Anda di halaman 1dari 83

Autumn in Paris Ilana Tan Merci de lire ce livre Than YOU for reading this boo Prolog JALANAN

sepi. Langit gelap. Angin musim gugur bertiup encang. Ia merapat an ja et yang di ena annya, namun tubuhnya tetap saja menggigil. Bu a n arena angin, arena saat ini ia sama se ali tida bisa merasa an apa pun. Sep ertinya saraf-sarafnya sudah tida berfungsi. Ia tida bisa melihat, tida bisa mendengar, tida bisa bersuara, dan tida bisa merasa an apa-apa. Kecuali rasa sa it di hatinya. Ia bisa merasa an yang satu itu. Sa it se ali.... Butuh tenaga besar untu menyeret a inya dan maju selang ah. Sebelah tangannya terang at e dada, menceng eram bagian depan ja et. Tangan yang lain terjulur e depan dan menceng eram pagar besi jembatan. Pagar besi itu seharusnya terasa di ngin di tangannya yang telanjang, tapi nyatanya ia tida merasa an apa pun walau pun ia menceng eram pagar besi itu sampai bu u-bu u jarinya memutih. Matanya menatap osong e bawah. Permu aan sungai terlihat tenang seperti aca b esar berwarna hitam yang memantul an cahaya dari lampu-lampu di tepi jalan. Air sungai itu pasti dingin se ali. Ia pasti a an mati edinginan bila terjun e sungai itu. Mati be u. Ia hanya perlu membiar an dirinya jatuh. Setelah itu seluruh tubuhnya a an membe u. Rasa sa it ini juga a an membe u. Ia tida a an merasa annya lagi. Satu RUANGAN itu sudah sepi seja satu jam yang lalu. Semua lampu sudah dimati an, e cuali yang terdapat di sudut ruangan de at jendela. Lampu di sana masih menyala arena masih ada seseorang di sana. Gadis yang menempati meja di de at jendela i tu sebenarnya tida benar-benar membutuh an penerangan arena ia tida sedang be erja. Tara Dupont dudu bersandar di ursi dengan edua tangan dilipat di depan dada. Keningnya ber erut dan matanya menyipit menatap le at-le at ponsel yang tergelet a di meja erjanya. Ia menggigit bibir dan tida habis pi ir enapa ponsel imut dengan berbagai macam hiasan gantung itu tida berdering, tida ber elap- elip, tida bergetar, tida mela u an apa pun! Ia memutar ursi menghadap jendela besar dan memandang e bawah, memerhati an mo bil-mobil yang berseliweran di jalan raya ota Paris dengan tatapan menerawang. Langit sudah gelap. Ia meliri jam tangan dan mendesah. Jam tujuh lewat. Dengan se ali senta an ia memutar embali ursinya menghadap meja erja. Ke mana saja au? desis Tara sambil mengetu -ngetu ponselnya dengan u unya yang dicat oranye. Kau bicara dengan ponsel? Tara mengang at wajah dan menoleh. lise Lavoie yang baru masu e ruangan terseny um epadanya. lise manis yang berambut pirang emas sebahu, bermata hijau, dan ber hidung berbinti -binti itu berusia 29 tahun, beberapa tahun lebih tua daripada Tara, tapi secara fisi wanita itu tida terlihat seperti wanita Eropa seusianya . Perawa annya urus, ecil, dan dengan wajah seperti gadis remaja. Di satu sisi lise menyu ai enyataan itu siapa yang tida su a punya wajah awet muda? Tapi di s isi lain ia dong ol setengah mati alau ada orang yang menganggap remeh dirinya arena berpi ir ia masih remaja ingusan. Sudah selesai siaran? tanya Tara ringan sambil mencondong an tubuh e depan, menum pu an edua si u di meja dan bertopang dagu. lise menganggu dan berjalan e meja erjanya yang persis di depan meja tara. Bu a n ah au sudah selesai siaran seja ..., ia meliri jam dinding, satu setengah jam yang lalu? tanya lise dengan alis terang at. Tara mendesah. Memang, jawabnya lemas. Ia menundu dan menyandar an ening di meja , lalu mendesah eras se ali lagi. Mere a berdua sama-sama penyiar di salah satu stasiun radio paling populer di Pa

ris. lise lebih senior daripada tara dan siaran utama yang ditanganinya adalah Je me souviens1..., yaitu acara yang membaca an surat-surat dari para pendengar, s ementara Tara membawa an program lagu-lagu populer dan tangga lagu mingguan. 1 A u mengenang Hei, enapa lesu begitu? tanya lise sambil mengetu -ngetu pelan epala Tara dengan bolpoin. Bu an ah biasanya au paling su a hari Jumat? Tara mengang at epala dan tersenyum muram. Hari Jumat memang hari yang paling d isu ainya arena hari Jumat adalah awal a hir pe an yang ditunggu-tunggu. Tapi h ari ini jadi pengecualian. Ia sedang tida gembira atau bersemangat. Ooh... a u mengerti, ata lise tiba-tiba dan tersenyum. Belum menelepon rupanya. Tara menggigit bibir dan menganggu lemah. Ia embali meliri ponselnya. Lalu se a an sudah membulat an te ad, ia mendengus dan meraih ponsel itu. Lupa an saja, a tanya tegas, lebih epada dirinya sendiri. Dengan gera an acuh ta acuh ia melem par an ponselnya e dalam tas tangan dan berdiri dari ursi. lise, ayo ita pulang se arang, atanya. Dudu mengasihani diri sendiri juga tida a da gunanya. lise menatap temannya dengan bingung. Yang mengasihani diri sendiri itu siapa? * * * Lima belas menit emudian, Tara dan lise sudah berada dalam lift aca yang membaw a mere a turun e lantai dasar. Tara berdiri membela angi pintu lift dan meni ma ti pemandangan malam ota Paris yang terbentang di depan mata. Pada awal percera ian orangtuanya dua belas tahun lalu, ia tinggal bersama ibunya di Ja arta. Empa t tahun emudian, eti a berumur enam belas, ia memutus an pindah e Paris dan t inggal bersama ayahnya. Seja saat itu, Paris menjadi hidupnya. Bunyi denting halus membuyar an lamunan tara. Mere a sudah tiba di lantai dasar. Tara eluar dari lift dan melambai an tangan epada temannya. Ia memar ir mobil nya di lapangan par ir di luar gedung sementara mobil lise sendiri dipar ir di ba sement. Tara tida mendapat fasilitas par ir di basement arena ia tida biasany a mengendarai mobil e mana-mana. Ia lebih su a nai Metro2, walaupun ia harus e stra hati-hati terhadap tu ang copet. Tetapi pagi ini hujan turun cu up lebat, jadi terpa sa ia nai mobil. Tara menunggu sampai pintu lift menutup dan membali an badan. Ia baru saja a an melang ah eti a melihat seorang la i-la i berdiri di de at meja resepsionis di lobi gedung. Lang ah a inya terhenti dan ia menahan napas, tapi hanya sesaat. Ia lalu memutus an mengabai an orang itu dan embali melang ah. La i-la i itu melihat Tara berjalan terburu-buru e arah pintu utama. Ia terseny um dan melambai, tapi Tara mengabai annya dan mempercepat lang ah. Mademoiselle3 Dupont. Tara mendengar panggilan la i-la i itu, tapi pura-pura tida mendengar. Ia elua r dari gedung dan melang ah cepat e tempat mobilnya dipar ir, berusaha eras me ngabai an bunyi lang ah a i yang menyusulnya. Angin musim gugur menerpa wajahny a dan Tara merapat an ja et yang di ena annya. Mademoiselle Dupont, tunggu sebentar. Keti a ia hampir sampai di tempat par ir Mercedes biru ecilnya, tara mengeluar an unci mobil. Terdengar bunyi pip dua ali tanda pintu mobil sudah terbu a dan ia cepat-cepat masu . Ia baru a an menutup pintu eti a gera annya tertahan. 2 ereta bawah tanah di Paris 3 Nona Bisa tunggu sebentar, Mademoiselle? tanya la i-la i itu sambil menahan pintu mobil . Kenapa buru-buru? Mau apa? tanya Tara dengan nada sama se ali tida ramah. Ia menatap lawan bicarany a dengan tatapan yang dia harap ber esan tajam dan menusu . Tara tida pernah tertari dengan pria Eropa pada umumnya, dengan rambut pirang, mata biru, dan ulit putih. Tida , ia lebih memilih yang ber ulit aga gelap da n rambut gelap, atau setida nya co elat. Tetapi anehnya ia menganggap la i-la i jang ung berambut pirang yang berdiri di sampingnya ini menari . La i-la i itu ter e eh pelan dan menundu . Rambutnya yang dipotong rapi jatuh me nutupi dahinya. A u sedang bertanya-tanya apa ah au mau menemani u ma an malam. Dasar la i-la i Prancis! Tara menggerutu dalam hati. Ia mendengus esal dan meli ri orang di sampingnya. La i-la i itu sedang membetul an leta acamata yang be

rtengger di hidungnya dan seulas senyum penuh percaya diri tetap tersungging di bibirnya, sea an ya in Tara ta an menola aja annya. Dasar playboy! Karena Tara tida menjawab, pria itu menambah an, A u yang tra tir, tentu saja. K au boleh memilih restaurannya. Tara berusaha terlihat tida peduli, tapi a hirnya ia tida tahan lagi dan berse ru, Brengse au, Sebastien Giraudeau! Ke mana saja au selama ini? Kenapa tida menelepon u? Senyum Sebastien Giraudeau melebar, sama se ali tida terpengaruh omelan Tara. A u mau ma an sate ambing! ata Tara etus. Ia bersede ap dan menatap lurus e ma ta Sebastien. * * * Di Paris ini ada satu bistro ecil tida ter enal yang menjadi esu aan Tara ar ena mere a menyaji an masa an Indonesia, hususnya sate ambing esu aannya. Bis tro itu terleta di sebuah jalan ecil yang aga sepi dan lumayan jauh dari pusa t ota. Tida banya orang yang tahu eberadaan bistro itu ecuali beberapa oran g yang menjadi langgangan tetapnya, seperti Tara. Selain ibunya, satu-satunya ya ng dirindu an Tara dari Indonesia adalah ma anannya. Bu annya Tara pemilih soal ma anan, tapi adang- adang ia bosan dengan ma anan Prancis dan sate ambing yan g sederhana itu bisa menjadi semacam emewahan baginya. Lain halnya dengan Sebastien. La i-la i itu tida terlalu su a sate ambing atau masa an Indonesia. Sing atnya, ia tida terlalu su a ma anan lain selain ma ana n Eropa. Sewa tu membiar an Tara memilih, ia tahu benar Tara a an memilih bistro ini arena gadis itu penggemar berat sate ambing. Tida apa-apa. Kali ini Seba stien mengalah. Ia lebih su a melihat Tara Dupont yang sibu ma an sate ambing dengan gembira daripada Tara Dupont yangpura-pura tida mengenal dirinya. Karena itu Sebastien harus puas dengan nasi goreng yang dipesannya. Setida nya ma anan itu elihatannya lumayan. Jadi, ata Tara dengan mulut yang masih aga penuh. Ia mengunyah sebentar, menelan , lalu melanjut an, Ke mana saja au seminggu tera hir ini? Kalau au masih ingat , wa tu itu au janji mau menjemput u di bandara. Kau tahu berapa lama a u menun ggu? Kalau tida bisa menjemput, au an bisa menelepon? Bu an ah itu salah satu alasanmu membeli ponsel? Untu menelepon? Sebastien tida segera menjawab. Ia menahan senyum dan berusaha meya in an dirin ya sendiri se ali lagi bahwa ia lebih su a Tara Dupont yang cerewet daripada Tar a Dupont yang pura-pura tida mengenalnya. A u tahu apa yang sedang aupi ir an. Jangan coba-coba mengatai u cerewet, ancam T ara sambil meraih setusu sate lagi dan menatap Sebastien dengan mata disipit an . Mere a berdua sudah berteman seja Tara pindah e Paris. Mere a bertemu untu pe rtama alinya eti a Sebastien diaja menghadiri pesta pembu aan restoran baru a yah Tara di Quartier Latin. Sebastien pernah menga u pada Tara bahwa pada awalny a ia berpi ir gadis itu ana ang at arena Tara berbeda se ali dengan ayahnya. A yah Tara, Monsieur4 Dupont, adalah tipi al orang Eropa, jang ung, tampan, dengan rambut co elat terang, hidung mancung, mata elabu, dan ulit putih pucat, seda ng an putrinya, Tara Dupont, memili i ciri-ciri dominan orang Asia, dengan rambu t hitam yang dipotong pende dan ulit yang putih, tapi tida pucat. Sebenarnya alau diperhati an dengan sa sama, Tara juga memili i mata elabu dan hidung man cung seperti ayahnya. Begitu pula dengan tinggi badannya yang melebihi rata-rata tinggi badan orang Asia. Gabungan antara unsur Timur dan Barat membuat Tara Dup ont memili i wajah yang uni , menari , dan tida mudah dilupa an. Pada awalnya Sebastien tida terlalu peduli pada Tara arena menganggap gadis it u hanya orang asing yang belum bisa berbahasa Prancis, tapi ia salah. Bahasa Pra ncis Tara tanpa cela dan Sebastien langsung agum, apalagi setelah tahu selain b ahasa Prancis dan Indonesia, gadis itu juga menguasai bahasa Inggris. Bahasa Ing gris Sebastien yang orang Prancis buru se ali, sampai-sampai dia malu pada gadi s Asia ini. Sebastien emudian menganggap Tara seperti adi nya sendiri dan mere a berdua sangat coco . Mung in arena mere a punya esamaan nasib. Mere a berdua ana tunggal, orangtua mere a sudah bercerai walaupun masih berhubungan bai , d an mere a tinggal bersama ayah mere a. Halo? Kau mau mulai menjelas an se arang atau mau menunggu sampai salju turun?

Sebastien mengang at wajah dan mendapati Tara sedang menatapnya dengan alis tera ng at. Bai lah, a u minta maaf, ata Sebasiten hati-hati dan menyungging an senyum seribu watt-nya. A u minta maaf arena tida bisa menjemputmu di bandara. A u juga mint a maaf arena tida menghubungimu. Kau e mana saja seminggu tera hir ini? To yo. Tara mengerjap an mata. To yo? Jepang? Sebastien menganggu . Wa tu itu ayah u sedang ada di To yo untu urusan erja. Ha ri Sabtu lalu, hari au embali e Paris, a u mendapat telepon yang mengabar an ayah u tiba-tiba jatuh pingsan di tengah rapat. Oh. Sebastien mengang at sebelah tangan. Tida usah cemas, selanya cepat eti a meliha t raut wajah Tara berubah prihatin. Ayah u hanya elelahan dan jantungnya memang dari dulu sedi it bermasalah. Jadi a u harus langsung terbang e To yo untu men gganti annya. A u sudah pernah cerita tentang rencana pembangunan hotel di sini yang be erja sama dengan Jepang, bu an? 4 Tuan Tara menganggu . Ia ingat Sebastien pernah menyebut-nyebut tentang proye itu. P erusahaan arsite ayah Sebastien a an be erja sama dengan perusahaan Jepang untu membangun hotel di Paris. Sebastien adalah salah satu arsite yang terlibat da lam proye ini. Karena ayah u harus beristirahat beberapa hari di rumah sa it, a u yang harus mel anjut an pe erjaannya, Sebastien menerus an. A u tida punya banya wa tu luang un tu menelepon. Ditambah lagi perbedaan wa tu yang besar antara Jepang dan Pranci s. A u tida bisa menemu an wa tu yang coco untu menghubungimu. Di mana ayahmu se arang? Sudah sehat dan embali be erja seperti biasa, sahut Sebastian, lalu mengang at ba hu dan tersenyum lebar. Ayah u itu tipe orang yang tida bisa diam. Tara menganggu -anggu , lalu menundu memandang ma anannya. Ia aga menyesali si ap gegabahnya. Marah-marah sendiri sebelum tahu apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimana abar ibumu? tanya Sebastien mengalih an pembicaraan. Tara mengang at wajahnya. Mama? Seperti biasa. Masih sibu mendesain perhiasan da n a sesori. Belum meni ah lagi? Tara mengang at bahu. Belum. Sepertinya Mama tida berniat meni ah lagi. Sama sep erti Papa, urasa. Ada abar baru apa lagi dari Indonesia? tanya Sebastien. Ia memang tida mengenal eluarga Tara yang ada di Indonesia, tapi ia su a mendengar gadis itu bercerita. Tara Dupont memili i suara yang jernih dan menyenang an. Tida heran ia dengan mudah diterima menjadi penyiar utama program radio populer di salah satu stasiun radio paling ter enal di Paris. Kabar baru apa ya? gumam tara sambil mene an-ne an bibirnya dengan ujung sendo . A u bertemu sepupu u. Sepupumu yang mana? Yang tinggal di Korea. A u baru tahu ternyata pacarnya artis5, sahut Tara, lalu me ndada mengalih an pembicaraan, Ngomong-ngomong soal pacar, bagaimana dengan Jepa ng? Kau bertemu gadis Jepang canti di sana? Sebastien menjenti an jarinya. Ah, a u hampir lupa memberitahumu. Apa? Tara mengerut an ening dan langsung waswas. Tadi ia hanya se adar bertanya, tida sungguh-sungguh ingin mendengar isah cinta Sebastien dengan gadis Jepang atau gadis mana pun. A u punya teman di Jepang, Sebastien memulai. Namanya Tatsuya Fujisawa. Tatsuya Fujisawa. Hmm... Sepertinya bu an nama perempuan, pi ir Tara. Dia juga arsite dan dia a an bergabung dalam proye pembangunan hotel ini. Arsit e Jepang yang sebelumnya bertanggung jawab dalam proye ini mendada menari di ri dari pe erjaan ini. Karena itu perusahaan piha Jepang mengusul an agar Tatsu ya yang mengganti annya. Tetapi eti a a u dan ayah u berma sud menemuinya di To yo, ami diberitahu dia s edang berada di Paris. A u berhasil menghubunginya dan berjanji a an meneleponny

a lagi alau a u sudah embali e Paris. Tara menunggu elanjutannya. Ia masih belum mengerti arah pembicaraan Sebastien. 5 Baca Summer in Seoul Jadi tadi a u meneleponnya dan memintanya datang e sini, ata Sebastien ringan. Tara mengerut an ening. Ke sini? Ma sudmu se arang? Sebastien menganggu . Ya. Kau tida eberatan, bu an? Kau pasti a an menyu ainya. Dia orang yang menyenang an. Keberatan? Tentu saja Tara eberatan dan ia mengata annya langsung epada Sebast ien. Kenapa au tida menemuinya beso atau hari lain? Hari ini a u sedang tida ingin ber enalan dengan orang asing. Sebastien heran melihat Tara mendada esal. Tatsuya bisa berbahasa Prancis. Sang at lancar. Kau tida usah cemas, tambahnya, salah mengerti alasan e esalan Tara. Kau ira a u eberatan dengan orang yang tida bisa berbahasa Prancis? balas Tara jeng el. Kau yang selalu merasa semua orang di dunia harus bisa berbahasa Prancis . Tapi masalahnya bu an itu. A u hanya... Ah, sudahlah! Lupa an saja. Sebastien memperbai i leta acamatanya dengan bingung. Tara tahu Sebastien mengharap an penjelasan. Sebenarnya Tara esal arena Sebast ien seena nya saja mengaja temannya bergabung dengan mere a. Sudah lama ia tida bertemu dengan Sebastien dan hari ini Tara ingin mengobrol berdua saja dengann ya. Memangnya Sebastien tida bisa menemui orang itu setelah ma an malam? Memang nya Sebastien tida mengerti perasaannya? Tapi upi ir... Sebastien baru a an menjelas an eti a ponselnya berbunyi. Halo? Oh , Tatsuya. Sudah sampai? Sebastien berpaling e arah pintu dan Tara dengan enggan mengi uti arah pandangn ya. Ia melihat seorang pria berwajah Asia memasu i bistro sepi itu sambil memand ang e se eliling ruangan. Sebastien melambai an tangan. Pria itu melihatnya dan tersenyum. A u a an ber enalan dengannya, tapi a u tida a an lama, ata Tara cepat. Hari ini a u sedang tida ingin berbasa-basi. A u cape . Sebastien tida menjawab arena temannya sudah tiba di meja mere a. Sebastien, apa abar? Senang bertemu lagi, sapa Tatsuya gembira. Bahasa Prancis-ny a lancar, tida terdengar logat asing sedi it pun. Sebastien berdiri, merang ul dan menepu -nepu punggung temannya. A u juga senang bertemu denganmu lagi. Tara memerhati an Tatsuya Fujisawa dengan cermat. La i-la i itu masih muda, usia nya pasti sebaya Sebastien, se itar a hir dua puluhan. Bertubuh jang ung, seting gi Sebastien, dan sedi it lebih urus daripada Sebastien. Rambut hitamnya aga p anjang belum termasu gondrong, syu urlah, arena Tara benci la i-la i berambut go ndrong tapi sangat bergaya. Mung in itu model yang sedang trendi di Jepang. Coco dengan bentu wajahnya. Matanya ecil, hidungnya mancung, dan dagunya ecil. Sec ara eseluruhan Tatsuya Fujisawa memili i wajah yang menyenang an... dan menari . Tara langsung memberi nilai tujuh setengah untu nya. Namun ada sesuatu yang mengganggu.... Tara mengerut an ening. La i-la i bernama Tatsuya Fujisawa ini sepertinya tida asing. Tida , Tara ya in betul ia tida pernah bertemu la i-la i itu sebelumnya , tetapi ada sesuatu yang terasa tida asing dari diri Tatsuya Fujisawa. Kenal an, ini teman u, Tara Dupont. Tara mengalih an pandangan dan mendapati Sebastien sedang menatapnya. Tara, ini Tatsuya Fujisawa, Sebastien melanjut an. Teman bai u dari Jepang. Tara mema sa an seulas senyum dan menyambut uluran tangan Tatsuya. Halo, sapa Tara pende . Seperti yang sudah di ata annya tadi, ia tida berniat berbasa-basi. Panggil a u Tatsuya saja, ata Tatsuya. Ia tersenyum lebar, sambil sedi it membung u , sama se ali tida menyadari suasana hati Tara. Senang ber enalan denganmu, T ara. Alis Tara terang at sedi it. Kore si, nilai Tatsuya Fujisawa baru saja nai menj adi delapan. Ia su a cara pria itu mengucap an namanya. Orang Prancis melafal an huruf r dengan cara yang berbeda dengan orang Indonesia, arena itu nama Tara sel alu terdengar aneh alau diucap an dalam lafal Prancis. Selama ini hanya eluarg

anya yang di Indonesia yang bisa mengucap an namanya dengan tepat. Se arang pria Jepang yang berdiri di hadapannya ini memanggilnya dengan cara yang membuatnya merasa nyaman. Sementara Sebastien dan Tatsuya bertu ar sapa, Tara terus memutar ota mencari t ahu apa yang membuat Tatsuya Fujisawa terasa tida asing, tapi tetap tida menda pat jawaban. Tara tida su a merasa penasaran. Ia tida boleh penasaran arena r asa penasaran itu a an terus menggerogotinya seperti lubang di gigi yang bisa me mbuat seluruh badan i ut sa it. Dan pada pertemuan pertama saja Tatsuya Fujisawa sudah membuat Tara Dupont penasaran setengah mati. Kuharap a u tida mengganggu acara alian, ata Tatsuya, membuyar an lamunan Tara. Tida , tida , sahut Sebastien cepat, sebelum Tara sempat berea si. Kau tida terses at an? Bistro ini memang aga terpencil. Tatsuya menggeleng. Sopir ta si u hebat, atanya sambil tersenyum lebar. Dudu lah. Kau sudah ma an? lanjut Sebastien. Kuharap au tida eberatan ma an ma a nan Indonesia. Tara ini penggemar fanati sate ambing. Oh ya? tanya Tatsuya sambil melepas an ja et co elatnya dan menyampir annya e san daran ursi. A u bersedia mencoba ma anan apa pun. A u bu an orang yang pemilih s oal ma anan. Tara tersenyum acuh ta acuh, namun membuat catatan dalam hati. Kore si lagi, ni lai Tatsuya Fujisawa nai menjadi delapan setengah. Katanya tadi ia tida memili h-milih alau menyang ut ma anan. Si ap yang disenangi Tara. Dia juga penyiar radio, Sebastian melanjut an, seolah sedang membangga an ana es ayangan. Tiba-tiba Sebastien menjenti an jari dan menatap Tara. Kalian punya aca ra yang membaca an surat-surat dari pendengar, an? tanyanya. Tara tida menyahut, hanya mengerjap an matanya dan menganggu acuh ta acuh. Sebastien menoleh e arah Tatsuya dan menepu bahu temannya. Dengar, bu an ah au punya cerita bagus? Kau bisa menulis surat e acara itu. Tatsuya tertawa ecil dan menggeleng-geleng. Apa? Cerita apa? tanya Tara. O e, Sebastien berhasil membang it an rasa penasarann ya. Ia menumpu an edua tangan di meja dan mencondong an tubuh e depan. Dia belum menjelas an detail ceritanya, tapi tadi eti a dia menelepon u, atanya dia bertemu gadis Prancis yang membuatnya terpesona, sahut Sebastien. Begitu data ng dari Jepang langsung tertari dengan gadis Prancis. Hebat se ali. Tatsuya tersenyum malu. Dia melebih-lebih an, atanya pada Tara. A u tida bilang b egitu. Jangan hirau an Sebastien, sahut Tara tanpa memandang Sebastien. Kalau au punya ce rita menari , sila an tulis surat e acara ami. Siapa tahu ami a an membaca an nya saat siaran. A an upi ir an, ata Tatsuya. Tiba-tiba Tara merogoh tas tangannya dan mengeluar an ponsel. Ia menatap benda i tu sejena , lalu ber ata epada edua la i-la i di hadapannya itu dengan nada me nyesal, Maaf, a u tida bisa tinggal lebih lama. Ada urusan mendada . A u harus p ulang se arang. Kenapa buru-buru? tanya Sebastien bingung. Untu sesaat tadi ia pi ir Tara sudah t ida esal, tapi enapa gadis itu harus berpura-pura mendapat pesan tentang urus an mendada ? Tara mengena an embali ja et dan syalnya sambil ber ata, A u a an meneleponmu la gi nanti, Sebastien. Ia menoleh e arah Tatsuya, mengulur an tangan dan tersenyum sing at. Senang ber enalan denganmu. A u minta maaf arena tida bisa mengobrol lebih lama. Mung in lain ali. Tatsuya menyambut uluran tangannya dan tersenyum. Tida apa-apa. Sampai jumpa. Sampai jumpa. Tara merang ul Sebastien dan menempel an pipinya di pipi Sebastien d engan cepat, setelah itu ia melambai epada Tatsuya dan eluar dari restoran. Dua TARA dudu bersila di lantai ruang tengah apartemennya yang ecil dan beranta an . Ia menjulur an edua tangan e depan, merentang an esepuluh jari, lalu mulai meniup u u- u unya yang baru dicat warna ungu pucat dengan giat. Pagi ini ia ti da punya jadwal siaran sehingga awalnya ia berma sud merapi an apartemennya yan g sudah seperti habis diamu angin puting beliung. Ia memutus an memulai dari le

mari pa aian. Tetapi begitu menemu an sebotol cat u u ungu pucat yang terselip di antara pa aian-pa aiannya, ia melupa an rencana awal dan a hirnya asyi menge cat u u di ruang tengah sambil mendengar an radio. Voil! Tara tersenyum puas dan menggera -gera an esepuluh jari tangan, mengagumi h asil aryanya. Selamat siang, para pendengar. Bagaimana abar Anda semua hari ini? Tara mendengar suara lise yang ceria di radio dan meliri jam dinding. Oh, Je me souviens... yang dipandu lise sudah dimulai. Siaran itu adalah salah satu siaran paling diminati dan setiap hari banya se ali surat pendengar yang masu e stas iun radio. Karena itulah acara itu disiar an dua ali sehari. Tara sendiri su a mendengar an siaran itu alau sempat. Suara lise yang ramah terdengar lagi. Surat pertama yang a an saya baca an hari in i adalah surat dari salah seorang pendengar ita yang bernama Monsieur Fujitatsu . Fujitatsu? Tara mengerut an ening. Nama asing, tapi herannya terdengar tida as ing. A u baru tiba di Paris hari itu, lise mulai membaca. Suaranya jelas dan ter endali l ise punya suara yang sedi it menghipnotis dan menghanyut an, jenis suara yang ma mpu mengaja pendengarnya i ut membayang an apa yang dicerita annya. Ini adalah unjungan u yang ese ian alinya e Paris. Biasanya setiap ali pesaw at u mendarat di bandara Charles de Gaulle, a u a an mela u an hal-hal yang suda h rutin ula u an. A u turun dari pesawat, mengurus imigrasi, dengan sabar menun ggu bagasi u muncul di ban berjalan, setelah itu langsung eluar dari bandara ta npa melihat iri- anan. Tapi hari itu berbeda. Keti a a u a an eluar dari bandara, a u melewati sebuah afe dan mencium aroma opi yang ena . Untu pertama alinya a u tergoda untu du du dan meni mati secang ir opi panas. A u tida tahu apa yang menari u, tetap i a u meya in an diri sendiri bahwa a u hanya lelah setelah berjam-jam dudu di pesawat yang sempit. Kafe itu memberi esan nyaman, dengan beberapa meja ecil dan ursi empu . A u me mesan caf crme1 dan eti a menunggu pesanan u itulah sesuatu terjadi. A u baru mengeluar an Blac berry- u dan mulai memeri sa jadwal erja selama di Pa ris eti a seseorang menyenggol oper u yang uleta an di lantai, di samping me ja. ?Maaf.? 1 Espresso dengan rim A u mendonga dan melihat seorang gadismuda sedang memperbai i posisi oper berod anya yang menyenggol oper u. Ia tersenyum se ilas untu meminta maaf. Sebelum a u sempat membalas senyumnya atau menyahut, ia sudah berbali dan berjalan menja uhi meja u sambil menari opernya. Kuperhati an ia berjalan e meja di de at je ndela aca besar yang menghadap e luar bandara. Dalam perjalanan sing at e mej a itu, opernya menyenggol dua ursi dan nyaris melindas a i salah seorang pela yan. Entah tida menyadari atau tida mau ambil pusing, gadis itu tetap berjalan sea an tida ada yang terjadi. Ia dudu dan menyilang an a i. Posisinya sedi it membela angi u. Tanpa meliri m enu yang ada di meja, ia memanggil pelayan dan memesan sesuatu. A u terlalu jauh untu mendengar apa yang di ata annya. Setelah itu ia menyandar an punggung e sandaran ursi dan memandang e luar jendela. Gadis itu... posisi dudu nya... aca jendela besar... sinar matahari menyinarinya .... A u terpesona melihat ombinasi semua itu. Dengan sinar matahari dari luar, soso gadis itu menjadi aga abur, gelap, dan memberi an esan misterius. A u bisa saja terus memandangi gadis itu alau saja a u tida menyadari bahwa a u su dah punya janji bertemu seseorang hari itu. Kupi ir a u tida a an bertemu gadis itu lagi, tapi a u mulai menyadari bahwa hid up penuh ejutan. A u bertemu lagi dengannya. Malam itu juga. Seperti yang u ata an tadi, a u puny a janji bertemu seorang teman di sebuah elab dan a u datang terlalu cepat. A u mengambil tempat dudu di bar yang aga ramai dan memesan minuman sambil menungg u. Kemudian seseorang menghampiri bar dan berseru, Hugo! A u minta tequila sunrise sa

tu lagi!? A u menoleh e arah suara lantang dan jernih itu dan aga ter ejut mendapati gadi s canti yang berdiri di sebelah u adalah gadis yang sama yang utemui di bandar a tadi sore. Ia bah an masih mema ai pa aian yang sama: turtlenec lengan panjan g berwarna biru tur ois dan celana panjang rem. Ia tida mengena an ja et. ?Hugo!? seru gadis itu lagi sambil mengang at gelas osong yang dipegangnya untu menari perhatian si bartender. Bartender ber epala bota yang dipanggil Hugo itu datang menghampiri. ?Hugo, tequila sunrise satu lagi,? ulang gadis itu sambil menggoyang-goyang an ge lasnya. Ia menyungging an senyum manis, sea an berusaha membuju si bartender me ngabul an permintaannya. Kelihatannya si bartender dan gadis itu sudah saling mengenal dengan bai arena Hugo mengang at sebelah alisnya dan menatapnya dengan tatapan curiga, lalu berta nya dengan nada menantang, Kau datang sendirian?? Si gadis menganggu tegas, lalu mengang at dagu. Memangnya enapa?? balasnya denga n nada menantang yang sama. ?Menurut u au sudah minum terlalu banya ,? ata Hugo pelan, mengalah sedi it. A u bisa dipecat alau au sampai mabu di sini.? Gadis itu menatap Hugo dengan mata disipit an, lalu tersenyum lebar. A u belum mab u , Teman,? bantahnya. Mendada ia menoleh e arah u dan ber ata, Monsieur, tolon g ata an padanya alau a u belum mabu .? A u mengamati gadis itu. Menurut u ia memang sedi it mabu , tapi ia masih bisa be rdiri tega , ucapannya masih jelas, dan pandangannya masih terfo us. A u berdeham dan ber ata pada Hugo, Sepertinya dia belum terlalu mabu .? Hugo menopang an edua tangan di meja bar dan menggeleng-geleng. Kalau dia sudah m emanggil u Hugo, artinya dia sudah harus pulang,? atanya tegas. A u memandang Hugo tida mengerti. Hugo menari napas, lalu ber ata dengan nada datar, Nama u bu an Hugo.? A u memanggilmu Hugo arena namamu sangat susah diucap an,? gadis itu membela dir i dan tertawa ecil. Tida berarti a u mabu .? Karena hari ini au datang sendirian, sebai nya au jangan mabu -mabu an,? ata H ugo lagi. Tida ada yang bisa mengantarmu pulang alau au mabu .? Gadis itu mengibas-ngibas an tangannya. Kau benar-benar menyebal an, Hugo,? gerutu nya, lalu menganggu . Tapi au benar. Minum sendirian memang tida menyenang an. A u pulang saja.? ?Mau upanggil an ta si?? a u menawar an. Biasanya a u bu an orang yang su a i ut campur urusan orang lain. Entah apa yang merasu i u wa tu itu. Dia menatap u. Dari raut wajahnya a u hampir ya in gadis itu a an mengucap an at a- ata seperti A u memang sedi it mabu , tapi a u tida tolol, Bung. Mana mung in a u membiar an diri u ditipu pria asing yang utemui di bar? Memanggil an ta si ? Yang benar saja!? Namun imajinasi u terlalu berlebihan, arena pada enyataannya gadis itu hanya te rsenyum, menggeleng pelan, dan ber ata, Terima asih, tapi tida perlu. A u bisa sendiri.? A u memandangi punggung gadis itu sampai ia menghilang di bali erumunan orang. A u ingin bertanya pada Hugo tentang gadis itu, tapi tida jadi. Kalau Hugo mema ng enal bai dengan gadis itu, ia pasti a an curiga alau a u bertanya macam-ma cam. Tapi harus ua ui, ada sesuatu dari gadis itu yang membuat u tertari . Ceritanya berhenti sampai di situ. Tara mendengar lise menghela napas dan ber ata dengan nada menyesal, Monsieur Fujitatsu, Anda membuat ami semua penasaran se a li. Anda tertari pada gadis itu, bu an? Apa ah Anda sedang mencarinya? Apa ah A nda bertemu dengannya lagi? Mung in ah itu cinta pada pandangan pertama? Ngomong-ngomong soal cinta pada padnangan pertama, a an saya putar an satu lagu u ntu Anda semua, terutama epada Anda, Monsieur Fujitatsu. Para pendengar, walau pun tida semua orang percaya pada cinta pada pandangan pertama, uharap Anda se mua meni mati lagu ini. Oh ya, Monsieur Fujitatsu, tolong abari ami lagi alau ada per embangan menari . Tara tersenyum sendiri. Monsieur Fujitatsu itu sepertinya tipe pria romantis. Ta ra baru a an berdiri dan memberes an cat u unya eti a gera annya terhenti.

