Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola penyesuaian diri mahasiswa luar Jawa yang kuliah
di Universitas Tribhuwana Tunggadewi. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Data
diambil dengan metode purposive sampling dengan instrumen penelitian berupa angket dan
wawancara. Berdasarkan data penelitian diperoleh informasi bahwa mahasiswa luar Jawa
mengalami culture shock di tahun pertama kuliah di Malang. Masalah yang dialami yaitu berkaitan
dengan, 1) finansial, 2) kesulitan bahasa, 3) makanan, 4) suhu dan iklim. Upaya-upaya penyesuaian
diri yang dilakukan yaitu dengan aktif menjalin komunikasi dan berelasi dengan mahasiswa baik di
dalam maupun di luar kampus. Banyaknya teman yang berasal dari daerah yang sama dan
keikutsertaan dalam organisasi mahasiswa dapat membantu mempercepat penyesuaian diri
mahasiswa yang berasal dari luar Jawa.
1. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan ragam budaya, agama, suku, dan adat
istiadat. Hal tersebut didukung dengan letak geografis Indonesia yang membentang luas dari Sabang
sampai Merauke dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Tingginya tingkat gerak sosial-geografis
memungkinkan terjadinya kontak budaya diantara penduduk Indonesia [1]. Interaksi antar budaya
dialami oleh mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia yang mengambil pendidikan
tinggi di kota-kota besar Indonesia. Beberapa kota besar di Indonesia yang dijadikan tujuan utama
untuk melanjutkan studi tingkat perguruan tinggi, yaitu Jakarta, Bandung, Bogor, Yogyakarta,
Semarang, Solo, Surabaya, dan Malang. Kota-kota pendidikan tersebut memiliki banyak pilihan
universitas maupun sekolah tinggi dengan sarana dan prasarana yang lengkap, tempat dan iklim yang
kondusif sebagai tempat belajar, dan juga memiliki daya saing dan prestasi yang membanggakan.
Universitas Tribhuwana Tunggadewi (UNITRI) merupakan salah satu perguruan tinggi swasta
yang terletak di Kota Malang. Mahasiswa kampus ini sangat beragam baik ditinjau dari asal daerah,
agama, suku, bahasa, dan budaya sehingga bisa merepresentasikan keberagaman rakyat Indonesia.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada awal tahun masuk ajaran baru ada banyak mahasiswa
baru yang datang dari berbagai daerah di Indonesia, terutama berasal dari Indonesia timur.
Mahasiswa UNITRI berasal dari berbagai daerah di Indonesia, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan
Timur, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua bahkan dari negara tetangga, yaitu
Timor Leste.
Malang merupakan salah satu Kota Pendidikan di Jawa Timur yang memiliki iklim yang
kondusif dan nyaman untuk digunakan dalam proses pembelajaran. Mahasiswa yang berasal dari
berbagai macam daerah di Indonesia ini menyebabkan dinamika sosial dan budaya yang tinggi. Para
pelajar inilah yang membentuk keanekaragaman budaya dan muncul nuansa multikultural baik di
lingkungan kampus maupun suasana di lingkungan tempat tinggal mereka. Malang khususnya
kampus UNITRI dapat dikatakan sebagai miniatur Indonesia karena dapat ditemukan sejumlah
mahasiswa dengan berbagai macam latar belakang budaya dengan berbagai macam karakter yang
mencerminkan kekhasan budaya tanah air.
Para mahasiswa baru yang pertama kali merantau ke daerah baru berpotensi mengalami
culture shock. Culture shock merupakan suatu bentuk tekanan dan kecemasan yang dialami oleh
2. METODE
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Populasi dalam penelitian
adalah mahasiswa UNITRI yang berada pada tahun pertama kuliah (angkatan 2016) sedangkan
sampel penelitian berjumlah 79 orang mahasiswa. Gambaran data penelitian berdasarkan asal daerah
mahasiswa, yaitu Nusa Tenggara Timur (63 responden), Kalimantan (9 responden), Maluku (4
responden), Papua (2 responden), Timor Leste (1 responden). Jika ditinjau dari agama yang dianut
mahasiswa, maka ada tiga kelompok agama, yaitu Katholik (44 responden), Kristen (20 responden),
dan Islam (15 responden).
Metode yang digunakan dalam penentuan sampel yaitu purposive sampling, yaitu secara
sengaja menentukan suatu kriteria dengan tujuan agar peneliti memperoleh manfaat dari pengetahuan
dan pengalaman dari kelompok yang menjadi sampel penelitian. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan, yaitu teknik aksidental karena populasi penelitian tidak dapat ditentukan sebelumnya
secara pasti sehingga menjadikan siapa saja yang dianggap cocok sebagai sumber data. Instrumen
penelitian yang digunakan berupa angket dan hasil wawancara.
