGs Millenium Development Goals terdiri atas delapan tujuan antara lain menghapuskan kemiskinan dan kelaparan berat, mewujudkan pendidikan dasar untuk semua orang, mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan kematian anak, meningkatkan kesehatan maternal, melawan penyebaran HIV/AIDS, dan penyakit kronis lainnya (malaria dan tuberkulosa), menjamin keberlangsungan lingkungan, dan mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. Dalam Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia tahun 2010 terdapat 67 indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat pencapaian kedelapan tujuan tersebut. Dari 67 indikator yang dapat terukurtersebut dipilih beberapa indikator untuk kemudian digunakan dalam penelitian ini. Pemilihan indikator ini dilakukan berdasarkan kriteria berikut : 1. Indikator terpilih harus memiliki data dalam tingkat provinsi. 2. Semua indikator yang terpilih harus memiliki target atau standar nasional sehingga secara otomatis indikator yang tidak memiliki standar tidak akan digunakan dalam peneilitian ini. 3. Indikator yang terpilih merupakan indikator yang memiliki standar pencapaian yang bersifat kuantitatif atau memiliki angka. Hal ini ditujukan agar perhitungan persentase pencapaian dapat dilakukan dengan membandingkan nilai indikator eksisiting dengan nilai standar pencapaian. Indikator-indikator yang memiliki standar pencapaian yang bersifat kualitatif seperti meningkat, menurun, bertambah, berkurang, dan lain-lain secara otomatis tidak digunakan dalam perhitungan persentase pencapaian MDGs pada penelitian ini. Berdasarkan ketiga kriteria di atas, maka dari total 67 indikator MDGs terpilih 16 indikator antara lain :

34

Tabel 2.1 Indikator-indikator MDGs yang Digunakan dalam Penelitian Tujuan Indikator Standar 2015 Tujuan 1 Persentase penduduk miskin 10,3 % Persentase balita kekurangan gizi 15,5 % Kecukupan konsumsi kalori (Kkal) < 1400 8,5 % Kecukupan konsumsi kalori (Kkal) < 2000 35,32 % Tujuan 2 APM SD/MI 100 % Angka melek huruf usia 15-24 tahun 100 % Tujuan 3 Rasio APM P/L SD/MI 100 Rasio APM P/L SMP/MTs 100 Rasio APM P/L SMA 100 Rasio APM P/L perguruan tinggi 100 Rasio melek huruf P/L usia 15-24 tahun 100 Tujuan 4 Angka kematian bayi 32 Angka kematian balita 23 Akses air minum layak 68,87 % Akses sanitasi layak 62,41 % Tujuan 8 Persentase rumah tangga yang memiliki akses 50 % internet Sumber : Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia 2010

2.3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan merupakan data sekunder. Data-data yang berhubungan dengan pencapaian MDGs diperoleh dari Laporan Pencapaian MDGs tahum 2010 yang dikeluarkan oleh BAPPENAS. Sementara itu, data-data yang berhubungan dengan aspek sosial ekonomi diperoleh dari data-data sekunder yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan.

2.4. Data dan Variabel Penelitian Variabel adalah turunan dari konsep yang memiliki nilai. Selain berfungsi sebagai pembeda, variabel-variabel juga berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain.

35

Tabel 2.2 Hubungan antara Variabel, Data dan Sumber Data dalam Penelitian No. Variabel Data Persentase penduduk miskin Persentase balita kekurangan gizi Kecukupan konsumsi kalori (Kkal) < 1400 Kecukupan konsumsi kalori (Kkal) < 2000 APM SD/MI Angka melek huruf usia 15-24 tahun Rasio APM P/L SD/MI Rasio APM P/L SMP/MTs Rasio APM P/L SMA Rasio APM P/L perguruan tinggi Rasio melek huruf P/L usia 1524 tahun Angka kematian bayi Angka kematian balita Akses air minum layak Akses sanitasi layak Persentase rumah tangga yang memiliki akses internet Pendapatan asli daerah Total penerimaan daerah Alokasi belanja bantuan sosial Total pengeluaran daerah Jumlah penduduk Sumber data

1.

Tingkat pencapaian MDGs

Laporan Pencapaian MDGs tahun 2010

2. 3.

Kinerja Otonomi daerah Persentasei belanja bantuan sosial

APBD tahun 2009

2.5. Teknik Analisis 1. Pengolahan Data Dalam penelitian ini pengolahan terhadap data-data yang telah diperoleh meliputi hal-hal sebagai berikut : a. Pengolahan data sekunder dengan menggunakan software SPSS dan Microsoft Excel. b. Pengolahan data-data spasial untuk membuat peta-peta tematik pendukung penelitian menggunakan software Arc GIS 10.

36

2. Cara Analisis Data Cara analisis data adalah proses penyerderhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Tujuan dari analisis data adalah mencari informasi dari data dengan menggunakan metode yang sesuai dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Analisis data dalam peneiltian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Perhitungan tingkat pencapaian MDGs

Tipologi wilayah

Matriks tingkat pencapaian MDGs pada 3 tipologi wilayah

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pencapaian MDGs

Analisis perbandingan tingkat pencapaian MDGs antar tipologi

Analisis diparitas pencapaian MDGs pada berbagai tipologi Gambar 2.1 Skema Analisis Data a. Analisis pencapaian MDGs pada tiga tipologi wilayah di Indonesia Analisis perbandingan tingkat pencapaian MDGs antar tipologi wilayah dilakukan melalui tahapan sebagai berikut : 1) Perhitungan tingkat pencapaian MDGs masing-masing provinsi Untuk mengetahui tingkat pencapaian MDGs masing-masing provinsi di Indonesia dilakukan analisis data-data yang terkait

37

dengan variabel tingkat pencapaian MDGs. Analisis dilakukan berdasarkan tiga pedoman berikut : a) Analisis untuk indikator yang bersifat positif Dalam penelitian ini terdapat beberapa indikator yang memiliki target kuantitatif berupa angka dan bersifat positif. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi nilai indikator (mendekati nilai target), maka akan semakin tinggi

pencapaian indikator tersebut dan sebaliknya. Rumus yang digunakan untuk menhitung pencapaian indikator yang memiliki karaktersristik ini adalah sebagai berikut.
= 100 %

Keterangan :

X i = nilai data pencapaian MDGs tertentu untuk wilayah i X = nilai data pencapaian MDGs tertentu yang telah ditetapkan sebagai standar atau target nasional b) Analisis untuk indikator yang bersifat negatif Pada penelitian ini, selain terdapat indikator yang memiliki target kuantitaf bersifat positif juga terdapat target kuantitatif yang bersifat negatif. Hal ini berarti bahwa semakin rendah nilai indikator (mendekati nilai target) justru akan semakin tinggi pencapaiaanya dan sebaliknya. Oleh sebab itu, rumus yang digunakan untuk menghitung pencapaian indikator dengan pencapaian ini adalah sebagai berikut :
= 100 %

Keterangan :

X i = nilai data pencapaian MDGs tertentu untuk wilayah i X = nilai data pencapaian MDGs tertentu yang telah ditetapkan sebagai standar atau target nasional

38

Setelah penentuan pencapaian masing-masing indikator selesai dilakukan, maka selanjutnya dihitung rata-rata pencapaian MDGs dari masing-masing provinsi. = untuk perhitungan ini yaitu : Rumus yang digunakan 100 %
(=16)

Selain digunakan untuk menghitung pencapaian MDGs secara regional, rumus di atas juga diguinakan untuk menghitung ratarata pencapaian dari masing-masing indikator MDgs yang digunakan dalam penelitian ini. Untuk mengetahui perbandingan tingkat pencapaian MDGs antar provinsi di Indonesia digunakan klasifikasi terhadap persentase pencapaian MDGs sehingga setelah diketahui

klasifikasinya, tingkat pencapaian MDGs masing-masing provinsi dapat diperbandingkan. Metode klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode klasifikasi berdasarkan standar deviasi dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan : s

= standar deviasi

( )2 =

xi

= nilai suatu indikator MDGs untuk provinsi i = nilai rata-rata suatu indikator MDGs = jumlah provinsi (dalam penelitian ini = 33) rumus tersebut,

Berdasarkan

dapat

ditentukan

klasifikasi

pencapaian MDGs sebagai berikut : Sedang apabila ( ) < x i < ( + ) Rendah apabila x i < ( )
2 2 2

Tinggi apabila x i > ( + 2)

39

2) Analisis tingkat pencapaian MDGs pada berbagai tipologi wilayah Analisis perbandingan tingkat pencapaian MDGs pada berbagai tipologi wilayah di Indonesia dilakukan dengn tahapan sebagai berikut : a) Penentuan jenis tipologi wilayah Pada penelitian kali ini digunakan tiga jenis tipologi wilayah antara lain tipologi wilayah berdasarkan

perkembangan ekonomi regional atau sering disebut sebagai Tipologi Klassen, Tipologi Jawa-Luar Jawa dan Tipologi Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia Tipologi pertama yaitu tipologi perkembangan ekonomi regional disusun berdasarkan analisis tipologi Klassen. Analisis ini digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Tipologi Klassen pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah. Dengan

menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-rata pendapatan per kapita sebagai sumbu horizontal, daerah yang diamati dapat dibagi-bagi menjadi empat klasifikasi, yaitu : daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income), daerah maju tapi tertekan (high income but low growth), daerah berkembang cepat (high growth but low income), dan daerah relatif tertinggal (low growth and low income) yang dapat digambarkan sebagai berikut.

40

Gambar 2.2 Pembagian Daerah Menurut Tipologi Klassen Penjelasan masing-masing tipologi adalah sebagai berikut : Daerah cepat maju dan cepat tumbuh adalah daerah yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang lebih tinggi dari rata-rata wilayah. Daerah maju tapi tertekan adalah daerah yang memiliki pendapatan per kapita yang lebih tinggi, tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah dari rata-rata. Daerah berkembang cepat adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan, tetapi tingkat per kapita lebih rendah dari rata-rata. Daerah relatif tertinggal adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang rendah. Tipologi yang kedua yaitu tipologi Jawa-Luar Jawa. Tipologi ini merupakan salah satu bentuk dari ketimpangan struktural yang diakibatkan pola pembangunan Indonesia di masa lalu yang bersifat sentralistik atau terpusat di kawasan Jawa dan Bali. Dalam tipologi ini Provinsi-provinsi yang terletak di Pulau Jawa dan Provinsi Bali digolongkan sebagai Kawasan Jawa, sedangkan provinsi-provinsi lainnya

dimasukkan ke dalam kawasan Luar Jawa Tipologi yang terakhir yaitu tipologi Kawasan BaratKawasan Timur Indonesia ditentukan berdasarkan pembagian

41

kawasan pembangunan Indonesia yang dimuat dalam Garisgaris Besar Haluan Negara tahun 1993. Menurut GBHN 1993, wilayah Indonesia dibagi menjadi dua kawasan pembangunan yaitu Kawasan Barat Indonesia yang terdiri dari Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan Bali dan Kawasan Timur Indonesia yang terdiri dari Sulawesi, Maluku, Irian/Papua, Nusa Tengg ara Barat dan Nusa Tenggara Timur. b) Tingkat pencapaian MDGs pada berbagai tipologi wilayah Untuk mengetahui distribusi tingkat pencapaian MDGs pada berbagai tipologi wilayah perkembangan ekonomi regional digunakan teknik analisis tabulasi silang (cross tabulation). Tabulasi silang merupakan prosedur penyajian data dalam bentuk baris dan kolom. Tabulasi silang

merupakan teknik dasar untuk menguji hubungan antara dua variabel kategori (nominal atau ordinal) dan mungkin ditambah pula suatu variabel sebagai lapisan. Secara umum, analisis tabulasi silang untuk mengetahui tingkat encapaian MDGs pada berbagai tipologi wilayah di Indonesia diarahkan untuk menghasilkan matriks sebagai berikut : Tabel 2.3 Matriks Tabulasi Silang Tipologi dan Tingkat Pencapaian MDGs Tipologi tipologi A MDGs Tinggi Sedang Rendah Bagian yang kosong pada matriks di atas akan diisi oleh nama-nama provinsi. Pengisian nama-nama provinsi ini disesuaikan dengan jenis tipologi dari provinsi yang bersangkutan dan pencapaian MDGsnya. Tipologi B Tipologi C Tipologi D

42

b. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian MDGs di Indonesia Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pencapaian MDGs pada berbagai tipologi wilayah dilakukan berdasarkan tahapan sebagai berikut : 1) Perhitungan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap disparitas tingkat pencapaian MDGs Diasumsikan terdapat lima faktor yang berpengaruh terhadap disparitas tingkat pencapaian MDGs yaitu kinerja otonomi daerah dan persentase belanja bantuan daerah. sosial Kedua dalam faktor anggaran tersebut

pengeluaran

pemerintah

diasumsikan memiliki pengaruh yang positif terhadap pencapaian MDGs di Indonesia. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi faktor maka semakin tinggi pula pencapaian MDGs dan sebaliknya. a) Kinerja otonomi daerah Kinerja otonomi daerah dapat dihitung dengan

membandingkan besar pendapatan asli daerah dengan total penerimaan daerah. Sehingga dapat dikatakan bahwa kinerja otonomi daerah pada dasarnya merupakan kontribusi =

pendapatan asli daerah terhadap total penerimaan daerah.

Keterangan : KOD PAD

= Kinerja otonomi daerah = Pendapatan asli daerah

b) Persentase belanja bantuan sosial Belanja bantuan sosial merupakan belanja yang telah dianggarkan untuk memberikan bantuan kepada organisasi kemasyarakatan, partai politik dan yang lainnya bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Persentase

43

belanja bantuan sosial ini dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : = 100%

2) Analisis pengaruh masing-masing faktor terhadap pencapaian MDGs Untuk mengetahui pengaruh setiap faktor terhadap tingkat pencapaian MDGs pada masing-masing tipologi dilakukan analisis data dengan menggunakan uji regresi berganda dummy variable. Pada dasarnya, analisis regresi berganda dummy variable ini menggunakan prinsip yang sama dengan analisis regresi berganda biasa. Perbedaannya adalah analisis regresi berganda dummy variable digunakan untuk memprediksi besar variabel tergantung dengan menggunakan beberapa data variabel bebas yang salah satunya adalah dummy variable. Dummy variable adalah variabel yang digunakan untuk membuat kategori data yang bersifat kualitatif (nominal). Sebelum dilakukan analisis regresi berganda dummy variable, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi dasar untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya persyaratan uji regresi. Persyaratan tersebut antara lain: a) Normalitas, dimana nilai Y (variabel dependen) terdistribusi secara norml terhadap nilai X (variabel independen). b) Homoskedastisitas, dimana variasi di sekitar garis regrei seharusnya konstan untuk setiap nilai X. c) Multikolinieritas, dimana antar variabel X tidak boleh saling berkorelasi. Untuk bisa membuat ramalan melalui regresi, maka data setiap variabel harus tersedia. Selanjutnya berdasarkan data itu penelitian harus dapat menemukan persamaan melalui

perhitungan. Persamaan tersebut pada nantinya dapat digunakan

44

untuk

memprediksikan

besar

variabel

dependen

dengan

menggunakan data variabel bebas yang sudah diketahui. Pada penelitian ini, variabel dependen yang digunakan yaitu persentase pencapaian MDGs masing-masing provinsi dan variabel

independen yang digunakan dalam analisis yaitu kinerja otonomi daerah dan persentase belanja bantuan sosial dalam anggaran pengeluaran pemerintah daerah. Karena analisis pengaruh masing-masing faktor terhadap pencapaian MDGs akan

dilakukan pada masing-masing tipologi maka ditambahkan variabel jenis tipologi dalam analisis regresi. Variabel ini berfungsi sebagai variabel bantu untuk mempermudah analisis. Variabel jenis tipologi ini merupakan data kualitatif (data jenis kategori atau nominal) sehingga variabel ini akan diperlakukan sebagai dummy variable. Oleh sebab itu, variabel jenis tipologi ini akan dikodekan sesuai dengan jenis tipologinya berdasarkan tiga tabel sebagai berikut : Tabel 2.4 Kode Data untuk Masing-masing Tipologi No. Tipologi 1. Klassen Jenis Indeks1 Indeks2 Daerah relatif 0 0 tertinggal Daerah maju tapi 1 0 tertekan Daerah 0 1 berkembang cepat Daerah cepat maju dan cepat 0 0 tumbuh Jawa-Luar Jawa Luar Jawa 0 Jawa 1 Kawasan Barat- Kawasan Timur 0 Kawasan Timur Indonesia Indonesia Kawasan Barat 1 Indonesia Indeks3 0 0 0 1 -

2. 3.

45

Analisis regresi berganda variabel dummy yang digunakan akan menghasilkan tiga persamaan sebagai berikut : a) Persamaan untuk tipologi perkembangan ekonomi regional (tipologi Klassen) Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 indeks1 + b 4 indeks2 + b 5 indeks3 Keterangan : Y a = persentase pencapaian MDGs = konstanta

b 1-5 = koefisien regresi X 1-2 = variabel independen b) Persamaan untuk tipologi kawasan Jawa-Luar Jawa Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 indeks Keterangan : Y a = persentase pencapaian MDGs = konstanta

b 1-3 = koefisien regresi X 1-2 = variabel independen c) Persamaan untuk tipologi Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 indeks Keterangan : Y a = persentase pencapaian MDGs = konstanta

b 1-3 = koefisien regresi X 1-2 = variabel independen c. Analisis disparitas tingkat pencapaian MDGs intra region dan inter region dalam berbagai tipologi wilayah di Indonesia Untuk mengetahui disparitas tingkat pencapaian MDGs dalam berbagai tipologi wilayah akan digunakan metode perhitungan Indeks Entropi Theil. Kelebihan Indeks Entropi Theil dibandingkan dengan metode pengukuran kesenjangan yang lain adalah metode ini

46

memberikan kemungkinan untuk membuat perbandingan selama waktu tertentu (time series) dan menyediakan secara rinci dalam sub unit geografis yang lebih kecil (Kuncoro, 2002). Dalam hal ini digunakan proporsi jumlah penduduk sebagai faktor pembobot (weights) dalam perhitungannya. Nilai Indeks Entropi Theil yang rendah menunjukkan kesenjangan yang rendah, sebaliknya nilai Indeks Entropi Theil yang tinggi menunjukkan kesenjangan yang tinggi. Penelitian ini menggunakan indeks Entropi Theil dalam mengukur kesenjangan tingkat pencapaian MDGs. Dalam

pengukuran tersebut, digunakan data persentase tingkat pencapaian MDGs hasil olahan data sebelumnya dan pangsa jumlah penduduk sebagai pembobot. Pengukuran indeks Entropi Theil adalah sebagai berikut (Ying, 2000) : = ( ). log[( )/( )]

Keterangan :

= Indeks Entropi Theil = persentase tingkat pencapaian MDGs di provinsi i = rata-rata persentase pencapaian MDGs nasional = jumlah penduduk provinsi i = jumlah penduduk nasional

Karakteristik utama dari Indeks Entropi Theil ini adalah

kemampuannya untuk membedakan kesenjangan antar daerah (between-region inequality) dan kesenjangan dalam suatu daerah (within-region inequality) (Kuncoro, 2002). Pada penelitian ini, akan diukur disparitas dalam tipologi dan antar tipologi. Rumus Indeks Entropi Theil intra-region (dalam tipologi) adalah sebagai berikut : = . log /

= Indeks Entropi Theil intra-region Keterangan :

47

= persentase tingkat pencapaian MDGs di daerah i = jumlah persentase tingkat pencapaian MDGs tipologi j = jumlah penduduk daerah i = jumlah penduduk tipologi j Sementara itu untuk menghitung disparitas antar tipologi = . log

digunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

= Indeks Entropi Theil inter-region = rata-rata PDRB per kapita tipologi j = jumlah penduduk tipologi j = +

Nilai disparitas total merupakan penjumlahan antara nilai disparitas dalam dan antar tipologi atau dapat dirumuskan sebagai berikut :

Untuk mengetahui perbandingan disparitas tingkat pencapaian MDGs dalam berbagai tipologi maka dilakukan uji beda. Pelaksanaan uji beda ini menggunakan teknik analisis Independent Sample T-Test dan One Way ANOVA atau analisis varians. Analisis independent sample T-Test digunakan untuk menguji ada tidaknya perbedaan disparitas tingkat pencapaian MDGs antar jenis tipologi pada tipologi Jawa-Luar Jawa dan tipologi Kawasan BaratKawasan Timur Indonesia. Sementara itu, analisis One Way ANOVA digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan disparitas tingkat pencapaian MDGs antar jenis tipologi pada tipologi Klassen. Dalam hal ini, factor list yang nantinya akan digunakan adalah jenis-jenis tipologi perkembangan ekonomi regional di Indonesia.

48

Tabel 2.5 Hubungan antara Tujuan, Hipotesis, Variabel dan Teknik Analisis yang Digunakan dalam Penelitian No 1. Tujuan Mengetahui pencapaian MDGs Hipotesis Variabel pencapaian Teknik analisis Analisis persentase tingkat pencapaian MDGs Tabulasi silang

tingkat Terdapat perbedaan pencapaian MDGs pada Tingkat pada berbagai mdoel tipologi wilayah di Indonesia MDGs

berbagai tipologi wilayah di Indonesia.

2.

Mengetahui faktor-faktor yang Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian mempengaruhi MDGs di Indonesia. pencapaian MDGs pada berbagai tipologi wilayah di Indonesia antara lain laju pertumbuhan -

Tingkat pencapaian MDGs kinerja daerah persentase belanja bantuan sosial otonomi

Uji regresi berganda dummy variable

ekonomi, kinerja otonomi daerah, persentase belanja bantuan sosial dalam anggaran -

pengeluaran pemerintah daerah, dan fungsi pelayanan.

49

Tabel 2.5 Hubungan antara Tujuan, Hipotesis, Variabel dan Teknik Analisis yang Digunakan dalam Penelitian (lanjutan) No 3. Mengkaji Tujuan Hipotesis Variabel pencapaian Teknik analisis Analisis indeks

disparitas tingkat Terdapat perbedaan disparitas pencapaian Tingkat

pencapaian MDGs intra region MDGs pada berbagai jenis tipologi wilayah di MDGs dan inter region dalam Indonesia -

Entropi Theil Tabulasi silang

berbagai tipologi wilayah di Indonesia. -

(cross tabulation) Uji beda (One

Way ANOVA dan independent sample t-test))

50

2.6. Uji Hipotesis 1. Uji hipotesis pertama Hipotesis pertama menyatakan bahwa terdapat perbedaan pencapaian MDGs pada berbagai jenis tipologi wilayah di Indonesia. Hipotesis ini dapat terbukti apabila rata-rata tingkat pencapaian MDGs berbagai jenis tipologi pada ketiga tipologi wilayah yang digunakan dalam penelitian memiliki klasifikasi yang berbeda-beda. Apabila semua tipologi yang digunakan dalam penelitian ini memiliki klasifikasi pencapaian yang sama, maka hipoteis pertama tidak terbukti. 2. Uji hipotesis kedua Hipotesis kedua menyatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi pencapaian MDGs pada berbagai tipologi wilayah di Indonesia yaitu kinerja otonomi daerah dan persentase belanja bantuan sosial dalam anggaran pengeluaran pemerintah daerah. Hipotesis kedua ini dapat diterima apabila angka signifikansi kedua faktor tersebut yang dihasilkan melalui uji regresi berganda dummy variable untuk ketiga tipologi memiliki nilai yang lebih kecil daripada nilai standar yaitu 0,05 (tergolong signifikan) dan pengaruh faktor-faktor tersebut memenuhi asumsi yang telah disusun. 3. Uji hipotesis ketiga Hipotesis ketiga menyatakan bahwa terdapat perbedaan disparitas pencapaian MDGs pada berbagai jenis tipologi wilayah di Indonesia. Hipotesis ini dapat diterima apabika nilai signifikansi hasil one way ANOVA untuk tipologi Klassen dan independent sample t-test untuk tipologi Jawa-Luar Jawa dan tipologi Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia memiliki nilai lebih kecil dari 0,05, sehingga apabila nilai signifikansi lebih besar daripada nilai standar tersevut maka hipotesis tidak terbukti.

51

2.7. Batasan Operasional 1. Pembangunan adalah suatu perubahan dari kondisi tertentu menjadi kondisi yang dianggap lebih baik (Katz, 1966). 2. Pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia (UNDP,1990) 3. Pembangunan ekonomi adalah kemampuan ekonomi untuk tumbuh yang cukup tinggi, berkelanjutan, mampu meningkatkan pemerataan dan kesejahteraan masyarakat secara luas, serta berdaya saing tinggi didukung oleh penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi di dalam mengembangkan sumber-sumber daya pembangunan (rancangan awal RPJM 2005-2025) 4. Tipologi adalah suatu konsep mendeskripsikan kelompok objek berdasarkan atas kesamaan sifat-sifat dasar yang berusaha memilah atau mengklasifikasikan bentuk keragaman dan kesamaan jenis (Aminza, 2006) 5. Disparitas adalah perbedaan atau jarak (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008)

BAB III DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

3.1. Kondisi Geografis Indonesia Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan di Asia Tenggarayang memiliki 17.504 pulau besar dan kecil dengan sekitar 6.000 pulau dari jumlah tersebut tidak berpenghuni. Secara astronomis, posisi Indonesia terletak pada koordinat 6LU - 1108'LS dan dari 95'BB - 14145'BT sehingga Indonesia dilalui oleh garis khatulistiwa. Oleh sebab itu, negara ini memiliki iklim berjenis tropis. Sementara itu, secara geografis, negara ini terletak di antara dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Luas daratan Indonesia adalah 1.922.570 km dan luas perairannya 3.257.483 km. Pulau yang memiliki jumlah penduduk paling padat adalah pulau Jawa yang menjadi tempat tinggal bagi hampir setengah populasi Indonesia. Negara Indonesia terdiri dari lima pulau besar, yaitu Jawa dengan luas 132.107 km, Sumatera dengan luas 473.606 km, Kalimantan dengan luas 539.460 km, Sulawesi dengan luas 189.216 km, dan Papua dengan luas 421.981 km. Batas wilayah Indonesia diukur dari pulau terluar dengan menggunakan batas territorial laut sebesar12 mil laut serta zona ekonomi eksklusif sebesar 200 mil laut, searah penjuru mata angin, yaitu negara Malaysia, Singapura, Filipina, dan Laut Cina Selatan Selatan di sebelah utara, Negara Australia, Timor Leste, dan Samudra Indonesia di sebelah selatan, Samudra Indonesia di sebelah barat, dan Negara Papua Nugini, Timor Leste, dan Samudra Pasifik di sebelah timur. Indonesia mempunyai iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh angin monsun barat dan monsun timur. Dari bulan November hingga Mei, angin bertiup dari arah Utara Barat Laut membawa banyak uap air dan hujan di kawasan Indonesia; dari Juni hingga Oktober angin bertiup dari Selatan 52

53

Tenggara kering, membawa sedikit uap air. Suhu udara di dataran rendah Indonesia berkisar antara 23 derajat Celsius sampai 28 derajat Celsius sepanjang tahun. Namun suhu juga sangat bevariasi; dari rata-rata mendekati 400 C pada musim kemarau di lembah Palu - Sulawesi dan di pulau Timor sampai di bawah 00 C di Pegunungan Jayawijaya - Papua. Terdapat salju abadi di puncak-puncak pegunungan di Papua misalnya di Puncak Trikora (Mt. Wilhelmina - 4730 m) dan Puncak Jaya (Mt. Carstenz, 5030 m). Sebagai salah satu negara yang terletak di daerah tropis, maka Indonesia memiliki dua jenis musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada beberapa tempat juga dikenal musim pancaroba, yaitu musim yang merupakan perubahan atau peralihan antara kedua jenis musim tersebut. Rata-rata curah hujan di Indonesia adalah sebesar 1.600 milimeter per tahun. Walaupun demikian hal ini juga sangat bervariasi pada beberapa wilayah misalnya dari lebih dari 7000 milimeter per tahun sampai sekitar 500 milimeter per tahun di daerah Palu dan Timor. Daerah yang memiliki ratarata curah hujan tinggi sepanjang tahun antara lain Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, sebagian Jawa barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Maluku Utara dan delta Mamberamo di papua.