Fujitatsu? Tara mengerjap-ngerjap an mata. Fujitatsu... Fuji-Tatsu... Fujisawa Tatsuya...? Tatsuya Fujisawa?! Tara mengerut an ening dan berpi ir. Mung in ah? Mung in saja. Sebastien pernah menyebut-nyebut soal tatsuya yang terpesona dengan gadis Prancis. Jangan-jangan la i-la i itu menuruti saran Sebastien dan mengirim an ceritanya e acara lise. Sebenarnya Tara masih sangat penasaran dengan la i-la i bernama Tatsuya Fujisawa itu. Sampai se arang ia belum berhasil menemu an jawaban atas rasa penasarannya yang dulu. Ia baru berma sud melupa an masalah itu sebelum ia sendiri menjadi g ila arena memi ir annya terus-menerus, namun ini bertambah satu hal lagi yang membuatnya penasaran. Tara ingin memasti an. Oh ya, ia punya janji ma an siang dengan Sebastien hari i ni. Ia bisa bertanya pada Sebastien. Tara menganggu -anggu dan berdiri dengan s usah payah arena a inya mulai esemutan. Tiba-tiba ia mendengar bunyi ponsel. Ia berjalan tertatih-tatih e amar tidurny a dan mengambil ponsel yang tergeleta di tempat tidur. Ia menatap layar ponsel dan tersenyum. All, Sebastien, atanya begitu ia menempel an ponsel e telinga. Ia mengempas an di rinya e tempat tidur dan memijat-mijat a inya. A u baru saja berpi ir a an mene leponmu. Tara, maaf, sela Sebastien di ujung sana. Hari ini a u tida bisa ma an siang denga nmu. Senyum Tara memudar dan ia mendesis esal. Ada apa? tanya Sebastien polos. Tida apa-apa. Ka i u esemutan, sahut Tara etus. Kenapa tida bisa ma an siang? K au ada encan dengan gadis yang baru au enal lima belas menit yang lalu? Sebastien ter e eh. Tida , ya, dan tida , jawabnya asal-asalan. Apa? Tida , itu bu an encan. Ya, a u a an menemui seorang wanita. Tida , dia bu an or ang yang baru utemui lima belas menit yang lalu, jelas Sebastien dengan nada ber canda. Tara mendesah esal. Sebastien... Bai lah, potong Sebastien. A u harus pergi e Nice untu menemui epala proye ami . Ada masalah yang harus segera ditangani. Ngomong-ngomong, epala proye ami i tu wanita dan a u sudah mengenalnya seja tiga tahun lalu. Kapan au embali? Mmm... belum pasti. Mung in beso , mung in lusa. Tergantung masalah yang harus di selesai an. A u a an meneleponmu begitu a u embali. O e? O e, sahut Tara, tida ada pilihan lain. Tiba-tiba ia teringat, Oh ya, Sebastien. Hm? Temanmu yang dari Jepang itu Tatsuya Fujisawa yang au enal an pada u se itar dua min ggu yang lalu... Mm, enapa? Kau pernah mengusul an mengirim an ceritanya e acara stasiun radio ami. Kau ing at? Sebastien terdiam sejena , berpi ir. Oh, benar. A u ingat. Lalu? Apa au tahu dia sudah mengirim annya atau belum? Atau au sudah tahu cerita leng apnya? Tida , a u tida tahu. Dia tida mau mencerita annya pada u. Katanya a u pasti a an menertawa annya. Tara tertawa ecil. Kau memang senang menertawa an orang. Kenapa tiba-tiba bertanya tentang dia? A u sedang mendengar an siaran lise tadi dan dia membaca an surat yang menari . A u hanya ingin memasti an itu cerita temanmu atau bu an. A u benar-benar penasara n. Bisa autanya an epadanya? A u tida eberatan bertanya padanya. Hanya saja orangnya sedang tida ada di sin i. Dia sudah pulang e To yo. Oh? Kapan? Mmm... sehari setelah ita bertemu dengannya, sahut Sebastien. Kita bertemu hari Ju mat, bu an? Beso nya dia langsung pulang e To yo.

Oh? Tapi dia a an embali. Dia pulang e To yo untu memberes an semua pe erjaannya s ebelum memfo us an perhatiannya untu proye ami ini. Dengar-dengar dia a an e mbali sebentar lagi. Dalam minggu-minggu ini, urasa, Sebastien menjelas an, lalu melanjut an dengan nada bergurau, au tenang saja. A an utanya an padanya begit u dia embali e sini. A u tahu au tida boleh dibiar an penasaran. Kalau tida , orang-orang di se itarmu bisa terlu a. Tara tersenyum. Telepon a u alau au sudah embali dari Nice. Semoga tida ada m asalah gawat di sana. Tara memati an ponsel dan menghela napas. Seja a tif seratus persen di perusaha an ayahnya, Sebastien terlalu sibu . Kadang- adang Tara merindu an masa lalu, sa at Sebastien masih mahasiswa arsite tur yang punya banya wa tu luang. Walaupun selalu di elilingi gadis-gadis dan gonta-ganti pacar, Sebastien juga selalu meny edia an wa tu untu Tara, selalu ada alau Tara membutuh annya, selalu siap mene mani dan menghiburnya. Tara tahu benar si ap Sebastien terhadapnya sama dengan t erhadap gadis-gadis lain, tapi hal itu tida mencegahnya menyu ai la i-la i itu. Tara berpi ir-pi ir. Ia sedang tida ingin ma an siang sendiri hari ini, tapi Se bastien tida bisa menemaninya. Siapa lagi ya? Ah, benar juga. Papa! serunya pelan. Ia memencet nomor telepon ayahnya dan menempe l an ponsel e telinga. All, Papa? atanya begitu hubungan tersambung. Ada wa tu se arang?... Bisa ma an sia ng bersama?... Kenapa?... Papa sedang bersama siapa? Dengan wanita yang mana? Ma sih sama dengan yang minggu lalu atau sudah yang baru?... Astaga! Papa, berhenti lah bermain-main... Tida , tida usah. Mm... Sampai etemu ma an malam nanti. Da ah. Tara memutus an hubungan dan mendeca an lidah. Kenapa ia di elilingi pria mata eranjang? Papa sama saja dengan Sebastien. Itulah salah satu sebab Mama bercera i dari Papa. Tara a ui, ayahnya memang bu an suami yang bai , tapi ia ayah yang bai . Ayah paling bai sedunia. Tara juga ya in, di antara semua wanita yang ada di bumi, dirinyalah yang paling berharga bagi ayahnya. Tara mendeca an lidah se ali lagi. Masa a u harus ma an sendiri? tanyanya pada di ri sendiri. Ia memberengut, lalu mendesah berlebihan, dan menggerutu, Apa boleh b uat? * * * Karena satu jam lagi ia harus siaran, Tara memilih ma an siang di brasserie2 yan g paling de at e stasiun radio, sehingga ia tida perlu buru-buru mengejar wa t u siaran. Ia memilih meja osong di pojo dan memandang ber eliling mencari pela yan. Ia mengang at sebelah tangan e arah pelayan yang sedang berjalan e meja d e at pintu. Ternyata si pelayan sedang mengantar an pesanan la i-la i berambut h itam yang menempati meja di sana. Tara mengerjap an mata. Sepertinya ia pernah m elihat orang itu. Karena sibu mengamati si la i-la i berambut hitam, Tara tida menyadari pelayan lain menghampiri mejanya dan menanya an pesanan. Tiba-tiba Tara ingat. Tatsuya Fujisawa! La i-la i itu Tatsuya Fujisawa! Ia melom pat berdiri dan nyaris menabra pelayan yang berdiri di de atnya. Maaf, ata Tara buru-buru setelah si pelayan mundur selang ah arena ter ejut. Saya ingin menyapa teman saya dulu di sana. Pelayan itu menganggu acuh ta acuh dan pergi. Tara segera menghampiri meja Tat suya. Permisi, atanya aga ragu. La i-la i itu mengang at wajah dan menatapnya dengan bingung. Ya? 2 mirip afe, menyedia an ma anan sederhana dan cepat saji. Senjata utama untu menghadapi orang-orang adalah senyum yang manis dan sopan. K arena itulah Tara memasang uda- uda -nya dengan menyungging an senyum ramah. Tatsuy a Fujisawa, bu an? tanyanya. Benar, saya sendiri, jawab Tatsuya. Raut wajahnya masih tida menunju an e spresi apa pun. Masih ingat pada u? tanya Tara hati-hati, ta ut la i-la i itu tida mengenalinya. Kalau itu sampai terjadi ia berharap ia punya rencana cadangan. A u Tara Dupont,

teman Sebastien Giraudeau. Kita pernah bertemu se itar dua minggu yang lalu. Tatsuya masih terlihat bingung sesaat, lalu wajahnya berubah cerah. Oh, benar, Ta ra, atanya sambil tersenyum lebar. Apa abar? Tara lega la i-la i itu masih mengingatnya. Ia menjabat tangan Tatsuya yang teru lur. Kali ini ia menyadari jabatan tangan Tatsuya tegas, sama seperti Sebastien. Tara su a itu. Ia juga baru menyadari la i-la i itu punya lesung pipi yang memb uat senyumannya terlihat hangat dan bersahabat. Ma an siang sendirian? Atau sedang menunggu seseorang? tanya Tara setelah menari embali tangannya. Tatsuya menggeleng. Tida , a u memang sendirian. Bagaimana denganmu? Tara menyungging an senyum termanisnya. A u juga sendirian. Kalau begitu, sila an bergabung saja dengan u, Tatsuya menawar an sambil menunju ursi di hadapannya. Terima asih, sahut Tara dan menerima aja annya dengan senang hati arena itulah y ang ia harap an. Ia sedang benar-benar tida ingin ma an sendirian. A u baru saja datang eti a melihatmu. Jadi uputus an untu menyapamu arena sewa tu pertama ali bertemu ita belum sempat bicara banya . Tida apa-apa, ata Tatsuya. Ia mengang at sebelah tangan untu memanggil pelayan. Seorang pelayan datang menghampiri meja mere a. Tara menyebut an pesanannya dan pelayan itu pun berlalu. Kata Sebastien au sudah pulang e To yo, ata Tara sambil merapi an rambut pende nya dengan sebelah tangan. Gera an yang sudah menjadi ebiasaannya bila berhadap an dengan la i-la i yang menari baginya. Tatsuya menganggu . Memang benar, tapi emarin a u embali lagi e sini. A u pula ng e To yo hanya untu mengurus pe erjaan u yang tertinggal, jelasnya. Ngomong-ngomong, ada yang ingin utanya an, ata Tara eti a teringat surat yang d ibaca an lise saat siaran tadi. Apa ah au menulis surat e stasiun radio ami? Tatsuya mengang at alisnya. Kalian sudah menerimanya? Tara tertawa. Sudah uduga! Fujitatsu itu au? Tatsuya tersenyum malu dan ber ata, A u tida pandai bercerita, tapi Sebastien be rhasil membuju u. Cerita yang onyol, bu an? Tara cepat-cepat menggeleng. Tida , ceritamu bagus. Teman u malah sudah membaca a n-nya saat siaran hari ini. A u penasaran se ali arena nama Fujitatsu edengara nnya tida asing. Kalau tida salah, au sendiri juga penyiar, bu an? Benar, sahut Tara ringan. Kau meni mati pe erjaanmu? Tara menganggu tegas, lalu tersenyum. Kata Sebastien, menjadi penyiar radio mema ng coco untu u arena a u ini cerewet se ali. Sepertinya Sebastien memang benar, ujar Tatsuya. Lalu bagaimana? Bagaimana apa? Saat itu pelayan datang mengantar an pesanan Tara. Tara mengucap an terima asih dan setelah pelayan itu pergi, ia embali menatap la i-la i di hadapannya. Kau i ngin mencari gadis itu? tanya Tara langsung. Tatsuya tertawa. Tida . Tida ? Tara mengerut an ening. Itu bu an jawaban yang diharap annya. Tida . Kenapa? Kenapa harus? Lalu apa rencanamu? Tida ada rencana apa-apa. Aneh. Tida aneh. Tara menatap Tatsuya dengan mata disipit an. Tatsuya balas menatapnya sambil ter senyum. La i-la i itu punya senyum yang menular. Begitu melihat senyumnya, Tara tida bisa menahan diri untu tida tertawa. Biar an a u bertanya satu hal, ata Tara sambil mengang at jari telunju nya. Rupanya au penasaran se ali dengan cerita u, ata Tatsuya sambil menundu dan men

yantap ma anannya. A u memang mudah penasaran. Itu salah satu elemahan u, ujar Tara riang, sea an ia sendiri tida menganggap hal itu suatu elemahan. Kata Sebastien a u bisa berbah aya bagi umum alau a u sedang penasaran. A u ya in Sebastien benar. Asal au tahu saja, au benar-benar membuat u penasaran. Ma a dari itu, jawab saj a pertanyaan u. Setelah itu a u tida a an bertanya-tanya lagi, Tara berjanji dan memasang wajah bersungguh-sungguh, walaupun ia sendiri tahu ia ta an bisa berh enti bertanya. Tatsuya menatapnya sejena , lalu menyerah. Bai lah. Tanya saja. Tara menumpu an edua si u di meja dan mencondong an tubuh e depan. Kau ingin be rtemu gadis itu lagi? Tatsuya mengang at alisnya, berpi ir-pi ir, lalu menundu dan embali menyantap ma anannya. Tentu saja. Tapi au tida mau mencarinya? desa Tara. Tatsuya tersenyum. Tadi au bilang hanya a an menanya an satu pertanyaan. Tara mengembus an napas dengan eras. Bai lah, sepertinya ia sungguh-sungguh har us mene an rasa penasarannya. Sebagai gantinya mere a mengobrol tentang hal lain sepanjang ma an siang dan Tara merasa Tatsuya Fujisawa adalah teman mengobrol y ang menyenang an. Mengobrol dengannya serasa mengobrol dengan teman lama. Mere a tida pernah ehabisan bahan obrolan. Mes ipun begitu, tetap saja Tara tida bi sa menghilang an perasaan mengganggu bahwa ada sesuatu pada Tatsuya yang membuat nya bingung. Ada rencana husus a hir pe an ini? tanya Tara setelah mere a membayar ma anan dan eluar dari brasserie. Tara ngotot membayar ma anannya sendiri sementara Tatsuy a bersi eras mentra tirnya. Setelah melalui adu mulut yang cu up seru, Tatsuya m engalah. A u berencana a an ber eliling ota. A u sudah ber ali- ali datang e Paris, tapi sama se ali belum sempat melihat-lihat, jelas Tatsuya, lalu ia menoleh e arah T ara. Kau mau menjadi pemandu u? Tara tersenyum. Tida masalah. Ia sama se ali tida eberatan menemani Tatsuya. Ia merasa nyaman dan senang bersama la i-la i itu. Ditambah lagi, Tara sangat pena saran dengan Tatsuya. Ia ingin tahu lebih banya , ingin mencari jawaban atas per tanyaan-pertanyaan yang mengganggunya seja mere a bertemu pertama ali. Kalau begitu, beso jam sepuluh pagi ita bertemu di sini, ata Tatsuya. O e, jawab Tara tanpa berpi ir. Oh, aja Sebastien juga, tambah Tatsuya. Tapi Sebastien sedang ada di Nice. A u tida tahu apan dia a an pulang, sahut Tar a. Tatsuya berpi ir-pi ir, lalu mengang at bahu. Ya sudah. Tida apa-apa. Jadi, samp ai etemu beso jam sepuluh. O e. Tatsuya melambai dan berjalan pergi. Tara menatap epergiannya sesaat, lalu meng erjap-ngerjap an mata. Tadi dia bilang jam berapa? gumamnya pada diri sendiri, lalu terbelala . Jam sepulu h? Pagi? Beso ? Beso itu hari apa? Minggu? Benar, Minggu. Astaga! Kenapa a u se tuju bertemu jam sepuluh pagi? Ah, acau! Ia menggaru epalanya yang tida gatal, mengerang esal, mengenta an a i, lal u membali an tubuh dan berjalan pergi. Tiga BUNYI apa itu? Tara mengerang pelan dan menari selimut menutupi epala, tapi samar-samar masih terdengar bunyi berisi seperti sirene yang meraung-raung. Awalnya ia memilih m engabai an bunyi itu, tetapi lama- elamaan ia merasa terganggu juga. Dengan mata yang masih terpejam ia mengulur an tangan e meja ecil di samping tempat tidur dan mulai meraba-raba. Pertama-tama ia meraih ponselnya. Ahhh... lo? gumamnya dengan ening ber erut dan mata tetap terpejam. Bunyi itu masih terdengar. Oh, ia lupa.... All? gumamnya se ali lagi setelah mene an tombol Jawab . Bunyi itu masih tetap terdengar. Tara mendeca an lidah dan menjatuh an ponselny

a e lantai. Setelah itu ia mengulur an tangan se ali lagi dan meraba-raba. Tang annya menemu an sebuah be er ecil. Ternyata benda itu yang berbunyi nyaring dan bergetar dengan hebatnya sampai hampir meloncat dari genggamannya. Ia memati an alarm be er dan damailah dunia. Karena malas mengembali an be er e meja, ia me lempar an benda itu e lantai. Semua itu dila u annya tanpa se ali pun membu a m ata. Se arang ia embali mering u dengan nyaman di bali selimut. * * * Bunyi apa lagi itu? Tara meraih bantal dan menutup epalanya, berharap bunyi itu segera berhenti. Ta pi ternyata bunyi itu sanggup menembus bantal dan sampai di telinganya. Ia melem par bantal e samping, menendang selimut dan mengerang esal. Demi Tuhan! Hari ini hari Minggu! Kenapa tida ada edamaian sedi it pun? Ia mendeca an lidah dan menjulur an tangan e meja di samping tempat tidur. Ia meraba-raba, tetapi tida ada apa-apa di sana. Walaupun masih setengah sadar, ia teringat barang-barang yang tadinya ada di meja ini tergeleta di lantai. Ia b ersusah payah membu a mata yang sea an dire at dengan lem super uat dan mencondo ng an tubuh e tepi tempat tidur, berusaha meraih ponselnya yang berbunyi nyarin g. Ia masih tida sudi bangun dari tempat tidur, arenanya ia aga esulitan men ggapai ponselnya. A hirnya setelah memanjang-manjang an badan dan tangan, ia ber hasil menggapai benda berisi itu. Masih dengan posisi setengah tergantung di ujung tempat tidur, Tara menempel an ponsel e telinga. Ahhhlo? atanya dengan suara sera . Ma chrie, au masih tidur? Suara ayahnya yang secerah matahari terdengar di ujung s ana. Papa? tanya Tara sambil mengerut an ening. Kenapa Papa telepon pagi buta begini? P apa an tahu alau a u Wuaaa! Apa itu? Kau jatuh, ma chrie? tanya ayahnya aget. Tara cepat-cepat meraih ponselnya yang terlepas dari tangannya eti a ia jatuh d ari tempat tidur. Tida . A u tida apa-apa, atanya pende , lalu berdeham. Kantu n ya langsung hilang begitu epalanya membentur arpet di lantai. Ia dudu bersila di lantai dan bertanya se ali lagi, Kenapa Papa menelepon pagi buta begini? Oh, sebenarnya Papa tahu ebiasaan buru mu yang tida mau bangun dari tempat tidu r sebelum jam dua belas siang di hari Minggu, tapi Papa butuh bantuanmu, jelas ay ahnya dengan nada resmi, sea an henda mengata an alau Tara a an mela u an tuga s mulia bagi negara. Mobil Papa rusa , sedang an Papa ada janji penting jam seten gah sebelas nanti. Antar an Papa, ya? Tara tersenta dan mengerjap-ngerjap an mata. Jam 10.30? Bu an ah ia sendiri pun ya janji dengan Tatsuya jam 10.00? Se arang jam berapa? Tara mencari-cari be er yang tadi dilemparnya e lantai. Ke mana jam itu se aran g? Papa! Se arang jam berapa? serunya. Tida perlu teria -teria . Papa belum tuli, gerutu ayahnya. Se arang jam... setenga h sepuluh. Astaga! A u terlambat! Tara meloncat berdiri dan berlari e lemari pa aiannya. All? Ayahnya aga heran mendengar bunyi gaduh eti a Tara tersandung arpet dan nya ris jatuh untu edua alinya. Papa, a u juga punya janji jam sepuluh, potong Tara cepat sambil mengobra -abri i si lemari. Papa nai Mtro saja, ya? Sebenarnya ia tahu ayahnya tida pernah su a nai Mtro, bus, ereta api, atau tra nsportasi umum apa pun, ecuali pesawat terbang. Kata ayahnya, ia tida su a ber desa -desa an dengan orang lain. Kau mau e mana? ayahnya balas bertanya. Tara memberitahu ayahnya. Tida masalah. Papa memang mau e daerah di de at situ, ata ayahnya setelah berpi ir sejena . Jemput Papa di rumah, ya? Oh ya, ma chrie, jangan pernah menyaran an agar Papa nai Mtro lagi. * * * Tatsuya meliri jam tangannya, lalu memandang e luar jendela, memerhati an oran g-orang yang berlalu lalang. Ia menempati meja di samping jendela sehingga bisa melihat jalanan di luar sana dengan jelas. Gadis itu sudah terlambat tujuh belas menit. Sayang se ali ia tida meminta nomo

r telepon Tara emarin. Kalau tida , ia bisa menelepon gadis itu dan bertanya ap a ah ia a an datang. Mung in saja gadis itu tiba-tiba berhalangan arena ada uru san penting tetapi tida bisa menghubunginya. Kalau memang begitu, berarti sia-s ia ia menunggu selama ini. Bai lah, ia a an menunggu sebentar lagi. Kalau sampai jam 10.30 Tara Dupont belu m datang, ia a an membatal an semua rencana ini. Mengheran an se ali. Sebelum ini Tatsuya sama se ali tida berniat mengenal ota Paris lebih jauh. Ia cu up sering datang e Paris untu urusan erja, tapi bias anya ia a an sibu sepanjang hari dan tida punya wa tu luang untu melihat-liha t. Apalagi seja ematian ibunya dan ia jadi tahu rahasia itu. Baginya Paris seperti mimpi buru . Ia benci Paris, namun ia juga tahu mimpi buru itu harus dihadapi cepat atau lambat. Sudah cu up lama ia melari an diri. Se a rang wa tunya ia memberani an diri dan menghadapi enyataan. Dan ia bisa mulai d engan ber enalan dengan ota Paris. Tatsuya menyesap opinya dan embali membaca bu u panduan ota Paris yang baru d ibelinya. Sese ali ia memandang e luar jendela sambil melamun. Tiba-tiba matany a terpa u pada orang berja et hitam yang berjalan lewat tepat di depan jendela b rasserie. Ia ter esiap dan se ujur tubuhnya langsung menegang. Ia hampir tida p ercaya pada apa yang dilihatnya. Orang itu! Dia... Tida salah lagi.... Orang itu berhenti di pinggir jalan di antara se elompo pejalan a i, membela a ngi Tatsuya. Ia sedang menunggu lampu lalu lintas berubah warna sehingga bisa me nyeberang jalan. Ta lama emudian lampu tanda boleh menyeberang menyala. Orang itu pun menyeberang tanpa tergesa-gesa. Pandangan Tatsuya ta pernah lepas dari orang itu sampai soso nya hilang ditelan erumunan orang dis eberang jalan. Setelah orang itu lenyap dari pandangan, Tat suya baru menyadari seja tadi ia menahan napas. Tangannya ter epal di atas meja . Jantungnya berdebar encang. Selama ini ia terus mencari orang itu dan a hirny a hari ini ia melihatnya. Seharusnya tadi ia langsung mengejar orang itu dan... Dan apa? Memangnya apa yang a an dila u annya alau berhasil mengejarnya? Memang nya apa yang bisa ia ata an pada orang itu? Ia tida tahu. Belum tahu. Maaf, a u terlambat. Tatsuya mengang at wajah dan melihat Tara berdiri di samping meja dengan wajah m emerah dan napas terengah-engah. I al-i al pende rambutnya aga beranta an a ib at angin, namun sama se ali tida mengacau an penampilannya. Sudah lama? tanya gadis itu lagi sambil tersenyum lebar. Ia cepat-cepat merapi an rambutnya dan menjatuh an diri di ursi di depan Tatsuya. Tatsuya mema sa an seulas senyum. Kejadian tadi membuatnya aga terguncang dan i a masih belum pulih. Lumayan lama, sahutnya, berusaha eras bersi ap tenang. Maaf an a u, ata gadis itu se ali lagi. Raut wajahnya sungguh-sungguh. Sebenarnya a u sudah memasang be er, tapi ternyata tida berguna. A hirnya a u bangun esia ngan dan harus pergi menjemput ayah u dulu arena mobilnya rusa , lalu... Tara terus berbicara, tapi Tatsuya nyaris tida mendengar an apa yang di ata ann ya arena bayangan orang tadi masih memenuhi ota nya. Orang itulah yang membuat Paris menjadi ota yang begitu menya it an baginya. Or ang itulah penyebab utamanya membenci Paris. Tida bisa, ia tida bisa begitu terus. Melihat orang itu saja sudah membuatnya ebingungan. Bagaimana alau nantinya ia harus berhadapan langsung dengan orang itu dan bicara dengannya? Tatsuya? Tatsuya menoleh e arah Tara. Gadis itu sedang mengamatinya dengan tatapan heran . Kau sa it? Wajahmu elihatan pucat, ata Tara prihatin. A u tida apa-apa, sahut Tatsuya, lalu beranja dari ursi. A u e bela ang sebenta r. Oh, o e, gumam Tara, masih aga bingung. Bagaimana tida bingung alau dari tadi i a terus berceloteh tetapi tida ditanggapi? Di toilet, Tatsuya segera menghampiri wastafel dan membasuh wajahnya. Kendali an dirimu, atanya pada bayangan di cermin. Ia menundu an epala dengan

edua tangan bertumpu pada pinggiran wastafel. Ia menari napas dan mengembus a nnya dengan perlahan. Kendali an dirimu. Setelah debar jantungnya embali normal, ia mengang at wajah dan menatap bayanga nnya se ali lagi. Ia menganggu samar, lalu meraih serbet untu mengering an waj ah. Ia eluar dari toilet dan berjalan embali e mejanya, namun lang ahnya tiba-tib a terhenti. Matanya terarah pada Tara yang dudu menunggu di sana. Gadis itu tid a menyadari edatangannya arena posisi dudu yang sedi it miring dan memunggun ginya. Gadis itu sedang dudu bersandar dengan a i disilang an dan memandang e luar jendela. Gadis itu... posisi dudu nya... aca jendela besar... sinar matahari menyinariny a... Benar-benar aneh tapi menyenang an melihat gadis ini dudu di sana dan melihat e lu ar jendela. Posisi dudu nya se arang mengingat an Tatsuya pada saat pertama ali ia bertemu dengan gadis itu di bandara Charles de Gaulle. Gadis yang membuatnya merasa tertari .... * * * Tara menoleh eti a merasa an edatangan Tatsuya. Maaf, perut u sedang bermasalah, ata la i-la i itu sambil memegangi perut dengan sebelah tangan. Se arang sudah bai an? tanya Tara. Kalau Tatsuya sa it perut, berarti mere a tida jadi jalan-jalan, dan itu artinya sia-sia saja ia bangun pagi. Tatsuya menganggu . Tara menumpu an edua si u di atas meja. Jadi, se arang ita mau e mana? Tatsuya berpi ir sejena . Sudah lama a u ingin melihat-lihat museum yang ada di s ini. Museum apa yang menari ? Museum? Tara mengerjap-ngerjap an mata. Sudah berapa ali la i-la i ini memberi an jawaban yang sama se ali tida diduganya? Tatsuya Fujisawa benar-benar orang ya ng sulit diteba . Tara jarang se ali e museum. Boleh dibilang hampir tida pernah. Selama ia ting gal di Ja arta juga ia tida pernah menginja an a inya di Museum Nasional. Sel ama di Paris satu-satunya museum yang pernah di unjunginya cuma Louvre. Itu juga cuma satu ali dan itu arena pa saan teman-temannya. Tapi ayahnya yang senang mengunjungi museum dan meni mati seni. Ia berusaha mengingat-ingat, Ada Louvre, M use Rodin, Muse d?Orsay... eh, dan lain-lain. Mau e mana dulu? Tatsuya membu a-bu a bu u panduannya, lalu ber ata, Hari ini a u ingin mulai deng an Muse Rodin. Tapi yang paling ter enal itu Louvre, ata Tara. Ia heran Tatsuya tida memilih mu seum yang jelas-jelas merupa an pilihan nomor satu bagi ebanya an orang. Kau ya in tida mau memulai dari sana? Ada lu isan Mona Lisa dan... eh, sebagainya. Seba i nya ia tida bicara banya alau tida tahu apa-apa soal seni. Tatsuya menutup bu u panduannya dan tersenyum lebar. A u punya banya wa tu. Kita punya banya wa tu. Memang banya tempat yang ingin u unjungi dan hari ini a u ingin melihat arya Rodin. Ayo. Empat GADIS itu elihatan bosan. Tatsuya meliri Tara yang sedang memandangi sebuah patung arya Rodin tanpa e sp resi. Mere a sudah berada di museum itu selama lebih dari dua jam dan walaupun j elas-jelas tida tertari pada seni patung, gadis itu cu up sabar menemaninya. T ida mengeluh sedi it pun. Tatsuya memutus an tida memperpanjang penderitaan Ta ra dan mengaja nya ma an siang di afe yang ada di taman museum. Ma anan yang di saji an sederhana saja, tapi suasananya menyenang an. Bosan? tanya Tatsuya sementara mere a menunggu pesanan diantar an. Tara tersenyum dan melipat edua lengannya di meja. Mm, sedi it, jawabnya jujur, l alu mengang at bahu. Tapi a u sudah terbiasa. Sebastien sering mengaja u alau a da pameran arsite tur, sedang an a u buta soal arsite tur. Tatsuya tertawa ecil. Kalau begitu, setelah ma an siang, ita e tempat lain yan g lebih menari . Bagaimana? Ada saran? Bagaimana alau e Jardin du Luxembourg? tanya Tara, lalu berpi ir lagi. Atau au m au belanja? Kita bisa e Boulevard Saint-Germain atau rue de Grenelle. Tida , la

i-la i tida su a berbelanja.... Ah, benar! A u harus menunju an tempat esu a an u! Sudah pernah melihat ota Paris dari etinggian? Tatsuya menggeleng. Ia baru menyadari ia senang mendengar celotehan gadis itu. I a su a mendengar an suara Tara. Seolah memahami perasaan Tatsuya, Tara terus ber celoteh panjang-lebar. Sebastien dan a u su a se ali melihat pemandangan ota Paris dari punca Arc de T riomphe, atanya dengan mata berbinar-binar. Benar-benar mena jub an! Banya orang lebih su a melihat ota Paris dari punca Eiffel, tapi menurut u pemandangan da ri punca Arc de Triomphe adalah yang terbai . Bisa membuatmu sulit bernapas. A u paling su a berada di tempat yang tinggi, arena a u a an merasa... mm, bagai mana mengata annya, ya? Rasanya begitu jauh dari peradaban. Kau mengerti ma sud u? Rasanya seperti meninggal an beban di tanah dan ita melayang bebas. A u dan Sebastien su a e sana alau sedang stres. A u jamin, setengah jam di sana peras aanmu langsung jauh lebih bai . Kita a an e sana malam nanti arena pemandangan malam ota Paris lebih indah. Tar a terdiam sejena untu menari napas, lalu bertanya, Kau sungguh-sungguh belum p ernah melihat-lihat ota Paris? Matanya yang besar menatap Tatsuya dengan pandang an bertanya. Begitulah. Tatsuya berusaha menahan senyum. Gadis itu sanggup bercerita terus ala u memang diperlu an. Gadis yang menari . Aneh... Sudah berapa ali au datang e Paris? tanya Tara. Tatsuya mendonga dan berpi ir-pi ir. Wah, a u tida ingat. Tara mengang at bahu. Aneh se ali alau datang e Paris dan tida ber eliling. Ka u selalu datang untu urusan erja? Tatsuya ragu sejena . Tida juga, jawabnya pelan. Lalu au datang untu apa? Tida mung in untu berlibur arena au bilang au bah an tida ber eliling dan melihat-lihat ota. Tatsuya menundu dan bergumam, Mencari seseorang. Apa? tanya Tara dan mencondong an tubuh e depan arena tida mendengar dengan jel as. Tatsuya mengang at wajah dan mengulangi, A u e sini untu mencari seseorang. Siapa? Pertanyaan yang wajar, tapi Tatsuya tida ingin menjawab. Ia masih belum ya in m au mencerita annya pada orang lain. Untung saja saat itu ma anan pesanan mere a datang sehingga Tatsuya tida perlu langsung menjawab. Kau mencari siapa? tanya Tara se ali lagi setelah pelayan pergi. Gadis itu benar-benar tida mau melepas annya. Jawaban apa yang bisa diberi an? Ceritanya panjang, Tatsuya mengela , tida langsung menjawab pertanyaan Tara tadi. Lain ali saja ucerita an. Gadis itu tida mendesa nya lagi. Tara memang su a berceloteh panjang lebar, tet api ia tida su a mema sa, mes ipun sebenarnya dia penasaran. Setelah selesai ma an, Tara membawanya ber eliling ota, dengan penuh semangat m enunju an tempat-tempat menari , seperti pemandu wisata berpengalaman. Tatsuya menyadari Tara gadis yang e spresif. Ia tida hanya bercerita dengan ata- atany a, tapi juga dengan mata dan gera an tubuhnya. Mung in arena cuaca hari ini cerah, mung in arena angin juga tida bertiup ter lalu encang, atau mung in juga arena ia mendapat teman seperjalanan yang menye nang an, Tatsuya merasa santai hari itu. Gembira dan santai. Sudah lama se ali i a tida mengalami perasaan seperti ini. Kapan tera hir alinya ia merasa gembira ? Pasti sebelum ibunya meninggal dunia. Dan sudah pasti sebelum ia tahu rahasia itu. Ia merasa lengannya disi u pelan. Ia menoleh dan melihat Tara sedang menatapnya dengan alis ber erut. Apa yang sedang aupi ir an? tanya gadis itu sambil tersenyum. Kerutan di dahinya menghilang. Tida ada, Tatsuya berbohong. Tara mendengus pelan, masih tetap tersenyum. Bohong, gumamnya dengan nada riang. Ka u tahu, Sebastien juga sering begitu. Sering bagaimana? Tara mendonga . Senyumnya masih menghiasi bibirnya. Sepertinya memi ir an Sebast