Penelitian ini dilaksanakan antara bulan Maret sampai Juni 2017 di UNITRI. Survei penelitian
dilakukan terhadap mahasiswa yang memiliki syarat-syarat responden penelitian, yaitu 1) mahasiswa
UNITRI yang berasal dari luar Jawa 2) belum pernah tinggal menetap di kota Malang sebelumnya,
3) sedang menjadi mahasiswa untuk program studi di UNITRI dengan lama studi minimal 1 semester
dan berada pada tahun pertama perkuliahan (semester awal), dan 4) tidak memiliki keluarga yang
tinggal menetap di kota Malang.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyesuaian memiliki arti yang sangat luas dan umum digunakan dalam berbagai konteks
yang mengandung arti manajemen perilaku dalam kaitannya dengan lingkungan [5]. Penyesuaian
diri dapat diartikan sebagai istilah yang mengacu pada kemampuan individu dalam bersosialisasi
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh diketahui bahwa rata-rata kondisi culture shock
yang dialami oleh mahasiswa yaitu sebesar 60% (kategori tinggi) dan faktor-faktor yang
menyebabkannya sebesar 48% (kategori sedang) meskipun demikian kemampuan adaptasi
mahasiswa juga tergolong tinggi yaitu sebesar 51%. Kemampuan adaptasi mahasiswa dipengaruhi
oleh beberapa faktor yang mempengaruhi cepat lambatnya proses adaptasi dengan persentase sebesar
54% (kategori tinggi).
2. Faktor Eksternal
Culture shock dapat terjadi lebih cepat jika budaya di tempat baru semakin berbeda dari
daerah asal. Pebedaan tersebut diantaranya perbedaan sosial, budaya, adat istiadat, agama, iklim,
makanan, bahasa, pendidikan, serta aturan dan norma-norma sosial [1].
3.2 Pola Penyesuaian Diri Mahasiswa Luar Jawa di Universitas Tribhuwana Tunggadewi
Pada dasarnya, setiap individu memiliki kemampuan dalam menyesuaikan diri tetapi setiap
individu memiliki tingkat kemampuan penyesuaian diri yang berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan
proses penyesuaian diri dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, diantaranya faktor personal,
finansial, sosial, dan pendidikan [8]. Hal tersebut diperkuat oleh penelitian Khawaja dan [9] bahwa
stres yang dialami oleh mahasiswa berkaitan dengan isu finansial, akomodasi, akademik, dan juga
lingkungan. Akibatnya, stres ini berdampak signifikan terhadap penyesuaian diri mahasiswa [10].
Mahasiswa yang memiliki stres tinggi akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri, begitu juga
sebaliknya [3].
Beberapa peneliti mengelompokkan penanggulangan stres menjadi empat katagori, yaitu 1)
memutuskan menghadapi target stres secara langsung, 2) menghindari hal-hal atau situasi yang dapat
memicu stres, 3) mengurangi dampak stres melalui aktivitas religius, dan 4) memutuskan menerima
hidup apa adanya [11]. Penyesuaian diri seorang mahasiswa yang merantau di Malang berkaitan erat
dengan kemandiriannya, artinya semakin tinggi tingkat kemandirian mahasiswa maka semakin tinggi
pula tingkat penyesuaian diri mahasiswa baru yang merantau tersebut [12].
Pada dasarnya seseorang yang berada pada lingkungan baru akan mengalami beberapa fase
culture shock dengan empat tingkatan (Gambar 1). Keempat tingkatan tersebut membentuk pola u-
curve [13] yaitu.
a. Fase optimistik / honeymoon
Fase ini berisi perasaan gembira, rasa penuh harapan baru, dan euforia sebagai antisipasi individu
sebelum memasuki budaya baru. Pada fase ini informan merasa senang dan antusias karena dapat
kuliah di Jawa meskipun mereka belum pernah ke Malang sebelumnya.
b. Fase masalah kultural
Fase kedua di mana masalah dengan lingkungan baru mulai muncul, misalnya karena kesulitan
dalam berbahasa. Fase ini biasanya ditandai dengan rasa kecewa dan ketidakpuasan. Ini adalah
tahap krisis dalam culture shock. Mahasiswa merasa bingung dan tercengang dengan sekitarnya,
sehingga menimbulkan frustasi dan mudah tersinggung, bersikap permusuhan, mudah marah,
tidak sabaran, dan bahkan menjadi tidak kompeten. Pada fase ini mahasiswa akan menemui
banyak perbedaan dalam bahasa dan logatnya baik di lingkungan kampus maupun lingkungan
tempat tinggal mereka.
c. Fase penyembuhan
Berdasarkan data dari informan diperoleh informasi bahwa 84% mahasiswa melakukan
upaya untuk mengatasi culture shock dengan cara aktif menjalin komunikasi dan berelasi dengan
teman-temannya baik di dalam maupun di luar kampus. Selain itu banyaknya teman-teman yang
berasal dari daerah sama serta keikutsertaan dalam himpunan organisasi daerah asal juga membantu
dalam mempercepat kemampuan adaptasi mahasiswa baru. Bahasa merupakan kendala kedua yang
dialami oleh mahasiswa baru. Mereka harus belajar memahami Bahasa dan logat teman-teman dari
berbagai macam daerah. Interaksi yang terjadi selama pembelajaran di kelas melalui berbagai macam
model dan metode pembelajaran yang digunakan oleh dosen dapat mebantu mereka dalam
beradaptasi. Pemilihan kelompok secara heterogen juga merupakan salah satu upaya dalam
menyatukan keberagaman mahasiswa dalam satu kelas.