3.2. Kondisi Demografi Indonesia Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia adalah sebesar 237.556.363 orang, yang terdiri dari 119.507.580 laki-laki dan 118.048.783 perempuan. Distribusi penduduk Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa yaitu sebesar 58 persen, yang diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21 persen. Selanjutnya untuk pulau-pulau/kelompok kepulauan lain berturut-turut adalah sebagai berikut: Sulawesi sebesar 7 persen; Kalimantan sebesar 6 persen; Bali dan Nusa Tenggara sebesar 6 persen; dan Maluku dan Papua sebesar 3 persen. Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah adalah tiga provinsi dengan urutan teratas yang berpenduduk terbanyak, yaitu masing-masing berjumlah 43.021.826 orang, 37.476.011 orang, dan 32.380.687 orang. Sedangkan

54

Provinsi Sumatera Utara merupakan wilayah yang terbanyak penduduknya di luar Jawa, yaitu sebanyak 12.985.075 orang. Tabel 3.1 Jumlah Penduduk dan Sex Ratio Masing-masing Provinsi di Indonesia Laki-Laki Perempuan Aceh 2 243 578 2 242 992 Sumatera Utara 6 479 051 6 506 024 Sumatera Barat 2 404 472 2 441 526 Riau 2 854 989 2 688 042 Jambi 1 578 338 1 510 280 Sumatera Selatan 3 789 109 3 657 292 Bengkulu 875 663 837 730 Lampung 3 905 366 3 690 749 Bangka Belitung 634 783 588 265 Kepulauan Riau 864 333 821 365 DKI Jakarta 4 859 272 4 728 926 Jawa Barat 21 876 572 21 145 254 Jawa Tengah 16 081 140 16 299 547 DI Yogyakarta 1 705 404 1 746 986 Jawa Timur 18 488 290 18 987 721 Banten 5 440 783 5 203 247 Bali 1 961 170 1 930 258 Nusa Tenggara Barat 2 180 168 2 316 687 Nusa Tenggara Timur 2 323 53 2 355 782 Kalimantan Barat 2 243 740 2 149 499 Kalimantan Tengah 1 147 878 1 054 721 Kalimantan Selatan 1 834 928 1 791 191 Kalimantan Timur 1 868 196 1 682 390 Sulawesi Utara 1 157 559 1 108 378 Sulawesi Tengah 1 349 225 1 284 195 Sulawesi Selatan 3 921 543 4 111 008 Sulawesi Tenggara 1 120 225 1 110 344 Gorontalo 520 885 517 700 Sulawesi Barat 581 284 577 052 Maluku 773 585 757 817 Maluku Utara 529 645 505 833 Papua Barat 402 587 358 268 Papua 1 510 285 1 341 714 INDONESIA 119 507 580 118 048 783 Sumber : hasil sensus penduduk 2010 Provinsi Total 4 486 570 12 985 075 4 845 998 5 543 031 3 088 618 7 446 401 1 713 393 7 596 115 1 223 048 1 685 698 9 588 198 43 021 826 32 380 687 3 452 390 37 476 011 10 644 030 3 891 428 4 496 855 4 679 316 4 393 239 2 202 599 3 626 119 3 550 586 2 265 937 2 633 420 8 032 551 2 230 569 1 038 585 1 158 336 1 531 402 1 035 478 760 855 2 851 999 237 556 363 Sex Ratio 100 100 98 106 105 104 105 106 108 105 103 103 99 98 97 105 102 94 99 104 109 102 111 104 105 95 101 101 101 102 105 112 113 101

Dengan luas wilayah Indonesia yang sekitar 1.910.931 km2, maka ratarata tingkat kepadatan penduduk Indonesia adalah sebesar 124 orang per km2. Provinsi yang paling tinggi kepadatan penduduknya adalah Provinsi

55

DKI Jakarta, yaitu sebesar 14.440 orang per km2. Sementara itu, provinsi yang paling rendah tingkat kepadatan penduduknya adalah Provinsi Papua Barat, yaitu sebesar 8 orang per km2. Penduduk Indonesia terus bertambah dari waktu ke waktu. Ketika pemerintah Hindia Belanda mengadakan sensus penduduk tahun 1930 penduduk nusantara adalah 60,7 juta jiwa. Pada tahun 1961, ketika sensus penduduk pertama setelah Indonesia merdeka, jumlah penduduk sebanyak 97,1 juta jiwa. Pada tahun 1971 penduduk Indonesia sebanyak 119,2 juta jiwa, tahun 1980 sebanyak 146,9 juta jiwa, tahun 1990 sebanyak 178,6 juta jiwa, tahun 2000 sebanyak 205,1 juta jiwa, dan pada tahun 2010 sebanyak 237,6 juta jiwa.

Gambar 3.1 Grafik Tren Jumlah Penduduk Indonesia (Sumber : BPS, 2010) Secara nasional, sex ratio penduduk Indonesia adalah sebesar 101, yang artinya jumlah penduduk laki-laki satu persen lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan, atau setiap 100 perempuan terdapat 101 lakilaki. Sex ratio terbesar terdapat di Provinsi Papua yakni sebesar 113 dan yang terkecil terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat yakni sebesar 94. Secara nasional, laju pertumbuhan penduduk Indonesia per tahun selama sepuluh tahun terakhir adalah sebesar 1,49 persen. Laju pertumbuhan

56

penduduk Provinsi Papua adalah yang tertinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia, yaitu sebesar 5,46 persen.

3.3. Kondisi Ekonomi Indonesia Perekonomian Indonesia pada tahun 2010 mengalami pertumbuhan sebesar 6,1 persen dibanding tahun 2009. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan pada tahun 2010 mencapai Rp2.310,7 triliun, sedangkan pada tahun 2009 dan 2008 masing-masing sebesar Rp2.177,7 triliun dan Rp2.082,5 triliun. Bila dilihat berdasarkan harga berlaku, PDB tahun 2010 naik sebesar Rp819,0 triliun, yaitu dari Rp5.603,9 triliun pada tahun 2009 menjadi sebesar Rp6.422,9 triliun pada tahun 2010.
16 14 12 10 8 6 4 2 0
Pertanian Pertambangan Industri LGA Konstruksi Perdagangan Angkutan Keuangan Jasa-jasa

13,5

8,7 7 3,5 4,5 5,3 5,7 6

2,9

Laju pertumbuhan (%)

Gambar 3.2 Grafik Laju Pertumbuhan PDB (%) Menurut Lapangan Usaha 2010 Seperti yang terlihat pada grafik di atas, selama tahun 2010, semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada Sektor Pengangkutan dan Komunikasi yang mencapai 13,5 persen, diikuti oleh Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 8,7 persen, Sektor Konstruksi 7,0 persen, Sektor Jasa-jasa 6,0 persen, Sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 5,7 persen, Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih 5,3 persen, Sektor Industri Pengolahan 4,5 persen, Sektor Pertambangan dan Penggalian 3,5 persen, dan Sektor Pertanian 2,9 persen. Pertumbuhan PDB tanpa migas

57

pada tahun 2010 mencapai 6,6 persen yang berarti lebih tinggi dari pertumbuhan PDB secara keseluruhan yang besarnya 6,1 persen. Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau lapangan usaha atas dasar harga berlaku menunjukkan peranan dan perubahan struktur ekonomi dari tahun ke tahun. Tiga sektor utama yaitu Sektor Industri Pengolahan, Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran mempunyai peranan sebesar 53,8 persen tahun 2010. Sektor Industri Pengolahan memberi kontribusi sebesar 24,8 persen, Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran mempunyai peranan masing-masing sebesar 15,3 persen dan 13,7 persen.

7,2 6,5 13,7

10,2

15,3 11,2

Pertanian Pertambangan Industri LGA

10,3 0,8

24,8

Konstruksi Perdagangan Angkutan Keuangan Jasa-jasa

Gambar 3.3 Grafik Struktur PDB (%) Menurut Lapangan Usaha 2010

3.4. Kondisi Pencapaian MDGs di Indonesia Komitmen Indonesia untuk mencapai MDGs mencerminkan komitmen Indonesia untuk meningkatkankesejahteraan rakyatnya dan memberikan kontribusi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dunia. Karena itu, MDGs merupakan acuan penti ng dalam penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional. Pemerintah Indonesia telah mengarusutamakan MDGs dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN

58

2005-2025), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2004- 2009 dan 2010-2014), Rencana Kerja Program Tahunan (RKP), serta dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam lima tahun terakhir, di tengah kondisi negara yang belum sepenuhnya pulih dari krisis ekonomi tahun 1997/1998, Indonesia menghadapi tantangan global yang tidak ringan. Gejolak harga minyak dan harga pangan serta perubahan iklim global serta terjadinya krisis keuangan global 2007/2008 mewarnai dinamika pembangunan Indonesia. Tingkat pertumbuhan ekonomi menurun menjadi sekitar 4-5 persen, dibandingkan dengan pertumbuhan sebelum krisis yang sebesar 5-6 persen. Kenaikan harga pangan yang menjadi pengeluaran rumah tangga terbesar di kelompok masyarakat menengah bawah dan miskin semakin menimbulkan beban. Perubahan iklim yang ekstrem telah berdampak pada kegagalan pertanian dan kerusakan aset masyarakat serta terganggunya kesehatan masyarakat. Dalam lingkungan global yang kurang menguntungkan tersebut Indonesia secara bertahap terus melakukan penataan dan pembangunan di segala bidang sebagai suatu wujud dari komitmen Indonesia untuk bersamasama dengan masyarakat dunia mencapai Tujuan Pembangunan Milenium. Sampai dengan tahun 2010 ini, Indonesia telah mencapai berbagai sasaran dari Tujuan Pembangunan Milenium yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu sasaran yang telah dicapai, sasaran yang menunjukkan kemajuan signifikan dan diharapkan dapat tercapai pada tahun 2105 (ontrack), dan sasaran yang masih memerlukan upaya keras untuk pencapaiannya. Sasaran dari Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) yang telah dicapai, mencakup : 1. MDG 1 - Proporsi penduduk yang hidup dengan pendapatan per kapita kurang dari USD 1 per hari telah menurun dari 20,6 persen pada tahun 1990 menjadi 5,9 persen pada tahun 2008. 2. MDG 3 - Kesetaraan gender dalam semua jenis dan jenjang pendidikan telah hampir tercapai yang ditunjukkan dengan rasio angka partisipasi

59

murni (APM) perempuan terhadap laki-laki di SD/MI/Paket A dan SMP/MTs/Paket B berturut-turut sebesar 99,73 dan 101,99, dan rasio angka melek huruf perempuan terhadap laki-laki pada kelompok usia 1524 tahun sebesar 99,85 pada tahun 2009. 3. MDG 6 - Prevalensi tuberkulosis menurun dari 443 kasus pada 1990 menjadi 244 kasus per 100.000 penduduk pada tahun tahun 2009. Sasaran dari Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) yang telah menunjukkan kemajuan signifikan dan diharapkan dapat tercapai pada tahun 2015 (on-track) adalah : 1. MDG 1 - Prevalensi balita kekurangan gizi telah berkurang hampir setengahnya, dari 31 persen pada tahun 1989 menjadi 18,4 persen pada tahun 2007. Target 2015 sebesar 15,5 persen diperkirakan akan tercapai. 2. MDG 2 - Angka partisipasi murni untuk pendidikan dasar mendekati 100 persen dan tingkat melek huruf penduduk melebihi 99,47 persen pada 2009. 3. MDG 3 - Rasio APM perempuan terhadap laki-laki di SM/MA/Paket C dan pendidikan tinggi pada tahun 2009 berturut-turut 96,16 dan 102,95. Dengan demikian maka target 2015 sebesar 100 diperkirakan akan tercapai. 4. MDG 4 - Angka kematian balita telah menurun dari 97 per 1.000 kelahiran pada tahun 1991 menjadi 44 per 1.000 kelahiran pada tahun 2007 dan diperkirakan target 32 per 1.000 kelahiran pada tahun 2015 dapat tercapai. 5. MDG 8 - Indonesia telah berhasil mengembangkan perdagangan serta sistem keuangan yang terbuka, berdasarkan aturan, bisa diprediksi dan non-diskriminatif ditunjukkan dengan adanya kecenderungan positif dalam indikator yang berhubungan dengan perdagangan dan sistem perbankan nasional. Pada saat yang sama, kemajuan signifikan telah dicapai dalam mengurangi rasio pinjaman luar negeri terhadap PDB dari 24,6 persen pada 1996 menjadi 10,9 persen pada 2009. Debt Service

60

Ratio juga telah berkurang dari 51 persen pada tahun 1996 menjadi 22 persen pada tahun 2009. Sasaran dari Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) yang telah menunjukkan kecenderungan kemajuan yang baik tetapi masih memerlukan kerja keras untuk mencapai sasaran yang ditetapkan pada tahun 2015, mencakup: 1. MDG 1 - Indonesia telah menaikkan ukuran untuk target pengurangan kemiskinan dan akan memberikan perhati an khusus untuk mengurangi ti ngkat kemiskinan yang diukur terhadap garis kemiskinan nasional dari 13,33 persen (2010) menjadi 8-10 persen pada tahun 2014. 2. MDG 5 - Angka kematian ibu menurun dari 390 pada tahun 1991 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Diperlukan upaya keras untuk mencapai target pada tahun 2015 sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup. 3. MDG 6 - Jumlah penderita HIV/AIDS meningkat, khususnya di antara kelompok risiko tinggi pengguna narkoba suntik dan pekerja seks. 4. MDG 7 - Indonesia memiliki ti ngkat emisi gas rumah kaca yang tinggi, namun tetap berkomitmen untuk meningkatkan tutupan hutan,

memberantas pembalakan liar dan mengimplementasikan kerangka kerja kebijakan untuk mengurangi emisi karbon dioksida paling sedikit 26 persen selama 20 tahun ke depan. Selain itu, saat ini hanya 47,73 persen rumah tangga yang memiliki akses berkelanjutan terhadap air minum layak dan 51,19 persen yang memiliki akses sanitasi yang layak. Diperlukan perhatian khusus, untuk mencapai target MDG pada tahun 2015. Keberhasilan pembangunan Indonesia, telah menuai berbagai prestasi dan penghargaan dalam skala global. Kemajuan pembangunan ekonomi dalam lima tahun terakhir, telah mengurangi ketertinggalan Indonesia dari negara-negara maju. Negara-negara maju yang tergabung dalam OECD (Organizati on of Economic and Cooperati on Development) mengakui dan memberikan apresiasi kemajuan pembangunan Indonesia. Oleh karena itu,

61

Indonesia bersama Cina, India, Brazil, dan Afrika Selatan diundang untuk masuk dalam kelompok enhanced engagement countries atau negara yang makin ditingkatkan keterlibatannya dengan negara-negara maju. Indonesia sejak 2008 juga tergabung dalam kelompok Group-20 atau G-20, yaitu dua puluh negara yang menguasai 85 persen Pendapatan Domesti k Bruto (PDB) dunia, yang memiliki peranan sangat penti ng dan menentukan dalam membentuk kebijakan ekonomi global. Tabel 3.2 Status Pencapaian MDGs di Indonesia
No. Indikator MDGs 2010 Target 2015 Status TUJUAN 1 : MENANGGULANGI KEMISKINAN DAN KELAPARAN Target 1A : Menurunkan hingga setengahnya proporsi penduduk dengan tingkat pendapatan kurang dari USD 1 per hari dalam kurun waktu 1990-2015 Persentase penduduk dengan pendapatan 1.1 5,9 % (2008) 10.3 % O kurang darivUS$1 (PPP) per kapita per hari. 1.2 Indeks kedalaman kemiskinan. 2,21 % (2010) Berkurang > Target 1B : Mewujudkan kesempatan kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak untuk semua, termasuk perempuan dan kaum muda 1.4 Laju pertumbuhan PDB per tenaga kerja 2,24 % (2009) Rasio kesempatan kerja terhadap penduduk 1.5 62 % (2009) Menurun usia 15 tahun ke atas Proporsi tenaga kerja yang berusaha sendiri 1.5 dan pekerja bebas keluiarga terhadap total 64 % Menurun > kesempatan kerja Target 1C : Menurunkan hingga setengahnya proporsi penduduk yang menderita kelaparan dalam kurun waktu 1990-2015 18,4 % (2007) Prevalensi balita dengan berat badan 1.8 15,5 % > rendah/kekurangan gizi 17,9 % (2010) 5,4 % (2007) 1.8a Prevalensi balita gizi buruk 3,6 % > 4,9 % (2010) 13 % (2007) 1.8b Prevalensi balita gizi kurang 11,9 % > 13 % (2010) Proporsi penduduk dengan asupan kalori di bawah tingkat konsumsi minimum : 1.9 - 1400 Kkal/kapita/hari 14,47 % (2009) 8,5 % V - 2000 Kkal/kapita.hari 61,86 % (2009) 35,32 % V TUJUAN 2 : MENCAPAI PENDIDIKAN DASAR UNTUK SEMUA Target 2A : Menjamin pada 2015 semua anak-anak, laki-laki maupun perempuan di manapun dapat menyelesaikan pendidikan dasar Angka Partisipasi Murni (APM) sekolah 2.1 95,23 % 100 % > dasar Proporsi murid kelas 1 yang berhasil 2.2 93,5 % 100 % > menamatkan sekolah dasar 99,47 % (2009) Angka melek huruf penduduk usia 15-24 2.3. P : 99,4 % 100 % > tahun, perempuan dan laki-laki L : 99,55 %

62

Tabel 3.2 Status Pencapaian MDGs di Indonesia (lanjutan)


No. Indikator Saat ini Target 2015 Status TUJUAN 3 : MENDORONG KESETARAAN GENDER DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN Target 3A : Menghilangkan ketertimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005, dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015 Rasio perempuan terhadap laki-laki di tingkat pendidikan dasar, menengah dan tinggi - Rasio APM perempuan/laki-laki di SD 99,73 (2009) 100 O - Rasio APM perempuan/laki-laki di 3.1 101,99 (2009) 100 O SMP - Rasio APM perempuan/laki-laki di 96,16 (2009) 100 > SMA - Rasio APM perempuan/laki-laki di 102,95 (2009) 100 > perguruan tinggi Rasio melek huruf perempuan terhadap laki3.1a 99,85 (2009) 100 O laki pada kelompok usia 15-24 tahun Kontribusi perempuan dalam pekerjaan 3.2 33,45 % (2009) Meningkat > upahan di sektor non pertanian Proporsi kursi yang diduduki perempuan di 3.3 17,9 % (2009) Meningkat > DPR TUJUAN 4 : MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN ANAK Target 4A : Menurunkan Angka Kematian Balita (AKBA) hingga dua per tiga dalam kurun waktu 1990-2015 Angka Kematian Balita per 1000 kelahiran 4.1 44 (2007) 32 > hidup Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 4.2 34 (2007) 23 > kelahiran hidup Angka Kematian Neonatal per 1000 4.2a 19 (2007) Menurun > kelahiran hidup Persentase anak usia 1 tahun yang 67 % (2007) 4.3 Meningkat > diimunisasi campak 74,5 % (2010) TUJUAN 5 : MENINGKATKAN KESEHATAN IBU Tujuan 5A : Menurunkan Angka Kematian Ibu hingga tiga per empat dalam kurun waktu 1990-2015 Angka Kematian Ibu per 100.000 kelahiran 5.1 228 (2007) 102 V hidup Proporsi kelahiran yang ditolong tenaga 5.2 77,34 % (2009) Meningkat > kesehatan terlatih Angka pemakaian kontrasepsi (CPR) bagi 5.3 61,4 % (2007) Meningka > perempuan menikah usia 15-49, semua cara Angka pemakaian kontrasepsi (CPR) pada 5.3a perempuan menikah usia 15-49 tahun saat 57,4 % (2007) Meningkat V ini, semua cara Angka kelahiran remaja (perempuanusia 155.4 19 tahun) per 1000 perempuan usia 15-19 35 (2007) Menurun > tahun Cakupan pelayanan Antenatal (satu kali kunjungan dan empat kali kunjungan) 5.5 - 1 kunjungan 93,3 % > Meningkat - 4 kunjungan 81,5 %% (2007) > Unmet Need (kebutuhan keluarga 5.6 9,1 % (2007) Menurun V berencana/KB yang tidak terpenuhi

63

Tabel 3.2 Status Pencapaian MDGs di Indonesia (lanjutan)


No. Indikator Saat ini Target 2015 Status TUJUAN 6 : MEMERANGI HIV/AIDS, MALARIA DAN PENYAKIT MENULAR LAINNYA Target 6A : Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru HIV/AIDS hingga tahun 2015 Prevalensi HIV/AIDS (persen) dari total 6.1 0,2 % (2009) Menurun V populasi Perempuan : V 10,3 % Penggunaan kondom pada hubungan seks 6.2 Meningkat beresiko tinggi terakhir Laki-laki : 18,4 % V (2007) Proporsi jumlah penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS Perempuan : 9,5 % Laki-laki : 14,7 % (2007) - Menikah Meningkat V Perempuan : 11,9 % 6.3 Laki-laki : 15,4 % (2010) Perempuan : 2,6 % Laki-laki : 1,4 % (2007) - Belum menikah Meningkat V Perempuan : 19,8 % Laki-laki : 20,3 % (2010) Target 6B : Mewujudkan akses terhadap pengobatan HIV/AIDS bagi semua yang membutuhkan sampai dengan tahun 2010 Proporsi penduduk terinfeksi HIV lanjut 6.5 yang memiliki akses pada obat-obatan 38,4 % (2009) Meningkat V antiretrovial Target 6C : Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru Malaria dan penyakit utama lainnya Angka kejadian dan tingkat kematian akibat 6.6 Malaria Angka kejadian Malaria (per 1000 1,85 (2009) 6.6a Menurun > penduduk) 2,4 (2010) Angka kejadian Malaria di Jawa dan Bali 0,16 (2008) Menurun > (API) Angka kejadian Malaria di luar Jawa dan 17,77 (2008) Menurun > Bali (AMI) 3,3 % Desa : 4,5 %, Kota : 1,6 % Proporsi anak balita yang tidur dengan V 6.7 Meningkat (2007) kelambu berinsektisida 7,7 % (2007) 16 % (2010)

64

Tabel 3.2 Status Pencapaian MDGs di Indonesia (lanjutan)


Indikator Saat ini Target 2015 Status Proporsi anak balita dengan demam yang 6.8 21,9 % diobati dengan obat anti malaria yang tepat Angka kejadian, prevalensi dan tingkat 6.9 kematian akibat Tuberkulosis Angka kematian Tuberkulosis (semua 6.9a 228 (2009) O kasus/10.000 penduduk/tahun) Tingkat prevalensi Tuberkulosis (per Dihentikan, 6.9b 244 (2009) O 100.000 penduduk) mulai berkurang Tingkat kematian karena Tuberkulosis (per 6.9c 39 (2009) O 100.000 penduduk) Proporsi jumlah kasus Tuberkulosis yang 6.10 terdeteksi dan diobati dalam program DOTS Proporsi jumlah kasus Tuberkulosis yang 6.10a 73,1 % (2009) 70 % O terdeteksi dalam program DOTS Proporsi kasus Tuberkulosis yang diobati 6.10b 91 % (2009) 85 % O dan sembuh dalam program DOTS TUJUAN 7 : MEMASTIKAN KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP Target 7A : Memadukan prinsip-prinsip pembangunan yang berkesinambungan dengan kebijakan dan program nasional serta mengembalikan sumberdaya lingkungan yang hilang Rasio luas kawasan tertutup pepohonan 7.1 berdasarkan hasil pemotretan citra satelit 52,43 % (2008) Meningkat V dan survei foto udara terhadap luas daratan 1.711.626 Gg Berkurang 26% 7.2 Jumlah emisi karbondioksida (CO 2 ) V CO 2 e (2008) pada 2020 7.2a Jumlah konsumsi energi primer (per kapita) 4,3 BOE (2008) Menurun 2,1 SBM/USD 7.2b Intensitas energi Menurun 1.000 (2008) 7.2c Elastisitas energi 1,6 (2008) Menurun 7.2d Bauran energi untuk energi terbarukan 3,45 % (2008) 0 CFCs dengan Jumlah konsumsi bahan perusak ozon (BPO) 7.3 0 CFCs (2009) mengurangi > dalam metrik ton HCFCs Proporsi tangkapan ikan yang berada dalam Tidak melebihi 7.4 91,83 % (2008) > batasan biologis yang aman batas Rasio luas kawasan lindung untuk menjaga 7.5 kelestarian keanekaragaman hayati terhadap 26,4 % (2008) Meningkat > total luas kawasan hutan Rasio kawasan lindung perairan terhadap 7.6 4,35 % (2009) Meningkat > total luas perairan teritorial Target 7C : Menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap air minum layak dan sanitasi layak hingga tahun 2015 Proporsi rumah tangga dengan akses 7.8 berkelanjutan terhadap air minum layak, 47,71 % (2009) 68,87 % V perkotaan dan perdesaan 7.8a Perkotaan 49,82 % (2009) 75,29 % V 7.8b Perdesaan 45,72 % (2009) 65,81 % V Proporsi rumah tangga dengan akses 7.9 berkelanjutan terhadap sanitasi layak, 51,19 % (2009) 62,41 % V perkotaan dan perdesaan 7.9a Perkotaan 69,51 % (2009) 76,82 % V 7.9b Perdesaan 33,96 % (2009) 55,55 % V No.