ien saja ia bisa tersenyum. A u selalu tahu alau Sebastien sedang banya pi iran , ataya. Tatsuya mendengar nada bangga dalam suara gadis itu. Alisnya a an ber er ut dan dia lebih banya diam. Kalau ditanya apa yang sedang dipi ir annya, dia h anya a an menjawab tida apa-apa? dengan nada berat. Tara menoleh mamandangnya dan senyumnya melebar. Sama seperti yang aula u an tadi. Tatsuya mengang at alisnya dan i ut tersenyum. Gaids itu punya senyum yang menul ar. Taman yang indah, omentar Tatsuya mengalih an pembicaraan. Mere a sedang berjalan-jalan di Jardin du Luxembourg. Tatsuya memandang ber elil ing. Banya juga orang-orang yang meni mati jalan-jalan sore di taman ini sepert i mere a. Tara menggumam dan menganggu . A u dan Sebastien su a e sini. Kadang- adang ala u ami berdua punya wa tu senggang, ami a an dudu -dudu dan mengobrol tanpa tu juan. Tatsuya memandang gadis itu dengan bimbang. Ah! Itu ada bang u osong, seru Tara tiba-tiba. Ayo, ita dudu di sana. Tatsuya membiar an dirinya ditari e arah bang u osong tida jauh dari sana. T ara menyandar an tubuhnya, mendonga , memejam an mata, menghirup udara dalam-dal am, dan mengembus annya. Hari yang indah se ali, atanya pada dirinya sendiri, lalu menyi u lengan Tatsuya pelan. Lihat, daun-daun sudah mulai berwarna co elat. Bagus se ali, bu an? Tatsuya memandang gadis itu sambil tersenyum samar. Kami Sebastien dan a u, ma sud u su a se ali musim gugur, desah Tara. Ia menoleh menat ap Tatsuya. Kau tahu bagian yang paling menyenang an? Tatsuya menggeleng, masih tetap memandangi gadis itu. A u paling su a merasa an angin musim gugur di wajah u. Membuat ujung hidung dan edua pipi u terasa dingin, ata Tara sambil tertawa. Ia menyentuh ujung hidung d an pipinya untu menegas an ata- atanya. Tatsuya menimbang-nimbang sesaat, lalu ber ata, Ada yang ingin utanya an. Gadis yang dudu di sampingnya itu menoleh. Apa itu? Tatsuya ragu sejena , lalu memutus an untu bertanya. Apa ah au dan Sebastien... ? Tara mengang at alisnya, menunggunya melanjut an. Kau tahu ma sud u, Tatsuya menerus an dengan enggan. Apa ah au dan Sebastien... pa caran? Tara mengerjap-ngerjap an matanya, lalu tertawa terbaha -baha . Oh, astaga! Tida , jawabnya eti a tawanya mereda. Tida , ami tida pacaran. Kenapa bertanya seper ti itu? Tatsuya mengang at bahu. Kau selalu menyebut-nyebut namanya. Sebastien juga serin g membicara an dirimu. Tara menatapnya lurus-lurus. Matanya berbinar-binar. Sebastien sering membicara a n a u? tanyanya perlahan. Tatsuya membalas tatapannya. Bai lah, seharusnya ia tadi tida mengata an hal it u. Se arang ia merasa tida ingin menjawab, tapi... Ya. Tara tersenyum senang dan menundu memandangi a inya. Saat itu juga Tatsuya tah u. Gadis itu menyu ai Sebastien. Kau menyu ainya? Kenapa mulutnya bergera sendiri? Tatsuya menyesali ata- ata yang terlontar dar i mulutnya. Bagaimanapun itu bu an urusannya. Tara berpi ir sejena . Dia teman yang bai , jawabnya diplomatis. Ia menoleh menata p Tatsuya dan tersenyum lagi. Tiba-tiba ia ber ata, Hei, a u baru sadar warna mat au abu-abu. Sama seperti a u. Kau lihat? Mata u juga abu-abu. Tatsuya menatap mata elabu gadis yang dudu di sampingnya itu dan tersenyum. Ma ta elabu yang bersinar ramah, hangat, dan e spresif. Mata yang dengan mudah men cermin an apa yang sedang dirasa an pemili nya. Mata yang bisa dipercaya. Lensa onta , bu an? A u tahu lensa onta berwarna sangat digandrungi ana -ana muda di Jepang, tambah Tara aga bangga arena merasa punya sedi it pengetahuan t entang tren ana muda di Jepang, entah itu benar atau tida . Tatsuya tida langsung menyadari bahwa Tara masih membicara an tentang warna mat anya yang tida biasa bagi orang Asia. A hirnya ia balas bertanya, Kau sendiri me

ma ai lensa onta ? Tara teringat warna matanya sendiri. Ena saja, protesnya. Ini warna asli mata u. Ah, benar, ata Tatsuya sambil menengadah. Sebastien pernah bilang ayahmu orang Pra ncis. Ya. Ibu u orang Indonesia. Selain warna mata u, a u memang lebih mirip ibu u. Oh, Indonesia? Kenapa? A u punya enalan yang bisa berbahasa Indonesia di To yo. Oh ya? Tatsuya tertawa ecil. Dia tetangga u. Apartemennya tepat di sebelah apartemen u. Gadis manis yang pendiam, tapi bisa berubah segala singa alau perlu. Kadangadang dia su a mengomel dalam bahasa Indonesia. Kau mengerti apa yang di ata annya? Tatsuya mengang at bahu. Hanya beberapa ata. A u su a bertanya apa yang diomel a nnya. Tara menganggu -anggu . A u jadi ingin belajar bahasa Jepang. Kau ingin belajar bahasa Jepang? Tatsuya mengulangi ucapan Tara. Kenapa? Tida enapa- enapa. A u memang su a belajar bahasa asing, sahutnya sambil mengang at bahu. Kalau tida salah, dalam bahasa Jepang au harus menambah an ata san p ada nama orang, bu an? Tatsunay menganggu . Kalau au sudah mengenalnya dengan bai , au boleh mema ai ata chan. Tatsuya-san? Atau Fujisawa-san? tanya Tara tida pasti. Dua-duanya boleh, Tara-chan. Hei, au tahu, a u su a caramu menyebut nama u, ata Tara dengan wajah berseri-ser i. Sebastien tida pernah menyebut nama u dengan benar. Tatsuya merasa senang. Ia punya satu elebihan dibanding an Sebastien. Nah, pi iran apa itu? Kenapa se arang ia membanding-banding an diri dengan Sebas tien? Tatsuya menghapus pi iran itu dari bena nya. Tiba-tiba ponsel gadis itu berbunyi. All? ata Tara setelah menempel an ponsel e telinga. Tatsuya bisa melihat perubaha n e spresinya. Matanya ber ilat- ilat dan senyumnya melebar. Telepon dari Sebastien, pi ir Tatsuya tanpa bisa dicegah. Sebastien! seru gadis itu gembira. Tatsuya memaling an wajah. Benar, bu an? Kau sudah sampai?... Belum?... Tentu saja, a u bisa menjemputmu... Kau bawa oleholeh untu u?... Wah, au memang bai se ali!... O e, sampai jumpa! Tara menutup ponselnya. Ia masih tersenyum sendiri. Sebastien pulang hari ini? tanya Tatsuya berbasa-basi. Tara menganggu . A u mau pergi menjemputnya, atanya, lalu ia teringat sesuatu. Oh ya, maaf. A u tida bisa menemanimu e Arc de Triomphe malam ini. Tida apa-apa. Kita bisa pergi lain ali. Tara bang it dan merapi an syalnya. Mau uantar pulang? Tatsuya menggeleng. Terima asih, tapi tida perlu. A u ingin e tempat lain dulu . Kau pergi saja. Bai lah, ata gadis itu sambil tersenyum. A u pergi dulu. Terima asih arena sudah mentra tir u ma an siang. Lain ali giliran u. Terima asih arena sudah menemani u hari ini. Tara melambai an tangan. Sampai jumpa. Sampai etemu lagi, Tara-chan. Tatsuya memandangi Tara yang berlari-lari ecil menjauhinya dan menari napas pa njang. Lima PARA pendengar, Anda semua pasti masih ingat Monsieur Fujitatsu yang menulis sura t e acara ita dua hari yang lalu, bu an? Tara baru a an memati an radio ecil yang ada di meja erjanya dan pulang eti a mendengar ata- ata lise. Monsieur Fujitatsu? Suara lise terdengar lagi. Wa tu itu Monsieur Fujitatsu bercerita tentang gadis ya ng dia temui di bandara. Hari ini ami embali mendapat surat dari Monsieur Fuji

tatsu. Mung in ah mengenai elanjutan cerita itu? A an saya baca an suratnya. Tatsuya menulis surat e Je me souviens... lagi? Tara mengang at alis. Rasa pena sarannya langsung terbit. Ia dudu embali dan memperbesar volume radio. A u bertemu dengan seorang gadis emarin. Oh, sepertinya ini cerita yang lain. Tara sema in tertari dengan apa yang ditulis Tatsuya ali ini. Sepertinya ia ta an pernah bisa berhenti merasa penasaran dengan Tatsuya Fujisawa. Tara, ayo! seru salah seorang re an erjanya yang sudah berjalan e pintu, mengi u ti beberapa orang lainnya. Katanya au mau i ut minum bersama. Tara cepat-cepat menempel an jari telunju di bibir dan melambai. Kalian duluan s aja. A u a an menyusul, atanya cepat, setengah mengusir. Setelah re an-re annya eluar dan menutup pintu, Tara embali memusat an perhati an epada radio ecilnya. Ia sudah etinggalan sepenggal ecil dari surat Tatsuy a. ...berterima asih epada gadis yang utemui emarin. Dia sudah berbai hati mene mani u e museum, tapi a u malah membuatnya bosan setengah mati. Alis Tara terang at dan ia tida bisa menahan diri untu tersenyum. Apa ah Tatsu ya sedang bercerita tentang dirinya? Walaupun dia tida ber ata apa-apa, tapi tanpa sadar a u menghitung berapa ali d ia menguap selama di museum. Sebelas ali dalam dua jam. Benar an ia menguap sebelas ali? Tara mengerut an ening dan berusaha mengingat -ingat. Sepertinya ia tida menguap sesering itu. Dan Tatsuya menghitung berapa ali ia menguap? Yang benar saja! Sebenarnya saat itu Tara tida benar-benar bosan. Ia hanya mengantu arena ema rin ia terpa sa bangun pu ul 09.30. Dalam amusnya, matahari baru mulai terbit j am 10.00 di hari Minggu. A u sudah mencatat dalam hati lain ali a u ta an mengaja nya e museum lagi. Ja di se arang a u ingin menghadiah an sebuah lagu untu nya sebagai ucapan terima asih arena sudah begitu sabar dan arena sudah menjadi teman mengobrol yang men yenang an. Bisa ah Anda putar an lagu yang bagus untu nya? P.S. Sayang se ali a u tida punya nomor teleponnya. Karena itu a u hanya bertany a-tanya sendiri apan a u a an bertemu dengannya lagi. Hari ini? Beso ? Tara mendengar lise tertawa ecil. Monsieur Fujitatsu, edengarannya itu seperti a ja an encan. Demi Anda, ami berharap gadis itu mendengar an acara ini. Senyum Tara melebar. Tatsuya Fujisawa benar-benar la i-la i yang lucu dan penuh ejutan. * * * Mau ma an di mana? tanya Sebastien. Tara memindah an ponsel dari telinga iri e telinga anan dengan ening ber eru t. Di mana ya? Kedengarannya Sebastien juga sedang berpi ir di ujung sana. Mau ma an pasta? saran nya. Boleh saja. Sudah lama ita tida ma an pasta. Di tempat biasa? Ya. Lalu suara Sebastien terdengar ragu. Oh, ya. Kau tida eberatan a u aja Tatsu ya se alian, an? Tentu saja tida . Aja saja, sahut Tara langsung. Ia ingin se ali bertemu Tatsuya lagi. Suara Sebastien terdengar lega. Bagus. Kita etemu di sana saja, ya? Tara mengiya an, lalu menutup telepon dan merenung. Sebastien edengarannya ragu eti a menanya an apa ah ia boleh mengaja Tatsuya. Tara berpi ir itu mung in arena Sebastien ta ut Tara tida a an setuju mengingat si apnya yang tida bersa habat saat pertemuan pertamanya dengan Tatsuya. Tetapi Sebastien tida tahu Tara sudah pernah bertemu dengan Tatsuya setelah pertemuan pertama itu. Tara memang belum memberitahu Sebastien tentang hal itu. Bu annya tida mau, tap i wa tunya tida tepat. Kemarin mere a berdua sibu dan tida bisa bertemu, seme ntara dua hari yang lalu eti a ia pergi menjemput Sebastien di bandara, Tara se mpat esal dengannya. Sebenarnya eti a ia pergi menjemput Sebastien di bandara, suasana hati Tara mas ih bagus se ali. Melihat soso Sebastien yang eluar dari pintu edatangan di ba ndara saja hatinya langsung melonja dan ia segera melambai-lambai dengan gembir a.

Suasana hati Tara mulai berubah eti a mere a sudah berada dalam mobil dan ia be rtanya tentang perjalanan Sebastien e Nice. Bagaimana Nice? tanyanya sementara mere a meninggal an bandara. Sebastien tersenyum lebar. Semuanya bai -bai saja, jawabnya puas. Ia menoleh e a rah Tara dan mengedip an sebelah mata. A u juga bertemu seorang gadis di sana. Lagi-lagi, Tara mendesah. Ia sudah bosan mendengar isah cinta ilat Sebastien. Tunggu dulu, sela Sebastien. Ini tida seperti sebelumnya. Apa bedanya? Gadis ini berbeda. A u benar-benar su a padanya. Mobil sempat oleng begitu Tara mendengar ata- ata Sebastien. Ya Tuhan! Hati-hati, Tara. Kau hampir menabra mobil di sebelahmu! seru Sebastien memperingat an. Berbeda? Berbeda bagaimana? tanya Tara sambil mema sa an tawa sumbang. Bu an ah sem ua gadis sama saja bagimu? A u serius, sahut Sebastien. Dan suaranya memang terdengar serius. Juliette berbeda , Ia mengulangi. Juliette? Pemili nama semacam itu pasti urus ering dengan rambut panjang dan lurus berwarna uning jagung. Warna uning jagung mengingat an Tara pada orang-o rangan sawah. Jangan-jangan si Juliette memang mirip orang-orangan sawah. Tara tida bisa mena han diri untu berpi ir yang tida -tida . Ih, alasan usang, gumamnya jeng el. Kenapa mobil di depan itu begitu lamban? Ia me mbunyi an la son ber ail- ali dengan bernafsu. Sungguh, Sebastien berusaha meya in annya. Tara sema in tida sabar dan a hirnya menyalip mobil di depannya itu. Tara, apa ah menurutmu a u sedang jatuh cinta? Sebastien melanjut an. Ia sama se a li tida sadar Tara berharap bisa meninju mulutnya. Kau tahu, ternyata dia juga t inggal di Paris. Dia pergi e Nice arena urusan erja, sama seperti a u. Katany a dia a an embali e Paris dalam beberapa hari ini. A an u enal an padamu nant i. Tida ! Tara tida ingin ber enalan dengan gadis-gadis yang terlibat dengan Sebas tien. Ia tida pernah berniat ber enalan dengan mere a dan selama ini Sebastien juga tida pernah memper enal an mere a. Kenapa se arang harus berubah? Itu onyol, gumam Tara esal. Apanya? Segala tete -benge tentang jatuh cinta itu. Memangnya orang bisa jatuh cinta pad a pandangan pertama? A u tahu au tida percaya cinta pada pandangan pertama, tapi a u percaya. Tara mendengus meremeh an. Tara, enapa au mengebut begitu? Pelan-pelan saja. A u sedang buru-buru, jawabnya etus. Kau ira a u orang yang tida punya erjaan? Jadi, apa yang terjadi selama a u di Nice? tanya Sebastien, berusaha mengalih an p embicaraan. Gadis yang dudu di sampingnya itu jelas-jelas sedang nai darah. A h ir pe anmu menyenang an? Tadinya Tara ingin bercerita tentang pertemuannya dengan Tatsuya Fujisawa, tapi se arang tida jadi. Suasana hatinya telanjur jele dan ia tida ingin mengobrol panjang-lebar. Tida lebih bai daripada a hir pe anmu, sahutnya dengan nada etus yang sama. Ko tiba-tiba marah? tanya Sebastien dengan nada bergurau. A u tida marah, tu as tara, walaupun nada suaranya jelas-jelas marah. Sebastien mengang at edua tangannya tanda menyerah. Ia tida bisa bermain teba -teba an dan ia tida mau disuruh meneba isi pi iran wanita. Terlalu rumit dan i a tahu ia ta an berhasil meneba dengan benar. Bai lah. Walaupun a u tida tahu apa esalahan u, a u minta maaf, atanya tulus, berharap dengan begitu e esalan Tara a an mereda. Kalau tida tahu esalahanmu, tida perlu minta maaf! O e, ia salah lang ah. Sebastien mengerut an ening dengan bingung. Ada apa deng an Tara hari ini? Hari ini au aneh se ali, Tara Dupont. Kau sedang ada masalah? Perhatian dalam suara Sebastien membuat amarah Tara aga reda. Ia menggeleng.

Kau tahu au selalu bisa bercerita pada u alau ada masalah, ata Sebastien lagi d engan bersungguh-sungguh. A u a an membantumu. Tara mema sa an seulas senyum. A u tida apa-apa. Hanya saja ada seseorang yang m embuat darah u mendidih. Kata an pada u siapa orang itu, ata Sebastien cepat. A an uberi pelajaran siapa p un yang mengganggumu. Tara tertawa ecil. Inilah Sebastien Giraudeau yang di enal dan disu ainya. Wala upun Tara gadis yang bla -bla an, pada dasarnya ia tetap onservatif. Ia tida s u a terang-terangan terhadap la i-la i. Selama ini ia sudah berusaha menunju an perasaannya, tapi enapa la i-la i itu tida memahaminya? Apa lagi yan bisa ia la u an? * * * Sebastien sudah menunggunya eti a Tara sampai di restoran Italia itu. Tara hera n melihat Sebastien dudu sendirian. Di mana Tatsuya? tanya Tara begitu ia berdiri di depan Sebastien. Sebastien mengang at wajah dari menu yang sedang dibacanya. Ia tersenyum lebar, lalu berdiri dari ursinya. Ia menunggu Tara menari ursi dan dudu , baru dudu embali. Di mana Tatsuya? tanya Tara se ali lagi. Ia melihat e se eliling restoran, berhar ap menemu an soso Tatsuya di sana. Mung in sedang e toilet? Dia tida bisa i ut, sahut Sebastien sambil membola -bali an menu yang dipegangny a. Oh? Tara berhenti mencari dan memandang Sebastien. Tatsuya tida datang? Oh... Sebastien melanjut an, Tadi a u sudah menelepon untu mengaja nya, tapi atanya d ia ada urusan lain. A hir-a hir ini ami semua memang sibu se ali arena proye hotel itu, apalagi Tatsuya yang harus dengan cepat mempelajari semuanya dari aw al arena dia bergabung di tengah-tengah proye yang sedang berjalan. Hari ini a u bah an belum sempat bertemu dengannya. A u juga tida melihatnya sepanjang ha ri emarin. O e, Tara a ui ia sedi it ecewa. Sebenarnya ia ingin bertemu dan berbicara deng an Tatsuya. Banya yang ingin ia tanya an pada la i-la i itu. Terlebih lagi tent ang surat yang ditulisnya e stasiun radio. Begitu mengingat surat itu, Tara tid a bisa menahan senyum. Tatsuya Fujisawa benar-benar membang it an rasa ingin ta hunya. Kapan la i-la itu a an menulis surat lagi? Kenapa senyam-senyum sendiri? Tara menatap Sebastien dan mengerjap an mata. Tida apa-apa, sahutnya sambil terta wa ecil. Hanya saja a u teringat... Kata- atanya dipotong dering ponsel Sebastien. Sebentar, gumam Sebastien sambil merogoh sa u celananya. Ia menatap layar ponsel d an raut wajahnya menjadi cerah. Tara mengerut an ening. Ia mendapat firasat jele . Telepon itu pasti dari gadis yang ditemui Sebastien di Nice. Pasti... Pasti... Sebastien buru-buru menempel an ponsel e telinga. Juliette? Kau sudah embali e Paris? Nah, benar, an? Memang si orang-orangan sawah itu yang menelepon. Sebastien mendengar an sebentar, lalu tertawa dan ber ata, Tentu saja a u punya w a tu se arang. Tara melotot. Apa atanya? Sebastien tida memandangnya. La i-la i itu ber onsentrasi penuh dengan lawan bi caranya di telepon. O e, a u e sana se arang. Sampai jumpa. Tara menahan napas. Jangan ata an.... Sebastien menutup ponsel dan memandang Tara. Jangan berani-berani.... Tara balas menatap Sebastien. Ia tida mau bertanya arena ia ta ut mendengar ja waban Sebastien. Tara, maaf an a u, ata Sebastien, tapi ia tida terlihat menyesal. Ia malah terli hat gembira, matanya ber ilat- ilat dan wajahnya berseri. Kau ingat Juliette? Gad is yang pernah ucerita an padamu? Tida ! Tida ingat! Tida mau ingat! Sebastien menerus an, Ternyata dia sudah embali e Paris. Dia menelepon dan meng

aja u ma an siang. Tara harus berusaha eras menahan emosinya. Se arang? tanyanya jeng el. Bu an ah i ta se arang sedang ma an? Temannya itu seperti sama se ali tida mengerti perasaannya. Sebastien malah ter tawa dan ber ata ringan, Maaf, a u a an mentra tirmu lain ali. O e? Se arang a u harus pergi. Tara nyaris tida percaya melihat Sebastien bang it dari ursi, meraih ja et, la lu melambai e arahnya dan eluar dari restoran. Tara tida bisa ber ata apa-apa , tida bisa mela u an apa-apa. Ia begitu tercengang. Ia hanya bisa terdiam meli hat Sebastien masu e mobilnya lalu melaju pergi. Apa artinya itu? Sebastien meninggal annya. Sebelum ini Sebastien tida pernah m eninggal annya. Tida pernah. Walaupun lela i itu punya banya e asih, tapi Tar a selalu mendapat perhatian utamanya. Sebastien sendiri yang ber ata begitu. Tar a ingat Sebastien pernah ber ata alau Tara adalah gadis nomor satunya. Tentu sa ja Tara tahu Sebastien hanya menganggapnya sebagai teman bai , mung in juga seba gai adi nya, tapi tida masalah. Tara senang. Tara menundu menatap tapla meja yang putih. Ia menari napas panjang, lalu men gang at tangan ananya dan ditempel an di dadanya. Sa it. Enam HARI itu sungguh menyebal an. Perasaan Tara tida membai sepanjang sisa hari it u. Ditambah lagi ia terpa sa harus menerima omelan dari Charles Gilou, atasannya yang sudah berusia lebih dari setengah abad dan super eras, arena penampilanny a dinilai buru saat siaran. Charles bu an orang yang su a bertanya-tanya tentan g masalah pribadi bawahannya dan ia juga tida peduli. Yang penting baginya adal ah seorang penyiar harus selalu terdengar ceria, profesional, dan tanpa beban be gitu masu e ruang siaran. Tara eluar dari ruangan Charles sambil menggerutu dalam hati. Sebastien brengse ! La i-la i itu yang membuat perasaannya acau seperti ini. Hari ini benar-bena r tida menyenang an. Ia ingin cepat-cepat pulang saja. Ia bah an tida ingin ma an malam. Ia mau langsung pulang dan tidur. Bagaimana? Charles mengamu ? tanya lise simpati begitu Tara masu e ruang erja. Tara mengembus an napas panjang dan berat. Ia memandang lise, lalu menganggu les u. Hari ini menyebal an se ali, gumamnya, lalu menjatuh an diri e ursi. lise tersenyum menghibur. Jangan terlalu dipi ir an. Kau tahu sendiri Charles oran g yang seperti apa. Tuan Sempurna yang mengharap an semua orang juga sempurna se perti dirinya. Tara hanya mendesah dan cemberut. Ngomong-ngomong, Sabtu nanti au datang, an? tanya lise mengalih an pembicaraan. Tara mengerjap an mata. Sabtu? Datang e mana? Tentu saja e pesta ulang tahun u. Kau ini bagaimana sih? Sudah lupa? Astaga! Itu an masih lama, protes Tara, lalu meliri alender mejanya. Masih semin ggu lagi. A u hanya ingin memasti an, lise membela diri. Datang, an? Tara mengang at bahu. Tentu saja! Selama ada ma anan gratis, a u pasti datang. lise mendengus dan tertawa. A u juga sudah mengundang Sebastien. Dia bertanya pada u apa ah dia boleh mengaja seorang temannya. Tara meringis. Pasti si orang-orangan sawah itu, gumamnya murung. Siapa? Pacar barunya. Oh, gumam lise. Sepertinya ia memahami apa yang dirasa an temannya. Jadi ubilang pa da Sebastien bahwa dia boleh membawa temannya. Tara meringis lagi. Sedang apa au? tanyanya eti a melihat lise asyi menguta -ati laptop-nya. Ia tida ingin membicara an Sebastien lagi. Suasana hatinya buru gara-gara Sebastien. Oh, a u sedang membaca e-mail yang masu , sahut lise tanpa mengalih an pandangannya dari layar laptop. Ta usang a banya se ali e-mail masu yang menanya an tenta ng Monsieur Fujitatsu. Hm? Monsieur Fujitatsu? lise menganggu . Tentu saja ebanya an e-mail itu dari wanita. Mere a merasa Monsi eur Fujitatsu itu la i-la i yang sangat romantis. Mere a berharap bisa mendengar

elanjutan isahnya. Tara tersenyum sendiri mendengar ata- ata temannya. Sebenarnya a u sendiri juga penasaran apan Monsieur Fujitatsu ita ini a an menu lis surat lagi epada ita, lanjut lise. A u merasa seperti sedang mendengar cerita bersambung. Membuat u gemas. Jangan-jangan au juga salah satu penggemarnya? goda Tara. lise hanya tertawa ecil dan melanjut an pe erjaannya. Saat itu ponsel Tara berdering. All? All, Tara-chan. Kuharap au sedang tida sibu . Senyum Tara langsung mengembang dan semangatnya bang it begitu mendengar suara l a i-la i itu. Tatsuya! serunya gembira. Bagaimana au bisa tahu nomor telepon u? Tadi a u menelepon e stasiun radio dan atanya au sedang siaran, jadi a u se al ian meminta nomor ponselmu, sahut Tatsuya di ujung sana. A u ingin meminta maaf a rena tida bisa i ut ma an siang bersamamu dan Sebastien tadi. Tara mengang at bahunya acuh ta acuh dan ber ata, Tida apa-apa. Tadi ami juga tida jadi ma an siang. Sebastien punya rencana lain. Kedengarannya au sedang esal. Tida , a u tida esal, bantah Tara. Memangnya edengaran jelas bahwa ia sedang e sal? Ya sudah, sahut Tatsuya. Ia pintar membaca situasi dan tida mau berdebat dengan T ara. Sebenarnya a u ingin mengaja alian ma an malam. A u menelepon Sebastien, t api atanya dia tida bisa. Jangan hirau an dia, ata Tara. Sebastien pasti sedang bersama si orang-orangan sa wah. A u bisa menemanimu ma an malam. Di mana? Di tempat u, jawab Tatsuya bangga. A u a an memasa udon. Tara mengerjap-ngerjap an mata. Ia berusaha berhenti merasa heran dengan setiap jawaban Tatsuya yang tida digua. Kau bisa masa ? tanyanya. Tentu saja. Kenapa tida ? Bisa dima an? Tara mendengar Tatsuya tertawa. Semua teman u su a ma an masa an u, sahutnya. Tara i ut tertawa. Bai lah, a u a an datang. Beri an alamat rumahmu. * * * Kau benar-benar pintar memasa . Tatsuya menoleh e arah gadis yang dudu di sampingnya. Tara balas menatapnya sa mbil tersenyum lebar. Terima asih, ata Tatsuya. A u enyang se ali, eluh Tara senang. Ia menepu -nepu perutnya dengan pelan dan puas. Mere a berdua baru selesai ma an dan sedang dudu -dudu di sofa panjang dan mema ndang e luar jendela. Tara yang mema sa Tatsuya menggeser sofa e depan jendela agar mere a bisa dudu dan ma an sambil memandangi Sungai Seine di bawah sana. Apartemenmu bagus, ata Tara sambil bang it dan berjalan ber eliling ruangan. Tatsuya menganggu . Disewa oleh perusahaan. Ini foto siapa? Tatsuya menoleh dan melihat Tara sudah berdiri di de at televisi dan memerhati a n foto seorang wanita yang ada di atas televisi. Kapan ia meleta an foto itu di sana? Tatsuya tida ingat. Ia bang it dan menghampiri gadis itu. Canti , gumam Tara sambil mengamati wanita berambut hitam panjang sebahu di dalam foto. Kerong ongan Tatsuya terce at. Ia tersenyum lemah dan ber ata, Tentu saja. Ini al marhumah ibu u. Oh? Tara mengang at wajahnya dan menatap Tatsuya. Kalau boleh tahu, apan... Dengan perlahan Tatsuya mengambil foto ibunya dari tangan Tara dan mengamatinya dengan perasaan bercampur adu . Dadanya mulai terasa sesa . Musim gugur tahun lal u, sahutnya pelan. Kan er. Oh, gumam gadis itu aga aget. Maaf an a u. Tida apa-apa, ata Tatsuya sambil mengembali an foto itu e atas televisi. Kemudi an ia tersenyum. Karena itulah a u tida su a musim gugur. Tara membalas senyumannya. Tatsuya merasa dadanya lebih ringan se arang. Perasaa nnya lebih bai . Kenapa senyum gadis itu bisa membuatnya merasa seperti itu? Tib

a-tiba saja ia ingin mencerita an isi hatinya epada Tara, berharap dengan begit u ia bisa lebih lega, berharap bebannya tida seberat se arang. Kau ingat a u pernah bilang a u sedang mencari seseorang? tanyanya eti a mere a s udah dudu embali di sofa dan memandang e luar jendela. Tara menoleh e arahnya, menunggunya melanjut an. Tatsuya menari napas dan menatap Tara. A u sedang mencari cinta pertama ibu u. Alis Tara terang at, tapi ia tida ber omentar arena merasa Tatsuya masih ingin melanjut an ata- atanya. Sebelum bertemu dengan ayah u, ibu u pernah jatuh cinta dengan seorang pria Pranc is.... Cinta pertamanya. Karena itu ibu u meminta u mencarinya. Kau tahu enapa ibumu memintamu mencari cinta pertamanya? tanya Tara. Untu menyerah an surat yang ditulis ibu u epadanya, sahut Tatsuya. Alasan sebenarnya bu an hanya itu, tapi Tatsuya merasa se arang bu an wa tu yang tepat untu menjelas an. Nanti alau semuanya sudah beres, ia a an mencerita an nya. Nanti... Lalu enapa au lesu begitu? tanya Tara lagi. Apa ah au merasa ibumu meng hianatim u dan ayahmu? Karena ibumu memintamu mencari cinta pertamanya? Tatsuya terdiam sesaat, lalu menjawab, Sedi it, urasa. Tara menepu -nepu punda nya. Tatsuya menoleh dan melihat gadis itu tersenyum. Ka u ana yang bai , atanya menghibur. Sungguh. Tatsuya tertawa ecil. Jadi au sudah menemu an orang itu? Tatsuya menganggu . Mata Tara melebar. Benar ah? A u belum bertemu mu a dengannya, sahut Tatsuya cepat. A u sudah punya nomor telepo nnya, hanya saja a u belum berani menghubunginya. Kenapa? Karena a u masih bingung dengan apa yang harus u ata an padanya. Bagaimana rea s inya begitu bertemu dengan u? Apa ah dia masih ingat pada ibu u? Banya yang har us upersiap an sebelum a u bertemu dengannya nanti. Tapi au tentu tahu cepat atau lambat au tetap harus menghadapinya, ata Tara men gingat an. Ya, a u tahu, sahut Tatsuya enggan, lalu memandang gadis di sampingnya. Dan a u a a n memberitahumu bila a u sudah bertemu dengannya. O e, ata Tara dengan senyum lebar. Ia senang Tatsuya memutus an berbagi cerita de ngannya. Itu artinya la i-la i itu percaya padanya. Sambil mendesah, ia embali memandang e luar jendela. Aah... pemandangan Sungai Seine dari sini indah se ali . Tatsuya memerhati an gadis yang sedang mengagumi Sungai Seine dengan tatapan men erawang itu. Mengheran an se ali. Keberadaan gadis itu membuatnya santai, sepert i se arang. Juga membuat perasaannya senang. Gadis itu seperti obat penenang. Se ja ibunya meninggal Tatsuya selalu merasa tersi sa bila harus datang e Paris. Ia tida pernah merasa tenang. Tapi se arang? Jangan tanya bagaimana, tapi gadis bernama Tara Dupont ini telah membuat hari-harinya di Paris menjadi lebih mudah . Lebih mudah, tapi tida berarti sudah tida menya it an. Sema in lama di Paris, perasaannya sema in tida menentu. Ia tahu ia harus segera menyelesai annya, tap i ia tida tahu bagaimana memulainya. Ia masih terus mengumpul an eberanian. Ia juga tida tahu sampai apan ia baru bisa mengumpul an eberanian yang cu up un tu menemui orang itu. Orang yang sudah lama dicarinya. Orang yang tanpa sengaja dilihatnya di jalan dua hari yang lalu. Ngomong-ngomong, au tahu, tida , au se arang punya banya penggemar? tanya Tara tiba-tiba. Tatsuya menoleh. Ma sudmu? Tara menatapnya dan tertawa. Para pendengar ami sangat tertari dengan e-mail ya ng au irim an, termasu teman u, lise, yang juga penyiar Je me souviens.... Ceri ta-ceritamu membuat mere a penasaran. Oh ya? Tara menganggu . Monsieur Fujitatsu membuat acara itu sema in populer. Inbox e-ma il ami ebanjiran surat yang menanya an tentang si la i-la i misterius yang roma

ntis.? Tatsuya tertawa ecil. Terutama mere a penasaran se ali dengan gadis di bandara itu, tambah Tara. Kau juga penasaran, sela Tatsuya sambil tersenyum. Bai lah, a u juga, a u Tara, lalu cepat-cepat menambah an, Mau ah au terus menulis surat e acara itu? Kau mau a u bercerita tentang gadis yang utemui di bandara wa tu itu? tanya Tatsu ya. Tentang apa saja. Tatsuya berpi ir sebentar, lalu ber ata, A an u abul an einginanmu alau au ma u pergi jalan dengan u apan- apan. Mata Tara membesar dan ia tersenyum. Kau mengaja u encan? Ia merasa gembira deng an rencana itu. Tatsuya pura-pura berpi ir eras, lalu menganggu -anggu . Sepertinya begitu. Kemudian gadis itu tertawa. Saat itu Tatsuya baru menyadari ia sangat su a melih at Tara Dupont tertawa. Tujuh KALAU boleh jujur, dulunya a u sama se ali tida su a Paris. A u juga benci musim gugur. Tara baru a an mulai memusat an perhatian pada nas ah acaranya eti a ia mendeng ar lise membaca an surat dari Monsieur Fujitatsu di radio. Ia mengang at alis, me ngerjap an mata, lalu meleta an nas ahnya. Ia membesar an volume radio ecilnya dan bertopang dagu. Senyumnya mengembang. Ternyata Tatsuya menepati janjinya. Tetapi a hir-a hir ini a u merasa an sesuatu yang aneh sedang terjadi.... Paris b erubah menjadi ota yang indah tepat di depan mata u dan musim gugur juga mulai terasa menyenang an. Gadis itu yang membuat segalanya berubah. Dia sangat su a ota ini dan sangat su a musim gugur. Mengheran an se ali.... A u tida pernah me nganggap diri u gampang dipengaruhi, tetapi enapa gadis ini dengan mudahnya mem buat u berubah pi iran? Gadis Musim Gugur, bu an ah au sudah janji mau menerima aja an encan u? Kau pun ya wa tu hari ini? Tara hampir tida percaya mendengar permintaan encan yang langsung dan terbu a itu. Belum pernah ada yang mengaja nya encan lewan radio. Sebelum ia bisa berpi ir lebih jauh, ponselnya berdering. All? All, Gadis Musim Gugur, sapa la i-la i di ujung sana. Tatsuya. Senyum Tara melebar. Gadis Musim Gugur? tanya Tara sambil menahan tawa. Ya, sahut Tatsuya. Kau sedang mendengar an radio, an? Mm-hmm. Berati au sudah mendengar penyiarnya membaca an surat u? Mm-hmm. Jadi au tentu tahu alau aulah gadis aneh yang menyu ai musim gugur dalam cerit a u tadi. Tatsuya tertawa. Dan a u menunggu jawabanmu. Kau selalu mema ai cara ini alau ingin mengaja seorang gadis encan? gurau Tara.