Upaya penyesuaian diri mahasiswa baru tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor yang
berperan penting, yaitu.
a. Kemampuan berbahasa jawa
b. Tingkat kepercayaan diri dalam memulai berkomunikasi dengan orang lain
c. Ketergantungan untuk selalu berkumpul dengan teman yang berasal dari daerah yang sama
d. Keinginan dalam eksistensi diri
e. Keaktifan bertukar informasi dengan lingkungan baru.
f. Kecemasan dan rasa canggung bertemu dengan orang lokal (Malang)
g. Ketakutan dalam berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan baru
h. Rasa memiliki lingkungan yang baru [14].
Adaptasi terhadap culture shock akan berlangsung baik jika mahasiswa baru tersebut
memiliki kepekaan kultural. Kepekaan tersebut dapat diasah melalui kemauan untuk berpikir dalam
pola pikir mereka. Kepekaan terhadap budaya tersebut merupakan modal yang sangat besar dalam
4. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa mahasiswa baru yang berada
di tahun pertama perkuliahan mengalami culture shock. Setiap mahasiswa mempunyai waktu yang
berbeda-beda dalam beradaptasi.
a. Penyebab terjadinya culture shock pada mahasiswa luar jawa ada dua faktor, yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi keterampilan komunikasi, pengalaman dalam
setting lintas budaya, kemampuan bersosialisasi dan ciri karakter individu, toleransi dan
kemandirian. Sedangkan faktor eksternal, yaitu linearitas jurusan SMA/SMK dan kuliah,
Bahasa, ekonomi, sosial budaya, lingkungan akademik, makanan, serta iklim dan cuaca.
b. Dampak culture shock yang dialami mahasiswa luar jawa, yaitu merasa tegang saat memasuki
wilayah yang berbeda dengan budaya asal, merasa asing dan sendiri berada di lingkungan yang
baru, merasa tidak dihargai oleh orang di lingkungan baru, lebih tersinggung apabila ada yang
menyinggung budaya asal, selalu sedih / menangis karena jauh dari keluarga, sangat ingin pulang
ke rumah dan bertemu keluarga dan teman-teman di rumah (homesickness), merasa tidak
diterima oleh orang-orang lokal di budaya yang baru, merasa kehilangan orang-orang yang telah
dikenal sebelumnya, merasa budaya asal lebih baik daripada budaya baru, merasa kehilangan jati
diri selama berada di lingkungan baru, merasa takut akan keamanan diri karena perbedaan latar
belakang budaya, merasa tertekan setelah pindah ke Malang, dan merasa sedih berada di
lingkungan yang tidak familiar.
c. Pola penyesuaian diri mahasiswa luar Jawa di Universitas Tribhuwana Tunggadewi, yaitu
mahasiswa melakukan upaya untuk mengatasi culture shock dengan cara aktif menjalin
komunikasi dan berelasi dengan teman-temannya baik di dalam maupun di luar kampus. Selain
itu banyaknya teman-teman yang berasal dari daerah sama serta keikutsertaan dalam himpunan
organisasi daerah asal juga membantu dalam mempercepat kemampuan adaptasi mahasiswa
baru.
Penelitian mengenai pola penyesuain diri mahasiswa ini merupakan penelitian dasar yang
dapat dijadikan acuan dalam penelitian-penelitian pendidikan selanjutnya di UNITRI. Analisis
mengenai culture shock ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang
akan melakukan penelitian dengan objek penelitian mahasiswa yang heterogen dari segi agama,
bahasa, dan adat istiadat. Penelitian selanjutnya yang dapat dikembangkan diantara mengenai gaya
belajar, model-model pembelajaran, multiple intelegensi, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Devinta, M., Hidayah, N., dan Hendrastomo, G. 2015. Fenomena Culture Shock (Gegar
Budaya pada Mahasiswa Perantauan di Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Sosiologi. 1-15
[2] Odera, P. 2003. Culture Shock in A Foreign Land: Rwandan Experience. [Online]. Dari:
journals.sfu.ca/kigali/viewarticle.php?id=8 -.[Diakses pada 29 September 2017].
[3] Hutapea, B. 2014. Stres Kehidupan, Religuisitas, dan Penyesuaian Diri Warga Indonesia
sebagai Mahasiswa Internasional. Jurnal Makara Hubs-Asia, 18(1): 25-40.