65

Tabel 3.2 Status Pencapaian MDGs di Indonesia (lanjutan)


No. Indikator Saat ini Target 2015 Status Target 7D : Mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020 7.10 Proporsi rumah tangga kumuh perkotaan 12,12 % (2009) 6 % (2020) V TARGET 8 : MENGEMBANGKAN KEMITRAAN GLOBAL UNTUK PEMBANGUNAN Target 8A : Mengembangkan sistem keuangan dan perdagangan yang terbuka, berbasis peratutan, dapat diprediksi dan tidak diskriminatif Rasio ekspor + impor terhadap PDB `8.6a 39,5 % (2009) Meningkat > (indikator keterbukaan ekonomi) Rasio pinjaman terhadap simpanan di bank 8,6b 72,8 % Meningkat > umum 8,6c Rasio pinjaman terhadap simpanan di BPR 109 % Meingkat > Target 8D : Menangani utang negara berkembang melalui upaya nasional maupun internasional untuk dapat mengelola utang dalam jangka panjang 8,12 Rasio pinjaman luar negeri terhadap PDB 10,89 % (2009) Berkurang > Rasio pembayaran pokok utang dan bunga 8,12a utang luar negeri terhadap penerimaan hasil 22 % (2009) Berkurang > ekspor (DSR) Target 8F : Bekerjasama dengan swasta dalam memanfaatkan teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi Proporsi penduduk yang memiliki jaringan 8.14 PSTN (kepadatan fasilitas telepon per 3,65 % (2009) Meningkat > jumlah penduduk) Proporsi penduduk yang memiliki telepon 8.15 82,41 % (2009) 100 % > seluler Proporsi penduduk yang memiliki akses 8.16 11,51 % (2009) 50 % V internet Proporsi rumahtangga yang memiliki 8.16a 8,32 % (2009) Meningkat V komputer pribadi

Sumber : Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia (BAPPENAS, 2010) Keterangan : O = telah tercapai : > = akan tercapai : V = masih memerlukan perhatian khusus dalam pencapaiannya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tolok ukur terpenting dalam mengukur tingkat kemajuan pembangunan di suatu negara. Dalam menciptakan kesuksesan pembangunan ekonomi terdapat beberapa faktor yang sangat penting. Menurut Todaro (1993), faktor-faktor atau komponen-komponen pertumbuhan ekonomi yang penting dalam masyarakat mana saja ada tiga antara lain akumulasi modal, perkembangan populasi, dan kemajuan teknologi. Komponen akumulasi modal dan perkembangan populasi berkaitan erat dengan sumberdaya manusia sehingga dapat dikatakan bahwa modal manusia (human capital) merupakan salah satu faktor penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Adanya sumberdaya manusia yang berkualitas diyakini akan dapat meningkatkan kinerja ekonomi suatu wilayah. Kualitas modal manusia ini misalnya dilihat dari tingkat pendidikan, kesehatan, ataupun indikator-indikator lainnya sebagaimana dapat dilihat dalam berbagai laporan pembangunan manusia yang dipublikasikan oleh United Nations Development Program (UNDP). Sebenarnya antara pembangunan ekonomi dan modal manusia ini, terdapat suatu hubungan yang bersifat timbal balik atau saling mempengaruhi. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang maksimal diperlukan modal manusia yang berkualitas dan sebaliknya

pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan dapat membawa pengaruh yang baik bagi kualitas hidup manusia. Salah satu upaya yang telah ditempuh oleh negara-negara di dunia untuk mempercepat pembangunan modal sumberdaya manusia adalah dengan secara bersama-sama mendeklarasikan Millennium Development Goals (MDGs). MDGs merupakan paradigma pembangunan global yang disepakati secara internasional oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) termasuk Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium PBB bulan September 2000 silam. Majelis Umum PB kemudian melegalkannya ke dalam Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 55/2 tanggal 18 September 2000 67

68

Tentang Deklarasi Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa (A/RES/55/2. United Nations Millennium Declaration). MDGs pada dasarnya adalah sebuah komitmen bersama masyarakat internasional untuk mempercepat pembangu nan manusia dan pengentasan kemiskinan. Saat ini, tersisa waktu sekitar lima tahun lagi bagi negara-negara berkembang anggota PBB termasuk Indonesia, untuk menyelesaikan delapan Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals) yang terkait

pengurangan kemiskinan, pencapaian pendidikan dasar, kesetaraan gender, perbaikan kesehatan ibu dan anak, pengurangan prevalensi penyakit menular, pelestarian lingkungan hidup, dan kerjasama global. MDGs yang didasarkan pada konsensus dan kemitraan global ini, juga menekankan kewajiban negara maju unyuk mendukung penuh upaya tersebut. Secara umum, pencapaian pembangunan manusia yang berhubungan dengan tujuan MDGs pertama hingga kedelapan telah menjadi latar belakang dalam penyusunan berbagai dokumen perencanaan pembangunan nasional. Pemerintah Indonesia telah mengarusutamakan MDGs dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJN 2005-2025), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2005-2009 dan 2010-2014), Rencana Pembangunan Tahunan Nasional (RKP) dan dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Berdasarkan Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia (2010), pencapaian MDGs dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori antara lain target yang telah dicapai, target yang telah menunjukkan kemajuan signifikan, dan target yang masih memerlukan usaha keras untuk pencapaiannya. Dari laporan tersebut dapat diketahui bahwa dalam ukuran nasional, pencapaian MDGs menunjukkan hasil yang cukup memuaskan. Hal ini dibuktikan dari 67 indikator yang dapat terukur, lebih dari 50 % memiliki status yang cukup baik dengan rincian sembilan indikator (13,43 %) berstatus telah tercapai, 35 indikator (52,24 %) memiliki status akan tercapai dan sisanya yaitu 23 indikator (34,33 %) masih memerlukan perhatian khusus dalam upaya pencapaiannya. Hasil pencapaian MDGs pada tingkat nasional ini tentunya

69

berbeda dengan hasil pencapaian MDGs secara regional. Berbekal data-data mengenai pencapaian indikator MDGs tingkat regional maka pada penelitian ini dihitung tingkat pencapaian MDGs untuk masing-masing wilayah di Indonesia.

4.1. Tingkat Pencapaian MDGs pada Berbagai Tipologi Wilayah di Indonesia Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia memiliki hubungan yang bersifat kausalitas. Hal ini berarti pertumbuhan ekonomi

mempengaruhi pembangunan manusia dan sebaliknya, pembangunan manusia juga dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Di satu sisi, pembangunan manusia yang berkelanjutan perlu didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang memadai, dan sisi lain pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan juga perlu didukung oleh pembangunan sumberdaya manusia yang memadai pula. Dalam penelitian ini, kualitas sumberdaya manusia di Indonesia menjadi fokus utama penelitian. Besaran yang dipakai untuk mengukur kualitas sumberdaya manusia itu sendiri adalah tingkat pencapaian Millennium Development Goals (MDGs). Tingkat pencapaian MDGs ini terdiri dari delapan tujuan yang diukur dengan 67 indikator. Tujuan-tujuan tersebut terkait dengan pengurangan kemiskinan, pencapaian pendidikan dasar, kesetaraan gender, perbaikan kesehatan ibu dan anak, pengurangan prevalensi penyakit menular, pelestarian lingkungan hidup, dan kerjasama global. Dari semua indikator yang ada, dipilih 16 indikator yang memiliki standar pencapaian berupa angka atau bersifat kuantitatif. Indikator-indikator tersebut antara lain persentase penduduk miskin, persentase balita kekurangan gizi, kecukupan konsumsi kalori (Kkal) < 1400, kecukupan konsumsi kalori (Kkal) < 2000, APM SD/MI, angka melek huruf usia 15-24 tahun, rasio APM P/L SD/MI, rasio APM P/L SMP/MTs, rasio APM P/L SMA, rasio APM P/L perguruan tinggi, rasio melek huruf P/L usia 15-24 tahun, angka kematian bayi, angka kematian balita, akses air minum layak, akses sanitasi layak, dan persentase rumah tangga dengan akses internet

70

Tabel 4.1 Rata-rata Tingkat Pencapaian MDGs Masing-masing Provinsi No. Provinsi Presentase Klasifikasi Rangking 1 Nanggroe Aceh Darussalam 79,51 Sedang 18 2 Sumatera Utara 78,10 Sedang 21 3 Sumatera Barat 84,68 Sedang 10 4 Riau 82,97 Sedang 14 5 Jambi 81,60 Sedang 15 6 Sumatera Selatan 79,83 Sedang 17 7 Bengkulu 78,20 Sedang 20 8 Lampung 77,95 Sedang 22 9 Bangka Belitung 85,35 Tinggi 9 10 Kepulauan Riau 87,48 Tinggi 5 11 DKI Jakarta 99,83 Tinggi 2 12 Jawa Barat 79,97 Sedang 16 13 Jawa Tengah 85,52 Tinggi 8 14 DI Yogyakarta 94,23 Tinggi 3 15 Jawa Timur 78,79 Sedang 19 16 Banten 83,24 Sedang 13 17 Bali 106,64 Tinggi 1 18 Nusa Tenggara Barat 71,00 Rendah 30 19 Nusa Tenggara Timur 68,28 Rendah 31 20 Kalimantan Barat 77,41 Sedang 24 21 Kalimantan Tengah 84,31 Sedang 11 22 Kalimantan Selatan 87,36 Tinggi 6 23 Kalimantan Timur 87,50 Tinggi 4 24 Sulawesi Utara 86,73 Tinggi 7 25 Sulawesi Tengah 72,45 Rendah 28 26 Sulawesi Selatan 83,68 Sedang 12 27 Sulawesi Tenggara 77,53 Sedang 23 28 Gorontalo 73,21 Rendah 27 29 Sulawesi Barat 76,64 Sedang 25 30 Maluku 71,68 Rendah 29 31 Maluku Utara 74,04 Rendah 26 32 Papua 63,17 Rendah 33 33 Papua Barat 67,30 Rendah 32 Sumber : analisis data pencapaian MDGs (keterangan : tinggi : x > 85,24, sedang : 76,34 x 85,25, rendah : x < 76,34)

71

Berdasarkan hasil perhitungan tingkat pencapaian MDGs masing-masing provinsi di Indonesia yang ditampilkan dalam tabel 4.1. dapat diketahui bahwa berdasarkan perhitungan yang dilakukan terhadap indikator-indikator kuantitatif MDGs yang diperoleh dari Laporan Pencapaian MDGs tahun 2010, sebagian besar provinsi di Indonesia memiliki rata-rata persentase pencapaian MDGs di bawah angka 100 %. Tercatat terdapat sebanyak 32 provinsi dari total 33 provinsi di Indonesia atau sebesar 96,97 % dengan tingkat pencapaian MDGs kurang dari 100 %. Berdasarkan tabel tersebut juga dapat diketahui bahwa hanya terdapat satu provinsi yang memiliki tingkat pencapaian MDGs lebih dari 100 % yaitu Provinsi Bali dengan ratarata persentase tingkat pencapaian MDGs sebesar 106,64 %. Berdasarkan klasifikasi yang dilakukan menggunakan metode stamdar deviasi yang menghasilkan tiga kategori diketahui bahwa suatu wilayah akan memiliki tingkat pencapaian MDGs rendah apabila rata-rata persentase pencapaian kurang dari 76,34 %, sedang apabila rata-rata persentase pencapaian lebih dari atau sama dengan 76,34 % tetapi kurang dari atau sama dengan 85,24 % dan tinggi apabila rata-rata persentase pencapaian lebih dari 85,24 %. Menurut kriteria tersebut maka berdasarkan analisis terhadap data-data pencapaian MDGs masing-masing provinsi di Indonesia, terdapat 9 provinsi (27,27 %) yang dikategorikan memiliki tingkat pencapaian MDGs tinggi, 16 provinsi (48,48 %) yang memiliki tingkat pencapaian MDGs kategori sedang dan 8 provinsi (24,24 %) dengan tingkat pencapaian MDGs rendah. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa sebagian besar provinsi di Indonesia memiliki tingkat pencapaian MDGs yang tergolong sedang. Provinsi yang memiliki tingkat pencapaian MDGs tertinggi adalah Provinsi Bali. Persentase tingkat pencapaian MDGs pada provinsi ini adalah sebesar 106,64 %. Berdasarkan perhitungan persentase pencapaian masingmasing indikator MDGs yang disertakan dalam lampiran 1 dapat diketahui bahwa tingginya rata-rata persentase pencapaian MDGs di Provinsi Bali dipengaruhi oleh persentase pencapaian lima indikator MDGs yang lebih

72

dari atau sama dengan 100 %. Kelima indikator tersebut antara lain persentase penduduk miskin dengan persentase pencapaian sebesar 211,07 %, persentase balita kekurangan gizi dengan persentase pencapaian sebesar 135.96 %, kecukupan konsumsi kalori (kkal) < 1400 dengan persentase pencapaian sebesar 219,07 %, rasio melek huruf perempuan/laki-laki usia 15-24 tahun dengan persentase 100,1 % dan akses sanitasi layak dengan persentase 121,7 %. Sementara itu, provinsi yang memiliki tingkat pencapaian MDGs terendah yaitu Provinsi Papua dengan persentase pencapaian sebesar 63,17 %. Berdasarkan Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia tahun 2010, dari 16 indikator pencapaian MDGs yang digunakan dalam penelitian ini, sebagian besar indikator memiliki status yang menggembirakan, tercatat empat indikator telah tercapai, tujuh indikator akan tercapai dan hanya lima indikator sisanya yang masih memerlukan perhatian khusus dalam pencapaiannya. Empat indikator yang telah tercapai yaitu persentase penduduk miskin, rasio angka partisipasi murni perempuan/laki-laki di SD, rasio angka partisipasi murni

perempuan/laki-laki di SMP dan rasio melek huruf perempuan terhadap lakilaki pada kelompok usia 15-24 tahun, tujuh indikator yang memiliki status akan tercapai antara lain persentase balita kekurangan gizi, angka partisipasi murni SD/MI, angka melek huruf usia 15-24 tahun, rasio angka partisipasi murni perempuan/laki-laki di SMA, rasio angka partisipasi murni perempuan/laki-laki di perguruan tinggi, angka kematian bayi, dan angka kematian balita, dan lima indikator yang masih memerlukan perhatian khusus dalam usaha pencapaiannya antara lain proporsi penduduk dengan asupan kalori di bawah 1400 Kkal/kapita/hari, proporsi penduduk dengan asupan kalori di bawah 2000 Kkal/kapita/hari, akses air minum layak, akses sanitasi layak, dan persentase rumah tangga yang memiliki akses internet. Secara nasional, rata-rata persentase pencapaian masing-masing

indikator MDGs yang digunakan dalam penelitian ini berbeda-beda. Indikator yang memiliki persentase pencapaian tertinggi adalah rasio angka

73

partisipasi murid perempuan/laki-laki di perguruan tinggi dengan persentase sebesar 111,96 %. Tingginya persentase pencapaian rasio angka partisipasi murid (APM) perempuan/laki-laki secara nasional disebabkan oleh pada sebagian besar provinsi di Indonesia indikator tersebut memiliki angka persentase yang cukup tinggi yaitu di atas 100 %. Sementara itu, indikator yang memiliki persentase pencapaian paling rendah adalah persentase rumah tangga yang memiliki internet. Indikator ini memiliki persentase pencapaian sebesar 21,05 %. Rendahnya persentase pencapaian untuk indikator ini disebabkan pada sebagian besar provinsi, indikator ini memiliki persentase pencapaian di bawah 20 %. Tabel 4.2 Persentase Pencapaian Indikator dan Tujuan MDGs Secara Nasional Indikator Persentase Klasifikasi Tinggi Persentase penduduk miskin 97,65 Sedang Persentase balita kekurangan gizi 81,57 Rendah Kecukupan konsumsi kalori (Kkal) < 1400 62,49 Rendah Kecukupan konsumsi kalori (Kkal) < 2000 58,81 Rendah Tujuan 1 75,13 Tinggi 5 APM SD/MI 93,49 Tinggi 6 Angka melek huruf usia 15-24 tahun 98,88 Tinggi Tujuan 2 96,19 Tinggi 8 Rasio APM P/L SD/MI 99,82 Tinggi 9 Rasio APM P/L SMP/MTs 102,79 Tinggi 10 Rasio APM P/L SMA 101,69 Tinggi 11 Rasio APM P/L perguruan tinggi 111,96 Tinggi 12 Rasio melek huruf P/L usia 15-24 tahun 99,61 Tinggi Tujuan 3 103,17 Rendah 13 Angka kematian bayi 58,77 Rendah 14 Angka kematian balita 62,19 Rendah Tujuan 4 62,19 Rendah 15 Akses air minum layak 66,51 Rendah 16 Akses sanitasi layak 75,43 Rendah Tujuan 7 70,97 Rendah 17 Persentase rumah tangga yang memiliki akses internet 21,05 Rendah Tujuan 8 21,05 Sumber : analisis data pencapaian MDGs (keterangan : tinggi : x > 85,25, No 1 2 3 4 sedang : 76,34 x 85,25, rendah : x < 76,34)

75

Berdasarkan pencapaian semua indikator MDGs yang digunakan dalam penelitian maka dapat diketahui tingkat ketercapaian masing-masing tujuan MDGs yang dinyatakan dalam persentase. Persentase pencapaian suatu tujuan MDGs diperoleh dengan merata-ratakan persentase pencapaian masing-masing indikator yang menjadi bagian dari tujuan tersebut. Dari perhitungan yang dilakukan diperoleh bahwa tujuan MDGs yang memiliki persentase pencapaian paling tinggi adalah tujuan ketiga (mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan) dengan persentase sebesar 103,17 %. Rata-rata persentase pencapaian tujuan ketiga yang lebih dari 100 % menandakan bahwa tujuan MDGs untuk mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan telah tercapai sehingga dapat dikatakan bahwa pembangunan dalam bidang kesetaraan gender sudah cukup berhasil. Tingginya persentase pencapaian MDGs untuk tujuan ini disebabkan oleh persentase masing-masing indikator yang menjadi bagian dari tujuan tersebut tergolong lebih tinggi jika dibandingkan dengan indikator-indikator yang lain. Dari lima indikator yang menjadi bagian dari tujuan ketiga ini tecatat bahwa tiga indikator memiliki persentase pencapaian lebih dari 100 % dan dua indikator memiliki persentase pencapaian lebih dari 99 %. Ketiga indikator yang memiliki persentase pencapaian lebih dari 100 % antara lain rasio angka partisipasi murid (APM) perempuan/laki-laki di SMP/MTs dengan pencapaian sebesar 102,79 %, rasio APM perempuan/laki-laki di SMA dengan pencapaian sebesar 101,69 % dan rasio APM perempuan/lakilaki di perguruan tinggi dengan pencapaian sebesar 111,96 %. Dua indikator untuk tujuan ketiga yang lain yaitu rasio APM perempuan/laki-laki di SD/MI dan rasio melek huruf perempuan/laki-laki usia 15-24 tahun masing-masing memiliki persentase sebesar 99,82 % dan 99,61 %. Tujuan MDGs yang juga memiliki persentase pencapaian yang lebih tinggi dibandingkan tujuan-tujuan yang lain adalah tujuan kedua atau mencapai pendidikan dasar untuk semua. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari perhitungan yang telah dilakukan, tercatat bahwa tujuan ini memiliki pencapaian sebesar 96,19 %. Tingginya angka persentase pencapaian untuk

76

tujuan kedua ini disebabkan oleh persentase pencapaian masing-masing indikator yang menjadi bagian dari tujuan kedua lebih dari 90 %. Pencapaian untuk dua indikator yang menjadi bagian dari tujuan kedua yaitu angka partisipasi murid (APM) sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah dan angka melek huruf usia 15-24 tahun masing-masing adalah sebesar 93,49 % dan 98,88 %. Tingginya angka pencapaian MDGs tujuan kedua menandakan bahwa pembangunan dalam bidang pendidikan dasar secara umum di Indonesia sudah cukup berhasil. Tujuan MDGs pertama yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan memiliki pencapaian sebesar 75,13 %, tujuan MDGs keempat yaitu menurunkan angka kematian anak memiliki persentase pencapaian sebesar 62,19 %, dan tujuan MDGs ketujuh yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup memiliki pencapaian sebesar 70,97 %. Sementara itu, tujuan MDGs yang memiliki pencapaian paling rendah adalah tujuan kedelapan (mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan) dengan persentase sebesar 21,05 %. Rendahnya pencapaian MDGs untuk tujuan ini disebabkan satu-satunya indikator yang menjadi bagian dari tujuan ini memiliki persentase yang rendah mengingat secara regional, pencapaian indikator tersebut pada sebagian besar provinsi di Indonesia juga kurang dari 20 %. Oleh sebab itu, indikator ini masih memerlukan perhatian sangat besar dalam usaha pencapaiannya.
120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 21,05 20,00 0,00 Tujuan 1 Tujuan 2 Tujuan 3 Tujuan 4 Tujuan 7 Tujuan 8 75,13 62,19 96,19 103,17

70,97

Gambar 4.2 Grafik Pencapaian Masing-masing Tujuan MDGs Secara Nasional

77

Pembangunan ekonomi di Indonesia telah melahirkan berbagai tipologi wilayah yaitu tipologi perkembangan ekonomi regional (Klassen), JawaLuar Jawa, dan Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia. Tingkat pencapaian MDGs antara berbagai tipologi tersebut juga berbeda-beda. Tabel 4.3 Klasifikasi Tipologi Masing-masing Provinsi di Indonesia
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Tipologi 1 Daerah relatif tertinggal Daerah maju tetapi tertekan Daerah relatif tertinggal Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat Daerah relatif tertinggal Daerah relatif tertinggal Daerah berkembang cepat Daerah maju tetapi tertekan Daerah maju tetapi tertekan Daerah maju tetapi tertekan Daerah relatif tertinggal Daerah relatif tertinggal Daerah relatif tertinggal Daerah maju tetapi tertekan Daerah relatif tertinggal Daerah relatif tertinggal Daerah berkembang cepat Daerah relatif tertinggal Daerah relatif tertinggal Daerah maju tetapi tertekan Daerah berkembang cepat Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat Daerah berkembang cepat Daerah berkembang cepat Daerah berkembang cepat Daerah berkembang cepat Daerah berkembang cepat Daerah berkembang cepat Daerah berkembang cepat Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat Tipologi 2 Luar Jawa Luar Jawa Luar Jawa Luar Jawa Luar Jawa Luar Jawa Luar Jawa Luar Jawa Luar Jawa Luar Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Luar Jawa Luar Jawa Luar Jawa Luar Jawa Luar Jawa Luar Jawa Luar Jawa Luar Jawa Luar Jawa Luar Jawa Luar Jawa Luar Jawa Luar Jawa Luar Jawa Luar Jawa Luar Jawa Tipologi 3 Kawasan Barat Indonesia Kawasan Barat Indonesia Kawasan Barat Indonesia Kawasan Barat Indonesia Kawasan Barat Indonesia Kawasan Barat Indonesia Kawasan Barat Indonesia Kawasan Barat Indonesia Kawasan Barat Indonesia Kawasan Barat Indonesia Kawasan Barat Indonesia Kawasan Barat Indonesia Kawasan Barat Indonesia Kawasan Barat Indonesia Kawasan Barat Indonesia Kawasan Barat Indonesia Kawasan Barat Indonesia Kawasan Timur Indonesia Kawasan Timur Indonesia Kawasan Barat Indonesia Kawasan Barat Indonesia Kawasan Barat Indonesia Kawasan Barat Indonesia Kawasan Timur Indonesia Kawasan Timur Indonesia Kawasan Timur Indonesia Kawasan Timur Indonesia Kawasan Timur Indonesia Kawasan Timur Indonesia Kawasan Timur Indonesia Kawasan Timur Indonesia Kawasan Timur Indonesia Kawasan Timur Indonesia

81

1. Tingkat pencapaian MDGs pada tipologi Klassen Masing-masing provinsi di Indonesia memiliki tingkat perkembangan ekonomi regional yang berbeda-beda. Tingkat perkembangan ekonomi regional masing-masing daerah tersebut dapat diketahui melalui analisis tipologi Klassen. Analisis ini dilakukan dengan membandingkan PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi daerah dengan PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi nasional. Sebagian besar provinsi di Indonesia termasuk dalam kategori daerah berkembang cepat atau memiliki pendapatan per kapita lebih kecil daripada pendapatan per kapita nasional dan laju pertumbuhan ekonomi lebih besar daripada laju pertumbuhan ekonomi nasional. Terdapat 23 provinsi yang masuk dalam kategori daerah berkembang cepat ini. Selain itu, terdapat tiga provinsi yang memiliki pendapatan per kapita lebih tinggi dibandingkan pendapatan per kapita nasional tetapi dengan laju pertumbuhan ekonomi lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan ekonomi nasional sehingga ketiga provinsi ini digolongkan sebagai daerah maju tetapi tertekan dan enam provinsi digolongkan sebagai daerah relatif tertinggal karena memiliki pendapatan per kapita dan laju pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan per kapita dan laju pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan hasil analisis tipologi Klassen, dapat diketahui bahwa setengah dari jumlah provinsi di Indonesia termasuk dalam kategori daerah berkembang cepat. Selain itu, terdapat tiga provinsi yang tergolong dalam daerah maju dan tumbuh cepat, enam provinsi yang termasuk dalam daerah maju tetapi tertekan dan sebelas provinsi yang termasuk dalam daerah relatif tertinggal. Untuk mengetahui tingkat pencapaian MDGs pada berbagai kelompok daerah hasil tipologi Klassen dilakukan analisis tabulasi silang antara hasil klasifikasi pencapaian MDGs dengan kelompok daerah. Analisis ini menghasilkan tabel sebagai berikut :

82

Tabel 4.4 Matriks Pencapaian MDGs pada Tipologi Klassen Tipologi Daerah maju dan tumbuh cepat Kalimantan Timur (jumlah provinsi =1) Daerah berkembang cepat Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara (jumlah provinsi = 2) Daerah maju tapi tertekan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta (jumlah provinsi = 3) Daerah relatif tertinggal

Klasifikasi

Tinggi

Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Bali (jumlah provinsi =3) Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jawa Barat, Banten, Kalimantan Barat (jumlah provinsi = 7)

Sedang

Riau (jumlah provinsi = 1)

Jambi, Lampung, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat (jumlah provinsi = 5) Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat (jumlah provinsi = 6)

Sumatera Utara, Jawa Timur, Kalimantan Tengah (jumlah provinsi = 3)

Rendah

Papua (jumlah provinsi = 1)

Nusa Tenggara Timur (jumlah provinsi = 1)

Sumber : analisis data sekunder Berdasarkan matriks hasil analisis data klasifikasi pencapaian MDGs dan tipe wilayah menurut tipologi Klassen, dapat diketahui pencapaian MDGs setiap provinsi yang menjadi anggota tipologi tertentu. Dari matriks tersebut, dapat diketahui bahwa tingkat pencapaian MDGs pada berbagai jenis tipe daerah sangatlah bervariasi. Provinsi yang tergolong dalam tipe daerah dengan status perkembangan ekonomi yang tinggi belum tentu memiliki tingkat pencapaian MDGs yang tinggi pula dan sebaliknya provinsi yang tergolong dalam tipe daerah dengan perkembangan ekonomi yang rendah belum tentu memiliki tingkat pencapaian MDGs yang rendah pula. Hal ini membuktikan bahwa tingkat pencapaian MDGs pada masing-masing provinsi tidak selalu