Melalui radio? Tatsuya balas bertanya. Tida . Ini yang pertama ali. A u sedang mer asa reatif. Bagaimana? Mau menemani u hari ini? Tara tida perlu wa tu untu berpi ir. Dengan senang hati, Monsieur Fujitatsu, sah utnya, lalu tertawa. * * * Seja hari itu Tatsuya sering menulis surat e Je me souviens... dan membuat Tar a selalu menanti-nanti an acara itu. Isi suratnya selalu mengenai hal-hal yang s epele namun anehnya ber esan, seperti ... Sebelumnya a u sudah tahu dia su a Paris, musim gugur (tentu saja!), Sungai Seine , sate ambing, cat u u warna-warni, dan mengoceh panjang-lebar. Kemarin a u ba ru tahu dia juga su a nonton film-film lasi . Salah satu film favoritnya sepanj ang masa, menurut penga uannya, adalah Brea fast At Tiffany?s. Tentu bisa diteba juga bahwa Audrey Hepburn adalah a tris favoritnya dan Moon River adalah lagu esu aannya. Kalian punya lagu itu? Bisa putar an untu nya? Dia pasti senang se

ali. ... Astaga! Dia menangis tersedu-sedu eti a ami menonton DVD My Girl di tempat u, t erutama di bagian eti a to oh yang diperan an si ecil Macaulay Cul in meningga l dunia. Walaupun dia menghabis an seluruh persediaan tisu u, a u sama se ali ti da eberatan. A u malah senang, arena dia menga u itu pertama alinya dia meng izin an dirinya menangis di depan orang lain saat sedang menonton film. ... Kepala u pusing se ali hari ini. Badan juga terasa tida ena . Semua itu arena a u terpa sa menuruti permintaannya. Dia membuju u nyaris mema sa! menemaninya e Di sneyland emarin. Bu an hanya menemaninya e tempat bermain untu ana -ana bali ta itu, tetapi juga menemaninya mencoba seluruh permainan mengeri an di sana. Ka u tahu, an, jenis permainan yang bisa membuat jantung copot, mengobra -abri is i perut, dan menjung irbali an ota ? Dengan rendah hati ua ui a u sama se ali tida tahan dengan permainan seperti itu. Tapi harap dicatat, a u tida mengeluh . Setida nya sedi it pengorbanan u itu membuatnya senang. ... Ternyata dia bisa memasa ! A u sudah pernah mencoba masa annya dan dia hampir sam a jagonya dengan u. Hari ini giliran siapa yang memasa ma an malam ya? Dia atau a u? A u lupa. Po o nya hari ini ma an malam di tempatnya saja. Gadis Musim Gugur, a u a an e sana sepulang erja. ... A u ingin tahu apa yang dila u annya se arang? Kurasa dia sedang mendengar an rad io sambil bertopang dagu dan tersenyum-senyum sendiri. Nah, se arang ia menai a n alisnya arena heran, lalu eningnya ber erut. Dia mengerjap-ngerjap an matany a dan berpi ir bagaimana a u bisa meneba dengan benar. Tentu saja a u tahu. Kar ena a u sering memerhati annya. Karena sering memerhati annya, tanpa sadar a u j adi mengenal semua ebiasaannya. * * * Kau ira sedang menulis bu u harian? tanya Tara dengan ponsel menempel di telingany a. Ia berusaha terdengar esal, tetapi tida bisa menahan diri untu tersenyum l ebar. Bu an ah au yang meminta u terus menulis e acara itu arena au bilang a u puny a banya penggemar yang harus dipuas an? balas Tatsuya ceria. Tara menari napas dan menyerah. Bai lah, a u harus berterima asih padamu arena telah memuas an para pendengar ami. Tatsuya tertawa. Jangan hanya mengucap an terima asih. Kau ada acara malam ini? Tida . Kau punya rencana apa? A u dengar ada restoran baru yang ena . Mau coba? Tentu saja. Kau yang tra tir? Tatsuya menghela napas dengan berlebihan. Bu an au au yang ingin berterima asih pada u? Astaga! Bai lah, bai lah. A u yang tra tir hari ini, ata Tara pura-pura tida sab ar. Di mana ita bertemu nanti? Keti a a hirnya ia menutup ponsel, Tara melihat lise sedang memerhati annya sambi l tersenyum-senyum. Boleh a u tahu siapa itu tadi? La i-la i, an? tanya lise dengan nada menggoda. Seba stien? Tara menggeleng. Alis lise terang at. Heran dan aga aget. Bu an? tanyanya sambil menggeleng, mengi uti gera an Tara. Lalu siapa? Tara menggigit bibir dan tersenyum. Kemudian ia menumpu an edua si u di meja da n mencondong an badan e depan. lise menying ir an laptop dan i ut mencondong an tubuh sehingga epala mere a berde atan. Kau bisa menjaga rahasia? tanya Tara dengan suara rendah penuh rahasia. Kedua alis lise terang at. Tentu saja, sahutnya cepat. Kau an enal a u. Orang yang tadi menelepon u, bisi Tara dengan nada misterius, adalah Monsieur Fuji tatsu. Mata lise membesar. Yang benar? serunya ter ejut. Tara tersenyum lebar dan menganggu . Namanya Tatsuya Fujisawa. Dia teman Sebastie

n. Jangan-jangan au adalah gadis... Gadis Musim Gugur? teba lise. Tara tertawa pelan. Julu an itu memang edengaran onyol. lise terdiam sejena dan berpi ir-pi ir. Kau tahu siapa gadis yang ditemuinya di b andara? Di suratnya yang pertama ali itu? Jangan-jangan... Dengan menyesal Tara menggeleng. A u tahu apa yang aupi ir an, tapi sayang se al i, a u bu an gadis yang ditemuinya di bandara atau di elab. A u sendiri juga pe nasaran se ali siapa gadis itu. Oh? Tara bang it. Nah, se arang a u permisi dulu. A u ada janji ma an malam. Oh ya, li se, jangan ata an pada siapa pun tentang Tatsuya. O e? Ini rahasia ita berdua. Tara, panggil lise tiba-tiba. Aja dia e pesta ulang tahun u. Siapa? Tatsuya? Kenapa? Ayolah, buju lise dengan mata berbinar-binar. A u ingin tahu seperti apa orangnya. Tampan? Wah? Bu an ah au sudah punya pacar? Tara balas bertanya dengan nada bergurau. Tida ada hubungannya, bantah lise. Jangan ta ut. A u tida a an merebutnya darimu. Aja dia. O e? Tara tertawa. A u tida ta ut au merebutnya. Bai lah, a u a an mengaja nya. Tapi a u tida tahu apa ah dia bersedia datang atau tida . Delapan TATSUYA menatap ertas di tangannya, lalu beralih menatap pemandangan Sungai Sei ne di luar jendela. Ia mengembus an napas panjang dan embali menatap nomor tele pon yang tertera di ertas yang dipegangnya itu. A hirnya ia mengeluar an ponsel dari sa u celana dan menghubungi nomor tersebut. Jantungnya berdebar eras dan sebelah tangannya yang tida memegang ponsel diben am an e sa u celananya sementara menunggu hubungan tersambung. Kemudian... All? Tatsuya mendengar suara orang itu di ujung sana. Suara seorang pria yang bernada rendah dan dalam. Sesaat ia tida bisa bersuara. Gugup. Ia sadar ia tida bisa mundur lagi. Se arang atau tida sama se ali. All? Suara orang itu terdengar lagi. Kali ini Tatsuya mengumpul an segenap tenaga dan eberaniannya dan menjawab, Bon soir. Benar ah ini Monsieur Jean-Daniel Lemercier? Nama itu diucap annya dengan b erat se ali. Sesaat tida terdengar jawaban, lalu, Benar, saya sendiri, sahut pria di ujung san a. Selamat malam, Monsieur, Tatsuya mengulangi. Saya minta maaf arena mengganggu Anda malam-malam begini, tapi saya berharap bisa bertemu dan berbicara dengan Anda. Lawan bicaranya bertanya dengan nada curiga, Kalau boleh tahu mengenai apa? Dan d engan siapa saya bicara? Tatsuya menari napas. Ini tentang Sanae Fujisawa, sahutnya pelan dan jelas. Sanae Fujisawa? pria itu mengulangi, sea an nama itu tida membang it an ingatan a pa-apa. Mung in Anda lebih mengenalnya dengan nama Sanae Na ata, Tatsuya menambah an denga n cepat. Dalam hati ia bertanya-tanya apa ah Jean-Daniel Lemercier masih ingat? Ingat ah ia pada gadis yang ditemuinya di Jepang hampir tiga puluh tahun yang la lu? Apa ah ia masih ingat apa yang terjadi saat itu? Na ata? Nada suara yang terdengar di ujung sana berubah. Ma sudmu, Sanae Na ata? Tatsuya tida menjawab. Ia menundu dan memejam an mata. Pria itu masih ingat. T ernyata masih ingat.... Tunggu sebentar. Tolong ata an pada u apa hubunganmu dengan Sanae? Siapa ini? Tatsuya menari napas dengan susah payah. Nama saya Tatsuya Fujisawa. Sanae Na ata adalah ibu saya, sahut Tatsuya a hirnya. D an saya berharap bisa bertemu dengan Anda, Monsieur. Ada yang ingin saya bicara an.... Beso siang? Bai lah, saya pasti datang. * * * Sebastien menegu air putih yang disuguh an sambil meliri jam tangannya. Tara s udah terlambat 23 menit, tapi Sebastien tida heran. Ia tida berharap gadis itu bisa muncul tepat wa tu, arena itu sama artinya dengan berharap salju turun di

bulan Juli. Hari ini Sebastien mengaja Tara ma an siang untu menebus acara ma an siang mer e a yang batal beberapa hari yang lalu. Sebastien sudah bersiap-siap menghadapi Tara Dupont yang marah-marah atau Tara Dupont yang meraju , tapi tadi eti a ia menelepon Tara, gadis itu edengarannya riang-riang saja. Memang aga aneh, tapi Sebastien berpi ir mung in gadis itu menunggu sampai mere a bertemu mu a dan se telah itu Tara a an memuntah an e esalannya arena ditinggal an begitu saja di restoran wa tu itu. Bai lah, Sebastien menga u ia memang salah, tapi Sebastien ya in bisa menenang a n Tara. Ia sudah lama mengenal gadis itu dan ia tahu bagaimana harus menghadapin ya. Pintu bistro ecil itu terbu a dan Sebastien mengang at wajah. Tara masu dan me mandang ber eliling ruangan. Sebastien mengang at sebelah tangan untu menari p erhatiannya. Gadis itu melihatnya dan langsung tersenyum. Oh, elihatannya Tara tida marah. Bonjour, sapa Tara sambil menempel an pipinya di pipi Sebastien. Maaf, a u aga ter lambat. A u sudah terbiasa menunggu, gurau Sebastien. Aneh... Gadis ini sungguh terlihat biasa-biasa saja. Tida esal. Tida marah. Kau tida mengaja Tatsuya? tanya Tara setelah ia dudu dan melepas ja etnya. Sebastien menggeleng. Tida , sahutnya, masih berusaha meneba -neba jalan pi iran Tara. Apa ah gadis itu benar-benar tida esal dengan ejadian hari itu? Tadi a u sudah mengaja nya, tapi atanya dia punya janji ma an siang dengan seseorang, j adi dia tida bisa i ut. Oh? gumam Tara, lalu membu a menu yang ada di meja. Kau sudah pesan? Pelayan datang menanya an pesanan. Setelah masing-masing menyebut an apa yang me re a ingin an, si pelayan menganggu dan meninggal an meja mere a. Sebastien bar u a an membua mulut untu bertanya eti a ponsel Tara berdering. All? Sebastien melihat senyum Tara mengembang. Oh, hai! Kau sedang di mana? tanya gadis itu. Di jalan?... A u? A u sedang ma an si ang bersama Sebastien. Tara mengang at wajahnya menatap Sebastien. Siapa? Sebastien bertanya pada Tara tanpa suara. Pasit orang yang enal denganny a juga, arena Tara menyebut-nyebut namanya. Tara memberi isyarat dengan tangann ya supaya Sebastien menunggu sebentar. Tida apa-apa. A u sudah tahu dari Sebastien... Ya, atanya au punya janji ma an siang dengan seseorang, lanjut gadis itu di telepon. Dengan siapa?... Oh, bai lah . Nanti saja baru aucerita an pada u. Alis Sebastien terang at. Lho...? Tara diam sejena sambil menganggu -anggu , lalu ber ata, Sibu sampai malam?... Mm, a u masih harus siaran nanti... O e. Sampai nanti. Sebastien menunggu sampai Tara memati an ponsel, lalu bertanya, Siapa yang menele pon tadi? Tatsuya, jawab gadis itu polos. Tatsuya? ulang Sebastien. Ia nyaris tida percaya pada pendengarannya. Apa ma sudn ya ini? Ia sema in bingung. Bagaimana Tatsuya bisa meneleponmu? Ma sud u, bu an a h alian baru bertemu se ali? Tara mengerjap an matanya, lalu sea an baru menyadari sesuatu, ia bergumam, Aaah. .. Benar juga. A u lupa memberitahumu. Apa? Tara tersenyum lebar. Sebenarnya ami sudah sering bertemu. Kau benar, Sebastien. Dia memang oran gyang bai dan sangat menyenang an. Sebastien mengang at tangannya, meminta Tara bercerita lebih pelan. A u sudah et inggalan banya . Coba cerita an dari awal. Tara pun mencerita an semuanya. Setelah selesai ia mengerut an ening. Tapi ngomo ng-ngomong, Tatsuya belum memberitahumu soal ini? Sebastien menggeleng. Di antor sibu se ali, jadi ami jarang se ali bertemu, sah utnya. Kalaupun bertemu, ami hanya sempat membicara an masalah pe erjaan. Tida ada wa tu banya untu mengobrol. Setiap hari di antor dia be erja seperti mesi n.

Tara mengerjap an mata. Oh? Pelayan datang lagi dan membawa an pesanan mere a. Mere a berdua terdiam sejena , lalu Sebastien membu a mulut. Ngomong-ngomong, au tida marah pada u? Tara mengang at wajah dan menatap Sebastien dengan pandangan bertanya. Hari itu acara ma an siang ita batal. Oh... itu, gumam Tara. Ia mendesis pelan dan menganggu -anggu . Sewa tu au meningg al an u demi si orang-orangan saw... ma sud u, pacarmu itu? Dia bu an pacar u, Sebastien membela diri. Setida nya, belum bisa dibilang pacar. Terserahlah. Lalu, au tida marah? tanya Sebastien lagi. Tara meleta an garpunya dan menatap Sebastien dengan tatapan tida sabar. Tentu saja a u marah, atanya jeng el. Siapa yang tida marah alau ditinggal an begitu saja padahal au yang lebih dulu mengaja u ma an siang. Lalu si apnya meluna . Ta pi setelah itu Tatsuya mengaja u ma an malam. Kau tahu ma anan selalu membuat u terhibur. Dia memasa udon dan mengundang u ma an di tempatnya. Ternyata dia pi ntar se ali memasa . Sayang se ali wa tu itu au tida bisa i ut. Ma an malamnya sangat menyenang an. Sebastien membetul an leta acamatanya dengan ening ber erut. Sebenarnya apa y ang sedang terjadi antara dua orang itu? Walaupun Tara tida mengata an apa-apa, enapa Sebastien merasa sepertinya gadis itu menyu ai Tatsuya? * * * A hirnya Tatsuya berhadapan dengannya. Jean-Daniel Lemercier yang saat ini dudu di hadapannya adalah seorang pria beru sia se itar lima puluhan yang tampan, tinggi, dan berambut co elat. Matanya bers inar cerdas. Penampilannya rapi dan terawat. Jadi Sanae sudah meninggal dunia? gumam pria yang lebih tua itu sambil menyesap o pinya dengan perlahan. Suara dan sinar matanya mengandung penyesalan. Tatsuya menganggu tanpa menyahut. Mere a berdua berada di restoran mewah di sebuah hotel berbintang. Mere a sepa a t bertemu di sana pada jam ma an siang. Keti a Tatsuya tiba di sana, Jean-Daniel Lemercier sudah datang lebih dulu dan menunggunya. Pria itu langsung bertanya m engenai ibunya dan Tatsuya mengata an ibunya sudah meninggal dunia. Tepatnya apan? tanya Jean-Daniel Lemercier tanpa menatap Tatsuya. Kelihatannya pr ia itu aga terguncang dengan abar itu. Tatsuya menyahut datar, Setahun yang lalu. Pria yang dudu di hadapannya itu menganggu muram, dan bertanya lagi, Dia tida menderita, bu an? Tatsuya terdiam beberapa deti . Tida . Selama beberapa saat tida ada yang berbicara, lalu Jean-Daniel Lemercier memeca h eheningan. A u turut menyesal, atanya tulus. Apa ah ada yang bisa ula u an unt u membantu? Tatsuya mengeluar an sepucu surat dari sa u dalam jasnya dan meleta annya di m eja, di depan pria itu. Ia segera menari embali tangannya eti a menyadari tan gannya sedi it gemetar. Jean-Daniel Lemercier menatap surat yang disodor an, lalu beralih menatap Tatsuy a. Apa ini? tanyanya bingung. Ini surat yang ditulis ibu u sebelum Beliau meninggal dunia, jawab Tatsuya. Ia men gang at wajah dan memandang Jean-Daniel Lemercier yang sudah memegang surat itu. Tapi surat ini dituju an untu mu, ata pria itu begitu melihat nama yang tertulis di amplop. Tatsuya menganggu . Memang benar. Tapi saya ingin Anda membacanya, Monsieur. Ibu juga ingin Anda membacanya, arena Beliau menulisnya dalam bahasa Prancis. Jean-Daniel Lemercier menurut dan mulai membaca. Kemudian raut wajahnya berubah dan eningnya ber erut. Ia menatap Tatsuya dengan pandangan bertanya. Tatsuya merasa ada yang menyumbat tenggoro annya. Ia sema in gugup. Telapa tang annya terasa lembap. Inilah yang selalu di hawatir annya. Saat ini. Keti a rahas ia mulai terbong ar. Ia bah an sudah mempersiap an diri dengan berbagai rea si y ang a an diterimanya. Ibu tida pernah ber ata apa pun eti a masih hidup. Seperti yang Anda baca di su

rat itu, Ibu berharap saya bisa bertemu dengan Anda, ata- atanya sema in berat, arena ternyata Anda adalah ayah andung saya. Jean-Daniel Lemercier menyandar an punggungnya e sandaran ursi dan tetap menat ap surat di tangannya. Wajahnya pucat. Selama beberapa saat, tida ada yang bersuara, sibu dengan pi iran masing-masin g. Tatsuya bisa mendengar debar jantungnya sendiri. Ia bertanya-tanya apa yang d ipi ir an pria yang dudu di hadapannya itu. Pria itu menatap le at-le at surat yang dipegangnya. Sebelah tangannya bertopang pada lengan ursi dan mengusap-usa p pelipisnya. Tatsuya bertanya-tanya dalam hati. Bagaimana perasaan Jean-Daniel Lemercier? Apa ah ia marah? Sedih? Bingung? Kaget? Tatsuya menari napas. Dalam suratnya Ibu ber ata alau alian sempat menjalin hu bungan. Saya tida tahu enapa Anda meninggal an Ibu eti a Ibu sedang hamil.... A u tida tahu... ibumu hamil, sela Jean-Daniel Lemercier. Ia menatap Tatsuya luru s-lurus. Sinar matanya hangat dan bersungguh-sungguh. Tatsuya menatap mata itu dan tida menemu an emarahan di sana. Tida ada. Ia me ndapati dirinya memercayai pria itu. Pria yang lebih tua itu melanjut an, A u sama se ali tida tahu. Kalau a u tahu.. . a u... Tatsuya mema sa an seulas senyum. Saya tida menyalah an Anda, Monsieur. Bagaiman apun juga Ibu a hirnya meni ah dengan Kenichi Fujisawa, ayah saya. Ayah saya ora ng yang sangat bai . Tida pintar, tida aya, tapi sangat bai . Ayah menerima I bu apa adanya dan selalu menganggap saya ana andungnya sendiri. Tida ada yang harus disesal an. Jean-Daniel Lemercier masih shoc . Ia tida bisa ber ata apa-apa. Tatsuya melanjut an. Saya harap Anda tida salah paham dengan tujuan saya menemui Anda. Saya tida e urangan apa pun, jadi saya tida ingin meminta apa pun dari Anda. Saya hanya se adar menuruti permintaan almarhumah ibu saya. Ibu saya ingi n agar saya dan ayah andung saya saling mengenal. Dan se arang ita... sudah be r enalan, Monsieur. Pria yang lebih tua itu menari napas berat, lalu bertanya, Apa ah au marah pada ibumu arena tida memberitahumu lebih awal? Tatsuya menundu . Ia tida mengira pria itu a an menanya an hal itu, arena itu ia tida bisa menjawab. Sebenarnya ya, ia sempat merasa marah. Marah arena dibo hongi begitu lama, tapi se arang... A u harap au tida marah epada ibumu. Tatsuya mendengar suara rendah pria itu. A u ya in au tahu ibumu sungguh tida berma sud menya itimu. Tatsuya menatap wajah pria yang ternyata adalah ayah andungnya. Ia sama se ali tida menduga a an mendapat rea si seperti ini dari Jean-Daniel Lemercier. Tadin ya ia mengira pria itu a an membantah, menola semua penjelasan, tida bersedia menga ui apa pun, dan menuntut bu ti. Kalaupun pria itu menola percaya, Tatsuya tida peduli. Ia tida berusaha mendapat penga uan. Ia hanya ingin bertemu deng an ayah andungnya, seperti yang diingin an ibunya. Tapi pria di hadapannya se a rang ini begitu berbeda. Ia merasa lega. Apa ah Anda sendiri marah pada Ibu arena tida mengata an apa pun tentang ehami lannya? Tatsuya mendengar dirinya sendiri bertanya. Jean-Daniel Lemercier berpi ir sejena . Marah bu an ata yang tepat, sahutnya pela n. A u hanya heran. Tapi mung in arena ami putus hubungan dan a u pergi dari Je pang, dia berpi ir a u tida a an peduli padanya lagi. Anda sudah ber eluarga, Monsieur? tanya Tatsuya lagi. Tiba-tiba saja ia ingin lebi h mengenal ayah andungnya. Jean-Daniel Lemercier tersenyum lemah. A u pernah meni ah. Itu terjadi beberapa t ahun setelah a u meninggal an Jepang dan embali e Paris, sahutnya. A u punya seo rang ana perempuan. Namanya Victoria. Mung in lain ali a an u enal an au ep adanya. Tatsuya mema sa an seulas senyum. Ia tida ya in sudah siap ber enalan dengan an ggota eluarga Lemercier yang lain. Tida perlu terburu-buru, Monsieur. Kita baru saja ber enalan hari ini. Ayah andungnya menganggu ecil. Kau benar, atanya. Pelan-pelan saja. Kita punya banya wa tu. A u berharap ita bisa saling mengenal sedi it demi sedi it.

Tatsuya menundu dan menari napas pelan. Awal yang bai , pi irnya. Tida sepert i yang dita ut annya selama ini. Jean-Daniel Lemercier memang sangat ter ejut da n ebingungan, tapi pria itu bisa mengatasinya dengan bai . Syu urlah... Tatsuya? Tatsuya mengang at epalanya dan melihat Jean-Daniel Lemercier sedang memandangn ya dengan mata yang bersinar ramah. A u senang au datang mencari u, atanya sungguh-sungguh. Sembilan TATSUYA eluar dari restoran dan mengembus an napas panjang. Selesai! Mimpi buru nya bera hir sudah. Beban yang selama ini mengimpit dadanya terang at sudah. Ka lau dipi ir-pi ir, dulu ia bertinda bodoh. Kenapa ia harus menunggu selama itu untu bertemu dengan ayah andungnya sendiri? Kenapa? Tentu saja arena ia ta ut. Saat itu ia ta ut ayah andungnya a an menola perca ya dan ta ut situasinya malah sema in parah. Ia juga a an frustrasi. Walaupun ia mengata an pada dirinya sendiri bahwa ia tida butuh penga uan, tapi bagaimana jadinya bila au tahu orang itu adalah ayah andungmu dan dia menola mu? Siapa p un tida su a ditola , terlebih oleh orangtua andung sendiri. Namun terbu ti eta utannya tida beralasan sama se ali arena Jean-Daniel Lemer cier sangat berbeda dari apa yang dia bayang an sebelumnya. Tatsuya senang a hir nya mere a berhasil melalui saat-saat sulit itu. Tiba-tiba saja Paris terlihat jauh lebih indah. Daun-daun yang berguguran tida lagi terasa tragis baginya. Tatsuya menghirup udara dalam-dalam, sea an ingin me nghilang an sisa masalah yang mengganjal di dada. Di saat-saat seperti ini orang pertama yang muncul dalam pi irannya adalah gadis yang seperti obat penenang ba ginya. Tara Dupont. Ia mengeluar an ponselnya, mene an beberapa tombol, dan menmpel an benda itu e telinga. Ia menunggu sebentar. Begitu terdengar suara di ujung sana, senyumnya o tomatis mengembang. Tara-chan, au punya wa tu?... Sebentar saja... Ya, se arang... A u ingin bertemu denganmu. * * * Ayah andungmu? Mata Tara terbelala . Ia mengibas an-ngibas an tangan, lalu bertan ya se ali lagi, Kau tadi bilang, ayah andungmu? Mm-hmm, sahut Tatsuya santai. Mere a berdua dudu di bang u panjang di pinggir jalan, di bawah pohon-pohon yan g daunnya berwarna co elat, tida jauh dari stasiun radio tempat Tara be erja. T atsuya baru saja mencerita an tentang pertemuannya dengan cinta pertama ibunya y ang juga adalah ayah andungnya. Tara terpana, aget dengan berita itu. Kejutan lain dari Tatsuya Fujisawa. Kemud ian ia menatap Tatsuya dengan ragu-ragu. Apa yang aurasa an se arang? tanyanya ha ti-hati. Tatsuya tersenyum. A u lega semuanya sudah selesai. Ayah andungmu itu... orang bai ? Tatsuya menganggu . Mm... Kelihatannya begitu. Tara terdiam. Ia belum pernah menemui masalah seperti ini sebelumnya, jadi tida tahu harus ber ata apa untu menghibur ataupun mendu ung Tatsuya. Tiba-tiba pun da nya terasa berat. Ia menoleh dan melihat epala Tatsuya bersandar di punda ny a. Ia ter esiap dan wajahnya memanas. Tatsuya, au sedang apa? tanyanya heran. Sebentar saja, gumam Tatsuya, tanpa mengang at epala. Biar an a u begini sebentar saja. A u cape se ali. Tara pun berhenti bergera -gera . Ia bah an menahan napas dan berusaha mereda an debar jantungnya yang sema in cepat, ta ut Tatsuya mendengarnya. A u baru tahu se arang enapa ibu u selalu mema sa u belajar bahasa Prancis seja a u ecil, gumam Tatsuya dengan mata terpejam. Ternyata Ibu ingin a u bisa bertem u dengan ayah u suatu hari nanti. Beberapa saat emudian Tatsuya mengang at epala dan menatap Tara sambil terseny um. Lega se ali arena masalah u sudah selesai, atanya. Bagaimana alau ita meray a annya malam ini? Tara bertepu tangan. Ah, benar! Kau pernah janji mau masa ari. Malam ini? O e?

Tatsuya tergela . Ia mengulur an sebelah tangan dan menyentuh epala Tara. O e. Saat itu Tara hanya bisa tercengang. Sesaat eti a Tatsuya membelai epalanya, i a tida bisa merasa an degup jantungnya sendiri. * * * Tatsuya baru saja dudu di depan meja erjanya eti a Sebastien menghambur masu e ruangan. Di sini rupanya, ata Sebastien sambil berdiri di hadapannya. Tatsuya memandang temannya dengan bingung. Sebastien? Ada masalah? Sebastien mengibas an tangannya. Bu an masalah pe erjaan. A u datang e sini untu menanya an sesuatu yang pribadi. Tatsuya menyandar an tubuh dan mendengar an. A u sudah mendengar dari Tara bahwa alian berdua sering bertemu, ata Sebastien s ambil berjalan mondar-mandir di ruang erja Tatsuya. Tatsuya menganggu se ali. Ya, benar, sahutnya. Lalu ia teringat sama se ali belum pernah memberitahu Sebastien tentang hubungannya dengan Tara. Sebastien berhenti mondar-mandir dan menatapnya sambil ber aca pinggang. Apa tuj uanmu? tanyanya langsung. Tatsuya mengerjap an mata. Apa tujuan u? Sebastien menari ursi dan dudu di hadapan Tatsuya. Raut wajahnya serius. Denga r, atanya, berusaha mencari ata- ata yang tepat. Tara sudah seperti adi u sendi ri. A u tida mau au mempermain annya. Astaga! Sebastien... A u serius, Tatsuya, sela Sebastien. A u tida tahu bagaimana bentu hubungan alia n, tapi a u hanya ingin mengingat anmu. Jangan main-main dengannya. Tatsuya menghela napas dan mengang at edua tangan. Sebastien, a u mengerti ma su dmu. Tapi enapa au tiba-tiba bersi ap begini? Apa ah au selalu begini dengan setiap la i-la i yang de at dengannya? Tida , sahut Sebastien. Karena sebelum ini Tara tida pernah menunju an gejala-gej ala ia menyu ai la i-la i mana pun. Alis Tatsuya terang at. Tiba-tiba perca apan ini menjadi menari . Lalu ma sudmu se arang dia menunju an gejala-gejala itu? tanya Tatsuya tanpa bisa menahan rasa senang yang tiba-tiba saja terbit dalam hatinya. Demi Tuhan! Tatsuya, jangan senyum-senyum begitu. A u tida sedang bercanda, ata Sebastien tida sabar. Dengar, a u merasa dia mulai menyu aimu. Jadi alau au ti da serius dengannya, cepat-cepatlah menying ir. A u tida ingin Tara sa it hati atau semacamnya gara-gara au. Itu abar yang bagus se ali. Senyum Tatsuya elebar, lalu berubah menjadi tawa e cil. Tatsuya, au dengar atau tida ? tanya Sebastien dengan nada datar. Tatsuya mengang at edua tangannya. A u mengerti, Teman. Sungguh, a u mengerti ma sudmu. Kemudian ia mencondong an tubuhnya e depan dan melanjut an, Tenang saja, Sebastien. A u tida main-main dengan Tara-chan. A u tahu apa yang harus ula u an. Sebastien menatapnya dengan heran. Tara-chan? * * * Tara, dari mana saja au? tanya lise begitu Tara embali e meja erjanya. Tara menghela napas dan tersenyum. Hatinya berbunga-bunga. lise menatapnya dengan pandangan menyelidi . Baru bertemu seseorang? Tara menganggu -anggu , meni mati rasa penasaran temannya. lise menengadah, lalu embali menatap Tara. Pasti bu an Sebastien. Alis Tara terang at. Bagaimana temannya bisa meneba begitu? Ia membu a mulut, Ba gaim... Tepat pada saat itu ponselnya berdering. Tara mengang at jari telunju nya menyur uh lise menunggu sebentar, lalu menjawab ponselnya. Halo?... Oh, Papa! Tara memindah an ponselnya dari telinga iri e telinga anan. M alam ini? Tida bisa... Mm, a u sudah punya janji... O e, lain ali saja.... A u a an e tempat Papa alau tida sibu .... Hari ini Papa boleh ma an bersama sal ah satu pacar Papa.... O e?... O e... Sampai jumpa. Dengan Monsieur Fujitatsu? tanya lise langsung. Tara mengerjap-ngerjap an matanya. Apa? Lalu ia teringat pembicaraan mere a sebelu

m ayahnya menelepon. Ooh... Bagaimana au bisa tahu? lise tersenyum puas. Jangan meremeh an lise Lavoie. A u pandai meneba yang masalah begini. Kau sadar, tida , a hir-a hir ini au sering menyebut-nyebut nama Tatsu ya? Tara berpi ir-pi ir, lalu menggeleng. Dulu au sering menyebutnama Sebastien, jelas lise. Tapi se arang au lebih sering m enyebut nama Tatsuya. Dulu au menunggu-nunggu telepon dari Sebastien, se arang au tersenyum seperti orang gila alau Tatsuya menelepon. Kau tentu tahu apa art inya semua itu. Oh... Memangnya dia begitu? Tara tida merasa ia mela u an semua yang di ata an l ise. Ia memang senang setiap ali mendapat telepon dari Tatsuya, tapi apa ah ia sering membicara an Tatsuya? Hmm... Kau sadar apa artinya? tanya lise se ali lagi. Apa? Kau menyu ainya. Siapa? Tatsuya, tentu saja. Siapa lagi? Tara mengerjap-ngerjap an matanya. Benar ah? lise mendesah. Kau sungguh tida tahu atau pura-pura tida tahu? Tara menggeleng-geleng. Ia tida tahu perasaannya. Sungguh. Bu an ah selama ini ia menyu ai Sebastien? Masa begitu mudahnya ia beralih e la i-la i lain? Coba jawab pertanyaan u, ata lise serius. Keti a au bersama Tatsuya Fujisawa, apa ah au merasa bahagia? Tara berpi ir sebentar, lalu menganggu . Keti a alian mengobrol, apa ah au pernah merasa bosan? Tara cepat-cepat menggeleng. Tida pernah. La i-la i itu tida pernah membuatnya bosan. Malah selalu mengejut annya. Apa ah jantungmu berdebar dua ali lebih cepat setiap ali dia menatapmu atau ter senyum epadamu? Tara berpi ir lagi, dan a hirnya menganggu . Bah an adang- adang jantungnya ser asa berhenti berdegup. Tadi... Keti a a u menemuinya tadi, atanya perlahan. Dia sempat menyentuh epala u . Seperti ini. Ia menyentuh punca epalanya sendiri dengan telapa tangannya. Han ya sebentar, tapi jantung u langsung tida eruan. A u belum pernah merasa seper ti ini. Apa yang terjadi, lise? lise menopang dagunya dengan sebelah tangan dan tersenyum senang. Lihat saja dirim u. A u sudah mengata annya padamu. Apa perlu uulangi? Tapi, lise, bu an ah a u menyu ai Sebastien? tanya Tara bingung. Ia tahu ia edenga rannya seperti orang bodoh arena bertanya pada orang lain mengenai perasaannya sendiri. Bagaimana mung in a u bisa menyu ai dua orang se aligus? Itu tida benar . lise menghela napas. Bai lah, a u a an bertanya lagi. Tara memandang temannya, berharap lise punya cara untu mendapat an esimpulan ya ng tepat. Keti a au bersama Sebastien, apa ah au merasa bahagia? lise mengulangi pertanyaan nya. Tara menganggu . Ya, tentu saja. Sangat menyenang an bersama Sebastien. Keti a alian mengobrol, apa ah au pernah merasa bosan? Tara menggeleng. Mere a tida pernah ehabisan bahan obrolan. Apa ah jantungmu berdebar dua ali lebih cepat setiap ali dia menatapmu atau ter senyum epadamu? Kali ini Tara tida langsung menjawab. Ia mengetu dagunya dengan ujung jari tel unju dan berpi ir. Tida , sepertinya jantungnya tida berdebar encang alau be rsama Sebastien. Ia memang senang bersama la i-la i itu, tapi tida ada perasaan seperti napas terce at, jantung berdebar encang, atau bah an jantung sea an be rhenti berdeta . Biasa saja. Tara menggeleng pelan. lise tersenyum puas. Nah, lihat, an? Kau menyu ai mere a berdua, hanya saja rasa su amu berbeda antara Sebastien dan Tatsuya. Tara mengerjap an matanya sea an baru tersadar dari mimpi.

Kau menyu ai Sebastien sebagai teman, tapi au meny ai Tatsuya sebagai la i-la i, l ise menyimpul an. Tara masih tetap diam. Ngomong-ngomong, au sudah mengaja nya e pesta u? tanya lise. Sepuluh INI tempatnya? tanya Tatsuya eti a mere a tiba di depan elab mewah bernama La Vu e. Tara menganggu . Ini elab paling eren di Paris, atanya bangga. Kau pernah e sin i? Tatsuya tersenyum dan menganggu . Pernah. Satu ali. Masih jelas se ali dalam ingatannya eti a ia datang e elab ini. Di sinilah ia bertemu embali dengan si gadis dari bandara itu. Ia juga penasaran apa ah si Hu go masih menjadi bartender di tempat ini. Kelab yang bagus, bu an? Ini salah satu elab mili ayah u, lanjut Tara sambil men ari tangan Tatsuya. Ayo, masu . * * * Hei, dia tampan, bisi lise di de at Tara. Tang apan yang bagus. Tara mendesis dan menyi u lengan temannya, ta ut Tatsuya yang dudu di sebelahny a mendengar apa yang baru di ata an lise. Tang apan? Memangnya dia i an? tu as Tara lirih. lise tida peduli dan melanjut an, Kau beruntung. Kalau a u belum punya Olivier, s udah urebut dia darimu. Tara tertawa. Ia memerhati an temannya menegu bir yang tersisa di botol sampai habis. Sepertinya lise sudah aga mabu , tapi dia tida sendirian. Sebastien juga sudah terlihat mabu arena mere a minum terus seja tadi. Berbotol-botol bir d an gelas-gelas o tail osong bertebaran di meja bundar itu. lise hanya mengundang beberapa orang untu meraya an hari ulang tahunnya. Selain l ise dan pacarnya, Olivier, yang hadir di sana hanya Tara, Tatsuya, Sebastien, da n Juliette. Seperti yang sudah diduga Tara, Sebastien mengaja pacar barunya unt u di enal an epada teman-temannya. Harus Tara a ui ia merasa aga ecewa arena Juliette sama se ali berbeda dari d ugaannya. Juliette yang dudu tepat di hadapannya ini berwajah canti , bermata h ijau dan berambut hitam panjang bu an uning jagung. Dan dengan menyesal Tara ha rus menga ui tida ada orang-orangan sawah yang terlihat sese si itu. Sepertinya bu an cuma a u yang punya pi iran merebut Tatsuya darimu, ata lise tiba -tiba. Tara menoleh dengan cepat e arah Tatsuya dan melihat Juliette sedang berbicara dengan la i-la i itu. Wajahnya de at se ali dengan Tatsuya. Sese ali wanita itu tersenyum lebar dan mempertonton an barisan giginya yang putih dan rapi. Sebasti en asyi mengobrol dengan Olivier sehingga tida terlalu memerhati an pacarnya y ang dudu di sampingnya sedang berusaha seling uh... dan yang sema in lama sema in de at dengan Tatsuya. O-oh, tunggu sebentar! Kau mau minum lagi? Biar uambil an, ata Tatsuya menawar an sambil menunju gelas Juliette yang sudah osong. Tentu saja, sahut Juliette dengan senyum manis yang membuat Tara nai darah. Wanita itu baru a an membu a mulut lagi dan Tara langsung tahu apa yang ingin di ata annya. Secepat ilat, sebelum Juliette sempat mengucap an apa pun, Tara men yela dengan suara eras hampir seperti teria an pernyataan perang zaman dulu, Tatsu ya, au mau e bar? A u i ut! Tara bang it dari ursi dengan cepat dan melempar an senyum yang ta alah manis nya e arah Juliette yang membalasnya dengan senyum sopan. Wanita itu bah an tid a boleh bermimpi ingin mende ati Tatsuya. Coba saja alau berani. Tara mengi uti Tatsuya e bar yang ramai. Ternyata au bai se ali, omentar Tara dengan nada sinis begitu mere a berdiri be rdampingan di meja bar. Hm? Bai bagaimana? tanya Tatsuya tida mengerti. Kenapa au harus mengambil an minuman untu nya? tanya Tara etus, sama se ali tida memandang Tatsuya. Ia tahu ia terdengar e ana - ana an, tetapi ia tida bisa menahan diri. Karena tida mendengar jawaban, Tara meliri Tatsuya se ilas dan mendapati la i-

douard! seru gadis itu sambil melambai-lambai an tangan e arah bartender bota yan g sedang melayani seorang tamu. Begitu tahu siapa yang menyeru an namanya, bartender yang dipanggil douard itu se gera menghampiri mere a dengan senyum lebar yang ramah. Hai, Tara. Mau pesan apa? Tara menatap Tatsuya dengan senyum puas. Ana bos selalu mendapat pelayanan utama . Tatsuya memandang bartender di hadapan mere a dan bertanya pada Tara, douard? Tara menganggu . Ia memper enal an edua pria itu. douard, ini teman u, Tatsuya. T atsuya, ini douard. Dia sudah cu up lama be erja di sini. Salah satu bartender fa vorit ayah u, jelas Tara. Tapi sayangnya, bu an favorit u, arena dia tida pernah mengizin an u minum banya . Kore si, sela douard dengan senyum lebar. A u tida pernah mengizin anmu minum sampa i mabu . Tapi mabu itu menyenang an, gurau Tara. Coba ata an itu lagi alau au sedang muntah-muntah, balas douard. Tara mengibas an tangannya. Kau terdengar persis seperti ibu u. Ibu tida pernah mengizin an a u minum sedi it pun selama a u tinggal di Ja arta. Membosan an. Pa dahal a u tida pernah minum sampai mabu . A u tahu batasnya. Ia memiring an epa lanya e arah Tatsuya dan ber ata, Teman u ingin menambah minuman. douard mengalih an perhatiannya epada Tatsuya dan e spresinya aga berubah. Keni ngnya ber erut sea an berusaha mengingat-ingat. Oh, bu an ah au yang...? Tatsuya tersenyum. Wah, masih ingat pada u? douard menjenti an jari. Kau yang wa tu itu ada di sini. Tara memandang mere a dengan heran. Apa yang sedang mere a bicara an ini? Kalian saling enal? tanyanya. Tida juga, sahut Tatsuya. A u mengenalnya dengan nama Hugo, tapi ternyata namanya bu an Hugo. Tara masih tida mengerti.

la i itu sedang menatapnya sambil tersenyum. Kenapa senyum-senyum? tanya Tara, lalu mengalih an pandangan lagi. Ia merasa Tatsu ya bisa membaca pi irannya hanya dengan menatap matanya dan itu berbahaya. Tara Dupont, panggil Tatsuya. Coba pandang a u. Karena Tatsuya memanggilnya dengan lembut, Tara tida punya pilihan lain selain berpaling dengan enggan dan memandang Tatsuya. Kau cemburu? tanya la i-la i itu. Senyumnya ma in lebar. Tida , cetus Tara langsung. Siapa yang cemburu? Tida ada. Tatsuya tertawa ecil. Ia mengulur an tangan dan mengusap epala Tara. Jantung T ara langsung meloncat tida beraturan. A u menawarinya minuman lagi sebagai alasan untu menying ir dari sana, ata Tatsu ya sambil menatap mata Tara. Sungguh? Tatsuya menganggu . Kau tida tertari padanya? Tatsuya menggeleng. Sedi it pun tida ? Tatsuya berpi ir sejena . Yah... Dia memang canti se ali, gumamnya. Tara mengerut an ening. Tapi tida , dia bu an tipe u, lanjut Tatsuya tenang. Ia berpaling e arah Tara. Ma anya au tida perlu cemas. Kau tahu, ulitmu bisa cepat eriput alau au ber e rut seperti itu terus. Tara mendengus walaupun dalam hatinya senang mendengar ucapan Tatsuya sebelum la i -la i itu bicara tenang eriput dan semacamnya itu. Untu menutupi rasa malunya, ia hanya menggerutu tida jelas. Kau mau minum lagi? tanya Tatsuya. Tara menganggu dan mencari-cari bartender yang entah ada di mana. Kau tahu, pada saat-saat seperti se arang inilah a u senang dengan posisi u sebag ai ana bos, ata Tara sambil tersenyum lebar eti a a hirnya ia berhasil melihat bartender di ujung sana. Tatsuya tida sempat bertanya apa ma sudnya arena Tara sudah memaling an wajah.

douard tiba-tiba menunju Tatsuya dengan penuh semangat dan ber ata epada Tara, T anya an padanya! Tara mengerjap-ngerjap an mata. Apa? Sudah ubilang au selalu memanggil u dengan nama lain begitu au sudah mabu . Ka u tida pernah percaya pada u, celoteh douard menggebu-gebu. Se arang au boleh tan ya padanya. Dia dengar sendiri eti a au tida mau berhenti minum dan terus mem anggil u Hugo. Tara melongo. Apa yang sedang dibicara an douard? Hugo siapa? Siapa yan gmabu ? A pa hubungannya dengan Tatsuya? Kau ingat hari Sabtu itu eti a au baru embali dari Indonesia? douard menjelas an dengan nada tida sabar eti a melihat Tara masih terbengong-bengong. Malam itu au datang e sini untu minum-minum sendirian arena au bilang Sebastien pergi entah e mana. Ingat? Oh... Tara ingat hari itu. Ia memang esal setengah mati pada Sebastien arena t ida datang menjemputnya di bandara. Ia bah an sudah menunggu lama di afe banda ra. Lalu malamnya ia datang e La Vue untu minum-minum. Saat itu temanmu ini juga ada di sini, ata douard sambil menunju Tatsuya, lalu ia mengerut an ening. Tunggu dulu... wa tu itu au sudah enal dengannya? Pertanyaan itu dituju an epada Tatsuya, jadi Tatsuya menggeleng. Jadi alian baru ber enalan setelah itu? tanya douard lagi. Tatsuya menganggu sambil tersenyum. Tara memandang Tatsuya dengan bingung. Kita pernah bertemu di sini? tanyanya ragu. Ia menggali ingatannya, tetapi tetap tida menemu an petunju apa pun yang meng arah pada pertemuannya dengan Tatsuya di elab ini. Aneh... Ia bu an orang yang gampang melupa an sesuatu. Ia malah bisa di ategori an sebagai orang yang punya ingatan bai . Tatsuya mendesah dan menggeleng-geleng an epala. Ternyata au benar-benar sudah mabu malam itu. Kau bah an tida ingat pernah berbicara pada u? Kau juga tida ingat pernah memanggilnya dengan nama Hugo? Kenapa Hugo terdengar tida asing? Tara berpi ir-pi ir. Lalu ia teringat e-mail yang di irim Tatsuya e acara Je me souviens.... Kelab tempat Tatsuya bertemu ga dis di bandara... Hugo si bartender... Gadis di bandara...? Kau sudah ingat? tanya Tatsuya. Tara menatap la i-la i itu dengan mata yang melebar. E-mail yang au irim an e s tasiun radio... Kejadian itu adalah eti a au bertemu dengan u? Di sini? Jadi.. . jadi itu artinya gadis yang autemui di bandara itu... Kau, Tara-chan, Tatsuya menyelesai an alimat Tara. Oh? Tara mengerjap-ngerjap an mata. Tercengang. Bagaimana bisa? Apa ah dia sedang be rmimpi? Tapi bah an dalam mimpi pun ia tida pernah berpi ir dirinya adalah gadi s yang telah membuat Tatsuya terpesona di bandara. Sea an merasa an eraguan Tara, Tatsuya menatap lurus-lurus e mata Tara. Kaulah yang ulihat di afe bandara. Saat itu opermu menyenggol oper u. Dan malam har inya, aulah yang utemui di sini eti a a u sedang menunggu teman u. Kau sudah mabu dan masih tida mau menga uinya. Malah memanggil orang dengan nama yang sa lah. Kau benar-benar tida ingat? Tara tida bisa ber ata apa pun. Kenapa ia sama se ali tida ingat pernah meliha t Tatsuya? Ia memang ingat alau ia masu e afe bandara dengan darah mendidih arena Sebastien tida datang menjemputnya, arena itu ia tida sadar dan tida peduli opernya menyenggol benda apa pun. Lalu malam itu, ia juga masih esal se hingga memutus an untu minum-minum sebentar. Memang saat itu ia ingat ada seseo rang di de atnya eti a ia berbicara dengan douard, tapi ia tida ingat wajah ora ng itu. Ternyata itu Tatsuya? Tapi au tida menunju an tanda-tanda au pernah melihat u, gumam Tara masih bing ung. Tentu saja tida , sahut Tatsuya tegas. A u tida ingin au menganggap u penguntit a tau semacamnya. Lagi pula au sendiri tida sadar au pernah bertemu dengan u. Tara merenung. Mung in ah itu sebabnya ia merasa ada sesuatu yang tida asing e ti a Sebastien pertama ali memper enal annya epada Tatsuya? Mung in ah itu ar ena tanpa sadar ia mengingat wajah Tatsuya? Hmm... sepertinya bu an itu.

Kau tahu betapa ter ejutnya a u eti a melihatmu lagi bersama Sebastien? Tatsuya m elanjut an. Gadis yang membuat u terpesona di bandara ternyata adalah teman Sebas tien Giraudeau. A u nyaris tida percaya pada penglihatan u. Dan nyaris tida pe rcaya arena a hirnya a u bisa ber enalan denganmu. * * * Kenapa alian berdua lama se ali? protes Sebastien eti a Tara dan Tatsuya embali e meja. Hanya mengambil minuman. Pesta minuman embali dilanjut an. Malam sema in larut dan suasana sema in meria h. Tatsuya merasa gembira. Inilah pertama alinnya ia merasa bebas seja menginj a an a inya di Paris. Tapi perasaan itu ternyata tida bertahan lama. Keti a mere a asyi mengobrol, tiba-tiba Tara menyelutu , Lho, Papa! Papa! Semua orang menoleh, termasu Tatsuya. Dan saat itulah egembiraannya langsung s irna ta berbe as. Tara bang it dari ursi dan menyongsong seorang pria tinggi berambut co elat yan g menghampiri meja mere a. Kening Tatsuya ber erut bingung melihat soso pria ya ng terasa tida asing itu. Papa, seru Tara gembira sambil merentang an edua tangannya. Victoria, ma chrie, ata pria itu dan merang ul Tara. Saat itulah Tatsuya melihat wajah pria itu dengan jelas dan darahnya mendada me mbe u. Papa...? Victoria...? Tara menari lengan pria itu e meja mere a dan ber ata pada teman-temannya deng an nada bangga, Teman-teman, bagi alian yang belum pernah melihat ayah u, ini di a, pemili elab yang eren ini. Tatsuya dudu mematung. Matanya terbelala menatap pria di hadapannya. Dunia sea an hening se eti a. Ia tida bisa mendengar suara di se itarnya, tida bisa mer asa an jantungnya berdebar, tida bisa merasa an darahnya mengalir di dalam tubu hnya. Ia bah an tida bisa menghirup udara. Ayah Tara tersenyum ramah dan mengamati wajah-wajah yang dudu mengelilingi meja bundar itu, sampai pandangannya terhenti pada Tatsuya dan e spresinya berubah. Heran... dan ter ejut. Tatsuya bisa merasa an e agetan di mata pria itu. Tatsuya memahaminya. Ia sendi ri juga merasa an hal yang sama. Pria yang se arang ini sedang merang ul punda Tara memang diper enal an sebagai ayah Tara, tetapi Tatsuya lebih mengenalnya de ngan nama Jean-Daniel Lemercier, orang yang baru di etahuinya sebagai ayah andu ngnya. Sebelas UNTUK beberapa deti yang menegang an, mere a berdua bertatapan. Hanya bertatapa n. Terlalu aget dan bingung untu bersuara. Tanpa sadar Tatsuya berbisi , Monsie ur... Kalian berdua sudah saling mengenal? Tatsuya tersenta mendengar suara Tara. Ia menoleh e arah gadis itu yang memand ang ayahnya dan Tatsuya bergantian. Gadis itu heran, tapi tida merasa curiga se di it pun. Ayahnya baru a an membu a mulut, tapi Tatsuya buru-buru menyela, Tida , ami belu m pernah bertemu. Tatsuya memandang ayah Tara, meminta pria itu mengi uti apa yang di ata annya. M emohon dengan matanya supaya ayahnya itu tida ber ata apa-apa. A u pernah mendengar ayahmu adalah... eh, Jean-Daniel Lemercier yang punya banya restoran di Prancis, Tatsuya berbohong dengan susah payah. Lidahnya terasa berat , suaranya juga terdengar aga sera . Tara mengang at alis dan mengerjap an mata. Lemercier? Aneh se ali. Lalu ia tersen yum epada ayahnya. Lemercier adalah nama ayah u sewa tu masih muda se ali, jelasn ya sambil menggandeng lengan ayahnya. Seja mulai menjalan an bisnis elab dan re storan. Papa mengganti namanya menjadi Dupont. Sejarahnya panjang. Lain ali a a n ujelas an. Tara sama se ali tida merasa an etegangan yang ada di antara edua pria itu. I a masih tetap ceria dan tersenyum lebar. Papa, Papa sudah enal Sebastien dan lise, bu an? ata Tara sambil menunju teman-t

emannya yang dudu mengelilingi meja bundar itu. Dan ini Juliette, itu Olivier, p acar lise. Dan ini Tatsuya Fujisawa. Tara melepas an diri dari rang ulan ayahnya d an menggandeng lengan Tatsuya. Dia arsite dari Jepang yang a an be erja sama den gan perusahaan ayah Sebastien untu proye pembangunan hotel di sini. Dan perlu Papa etahui, bahasa Prancis-nya lancar se ali. Arsite yang hebat, Monsieur, tambah Sebastien dengan senyum lebar. Tida heran Tar a su a padanya. Tatsuya melihat wajah ayah Tara langsung memucat. Diamlah, Sebastien, omel Tara dengan wajah yang memerah. Kau sudah mabu . Ia berdeha m dan melanjut an per enalannya, Tatsuya, ini ayah u, Jean-Daniel Dupont, Tara mel anjut an. Tatsuya menjulur an tangannya yang tiba-tiba saja terasa amat sangat berat. Keti a Jean-Daniel Dupont menjabat tangannya, tangan pria itu terasa dingin. Atau ah tangannya sendiri yang dingin? Apa abar, Monsieur? gumam Tatsuya. Jean-Daniel Dupont juga menggumam an sesuatu, tapi Tatsuya tida mendengar jelas . Kau teman Victoria? Terdengar pertanyaan yang lebih jelas dari pria itu. Tatsuya tida menjawab. Ia bingung harus menjawab apa. Melihat edua la i-la i itu berpandangan dalam diam, Tara juga i ut diam, lalu s ea an menyadari sesuatu, ia menoleh e arah Tatsuya dan ber ata, Kau pasti bingun g enapa ayah u memanggil u Victoria. Nama leng ap u Victoria Dupont. Memang nam a yang lebih mirip nama Inggris bu an Prancis, arena ibu u yang memberi u nama. Semua orang memanggil u Tara, hanya ayah u yang masih su a memanggil u Victoria . Tatsuya masih belum menemu an suaranya embali. Monsieur, sila an bergabung dengan ami, lise menawar an. Entah bagaimana caranya, Jean-Daniel Dupont berhasil menyungging an senyum ramah yang aga a u dan menggeleng. Tida usah. Kalian ana -ana muda saja yang berse nang-senang. A u hanya mampir untu melihat-lihat eadaan elab. Sila an, sila a n... Oh ya, wa tu itu Papa bilang ada yang ingin Papa bicara an dengan u, Tara menginga t an. Kata Papa itu masalah penting. Tubuh Tatsuya menegang. Ia bisa meneba apa yang ingin dibicara an Jean-Daniel D upont dengan putrinya. Pasti tentang putra yang baru ditemuinya. Tentang dirinya . Ia menahan napas menunggu jawaban Jean-Daniel Dupont. Tida apa-apa, ma chrie, sahut ayahnya. Matanya bertemu dengan mata Tatsuya. Tida t erlalu penting. Lain ali saja ita bicara an. Tara mengang at alisnya. Lho? Tepat pada saat itu lise ber ata ia ingin menambah minuman. Tatsuya mengambil es empatan itu dan menawar an diri untu mengambil an minuman untu nya. Ia perlu me nying ir dari sana untu sementara. Supaya ia b isa bernapas embali. Keti a ia berjalan pergi, ia sempat mendengar ucapan Jean-Daniel Dupont epada putrinya. Bisa i ut Papa sebentar, Victoria? tanya ayahnya dengan nada mendesa . * * * Apa yang ingin dibicara an ayahnya? Kenapa esannya serius begitu? Tara mengi uti ayahnya eluar elab. Angin bertiup lumayan encang dan Tara haru s merapat an ja et yang di ena annya. Ada apa, Papa? tanya Tara penasaran. Mendada saja ayahnya terlihat lelah. Papa tid a ena badan? Ayahnya menggeleng, lalu bertanya, Ma chrie, sudah berapa lama au mengenalnya? tan ya ayahnya. Siapa? Tatsuya? tanya Tara. Ayahnya menganggu tida sabar. Ya, Tatsuya. Wah... enapa ayahnya tiba-tiba melontar an pertanyaan itu? Sepertinya ayahnya i ngin tahu lebih banya tentang Tatsuya. Apa ah jelas terlihat alau Tara tertari pada Tatsuya? Ia heran arena pertanyaan ayahnya tadi adalah pertanyaan yang u mumnya ditanya an para orangtua begitu mengetahui ana mere a tertari pada sese orang. Namun Tara memang tida berniat menyembunyi an apa pun dari ayahnya. Oh, belum lama. Dia teman Sebastien dan Sebastien mengenal annya pada u. Tara mena

tap ayahnya dengan mata berbinar-binar. Menurut Papa bagaimana? Ayahnya mengang at alis. Apanya? Tatsuya Fujisawa, sahut Tara. Menurut Papa bagaimana? Ayahnya terlihat aga gugup. Entahlah... Kenapa tiba-tiba bertanya begitu? Tara hanya tersenyum. Sebenarnya ia berharap dalam hati ayahnya sependapat denga nnya. Tatsuya la i-la i yang bai dan sopan. Ia ya in ayahnya tida a an eberat an alau ia menga ui perasaannya terhadap Tatsuya. Ma chrie, panggil ayahnya dengan nada was-was. Kau menyu ai pemuda itu? Tara memandang ayahnya dan menimbang-nimbang. Apa ah ayahnya bisa membaca pi ira nnya? Apa ah ia bisa memberitahu ayahnya? Se arang? Ya, jawab Tara a hirnya. Ia tida pernah berbohong epada ayahnya dan ia memutus a n sebai nya ia menga ui se arang. Tara sudah bersiap-siap menghadapi serbuan pertanyaan ayahnya, tapi aneh se ali, ayahnya hanya tertegun mendengar jawabannya. Air mu anya berubah cemas dan geli sah. Papa, ada apa? tanya Tara eti a ayahnya masih tetap diam. Kenapa ayahnya tid a be rtanya apa-apa? Ia baru saja menga ui ia menyu ai seorang la i-la i dan bu an ah sebagai orangtua sudah sewajarnya ayahnya bertanya macam-macam? Tida apa-apa, gumam ayahnya. Tara berusaha meneba -neba apa yang menjadi beban pi iran ayahnya, tapi tida m enemu an alasan apa pun. A u dan Tatsuya memang baru saling mengenal, atanya beru saha menjelas an lebih jauh, tapi a u merasa dia orang yang bai dan menyenang an . Dia tipe la i-la i yang diincar ebanya an wanita untu dijadi an suami. Tara berma sud bergurau, tetapi begitu ata- ata itu eluar dari mulutnya, ayahn ya ter esiap aget. Kau mau meni ah dengannya? tanya ayahnya dengan nada pani yang tida dipahami Tar a. Tara mengerjap-ngerjap an mata dan menggeleng. Tida , jawabnya. Ia sama se ali tid a mengerti apa yang memicu rea si ayahnya. A u memang menyu ainya, tapi a u tida sedang merencana an perni ahan. Kenapa Papa tiba-tiba punya pi iran begitu? Tida , Papa tida berpi ir seperti itu, gumam ayahnya cepat-cepat. Tara menang ap ilatan lega di mata ayahnya dan ia sema in heran. Ma chrie, panggil ayahnya lagi. Coba jelas an tentang hubungan alian berdua epada Papa. Aneh se ali, enapa ayahnya pani begitu? Apa ah ayahnya ta ut ia a an meni ah d engan Tatsuya? * * * Tatsuya sama se ali tida bisa tidur sepanjang malam. Ia hanya dudu diam di pin ggir jendela apartemennya dan memandangi Sungai Seine. Jam sudah menunju an pu ul 02.24 dini hari dan ia tida mengantu sedi it pun. Begitu pulang dari La Vue dua jam yang lalu, ia berusaha tidur arena epalanya berat se ali. Tetapi sete lah setengah jam berjuang untu terlelap dan sia-sia, ia menyerah lalu bang it d ari tempat tidur. Ia tahu ia harus berpi ir, tapi ia tida ingin berpi ir. Kepalanya sa it, pusing , dan berat. Terlalu banya yang berlalu-lalang di bena nya sampai ia tida tahu lagi harus berpi ir apa. Sema in dipi ir, ia sema in terte an. Pasti ada esalahan. Tida mung in ia dan Tara punya ayah yang sama. Pasti ada esalahan.... Tatsuya menari napas berat, lalu mengembus annya dengan pelan. Dadanya terasa s a it. Bernapas ternyata bisa juga menya it an. Kenapa harus Jean-Daniel Dupont...? Kenapa harus ayah Tara...? Mung in ia bu an ana Jean-Daniel Dupont.... Mung in ibunya salah.... Ayah andungnya bu an JeanDaniel Dupont.... Bu an... Demi Tuhan! Ia sungguh-sungguh berharap Jean-Daniel D upont bu an ayah andungnya. Apa yang harus dila u annya se arang? Ia tetap dudu diam di pinggir jendela, sepanjang malam, tanpa bergera , dan nya ris tanpa bernapas, sampai langit berubah warna dari hitam menjadi biru, lalu bi ru muda. Saat itulah Tatsuya baru menyadari hari sudah terang dan ia tida tidur semalaman. Tida mudah mema sa dirinya bergera , tapi ia sadar ia harus pergi e antor. Ta

tsuya bergera dengan perlahan dan a u, seperti robot yang sudah usang. Ia menc uci mu a dan berganti pa aian dengan lesu. Ia sebenarnya berma sud sarapan, teta pi merasa tida bernafsu. Ia baru a an eluar dari apartemennya eti a ponselnya berdering. Ia mengeluar an ponsel dari sa u celana dan meliri layar ponsel. Orang itu. Halo, ata Tatsuya eti a ponsel sudah ditempel an e telinga. Ia hampir tida men genali suaranya sendiri. Suaranya terdengar aneh dan jauh. Tatsuya. Terdengar suara rendah Jean-Daniel Dupont di seberang sana. Ya, Monsieur, sahut Tatsuya datar. Kurasa ita harus bicara, ata Jean-Daniel Dupont. Tentang apa yang terjadi emarin malam. Tatsuya menghela napas berat. Bernapas masih tetap menya it an. Ya. Bai lah, Mons ieur. Kita bisa bertemu siang ini? Tatsuya terdiam. Cepat atau lambat hal ini harus dihadapi. Tatsuya harus menyele sai an masalah ini. Tida masalah, ata Tatsuya a hirnya. Kata an di mana dan jam berapa. Saya a an dat ang. * * * Teman, tampangmu beranta an se ali, omentar Sebastien eti a masu e antor Tats uya siang itu. Tadinya ia berencana mengaja Tatsuya ma an bersama mengingat mer e a jarang se ali bertemu seja terlibat langsung dalam proye hotel itu. Tapi b egitu masu e ruangan Tatsuya, ia melihat temannya dudu bersandar dengan tampa ng terte an. Tatsuya menoleh dan tersenyum tipis. Sa it epala arena mabu emarin? goda Sebastien. Tatsuya menggeleng. Kau yang mabu berat emarin malam, sahutnya pelan. Namun ead aan Sebastien terlihat jauh lebih bai daripada dirinya saat ini. Sebastien tertawa. Ya, sepertinya begitu. Pagi tadi epala u masih sa it seperti dihantam palu. Tapi enapa tampangmu usut begitu? Kurang tidur, jawab Tatsuya pende . Ia memaling an wajah dan memandang e luar jen dela. Sebastien merasa aneh arena temannya berubah pendiam. Mau ma an siang dengan u? i a menawar an. Tatsuya menoleh dan meliri jam tangannya. Ia bang it dan meraih ja etnya. Ia te rsenyum meminta maaf pada Sebastien. Maaf, Sebastien. A u ada janji dengan orang lain. Lain ali saja ita ma an bersama. Janji dengan Tara? goda Sebastien, berusaha menyembunyi an ebingungannya atas si ap Tatsuya. Sebastien heran melihat gera an Tatsuya tiba-tiba terhenti. Bu an, bu an denganny a, sahut Tatsuya datar. Ia menoleh e arah Sebastien. Sampai nanti. Sebastien mengerut an ening setelah Tatsuya menghilang di bali pintu. Ada apa dengan Tatsuya hari ini? Apa yang membuatnya bad mood tadi? Tara? Bu an ah mere a bai -bai saja emarin? Mung in ah mere a berteng ar? Ah, bingung. Sebastien menggeleng-geleng dan memutus an untu bertanya pada Tara saja arena gadis itu pasti ingin memuntah an isi hatinya alau sedang esal. * * * Anda sudah memberitahu Tara? tanya Tatsuya tanpa memandang pria yang dudu di hada pannya. Tida ... Belum, sahut Jean-Daniel Dupont. Mere a embali bertemu di restoran tempat pertama ali mere a bertemu. Mere a be rdua sama-sama hanya memesan minuman arena tida lapar. Tatsuya sendiri merasa nafsu ma annya tiba-tiba hilang entah e mana. Ia tida bisa ma an dan tida bis a tidur. Sebenarnya ia malah tida ingin mela u an apa-apa. Jean-Daniel Dupont yang ada di hadapannya ali ini sepertinya bertambah tua bebe rapa tahun seja tera hir ali Tatsuya melihatnya. Wajahnya juga terlihat lelah dan pucat. Ia pasti juga mencemas an eadaan ini. Monsieur, panggil Tatsuya pelan, masih memandangi tapla meja di hadapannya. Kenapa mengubah nama Anda? Jean-Daniel Dupont terdiam sejena , lalu menghela napas. Lemercier itu nama ayah

andung u, ia memulai. Beliau meninggal eti a a u berumur delapan tahun. Kemudian ibu u meni ah lagi dengan pria bernama Dupont yang membu a usaha restoran. Ayah tiri u tida pernah mema sa u mengubah nama jadi selama masa remaja u a u tetap mengguna an nama Lemercier. Tatsuya diam dan mendengar an. Lalu ayah tiri u yang bai ini mulai sa it-sa itan. Beliau dan ibu u tida punya ana dan a u tahu Beliau berharap a u bisa melanjut an usahanya. A u juga tahu, walaupun tida pernah meminta, Beliau sangat berharap a u menjadi ana nya yang s ah di mata hu um. Jean-Daniel Dupont menghela napas lagi. Sing at ata, a u memenu hi harapannya. A u mengganti nama u dan melanjut an usahanya. Anda mengganti nama Anda setelah embali dari Jepang? tanya Tatsuya walaupun ia su dah tahu jawabannya. Jean-Daniel Dupont menganggu . A u sedang berlibur di To yo eti a mendapat abar ayah u sa it. Karena itu liburan u harus dipersing at. A u harus meninggal an J epang dan embali e Prancis. Tatsuya menganggu pelan. Jadi Anda bertemu dengan ibu u eti a sedang berlibur d i Jepang? Ya. Kalian saling menyu ai? Ma sud u, wa tu itu. Ya. Tatsuya mengang at wajahnya dan menatap Jean-Daniel Dupont. Lalu enapa...? A u tida a an mencari-cari alasan, Jean-Daniel Dupont menjelas an. Saat mendengar abar ayah u sa it, a u langsung embali e Prancis. A u dan ibumu ehilangan o nta . Bera hir begitu saja. Mere a berdua terdiam. Masing-masing sibu dengan pi iran mere a sendiri. A u sudah bertanya pada Victoria, Jean-Daniel Dupont memecah eheningan. Dia bilang Sebastien yang mengenal an alian berdua. Sepertinya hubungan alian cu up bai ... dan de at. Tatsuya tida menjawab. Kau..., Jean-Daniel Dupont melanjut an. Nada suaranya ragu. Bagaimana perasaanmu te rhadap Victoria? Tatsuya tetap diam. Bagaimana perasaannya terhadap Tara Dupont? Bagaimana perasa annya terhadap... adi perempuannya? Tolong jangan memintanya menjawab... Kau... menyu ainya? Mendengar pertanyaan Jean-Daniel Dupont, punda Tatsuya terasa berat. Ia membena m an tangan e sa u ja etnya dan mengembus an napas. Tatsuya. Monsieur, ata Tatsuya pelan, tapi pasti. Ia menatap osong e cang ir opi di ata s meja. Apa ah Tara putri andung Anda? Jean-Daniel Dupont tida langsung menjawab. Ia aget arena tida menyang a Tats uya a an bertanya seperti itu. Tatsuya hanya bisa berharap pria itu memahami bah wa pertanyaannya tida bertujuan menghina siapa pun. Benar, sahut Jean-Daniel Dupont. Dia memang putri andung u. Tida ada eraguan ten tang itu. Tatsuya memejam an mata. Satu emung inan gagal.... Apa ah Anda ya in a u putra andung Anda? tanya Tatsuya lagi. Jean-Daniel Dupont tida menjawab. Apa ah Anda pernah berpi ir mung in ibu u salah? Tatsuya melanjut an. Mung in Anda bu an ayah andung u. Mung in ayah andung u orang lain yang... Ia segera menghenti an ata- atanya begitu menyadari apa yang baru di ata annya. Astaga! Apa ah ia baru menuduh ibunya terlibat dengan pria lain? Memangnya ia p i ir ibunya itu wanita seperti apa? Tatsuya memarahi dirinya dalam hati. Ia tida percaya apa yang sudah dipi ir annya. Tatsuya, panggil Jean-Daniel Dupont. Tatsuya menghela napas dan mengembus annya dengan eras. Maaf an a u, atanya liri h. A u tida berma sud meragu an ibu u. Hanya saja... Suaranya mulai sera . Kepalanya berputar-putar. Demi Tuhan! Apa yang sedang terj adi pada dirinya? Ia berdeham dan ber ata, Mung in yang dima sud ibu u bu an Anda. A u tida menyang a a an menjadi seperti ini, gumam Jean-Daniel Dupont.