83

bergantung pada jenis tipologi perkembangan ekonomi regional dari provinsi yang bersangkutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat suatu pola urutan tingkat pencapaian MDGs yang sesuai dengan urutan tipologi perkembangan ekonomi regional wilayah. Berdasarkan matriks

pencapaian MDGs pada tipologi Klassen, dapat diketahui bahwa distribusi pencapaian MDGs pada tipe daerah maju dan tumbuh cepat bersifat merata karena jumlah provinsi untuk masing-masing kelas pencapaian MDGs sama yaitu sebanyak satu provinsi. Pada tipologi daerah berkembang cepat, dari 13 provinsi yang menjadi anggota terdapat enam provinsi memiliki pencapaian MDGs rendah, lima

provinsi memiliki pencapaian MDGs sedang dan sisanya yaitu dua provinsi memiliki pencapaian MDGs tinggi. Tipologi daerah maju tetapi tertekan menjadi satu-satunya tipologi yang tidak memiliki provinsi dengan pencapaian MDGs yang rendah. Dari enam provinsi yang termasuk dalam tipe daerah ini, sebanyak tiga provinsi memiliki pencapaian MDGs tinggi dan tiga provinsi memiliki pencapaian MDGs rendah. Sementara itu, untuk jenis tipologi wilayah yang terakhir yaitu daerah relatif tertinggal, dari sebelas provinsi yang ada, sebanyak tiga provinsi memiliki persentase pencapaian MDGs tinggi, tujuh provinsi memiliki pencapaian MDGs sedang dan satu provinsi memiliki tingkat pencapaian MDGs yang tergolong rendah. Setelah dilakukan perhitungan rata-rata tingkat pencapaian MDGs pada masing-masing tipologi, maka didapat bahwa urutan tipologi dengan tingkat pencapaian MDGs mulai dari yang tertinggi hingga yang terendah yaitu daerah maju tetapi tertekan, daerah relatif tertinggal, daerah maju dan tumbuh cepat, dan daerah berkembang cepat. Dari keempat tipe wilayah dalam tipologi Klassen, secara rata-rata tidak ada satupun tipe wilayah yang memiliki pencapaian MDGs rendah. Tercatat tipologi daerah maju tetapi tertekan memiliki pencapaian MDGs yang tinggi. Persentase pencapaian MDGs untuk daerah maju dan tumbuh

84

cepat adalah 85,64 %. Sementara itu, tiga tipologi yang lain yaitu daerah maju dan tumbuh cepat, daerah berkembang cepat dan daerah relatif tertinggal memiliki pencapaian MDGs yang tergolong sedang. Daerah maju dan tumbuh cepat memiliki persentase pencapaian MDGs sebesar 77,88 %, daerah berkembang cepat memiliki persentase pencapaian MDGs sebesar 77,01 %, dan daerah relatif tertinggal memiliki pencapaian MDGs sebesar 83,41 %. Tabel 4.5 Rata-rata Persentase Pencapaian MDGs pada Tipologi Klassen Persentase Klasifikasi pencapaian MDGs 1 Daerah maju dan tumbuh cepat 77,88 % Sedang 2. Daerah berkembang cepat 77,01 % Sedang 3. Daerah maju tetapi tertekan 85,64 % Tinggi 4. Daerah relatif tertinggal 83,41 % Sedang Sumber : analisis data pencapaian MDGs (keterangan : tinggi : x > No Tipologi 85,25, sedang : 76,34 x 85,25, rendah : x < 76,34) Pencapaian semua tujuan MDGs yang dipakai dalam penelitian ini pada masing-masing tipologi tentunya memiliki perbedaan satu sama lain. Pada suatu tipologi terdapat tujuan MDGs yang memiliki tingkat pencapaian yang tinggi dan ada pula tujuan MDGs yang memiliki tingkat pencapaian sedang dan rendah. Berdasarkan data-data pencapaian setiap indikator kuantitiatif MDGs yang dipakai dalam penelitian ini pada masing-masing jenis tipologi wilayah menurut Klassen dapat diketahui tingkat pencapaian tujuan-tujuan MDGs pada setiap jenis tipologi. Pada tipologi daerah maju dan berkembang cepat, sebagian besar tujuan MDGs yang dipakai dalam penelitian ini memiliki pencapaian yang tergolong dalam kategori rendah. Dari enam tujuan MDGs yang digunakan dalam penelitian ini, daerah maju dan berkembang cepat memiliki empat tujuan MDGs yang memiliki tingkat pencapaian rendah dan dua tujuan MDGs dengan tingkat pencapaian tinggi. Empat tujuan MDGs yang memiliki tingkat pencapaian rendah antara lain

85

menanggulangi kemiskinan dan kelaparan dengan persentase pencapaian sebesar 66,32%, menurunkan angka kematian anak dengan persentase sebesar 68,17 %, memastikan kelestarian lingkungan hidup dengan pencapaian sebesar 67,46 %, dan mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan dengan persentase pencapaian sebesar 24,85 %. Rendahnyanya persentase pencapaian untuk kelima tujuan MDGs tersebut disebabkan sebagian besar indikator yang menjadi bagian dari masing-masing tujuan juga memiliki pencapaian yang tergolong rendah. Sementara itu, tujuan MDGs yang memiliki pencapaian yang tinggi antara lain mencapai pendidikan dasar untuk semua dengan persentase pencapaian sebesar 90,81 % dan mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dengan pencapaian sebesar 100,71 %. Daerah berkembang cepat memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional, akan tetapi dengan pendapatan per kapita yang lebih rendah dibandingkan pendapatan per kapita nasional. Pencapaian tujuan-tujuan MDGs pada tipe wilayah ini sebagian besar tergolong dalam kategori rendah. Dari enam tujuan MDGs yang digunakan dalam penelitian, pada daerah berkembang cepat, empat tujuan MDGs memiliki pencapaian yang rendah dan dua tujuan MDGs memiliki pencapaian yang tinggi. Tujuantujuan MDGs yang memiliki pencapaian yang rendah antara lain menanggulangi kemiskinan dan kelaparan dengan persentase pencapaian sebesar 64,99 %, menurunkan angka kematian anak dengan pencapaian sebesar 48,81 %, memastikan kelestarian lingkungan hidup dengan persentase sebesar 70,04 %, dan mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan dengan persentase pencapaian sebesar 15,36 %. Sementara itu, dua tujuan MDGs yang memiliki pencapaian tinggi pada daerah berkembang cepat antara lain mencapai pendidikan dasar untuk semua dengan persentase pencapaian sebesar 96,13 % dan mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dengan persentase sebesar 105,39 %.

86

Daerah maju tetapi tertekan merupakan daerah yang mempunyai pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional tetapi dengan pendapatan per kapita yang lebih tinggi daripada pendapatan per kapita nasional. Berdasarkan tabel 4.6, dapat diketahui bahwa pada tipe daerah maju tetapi tertekan tidak dijumpai tujuan MDGs dengan pencapaian sedang. Pada daerah ini, sebanyak 50 % dari enam tujuan MDGs yang dipakai dalam penelitian ini memiliki pencapaian yang rendah dan 50 % sisanya memiliki pencapaian tinggi. Tujuan-tujuan MDGs yang memiliki pencapaian rendah pada tipe wilayah ini antara lain menurunkan angka kematian anak dengan persentase pencapaian sebesar 67,8 %, memastikan kelestarian lingkungan hidup dengan pencapaian sebesar 73,15 % dan mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan dengan

persentase sebesar 27,58 %. Sementara itu, tiga tujuan MDGs yang memiliki pencapaian tinggi antara lain menanggulangi kemiskinan dan kelaparan dengan persentase pencapaian sebesar 90,96 %, mencapai pendidikan dasar untuk semua dengan persentase pencapaian sebesar 97,3 % dan mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dengan persentase sebesar 100,48 %. Pada tipologi wilayah terakhir dalam tipologi Klassen yaitu daerah relatif tertinggal, sebagian besar tujuan MDGs yang digunakan dalam penelitian memiliki pencapaian yang rendah. Dari enam tujuan MDGs yang digunakan dalam penelitian ini, sebanyak tiga tujuan MDGs memiliki pencapaian yang rendah, satu tujuan MDGs memiliki pencapaian sedang dan dua tujuan MDGs sisanya memiliki pencapaian yang tinggi. Ketiga tujuan MDGs yang memiliki pencapaian yang

rendah antara lain menurunkan angka kematian anak dengan persentase sebesar 68,18 %, memastikan kelestarian lingkungan hidup dengan persentase pencapaian sebesar 71,84 %, dan mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan dengan pencapaian sebesar 23,18 %. Tujuan MDGs yang memiliki pencapaian yang termasuk dalam klasifikasi

87

sedang adalah menanggulangi kemiskinan dan kelaparan dengan persentase pencapaian sebesar 80,9 %. Sementara itu, dua tujuan yang memiliki tingkat pencapaian tinggi adalah mencapai pendidikan dasar untuk semua dengan persentase pencapaian sebesar 97,12 % dan mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dengan pencapaian sebesar 102,7 %. Tabel 4.6 Pencapaian Indikator MDGs Pada Tipologi Klassen (dalam persen)
Indikator Daerah maju dan tumbuh cepat 93,84 75,28 41,95 53,77 66,21 88,45 93,17 90,81 99,73 96,7267 103,09 107,72 96,27 100,71 68,91 67,43 68,17 63,94 70,97 67,46 24,85 24,85 Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Daerah berkembang cepat 79,93 70,35 52,96 56,72 64,99 93,06 99,20 96,13 99,54 103,24 100,43 123,82 99,94 105,39 47,97 49,65 48,81 69,43 70,64 70,04 15,36 15,36 Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Daerah maju tetapi tertekan 148,81 91,88 64,57 58,59 90,96 94,80 99,79 97,30 100,18 101,68 103,63 96,97 99,92 100,48 64,50 71,10 67,80 61,23 85,08 73,15 27,58 27,58 Tinggi Tinggi Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah Daerah relatif tertinggal 91,73 90,91 78,21 62,76 80,90 94,66 99,57 97,12 99,97 104,52 101,75 107,27 99,97 102,70 65,65 70,72 68,18 66,65 77,03 71,84 23,18 23,18 Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah

Persentase penduduk miskin Persentase balita kekurangan gizi Kecukupan konsumsi kalori (Kkal) < 1400 Kecukupan konsumsi kalori (Kkal) < 2000 Tujuan 1 APM SD/MI Angka melek huruf usia 15-24 tahun Tujuan 2 Rasio APM P/L SD/MI Rasio APM P/L SMP/MTs Rasio APM P/L SMA Rasio APM P/L perguruan tinggi Rasio melek huruf P/L usia 15-24 tahun Tujuan 3 Angka kematian bayi Angka kematian balita Tujuan 4 Akses air minum layak Akses sanitasi layak Tujuan 7 Persentase rumah tangga yang memiliki akses internet Tujuan 8

Sumber : analisis data pencapaian MDGs (keterangan : tinggi : x > 85,25, sedang : 76,34 x 85,25, rendah : x < 76,34)

88

Secara umum, dengan membandingkan tingkat pencapaian masingmasing tujuan MDGs pada keempat macam tipologi perkembangan ekonomi regional dapat diketahui bahwadalam tipologi Klassen terdapat tujuan MDGs yang masih memerlukan perhatian khusus dalam upaya pencapaiannya. Tujuan tersebut merupakan tujuan MDGs yang memiliki persentase pencapaian yang termasuk dalam kategori rendah pada semua tipologi. Berdasarkan tabel 4.6, dapat diketahui bahwa terdapat tiga tujuan MDGs yang memiliki pencapaian rendah pada semua tipologi antara lain menurunkan angka kematian anak, memastikan kelestarian lingkungan hidup dan mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. 2. Tingkat pencapaian MDGs pada tipologi Jawa-Luar Jawa Paradigma pembangunan Indonesia di masa lalu yang lebih bersifat sentralistik telah menciptakan suatu tipologi wilayah. Proses

pembangunan lebih dipusatkan di daerah-daerah yang termasuk dalam kawasan Jawa dan Bali sehingga tercipta suatu tipologi daerah JawaLuar Jawa. Dampak dari sentralisasi pembangunan ini adalah daerah Jawa memiliki tingkat kemajuan yang lebih tinggi dibandingkan daerah Luar Jawa termasuk dalam bidang ekonomi. Karena antara pembangunan ekonomi dan kualitas modal sumberdaya manusia terdapat suatu hubungan yang bersifat kausalitas, maka secara teori kualitas modal sumberdaya manusia pada provinsi-provinsi yang termasuk dalam tipologi Jawa lebih tinggi dibandingkan provinsi-provinsi yang termasuk tipologi Luar Jawa. Dalam tipologi Jawa-Luar Jawa, provinsi-provinsi yang terletak di Pulau Jawa dan Provinsi Bali digolongkan sebagai Kawasan Jawa, sedangkan provinsi-provinsi lainnya dimasukkan ke dalam kawasan Luar Jawa. Untuk mengetahui tingkat pencapaian MDGs pada tipologi JawaLuar Jawa dilakukan analisis tabulasi silang (cross tabulation) antara data klasifikasi pencapaian MDGs dan hasil klasifikasi wilayah menurut tipologi Jawa-Luar Jawa sehingga dapat diperoleh matriks tingkat

89

pencapaian MDGs pada tipologi Jawa-Luar Jawa yang dapat ditampilkan pada tabel 4.7. Tabel 4.7 Matriks Pencapaian MDGs pada Tipologi Jawa-Luar Jawa Tipologi Jawa Klasifikasi Tinggi DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Bali (jumlah provinsi = 4) Jawa Barat, Jawa Timur, Banten (jumlah provinsi = 3) Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara (jumlah provinsi = 5) Naggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat (jumlah provinsi = 13) Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat (jumlah provinsi = 8) Luar Jawa

Sedang

Rendah

Sumber : analisis data sekunder Paradigma pembangunan Indonesia di masa lalu yang bersifat sentralitik atau terpusat di daerah Jawa ternyata selain menyebabkan terjadinya perbedaan kemajuan dalam bidang ekonomi antara daerah Jawa dan Luar Jawa juga membawa perbedaan dalam tingkat pencapaian MDGs. Hal ini dapat dilihat pada matriks pencapaian MDGs pada tipologi Jawa-Luar Jawa di atas. Berdasarkan matriks tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar wilayah di Jawa memiliki tingkat pencapaian MDGs tinggi sedangkan sebagian besar wilayah di Luar Jawa memiliki pencapaian MDGs yang sedang. Pada tipologi Luar Jawa, dari 26 provinsi, sebanyak 13 provinsi atau sebesar 50 % memiliki tingkat pencapaian MDGs sedang, delapan provinsi atau sebesar 30,77 % memiliki tingkat pencapaian MDGs yang termasuk dalam klasifikasi rendah, dan lima provinsi atau sebesar 19,23 % memiliki tingkat pencapaian MDGs yang tergolong tinggi. Sementara itu, untuk tipologi

90

Jawa tidak terdapat provinsi yang memiliki tingkat pencapaian MDGs rendah. Pada tipologi ini, jumlah provinsi yang memiliki tingkat pencapaian MDGs tinggi lebih banyak dibandingkan jumlah provinsi dengan tingkat pencapaian MDGs sedang. Sebanyak empat provinsi dari total tujuh provinsi yang ternasuk dalam tipologi Jawa atau sebesar 57,14 % memiliki tingkat pencapaian tinggi dan sisanya yaitu tiga provinsi memiliki tingkat pencapaian MDGs sedang. Apabila dilihat dari rata-rata pencapaiannya yang tersaji dalam tabel 4.8, tipologi Jawa memiliki rata-rata pencapaian MDGs yang lebih tinggi dibandingkan tipologi Luar Jawa. Tipologi Jawa memiliki persentase pencapaian MDGs sebesar 89,75 % dan digolongkan dalam kategori tinggi sedangkan tipologi Luar Jawa memiliki persentase pencapaian MDGs sebesar 78,38 % dan digolongkan dalam kategori sedang. Tabel 4.8 Rata-rata Persentase Pencapaian MDGs pada Tipologi JawaLuar Jawa Persentase pencapaian Klasifikasi MDGs 1. Jawa 89,75 % Tinggi 2. Luar Jawa 78,38 % Sedang Sumber : analisis data pencapaian MDGs (keterangan : tinggi : x > No Tipologi 85,25, sedang : 76,34 x 85,25, rendah : x < 76,34) Tingginya persentase pencapaian MDGs pada tipologi Jawa terutama dipengaruhi oleh banyaknya jumlah indikator MDGs yang juga memiliki angka persentase pencapaian yang tinggi. Hal ini menyebabkan angka rata-rata persentase pencapaian MDGs pada tipologi Jawa lebih tinggi daripada tipologi Luar Jawa. Lebih tingginya persentase pencapaian MDGs pada tipologi Jawa dibandingkan dengan tipologi Luar Jawa dapat menjadi suatu bukti bahwa pembangunan dalam bidang kualitas sumberdaya manusia di wilayah Jawa lebih maju dibandingkan dengan wilayah Luar Jawa. Pencapaian masing-masing indikator MDGs antara tipologi Jawa dan tipologi Luar Jawa berbeda. Hal ini menyebabkan pencapaian masing-

91

masing tujuan antara kedua tipologi juga memiliki perbedaan seperti yang ditunjukkan dalam tabel sebagai berikut. Tabel 4.9 Pencapaian Indikator MDGs pada Tipologi Jawa-Luar Jawa Indikator Jawa Persentase penduduk miskin 133,31 Tinggi Persentase balita kekurangan gizi 111,57 Tinggi Kecukupan konsumsi kalori (Kkal) < 1400 83,44 Sedang Kecukupan konsumsi kalori (Kkal) < 2000 59,60 Rendah Tujuan 1 96,98 Tinggi APM SD/MI 94,71 Tinggi Angka melek huruf usia 15-24 tahun 99,75 Tinggi Tujuan 2 97,23 Tinggi Rasio APM P/L SD/MI 99,73 Tinggi Rasio APM P/L SMP/MTs 101,51 Tinggi Rasio APM P/L SMA 90,02 Tinggi Rasio APM P/L perguruan tinggi 92,01 Tinggi Rasio melek huruf P/L usia 15-24 tahun 99,98 Tinggi Tujuan 3 96,65 Tinggi Angka kematian bayi 76,28 Rendah Angka kematian balita 87,16 Tinggi Tujuan 4 81,72 Sedang Akses air minum layak 69,94 Rendah Akses sanitasi layak 102,50 Tinggi Tujuan 7 86,22 Tinggi Persentase rumah tangga yang memiliki akses 34,41 Rendah internet Tujuan 8 34,41 Rendah Sumber : analisis data pencapaian MDGs (keterangan : tinggi : sedang : 76,34 x 85,25, rendah : x < 76,34) Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui pencapaian masingmasing tujuan MDGs yang dipakai dalam penelitian ini, baik pada tipologi Jawa maupun tipologi Luar Jawa. Pada tipologi Jawa, sebagian besar tujuan MDGs memiliki pencapaian yang tinggi, sedangkan pada tipologi Luar Jawa, sebagian besar tujuan MDGs memiliki pencapaian yang rendah. Hal ini menandakan bahwa pencapaian MDGs tipologi Jawa lebih baik dibandingkan tipologi Luar Jawa. Luar Jawa 88,05 Tinggi 73,49 Rendah 56,85 Rendah 58,59 Rendah 69,24 Rendah 93,16 Tinggi 98,65 Tinggi 95,90 Tinggi 99,84 Tinggi 103,13 Tinggi 104,83 Tinggi 117,33 Tinggi 99,52 Tinggi 104,93 Tinggi 54,06 Rendah 55,47 Rendah 54,76 Rendah 65,59 Rendah 68,14 Rendah 66,86 Rendah 17,45 Rendah

17,45 Rendah x > 85,25,

92

Pada tipologi Jawa yang terdiri atas tujuh provinsi, dari enam tujuan MDGs yang dipakai dalam penelitian terdapat empat tujuan MDGs yang memiliki pencapaian tinggi, satu tujuan MDGs yang memiliki pencapaian sedang dan satu tujuan MDGs dengan pencapaian rendah. Keempat tujuan MDGs yang memiliki pencapaian tinggi antara lain menanggulangi kemiskinan dan kelaparan dengan persentase pencapaian sebesar 96,98 %, mencapai pendidikan dasar untuk semua dengan persentase pencapaian sebesar 97,23 %, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dengan persentase pencapaian sebesar 96,65 %, dan memastikan kelestarian lingkungan hidup dengan persentase pencapaian sebesar 86,22 %. Tingginya pencapaian untuk tujuan-tujuan ini disebabkan oleh indikator-indikator yang menjadi bagian dari keempat tujuan tersebut sebagian besar juga memiliki persentase pencapaian yang tergolong tinggi. Tujuan MDGs yang memiliki pencapaian sedang yaitu menurunkan angka kematian anak dengan persentase pencapaian sebesar 81,72 % sedangkan tujuan MDGs yang memiliki pencapaian rendah adalah mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan dengan persentase sebesar 34,41 %. Tipologi Luar Jawa memiliki jumlah provinsi yang lebih banyak dibandingkan tipologi. Tipologi ini memiliki pencapaian MDGs yang lebih rendah dibandingkan tipologi Jawa. Pada tipologi ini, dari enam tujuan MDGs yang digunakan dalam penelitian terdapat empat tujuan yang memiliki pencapaian rendah dan dua tujuan dengan pencapaian yang tinggi. Keeempat tujuan MDGs yang memiliki pencapaian rendah antara lain menanggulangi kemiskinan dan kelaparan dengan persentase pencapaian sebesar 69,24 %, menurunkan angka kematian anak dengan persentase sebesar 54,76 %, memastikan kelestarian lingkungan hidup dengan persentase sebesar 66,86 % dan mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan dengan persentase pencapaian sebesar 17,45 %. Rendahnya pencapaian MDGs untuk keempat tujuan ini diakibatkan oleh pencapaian sebagian besar indikator-indikator yang menjadi bagian

93

dari tujuan tersebut tergolong rendah. Sementara itu, dua tujuan yang memiliki pencapaian tinggi antara lain mencapai pendidikan dasar untuk semua dengan persentase pencapaian sebesar 95,9 % dan mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dengan persentase pencapaian sebesar 17,45 %. Berdasarkan pencapaian masing-masing indikator MDGs pada tipologi Jawa dan Luar Jawa dapat diketahui status pencapaian masingmasing tujuan MDGs pada tipologi Jawa dan Luar Jawa. Pada kedua tipologi ini terdapat dua tujuan MDGs yang sama-sama memiliki pencapaian yang tinggi yaitu mencapai pendidikan dasar untuk semua dan mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Hal ini membuktikan bahwa pembangunan bidang pendidikan dan kesetaraan gender pada kedua tipologi sudah baik. Selain itu, pada kedua tipologi ini juga terdapat satu tujuan MDGs yang masih memerlukan perhatian khusus dalam upaya pencapaiannya yaitu mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. Hal ini disesebabkan pada kedua tipologi, tujuan tersebut masih memiliki pencapaian yang rendah. 3. Tingkat pencapaian MDGs pada tipologi Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia Berdasarkan pembagian kawasan pembangunan Indonesia yang dimuat dalam Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1993. wilayah Indonesia dibagi menjadi dua kawasan pembangunan yaitu Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia. Kawasan Barat Indonesia terdiri dari Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan Bali, sedangkan Kawasan Timur Indonesia yang terdiri dari Sulawesi, Maluku, Irian/Papua, Nusa Tengg ara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Pembangunan di Kawasan Barat Indonesia jauh lebih maju dibandingkan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia. Hal ini disebabkan konfigurasi geografis wilayah Kawasan Timur Indonesia yang menjadi salah satu faktor pembatas pelaksanaan pembangunan. Perbedaan kemajuan pembangunan antara Kawasan Barat Indonesia dan

94

Kawasan Barat Indonesia selain terjadi dalam bidang pembangunan fisik dan ekonomi juga terjadi dalam pembangunan kualitas sumberdaya manusia yang dapat diketahui dari adanya perbedaan tingkat pencapaian MDGs. Hal ini ditunjukkan oleh matriks tingkat pencapaian MDGs padatipologi Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia sebagai berikut Tabel 4.10 Matriks Pencapaian MDGs pada Tipologi Kawasan BaratKawasan Timur Indonesia Tipologi Kawasan Barat Indonesia Klasifikasi Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur (jumlah provinsi = 8) Naggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah (jumlah provinsi =13) Kawasan Timur Indonesia

Tinggi

Sulawesi Utara (jumlah provinsi = 1)

Sedang

Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat (jumlah provinsi = 3)

Rendah

Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat (jumlah provinsi = 8)

Sumber : analisis data sekunder Berdasarkan matriks tersebut dapat diketahui bahwa pencapaian MDGs pada Kawasan Barat Indonesia lebih baik dibandingkan Kawasan Timur Indonesia. Sebagian besar provinsi di Kawasan Barat Indonesia memiliki pencapaian MDGs yang tergolong dalam klasifikasi sedang dan tidak ada satu pun provinsi yang memiliki pencapaian MDGs rendah, sedangkan sebagian besar provinsi di Kwasan Timur Indonesia memiliki pencapaian MDGs yang rendah. Dari 21 provinsi yang termasuk dalam

95

Kawasan Barat Indonesia, sebanyak delapan provinsi memiliki pencapaian MDGs yang tinggi dan 13 provinsi memiliki pencapaian MDGs yang sedang. Sementara itu, pada Kawasan Indonesia Timur, dari 12 provinsi yang ada, delapan provinsi memiliki pencapaian MDGs rendah, tiga provinsi memiliki pencapaian MDGs yang termasuk dalam kategori sedang dan hanya terdapat satu provinsi yang memiliki pencapaian MDGs tinggi yaitu Sulawesi Utara. Pencapaian MDGs Kawaasan Barat Indonesia yang lebih baik dibandingkan Kawasan Timur Indonesia juga dapat dilihat dari rata-rata persentase pencapaian MDGs pada kedua tipologi tersebut seperti yang disajikan dalam tabel 4.11. Rata-rata persentase pencapaian MDGs pada Kawasan Barat Indonesia lebih tinggi dibandingkan Kawasan Timur Indonesia. Kawasan Barat Indonesia memiliki rata-rata persentase pencapaian MDGs sebesar 84,78 % dan digolongkan dalam kelas sedang, sedangkan Kawasan Timur Indonesia memiliki rata-rata pencapaian MDGs sebesar 73,81 % dan digolongkan dalam kelas rendah. Lebih tingginya persentase pencapaian MDGs pada Kawasan Barat Indonesia dibandingkan dengan Kawasan Timur Indonesia ini

membuktikan bahwa perbedaan kemajuan pembangunan wilayah antara kedua kawasan tersebut juga terjadi dalam bidang sumberdaya manusia. Tabel 4.11 Rata-rata Persentase Pencapaian MDGs pada Tipologi Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia Persentase pencapaian MDGs 1. Kawasan Barat Indonesia 84,78 2. Kawasan Timur Indonesia 73,81 Sumber : analisis data pencapaian MDGs (keterangan : No. Provinsi Klasifikasi Sedang Rendah tinggi : x >

85,25, sedang : 76,34 x 85,25, rendah : x < 76,34) Berdasarkan tingkat pencapaian masing-masing indikator dapat diketahui status pencapaian dari masing-masing tujuan Millennium Development Goals pada tipologi Kawasan Barat-Kawasan Timur

96

Indonesia. Pada kedua tipologi baik Kawasan Barat maupun Timur Indonesia hanya terdapat dua tujuan MDGs yang memiliki pencapaian tinggi yaitu mencapai pendidikan dasar untuk semua dan mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Persentase pencapaian tujuan MDGs mencapai pendidikan dasar untuk semua pada Kawasan Barat Indonesia adalah sebesar 97,23 % dan pada Kawasan Timur Indonesia adalah sebesar 94,36 % sedangkan persentase pencapaian tujuan MDGs mencapai pendidikan dasar untuk semua pada Kawasan Barat Indonesia adalah 103,01 % dan pada Kawasan Timur Indonesia adalah 103,46 %. Pada Kawasan Barat Indonesia, hanya terdapat satu tujuan MDGs yang tergolong dalam klasifikasi sedang yaitu

menanggulangi kemiskinan dan kelaparan dengan persentase pencapaian sebesar 84,8 %. Sementara itu, pada Kawasan Timur Indonesia, tujuan ini memiliki pencapaian yang tergolong rendah dengan persentase sebesar 58,19 %. Pada tipologi Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia ini masih terdapat tiga tujuan MDGs yang masih memerlukan perhatian khusus dalam upaya pencapaiannya. Ketiga tujuan MDGs tersebut merupakan tujuan MDGs yang memiliki pencapaian rendah baik pada Kawasan Barat Indonesia maupun Kawasan Timur Indonesia. Ketiga tujuan tersebut antara lain menurunkan angka kematian anak, memastikan kelestarian lingkungan hidup dan mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. Pada tipologi Kawasan Barat Indonesia, tujuan MDGs menurunkan angka kematian anak memiliki persentase pencapaian sebesar 68,03 % dan pada Kawasn Timur Indonesia sebesar 47,27 %. Persentase pencapaian tujuan MDGs memastikan kelestarian lingkungan hidup pada Kawasan Barat Indonesia adalah sebesar 73,53 % dan pada Kawasan Timur Indonesia adalah sebesar 66,49 %. Sementara itu, untuk tujuan membangun kemitraan global untuk pembangunan, Kawasan Barat Indonesia memiliki persentase

97

pencapaian sebesar 24,69 % dan Kawasan Timur Indonesia memiliki persentase pencapaian sebesar 14,67 %. Tabel 4.12 Pencapaian Indikator MDGs pada Tipologi Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia Indikator Kawasan Barat Indonesia 118,39 Tinggi 89,84 Tinggi 70,68 Rendah 60,30 Rendah 84,80 Sedang 94,66 Tinggi 99,80 Tinggi 97,23 Tinggi 99,97 Tinggi 102,62 Tinggi 102,32 Tinggi 110,18 Tinggi 99,97 Tinggi 103,01 Tinggi 65,31 Rendah 70,75 Rendah 68,03 Rendah 65,86 Rendah 81,20 Sedang 73,53 Rendah Kawasan Timur Indonesia 61,35 Rendah 67,08 Rendah 48,15 Rendah 56,19 Rendah 58,19 Rendah 91,45 Tinggi 97,27 Tinggi 94,36 Tinggi 99,55 Tinggi 103,09 Tinggi 100,59 Tinggi 115,07 Tinggi 98,99 Tinggi 103,46 Tinggi 47,33 Rendah 47,21 Rendah 47,27 Rendah 67,65 Rendah 65,33 Rendah 66,49 Rendah

Persentase penduduk miskin Persentase balita kekurangan gizi Kecukupan konsumsi kalori (Kkal) < 1400 Kecukupan konsumsi kalori (Kkal) < 2000 Tujuan 1 APM SD/MI Angka melek huruf usia 15-24 tahun Tujuan 2 Rasio APM P/L SD/MI Rasio APM P/L SMP/MTs Rasio APM P/L SMA Rasio APM P/L perguruan tinggi Rasio melek huruf P/L usia 15-24 tahun Tujuan 3 Angka kematian bayi Angka kematian balita Tujuan 4 Akses air minum layak Akses sanitasi layak Tujuan 7 Persentase rumah tangga yang memiliki akses 24,69 Rendah 14,67 Rendah internet Tujuan 8 24,69 Rendah 14,67 Rendah Sumber : analisis data pencapaian MDGs (keterangan : tinggi : x > 85,25, sedang : 76,34 x 85,25, rendah : x < 76,34) Uraian mengenai pencapaian MDGs pada masing-masing tipologi wilayah yang ada di Indonesia dapat digunakan untuk mempertimbangkan diterima atau tidaknya hipotesis pertama pada penelitian ini. Hipotesis pertama menyatakan bahwa terdapat perbedaan pencapaian MDGs pada berbagai jenis tipologi wilayah di Indonesia. Hipotesis ini dapat terbukti apabila rata-rata tingkat pencapaian MDGs berbagai jenis tipologi pada

98

ketiga tipologi wilayah yang digunakan dalam penelitian memiliki klasifikasi yang berbeda-beda. Apabila semua tipologi yang digunakan dalam penelitian ini memiliki klasifikasi pencapaian yang sama, maka hipoteis pertama tidak diterima. Hipotesis pertama dalam penelitian ini dapat diterima karena berdasarkan hasil penelitian, tidak semua jenis tipologi dalam penelitian memiliki klasifikasi pencapaian MDGs yang sama. Pada tipologi Klassen, daerah maju dan tumbuh cepat dan daerah maju tetapi tertekan memiliki persentase pencapaian MDGs tinggi, sedangkan tipologi daerah berkembang cepat dan daerah relatif tertinggal memiliki pencapaian MDGs sedang. Pada tipologi Jawa-Luar Jawa, pencapaian MDGs tipologi Jawa tergolong tinggi sedangkan pencapaian MDGs tipologi Luar Jawa tergolong rendah. Untuk tipologi terakhir yaitu Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia, pencapaian MDGs pada Kawasan Barat Indonesia termasuk dalam kelas sedang dan pencapaian MDGs Kawasan Timur tergolong dalam kelas rendah.

4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencapaian MDGs di Indonesia Indonesia merupakan suatu kesatuan wilayah yang terdiri atas berbagai satuan wilayah yang beranekaragam. Perbedaan karakteristik antar wilayah di Indonesia yang mencakup perbedaan karakteristik sumberdaya alam, demografi, potensi lokasi, dan aksesibilitas telah menyebabkan terjadinya perbedaan kemajuan antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Perbedaan karakeristik antar wilayah ini juga dapat berpengaruh terhadap terjadinya variasi pencapaian MDGs antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Tinggi rendahnya pencapaian MDGs pada suatu wilayah tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang diasumsikan

berpengaruh terhadap pencapaian MDGs di Indonesia yaitu kinerja otonomi daerah dan persentase belanja bantuan sosial dalam anggaran pengeluaran pemerintah daerah. Untuk mengetahui pengaruh masing-masing faktor terhadap pencapaian MDGs digunakan beberapa asumsi dasar. Asumsi yang

99

digunakan terkait pengaruh masing-masing faktor terhadap pencapaian MDGs disajikan dalam tabel sebagai berikut Tabel 4.13 Asumsi Pengaruh Masing-masing Faktor Terhadap Pencapaian MDGs No. 1. Faktor Kinerja Asumsi

otonomi Semakin tinggi kinerja otonomi suatu daerah maka semakin tinggi tingkat pencapaian MDGs dan sebaliknya

daerah (KOD)

2.

Persentase belanja Semakin besar persentase belanja bantuan bantuan sosial sosial pada suatu daerah maka semakin tinggi tingkat pencapaian MDGs dan sebaliknya

Kinerja otonomi daerah merupakan ukuran yang menyatakan besar kemandirian suatu wilayah. Ukuran ini pada dasarnya merupakan kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) terhadap total penerimaan daerah atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBN) Diasumsikan bahwa kinerja otonomi daerah berbanding lurus dengan pencapaian MDGs di Indonesia. Semakin tinggi kinerja otonomi daerah maka semakin tinggi pula tingkat pencapaian MDGs dans sebaliknya semakin rendah kinerja otonomi pada suatu daerah maka semakin rendah pula tingkat pencapaian MDGs pada wilayah tersebut. Sementara itu, belanja bantuan sosial merupakan belanja yang telah dianggarkan untuk memberikan bantuan kepada organisasi kemasyarakatan, partai politik dan yang lainnya bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Karena sebagian besar tujuan MDGs terkait dengan bidang sosial maka faktor belanja bantuan sosial diasumsikan memiliki pengaruh yang positif terhadap pencapaian MDGs. Untuk mengetahui besar pengaruh masing-masing faktor terhadap pencapaian MDGs pada ketiga tipologi wilayah yang menjadi fokus utama penelitian ini digunakan teknik analisis uji regresi berganda dummy variable. Keempat faktor tersebut diperlakukan sebagai variabel independen dengan variabel dependen berupa persentase pencapaian MDGs. Agar suatu

100

model regresi bisa dipergunakan untuk memprediksi besar variabel dependen berdasarkan variabel-variabel independen yang ada, maka diperlukan beberapa persyaratan dasar yang harus dipenuhi. Syarat-syarat tersebut terkait dengan multikolinieritas homokedastisitas, dan normalitas. Oleh sebab itu, uji regresi berganda dummy variable dalam penelitian ini didahului dengan uji asumsi klasik yang pada dasarnya digunakan untuk menguji terpenuhi atau tidaknya syarat-syarat uji regresi tersebut. 1. Uji asumsi regresi berganda multikolinieritas Uji asumsi regresi berganda multikolineritas pada dasarnya digunakan untuk menguji ada tidaknya korelasi antar variabel independen yang digunakan dalam penelitian. Jika terjadi korelasi antar variabel independen, maka dalam model regresi terdapat problem multikolineritas (multiko) sehingga model regresi tidak dapat digunakan. Dalam penilitian ini akan diuji ada tidaknya korelasi antara variabelvariabel independen yang dipakai dalam penelitian. Variabel-variabel tersebut antara lain kinerja otonomi daerah dan persentase belanja bantuan sosial. Deteksi adanya problem multiko dapat dilakukan berdasarkan dua pedoman atau cara yaitu : a. Besaran VIF (Variance Inflaction Factor) dan Tolerance Pedoman untuk menentukan suatu mdoel regresi yang bebas multiko berdasarkan besaran VIF dan Tolerance yaitu model regresi harus mempunyai nilai VIF di sekitar angka satu dan mempunyai angka Tolerance mendekati satu. b. Besaran korelasi antar variabel independen Pedoman untuk menentukan suatu mdoel regresi yang bebas multiko berdasarkan angka korelasi antar variabel independen yaitu koefisien korelasi antar variabel independen pada model regresi harus lemah (di bawah 0,5). Apabila korelasi kuat, maka terjadi problem multikolinieritas. Berdasarkan analisis uji asumsi regresi berganda multikolinieritas yang dilakukan terhadap variabel kinerja otonomi daerah dan persentase

101

belanja bantuan sosial, diketahui bahwa nilai VIF dan Tolerance untuk kedua variabel ini mendekati angka 1. Kedua variabel tersebut memiliki Nilai VIF dan Tolerance yang sama. Nilai VIF untuk kedua variabel adalah 1,012, sedangkan nilai Tolerance untuk keduanya adalah 0,989. Berdasarkan koefisien korelasi antar variabel independen juga diketahui bahwa antara kedua variabel tersebut terdapat korelasi yang lemah karena angka korelasi antara keduanya kurang dari 0,5 yaitu sebesar 0,107. Berdasarkan hasil tersebut, maka dipastikan bahwa dalam model regresi yang akan dihasilkan tidak terdapat problem multiko sehingga model regresi layak digunakan untuk memprediksi besar variabel dependen berdasarkan masukan variabel-variabel independennya. Tabel 4.14 Coefficientsa Hasil Uji Multikolinieritas Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 Kinerja Otonomi Daerah 0,989 1,012 Persentase belanja 0,989 1,012 a. Dependent Variable: Persentase Pencapaian MDGs Model Sumber : analisis uji asumsi multikolinieritas 2. Uji asumsi regresi berganda heterokedastisitas Uji asumsi regresi berganda heterokedastisitas merupakan uji asumsi regresi yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain pada suatu model regresi. Apabila varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan apabila varians berbeda maka disebut heterokedastisitas. Model regresi dikatakan baik apabila tidak memiliki problem heterokedastisitas. Untuk mengetahui terjadinya atau tidaknya heterokedastisitas pada model regresi dilakukan dengan pengamatan terhadap grafik scatterplot hasil analisis uji asumsi regresi berganda heterokedastisitas. Dasar pengambilan keputusan mengenai terjadi tidaknya heterokedastisitas ada dua yaitu :

102

a. Jika pada grafilk hasil analisis terjadi pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (misal bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka terjadi

heterokedastisitas sehingga perlu dilakukan langkah-langkah tertentu untuk menghilangkan problem heterokedastisitas ini. Langkah ini diperlukan agar nantinya model regresi yang dihasilkan menjadi layak dipakai untuk memprediksi besar variabel dependen

berdasarkan masukan variabel independen yang ada. b. Jika pada grafik hasil analisis tidak terdapat pola yang jelas, serta titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas sehingga model regresi dapat dikatakan layak untuk memprediksi besar variabel dependen berdasarkan variabel-variabel independen yang ada.

Gambar 4.6 Grafik Scatterplot Hasil Uji Asumsi Heterokedastisitas

103

Dari pengamatan terhadap grafik scatterplot hasil analisis, diketahui bahwa titik-titik menyebar secara acak, tidak membentuk pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini berarti bahwa tidak terjadi problem heterokedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak digunakan untuk memprediksi besar variabel pencapaian MDGs berdasarkan masukan variabel independennya. 3. Uji asumsi regresi berganda normalitas Syarat terakhir agar suatu model regresi akan layak digunakan untuk memprediksi besar variabel dependen berdasarkan masukan variabel independennya terkait dengan normalitas. Sebuah model regresi dikatakan baik apabila variabel dependen dan independennya memiliki distribusi data yang normal atau mendekati normal. Untuk mengetahui normal tidaknya distribusi data dari variabelvariabel yang digunakan dalam uji regresi dilakukan melalui pengamatan terhadap penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual hasil analisis. Dasar pengambilan keputusannya yaitu : a. Jika data menyebar di sekitar sumbu diagonal dan mengikuti arah garis sumbu diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas sehingga model regresi layak digunakan untuk

memprediksi besar variabel dependen berdasarkan variabel-variabel independennya. b. Jika data menyebar jauh dari garis sumbu diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis sumbu diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas sehingga diperlukan transformasi data agar data menjadi normal dan uji regresi nantinya dapat dilakukan. Berdasarkan pengamatan terhadap grafik Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual yang dihasilkan dari uji asumsi normalitas, dapat diketahui bahwa titik-titik data menyebar di sekitar garis sumbu diagonal serta penyebarannya mengikuti arah garis tersebut.

104

Oleh sebab itu, model regresi telah memenuhi asumsi normalitas sehingga model regresi layak dipakai untuk memprediksi besar pencapauan MDGs berdasarkan dua variabel independennya yaitu kinerja otonomi daerah dan persentase belanja bantuan sosial.

Gambar 4.7 Grafik Distribusi Data Hasil Uji Asumsi Normalitas Setelah uji asumsi klasik selesai dilakukan dan diperoleh hasil bahwa model regresi yang menggunakan variabel dependen berupa persentase pencapaian MDGs dan dua variabel independen yaitu kinerja otonomi daerah dan persentase belanja bantuan sosial telah memenuhi asumsi-asumsi dasar regresi, maka uji regresi berganda dummy variable dapat dilaksanakan. Pada dasarnya, analisis regresi berganda dummy variable ini menggunakan prinsip yang sama dengan analisis regresi berganda biasa. Perbedaannya adalah analisis regresi berganda dummy variable digunakan untuk memprediksi besar variabel tergantung dengan menggunakan beberapa data variabel bebas yang salah satunya adalah dummy variable. Dummy variable

105

adalah variabel yang digunakan untuk membuat kategori data yang bersifat kualitatif (nominal). Analisis pengaruh kedua variabel independen yaitu kinerja otonomi daerah dan persentase belanja bantuan sosial terhadap pencapaian MDGs akan dilakukan pada masing-masing tipologi. Oleh sebab itu, dalam analisis regresi ditambahkan variabel jenis tipologi yang berfungsi sebagai variabel bantu untuk mempermudah analisis. Karena variabel jenis tipologi merupakan data kualitatif (data jenis kategori atau nominal) maka variabel inilah yang akan diperlakukan sebagai dummy variable. Persamaanpersamaan regresi yang dihasilkan dari uji regresi dummy variable untuk setiap tipologi disajikan dalam tabel berikut. Tabel 4.15 Hasil Uji Regresi Berganda Dummy Variable pada Masing-Masing Jenis Tipologi Wilayah di Indonesia No. Tipologi Persamaan regresi Y = 68,813 + 0,202 a + 0,934 b + 1. Klassen 4,915 indeks 1 0,393 indeks 2 1,093 indeks 3 2. Jawa-Luar Y = 70,215 + 0,18 a + 0,745 b + Jawa KBI-KTI 3,837 indeks 1 Y = 68,245 + 0,121 a + 0,814 b + 7,51 indeks 1 Signifikansi Total = 0,03, K = 0,00, a = 0,009, b = 0,014, indeks 1 = 0,194, indeks 2 = 0,905, indeks 3 = 0,825 Total = 0,01, K = 0,00, a = 0,04, b = 0,041, indeks 1 = 0,36 Total = 0,00, K = 0,00, a = 0,102, b = 0,013, indeks 1 = 0,015

3.

Sumber : analisis data sekunder (Keterangan : Y = persentase pencapaian MDGs, a = kinerja otonomi daerah, b = persentase belanja bantuan sosial, K = konstanta) Dari persamaan-persamaan regresi yang disajikan dalam tabel 4.16 dapat diketahui bahwa pada dasarnya untuk masing-masing tipologi, semua persamaan regresi layak digunakan untuk memprediksi besar variabel dependen yaitu persentase pencapaian MDGs berdasarkan masukan dua variabel independen yaitu kinerja otonomi daerah dan persentase belanja bantuan sosial. Hal ini disebabkan angka signifikansi total untuk ketiga tipologi memenuhi syarat utama persamaan regresi agar layak digunakan

106

yaitu kurang dari 0,05. Walaupun demikian, jika dilihat dari angka signifikansi masing-masing komponen persamaan regresi yang dihasilkan, ternyata tidak semua komponen memiliki bersifat signifikan karena tidak semua komponen memiliki angka signifikansi kurang dari 0,05. Pada tipologi Klassen, pengaruh variabel independen yaitu kinerja otonomi daerah dan persentase belanja bantuan sosial terhadap persentase pencapaian MDGs bersifat signifikan. Hal ini disebabkan berdasarkan hasil analisis regresi berganda dummy variable pada tipologi Klassen, nilai signfikansi kedua variabel independen tersebut kurang dari 0,05. Variabel kinerja otonomi daerah memiliki nilai signifikansi sebesar 0,009 dan persentase belanja bantuan sosial memiliki nilai signifikansi sebesar 0,014. Namun demikian, persentase pencapaian MDGs tidak bergantung pada tipe wilayah dalam tipologi Klassen. Hal ini disebabkan tipe wilayah hasil analisis tipologi Klassen yang diperlakukan sebagai dummy variable memiliki nilai signfikansi lebih dari 0,05 sehingga bersifat tidak signifikan. Konstanta sebesar 68,813 pada persamaan regresi untuk tipologi Klassen menyatakan bahwa apabila tidak ada pengaruh dari kinerja otonomid daerah dan persentase belanja bantuan sosial maka persentase pencapaian MDGs adalah sebesar 68,813. Koefisien regresi untuk variabel kinerja otonomi daerah yaitu 0,202 sehingga penambahan kinerja otonomi daerah sebesar satu angka akan meningkatkan persentase pencapaian MDGs sebesar 0,202. Sementara itu, koefisisen regresi untuk persentase belanja bantuan sosial adalah 0,934 yang berarti bahwa peningkatan persentase belanja bantuan sosial sebesar satu angka menyebabkan meningkatnya persentase pencapaian MDGs sebesar 0,934. Hasil analisis regresi berganda dummy variable untuk tipologi Jawa-Luar Jawa hampir sama dengan tipologi Klassen. Pada tipologi ini kinerja otonomi daerah dan persentase belanja bantuan sosial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap persentase pencapaian MDGs. Konstanta pada persamaan regresi sebesar 70,215 berarti bahwa apabila tidak ada pengaruh dari kedua variabel independen maka persentase pencapaian MDGs pada

107

tipologi ini adalah 70,215. . Koefisien regresi variabel kinerja otonomi daerah yaitu 018 yang berarti bahwa penambahan kinerja otonomi daerah sebesar satu angka akan meningkatkan persentase pencapaian MDGs sebesar 0,18. Koefisisen regresi untuk persentase belanja bantuan sosial adalah 0,745 sehingga penambahan persentase belanja bantuan sosial sebesar satu angka akan menyebabkan meningkatnya persentase pencapaian MDGs sebesar 0,934. Meskipun demikian, pada tipoogi Jawa-Luar Jawa ini persentase pencapaian MDGs juga tidak bergantung pada jenis tipologi. Untuk tipologi Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia, dari kedua variabel independen yang digunakan dalam analisis regresi, hanya terdapat satu variabel yang berpengaruh signifikan terhadap persentase pencapain MDGs. Variabel tersebut adalah persentase belanja bantuan sosial. Hal ini disebabkan variabel persentase belanja bantuan sosial memiliki nilai signifikansi kurang dari 0,05 yaitu sebesar 0,013 sedangkan variabel kinerja otonomi daerah memiliki nilai signifikansi lebih dari 0,05 yaitu sebesar 0.102. Konstanta yang diperoleh dari uji regresi berganda dummy variable untuk tipologi Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia adalah 68,245 yang berarti bahwa apabila tidak ada pengaruh dari variabel independen, maka persentase pencapaian MDGs pada tipologi ini adalah sebesar 68,245. Dari persamaan regresi yang dihasilkan juga dapat diketahui bahwa koefisien regresi untuk variabel persentase belanja bantuan sosial adalah 0,814 yang berarti bahwa setiap peningkatan persentase belanja bantuan sosial sebesar satu angka maka akan terjadi peningkatan persentase pencapaian MDGs sebesar 0,814. Hal yang membedakan tipoloigi Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia dengan dua tipologi yang lain adalah persentase pencapaian MDGs pada tipologi ini juga dipengaruhi oleh jenis tipologi. Hal ini disebabkan nilai signifikansi jenis tipologi yang diperlakukan sebagai dummy variable kurang dari 0,05 yaitu sebesar 0,015 sehingga pengaruh variabel ini terhadap persentase pencapaian MDGs bersifat signifikan. Koefisien regresi untuk dummy variable ini adalah 7,51 yang berarti bahwa tipologi Kawasan Barat Indonesia memiliki rata-rata persentase pencapaian

108

MDGs lebih tinggi 7,51 % dibandingkan dengan tipologi Kawasan Timur Indonesia. Hasil uji regresi berganda dummy variable yang telah dilakukan dapat digunakan sebagai dasar penerimaan atau penolakan hipotesis penelitian yang kedua. Hipotesis kedua menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian MDGs pada berbagai tipologi wilayah di Indonesia yaitu kinerja otonomi daerah dan persentase belanja bantuan sosial yang terdapat dalam anggaran pengeluaran pemerintah daerah. Dengan mempertimbangkan hasil penelitian yang diperoleh, maka hipotesis penelitian yang kedua ini ditolak. Hal ini disebabkan kedua faktor yang diasumsikan berpengaruh terhadap persentase pencapaian MDGs hanya memiliki pengaruh yang signifikan pada tipologi Klassen dan tipologi JawaLuar Jawa dan persentase pencapaian MDGs pada kedua tipologi ini tidak bergantung pada jenis tipologi. Sementara itu, pada tipologi Kawasan BaratKawasan Timur Indonesia, faktor yang berpengaruh pada persentase pencapaian MDGs hanyalah persentase belanja bantuan sosial. Pada tipologi ini, persentase pencapaian MDGs bergantung pada jenis tipologi.

4.3. Disparitas Tingkat Pencapaian MDGs pada Berbagai Tipologi Wilayah di Indonesia Untuk mengukur konsentrasi spasial atau ketidakseimbangan antar wilayah digunakan indeks entropi theil. Penggunaan indeks ini didasarkan pada kelebihan utama yang dimilikinya, yaitu kemampuannya untuk membedakan kesenjangan antar daerah dan kesenjangan dalam satu daerah (Kuncoro, 2002). Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini

menggunakan indeks entropi Theil dalam mengukur kesenjangan tingkat pencapaian MDGs. Dalam pengukuran tersebut, digunakan data persentase tingkat pencapaian MDGs dan pangsa jumlah penduduk sebagai pembobot. Hasil analisis indeks entropi Theil untuk persentase pencapaian MDGs masing-masing provinsi dapat ditampilkan pada tabel 4.16.