Semua emung inan harus ditelusuri. Tatsuya tida bisa hidup dalam ebimbangan s eperti ini. Terlalu menya it an. Ia harus tahu pasti. Monsieur, atanya. Bagaimana alau ita menjalani tes DNA? Tatsuya tida pernah berpi ir dirinyalah yang a an mengaju an permintaan itu et i a ia mulai mencari ayah andungnya. Saat itu ia tida memerlu an penga uan aya h andungnya, jadi ia tida peduli apa ah ayah andungnya a an menga uinya atau menola nya. Tapi se arang eadaannya lain. Ia tida bisa terjerat dalam ling ara n menyesa an ini. Ia harus tahu. Harus.... Tatsuya merasa pria yang dudu di hadapannya itu tida terlalu ter ejut dengan p ermintaannya. Mung in Jean-Daniel Dupont juga sudah memper ira an hal itu. Tes DNA? ulang pria itu. Kau ingin memasti an... Apa ah Anda adalah ayah andung u, Tatsuya melanjut an ata- ata Jean-Daniel Dupon t. Jean-Daniel Dupont terdiam cu up lama, sea an mempertimbang an usul Tatsuya. Apa ah ia a an menganggap usulnya eterlaluan atau masu a al? Bai lah, a hirnya pria itu menyetujui dan Tatsuya mendesah lega. Kapan? Lebih cepat lebih bai . Ini satu-satunya harapannya.... Harapan tera hirnya. Dua Belas SYUKURLAH Olivier sudah boleh pulang sore ini, ata lise sambil memegang dadanya da n menghela napas lega. Tara yang berjalan di sampingnya hanya tertawa. Tida perlu berlebihan begitu, lis e. Pacarmu hanya menjalani operasi usus buntu biasa. Ia baru saja menemani lise mengurus administrasi Olivier sebelum eluar dari ruma h sa it. Se arang mere a sedang berjalan embali e amar tempat pacar lise diraw at. Tapi tetap saja a u hawatir selama dia dioperasi, ata lise tida peduli. Kau pasti juga a an begitu alau Tatsuya yang menjalani operasi usus buntu. Tara tersenyum ecil dan mengang at bahu. Mung in saja. lise memandangnya dengan tatapan menyelidi . Kenapa? Ada apa dengan Tatsuya? Tara menghela napas dan menggeleng. Tida apa-apa, sahutnya. Hanya saja dua-tiga ha ri tera hir ini dia sepertinya aga pendiam. Hm? Dia tida banya bicara, Tara berusaha menjelas an. Dia sedang sibu dan banya pe erjaan sehingga ami tida sempat bertemu, hanya bisa bicara se ali di telepon, tapi itu juga cuma sebentar. Mung in ini perasaan u saja. Mung in saja, sahut lise. Kau sudah bertanya padanya? Mung in dia sedang ada masalah atau apa. Tida , dia tida pernah ber ata apa-apa. A u juga belum bertanya, ata Tara dan me mutus an dalam hati ia a an bertanya nanti. Ngomong-ngomong, terima asih au mau datang menjengu Olivier, ata lise eti a me re a sudah sampai di depan pintu amar Olivier. Tida masalah, ata Tara ringan. A u sudah lama mengenal Olivier dan baru ali ini a u melihatnya terbaring tida berdaya di tempat tidur. Biasanya dia selalu berg era , tida bisa diam. Perubahan ecil seperti ini pasti bagus baginya. Apanya yang bagus? lise mendengus. Sepanjang hari erjanya hanya menggerutu arena b elum diizin an ber eliaran. Tara tertawa. lise, au masu saja dulu. A u mau e toilet. lise melambai dan masu e amar rawat, sedang an Tara terus berjalan menyusuri oridor e toilet. Baru saja ia a an membelo memasu i toilet wanita, lang ah a inya terhenti. Mat anya terpa u pada punggung seorang pria yang sedang berjalan menjauhi meja peraw at tida jauh dari sana. Ia mengerjap an mata. Papa? gumamnya pada diri sendiri. Ia bergegas berbali dan berlari-lari ecil menyusul ayahnya yang a an berjalan menjauhinya. Papa! serunya eti a ia merasa jara nya sudah cu up de at sehingga ayahnya bisa me ndengarnya. Ayahnya menoleh dan... Apa ah hanya perasaannya atau ah ayahnya terperanjat meli hatnya?

Ma chrie? gumam ayahnya setelah Tara berdiri di hadapannya. Sedang apa au di sini? Tara tersenyum lebar walaupun dalam hati aga heran melihat ayahnya memandang e se eliling dengan gelisah. Kalau dipi ir-pi ir, sebenarnya bu an Tatsuya saja yang terlihat aneh bela angan ini. Tara juga merasa ayahnya berubah. Selalu gelisah. Ia sudah berusaha mencar i tahu, tapi ayahnya selalu meya in an segalanya bai -bai saja. Pacar lise sedang dirawat di sini. Operasi usus buntu. A u datang menjengu nya, jaw ab Tara. Papa sendiri sedang apa di sini? Ayahnya tida langsung menjawab dan Tara langsung merasa waswas. Papa sa it? tanyanya cemas. Ayahnya menggeleng. Tida , Papa tida sa it. Papa juga... datang menjengu teman. Tara mengang at alisnya. Oh, begitu. Siapa? Eh... Kau tida enal, ayahnya mengela , lalu mengalih an pembicaraan, Bagaimana e adaan Olivier? Bai -bai saja? Tara menganggu . Ya, beso sudah boleh pulang e rumah. Ayahnya menganggu -anggu tanpa perhatian. Bai lah, alau begitu, ata ayahnya cep at. Papa harus embali e antor. Kau masih a an tinggal di sini? Mm, sahut Tara. Ia heran melihat si ap ayahnya yang terburu-buru, sangat bertola bela ang dengan si ap tenang ayahnya yang biasa. Apa ah penya it temannya membua tnya cemas? Papa pulang saja dulu. Setelah memerhati an ayahnya yang berjalan eluar dari rumah sa it, Tara embali berjalan e toilet sambil terus memi ir an ayahnya. Jangan-jangan penya in tema n ayahnya itu tida bisa disembuh an. Ma anya ayahnya hawatir. Bai lah, ia a an bertanya pada ayahnya nanti. Siapa tahu ayahnya butuh teman mengobrol. Tara eluar dari toilet dan berjalan embali e amar rawat Olivier. Keti a ia m elewati jendela aca besar yang menghadap e halaman samping rumah sa it, se ali lagi lang ah a inya terhenti. Ia membali an tubuh, menempel an edua telapa tangan di aca dan memandang e luar. Pandangannya terarah pada seorang la i-la i yang dudu sendirian di bang u ayu panjang di taman ecil rumah sa it itu. Oh... Tatsuya? Langsung saja wajah Tara berseri-seri dan senyum senang tersunggi ng di bibirnya. Hari ini penuh ejutan. Ia bertemu ayahnya dan Tatsuya di rumah sa it yang sama. Ia cepat-cepat berbali arah dan berlari-lari ecil e arah pintu eluar. Keti a ia sampai di pe arangan samping rumah sa it, ia mendapati la i-la i itu m asih dudu merenung di bang u yang sama. Hari ini angin bertiup encang dan Tara menggigil. Ia baru ingat ia meninggal an ja et dan syalnya di amar rawat Olivi er sebelum menemani lise mengurus administrasi tadi. Tiba-tiba Tatsuya bang it dan mulai berjalan. Tara cepat-cepat berlari menyusul sambil berseru memanggilnya. Tatsuya berhenti dan menoleh. Ia juga menampil an wajah ter ejut setelah melihat siapa yang memanggilnya. Tatsuya berhenti dan menoleh. Ia juga menampil an wajah ter ejut setelah melihat siapa yang memanggilnya. Tara-chan, atanya aget. Sedang apa au di sini? Tara merasa lucu arena Tatsuya menanya an pertanyaan yang sama seperti yang dia ju an ayahnya tadi. A u datang menjengu Olivier yang baru menjalani operasi usus buntu, sahutnya. Kau sendiri? Kau tida sa it, bu an? Tatsuya menggeleng. A u juga datang menjengu teman. Tara tersenyum dan alisnya ber erut. Hari ini banya se ali teman ita yang sa it , ya? Tatsuya memandangnya tida mengerti tapi Tara hanya tertawa ecil dan mengibas a n tangan. Kau sepertinya sedang tida sehat, ata Tara sambil mengamati wajah Tatsuya yang p ucat. Tatsuya mengusap wajah dengan sebelah tangan. Hanya urang tidur. Tara memelu tubuhnya sendiri dan menggigil lagi. Di mana ja etmu? tanya Tatsuya dengan ening ber erut. Kenapa eluar mema ai baju s etipis ini? Tara tertawa ecil. Ja et u tertinggal di amar Olivier.

Olivier? Pacar lise. Kau an pernah bertemu dengannya eti a pesta ulang tahun lise wa tu it u, Tara mengingat an. Dia baru menjalani operasi usus buntu dan dirawat di sini. Oh, gumam Tatsuya linglung. Tara tida ya in la i-la i itu memahami ata- atanya arena sepertinya Tatsuya m emi ir an hal lain. Tatsuya embali mengamati Tara dari epala sampai e a i. Kau edinginan, atanya . Kemudian ia mengeluar an tangannya dari sa u mantel, menggenggam edua tangan Ta ra dan menari nya mende at. Tara mengerjap an mata dan tercengang. Tapi ia menurut saja eti a Tatsuya menar i nya e dalam pelu annya sehingga mantel co elat panjang yang di ena an la i-la i itu bisa membung us tubuh mere a berdua. Tara menyadari edua lengan Tatsuya merang ul seluruh tubuhnya dengan mudah. Ia tida pernah mengganggap dirinya ber tubuh mungil, tapi ternyata ia begitu ecil dalam pelu an Tatsuya. Ia senang den gan enyataan itu. Bagaimana? Aga mendingan? Tara mendengar suara Tatsuya di samping epalanya. Ia tida sanggup bersuara, ha nya bisa menganggu . Memelu Tatsuya seperti ini membuat jantungnya serasa berhe nti berdeta dan napasnya terce at. Mere a begitu de at sehingga ia bisa merasa an debar jantung la i-la i itu. Rasanya hangat dan sangat nyaman, sea an ia seda ng melayang di awan. Aaah... Musim gugur ini dingin se ali, desah Tatsuya. Tara menganggu lagi di bahu Tatsuya. Ia bisa merasa an Tatsuya tersenyum. Untu beberapa saat mere a berdiri berpelu an seperti itu, di bawah pohon-pohon denga n daun berwarna eco elatan di taman rumah sa it. Tara berdoa dalam hati ia bisa selamanya merasa an perasaan bahagia ini. Namun si ap Tatsuya masih tetap membuatnya bingung. Beberapa hari tera hir Tara merasa Tatsuya berubah pendiam dan sepertinya aga menjaga jara darinya, dan se arang la i-la i itu tiba-tiba memelu nya seolah itu hal yang paling wajar di du nia. Apa yang sedang dipi ir an Tatsuya? Tatsuya? panggil Tara di bahu Tatsuya. Hm? Ada yang mengganggu pi iranmu? Tatsuya menghela napas. Tida ada. Pe erjaanmu di antor bai -bai saja? Mm. Tatsuya menganggu . Proye mu lancar? Mm. Tatsuya menganggu lagi. Kalau bu an masalah pe erjaan, pasti ada hubungannya dengan masalah eluarga. Mu ng in tentang ayah andungnya yang baru ditemuinya wa tu itu? Bagaimana dengan ayah andungmu? tanya Tara hati-hati. Kau bertemu dengannya lagi? Tara merasa pelu an Tatsuya aga menegang. Tida ada masalah, gumam la i-la i itu cepat, lalu balas bertanya, Kenapa au berta nya hal yang aneh-aneh? Karena au berubah pendiam bela angan ini, gumam Tara tida ya in. Dan se arang au tiba-tiba saja... memelu u. Suaranya sema in pelan eti a mengucap an ata- ata tera hir. Kau tida su a? tanya Tatsuya dengan nada bercanda. Tara cepat-cepat menggeleng. Pipinya terasa panas. Bu an... Ma sud u..., ia berusa ha menjelas an dengan tergagap-gagap, aduh, au pasti tahu ma sud u. Tatsuya tertawa pelan dan mempererat pelu annya. A u hanya sedang pusing arena b anya pe erjaan yang harus diselesai an dalam wa tu sing at. Tida ada masalah s erius. A u sedang meya in an diri sendiri, batin Tatsuya sadar se ali a an hal itu. Sungguh? tanya Tara. Ia ingin merasa benar-benar ya in. Gara-gara mengejar wa tu a u cuma bisa tidur tujuh jam dalam tiga hari tera hir i ni, Tatsuya menjelas an. Karena itu se arang a u cape se ali. Sebastien pernah bilang au be erja sepanjang hari seperti mesin. Tolong ingat a u bu an mesin. Kau tentu tahu alau tida istirahat au bisa sa it nantinya. Mes

in juga bisa meleda alau dipa ai terus-menerus tanpa henti. Kau dengar? Tatsuya tertawa lagi mendengar ocehan Tara. Suara gadis itu membuatnya merasa ha ngat. Karena itulah se arang a u memelu mu, sahutnya. A u bisa mengisi ulang tenaga u. Tatsuya, jangan bercanda, ata Tara sambil berusaha melepas an pelu annya, tapi Ta tsuya tida membiar annya. A u tida bercanda, Tara-chan, ata la i-la i itu sambil menatap mata Tara. Mata elabu yang hangat dan dalam. Lalu la i-la i itu tersenyum. Kau membuat u merasa l ebih bai . Menyenang an se ali memelu mu seperti ini, sampai-sampai a u ta ut ti da a an sanggup melepas an diri lagi. eti a mengucap an alimat tera hir itu, tatapan Tatsuya aga menerawang, sea an sedang bicara pada diri sendiri. Lalu Tara mengejut an dirinya sendiri dengan bertanya, Memangnya au berniat mel epas an diri? Tatapan Tatsuya embali terpusat padanya. La i-la i itu tertegun sejena , lalu t ersenyum tipis. Tida . Kalau memang boleh, a u tida berniat melepas an diri. Tara mengerjap an mata lagi. Kalau boleh? Apa ah Tatsuya sedang meminta izinnya? Tapi Tara tida mau bertanya lagi arena tadi ia sudah melontar an pertanyaan onyol yang membuatnya malu sendiri. Dan jawaban Tatsuya sudah membuat wajahnya p anas. Aneh se ali la i-la i ini bisa membuatnya merasa an apa yang sedang dirasa annya saat ini. T api Tara tida mau memi ir annya se arang. Untu saat ini ia a an membiar an dir inya sendiri meni mati ebersamaannya dengan Tatsuya Fujisawa. Tatsuya, panggilnya lagi. Hm? Kau tahu, alau ada masalah, au bisa mencerita annya pada u. Mung in a u tida b isa membantu, tapi setida nya a u bisa menjadi pendengar yang bai . Beberapa saat Tatsuya tida menjawab, lalu ia bergumam, Jangan hawatir an a u, T ara-chan. A u tida apa-apa. Tida a an terjadi apa-apa. Semuanya a an bai -bai saja. * * * Seharusnya a u tida mela u annya. Tatsuya menyandar an epalanya e sandaran ursi mobil dan memejam an mata. Tadi ia baru saja menjalani tes DNA bersama Jean-Daniel Dupont di rumah sa it. S emuanya berjalan seperti mimpi. Setelah selesai menjalani tes, ia langsung pergi tanpa berbicara dengan pria itu. Ia sedang tida ingin bicara. Ia terlalu tegan g untu bicara. Karena ingin menjernih an pi iran, ia memutus an dudu sebentar di bang u taman rumah sa it. Ia sedang memi ir an tentang hasil tes yang a an diterimanya tiga hari lagi. Apa hasilnya? Bagaimana selanjutnya? Apa yang harus dila u annya? Banya se ali per tanyaan yang ber elebat dalam bea nya, tapi sayangnya tida ada jawaban yang mem uas an. Ia sibu bergumul dengan pi irannya sendiri sampai gadis itu tiba-tiba m uncul di hadapannya. Seperti mimpi yang menjadi enyataan. Baru saja ia memi ir an tentang Tara dan s e arang gadis itu langsung ada di hadapannya dengan wajah berseri-seri dan senyu m ceria tersungging di bibirnya. Begitu melihat Tara, entah bagaimana Tatsuya me rasa beban pi irannya ber urang dan hatinya terasa hangat. Aneh se ali... Kenapa hanya melihat gadis itu saja ia bisa merasa gembira? Seharusnya a u tida mela u annya, pi ir Tatsuya lagi. Seharusnya a u tida meme lu nya. Tetapi pada enyataannya ia memang ingin memelu Tara. Saat itu ia tida berpi i r sama se ali. Ia hanya mela u an apa yang menurutnya hal yang wajar. Rasanya wa jar se ali memelu Tara Dupont. Rasanya menyenang an. Untu sesaat sepertinya ia bisa melupa an masalahnya, melepas an etegangan di punda nya dan bernapas deng an lega. Hanya saja, memelu Tara Dupont juga menimbul an esadaran baru. Dan masalah baru. Tatsuya membu a matanya embali dan menatap osong e langit-langit mobil. Entah seja apan perasaan ini timbul dalam dirinya, tapi setelah apa yang dila u annya tadi, ia sadar ia tida sanggup menjauhi Tara Dupont. Ia sudah jatuh ter lalu dalam dan tida bisa eluar lagi.

Tida bisa eluar... atau tida mau eluar? Entahlah. Yang pasti ini artinya masalah. Tiga Belas AMPLOP tipis di tangannya ini terasa berat. Rasanya begitu berat sampai Tatsuya harus memegangnya dengan edua tangan. Apa ah ia sudah siap membu a amplop itu? Tatsuya berjalan e taman di samping rumah sa it, dudu di bang u ayu yang pern ah didudu inya pada hari ia menjalani tes DNA. Mung in seharusnya ia menelepon Jean-Daniel Dupont. Pria itu pasti juga hawatir . Tida ... Tatsuya ingin memasti an sendiri terlebih dahulu. Dengan tangan yang aga gemetar, ia merobe amplop putih itu dan mengeluar an se cari ertas yang terlipat rapi. Matanya mulai membaca tulisan di ertas itu. Se ma in ia membaca, pelipisnya sema in berdenyut-denyut. Tida ... Tida ... Begitu selesai membaca, edua tangannya ter ulai lemas dan ia memejam an mata er at-erat. Napasnya berat dan terputus-putus. Dunianya mendada gelap dan runtuh d i depan matanya. Harapan tera hirnya... Satu-satunya harapan yang dimili inya hilang sudah. Ia, Tatsuya Fujisawa, memang ana andung Jean-Daniel Dupont. Empat Belas ALL! Sebastien mengang at wajah dari ertas- ertas yang bersera an di meja dan meliha t Tara mengintip dari celah pintu antornya yang terbu a. Tara! serunya gembira. Tumben au datang e antor u. Ayo, masu s aja. Tara menghampiri Sebastien dengan senyum lebar. Apa abar, Sebastien? Sebastien bang it dan merang ul Tara. Tadinya cape setengah mati, tapi begitu me lihatmu datang semangat u langsung nai , atanya. Tara mendengus dan tertawa. Simpan saja rayuanmu untu gadis lain. Sebastien embali dudu di ursi. Kenapa au tiba-tiba datang e sini? Tara memandang ber eliling. Kantor Sebastien punya nasib yang sama dengan aparte men Tara. Beranta an. Sebenarnya a u datang untu menemui Tatsuya, sahut Tara ring an. Sebastien langsung memejam an mata dan memasang raut wajah terlu a. Aduh, harga d iri u... Ku ira au datang untu menemui u. Tara mendorong bahu Sebastien dengan main-main. Yah, arena a u tida berhasil me nemuinya, a u datang e tempatmu. Kau tahu e mana perginya?" Sebastien mengang at bahu. Entahlah. Mung in mengunjungi lo asi proye . Ia diam se jena , lalu melanjut an, A hir-a hir ini dia aga aneh. Sepanjang hari be erja ta npa henti. Kalaupun berhenti, dia hanya melamun. Tapi setelah itu dia sibu lagi . Tara mengerjap an mata. Ia tida salah. Tatsuya memang aga aneh bela angan ini. Ternyata Sebastien juga merasa annya. Kau tau ada apa dengannya? tanya Sebastien. Tara menggeleng. Ia justru berharap Sebastien bisa menawar an penjelasan untu p ertanyaan itu. A u pernah bertanya, tapi atanya dia hanya cape be erja, sahut Ta ra seadanya. Ia menatap Sebastien dengan mata disipit an. Itu salahmu, gerutunya. K enapa membiar annya be erja terus tanpa henti? Sebastien mengang at edua tangannya tanda menyerah. Wah, itu bu an salah u. Bu a n a u yang mema sanya be erja. Dia sendiri yang ingin mela u annya. Sebastien mem iring an epala. Sepertinya ada yang mengganggu pi irannya, ma anya dia harus be erja sebagai pelampiasan. Itu teori u. Tara mengembus an napas panjang. Begitu ah? Sebastien mengang at bahu, lalu bertanya, Ngomong-ngomong, enapa au mencarinya? Tara i ut mengang at bahu arena merasa alasannya sederhana saja. Hanya ingin men gaja nya ma an siang. Sebastien bisa melihat e ecewaan Tara. Perasaan gadis itu mudah diteba . Tara D upont bu an orang yang bisa menutupi perasaannya. Karena Tatsuya tida ada, bagaimana alau a u saja yang mengganti annya? Sebastien menawar an. Alis Tara terang at. Kau tida sibu ?

Sebastien menatap tumpu an ertas dan map di meja erja, lalu menggeleng dengan ya in. Karena au sangat membutuh an sahabatmu ini, a u bisa menyisih an sedi it wa tu, guraunya. Kau tida ada janji dengan pacar barumu? selidi Tara. Tida ada pacar. Yang emarin itu? desa Tara. Yang namanya Julia atau apa itu. Juliette? Hah! A u sudah dicampa annya, ata Sebastien ringan. Dicampa an? Kau? Sebastien mengibas an tangan dan tersenyum masam. Tida penting sama se ali, tapi a an ucerita an nanti. Janji. A u masih ingat au orang yang gampang penasaran , atanya cepat. Se arang au ingin ma an apa? Kita pesan saja dan minta diantar a n e sini. Kau tida eberatan, bu an, alau ita ma an di sini saja? Bai lah, ata Tara sambil memperbai i posisi dudu nya agar lebih nyaman. Dan, Sebas tien, a u mau sate ambing! Bistro itu jauh, ma chrie, desah Sebastien. Tara mengang at bahu. Lalu au mau ma an apa? Sebastien baru saja meraih gagang telepon untu menelepon rumah ma an Prancis e su aannya eti a ia teringat sesuatu. Ia menatap Tara dan bertanya, Ngomong-ngomo ng, apa ah au tahu hari ini hari ulang tahun Tatsuya? * * * Tatsuya menghenti an lang ah eti a melewati ruang erja Sebastien yang pintunya setengah terbu a. Dari celah pintu ia melihat Sebastien sedang dudu di ursiny a sambil tertawa. Bu an Sebastien Giraudeau yang membuat lang ahnya berhenti, ta pi gadis yang dudu di hadapannya. Tara Dupont sedang bercerita dengan gembira. Tangan anannya yang memegang garpu bergera -gera dengan e spresif. Tatsuya tida bisa mendengar tepatnya apa yang sedang dibicara an edua orang it u, hanya bisa mendengar suara tawa mere a. Tangannya baru terang at a an mendoro ng pintu itu eti a tiba-tiba ia mengurung an niat. Matanya terpa u pada tangann ya yang terang at. Tangan itu masih menceng eram ertas yang memuat hasil tes DN A yang baru diterimanya tadi pagi. Selama beberapa deti tadi ia sempat melupa an hasil tes itu, tapi se arang ia d iingat an lagi epada mimpi buru yang mendada menjadi enyataan ini. Tida , se arang ini ia tida sanggup menghadapi Tara Dupont. Ia tida tahu harus bersi ap bagaimana. Ia masih belum memutus an apa-apa. Ia menurun an tangan dengan perlahan dan tanpa suara ia pun membali an tubuh da n berlalu. * * * All, Teman. Dari mana saja au seharian ini? Tatsuya menoleh dan mendapati Sebastien sudah berdiri di depan meja erjanya. Oh, halo, Sebastien, balasnya pelan. Dalam hatinya ia bertanya-tanya apa ah Tara s udah pulang. Dari mana saja au seharian ini? ulang Sebastien. Tatsuya terdiam sejena , lalu menjawab dengan hati-hati, Ada sedi it urusan. Sebastien menganggu -anggu , tapi tida bertanya lebih lanjut. Mung in menyadari eengganan Tatsuya. Sebagai gantinya ia ber ata, Tadi Tara datang e sini. Tatsuya menganggu , tapi pandangannya menerawang. Ia sudah melihat Tara tadi dan se arang ia sangat merindu an gadis itu. Perasaan ini membuatnya amat sangat te rte an. Sebastien memasu an edua tangan e sa u celana. Hm? Kau tahu? Tatsuya menganggu lagi. Kali ini ia menatap Sebastien untu menegas an. Tadi a u melihatnya di ruang erjamu, sahutnya, berusaha mengendali an suaranya tetap ten ang dan datar. Lho? Lalu enapa au tida masu saja dan bergabung dengan ami? tanya Sebastien h eran. Tatsuya tersenyum tipis. Kalian sedang mengobrol. A u tida ingin mengganggu. Bu an, itu alasan yang lemah dan dibuat-buat. Kenyataannya adalah ia hanya tida sanggup bertemu mu a dengan Tara Dupont. Sebastien menari sebuah ursi dan dudu . Wajahnya terlihat serius. Hei, Teman, a tanya dengan nada bersungguh-sungguh. Kuharap au tida salah paham dengan apa ya ng aulihat tadi.

Tatsuya memandang Sebastien tida mengerti. Tadi Tara datang untu menemuimu. Karena au tida ada, a u menemaninya ma an sia ng, jelas Sebastien. Tatsuya tersenyum. A u tahu, Sebastien. A u sama se ali tida meng hawatir an hal itu. Mere a berdua terdiam. Tatsuya memandang e luar jendela, tapi tida benar-benar memerhati an sesuatu. Pandangannya osong. Ia berharap pi irannya juga bisa os ong, tida serumit se arang. Kau tahu, au terlihat aga aneh bela angan ini. Tatsuya embali menoleh menatap Sebastien dengan alis terang at. Aneh? tanyanya. T ida , ia tida aneh seperti yang di ata an Sebastien. Hanya saja dunianya runtuh dan ia terjeba di dalamnya. Se arang ini ia sedang mencari jalan eluar dari e acauan itu. Ada apa? tanya Sebastien. Ada masalah apa? Ada yang bisa ubantu? Tatsuya menghela napas. Ia tida bisa mencerita annya. Tida apa-apa, jawabnya sam bil tersenyum untu meya in an Sebastien. Dan dirinya sendiri. Tara juga mencemas an dirimu, tambah Sebastien. Ia mengamati rea si Tatsuya. Tatsuya menundu , lalu menganggu -anggu pelan. A u hanya cape . Kurang tidur. Ta pi a u tida apa-apa. Ia menatap Sebastien. Sungguh, tambahnya. Bagaimana alau ita minum-minum sore nanti? usul Sebastien demi menai an sedi it semangat teman bai nya itu. Kelihatannya Tatsuya butuh sedi it minuman untu me nenang an diri. Tapi alau dinilai dari ondisinya se arang, mabu -mabu an juga tida ada salahnya. Tatsuya tertawa ecil. Tida , terima asih. He, au yang harus tra tir arena hari ini hari ulang tahunmu, an? ata Sebastien . Tatsuya tertegun. Benar, hari ini hari ulang tahunnya. Bagaimana ia bisa lupa ha ri ulang tahunnya sendiri? Seharusnya ia merasa bahagia hari ini, tapi enyataan nya ia malah mendapat mimpi buru . Ironis se ali hidup ini. Sebelum Tatsuya bisa menanggapi ata- ata Sebastien, ponselnya yang tergeleta d i meja berbunyi. Ia meraih benda itu dan melihat tulisan yang muncul di layar po nsel. Raut wajahnya berubah serius. Ia menatap Sebastien dan ber ata, Maaf, Sebas tien. A u harus menerima telepon ini. Sebastien memahami isyarat itu. Tatsuya ingin menjawab telepon itu tanpa didenga r orang lain. Sebastien menganggu dan bang it dari ursi. Bai lah, tapi ingat, T eman, perca apan ini belum selesai. Setelah Sebastien eluar dari ruangan dan menutup pintu, barulah Tatsuya menjawa b telepon. Kau sudah menerimanya? tanya Jean-Daniel Dupont di seberang sana. Suarnaya mendesa . Cemas. Ya, gumam Tatsuya. Lalu? Tatsuya tida menjawab. Hanya menari napas. Ia tida sanggup menjawab. Seperti yang ita per ira an? tanya Jean-Daniel Dupont lagi. Suaranya tida lagi t erdengar mendesa . Tatsuya masih tida bisa menemu an suaranya. Tatsuya, panggil pria itu. Nadanya melembut. Bagaimana eadaanmu? Tatsuya menopang an edua si unya di meja dan sebelah tangannya yang tida memeg ang ponsel mene an eningnya. Kacau, pi irannya sedang acau, tapi ia tida bisa mengata annya. Kau mau membicara annya? Jean-Daniel menawar an. Suaranya terdengar cemas. Kita har us bicara, Tatsuya. Kau tahu itu. Apa yang bisa dibicara an? Apa ah bisa menyelesai an masalah ini? Kau sudah memberitahu Victoria? Kali ini Tatsuya memberi an rea si. Tida , jawabnya cepat. Kuharap Anda tida mela u annya lebih dulu, Monsieur. Dia harus tahu, Tatsuya. Tatsuya mengembus an napas. A u tahu. Demi Tuhan! A u tahu.... Biar a u sendiri yang memberitahunya, putus Tatsuya. A u yang a an mengata annya. Jean-Daniel Dupont tida menjawab.