109

Tabel 4.16 Indeks Entropi Theil Masing-masing Provinsi di Indonesia


No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Jumlah Rata-rata Persentase pencapaian MDGs 79,51 78,10 84,68 82,97 81,60 79,83 78,20 77,95 85,35 87,48 99,83 79,97 85,52 94,23 78,79 83,24 106,64 71,00 68,28 77,41 84,31 87,36 87,50 86,73 72,45 83,68 77,53 73,21 76,64 71,68 74,04 63,17 67,30 2666,19 80,79 Jumlah penduduk 4363500 13248400 4828000 5306500 2834200 7222600 1666900 7491900 1138100 1515300 9223000 41501500 32864600 3468500 37286200 9782800 3551000 4434000 4619000 4319100 2085800 3496100 3164800 2228900 2480300 7908500 2118300 984000 1047700 1339500 975000 2097500 743900 231335400 Theil 1,690 1,186 1,783 1,695 1,935 1,482 2,060 1,422 2,463 2,402 1,843 0,734 0,923 2,205 0,762 1,429 2,553 1,460 1,375 1,639 2,153 2,005 2,056 2,197 1,724 1,534 1,939 2,110 2,202 1,939 2,142 1,514 2,010 50,111

Sumber : analisis data sekunder

110

Semakin besar angka indeks entropi Theil maka semakin besar kesenjangan pencapaian MDGs dalam suatu wilayah. Provinsi yang memiliki kesenjangan pencapaian MDGs tertinggi adalah Bali sedangkan yang terendah adalah Jawa Barat. Provinsi Bali ternyata meskipun memiliki persentase pencapaian MDGs tertinggi juga memiliki angka kesenjangan pencapaian MDGs yang paling tinggi. Hal ini berarti bahwa pencapaian MDGs di provinsi ini jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan provinsi-provinsi yang lain dan juga jauh lebih tinggi daripada rata-rata persentase pencapaian MDGs nasional yang memiliki nilai sebesar 80,79 %. Setelah nilai disparitas pencapaian MDGs pada masing-masing provinsi diketahui, kemudian dihitung nilai disparitas pencapaian MDGs dalam tipologi (within region) dan antar tipologi (between region) pada masingmasing tipologi wilayah. Hal ini ditempuh dengan memanfaatkan karakteristik utama dari Indeks Entropi Theil ini yang mampu membedakan kesenjangan antar daerah (between-region inequality) dan kesenjangan dalam suatu daerah (within-region inequality) (Kuncoro, 2002). Pada penelitian ini, akan diukur disparitas dalam tipologi dan antar tipologi untuk ketiga jenis tipologi wilayah yang digunakan dalam penelitian 1. Analsis disparitas pencapaian MDGs pada tipologi Klassen Berdasarkan hasil analisis indeks entropi Theil dapat diketahui tingkat disparitas baik itu disparitas dalam tipologi, antar tipologi mauapun disparitas total pada masing-masing tipologi. Tipologi Klassen yang dibuat berdasarkan pada tingkat kemajuan perkembangan ekonomi regional memiliki nilai disparitas pencapaian dalam tipologi sebesar 0,698 dan disparitas antar tipologi sebesar 52,398 sehingga pada tipologi nilai disparitas total adalah sebesar 53,096. Pada tipologi Klassen, tipologi yang memiliki disparitas intra-region paling kecil adalah daerah maju dan tumbuh cepat dengan nilai indeks entropi Theil sebesar 0,019, sedangkan yang memiliki disparitas intra-region terbesar adalah tipologi daerah maju tetapi tertekan dengan nilai indeks entropi Theil sebesar 0,341. Daerah maju dan tumbuh cepat memiliki disparitas intra-region

111

terkecil karena tipologi ini hanya memiliki tiga anggota wilayah dan nilai disparitas intra-region pada masing-masing wilayah tersebut tergolong kecil. Sementara itu, tingginya disparitas pencapaian MDGs intra-region pada tipologi daerah maju tetatpi tertekan terutama dipengaruhi oleh nilai pangsa jumlah penduduk yang berkedudukan sebagai pembobot antara satu wilayah dengan wilayah yang lain terlalu timpang sehingga terjadi kesenjangan pencapaian MDGs. Selain memiliki disparitas pencapaian MDGs dalam tipologi (intraregion), tipologi Klassen juga memiliki disparitas pencapaian MDGs antar tipologi (inter-region). Besarnya disparitas pencapaian MDGs antar tipologi ini dapat dilihat dari nilai indeks entropi Theil between region yang dihasilkan. Dalam tipologi Klassen, jenis tipologi yang memiliki disparitas pencapaian MDGs antar tipologi terendah adalah daerah maju dan tumbuh cepat dengan nilai indeks entropi Theil between region sebesar 5,209. Sementara itu, tipologi yang memiliki disparitas pencapaian MDGs antar tipologi tertinggi adalah daerah berkembang cepat dengan nilai indeks entropi Theil betweem region sebesar 23,255. Tingginya disparitas pencapaian MDGs inter-region pada tipologi daerah berkembang cepat ini dipengaruhi oleh tingginya proporsi jumlah penduduk, proporsi persentase pencapaian MDGs dan banyaknya jumlah anggota wilayah dari tipologi ini. Dengan jumlah anggota sebesar 13 provinsi maka tipologi ini menjadi tipologi yang memiliki jumlah anggota paling banyak jika dibandingkan dengan tipologi yang lain. Tabel 4.17 Nilai Indeks Entropi Theil pada Tipologi Klassen No. 1. 2. 3. 4. Tipologi Theil within Theil between region region 0,019 5,209 0,110 23,255 0,341 8,638 0,227 15,296 0,698 52,398 53,096

Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat Daerah maju tetapi tertekan Daerah relatif tertinggal Total Grand Total Sumber : analisis data sekunder

112

2. Analisis disparitas pencapaian MDGs pada tipologi Jawa-Luar Jawa Paradigma pembangunan yang dijalankan di Indonesia pada masa lalu yang bersifat sentralistik dengan Kawasan Jawa sebagai daerah sasaran pusat pelaksanaan pembangunan telah menciptakan adanya perbedaan kemajuan wilayah antara Kawasan Jawa dengan Kawasan Luar Jawa. Perbedaan kemajuan ini pada akhirnya menciptakan suatu jurang pemisah yang lebih dikenal sebagai kesenjangan atau disparitas antara kedua kawasan tersebut. Disparitas ini terjadi dalam berbagai bidang salah satunya yaitu dalam pencapaian MDGs. Disparitas pencapaian MDGs pada tipologi Jawa-Luar Jawa tidak hanya terjadi di antara Kawasan Jawa dan Luar Jawa itu sendiri, akan tetapi juga di antara provinsi-provinsi anggota masing-masing tipologi. Walaupun secara rata-rata tipologi Jawa memiliki rata-rata persentase pencapaian MDGs yang lebih tinggi dibandingkan dengan tipologi Luar Jawa, ternyata disparitas pencapaian MDGs intra region pada tipologi ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tipologi Luar Jawa. Pada tipologi Jawa, nilai disparitas pencapian MDGs intra-region antara provinsiprovinsi anggota tipologi ini adalah sebesar 0,228. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan disparitas pencapaian MDGs intra-region pada tipologi Luar Jawa yang memiliki nilai sebesar 0,113. Lebih tingginya nilai disparitas pencapaian MDGs intra-region pada tipologi Jawa

dibandingkan dengan tipologi Luar Jawa terutama disebabkan adanya distribusi persentase pencapaian MDGs yang tidak seimbang di antara provinsi-provinsi yang menjadi anggota tipologi tersebut. Sementara itu, kondisi yang sebaliknya ditemukan pada disparitas pencapaian MDGs inter-region. Tipologi Luar Jawa memiliki nilai disparitas pencapain MDGs inter-region yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai disparitas pencapaian MDGs inter-region pada tipologi Jawa. Nilai disparitas pencapauan MDGs inter-region untuk tipologi Luar Jawa adalah sebesar 45,266 sedangkan nilai disparitas pencapaian MDGs inter-region untuk tipologi Jawa adalah

113

8,678. Hal ini dipengaruhi oleh lebih banyaknya jumlah anggota tipologi Luar Jawa dibandingkan jumlah anggota tipologi Jawa. Tipologi Luar Jawa memiliki anggota sejumlah 26 provinsi sedangkan tipologi Jawa memiliki anggota sebanyak tujuh provinsi. Berdasarkan hasil analisis data, diketahui bahwa nilai disparitas pencapaian MDGs intra-region total untuk tipologi Jawa-Luar Jawa adalah sebesar 0,342. Sementara itu, nilai disparitas pencapaian MDGs inter-region totalnya yaitu 53,948. Berdasarkan kedua besaran ini, maka diperoleh nilai disparitas pencapaian MDGs total untuk tipologi JawaLuar Jawa yaitu sebesar 54,285. Tabel 4.18 Nilai Indeks Entropi Theil pada Tipologi Jawa-Luar Jawa No. 1. 2. Jawa Luar Jawa Tipologi Theil within Theil between region region 0,228 8,678 0,113 45,266 0,341 53,944 54,285

Total Grand Total Sumber : analisis data sekunder

3. Analisis disparitas pencapaian MDGs pada tipologi Kawasan BaratKawasan Timur Indonesia Dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia, terdapat pembagian kawasan konsentrasi pembangunan menjadi dua yaitu Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia. Pembagian kawasan ini dilakukan berdasarkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993. Pada pelaksanaanya, pada masa lalu khususnya ketika masa pemerintahan Orde Baru, terdapat suatu perbedaan prioritas pelaksaan pembangunan. Pembangunan pada masa itu lebih diprioritaskan untuk Kawasan Barat Indonesia dibandingkan dengan Kawasan Timur Indonesia. Hal ini merupakan contoh lain dari sentraslisasi pelaksanaan pembangunan yang terjadi di Indonesia. Paradigma sentralisasi ini telah menciptakan kesenjangan antara Kawasan Barat Indonesia dengan Kawasan Timur Indonesia yang salah satunuya dapat dilihat dari

114

perbedaan tingkat pencapaian MDGs antara kedua tipologi wilayah tersebut. Kawasan Barat Indonesia memiliki disparitas pencapaian MDGs inra-region dan inter-region yang lebih tinggi dibandingkan Kawasan Timur Indonesia. Nilai disparitas pencapaian MDGs intra-region untuk tipologi Kawasan Barat Indonesia berdasarkan perhitungan indeks entropi Theil adalah sebesar 0,247 dan nilai disparitas pencapaian MDGs intra-region untuk Kawasan Timur Indonesia yaitu 0,107. Nilai indeks entropi Theil pencapaian MDGs intra-region Kawasan Barat Indonesia lebih tinggi dibandingkan Kawasan Timur Indonesia karena

ketidakseimbangan distribusi persentase pencapaian MDGs masingmasing provinsi pada tipologi ini jauh lebih tinggi. Terdapat beberapa provinsi yang memiliki angka persentase pencapaian MDGs tinggi, tetapi di sisi lain juga banyak provinsi yang memiliki angka persentase pencapaian MDGs sangat arendah sehingga menciptakan suatu kesenjangan. Selain memiliki disparitas pencapaian MDGs intra-region yang lebih tinggi, ternyata tipologi Kawasan Barat Indonesia juga memiliki disparitas pencapaian MDGs inter-region yang lebih tinggi dibandingkan tipologi Kawasan Timur Indonesia. Kawasan Barat Indonesia memiliki nilai disparitas pencapain MDGs inter-region sebesar 30,975 sedangkan Kawasan Timur Indonesia memiliki nilai disparitas pencapain MDGs inter-region sebesar 20,973. Lebih tingginya nilai disparitas pencapain MDGs inter-region pada tipologi Kawasan Barat Indonesia

dibandingkan dengan tipologi Kawasan Timur Indonesia disebabkan oleh lebih tingginya proporsi jumlah penduduk dan persentase pencapaian MDGs pada tipologi ini. Disparitas total pencapaian MDGs intra-region untuk tipologi Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia adalah sebesar 0,354, sedangkan nilai disparitas total pencapaian MDGs inter-region untuk tipologi ini yaitu 51,948. Oleh sebab itu, tipologi Kawasn Barat-Timur

115

Indonesia memiliki nilai disparitas atau kesenjangan pencapaian total MDGs sebesar 52,303. Tabel 4.19 Nilai Indeks Entropi Theil pada Tipologi Kawasan BaratKawasan Timur Indonesia No. 1. 2. Tipologi Theil within Theil between region region 0,247 30,975 0,107 20,973 0,354 51,948 52,303

Kawasan Barat Indonesia Kawasan Timur Indonesia Total Grand Total Sumber : analisis data sekunder

4. Perbandingan disparitas pencapaian MDGs pada masing-masing tipologi Analisis perbandingan pencapaian MDGs pada masing-masing tipologi digunakan untuk mengetahui ada tidaknya variasi atau perbedaan disparitas pencapaian MDGs yang nyata antara berbagai jenis tipologi. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan teknik uji beda. Uji beda yang akan digunakan terdiri dari one way ANOVA dan independent sample t-test. Analisis One Way ANOVA digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan disparitas tingkat pencapaian MDGs antar jenis tipologi pada tipologi Klassen karena tipologi Klassen terdiri dari lebih dari dua jenis tipologi. Dalam analisis ini, factor list yang nantinya akan digunakan adalah jenis-jenis tipologi Klassen. Sementara itu, analisis independent sample T-Test digunakan untuk menguji ada tidaknya perbedaan disparitas tingkat pencapaian MDGs antar jenis tipologi pada tipologi Jawa-Luar Jawa dan tipologi Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia karena kedua tipologi ini hanya terdiri dari dua jenis tipologi. Dalam uji independent sample t-test ini, grouping varoable yang nantinya akan digunakan adalah jenis tipologi. Uji beda baik one way ANOVA maupun independent sample t-test didahului dengan uji normalitas sebaran data. Hal ini dilakukan untuk mengetahui terpenuhi tidaknya syarat dasar uji beda yaitu data harus berdistribusi normal. Dari uji normalitas sebaran data dengan metode Kolmogorov-Smirnov diketahui bahwa disparitas pencapaian MDGs

116

masing-masing provinsi di Indonesia terdistribusi secara normal. Hal ini disebabkan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov menghasilkan nilai siginifikansi sebesar 0,2 yang lebih besar daripada nilai signifikansi standar yaitu 0,05. Oleh karena data disparitas pencapaian MDGs masing-masing provinsi di Indonesia yang dihasilkan dari perhitungan indeks entropi Theil memiliki distribusi yang normal, maka uji one way ANOVA dan independent sample t-test dapat dilakukan. Tabel 4.20 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Data Disparitas Pencapaian MDGs Masing-Masing Provinsi di Indonesia Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. * theil 0,122 33 0,200 0,958 33 0,225 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Sumber : analisis data sekunder Perbandingan disparitas pencapaian MDGs antar tipologi untuk tipologi Klassen diuji menggunakan teknik one way ANOVA. Pada dasarnya one way ANOVA ini akan digunakan siginifikan tidaknya perbedaan rata-rata dan sama tidaknya varians pencapaian MDGs antara berbagai jenis tipologi dalam tipologi Klasssen. Berdasarkan hasil uji one way ANOVA ini diketahui bahwa disparitas pencapaian MDGs pada keempat anggota tipologi Klassen yaitu daerah maju dan tumbuh cepat, daerah berkembang cepat, daerah maju tetapi tertekan, dan daerah relatif tertinggal memiliki varians yang sama. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi atau probabilitas Levene test yang lebih besar dari 0,05 yakni sebesar 0,063. Namun demikian, pada tipologi Klassen ternyata tidak terdapat perbedaan disparitas pencapaian MDGs yang signifikan antara tipologi-tipologi yang ada. Hal ini disebabkan nilai signifikansi one way ANOVA untuk tipologi Klassen jauh lebih besar dibandingkan nilai signifikansi standar yang digunakan dalam penelitian yaitu 0,05. Nilai signifikansi yang dihasilkan yaitu 0,574.

117

Tabel 4.21 Hasil Uji One Way ANOVA Disparitas Pencapaian MDGs pada Tipologi Klassen Sum of Squares Between Groups 0,437 Within Groups 6,235 Total 6,692 Sumber : analisis data sekunder Df 3 29 32 Mean Square 0,146 0,216 F 0,675 Sig. 0,574

Perbandingan disparitas pencapaian MDGs antar tipologi pada tipologi Jawa-Luar Jawa dan Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia diuji menggunakan teknik independent sample t-test. Uji independent sample t-test untuk tipologi Jawa-Luar Jawa dan Kawasan-Barat-Timur Indonesia secara ringkas menghasilkan tabel hasil uji independent sample t-test yang disajikan dalam tabel 4.22. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa disparitas pencapaian MDGs pada tipologi Jawa-Luar Jawa memiliki varians populasi yang tidak identik. Hal ini disebabkan nilai signifikansi Levene test untuk tipologi ini kurang dari 0,05 yaitu sebesar 0,001. Karena varians populasi tidak identik, maka penentuan ada tidaknya perbedaan disparitas pencapaian MDGs yang nyata pada tipologi Jawa-Luar Jawa didasarkan pada equal variances not assumed. Berdasarkan pedoman ini didapat bahwa nilai signifikansi perbedaan disparitas pencapaian MDGs pada tipologi Jawa-Luar Jawa adalah sebesar 0,249. Karena nilai ini lebih besar dibandingkan nilai signifikansi standar yaitu 0,05 maka tidak terdapat perbedaan disparitas pencapaian MDGs yang nyata pada tipologi Jawa-Luar Jawa. Sementara itu, tipologi Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia memiliki varians populasi yang identik. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi Levene test yang lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,125. Walaupun demikian, ternyata pada tipologi Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia tidak terdapat perbedaan disparitas pencapaian MDGs yang siginifikan. Hal ini disebabkan nilai signifikansi atau probabilitas t-test yang dihasilkan untuk tipologi ini lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,51.

118

Tabel 4.22 Hasil Uji Independent Sample T-Test Disparitas Pencapaian MDGs pada Tipologi Jawa-Luar Jawa dan Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia Levene's Test for Equality of Variances F Equal variances 13,604 assumed Jawa-Luar Jawa Equal variances not assumed Equal variances 2,48 assumed KBI-KTI Equal variances not assumed Sumber : analisis data sekunder Sig. 0,001 t-test for Equality of Means T -1,913 Df 31 Sig. (2tailed) 0,065

-1,263

6,692

0,249

0,125

-0,666

31

0,51

-0,765

30,948

0,45

Hasil analisis disparitas pencapaian MDGs pada ketiga tipologi yang menjadi fokus utama penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk menentukan diterima atau tidaknya hipotesis penelitian yang ketiga. Hipotesis ini menyatakan bahwa terdapat perbedaan disparitas pencapaian MDGs antara berbagai jenis tipologi wilayah. Berdasarkan hasil penelitian, maka hipotesis ketiga ini tidak dapat diterima. Hal ini disebabkan berdasarkan hasil penelitian, nilai signifikansi uji beda untuk masing-masing tipologi wilayah memiliki lebih besar dibandingkan nilai standar yaitu 0,05 sehingga bersifat tidak signifikan. 4.4. Implikasi Kebijakan Berdasarkan analisis mengenai pencapaian tujuan MDGs pada tiga tipologi wilayah yang digunakan dalam penelitian ini dapat disusun stratetegi percepatan pencapaian MDGs untuk masing-masing tipologi wilayah. Strategi percepatan tersebut disajikan dalam tabel 4.23.

119

Tabel 4.23 Strategi Percepatan Pencapaian MDGs


No. Tipologi Jenis tipologi Karakeristik wilayah berdasarkan pencapaian MDGs Persentase balita kekurangan gizi tinggi Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat Kecukupan konsumsi kalori rendah Angka kematian anak tinggi Akses air minum dan sanitasi kurang memadai Persentase rumah tangga yang memiliki akses internet rendah Kecukupan konsumsi kalori rendah Daerah maju tetapi tertekan Daerah relatif tertinggal Angka kematian anak tinggi Akses air minum dan sanitasi kurang memadai Persentase rumah tangga yang memiliki akses internet rendah Kecukupan konsumsi kalori rendah Jawa 2. Jawa-Luar Jawa Angka kematian anak tinggi Akses air minum kurang memadai Persentase rumah tangga yang memiliki akses internet rendah Persentase balita kekurangan gizi tinggi Luar Jawa Kecukupan konsumsi kalori rendah Strategi percepatan Memperkuat pemberdayaan masyarakat dan merevitalisasi posyandu Meningkatkan akses penduduk miskin terutama anak balita dan ibu hamil untuk memperoleh makanan yang aman dan bergizi Memperkuat peran keluarga dalam penguatan program gizi terfokus dan melaksanakan strategi manajemen terpadu balita sakit Pembangunan dan perbaikan sistem air baku dan sanitasi yang memadai Peningkatan kualitas dan kuantitas akses dan perbaikan infrastruktur TIK Meningkatkan akses penduduk miskin terutama anak balita dan ibu hamil untuk memperoleh makanan yang aman dan bergizi Memperkuat peran keluarga dalam penguatan program gizi terfokus dan melaksanakan strategi manajemen terpadu balita sakit Pembangunan dan perbaikan sistem air baku dan sanitasi yang memadai Peningkatan kualitas dan kuantitas akses dan perbaikan infrastruktur TIK Meningkatkan akses penduduk miskin terutama anak balita dan ibu hamil untuk memperoleh makanan yang aman dan bergizi Memperkuat peran keluarga dalam penguatan program gizi terfokus dan melaksanakan strategi manajemen terpadu balita sakit Pembangunan dan perbaikan sistem air baku yang memadai Peningkatan kualitas dan kuantitas akses dan perbaikan infrastruktur TIK Memperkuat pemberdayaan masyarakat dan merevitalisasi posyandu Meningkatkan akses penduduk miskin terutama anak balita dan ibu hamil untuk memperoleh makanan yang aman dan bergizi

1.

Klassen

120

Tabel 4.23 Strategi Percepatan Pencapaian MDGs (lanjutan)


No. Tipologi Jenis tipologi Karakeristik wilayah berdasarkan pencapaian MDGs Angka kematian anak tinggi 2. Jawa-Luar Jawa Luar Jawa Akses air minum dan sanitasi kurang memadai Persentase rumah tangga yang memiliki akses internet rendah Kecukupan konsumsi kalori rendah Kawasan Indonesia Barat Angka kematian anak tinggi Akses air minum kurang memadai Persentase rumah tangga yang memiliki akses internet rendah Kawasan Kawasan Indonesia BaratTimur Persentase penduduk miskin tinggi Persentase balita kekurangan gizi tinggi Kawasan Indonesia Timur Kecukupan konsumsi kalori rendah Angka kematian anak tinggi Akses air minum dan sanitasi kurang memadai Persentase rumah tangga yang memiliki akses internet rendah Strategi percepatan Memperkuat peran keluarga dalam penguatan program gizi terfokus dan melaksanakan strategi manajemen terpadu balita sakit Pembangunan dan perbaikan sistem air baku dan sanitasi yang memadai Peningkatan kualitas dan kuantitas akses dan perbaikan infrastruktur TIK Meningkatkan akses penduduk miskin terutama anak balita dan ibu hamil untuk memperoleh makanan yang aman dan bergizi Memperkuat peran keluarga dalam penguatan program gizi terfokus dan melaksanakan strategi manajemen terpadu balita sakit Pembangunan dan perbaikan sistem air baku yang memadai Peningkatan kualitas dan kuantitas akses dan perbaikan infrastruktur TIK Dukungan pendanaan untuk memperbaiki infrastruktur untuk mendorong kegiatan ekonomi dan menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat miskin Memperkuat pemberdayaan masyarakat dan merevitalisasi posyandu Meningkatkan akses penduduk miskin terutama anak balita dan ibu hamil untuk memperoleh makanan yang aman dan bergizi Memperkuat peran keluarga dalam penguatan program gizi terfokus dan melaksanakan strategi manajemen terpadu balita sakit Pembangunan dan perbaikan sistem air baku dan sanitasi yang memadai Peningkatan kualitas dan kuantitas akses dan perbaikan infrastruktur TIK

3.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Terdapat perbedaan pencapaian MDGs pada berbagai tipologi wilayah di Indonesia. Tidak semua jenis tipologi dalam penelitian memiliki klasifikasi pencapaian MDGs yang sama. Pada tipologi Klassen, daerah maju dan tumbuh cepat, daerah berkembang cepat, dan daerah relatif tertinggal memiliki persentase pencapaian MDGs sedang, sedangkan tipologi daerah maju tetapi tertekan memiliki pencapaian MDGs tinggi. Pada tipologi Jawa-Luar Jawa, pencapaian MDGs tipologi Jawa tergolong tinggi sedangkan pencapaian MDGs tipologi Luar Jawa tergolong sedang. Untuk tipologi terakhir yaitu Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia, pencapaian MDGs pada Kawasan Barat Indonesia termasuk dalam klasifikasi sedang, sedangkan pencapaian MDGs Kawasan Timur Indonesia tergolong rendah. 2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persentase pencapaian MDGs pada tipologi Klassen dan tipologi Jawa-Luar Jawa adalah kinerja otonomi daerah dan persentase belanja bantuan sosial. Pada kedua tipologi ini, faktor-faktor tersebut memiliki pengaruh yang positif terhadap pencapaian MDGs dan jenis tipologi tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap persentase pencapaian MDGs. Sementara itu, pada tipologi Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia, faktor yang berpengaruh pada persentase pencapaian MDGs hanyalah persentase belanja bantuan sosial. Faktor ini berpengaruh positif terhadap pencapaian MDGs pada tipologi Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia. Berbeda dengan tipologi Klassen dan Jawa-Luar Jawa, pada

121

122

tipologi ini, nilai persentase pencapaian MDGs bergantung pada jenis tipologi dari suatu provinsi. 3. Pada tipologi Klassen, Jawa-Luar Jawa dan Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia terdapat disparitas pencapaian MDGs. Tipologi yang memiliki disparitas pencapaian MDGs paling tinggi adalah tipologi Jawa-Luar Jawa dengan nilai indeks entropi Theil total sebesar 54,285. Disparitas pencapaian MDGs pada tipologi Klassen menduduki peringkat kedua dengan nilai indeks entropi Theil sebesar 53,096. Sementara itu, tipologi yang memiliki disparitas pencapaian MDGs terendah yaitu tipologi Kawasan Barat-Timur Indonesia dengan nilai indeks entropi Theil total sebesar 52,303. Walaupun demikian, tidak terdapat perbedaan disparitas pencapaian MDGs yang nyata antara berbagai jenis tipologi dalam ketiga tipologi wilayah tersebut

5.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dalam penelitian ini, terdapat beberapa saran yang dapat diajukan antara lain : 1. Perlu adanya peningkatan pencapaian MDGs pada beberapa jenis tipologi wilayah seperti daerah berkembang cepat (menurut tipologi Klassen Indonesia), daerah-daerah yang terletak di Luar Jawa dan Kawasan Timur Indonesia. 2. Pemerintah daerah masing-masing provinsi yang memiliki tingkat pencapaian MDGs rendah sebaiknya membuat skenario kebijakan yang efektif untuk meningkatkan status pencapaian MDGs wilayahnya. 3. Pemerintah pusat perlu memberikan perhatian khusus bagi wilayahwilayah yang memiliki tingkat pencapaian MDGs rendah misalnya dengan memberikan bantuan dana bagi wilayah-wilayah tersebut untuk pelaksanaan program-program wilayah yang dapat mendukung

tercapainya indikator-indikator MDGs. Bantuan ini harus disertai monitoring yang jelas.

123

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, Anggito. 2000. Ekonomi Indonesia Baru. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. Akita, T dan A. Alisjahbana. 2002. Regional Income Inequality in Indonesia and the Initial Impact of the Economic Crisis. Bulletin of Indonesian Economic Studies 38 (2) : 201-222. Aminza, C. 2006. Tipologi Rumah Tinggal Administrator P.G. Kebon Agung di Kabupaten Malang. Jurnal RUAS IV (1) : 1-22. Arsyad, Lincoln. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Yogyakarta : Penerbit STIE YKPN. Bappenas. 2005. Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025. Jakarta : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Boediono. 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta : Badan Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Horowitz, Irving Lewis. 1986. Toward a Blue Revolution : a Study On SocioEconomic Aspects od Brackishwater Pond Cultivation in Java. Bielefeld : University of Bielefeld. Katz, Saul M. 1966. Guide to Modernizing Administration for National Development. Pittsburgh, Pa : Graduate School of Public and International Affairs, University of Pittsburgh. Meier, G.M. dan J.E. Rauch. 2000. Leading Issues in Economic Development (seventh edition). New York-Oxford : Oxford University Press. Kuncoro Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Jakarta : Penerbit Erlangga. Loekito, J. 1994. Studi Tentang Tipologi Tampak Rumah Tinggal di Kampung Surabaya Pada Periode Sebelum Tahun 1942. Surabaya : Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Kristen Petra.

124

Ramirez, A, G. Ranis, dan F. Stewart. 1998. Economic Growth and Human Capital. QEH Working Paper No. 18. Roberts, James M. 2010. U.N. Millennium Development Goals : Foreign Aid v. Economic Freedom. Massachusetts : The Heritage Foundation. Saadah, F., dkk. 2001. Poverty, Education and Health in Indonesia : Who Benefits from Public Spending?. World Bank Working Paper No. 2739. Desember 2001. Sjafrizal. 1997. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat. Artikel dimuat dalam PRISMA edisi 3, Maret 1997. Todaro, Michael P. 1983. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Jilid 1. Jakarta : Ghalia Indonesia. UNDP. 2000. Human Development Reports. New York : United Nations Development Programme. Tim Penyusun. 2007. Laporan Pencapaian Millennium Development Goals Indonesia 2007. Jakarta : Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Tim Penyusun. 2010. Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia. Jakarta : Kementrian Negara Perencanaan

Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Tim Penyusun. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

125

LAMPIRAN

126

Lampiran 1. Perhitungan Pencapaian MDGs Masing-masing Provinsi


Tujuan 1 Persentase balita kekurangan Persentase penduduk miskin gizi MDGs Target Pencapaian MDGs Target Pencapaian 2010 2015 (%) 2010 2015 (%) 20,98 11,31 9,5 8,65 8,34 15,47 18,3 18,94 6,51 8,05 3,48 11,27 16,56 16,83 15,26 7,16 4,88 21,55 23,03 9,02 6,77 5,21 7,66 9,1 18,07 11,6 17,05 23,19 13,58 27,74 9,42 36,8 34,88 10,3 49,09 91,07 108,42 119,08 123,50 66,58 56,28 54,38 158,22 127,95 295,98 91,39 62,20 61,20 67,50 143,85 211,07 47,80 44,72 114,19 152,14 197,70 134,46 113,19 57,00 88,79 60,41 44,42 75,85 37,13 109,34 27,99 29,53 26,5 22,7 20,2 21,4 18,9 18,2 16,7 17,5 18,3 12,4 12,9 15 16 10,9 17,4 16,6 11,4 24,8 33,6 22,5 24,2 26,6 19,3 15,8 27,6 17,6 22,7 25,4 25,4 27,8 22,8 21,2 23,2 15,5 58,49 68,28 76,73 72,43 82,01 85,16 92,81 88,57 84,70 125,00 120,16 103,33 96,88 142,20 89,08 93,37 135,96 62,50 46,13 68,89 64,05 58,27 80,31 98,10 56,16 88,07 68,28 61,02 61,02 55,76 67,98 73,11 66,81

Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat

127

Lampiran 1. Perhitungan Pencapaian MDGs Masing-masing Provinsi (lanjutan)


Tujuan 1 Kecukupan konsumsi kalori Kecukupan konsumsi kalori (Kkal) < 1400 (Kkal) < 2000 MDGs Target Pencapaian MDGs Target Pencapaian 2010 2015 (%) 2010 2015 (%) 12,44 14,48 9,91 14,15 15,34 14,75 9,74 14,86 16,5 9,75 14,63 12,68 15,22 20,68 15,35 9,71 3,88 13,29 21,35 16,69 11,1 11,28 30,09 14,57 18,05 12,71 16,55 18,75 11,9 18,22 32,01 22,64 37,16 8,5 68,33 58,70 85,77 60,07 55,41 57,63 87,27 57,20 51,52 87,18 58,10 67,03 55,85 41,10 55,37 87,54 219,07 63,96 39,81 50,93 76,58 75,35 28,25 58,34 47,09 66,88 51,36 45,33 71,43 46,65 26,55 37,54 22,87 52,43 63,03 49,36 63,13 62,79 56,77 58,03 59,56 71,49 50,75 64,44 59,54 66,89 71,73 67,77 57,31 40,46 58,95 58,61 61,09 50,76 53,66 74,62 63,61 60,3 55,48 60,34 71,02 69,21 60,04 72,04 60,87 68,99 35,32 67,37 56,04 71,56 55,95 56,25 62,22 60,87 59,30 49,41 69,60 54,81 59,32 52,80 49,24 52,12 61,63 87,30 59,92 60,26 57,82 69,58 65,82 47,33 55,53 58,57 63,66 58,53 49,73 51,03 58,83 49,03 58,03 51,20

Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat

128

Lampiran 1. Perhitungan Pencapaian MDGs Masing-masing Provinsi (lanjutan)


Tujuan 2 Angka melek huruf usia 15-24 APM SD/MI tahun Target Pencapaian MDGs Target Pencapaian 2015 (%) 2010 2015 (%) 96,95 94,46 94,75 95,52 93,92 95,05 93,61 92,52 94,98 94,79 94,07 94,56 94,07 95,63 94,38 95,27 100 94,99 94,75 92,46 93,96 96,14 94,49 93,74 91,9 90,4 92,98 92,27 92,77 94,71 94,38 93,39 76,09 91,25 99,90 99,86 99,81 99,95 99,98 99,92 99,87 99,93 99,68 99,91 99,99 99,90 99,82 100,00 99,44 99,94 99,14 99,01 97,79 99,15 99,86 99,85 99,86 99,86 99,90 98,31 99,39 99,03 97,65 99,85 99,78 79,69 97,01 100 99,9 99,86 99,81 99,95 99,98 99,92 99,87 99,93 99,68 99,91 99,99 99,9 99,82 100 99,44 99,94 99,14 99,01 97,79 99,15 99,86 99,85 99,86 99,86 99,9 98,31 99,39 99,03 97,65 99,85 99,78 79,69 97,01

Provinsi MDGs 2010 Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat 96,95 94,46 94,75 95,52 93,92 95,05 93,61 92,52 94,98 94,79 94,07 94,56 94,07 95,63 94,38 95,27 94,99 94,75 92,46 93,96 96,14 94,49 93,74 91,90 90,40 92,98 92,27 92,77 94,71 94,38 93,39 76,09 91,25

129

Lampiran 1. Perhitungan Pencapaian MDGs Masing-masing Provinsi (lanjutan)


Tujuan 3 Provinsi Rasio APM P/L SD/MI MDGs Target Pencapaian 2010 2015 (%) 100,01 100,23 100,38 101,01 100,64 99,77 100,43 98,45 100,54 102,5 99,49 99,64 99,32 102,19 99,61 100,07 97,79 99,63 100,71 99,36 98,72 99,39 99,84 100,01 99,36 99,76 99,39 100,18 100,35 101,81 98,65 98,33 96,39 100 100,01 100,23 100,38 101,01 100,64 99,77 100,43 98,45 100,54 102,5 99,49 99,64 99,32 102,19 99,61 100,07 97,79 99,63 100,71 99,36 98,72 99,39 99,84 100,01 99,36 99,76 99,39 100,18 100,35 101,81 98,65 98,33 96,39 Rasio APM P/L SMP/MTs MDGs Target Pencapaian 2010 2015 (%) 99,63 101,9 107,03 96,41 105,58 108,84 105,92 96,82 108,81 99 95,67 101,99 105,54 114,32 99,83 98,67 94,58 102,96 111,78 101,44 104,84 103,99 104,23 104,75 108,29 99,1 103,79 116,17 105,18 104,17 93,6 89,54 97,69 100 99,63 101,9 107,03 96,41 105,58 108,84 105,92 96,82 108,81 99 95,67 101,99 105,54 114,32 99,83 98,67 94,58 102,96 111,78 101,44 104,84 103,99 104,23 104,75 108,29 99,1 103,79 116,17 105,18 104,17 93,6 89,54 97,69

Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat

130

Lampiran 1. Perhitungan Pencapaian MDGs Masing-masing Provinsi (lanjutan)


Tujuan 3 Rasio APM P/L perguruan Rasio APM P/L SMA tinggi MDGs Target Pencapaian MDGs Target Pencapaian 2010 2015 (%) 2010 2015 (%) 103,19 100,82 116,92 111,02 109,99 111,64 104,86 94,49 112,19 143,22 78,85 86,72 98,07 94,69 87,98 92 91,86 83,64 118,21 101,05 98,72 100,98 109,41 109,8 104,64 97,45 101,44 108,45 124,06 107,34 94,65 88,83 68,6 100 103,19 100,82 116,92 111,02 109,99 111,64 104,86 94,49 112,19 143,22 78,85 86,72 98,07 94,69 87,98 92 91,86 83,64 118,21 101,05 98,72 100,98 109,41 109,8 104,64 97,45 101,44 108,45 124,06 107,34 94,65 88,83 68,6 138,95 106,78 134,68 117,16 97,21 118,86 125,76 162,8 106,07 88,7 81,09 84,33 124,88 76,35 93,29 95,17 88,94 113,44 101,29 90,79 105,91 157,79 118,32 126,15 109,53 142,62 125,2 107,85 136,41 109,4 117,9 87,68 103,34 100 138,95 106,78 134,68 117,16 97,21 118,86 125,76 162,8 106,07 88,7 81,09 84,33 124,88 76,35 93,29 95,17 88,94 113,44 101,29 90,79 105,91 157,79 118,32 126,15 109,53 142,62 125,2 107,85 136,41 109,4 117,9 87,68 103,34

Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat

131

Lampiran 1. Perhitungan Pencapaian MDGs Masing-masing Provinsi (lanjutan)


Tujuan 3 Rasio melek huruf P/L usia 1524 tahun MDGs Target Pencapaian 2010 2015 (%) 100,03 99,86 100 100,02 100,04 100,03 99,9 100 99,91 99,96 100,02 99,95 99,94 100 99,86 99,96 100,1 98,96 99,68 100,09 99,92 99,88 99,88 100,25 100,2 100,21 100,13 100,64 100,84 100 100,05 88,9 98,07 100 100,03 99,86 100 100,02 100,04 100,03 99,9 100 99,91 99,96 100,02 99,95 99,94 100 99,86 99,96 100,1 98,96 99,68 100,09 99,92 99,88 99,88 100,25 100,2 100,21 100,13 100,64 100,84 100 100,05 88,9 98,07 Tujuan 4 Angka kematian bayi MDGs 2010 25 46 47 37 39 42 46 43 39 43 28 39 26 19 35 46 34 72 57 46 30 58 26 35 60 41 41 52 74 59 51 41 36 23 Target 2015 Pencapaian (%) 92,00 50,00 48,94 62,16 58,97 54,76 50,00 53,49 58,97 53,49 82,14 58,97 88,46 121,05 65,71 50,00 67,65 31,94 40,35 50,00 76,67 39,66 88,46 65,71 38,33 56,10 56,10 44,23 31,08 38,98 45,10 56,10 63,89

Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat

132

Lampiran 1. Perhitungan Pencapaian MDGs Masing-masing Provinsi (lanjutan)


Tujuan 4 Provinsi Angka kematian balita MDGs Target Pencapaian 2010 2015 (%) 45 67 62 47 47 52 65 55 46 58 36 49 32 22 45 58 38 92 80 59 34 75 38 43 69 53 62 69 96 93 74 64 62 32 71,11 47,76 51,61 68,09 68,09 61,54 49,23 58,18 69,57 55,17 88,89 65,31 100,00 145,45 71,11 55,17 84,21 34,78 40,00 54,24 94,12 42,67 84,21 74,42 46,38 60,38 51,61 46,38 33,33 34,41 43,24 50,00 51,61 Tujuan 7 Akses air minum layak MDGs Target Pencapaian 2010 2015 (%) 30,6 51,04 46,62 40,96 51,19 48,53 33,02 40,29 36,84 37,74 34,81 40,51 58,3 60,38 55,7 27,47 59,99 44,96 45,45 54,02 36,89 51,97 55,71 44,49 44,36 50,13 59,12 44,85 42,92 55,5 43,75 35,44 48,08 68,87 44,43 74,11 67,69 59,47 74,33 70,47 47,95 58,50 53,49 54,80 50,54 58,82 84,65 87,67 80,88 39,89 87,11 65,28 65,99 78,44 53,56 75,46 80,89 64,60 64,41 72,79 85,84 65,12 62,32 80,59 63,53 51,46 69,81

Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat

133

Lampiran 1. Perhitungan Pencapaian MDGs Masing-masing Provinsi (lanjutan)


Tujuan 7 Provinsi Akses sanitasi layak MDGs 2010 Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat 42,03 51,92 39,21 52,75 40,93 41,48 34,66 38,43 60,66 45,78 80,37 52,17 54,06 75,35 51,07 58,82 75,95 39,83 14,98 40,12 28,78 41,16 58,48 63,59 42,02 57,58 45,91 43,84 45,35 38,69 43,18 21,65 32,63 62,41 Target 2015 Pencapaian (%) 67,34 83,19 62,83 84,52 65,58 66,46 55,54 61,58 97,20 73,35 128,78 83,59 86,62 120,73 81,83 94,25 121,70 63,82 24,00 64,28 46,11 65,95 93,70 101,89 67,33 92,26 73,56 70,25 72,66 61,99 69,19 34,69 52,28 Tujuan 8 Persentase rumah tangga yang memiliki akses internet MDGs Target Pencapaian 2010 2015 (%) 7,68 8,28 13,87 12,31 7,08 9,18 10,45 5,47 10,17 12,56 34,32 12,29 9,64 27,92 11,35 12,53 12,38 6,82 4,64 6,93 6,05 10,26 18,57 11,62 5,82 9,8 6,55 9,91 4,13 7,82 6,29 6,4 8,24 50 15,36 16,56 27,74 24,62 14,16 18,36 20,9 10,94 20,34 25,12 68,64 24,58 19,28 55,84 22,7 25,06 24,76 13,64 9,28 13,86 12,1 20,52 37,14 23,24 11,64 19,6 13,1 19,82 8,26 15,64 12,58 12,8 16,48

134

Lampiran 2. Klasifikasi Pencapaian MDGs Masing-masing Provinsi di Indonesia


Tujuan 1 Provinsi A Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan 49,09 91,07 108,42 119,08 123,50 66,58 56,28 54,38 158,22 127,95 295,98 91,39 62,20 61,20 67,50 143,85 211,07 47,80 44,72 114,19 152,14 197,70 B 58,49 68,28 76,73 72,43 82,01 85,16 92,81 88,57 84,70 125,00 120,16 103,33 96,88 142,20 89,08 93,37 135,96 62,50 46,13 68,89 64,05 58,27 C 68,33 58,70 85,77 60,07 55,41 57,63 87,27 57,20 51,52 87,18 58,10 67,03 55,85 41,10 55,37 87,54 219,07 63,96 39,81 50,93 76,58 75,35 D 67,37 56,04 71,56 55,95 56,25 62,22 60,87 59,30 49,41 69,60 54,81 59,32 52,80 49,24 52,12 61,63 87,30 59,92 60,26 57,82 69,58 65,82 E 96,95 94,46 94,75 95,52 93,92 95,05 93,61 92,52 94,98 94,79 94,07 94,56 94,07 95,63 94,38 95,27 94,99 94,75 92,46 93,96 96,14 94,49 F 99,90 99,86 99,81 99,95 99,98 99,92 99,87 99,93 99,68 99,91 99,99 99,90 99,82 100,00 99,44 99,94 99,14 99,01 97,79 99,15 99,86 99,85 G 100,01 100,23 100,38 101,01 100,64 99,77 100,43 98,45 100,54 102,50 99,49 99,64 99,32 102,19 99,61 100,07 97,79 99,63 100,71 99,36 98,72 99,39 H 99,63 101,90 107,03 96,41 105,58 108,84 105,92 96,82 108,81 99,00 95,67 101,99 105,54 114,32 99,83 98,67 94,58 102,96 111,78 101,44 104,84 103,99 I 103,19 100,82 116,92 111,02 109,99 111,64 104,86 94,49 112,19 143,22 78,85 86,72 98,07 94,69 87,98 92,00 91,86 83,64 118,21 101,05 98,72 100,98 J 138,95 106,78 134,68 117,16 97,21 118,86 125,76 162,80 106,07 88,70 81,09 84,33 124,88 76,35 93,29 95,17 88,94 113,44 101,29 90,79 105,91 157,79 K 100,03 99,86 100,00 100,02 100,04 100,03 99,90 100,00 99,91 99,96 100,02 99,95 99,94 100,00 99,86 99,96 100,10 98,96 99,68 100,09 99,92 99,88 L 92,00 50,00 48,94 62,16 58,97 54,76 50,00 53,49 58,97 53,49 82,14 58,97 88,46 121,05 65,71 50,00 67,65 31,94 40,35 50,00 76,67 39,66 M 71,11 47,76 51,61 68,09 68,09 61,54 49,23 58,18 69,57 55,17 88,89 65,31 100,00 145,45 71,11 55,17 84,21 34,78 40,00 54,24 94,12 42,67 N 44,43 74,11 67,69 59,47 74,33 70,47 47,95 58,50 53,49 54,80 50,54 58,82 84,65 87,67 80,88 39,89 87,11 65,28 65,99 78,44 53,56 75,46 O 67,34 83,19 62,83 84,52 65,58 66,46 55,54 61,58 97,20 73,35 128,78 83,59 86,62 120,73 81,83 94,25 121,70 63,82 24,00 64,28 46,11 65,95 P 15,36 16,56 27,74 24,62 14,16 18,36 20,90 10,94 20,34 25,12 68,64 24,58 19,28 55,84 22,70 25,06 24,76 13,64 9,28 13,86 12,10 20,52 Tujuan 2 Tujuan 3 Tujuan 4 Tujuan 7 Tujuan 8 Ratarata 79,51 78,10 84,68 82,97 81,60 79,83 78,20 77,95 85,35 87,48 99,83 79,97 85,52 94,23 78,79 83,24 106,64 71,00 68,28 77,41 84,31 87,36 Klasifikasi Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Sedang Sedang Tinggi Rendah Rendah Sedang Sedang Tinggi Rangking 18 21 10 14 15 17 20 22 9 5 2 16 8 3 19 13 1 30 31 24 11 6

135

Lampiran 2. Klasifikasi Pencapaian MDGs Masing-masing Provinsi di Indonesia (lanjutan)


Tujuan 1 Provinsi A Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Rata-rata 134,46 113,19 57,00 88,79 60,41 44,42 75,85 37,13 109,34 27,99 29,53 97,65 B 80,31 98,10 56,16 88,07 68,28 61,02 61,02 55,76 67,98 73,11 66,81 81,57 C 28,25 58,34 47,09 66,88 51,36 45,33 71,43 46,65 26,55 37,54 22,87 62,49 D 47,33 55,53 58,57 63,66 58,53 49,73 51,03 58,83 49,03 58,03 51,20 58,81 E 93,74 91,90 90,40 92,98 92,27 92,77 94,71 94,38 93,39 76,09 91,25 93,49 F 99,86 99,86 99,90 98,31 99,39 99,03 97,65 99,85 99,78 79,69 97,01 98,88 G 99,84 100,01 99,36 99,76 99,39 100,18 100,35 101,81 98,65 98,33 96,39 99,82 H 104,23 104,75 108,29 99,10 103,79 116,17 105,18 104,17 93,60 89,54 97,69 102,79 I 109,41 109,80 104,64 97,45 101,44 108,45 124,06 107,34 94,65 88,83 68,60 101,69 J 118,32 126,15 109,53 142,62 125,20 107,85 136,41 109,40 117,90 87,68 103,34 111,96 K 99,88 100,25 100,20 100,21 100,13 100,64 100,84 100,00 100,05 88,90 98,07 99,61 L 88,46 65,71 38,33 56,10 56,10 44,23 31,08 38,98 45,10 56,10 63,89 58,77 M 84,21 74,42 46,38 60,38 51,61 46,38 33,33 34,41 43,24 50,00 51,61 62,19 N 80,89 64,60 64,41 72,79 85,84 65,12 62,32 80,59 63,53 51,46 69,81 66,51 O 93,70 101,89 67,33 92,26 73,56 70,25 72,66 61,99 69,19 34,69 52,28 75,43 P 37,14 23,24 11,64 19,60 13,10 19,82 8,26 15,64 12,58 12,80 16,48 21,05 Tujuan 2 Tujuan 3 Tujuan 4 Tujuan 7 Tujuan 8 Ratarata 87,50 86,73 72,45 83,68 77,53 73,21 76,64 71,68 74,04 63,17 67,30 Klasifikasi Tinggi Tinggi Rendah Sedang Sedang Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Rangking 4 7 28 12 23 27 25 29 26 33 32

Keterangan : A : Persentase penduduk miskin B : Persentase balita kekurangan gizi C : Kecukupan konsumsi kalori (Kkal) < 1400 D : Kecukupan konsumsi kalori (Kkal) < 2000 E : APM SD/MI F : Angka melek huruf usia 15-24 tahun G : Rasio APM P/L SD/MI H : Rasio APM P/L SMP/MTs I : Rasio APM P/L SMA J : Rasio APM P/L perguruan tinggi K : Rasio melek huruf P/L usia 15-24 tahun

L : Angka kematian bayi M : Angka kematian balita N : Akses air minum layak O : Akses sanitasi layak P : Persentase rumah tangga yang memiliki akses internet Rendah : x < 76,34 Sedang : 76,34 x 85,25 Tinggi : x > 85,25

136

Lampiran 3. Hasil Analisis Tipologi Klassen di Indonesia


No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Nasional Jumlah penduduk 2009 4363500 13248400 4828000 5306500 2834200 7222600 1666900 7491900 1138100 1515300 9223000 41501500 32864600 3468500 37286200 9782800 3551000 4434000 4619000 4319100 2085800 3496100 3164800 2228900 2480300 7908500 2118300 984000 1047700 1339500 975000 2097500 743900 231335400 LPE 2009 3,73 5,19 4,26 6,34 7,14 4,96 4,76 5,45 3,91 3,65 5,08 4,19 5,21 4,63 5,00 4,61 5,22 8,93 4,11 4,77 5,20 5,28 6,21 7,79 7,81 5,95 7,89 7,14 5,94 6,10 5,66 21,10 6,85 5,23 PDRB per kapita 2009 6302280,28 8370822,14 7560066,28 8536700,27 5186648,79 6507351,92 4619353,29 4778494,11 8874439,86 24153632,94 40171310,85 7072033,54 5026685,25 5795012,25 8552762,15 7359856,07 7378203,32 4127198,92 2576315,22 6714361,79 8438009,40 8151940,73 18800556,12 7447619,90 6289561,75 5968262,00 5098427,98 2743902,44 3913333,97 2986188,88 2871794,87 10917759,24 7124613,52 8365775,41 Tipologi Daerah relatif tertinggal Daerah maju tetapi tertekan Daerah relatif tertinggal Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat Daerah relatif tertinggal Daerah relatif tertinggal Daerah berkembang cepat Daerah maju tetapi tertekan Daerah maju tetapi tertekan Daerah maju tetapi tertekan Daerah relatif tertinggal Daerah relatif tertinggal Daerah relatif tertinggal Daerah maju tetapi tertekan Daerah relatif tertinggal Daerah relatif tertinggal Daerah berkembang cepat Daerah relatif tertinggal Daerah relatif tertinggal Daerah maju tetapi tertekan Daerah berkembang cepat Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat Daerah berkembang cepat Daerah berkembang cepat Daerah berkembang cepat Daerah berkembang cepat Daerah berkembang cepat Daerah berkembang cepat Daerah berkembang cepat Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat

137

Lampiran 4. Perhitungan Faktor-faktor yang Diasumsikan Mempengaruhi Tingkat Pencapaian MDGs


Provinsi Pendapatan Asli Daerah (juta) 795872 2104203 723758 1276253 480310 1171643 421731 798874 255263 424687 11134548 5176292 3624720 596851 3886986 1526456 851118 468210 223848 514889 502270 853488 1588513 309720 231784 1301646 472992 76980 64000 157725 80630 345398 64920 Total Pendapatan (juta) 6732212 3249000 1523896 3663103 1256887 2681672 1007090 1650092 812036 1330000 20674548 6951984 5208348 1221594 5950572 2220917 1409543 1244401 954424 1478166 1528829 1638465 5011283 1028716 1062741 2209465 1264927 534505 574142 916236 721409 5322085 2881160 KOD Belanja bantuan sosial (juta) 768631 147363 25324 271459 31198 61014 679 10357 29691 66505 65065 326736 424096 102955 14747 39356 320684 86826 46642 27245 72419 76409 156145 57125 10896 88729 9315 27 12265 32885 43265 368717 32272 Total Belanja (juta) 9791344 3615976 1707693 4006117 1620587 2751672 857592 1700092 1001914 1636000 22139467 8262578 5368714 1412049 6314056 2366615 1643973 1246328 1026623 1528166 1688026 1628167 5429283 1120452 1099675 2288468 1410990 534505 603914 931818 755909 5142085 2964505 Persentase anggaran berlanja sosial 7,85 4,08 1,48 6,78 1,93 2,22 0,08 0,61 2,96 4,07 0,29 3,95 7,90 7,29 0,23 1,66 19,51 6,97 4,54 1,78 4,29 4,69 2,88 5,10 0,99 3,88 0,66 0,01 2,03 3,53 5,72 7,17 1,09

Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat

11,82 64,76 47,49 34,84 38,21 43,69 41,88 48,41 31,43 31,93 53,86 74,46 69,59 48,86 65,32 68,73 60,38 37,63 23,45 34,83 32,85 52,09 31,70 30,11 21,81 58,91 37,39 14,40 11,15 17,21 11,18 6,49 2,25

138

Lampiran 5. Hasil Uji Asumsi Regresi Multikolinieritas

Variables Entered/Removedb Variables Model 1 Variables Entered Persentase belanja, KInerja Otonomi Daerah a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Persentase Pencapaian MDGs Coefficientsa Collinearity Statistics Model 1 KInerja Otonomi Daerah Persentase belanja Tolerance ,989 ,989 VIF 1,012 1,012 . Removed Method Enter

a. Dependent Variable: Persentase Pencapaian MDGs Coefficient Correlations a Persentase Model 1 Correlations Persentase belanja KInerja Otonomi Daerah Covariances Persentase belanja KInerja Otonomi Daerah a. Dependent Variable: Persentase Pencapaian MDGs Collinearity Diagnosticsa Variance Proportions KInerja Otonomi Model 1 Dimension 1 2 3 Eigenvalue 2,536 ,357 ,107 Condition Index 1,000 2,665 4,879 (Constant) ,03 ,05 ,93 Daerah ,03 ,12 ,85 Persentase belanja ,05 ,90 ,04 belanja 1,000 -,107 ,111 -,002 KInerja Otonomi Daerah -,107 1,000 -,002 ,004

a. Dependent Variable: Persentase Pencapaian MDGs

139

Lampiran 6. Hasil Uji Asumsi Regresi Heterokedastisitas

Variables Entered/Removedb Variables Model 1 Variables Entered Persentase belanja, KInerja Otonomi Daerah a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Persentase Pencapaian MDGs . Removed Method Enter

Model Summaryb Adjusted R Model 1 R ,652


a

Std. Error of the Estimate

R Square ,425

Square ,387

6,97646

a. Predictors: (Constant), Persentase belanja, KInerja Otonomi Daerah b. Dependent Variable: Persentase Pencapaian MDGs

ANOVAb Model 1 Regression Residual Total Sum of Squares 1078,799 1460,131 2538,930 df 2 30 32 Mean Square 539,400 48,671 F 11,083 Sig. ,000a

a. Predictors: (Constant), Persentase belanja, KInerja Otonomi Daerah b. Dependent Variable: Persentase Pencapaian MDGs

Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1 (Constant) KInerja Otonomi Daerah Persentase belanja B 68,724 ,231 ,834 Std. Error 2,862 ,063 ,333

140

Coefficientsa Standardized Coefficients Model 1 (Constant) KInerja Otonomi Daerah Persentase belanja a. Dependent Variable: Persentase Pencapaian MDGs ,515 ,348 Beta t 24,012 3,697 2,502 Sig. ,000 ,001 ,018

Residuals Statisticsa Minimum Predicted Value Std. Predicted Value Standard Error of Predicted Value Adjusted Predicted Value Residual Std. Residual Stud. Residual Deleted Residual Stud. Deleted Residual Mahal. Distance Cook's Distance Centered Leverage Value 70,6291 -13,03771 -1,869 -2,021 -15,25201 -2,138 ,091 ,000 ,003 92,3358 18,40284 2,638 2,757 20,10966 3,138 18,101 1,471 ,566 80,5906 ,00000 ,000 ,009 ,20270 ,016 1,939 ,074 ,061 5,12723 6,75493 ,968 1,036 7,95979 1,087 3,129 ,257 ,098 33 33 33 33 33 33 33 33 33 70,1542 -1,832 1,270 Maximum 98,9708 3,131 5,386 Mean 80,7933 ,000 1,965 Std. Deviation 5,80624 1,000 ,763 N 33 33 33

a. Dependent Variable: Persentase Pencapaian MDGs

141

Charts

142

Lampiran 7. Hasil Uji Asumsi Regresi Normalitas

Variables Entered/Removedb Variables Model 1 Variables Entered Persentase belanja, KInerja Otonomi Daerah a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Persentase Pencapaian MDGs . Removed Method Enter