Tolonglah, Monsieur, pinta Tatsuya lirih. Biar a u yang bicara dengan Tara. Setelah diam beberapa saat, Jean-Daniel ber ata dengan suara sera , A u sungguh m enyesal eadaannya menjadi seperti ini. Maaf an a u. Tatsuya memejam an mata. A u juga. * * * Sepanjang hari Tatsuya membenam an diri dalam pe erjaan, tida membiar an diriny a beristirahat, arena begitu ia diam sebentar saja, pi irannya a an melayang e mbali e masalah yang satu itu. Ia terus menyibu an diri tanpa henti, sampai po nselnya berbunyi. Ia menatap tulisan yang muncul di layar ponsel dan dadanya tib a-tiba terasa sa it. Tara. Ia bimbang. Apa ah ia a an menjawab telepon itu atau tida . A hirnya ia memutus an membiar an ponselnya terus berdering. Setelah beberapa lama, deringannya berh enti. Tatsuya menari napas dan baru a an embali melanjut an pe erjaan eti a p onselnya berdering lagi. Tatsuya merasa tida tega. A hirnya ia membulat an te ad dan menjawab telepon it u. All? Suaranya terdengar dingin di telinganya sendiri. Tatsuya, enapa au tadi tida mengang at telepon u? Suara Tara yang ceria terdeng ar di ujung sana. Begitu mendengar suara yang begitu dirindu annya, Tatsuya lang sung merasa sesa napas. Dadanya terasa berat. Karena tida bisa menjawab pertanyaan itu, Tatsuya hanya bergumam tida jelas da n bertanya, Ada apa mencari u? Bisa eluar malam ini? Tatsuya menundu . Tida bisa. Tida bisa? Nada ecewa terdengar dalam suara Tara. Maaf an a u. Banya se ali pe erjaan yang harus uselesai an hari ini, Tatsuya ber bohong. Ia merasa perlu berbohong walaupun berbohong tida pernah membuatnya mer asa lebih bai . Apalagi berbohong epada Tara. Kita bertemu setelah pe erjaanmu selesai, desa Tara. Gadis itu tida mau menyerah . Tida apa-apa. A u a an menunggumu. Tara-chan, lain ali saja.... Tida bisa, potong Tara eras epala. Harus hari ini. Tatsuya tida menjawab. Ia merasa eya inan dirinya mulai goyah. Tapi, Tara-chan, a u sungguh-sungguh tida tahu apan pe erjaan u a an selesai. Tida apa-apa. A u a an menunggu, ata Tara tegas. Datang saja alau au sudah sele sai. Jam berapa pun. A u a an menunggu. * * * Tara meliri jam tangan yang meling ari pergelangan tangan irinya. Jam 19.15. T atsuya belum terlihat di mana pun. Tara sendiri sudah tiba di bistro itu satu ja m sebelumnya. Kue ulang tahun yang tadi dibelinya sudah dititip an epada pelaya n. Begitu Tatsuya datang, ia a an memberi tanda epada pelayan untu mengeluar a n ue itu. Ini a an menjadi ejutan bagi Tatsuya. Begitu ia mendengar dari Sebastien alau hari ini hari ulang tahun Tatsuya, Tara segera membuat rencana. Ia pergi membeli ue dan juga hadiah. Ia memang aga e sulitan mencari hadiah yang coco arena belum tahu apa yang disu ai dan tida d isu ai Tatsuya, tapi a hirnya ia menemu an sesuatu yang menurutnya coco . A hir-a hir ini Tatsuya memang bersi ap sedi it aneh, tetapi itu mung in arena elelahan. Tadinya la i-la i itu bah an tida mau diaja eluar. Tida apa-apa. Tara memang tida su a menunggu, arena menurutnya menunggu adalah pe erjaan yan g paling membosan an di dunia. Tetapi demi meraya an ulang tahun Tatsuya, ia rel a. Lagi pula tadi ia sudah berjanji a an menunggu, sampai jam berapa pun. * * * Tara embali meliri jam tangannya. Hampir jam 20.00 Ia memandang ber eliling. Bistro itu ramai. Setiap hari bistro ini selalu dipada ti pengunjung arena suasananya nyaman dan menyenang an. Ma anan yang disaji an juga sangat ena . Para tamu di se elilingnya ma an bersama pasnagan, teman atau eluarga. Hanya Tara yang dudu sendiri. Tiba-tiba saja ia merasa begitu esepia n. Kalau saja Tatsuya bisa cepat datang. * * *

Jam 21.28. Tara meliri pintu masu bistro. Masih tida terlihat batang hidung T atsuya. Tara menari napas dan mengembus annya dengan eras. Ia mengeluar an pon sel dan menatap benda itu. Tida , ia tida a an menelepon Tatsuya. Tadi ia sudah bilang a an menunggu la ila i itu. Kalau Tara meneleponnya se arang, a an terasa onyol. Ia melempar an p onsel itu e meja dan menggigit bibir dengan ening ber erut bimbang. * * * Jam 22.02. Bistro sudah mulai sepi dan pelayan-pelayan sibu membersih an meja. Tara mengembus an napas panjang dan mengetu -ngetu ponsel yan gada di meja dneg na ujung jari telunju . Cepatlah datang, gumamnya pelan. Lalu sea an menjawab doanya, terdengar denting bel halus pada saat pintu bistro terbu a. Tara mengang at wajah dan melihat Tatsuya berdiri di sana. Begitu melih at soso yang sudah begitu di enalnya itu, rasa lega menyerbu dirinya. Rasanya i a bisa menangis. Ia begitu gembira sampai-sampai ia harus menahan diri supaya ti da berlari dan memelu la i-la i itu. Tara memasang e spresi ecewa dan menatap Tatsuya eti a l ai-la i itu sudah ber diri di hadapannya. Kau tahu sudah berapa lama a u menunggumu? tanyanya. Tatsuya tersenyum tipis. Ia terlihat sangat lelah. Maaf an a u, gumamnya. Tapi a u senang au datang, ata Tara sambil tersenyum lebar. A u tahu au pasti da tang. * * * Tatsuya harus mema sa a inya melang ah masu e bistro itu. Ia sudah mengulur w a tu selama mung in. Ia tetap tinggal di antor walaupun pe erjaannya sudah sele sai. Ia tida ingin bertemu dengan Tara. Ia berharap gadis itu tida menunggunya . Tapi a hirnya ia tida bisa menahan diri untu tida pergi e sana. Sepanjang perjalanan ia berharap Tara sudah tida ada di sana. Ia berharap gadis itu sudah pulang arena sudah tida sabar menunggu. Tetapi begitu sampai di depan bistro, ia melihat Tara masih ada di sana. Sendiri an. Tida ada tamu lain selain gadis itu. Hatinya pun terasa sa it sea an direma s-remas. Sepertinya malam ini ia harus memberitahu gadis itu tentang rahasia yang nyaris membuatnya gila ini. Tentang Tara, ayahnya, dan Tatsuya sendiri. Segitiga aneh y ang melibat an hubungan darah dan perasaan yan gta terung ap an. Tida ada cara lain. Ia harus memberitahu Tara sebelum semuanya bertambah rumit, sebelum ia ja tuh.... Tida , sebenarnya ia sudah jatuh terlalu dalam. Tetapi mung in bila ia bisa juju r pada gadis itu, ia bisa mencari jalan untu merang a eluar dari jurang yang amat dalam ini. Mung in ia masih bisa menyelamat an hatinya. Entah berapa lama ia berdiri di sana, ia sendiri tida tahu. Ia hanya berdiri di sana sambil berusaha menemu an embali sisa-sisa endali dirinya. Setelah meras a cu up tenang, ia melang ah masu . Kau tahu sudah berapa lama a u menunggumu? tanya gadis itu begitu Tatsuya menghamp irinya. Tara menatap langsung e matanya, dan ia ta ut gadis itu bisa membaca pi irannya. A u tahu. Maaf an a u.... Maaf an a u.... Tapi a u senang au datang. Tatsuya melihat Tara tersenyum. Senyum yang membuat Tatsuya merasa hatinya ditus u -tusu . Gadis itu sama se ali tida marah padany a arena sudah menunggu berjam -jam. A u tahu au pasti datang, tambah Tara ya in. Ada yang ingin u ata an padamu, ata Tatsuya sambil dudu di hadapan gadis itu, b erusaha eras tida menatap matanya. Ini harus diselesai an se arang, sementara ia masih punya eberanian. Tunggu dulu, sela Tara. Kau harus melihat ejutan u dulu. Tatsuya mengang at alis. Kata- ata yang sudah tersusun di ota nya buyar. Kejutan apa? Perayaan ulang tahunmu, sahut Tara ceria. Tepat pada saat itu juga, seorang pelayan menghampiri meja dengan membawa ue de ngan sebatang lilin menyala di atasnya.

Tatsuya terpana melihat ue yang dileta an di depannya itu, terlebih lagi eti a tiga pelayan mulai menyanyi an lagu ulang tahun untu nya. Ia sampai ehilangan ata- ata. A u membelinya tadi sore, ata Tara setelah lagu bera hir. Sungguh, gumam Tatsuya. Kau tida perlu repot-repot begitu. Tara menggeleng. Tida repot sama se ali. Hari ini hari ulang tahunmu. Tentu saja harus diraya an. Tatsuya diam saja dan menatap ue di hadapannya yang bertulis an Selamat Ulang Ta hun, Tatsuya. Ucap an satu permintaan sebelum meniup lilinnya, ata Tara, menyadar annya dari la munan. Permintaan? Tara menatapnya dan menganggu dengan sungguh-sungguh. Kau tentu tahu permintaan yang diucap an saat ita berulang tahun a an selalu ter abul, bu an? Tatsuya mendengus pelan dan diam-diam tersenyum masam. Yang benar saja. Perminta an? Tentu saja dia punya permintaan. Ia sudah meneria an permintaannya dalam ha ti berulang-ulang selama beberapa hari tera hir ini. Ia bah an ya in Tuhan pun b isa mendengar teria an hatinya. Namun ia masih cu up waras untu menyadari eing inannya tida a an pernah ter abul. Se arang ini ia bah an sudah tida berani be rmimpi untu berharap. Ayo, cepat, desa Tara. Nanti lilinnya meleleh. Tatsuya menurut. Ia memejam an mata sejena , emudian membu a mata dan meniup li lin di ue itu. Tara dan pelayan-pelayan itu bertepu tangan. Setelah menyalami Tatsuya, pelayan -pelayan tersebut meninggal an mere a berdua. Apa yang auminta tadi? tanya Tara. Gadis itu ingin tahu, seperti biasa. Tatsuya tersenyum dan mengulur an tangan henda menyentuh epala Tara, tapi deng an cepat menyadari apa yang a an dila u annya dan menari embali tangannya. Ia menggeleng dan mengalih an pandangan dari wajah Tara. A u tida bisa mengata anny a padamu. Kalau u ata an, harapan u tida a an ter abul, ela nya. Tara tersenyum manis, lalu merogoh tas tangannya. Ia mengeluar an sebuah ota ecil berwarna biru dan menyerah annya epada Tatsuya. Hadiah, atanya dengan senyum lebar. Tatsuya menerima hadiah yang disodor an dengna perasaan campur adu . Bai lah, ata Tara dengan mata berbinar-binar. Semoga au su a. Tatsuya mela u an seperti yang diminta. Ia membu a ota ecil sederhana itu dan mengeluar an sebuah jam sa u anti berwarna emas, leng ap dengan rantainya. Dan di tutup jam sa u itu teru ir ata Fujitatsu . Selamat ulang tahun, Tatsuya, ata Tara. A u memberimu jam sa u itu supaay au lebi h memerhati an wa tu. Jangan be erja terus-terusan. Kau harus ingat ada wa tunya untu istirahat. Tatsuya mengang at wajah dan menatap langsung e mata Tara. Gadis itu membalas t atapannya dengan senyum lebar yang selalu sanggup membuat Tatsuya melupa an semu a beban masalah. Nah, se arang apa yang ingin au ata an pada u tadi? tanya Tara, menyadar an Tatsu ya a an enyataan yang ada. Tatsuya tida langsung menjawab. Ia menatap gadis itu, lalu jam sa u yang ada da lam genggamannya, dan embali menatap Tara. Ia mema sa an seulas senyum tipis. A us enang melihatmu lagi. Tuhan, tolonglah dia.... Ia sungguh tida bisa memberitahu gadis itu. Tida bisa . Mulutnya sea an ter unci. Lidahnya sea an tida berfungsi. Tara mengang at edua alis, lalu tertawa. Tuhan, tolonglah dia.... Ia tida bisa memberitahu gadis itu bahwa mere a punya ayah yang sama. Ia tida bisa.... Lima Belas ANEH, gumam Tara sambil menatap ponselnya. Kenapa? tanya lise tanpa mengalih an tatapan dari layar laptop. Tara mengerut an ening dan menggigit-gigit bibir. Ponselnya tida a tif. Ponsel siapa?

Tatsuya. Kali ini lise memandang Tara se ilas, lalu embali menatap layar laptop. Mung in d ia sibu dan tida bisa menjawab telepon. Tara menopang an edua si u di meja dan memiring an epala. Tadi Sebastien bilang Tatsuya pergi e lo asi proye . Bisa jadi dia memang sibu . Mm. lise menganggu , tida terlalu peduli dengan pacar temannya yang tida mau menj awab telepon. Menurutnya itu hanya masalah biasa. Kau tahu...., Tara memulai, tetapi ragu sejena . Apa? Tara embali mengerut an ening. Kau selalu ber ata ini perasaan u saja, tapi a u benar-benar merasa Tatsuya berubah. lise memandang temannya se ilas, lalu menutup laptop supaya bisa memusat an perha tian pada Tara. Coba ata an, berubah seperti apa? tanyanya. Tara mengang at bahu. Dia berubah pendiam, ata Tara pelan. Selalu melamun. Seperti nya dia sedang ada masalah berat, tapi tida mau mencerita annya pada u. Kalau utanya dia selalu bilang dia hanya cape . Seja apan au merasa dia berubah? Hmm... Dia masih seperti biasa saat pesta ulang tahunmu, jawab Tara sambil berpi i r-pi ir, lalu ia teringat sesuatu. Ah, ayah u juga aneh. Alis lise terang at. Kenapa tiba-tiba pembicaraan ini jadi beralih e ayah Tara? Ayahmu enapa? tanyanya. Ayah u pernah bertanya pada u tentang Tatsuya. Lalu? Biasanya dia tida pernah mencampuri masalah pergaulan u. Mung in ayahmu bisa merasa an au su a pada Tatsuya. Tara terdiam sejena . Entahlah, atanya. Tapi dia memang bertanya pada u. Dan a u m enjawab a u menyu ai Tatsuya. Bagaimana rea sinya? Gelisah. Sepertinya dia tida senang. Mere a berdua tida mengata an apa-apa. Masing-masing sibu dengan pi irannya se ndiri. Kemudian Tara menggeleng. Tida bisa. A u penasaran se ali. A u harus bertanya pa da ayah u. Dia harus mencerita an pada u apa yang sedang dipi ir annya. * * * Tara tiba di antor ayahnya. Setelah memberi salam pada resepsionis gedung yang sudah mengenalnya, ia langsung masu e lift. Ruangan se retaris osong arena s aat itu jam ma an siang. Tara langsung berjalan e antor ayahnya. Tanpa mengetu , ia membu a pintu. Baru saja ia a an membu a mulut untu menyapa eti a ia men dengar suara ayahnya. Kau belum memberitahunya? Tara melongo e dalam ruangan yang tida terlalu luas namun rapi itu. Ayahnya d udu membela angi meja erja, membela angi pintu, dan ternyata sedang berbicara di telepon. A u tahu ini bu an hal yang mudah, ata ayahnya lagi. Suaranya rendah dan berat. Ta pi bagaimanapun juga, au tahu ita harus memberitahunya. Tara mengerjap an mata. Memberitahu an apa epada siapa? Tatsuya. Mendengar ayahnya menyebut nama Tatsuya, Tara langsung bergeming dan menahan nap as. Apa ah ayahnya sedang berbicara dengan Tatsuya? Tatsuya, a u tahu apa yang aurasa an padanya. Dan a u ya in au juga tahu apa ya ng dirasa annya terhadapmu. Kau mau membiar annya terus seperti ini? Tara tetap diamt ida bergera . Ota nya berputar eras. Apa yang sedang dibicara an ayahnya? Kau tahu ini tida boleh. Apa yang tida boleh? Bai lah, bai lah... A u tida a an mema samu. A u ya in au tahu apa yang terbai dalam situasi seperti ini. A u hanya tida mau Victoria terlu a. A u? Tara ter esiap. Mere a sedang membicara an dirinya? Ia masih menahan napas, masih berdiri di ambang pintu dengan sebelah tangan menc eng eram pegangan pintu, dan belum pulih dari rasa ter ejutnya eti a ayahnya me

mutar ursi embali menghadap meja erja untu mengembali an gagang telepon e t empatnya dan menghadap e pintu. Saat itulah ia melihat Tara berdiri mematung di s ana. Ma chrie? Ke agetan ayahnya tida sempat ditutupi. Tentu saja ia tida pernah menya ng a putrinya a an berdiri di sana dan mendengar an pembicaraannya. Tara mengerut an ening dan menatap ayahnya. Ia bisa merasa an ayahnya menyembun yi an sesuatu darinya. Dan ia ingin tahu se arang juga. Papa sedang bicara dengan siapa tadi? tuntutnya. Ia penasaran, tapi juga ta ut men dengar jawaban ayahnya. Ma chrie... Ayahnya bang it dari ursi dengan pelan. Dengan Tatsuya? desa Tara. Ayahnya tida langsung menjawab, berarti memang benar ada yang disembunyi annya. Bahu ayahnya merosot. Apa yang audengar tadi? Tara menggeleng-geleng. Papa membicara an tentang a u. Ayahnya berjalan mengelilingi meja dan menghampirinya. Papa menyuruhnya mengata an sesuatu epada u, ata Tara sambil menatap mata ayahny a. Ia mundur selang ah. Apa itu? Ayahnya tida membalas tatapannya dan tida menjawab, juga tida berusaha mende ati Tara lagi. Papa, desa Tara. Apa yang ingin Papa ata an pada u? Jangan-jangan Papa melarang u berhubungan dengan Tatsuya? Kali ini ayahnya memandangnya dan Tara terce at. Ada apa ini? Sepertinya masalah ini sangat serius. Rasa ta ut mulai merayapi dirinya. Benar ah? Papa ingin a u berhenti menemuinya? gumam Tara ecewa. Biasanya ayahnya tida pernah mencampuri urusan pribadinya. Kenapa se arang? Ayahnya menari napas. Ma chrie, ata ayahnya lirih. Papa tida memintamu berhenti m enemuinya. Lalu? Ayahnya menatap Tara dan ber ata, Jangan menyu ainya. Apa? Tara sema in bingung. Ia mengang at edua tangan dengan gera an putus asa. a u tida mengerti. Kenapa? Po o nya, jangan menyu ainya, ata ayahnya. Kali ini dengan suara yang sedi it er as. Ia membali an badan. Tara mendengus dan tertawa sumbang. Aneh se ali. Ini seperti cerita opera sabun m urahan di televisi. Ayahnya tida menjawab. Kenapa a u tida boleh menyu ainya? desa Tara lagi. Suaranya sema in eras. Ia ta mau menyerah sebelum tahu alasan di bali semua omong osong ini. Jangan ata an itu, ma chrie, ata ayahnya pelan. Tara mengang at bahu tida peduli. Ayahnya sama se ali tida menjawab pertanyaan nya. Itu membuatnya ma in frustrasi. Jangan ata an apa? Bahwa a u su a padanya? Tapi a u memang menyu ainya, Papa. Ayahnya menggeleng-geleng. Jangan. Demi Tuhan! Jangan menyu ainya seperti itu. Kenapa? Kata an pada u enapa tida boleh? seru Tara putus asa. Papa pasti punya al asan! Tepat saat itu ponsel Tara berdering. Tara memejam an mata uat- uat dan mengatu r napas. Dengan marah ia merogoh tasnya dan mengeluar an ponsel. Ia baru a an me mati an ponsel itu eti a melihat tulisan yang muncul di layar. Sebastien. Ia menempel an ponsel e telinga dan langsung ber ata, Sebastien, maaf. Nanti Apa? Begitu mendengar apa yang di ata an Sebastien, seluruh tubuh Tara sea an disiram air dingin. Dia terlu a? Dia tida apa-apa? Apa yang terjadi?... Ya, ya... A u a an e sana.. . Se arang. Setelah menutup ponselnya, ia mendengar ayahnya bertanya, Ada apa? A-ada ecela aan di lo asi proye , sahut Tara pani . Perteng arannya dengan ayahny a terlupa an se eti a. Tatsuya... Ayahnya menceng eram lengannya. Tatsuya enapa? Sebastien hanya bilang se arang sedang dibawa e... eh, rumah sa it, ata Tara den gan susah payah. Ota nya acau. A u harus e sana se arang.

Papa a an mengantarmu. Saat itu Tara sudah alut dan tida sempat merasa heran enapa ayahnya juga i ut pani . Enam Belas SEBASTIEN! Mendengar suara Tara, Sebastien segera mengang at epala dan berdiri dari ursi. Tara berlari-lari menghampirinya dengan raut wajah cemas. Bagaimana eadaannya? tanya Tara dengan pani dan napas terengah. Sebastien memegang edua bahu Tara dan berusaha menenang annya. Jangan hawatir. Do ter sedang bersamanya se arang ini. Apa yang terjadi? Kepani an Tara masih belum mereda. Matanya yang bersinar eta ut an menatap lurus-lurus e mata Sebastien. Dudu dulu, ata Sebastien sambil menuntun Tara e ursi. Tatsuya tertimpa balo a yu. Napas Tara langsung terce at dan Sebastien cepat-cepat menambah an, Tapi tida apa-apa. Jangan pani dulu. Tadi ata Do ter tangannya reta , tapi tida parah. Lu a di epalanya juga bisa dijahit tanpa masalah. Selain itu dia hanya mengala mi lu a ringan di bagian punggung. Dengan cepat Tara bang it dari ursi. A u boleh melihatnya se arang? Sebastien menari tangan Tara supaya dudu embali dan menepu -nepu tangannya. S e arang do ter sedang memeri sanya. Sabar saja. Tatsuya tida apa-apa. Kau ya in? tanya Tara cemas. Sebastien menganggu . Saat itulah ia baru melihat ayah Tara juga ada di sana. Ia berdiri dan menyapa pria itu. Anda juga datang, Monsieur? ata Sebastien. Jean-Daniel Dupont menganggu muram. Kebetulan Victoria sedang bersama u eti a au menelepon. Sebastien menganggu -anggu . Siapa do ter yang merawatnya? tanya Jean-Daniel Dupont. Do ter Laurent Delcour, jawab Sebastien. Jean-Daniel Dupont menganggu . Dia teman bai u. Dia do ter yang ce atan. Ia menep u -nepu bahu putrinya dengan pelan. Tenang saja. Ta lama emudian seorang do ter dan dua perawat eluar dari amar rawat. Tara l angsung menghambur e arah do ter berambut putih dan ber acamata itu. Do ter Delcour, bagaimana eadaannya? tanya Tara cepat. Do ter Laurent Delcour membetul an leta acamatanya dan menatap gadis yang suda h di enalnya seja dulu itu. Tara? Bagaimana eadaannya, Laurent? Do ter itu mengalih an pandangan e arah Jean-Daniel Dupont. Jean-Daniel? Kalian mengenal pasien ini? Tara menganggu -anggu cepat. Do ter Laurent Dupont tersenyum menenang an. Dia bai -bai saja. Untunglah balo ayu itu tida menghantam bagian yang vital. Dia hanya mengalami gegar ota ring an dan lu a-lu anya sudah dibalut. Boleh a u melihatnya se arang? tanya Tara. Sila an saja, sahut sang do ter. Tetapi dia belum sadar an diri. Biar an saja dia b eristirahat sebentar. Tanpa ber ata apa-apa, Tara bergegas masu e amar tempat Tatsuya dirawat. Sebe lum masu ia sempat mendengar Do ter Laurent Delcour bertanya pada ayahnya, Kalia n sudah menghubungi eluarganya, Jean-Daniel? * * * Tatsuya terbaring di tempat tidur dengan tangan iri dibebat rapat dan epala di perban. Tara berdiri diam di tepi ranjang, tida mau membangun an la i-la i itu. Kelihatannya Tatsuya bai -bai saja. Napasnya teratur dan tida ada lu a menger i an di wajah dan tubuhnya. Bodoh, gumam Tara pada Tatsuya yang sedang tertidur. Kenapa au bisa sampai terlu a ? Yang ditanya hanya diam dengan mata terpejam. Kau taruh di mana matamu? Kenapa tida hati-hati? gumam Tara lagi. Kau tahu a u san gat eta utan? Se ali lagi au begitu a an u... A u a an... Kenapa au marah-marah pada orang sa it? sela Sebastien pelan.

Tara mengamati Tatsuya yang terbaring dengan mata terpejam. Dadanya turun-nai d engan teratur seiring dengan napasnya. Kelihatannya tenang dan damai. Tara meras a sangat lega. Apa ah tida apa-apa dia tida sadar an diri? tanya Tara tanpa mengalih an tatapan nya dari Tatsuya. Sebastien tahu Tara berbicara epadanya. Ia mengang at bahu walaupun Tara tida melihatnya dan menjawab, Entahlah. Tapi urasa tida apa-apa. Do ter Delcour juga bilang sebai nya dia beristirahat. Oh? Dia memang sangat butuh istirahat. Kau tahu sendiri bela angan ini dia be erja ta npa henti dan hanya tidur beberapa jam selama berhari-hari, Sebastien melanjut an . Jadi biar an saja dia tidur. Tara mendesah dan menganggu . Kau benar, atanya. Syu urlah dia tida terlu a parah . Ia menyentuh tangan Tatsuya yang dibebat. Entah apa yang sedang dipi ir annya wa tu itu, gerutu Sebastien pelan. Tara menoleh e arahnya. Apa? Sebastien mendeca an lidah dengan menyesal. Ia mengayun an sebelah tangannya e arah Tatsuya yang terbaring di ranjang. Entah apa yang sedang dipi ir annya wa t u itu, ulangnya. Dia hanya berdiri terpa u di tempat sambil melamun. Walaupun ami sudah berteria -teria supaya dia menghindar, tapi dia sama se ali tida menden gar. Tara embali memandang Tatsuya. Ia teringat ejadian di antor ayahnya sebelum i a menerima telepon dari Sebastien. Apa ah ecela aan ini ada hubungannya dengan telepon ayahnya dengan Tatsuya? Apa yang mere a bicara an? Apa yang mengganggu p i iran edua pria itu? Terlalu banya pertanyaan yang muncul di epalanya. Ia ha rus berbicara lagi dengan ayahnya. Ayahnya harus menjawab. Harus. Sebastien, au masih tetap di sini, bu an? tanya Tara. Sebastien menganggu . Tentu saja. Kau mau e mana? A u ingin mencari ayah u dan Do ter Delcour, atanya pende . Ia berjalan e pintu dan membu anya. Ia berbali . A u a an segera embali. Ia diberitahu salah seorang perawat bahwa Do ter Delcour ada di ruang erjanya. Setelah berterima asih pada perawat itu, Tara berjalan e ruang erja Do ter De lcour. Ia ya in ayahnya se arang sedang bersama do ter itu. Kedua pria itu bersa habat bai seja masih muda, hampir seperti saudara andung. Tara sudah tahu leta ruang erja Do ter Delcour, jadi sama se ali tida esulit an mencarinya. Ia membelo dan mempercepat lang ah. Ruang erja Do ter Delcour a da di ujung oridor ini. Begitu ia tiba di depan pintu ruang erja sang do ter, ia menyadari pintu tida tertutup rapat. Saat itu juga ia mendengar suara Do ter Delcour. Kau serius, Jean-Daniel? Kening Tara ber erut. Suara Do ter Delcour terdengar aget. Ia bimbang sesaat. A pa ah ia a an menguping diam-diam? Ya. Ia menari embali tangannya dari gagang pintu dan memasang telinga dengan hatihati se ali. Kedua orang yang berada di ruangan itu tida menyadari eberadaanny a. Ia bisa melihat ayahnya dudu membela angi pintu dan Do ter Delcour dudu ber sandar di ursinya sambil menggeleng-geleng. Apa yang sedang mere a bicara an? Kau sedang mengata an pada u bahwa pasien bernama Tatsuya Fujisawa itu ana Sanae Na ata? tanya Do ter Delcour dengan nada tida percaya. Kerutan di ening Tara sema in dalam. Apa ah mere a mengenal almarhumah ibu Tats uya? Bagaimana bisa? Begitulah, Laurent, sahut ayah Tara. Suaranya berat dan muram. A u juga sama ter ej utnya sepertimu se arang bah an lebih eti a dia datang mencari u. Do ter Laurent Delcour mengerut an alis. Untu apa dia mencarimu? Karena Sanae Na ata sudah meninggal setahun yang lalu. Kan er. Oh, gumam Do ter Delcour, jelas-jelas ter ejut. Kedua pria itu sama-sama terdiam s ejena , lalu Do ter Delcour embali ber ata dengan nada menerawang, Bagaimanapun alian sudah lama ehilangan onta . Tapi enapa ana nya bisa datang mencarimu? Karena dia ingin a u membaca surat yang ditulis almarhumah ibunya.

Do ter Delcour terlihat bingung. Teman, jelas anlah pada u. A u tida mengerti. Tara melihat ayahnya menutup wajah dengan edua tangan dan mendesah eras. Jelas se ali alau ayahnya sedang gelisah dan putus asa. A u butuh nasihatmu, Laurent, ata ayahnya tanpa daya. A u bingung setengah mati. Do ter Delcour tetap diam dan membiar an temannya menumpah an isi hatinya. Masalahnya adalah Victoria, ata ayah Tara pelan. Tara mengerjap an mata. Dirinya? Ada apa dengan dirinya? Tanpa disadarinya, jant ungnya berdebar eras dan tangannya ter epal arena terlalu tegang. Ada apa dengan Tara? Do ter Delcour menyuara an pi iran Tara. Putri u menyu ainya. Do ter Delcour mengang at bahu. lalu? Kau eberatan arena au dulu sempat punya hubungan dengan Sanae? Bagaimanapun itu hanya hubungan sing at saat liburan. Tara tida berani bernapas. Ayahnya memang mengenal almarhum ibu Tatsuya. Dan me re a berdua sempat punya hubungan? Karena yang ditanya tida menjawab, Do ter Delcour melanjut an, Astaga! Teman, ya ng benar saja! Kejadian itu sudah bertahun-tahun yang lalu. Walaupun a u hanya t ahu wanita itu dari cerita-ceritamu, tapi a u ya in dia tida eberatan putrimu berhubungan dengan putranya. Tara mendengar ayahnya tertawa sumbang. Tawa putus asa yang dipa sa an. Nyaris m irip dengusan. A u juga tida a an eberatan dengan hubungan mere a, sahut ayahnya pelan, namun j elas, alau Tatsuya bu an ana u juga. Apa?! Tara tercengang. Jantungnya serasa berhenti berdebar. Napasnya terce at. Ia tida percaya pada pendengarannya. Apa yang di ata an ayahnya tadi? Do ter Delcour juga terperanjat. Apa atamu? Ayah Tara menjelas an dengan nada pasrah. Dia membawa surat yang ditulis ibunya s ebelum meninggal. Dia meminta u membacanya. Di dalam surat itu Sanae menulis den gan jelas se ali bahwa a u adalah ayah andung Tatsuya. Selama ini a u sama se a li tida tahu Sanae ternyata hamil. Dia tida memberitahu u. Kami ehilangan on ta begitu saja setelah a u meninggal an Jepang. Do ter Delcour tida bisa ber ata- ata. Tatsuya datang arena ingin menemui u, lanjut ayah Tara dengan nada datar yang sam a, sea an sedang melamun. Dia sama se ali tida meminta apa pun dari u. Ia bah an tida butuh penga uan u arena atanya dia sudah punya ayah yang mengasihi dan membesar annya selama ini. Katanya dia hanya ingin bertemu dengan u se ali saja. Hanya itu. Tentu saja a u terguncang mendengar berita itu, a u bisa menerimanya. A u bersedi a memi ul tanggung jawab atas eadaan ini. Semuanya bisa diatasi... sampai a u t ahu Victoria ternyata sudah mengenal Tatsuya. Dan hubungan mere a membuat u cema s. Kau ya in dia ana andungmu? tanya Do ter Delcour hati-hati. Pertanyaan yang waja r mengingat situasi yang mere a hadapi. Pertanyaan yang juga mengandung harapan.