Model Summaryb Adjusted R Model 1 R ,652


a

Std. Error of the Estimate

R Square ,425

Square ,387

6,97646

a. Predictors: (Constant), Persentase belanja, KInerja Otonomi Daerah b. Dependent Variable: Persentase Pencapaian MDGs

ANOVAb Model 1 Regression Residual Total Sum of Squares 1078,799 1460,131 2538,930 df 2 30 32 Mean Square 539,400 48,671 F 11,083 Sig. ,000a

a. Predictors: (Constant), Persentase belanja, KInerja Otonomi Daerah b. Dependent Variable: Persentase Pencapaian MDGs

Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1 (Constant) KInerja Otonomi Daerah Persentase belanja B 68,724 ,231 ,834 Std. Error 2,862 ,063 ,333

143

Coefficientsa Standardized Coefficients Model 1 (Constant) KInerja Otonomi Daerah Persentase belanja a. Dependent Variable: Persentase Pencapaian MDGs ,515 ,348 Beta t 24,012 3,697 2,502 Sig. ,000 ,001 ,018

Residuals Statisticsa Minimum Predicted Value Std. Predicted Value Standard Error of Predicted Value Adjusted Predicted Value Residual Std. Residual Stud. Residual Deleted Residual Stud. Deleted Residual Mahal. Distance Cook's Distance Centered Leverage Value 70,6291 -13,03771 -1,869 -2,021 -15,25201 -2,138 ,091 ,000 ,003 92,3358 18,40284 2,638 2,757 20,10966 3,138 18,101 1,471 ,566 80,5906 ,00000 ,000 ,009 ,20270 ,016 1,939 ,074 ,061 5,12723 6,75493 ,968 1,036 7,95979 1,087 3,129 ,257 ,098 33 33 33 33 33 33 33 33 33 70,1542 -1,832 1,270 Maximum 98,9708 3,131 5,386 Mean 80,7933 ,000 1,965 Std. Deviation 5,80624 1,000 ,763 N 33 33 33

a. Dependent Variable: Persentase Pencapaian MDGs

144

Charts

145

Lampiran 8. Hasil Uji Regresi Berganda Dummy Variable untuk Tipologi Klassen

Variables Entered/Removedb Variables Model 1 Variables Entered indeks3, Persentase belanja, indeks1, Kinerja Otonomi Daerah, indeks2 a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Persentase Pencapaian MDGs . Removed Method Enter

Model Summary Adjusted R Model 1 R ,688


a

Std. Error of the Estimate

R Square ,473

Square ,376

7,03635

a. Predictors: (Constant), indeks3, Persentase belanja, indeks1, Kinerja Otonomi Daerah, indeks2 ANOVAb Model 1 Regression Residual Total Sum of Squares 1202,154 1336,776 2538,930 df 5 27 32 Mean Square 240,431 49,510 F 4,856 Sig. ,003a

a. Predictors: (Constant), indeks3, Persentase belanja, indeks1, Kinerja Otonomi Daerah, indeks2 b. Dependent Variable: Persentase Pencapaian MDGs Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1 (Constant) Kinerja Otonomi Daerah Persentase belanja indeks1 indeks2 indeks3 B 68,813 ,202 ,934 4,915 -,393 -1,093 Std. Error 4,376 ,072 ,357 3,693 3,271 4,888

146

Coefficientsa Standardized Coefficients Model 1 (Constant) Kinerja Otonomi Daerah Persentase belanja indeks1 indeks2 indeks3 a. Dependent Variable: Persentase Pencapaian MDGs ,450 ,390 ,216 -,022 -,036 Beta t 15,723 2,799 2,614 1,331 -,120 -,224 Sig. ,000 ,009 ,014 ,194 ,905 ,825

147

Lampiran 9. Uji Regresi Berganda Dummy Variable untuk Tipologi Jawa-Luar Jawa

Variables Entered/Removedb Variables Model 1 Variables Entered Jenis tipologi Jawa-Luar Jawa, Persentase belanja, Kinerja Otonomi Daerah a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Persentase Pencapaian MDGs . Removed Method Enter

Model Summary Adjusted R Model 1 R ,664


a

Std. Error of the Estimate

R Square ,442

Square ,384

6,99232

a. Predictors: (Constant), Jenis tipologi Jawa-Luar Jawa, Persentase belanja, Kinerja Otonomi Daerah ANOVAb Model 1 Regression Residual Total Sum of Squares 1121,046 1417,884 2538,930 df 3 29 32 Mean Square 373,682 48,893 F 7,643 Sig. ,001a

a. Predictors: (Constant), Jenis tipologi Jawa-Luar Jawa, Persentase belanja, Kinerja Otonomi Daerah b. Dependent Variable: Persentase Pencapaian MDGs Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1 (Constant) Kinerja Otonomi Daerah Persentase belanja Jenis tipologi Jawa-Luar Jawa B 70,215 ,180 ,745 3,837 Std. Error 3,286 ,084 ,348 4,128

148

Coefficientsa Standardized Coefficients Model 1 (Constant) Kinerja Otonomi Daerah Persentase belanja Jenis tipologi Jawa-Luar Jawa a. Dependent Variable: Persentase Pencapaian MDGs ,401 ,311 ,179 Beta t 21,367 2,154 2,144 ,930 Sig. ,000 ,040 ,041 ,360

149

Lampiran 10. Uji Regresi Berganda Dummy Variable untuk Tipologi Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia

Variables Entered/Removedb Variables Model 1 Variables Entered Jenis tipologi KBI-KTI, Persentase belanja, Kinerja Otonomi Daerah a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Persentase Pencapaian MDGs . Removed Method Enter

Model Summary Adjusted R Model 1 R ,730


a

Std. Error of the Estimate

R Square ,533

Square ,485

6,39129

a. Predictors: (Constant), Jenis tipologi KBI-KTI, Persentase belanja, Kinerja Otonomi Daerah ANOVAb Model 1 Regression Residual Total Sum of Squares 1354,323 1184,608 2538,930 df 3 29 32 Mean Square 451,441 40,849 F 11,052 Sig. ,000a

a. Predictors: (Constant), Jenis tipologi KBI-KTI, Persentase belanja, Kinerja Otonomi Daerah b. Dependent Variable: Persentase Pencapaian MDGs Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1 (Constant) Kinerja Otonomi Daerah Persentase belanja Jenis tipologi KBI-KTI B 68,245 ,121 ,814 7,510 Std. Error 2,628 ,071 ,306 2,892

150

Coefficientsa Standardized Coefficients Model 1 (Constant) Kinerja Otonomi Daerah Persentase belanja Jenis tipologi KBI-KTI a. Dependent Variable: Persentase Pencapaian MDGs ,269 ,340 ,412 Beta T 25,964 1,691 2,663 2,597 Sig. ,000 ,102 ,013 ,015

151

Lampiran 11. Perhitungan Indeks Entropi Theil untuk Tipologi Klassen


Presentase pencapaian MDGs 82,97 87,50 63,17 233,64 81,60 77,95 71,00 87,36 86,73 72,45 83,68 77,53 73,21 76,64 71,68 74,04 67,30 1001,18 78,10 85,35 87,48 99,83 78,79 84,31 513,87 79,51 84,68 79,83 78,20 79,97 85,52 94,23 83,24 Jumlah Penduduk Share persentase MDGs 1,027 1,083 0,782 2,892 1,010 0,965 0,879 1,081 1,074 0,897 1,036 0,960 0,906 0,949 0,887 0,916 0,833 12,392 0,967 1,056 1,083 1,236 0,975 1,044 6,360 0,984 1,048 0,988 0,968 0,990 1,059 1,166 1,030 Share Penduduk Share Persentase MDGs/ Share Penduduk 44,768 79,166 86,238 63,298 82,441 29,790 45,850 71,548 111,419 83,640 30,298 104,791 213,035 209,443 153,228 217,419 259,048 75,275 16,880 214,725 165,308 30,991 6,051 115,742 22,813 52,175 50,219 31,648 134,326 5,517 7,451 77,788 24,363 Log Share Persentase MDGs/ Share Penduduk 1,651 1,899 1,936 1,801 1,916 1,474 1,661 1,855 2,047 1,922 1,481 2,020 2,328 2,321 2,185 2,337 2,413 1,877 1,227 2,332 2,218 1,491 0,782 2,063 1,358 1,717 1,701 1,500 2,128 0,742 0,872 1,891 1,387 0,032 0,033 0,013 0,067 -0,053 -0,044 0,056 0,004 -0,020 0,162 0,146 0,026 -0,088 0,116 0,003 -0,031 -0,015 -0,002 0,015 0,003 -0,033 0,011 0,033 0,034 0,022 0,034 0,036 Theil within region -0,053 0,036 0,036

No

Provinsi

1 2

Riau Kalimantan Timur

5306500 3164800 2097500 10568800 2834200 7491900 4434000 3496100 2228900 2480300 7908500 2118300 984000 1047700 1339500 975000 743900 38082300 13248400 1138100 1515300 9223000 37286200 2085800 64496800 4363500 4828000 7222600 1666900 41501500 32864600 3468500 9782800

0,023 0,014 0,009 0,046 0,012 0,032 0,019 0,015 0,010 0,011 0,034 0,009 0,004 0,005 0,006 0,004 0,003 0,165 0,057 0,005 0,007 0,040 0,161 0,009 0,279 0,019 0,021 0,031 0,007 0,179 0,142 0,015 0,042

3 Papua Jumlah (daerah maju dan tumbuh cepat) 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Jambi Lampung Nusa Tenggara Barat Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara

Papua Barat Jumlah (daerah berkembang cepat) Sumatera Utara Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta

17 18 19 20 21

Jawa Timur Kalimantan 22 Tengah Jumlah (daerah maju tapi tertekan) Nanggroe Aceh 23 Darussalam 24 25 26 27 28 29 30 Sumatera Barat Sumatera Selatan Bengkulu Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Banten

152

Lampiran 11. Perhitungan Indeks Entropi Theil untuk Tipologi Klassen (lanjutan)
Presentase pencapaian MDGs 106,64 68,28 77,41 917,50 2666,19 80,79 Jumlah Penduduk Share persentase MDGs 1,320 0,845 0,958 11,356 Share Penduduk Share Persentase MDGs/ Share Penduduk 85,986 42,326 51,315 22,228 Log Share Persentase MDGs/ Share Penduduk 1,934 1,627 1,710 1,347 Theil within region 0,068 0,021 0,031

No

Provinsi

31 32 33

Bali Nusa Tenggara Timur

3551000 4619000 4319100 118187500 231335400

0,015 0,020 0,019 0,511

Kalimantan Barat Jumlah (daerah relatif tertinggal) Jumlah Nasional

Rata-rata Nasional

No. 1. 2. 3. 4.

Tipologi Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat Daerah maju tetapi tertekan Daerah relatif tertinggal Total Grand Total

Theil within Theil between region region 0,019 5,209 0,110 23,255 0,341 8,638 0,227 15,296 0,698 52,398 53,096

153

Lampiran 12. Perhitungan Indeks Entropi Theil untuk Tipologi Jawa-Luar Jawa
Persentase pencapaian MDGs 99,83 79,97 85,52 94,23 78,79 83,24 106,64 628,22 79,51 78,10 84,68 82,97 81,60 79,83 78,20 77,95 85,35 87,48 71,00 68,28 77,41 84,31 87,36 87,50 86,73 72,45 83,68 77,53 73,21 76,64 71,68 74,04 63,17 Jumlah penduduk 2009 9223000 41501500 32864600 3468500 37286200 9782800 3551000 137677600 4363500 13248400 4828000 5306500 2834200 7222600 1666900 7491900 1138100 1515300 4434000 4619000 4319100 2085800 3496100 3164800 2228900 2480300 7908500 2118300 984000 1047700 1339500 975000 2097500 Share persentase MDGs 1,236 0,990 1,059 1,166 0,975 1,030 1,320 7,776 0,984 0,967 1,048 1,027 1,010 0,988 0,968 0,965 1,056 1,083 0,879 0,845 0,958 1,044 1,081 1,083 1,074 0,897 1,036 0,960 0,906 0,949 0,887 0,916 0,782 Share Penduduk 0,040 0,179 0,142 0,015 0,161 0,042 0,015 0,595 0,019 0,057 0,021 0,023 0,012 0,031 0,007 0,032 0,005 0,007 0,019 0,020 0,019 0,009 0,015 0,014 0,010 0,011 0,034 0,009 0,004 0,005 0,006 0,004 0,009 Share Persentase MDGs / Share Penduduk 30,991 5,517 7,451 77,788 6,051 24,363 85,986 13,065 52,175 16,880 50,219 44,768 82,441 31,648 134,326 29,790 214,725 165,308 45,850 42,326 51,315 115,742 71,548 79,166 111,419 83,640 30,298 104,791 213,035 209,443 153,228 217,419 86,238 Log Share Persentase MDGs / Share Penduduk 1,491 0,742 0,872 1,891 0,782 1,387 1,934 1,116 1,717 1,227 1,701 1,651 1,916 1,500 2,128 1,474 2,332 2,218 1,661 1,627 1,710 2,063 1,855 1,899 2,047 1,922 1,481 2,020 2,328 2,321 2,185 2,337 1,936 -0,003 -0,022 -0,004 -0,006 0,005 -0,012 0,013 -0,012 0,023 0,018 -0,005 -0,006 -0,003 0,011 0,003 0,004 0,011 0,005 -0,013 0,009 0,019 0,020 0,014 0,020 0,004 Theil within region 0,060 -0,048 -0,033 0,116 -0,042 0,036 0,139

No

Provinsi

1 2 3 4 5 6 7

DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Jawa Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua

8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32

154

Lampiran 12. Perhitungan Indeks Entropi Theil untuk Tipologi Jawa-Luar Jawa
Persentase pencapaian MDGs 67,30 2037,98 2666,19 80,79 Jumlah penduduk 2009 743900 93657800 231335400 Share persentase MDGs 0,833 25,224 33,000 Share Penduduk 0,003 0,405 1,000 Share Persentase MDGs / Share Penduduk 259,048 62,305 33,000 Log Share Persentase MDGs / Share Penduduk 2,413 1,795 1,519 Theil within region 0,020

No

Provinsi

33

Papua Barat Luar Jawa Jumlah Nasional

Rata-rata Nasional

No. 1. 2. Jawa Luar Jawa

Tipologi

Total Grand Total

Theil within Theil between region region 0,228 8,678 0,113 45,266 0,341 53,944 54,285

155

Lampiran 13. Perhitungan Indeks Entropi Theil untuk Tipologi Kawasan BaratKawasan Timur Indonesia
Persentase pencapaian MDGs 79,51 78,10 84,68 82,97 81,60 79,83 78,20 77,95 85,35 87,48 99,83 79,97 85,52 94,23 78,79 83,24 106,64 77,41 84,31 87,36 87,50 1780,47 71,00 68,28 86,73 72,45 83,68 77,53 73,21 76,64 71,68 74,04 Jumlah penduduk 2009 4363500 13248400 4828000 5306500 2834200 7222600 1666900 7491900 1138100 1515300 9223000 41501500 32864600 3468500 37286200 9782800 3551000 4319100 2085800 3496100 3164800 200358800 4434000 4619000 2228900 2480300 7908500 2118300 984000 1047700 1339500 975000 Share persentase MDGs 0,984 0,967 1,048 1,027 1,010 0,988 0,968 0,965 1,056 1,083 1,236 0,990 1,059 1,166 0,975 1,030 1,320 0,958 1,044 1,081 1,083 22,037 0,879 0,845 1,074 0,897 1,036 0,960 0,906 0,949 0,887 0,916 Share Penduduk Share Persentase MDGs / Share Penduduk 52,175 16,880 50,219 44,768 82,441 31,648 134,326 29,790 214,725 165,308 30,991 5,517 7,451 77,788 6,051 24,363 85,986 51,315 115,742 71,548 79,166 25,444 45,850 42,326 111,419 83,640 30,298 104,791 213,035 209,443 153,228 217,419 Log Share Persentase MDGs / Share Penduduk 1,717 1,227 1,701 1,651 1,916 1,500 2,128 1,474 2,332 2,218 1,491 0,742 0,872 1,891 0,782 1,387 1,934 1,710 2,063 1,855 1,899 1,406 1,661 1,627 2,047 1,922 1,481 2,020 2,328 2,321 2,185 2,337 -0,020 -0,022 0,013 0,001 -0,041 0,009 0,034 0,035 0,022 0,035 Theil within region 0,014 -0,008 0,014 0,011 0,023 0,004 0,032 0,003 0,044 0,040 0,005 -0,030 -0,026 0,026 -0,028 -0,001 0,032 0,013 0,031 0,022 0,024

No

Provinsi

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali

0,019 0,057 0,021 0,023 0,012 0,031 0,007 0,032 0,005 0,007 0,040 0,179 0,142 0,015 0,161 0,042 0,015 0,019 0,009 0,015 0,014 0,866 0,019 0,020 0,010 0,011 0,034 0,009 0,004 0,005 0,006 0,004

Kalimantan Barat Kalimantan 19 Tengah Kalimantan 20 Selatan 21 Kalimantan Timur Jumlah (Kawasan Barat Indonesia) Nusa Tenggara 22 Barat Nusa Tenggara 23 Timur 24 Sulawesi Utara 25 26 27 28 29 30 31 Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara

156

Lampiran 13. Perhitungan Indeks Entropi Theil untuk Tipologi Kawasan BaratKawasan Timur Indonesia
Persentase pencapaian MDGs 63,17 67,30 885,72 2666,19 80,79 Jumlah penduduk 2009 2097500 743900 30976600 231335400 Share persentase MDGs 0,782 0,833 10,963 33,000 Share Penduduk 0,009 0,003 0,134 Share Persentase MDGs / Share Penduduk 86,238 259,048 81,870 Log Share Persentase MDGs / Share Penduduk 1,936 2,413 1,913 Theil within region 0,002 0,038

No

Provinsi

32

Papua

33 Papua Barat Jumlah (Kawasan Timur Indonesia) Jumlah Nasional Rata-rata Nasional

No. 1. 2.

Tipologi Kawasan Barat Indonesia Kawasan Timur Indonesia Total Grand Total

Theil within Theil between region region 0,247 30,975 0,107 20,973 0,354 51,948 52,303

157

Lampiran 14. Hasil Uji Normalitas Sebaran Data Disparitas Pencapaian MDGs

Case Processing Summary Cases Valid N theil 33 Percent 100,0% N 0 Missing Percent ,0% N 33 Total Percent 100,0%

Descriptives Statistic theil Mean 95% Confidence Interval for Mean 5% Trimmed Mean Median Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis Lower Bound Upper Bound 1,7747 1,6126 1,9369 1,7907 1,8430 ,209 ,45731 ,73 2,55 1,82 ,65 -,600 ,033 ,409 ,798 Std. Error ,07961

M-Estimators Huber's MEstimator theil


a

Tukey's Biweight
b

Hampel's MEstimatorc 1,8096 Andrews' Waved 1,8385

1,8143

1,8384

a. The weighting constant is 1,339. b. The weighting constant is 4,685. c. The weighting constants are 1,700, 3,400, and 8,500 d. The weighting constant is 1,340*pi.

158

Extreme Values Case Number theil Highest 1 2 3 4 5 Lowest 1 2 3 4 5 17 9 10 14 29 12 15 13 2 19 Value 2,55 2,46 2,40 2,21 2,20 ,73 ,76 ,92 1,19 1,38

Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic theil ,122 df 33 Sig. ,200* Statistic ,958 Shapiro-Wilk df 33 Sig. ,225

a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.

theil
theil Stem-and-Leaf Plot Frequency 3,00 6,00 11,00 12,00 1,00 Stem & Leaf 0 . 779 1 . 134444 1 . 55666778999 2 . 000011112244 2. 5

Stem width: 1,00 Each leaf: 1 case(s)

159

160

161

Lampiran 15. Hasil Uji One Way ANOVA untuk Disparitas Pencapaian MDGs Pada Tipologi Klassen

Descriptives Theil N Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat Daerah maju tetapi tertekan Daerah relatif tertinggal Total 3 13 6 11 33 Mean 1,7550 1,8938 1,8015 1,6248 1,7747 Std. Deviation ,27594 ,27325 ,69034 ,53144 ,45731 Std. Error ,15931 ,07579 ,28183 ,16023 ,07961

Descriptives Theil 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat Daerah maju tetapi tertekan Daerah relatif tertinggal Total 1,0695 1,7286 1,0770 1,2678 1,6126 Upper Bound 2,4405 2,0589 2,5260 1,9818 1,9369 Minimum 1,51 1,42 ,76 ,73 ,73 Maximum 2,06 2,20 2,46 2,55 2,55

Test of Homogeneity of Variances Theil Levene Statistic 2,718 df1 3 df2 29 Sig. ,063

ANOVA Theil Sum of Squares Between Groups Within Groups Total ,437 6,255 6,692 df 3 29 32 Mean Square ,146 ,216 F ,675 Sig. ,574

162

Post Hoc Tests


Multiple Comparisons Dependent Variable:theil Mean Difference (I) Kode tipologi Klassen Tukey HSD (J) Kode tipologi Klassen (I-J) -,13877 -,04650 ,13018 ,13877 ,09227 ,26895 ,04650 -,09227 ,17668 -,13018 -,26895 -,17668 -,13877 -,04650 ,13018 ,13877 ,09227 ,26895 ,04650 -,09227 ,17668 -,13018 -,26895 -,17668 Std. Error ,29748 ,32841 ,30251 ,29748 ,22922 ,19027 ,32841 ,22922 ,23571 ,30251 ,19027 ,23571 ,29748 ,32841 ,30251 ,29748 ,22922 ,19027 ,32841 ,22922 ,23571 ,30251 ,19027 ,23571

Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat Daerah maju tetapi tertekan Daerah relatif tertinggal Daerah berkembang cepat Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah maju tetapi tertekan Daerah relatif tertinggal Daerah maju tetapi tertekan Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat Daerah relatif tertinggal Daerah relatif tertinggal Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat Daerah maju tetapi tertekan

Bonferroni

Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat Daerah maju tetapi tertekan Daerah relatif tertinggal Daerah berkembang cepat Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah maju tetapi tertekan Daerah relatif tertinggal Daerah maju tetapi tertekan Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat Daerah relatif tertinggal Daerah relatif tertinggal Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat Daerah maju tetapi tertekan

163

Multiple Comparisons Dependent Variable:theil (I) Kode tipologi Klassen Tukey HSD (J) Kode tipologi Klassen Sig. ,966 ,999 ,973 ,966 ,978 ,501 ,999 ,978 ,876 ,973 ,501 ,876 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000

Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat Daerah maju tetapi tertekan Daerah relatif tertinggal Daerah berkembang cepat Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah maju tetapi tertekan Daerah relatif tertinggal Daerah maju tetapi tertekan Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat Daerah relatif tertinggal Daerah relatif tertinggal Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat Daerah maju tetapi tertekan

Bonferroni

Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat Daerah maju tetapi tertekan Daerah relatif tertinggal Daerah berkembang cepat Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah maju tetapi tertekan Daerah relatif tertinggal Daerah maju tetapi tertekan Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat Daerah relatif tertinggal Daerah relatif tertinggal Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat Daerah maju tetapi tertekan

164

Multiple Comparisons Dependent Variable:theil 95% Confidence Interval (I) Kode tipologi Klassen Tukey HSD (J) Kode tipologi Klassen Lower Bound -,9493 -,9412 -,6940 -,6717 -,5322 -,2494 -,8482 -,7168 -,4655 -,9544 -,7873 -,8189 -,9811 -,9764 -,7264 -,7036 -,5568 -,2698 -,8834 -,7413 -,4907 -,9867 -,8077 -,8441 Upper Bound ,6717 ,8482 ,9544 ,9493 ,7168 ,7873 ,9412 ,5322 ,8189 ,6940 ,2494 ,4655 ,7036 ,8834 ,9867 ,9811 ,7413 ,8077 ,9764 ,5568 ,8441 ,7264 ,2698 ,4907

Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat Daerah maju tetapi tertekan Daerah relatif tertinggal Daerah berkembang cepat Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah maju tetapi tertekan Daerah relatif tertinggal Daerah maju tetapi tertekan Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat Daerah relatif tertinggal Daerah relatif tertinggal Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat Daerah maju tetapi tertekan

Bonferroni

Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat Daerah maju tetapi tertekan Daerah relatif tertinggal Daerah berkembang cepat Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah maju tetapi tertekan Daerah relatif tertinggal Daerah maju tetapi tertekan Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat Daerah relatif tertinggal Daerah relatif tertinggal Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah berkembang cepat Daerah maju tetapi tertekan

165

Homogeneous Subsets
theil Subset for alpha = 0.05 Kode tipologi Klassen Tukey HSD
a,b

N 11 3 6 13

1 1,6248 1,7550 1,8015 1,8938 ,749

Daerah relatif tertinggal Daerah maju dan tumbuh cepat Daerah maju tetapi tertekan Daerah berkembang cepat Sig.

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,990. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.

166

Lampiran 16. Hasil Uji Independent Sample T-Test untuk Disparitas Pencapaian MDGs Tipologi Jawa-Luar Jawa
Group Statistics Kode tipologi Jawa-Luar Jawa theil Jawa Luar Jawa N 7 26 Mean 1,4927 1,8507 Std. Deviation ,72944 ,33426 Std. Error Mean ,27570 ,06555

Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances F theil Equal variances assumed Equal variances not assumed 13,604 Sig. ,001

Independent Samples Test t-test for Equality of Means t theil Equal variances assumed Equal variances not assumed -1,913 -1,263 df 31 6,692 Sig. (2-tailed) ,065 ,249 Mean Difference -,35794 -,35794

Independent Samples Test t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Std. Error Difference theil Equal variances assumed Equal variances not assumed ,18711 ,28339 Lower -,73955 -1,03434 Difference Upper ,02367 ,31846

167

Lampiran 17. Hasil Uji One Way ANOVA untuk Disparitas Pencapaian MDGs Pada Tipologi Kawasan Barat-Kawasan Timur Indonesia

Group Statistics Kode Tipologi KBI-KTI theil Kawasan Barat Indonesia Kawasan Timur Indonesia N 21 12 Mean 1,7343 1,8455 Std. Deviation ,52693 ,30818 Std. Error Mean ,11499 ,08896

Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances F theil Equal variances assumed Equal variances not assumed 2,480 Sig. ,125

Independent Samples Test t-test for Equality of Means t theil Equal variances assumed Equal variances not assumed -,666 -,765 df 31 30,948 Sig. (2-tailed) ,510 ,450 Mean Difference -,11121 -,11121

Independent Samples Test t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Std. Error Difference theil Equal variances assumed Equal variances not assumed ,16695 ,14538 Lower -,45170 -,40775 Difference Upper ,22927 ,18532

Anda mungkin juga menyukai