Ayah Tara menganggu lemah. Begitu tahu Victoria putri u, Tatsuya sendiri yang me minta tes DNA. A u bisa merasa an rasa frustrasinya, Laurent. Dan begitu menerim a hasil tesnya, a u tahu harapannya hancur. Dia memang putra u. Tara menyadari suara ayahnya bergetar eti a ber ata, Semua ini terjadi arena sa lah u. Kau juga tahu, bu an? A u telah menghancur an putra u. Dan alau Victoria tahu tentang ini, dia juga a an hancur. Laurent, a u menghancur an edua ana u . Darah daging u sendiri. Ka i Tara mendada lemas. Ia memutar tubuh dan harus bersandar di tembo supaya tida jatuh. Apa yang di ata an ayahnya tadi...? Putranya...? Tatsuya? Ia merasa pusing, sea an seluruh darah di tubuhnya terserap eluar. Tangannya di ngin dan selain itu ia tida bisa merasa an apa pun. Bahunya tegang. Dadanya ber at se ali. Paru-parunya tida mau berfungsi. Ia tida bisa bernapas. Kepalanya serasa ber abut. Tida bisa berpi ir apa pun. Pandangannya buram. Tida bisa melihat apa pun. Telinganya berdenging. Tida bisa mendengar apa pun. Ia berbali dengan pelan, berjalan menjauhi pintu dengan linglung. Baru berjalan

beberapa lang ah, a inya terlalu lemas untu menopang tubuhnya dan ia jatuh te rdudu di lantai. Kepalanya disandar an e dinding. Matanya menatap osong. Putra ayahnya... Tatsuya... Putra ayahnya... Putra ayahnya... Kata- ata itu terus berputar-putar di epalanya. Kemudian banya hal yang bermun culan dalam ingatannya. Tatsuya pernah bercerita ia mencari cinta pertama ibunya, se aligus ayah andung nya.... A u mencari cinta pertama ibu u.... Ke agetan Tatsuya dan ayahnya eti a mere a bertemu di La Vue pada malam ulang t ahun lise.... A u pernah mendengar ayahmu adalah... eh, Jean-Daniel Lemercier yang punya banya restoran di Prancis.... Tatsuya yang mulai bersi ap aneh dan menjaga jara .... Kalau memang boleh, a u tida berniat melepas an diri.... Ayahnya yang melarangnya berhubungan dengan Tatsuya.... Jangan menyu ainya.... Jangan. Demi Tuhan! Jangan menyu ainya seperti itu.... Tiba-tiba saja Tara tahu enapa seja pertama ali bertemu Tatsuya, ia merasa la i-la i itu sepertinya tida asing. Dulu ia tida tahu enapa, tetapi se arang s emuanya mendada jelas. Tatsuya mengingat an Tara pada ayahnya! Caranya berjalan, caranya tersenyum, caranya berbicara. Dan matanya. Astaga! Mat a itu. Mata Tatsuya sama dengan mata Jean-Daniel Dupont. Sama dengan mata Tara s endiri. Mere a bertiga memili i mata berwarna abu-abu. Ternyata bu an lensa onta ... Tatsuya tida mema ai lensa onta . Tara baru men yadari Tatsuya tida pernah ber ata ia mema ai lensa onta . Tara sendiri yang b eranggapan begitu. Kenapa baru se arang ia menyadarinya? Kenapa harus Tatsuya? Tara mene an telapa tangannya e dada. Sa it... Tujuh Belas TARA tida embali e amar rawat Tatsuya. Ia langsung berjalan eluar dari ruma h sa it. Kepalanya sa it dan jantungnya berdebar cepat se ali. Terlalu cepat. Ia perlu berpi ir. Sendirian. Ia tida ingat bagaimana ia bisa sampai di apartemennya. Dalam eadaan setengah sadar ia masu e amar tidur dan dudu mering u di ranjang. Tetap diam seperti itu dengan pandangan osong. Entah sudah berapa lama ia dudu diam seperti itu. Keheningan yang menyelimuti a partemennya tiba-tiba dipecah an dering ponsel. Tara tersenta dan sesaat esada rannya embali. Ia baru menyadari langit di luar jendela sudah gelap dan amar t idurnya juga gelap gulita. Pasti sudah lama ia dudu seperti itu. Ia tida mengh itung wa tu. Ia juga tida peduli. All? atanya begitu ponsel sudah menempel di telinga. Semuanya terdengar ering. Kau ada di mana? tanya Sebastien langsung. Tara bisa membayang an Sebastien pasti ebingungan. Tara tida menjawab. Sebastien juga tida menunggu jawabannya. Tatsuya sudah sadar, atanya cepat dan l ega. Kening Tara ber erut dan ia menelan ludah. Kenapa begitu mendengar nama itu saja hatinya terasa perih? All? Tara, au dengar? Tatsuya sudah sadar, ulang Sebastien. Mm, gumam Tara dengan napas terce at. A u a an mengantarnya pulang nanti. Kau a an datang? Tara berusaha mengatur napasnya dan mema sa dirinya ber ata, Tida ... A u tida b isa e sana se arang. Kenapa? Ada... sedi it urusan, ela Tara. A u a an menjengu nya beso . Bohong... Itu bohong... Ia tida a an siap bertemu dengan Tatsuya beso . Oh? Sebastien terdengar heran. Dia bai -bai s aja? tanya Tara. Ya, dia sehat se ali. Dia bah an sudah tida sabar ingin eluar dari rumah sa it.

Tara mengembus an napas lega. Baguslah. Ada apa, Tara? Tara aga aget mendengar pertanyaan Sebastien, lalu ia ingat Sebastien adalah o rang yang paing memahami dirinya di dunia ini. Tentu saja Sebastien bisa merasa an egugupan Tara, eengganan Tara pergi e rumah sa it, ebisuan Tara. Tida apa-apa, Tara berbohong lagi. A u sedang sibu se arang. Nanti a an utelepon lagi, Sebastien. Tara langsung menutup ponsel dan memati annya. Ia tida ingin diganggu. Oleh sia pa pun. Ia butuh sendirian. * * * Tara tida tidur semalaman. Anehnya ia tida mengantu , hanya saja ia merasa tid a bertenaga, tida bisa dan tida ingin mela u an apa pun. Tetapi tentu saja it u tida mung in. Ia masih harus siaran, alau tida Charles a an mengamu . Dan i a harus ceria. Jangan lupa itu. Sepanjang hari ia menghindari telepon dari Sebastien dan ayahnya. Juga Tatsuya. Oh ya, la i-la i itu juga menelponnya, tapi ia tida sanggup menjawab telepon si apa pun. Ia ta ut dirinya tida a an uat menghadapi enyataan. A hirnya ia mema ti an ponsel dan menjejal annya e dalam laci meja erja. Sepanjang hari itu Tara be erja seperti orang linglung. Saat siaran ia mema sa a n diri tersenyum dan pura-pura ceria, tetapi begitu selesai siaran, ia embali s eperti mayat hidup. Tara, ada apa denganmu hari ini? tanya lise eti a Tara embali e meja erjanya. Ka u sa it? Tara tida menatap temannya. Ia hanya menggeleng pelan dan dudu bersandar. Biasanya suaramu sudah terdengar e mana-mana dan au selalu tida bisa diam, desa lise sambil mencondong an tubuhnya e depan. Ia sema in hawatir melihat tinda -tandu temannya. Hari ini au bah an tida bersuara. Ada apa? Tara menyungging an senyum tipis dan menggeleng. Tida apa-apa, lise. Ia tida bisa mencerita annya pada lise. Tida epada siapa pun. lise masih ingin mendesa Tara, tetapi ia harus siaran se arang juga. A hirnya ia menyerah dan ber ata, Setelah siaran nanti au harus mencerita an segalanya epa da u. A u tida tahan melihatmu begini. Tara tida menjawab. Juga tida memandang temannya. lise mengamati temannya dengan prihatin. Entah apa yang mengganggu pi iran Tara, tapi itu pasti masalah yang sangat berat sampai-sampai ia tida bisa membicara a nnya. Kau bisa percaya pada u, Tara, ata lise lagi arena merasa temannya sedang membutu h an du ungan. Tara memandang lise se ilas dan menundu embali. Kemudian ia memejam an mata dan menggeleng pelan. Ada apa? tanya lise cemas. Kepala u pusing, gumam Tara sambil memijat-mijat pelipisnya. Kemudian ia bang it d ari ursi dan meraih tas. Maaf. A u pergi dulu. lise terlalu bingung sampai tida bisa ber ata apa-apa dan hanya memandangi Tara yang berjalan eluar dari ruangan. Ada apa dengan Tara? Apa ah tadi ia mengucap an ata- ata yang salah? * * * Ke mana Tara? Tatsuya memasu an embali ponselnya e sa u jas. Gera annya aga a u arena ta ngan irinya yang dibebat dan bahunya yang masih sa it. Seja ia eluar dari rum ah sa it, ia belum berhasil menghubungi Tara. Tatsuya sudah mendengar dari Jean-Daniel Dupont bahwa Tara tanpa sengaja mendeng ar pembicaraan mere a di telepon. Jean-Daniel mencerita an apa yang terjadi epa da Tatsuya dan meya in annya ia sama se ali belum mengata an apa pun epada Tara . Tatsuya teringat sifat Tara yang gampang penasaran. Kalau gadis itu memang belum tahu yang sebenarnya, seharusnya se arang ini ia sedang berusaha mencari tahu. Seharusnya se arang ini ia sedang merongrong ayahnya, atau bah an Tatsuya. Bu an nya menghilang seperti ini. Tatsuya sudah menelepon e stasiun radio dan lise ber ata Tara sudah pulang dari tadi. Sama se ali tida mengata an apa-apa. Pergi be

gitu saja. Ke mana gadis itu? Tiba-tiba Tatsuya ingat. Mung in ah dia ada di sana? * * * Tida seperti biasanya, berdiri di punca Arc de Triomphe dan memandangi ota Pa ris dari etinggian tida memberi an edamaian. Tara datang e tempat itu untu menenang an diri dan berpi ir, tetapi setelah be gitu lama berdiri di sana, ia tetap belum memutus an apa pun. Ia masih tida tah u apa yang harus dila u annya, masih belum bisa menerima enyataan, masih berhar ap semua ini mimpi buru dan ia a an segera terbangun. Pi irannya osong, arena hati ecilnya menola berpi ir. Ia tida merasa an apa pun, arena sarafnya menola merasa an. Lebih bai ia tida berpi ir. Lebih bai sarafnya mati rasa. Kalau tida , ia ta an sanggup menanggung rasa sa it ini. Terlalu besar. Sudah berapa lama ia berdiri di sini? Sepertinya a hir-a hir ini wa tu berlalu b egitu saja tanpa sepengetahuannya. Tetapi ia meni mati esunyian dan esendirian nya. Sudah uduga au ada di sini. Suara itu menembus benteng abut hitam di se eliling Tara. Ia mengang at wajah d an menoleh dengan cepat. Napasnya terce at eti a mendapati Tatsuya berdiri di s ampingnya. Tara terpana. Apa ah ia sedang bermimpi? Mung in saja. Tatsuya menatapnya dengan matanya yang lembut, tersenyum epadanya dengan cara yang sudah sangat di enal. .. dan disu ainya. Lalu Tatsuya mengulur an tangan anannya dan membelai epala Tara. Tara bisa mer asa an sentuhan itu. Ternyata ini bu an mimpi. Tatsuya sungguh ada di sampingnya , tersenyum epadanya, berbicara epadanya. Kau tahu berapa lama a u mencarimu? tanya Tatsuya sambil mengembus an napas. A u su dah berlari mengelilingi ota Paris demi mencarimu. Begitu melihat la i-la i itu dan mendengar suaranya, mendada saraf Tara embali be erja. Berbagai macam perasaan membanjiri dirinya. Saat itulah ia menyadari b etapa ia merindu an Tatsuya. Amat sangat... Tatsuya menari embali tangannya dan memasang tampang heran. Kenapa diam saja? T ida mau bicara pada u? Tara mendapati dirinya tersenyum tipis dan bergumam, Berlari eliling Paris? Tatsuya tertawa. Kau tida percaya? Tida percaya? Tanpa menunggu jawaban Tara, ia meraih sebelah tangan Tara dan ditempel an di da danya. Tara terlalu aget untu berea si. Matanya terbelala menatap mata Tatsuy a, mulutnya mendada ering dan napasnya tertahan. Kau bisa merasa an debar jantung u? tanya Tatsuya pelan. Matanya menatap e dalam mata Tara. Telapa tangannya menempel di dada Tatsuya dan tangannya gemetar dalam genggaman Tatsuya. Ia bisa merasa an debar jantung la i-la i itu. Berdebar encang di baw ah telapa tangannya. Kau merasa an jantung u berdebar eras? Cepat? Suara Tatsuya sea an menghipnotisnya. Tara tida bisa mengalih an tatapannya dar i mata Tatsuya. Ia juga tida bisa menjawab. Ini arena dirimu. Tara menahan napas. Ia bisa merasa an debar jantung Tatsuya, tetapi tida bisa m erasa an debar jantungnya sendiri. Tatsuya tersenyum. Ini arena a u telah berlari engelilingi Paris demi mencarimu. Kau percaya se arang? La i-la i itu begitu manis. Begitu bai . Hati Tara sa it se ali arena perasaan yang dirasa annya terhadap Tatsuya. Air mata mulai membasahi pipinya. Jangan menangis, gumam Tatsuya smabil menghapus air mata Tara dengan ibu jari. Mendengar ucapan itu, air matanya bu annya berhenti, malah mengalir sema in dera s. A u minta maaf arena membuatmu cemas, ata Tatsuya sungguh-sungguh. Tapi eadaan u bai -bai saja. Sungguh. Do ter juga bilang tangan u hanya perlu dibebat selama tinggal minggu. A u bai -bai saja.

La i-la i itu salah mengerti, tapi Tara tida berusaha menjelas an. Biarlah Tats uya mengira ia menangis arena alasan itu, arena bagaimanapun juga ia tida bis a menjelas an alasan sebenarnya. Sebelum Tara sempat menyadarinya, Tatsuya telah meling ar an sebelah lengan di p unda nya. Tatsuya memelu nya sebelum ia bisa menola . Tetapi ia tahu ia tida mu ng in bisa menola . Jangan menangis lagi, bisi Tatsuya sambil tetap mende apnya. A u minta maaf. Tara menangis di bahu Tatsuya. Air matanya tida mau berhenti. Mengalir terus ta npa bisa ditahan. Ia berharap air mata itu bisa mereda an rasa sa it di dadanya, tetapi tida bisa. Sema in ia menangis, sema in sa it dadanya. * * * Tatsuya baru menyadari ia sangat merindu an Tara. Ia baru menyadarinya eti a a hirnya menemu an gadis itu berdiri di punca Arc de Triomphe. Melihat punggung g adis itu saja bisa membuat jantungnya berdebar encang. Saat itu juga ia menyada ri sia-sia saja ia berusaha menghindari Tara selama ini. Ia bisa saja menghindar i gadis itu, tapi ia tida bisa menghindari perasaannya. Segalanya bertambah rum it. Mes ipun begitu, Tatsuya tida ingin memi ir annya se arang. Tara sudah berhenti menangis dan terlihat lebih tenang. Walaupun Tatsuya tida m engerti enapa gadis itu menangis seperti tadi, ia tida berusaha bertanya. Ia y a in Tara a an memberitahunya alau memang mau. Ia tida a an mema sa. Yang bisa dila u annya hanya mencoba menghibur gadis itu, arena jelas se ali Tara membut uh annya. Tatsuya menari napas dan ber ata, Kau benar. Tara menoleh e arahnya dengan pandangan bertanya. Ia meliri gadis itu dan tersenyum. Pemandangan dari sini sangat mena jub an. Tara membalas senyumnya. Ini salah satu tempat esu aan u di seluruh dunia, gumamn ya, lalu wajahnya berubah murung. Tempat persembunyian u. Mere a berdua terdiam. Meni mati pemandangan sore ota Paris, meni mati embusan angin musim gugur, meni mati esunyian. Tiba-tiba Tatsuya bertanya, Mau menemani u jalan-jalan? Tara menoleh. Malam ini saja, lanjut Tatsuya. Ia sudah membuat eputusan. Kita lupa an semua masa lah dan bersenang-senang sebentar. Kita pergi ma an malam, lalu menonton film, t eater, apa saja. Jalan-jalan di sepanjang Sungai Seine juga boleh. Apa saja yang auingin an. Bagaimana? Seulas senyum menghiasi bibir Tara. Apa saja yang uingin an? Tatsuya menganggu . Apa saja. Kau merasa sehat? tanya Tara sambil memandangi tangan iri Tatsuya yang dibebat. Ba danmu tida sa it? A u bai -bai saja, sahut Tatsuya cepat. Lu a ecil seperti ini bu an masalah sama se ali. Tatsuya sungguh ingin melupa an semua masalah yang mengganggu pi irannya selama ini. Juga rahasia itu. Ia ingin melupa an enyataan sebentar. Hari ini saja. Ia tida ingin mengingat enyataan Tara adalah adi nya. Malam ini saja. Ia ingin me ncurah an perasaannya terhadap gadis itu tanpa rasa bersalah. Mere a berpandangan, lalu Tara menganggu . Bai lah. Tatsuya mengulur an tangan. Setelah ragu sesaat, Tara menyambut uluran tangannya . Keti a tangan gadis itu berada dalam genggamannya, Tatsuya merasa dirinya utuh embali. * * * Malam itu berjalan sempurna. Mere a ma an malam di sebuah restoran Prancis yang menyenang an di daerah Champs-lyses, emudian menonton film Hollywood yang di-dub e dalam bahasa Prancis. Dari Rive Droite, mere a menyeberangi Sungai Seine e R ive Gauche. Mere a mengunjungi Menara Eiffel namun hanya bisa mengagumi dari lua r. Sudah terlalu malam dan jam ber unjung sudah habis berjam-jam yang lalu. Lalu mere a pergi e le de la Cit, juga e Notre Dame. Tentu saja atedral itu juga su dah ditutup untu umum. Kita memilih wa tu yang payah untu ber unjung, desah Tatsuya sambil mengagumi ars ite tur Goti yang mena jub an dari atedral yang selesai dibangun se itar abad 12 itu.

Tara tersenyum. Kurasa tida ada arsite yang tida su a memandangi Notre Dame, a tanya. Lalu ia mengang at tangannya yang menunju e atas. Kau tahu, alau ita n ai e Menara Utara, ita bisa melihat banya gargoyle yang bagus. Kau pasti su a. Tatsuya mendonga mengi uti arah yang ditunju Tara. Tara melanjut an, Kita juga bisa melihat ota Paris dari atas sana. Kita benar-benar harus memerhati an jam ber unjung ita lain ali, gumam Tatsuya d engan nada menyesal. Tara tersenta dan menurun an tangannya. Sesaat ia embali menginja bumi dan di hadap an pada enyataan. Apa ah a an ada lain ali? Ia meragu annya. Tetapi ia t ida mau menghadapi enyataan se arang. Mere a sudah berjanji, walaupun hanya ma lam ini, mere a a an bersenang-senang dan melupa an segala masalah. Lain ali ita harus menyusun jadwal, ata Tara a hirnya. Biarlah ia bermimpi bisa tetap bersama Tatsuya setelah malam ini. Dan ingat an a u untu mengaja mu e ta man ecil di bela ang atedral. Dari sana ita bisa mendapat pemandangan terbai Notre Dame. Tatsuya memandangnya, lalu mengulur an tangan dan menggenggam tangannya. O e. * * * Keti a malam itu harus bera ihr, Tara merasa tida rela. Perlahan-lahan enyataa n mulai menghampiri dan ia belum siap menerimanya. Ia bertanya-tanya dalam hati boleh ah ia hidup dalam mimpi? Apa yang terjadi alau ia tida mau menerima eny ataan? Apa yang a an terjadi? Tatsuya mengantarnya sampai e apartemennya. La i-la i itu juga terlihat bimbang . Beberapa saat mere a masih berpegangan tangan. Lalu Tatsuya menyerah. Dengan p erlahan ia melepas an genggamannya dan melepas an tangan Tara. Selamat malam, Tara-chan, atanya sambil mema sa an seulas senyum. Ia mengulur an tangan dan memegang epala Tara se ilas. Begitu Tatsuya berbali pergi. Tara merasa sebagian hatinya tercabi , sebagian d irinya i ut pergi. Tetapi ia tida bisa mela u an apa-apa. Ia hanya bisa diam me mandangi punggung Tatsuya yang sema in menjauh. Setelah soso Tatsuya menghilang , ia baru membali an tubuh dengan pelan. Keti a mengeluar an unci pintu, ia ba ru menyadari tangannya gemetar. Ia mendesah eras. Ia belum ingin masu e apart emennya. Ia butuh udara segar. Beberapa saat emudian ia menyadari dirinya berjalan menyusuri Sungai Seine. Ia tida sedang meni mati pemandangan sungai, tida juga memerhati an se elilingnya . Kemudian ia menghenti an lang ah. Dengan gera an ragu, ia mengeluar an ponsel. Ia ingin menelepon ayahnya dan bertanya tentang apa yang didengarnya wa tu itu d i rumah sa it. Tetapi apa ah dirinya sendiri sudah siap menerima enyataan? Apa ah ia siap menerima apa pun jawaban ayahnya? Tida . Namun hati ecilnya menyimpan harapan rapuh bahwa apa yang didengarnya wa tu itu salah. Pasti ada penjelasan yang masu a al di bali semua itu. Tatsuya Fujisaw a pasti bu an ana andung ayahnya. Pasti ada esalahan. Harapan ecil yan gsiasia itulah yang mendorongnya menelepon ayahnya. Ma sud awal Tara adalah ingin bertanya tentang apa yang didengarnya wa tu itu, t etapi begitu mendengar suara ayahnya di ujung sana, tanpa disadari air matanya l angsung mengalir. All? Suara ayahnya terdengar lagi. Ma chrie, ada apa? Apa yang sudah Papa la u an? Itulah ata- ata yang pertama ali meluncur dari mulu tnya. Suaranya bergetar. Apa? Tara mulai menangis dan suaranya tersendat-sendat. Apa yang... sudah... Papa la u an? Tubuhnya gemetar hebat dan ia terisa -isa di luar endali. Tiba-tiba saja selur uh rasa sa it datang membanjiri tubuhnya. Dan yang paling terasa sa it adalan ha tinya. Ia mene an telapa tangannya di dada, sea an berusaha menutupi lu a yang menganga di sana. Ma chrie... Papa tida mengerti. Kenapa... enapa... Sulit berbicara eti a sedang tersedu-sedu, tetapi Tara berusa

ha eras. Kenapa Tatsuya... b-bisa menjadi... ana Papa? Ayahnya tida menjawab. Tara masih tetap tersedu-sedu. Bo-bohong, an? tanyanya dengan nada putus asa. Itu bohong, an, Papa? Kau ada di mana se arang? Jawab a u... Papa, atanya lemah. Terlalu banya menangis menghabis an tenaganya. K ata an... itu bohong... Kata an au ada di mana. Papa a an segera e sana dan menjemputmu. Setelah itu ba ru ita bicara. Tara menggeleng eras. Papa... jawab... se arang... Diam sejena di ujung sana, lalu, Papa minta maaf, ma chrie. Papa sangat menyesal. Papa minta maaf. Itu jawaban yang paling dita utinya. Setiti harapan ecilnya musnah sudah. Keny ataan menghantam epalanya, merobe -robe jantungnya dan menguras darah dari tub uhnya. Victoria... Ma chrie... B-bagaimana se arang... P-papa? gumam Tara di sela-sela tangisnya. Ba-bagaimana se arang?... A u harus... bagaimana?... Ia menutup mulutnya dengan sebelah tangan un tu menahan tangisnya yang sema in encang. Belum pernah ia menangis sesedih ini . Ini pertama alinya ia tersedu-sedu di luar endali. Ia memutus an hubungan dan jatuh terdudu di tanah. Kedua tangannya menutupi waj ah, bahunya berguncang eras dan tubuhnya masih bergetar. Kemudian ia membisi a n penga uannya, Papa... Papa... a u... mencintainya. Delapan Belas TATSUYA baru saja tiba di apartemennya eti a ponselnya berbunyi. Ia menatap lay ar ponsel dan tertegun. All? atanya begitu menempel an ponsel e telinga. Ia menyala an lampu ruang tengah dan berjalan e dapur. Tatsuya. Suara Jean-Daniel Dupont terdengar pani . Tatsuya, au sedang bersama Vict oria? Tatsuya bimbang sejena . Tida , jawabnya. Kau bertemu dengannya tadi? Suara Jean-Daniel sema in mendesa . Tatsuya mengerut an ening. Ada apa ini? Apa ah pria ini esal? Marah? Ia harus jujur atau berbohong? Tadi sempat bertemu sebentar, sahut Tatsuya pelan. Terdengar senta an napas di ujung sana. Kau sudah memberitahunya? Memberitahu apa, Monsieur? Masalah itu, sahut Jean-Daniel dengan alut. Kau sudah memberitahu Victoria tentang masalah itu? Tatsuya bingung sesaat, lalu, Belum... Tapi dia sudah tahu! Se eti a Tatsuya membe u. Dia sudah tahu? ulangnya, sea an tida mendengar dengan jelas tadi. Jean-Daniel nyaris berteria sa ing gugupnya, Dia baru saja menelepon u dan dia m enangis. Menangis? Ia mulai berting ah seperti orang tolol yang terus mengulangi ata- ata orang lain. A u tida pernah mendengar putri u menangis seperti itu, ata Jean-Daniel cepat. Se pertinya dia nyaris histeris. Histeris...? Ota Tatsuya berputar. Tadi eti a ia bersama Tara, gadis itu elih atannya biasa-biasa saja, walaupun sedi it pendiam. Ia hanya berpi ir Tara sedan g punya masalah dan nanti perasaannya a an membai dengan sendirinya. Tetapi al au dipi ir-pi ir, a hir-a hir ini Tara menghindarinya, berubah pendiam, dan si a pnya aneh se ali tadi. Benar ah dia sudah tahu? A u tida bisa menghubunginya, Tatsuya. Terdengar suara Jean-Daniel lagi. Dia tida ada di apartemennya dan ponselnya tida bisa dihubungi. Carilah dia, Tatsuya. T olong... Tatsuya memati an telepon dan tetap diam di tempat, membiar an dirinya berpi ir terlebih dahulu. Saat itu rasa cemas mulai menjalari dirinya. Di mana Tara se ar ang? Bu an ah tadi ia sudah mengantar gadis itu pulang e apartemennya?

Sea an baru tersadar dari mimpi, Tatsuya segera berbali dan menghampur eluar d ari pintu. Baru saja ia eluar, ponselnya berbunyi. Tanpa melihat siapa yang men elpon, ia langsung menjawab. Tara-chan? Terdengar tawa riang di ujung sana. Sayang se ali, bu an, Teman, ata Sebastien sa mbil ter e eh. Ini a u. Maaf, membuatmu ecewa. Sebastien? Teman, a u bosan se ali malam ini. Keluarlah dan temani a u minum, ata Sebastien. Sebastien, ebetulan au menelepon, ata Tatsuya dengan napas memburu. Kenapa? Sepertinya au pani . Kau tahu di mana Tara? Tida . A u belum menghubunginya hari ini. Atau tepatnya, dia tida mau menjawab t elepon.... Ayahnya baru menelepon u, sela Tatsuya cepat, memotong penjelasan Sebastien. Dia sa ngat mencemas an Tara dan meminta u mencarinya. Ada apa ini? Apa yang terjadi? tanya Sebastien. Nada suaranya berubah serius. Nanti a an ujelas an, Teman. Se arang bantulah ami mencairnya. Kau lebih mengen alnya. Kau tentu tahu di mana emung inan dia berada. Kau membuat u gugup, Tatsuya, ata Sebastien. Ia jelas-jelas masih bingung, tetapi sepertinya memutus an tida banya bertanya lagi. Bai lah, a u a an mencoba menc arinya. Kalau a u berhasil menemu annya, a u a an menghubungimu. * * * Tara Dupont menghilang? Sebastien benar-benar bingung. Selama bertahun-tahun mengenal Tara, ia belum per nah mendengar Tara menghilang tanpa abar dan ayahnya mencemas annya. Berarti in i masalah yang cu up serius. Ia mengemudi an mobilnya dengan hati-hati. Matanya menatap jalanan di depan teta pi ota nya mulai memi ir an tempat-tempat yang mung in didatangi Tara sendiri. I a meraih ponsel dan menghubungi La Vue. All? douard, apa ah au melihat Tara di sana?... Tida ? Dia sama se ali tida datan g hari ini?... Mm, o e. Terima asih... Oh, tida apa-apa. A u hanya sedang menc arinya.... Ngomong-ngomong, bisa tolong telepon a u alau Tara tiba-tiba datang e sana?... O e, terima asih. Sebastien memutar ota lagi. Ke mana gadis bodoh itu malam-malam begini? Sudah h ampir tengah malam begini.... Sebastien melaju an mobilnya menyusuri Sungai Seine, eti a tiba-tiba matanya me nang ap soso seseorang yang di enalnya berdiri di tepi jembatan. Tara? gumamnya pada diri sendiri, lalu mengerut an ening. Apa yang dila u annya di sana? * * * Tara menatap osong e bawah. Permu aan sungai telrihat remang seperti aca besa r berwarna hitam yang memantul an cahaya dari lampu-lampu di tepi jalan. Air sun gai itu pasti dingin se ali. Ia pasti a an mati edinginan bila terjun e sungai itu. Mati be u. Ia hanya perlu membiar an dirinya jatuh. Setelah itu seluruh tubuhnya a an membe u. Rasa sa it ini juga a an membe u. Ia tida a an merasa an sa it ini lagi. Sedi it dorongan. Satu ali dorongan saja. Tetapi tubuhnya tetap bergeming. Terpa u di tempat. Tida mau bergera . Rasa sa it di dadanya ian menusu . Nyaris ta tertahan an. Ia tida sanggup men anggungnya lagi. Tuhan, tolonglah a u.... Ambillah rasa sa it ini dari u.... Ia embali mencondong an tubuhnya e depan, menatap permu aan sungai. Tiba-tiba ada yang menceng eram lengannya dan menari nya dengna asar menjauhi p agar jembatan. Tara terperanjat dan nyaris ehilangan eseimbangan. Ia memutar epala dengan cepat dan langsung berhadapan dengan Sebastien yang menatapnya deng an ening ber erut tida senang. Sebastien? gumamnya dengan suara seperti terce i . Matanya terbelala aget. Ia sa ma se ali tida berharap bisa bertemu Sebastien di saat seperti ini. Apa yang sedang aula u an di sini, Tara Dupont? tanya Sebastien eras. Ia masih m enceng eram lengan Tara.

Perlahan-lahan esadaran mulai meresap embali e dalam diri Tara dan ia mengerj ap-ngerjap an mata. Ia mencoba melepas an diri dari ceng eraman Sebastien. Aduh.. . Lepas an tangan u. Sa it. Sebastien melonggar an ceng eramannya, tetapi tida benar-benar melepas annya. Kau habis menangis? tanya Sebastien pelan. Ia menatap lurus e mata Tara. Tara mema sa an seulas senyum dan mengela dari tatapan Sebastien. Hanya sedi it. Sebentar. Memangnya tida boleh? Sebastien menari napas. Ada apa denganmu? Tara tida menjawab. Mau mencerita annya epada u? Pandangan Tara embali ber abut. Teman u, Sebastien, gumamnya dengan suara sea an sedang bermimpi. Kau mau tahu apa yang baru saja a an ula u an? Sebastien tida ya in ia berani mendengar jawabannya. Tadinya a u ingin melompat. Apa? Sebastien benar-benar aget. Coba ata an se ali lagi. Tara masih tida menatapnya. A u ingin melompat. Tanpa alasan yang jelas Sebastien ber ata, Kau tida bisa berenang. Tara tersenyum dan menatap permu aan sungai dengan tatapan menerawang. A u tahu. Kenapa? Ada apa denganmu? seru Sebastien sambil mengguncang tubuh Tara, berharap d engan begitu gadis itu a an tersadar embali. Tara mengang at sebelah tangannya dan menempel annya di dada. Karena sa it se ali rasanya. Di sini. Sa it se ali, Sebastien. Sebastien tida mengerti. Sama se ali tida mengerti. Ia masih shoc mendengar T ara tadi berniat bunuh diri. Tapi untunglah au datang, ata Tara. Ia berpaling menatap Sebastien dan tersenyum . Senyum setengah hati. Matanya ber aca- aca. Karena au datang, a u jadi tahu ap a yang seharusnya ula u an. Apa ma sudmu? Tara meleta an edua tangannya di bahu Sebastien. Temani a u minum, Teman. Ayo ita minum sampai mabu . A u ingin minum sampai rasa sa it ini tida terasa lagi. Minum sampai mati. Jangan bicara sembarangan, gerutu Sebastien. Baru pertama ali ia melihat temannya bersi ap seperti ini. Dan ia tida su a apa yang dilihatnya. Perasaannya mengat a an ada sesuatu yang tida beres. Pandangan Tara embali osong. Bai lah, bai lah, ata Sebastien a hirnya. Ia sangat meng hawatir an ondisi Tara. Kau mau minum? A an utemani. Ayo, ita pergi. Sebastien sama se ali tdia tahu apa yang terjadi pada Tara, walaupun ia merasa temannya itu sedang putus asa. Ia a an bertanya pada Tara nanti. Se arang ini ia tahu jelas lebih bai ia menemani gadis itu daripada membiar annya sendirian. L ebih bai ada dia yang mengawasi Tara arena alau dibiar an sendirian, hanya Tu han yang tahu apa yang bisa dila u an gadis itu. * * * Kau sungguh-sungguh mau membiar annya mabu ? tanya douard eti a membawa an tequila sunrise pesanan Tara. Tara sudah menghabis an botol bir pertamanya dan se arang a an memulai botol edua. Kalau au masih ingat, dia sudah minum dua gelas tequi la sunrise. Sebelum Sebastien sempat menjawab, Tara mengang at sebelah tangannya dan mengiba s-ngibas. Claude, tida usah banya bicara dan beri an minuman itu, atanya. Ia me raih gelas yang dileta an douard dengan ragu-ragu. douard memandangi Sebastien dan menghela napas. Dia sudah mabu . Lagi-lagi dia tid a ingat nama u. Tara langsung menghabis an minumannya dalam se ali tegu . Astaga! Pelan-pelan saja... Pelan-pelan saja, ata douard aga cemas melihat ela u an ana maji annya. Tara memejam an mata rapat-rapat dan mendesis eti a merasa an minuman beral oho l itu mengalir menuruni tenggoro annya. Kepala douard berputar cepat e arah Sebastien yang dari tadi diam saja. Kau yang bertanggung jawab? tanya douard langsung. Sebastien menganggu .

Bartender ber epala plontos itu pun mengang at tangan dan ber ata ringan, Bai lah , a u a an meninggal an alian. Keti a douard berlalu, Tara mulai menegu bir edua. Tiba-tiba Sebastien ingat ia belum menelepon Tatsuya dan memberitahunya ia sudah menemu an Tara. Ia cepat-ce pat mengeluar an ponsel dan menghubungi Tatsuya. All? Tatsuya? Ini a u.... Ya, a u sudah menemu annya.... Dia bersama u se arang. J angan hawatir. Kami ada di La Vue.... Datang saja e sini.... Jangan datang! seru Tara tiba-tiba. Sebastien terlompat aget dan menatap Tara dengan heran. Kemudian Tara menutup wajah dengan edua tangan dan ber ata lagi, ali ini denga n suara yang lebih pelan, Jangan suruh dia datang. Jangan malam ini. Sebastien masih bingung. Tapi, Tara... Ini Tatsuya. Dia... Jangan malam ini, potong Tara. Malam ini ami sudah berjanji melupa an semua masala h dan bersenang-senang. Sebastien tida paham apa yang di ata an Tara. Jadi jangan malam ini, Tara mengulangi ata- atanya. A u a an menemuinya beso . Sepertinya Tatsuya bisa mendengar apa yang di ata an Tara, arena setelah terdia m beberapa saat, ia meminta Sebastien menjaga Tara. Katanya ia a an memberitahu ayah Tara dan ber ata a an menemui Tara beso , sesuai einginan gadis itu. Setel ah itu ia memutus an hubungan. Sebastien memasu an embali ponselnya e sa u celana dengan perlahan. Keningnya ber erut. Apa yang terjadi antara Tara dan Tatsuya? Tara, au tida mau mencerita an apa yang sebenarnya sedang terjadi? Atau sudah t erjadi? tanya Sebastien, berusaha memulai perca apan. Tara menggeleng tanpa memandangnya. Ia embali menegu birnya. Sebastien tida mau menyerah begitu saja. Karena Tatsuya? Diam sejena , lalu Tara menganggu pelan. Kau bilang hatimu sa it. Karena Tatsuya? Tara menganggu lagi. Jadi Tatsuya yang telah menya iti hatinya, pi ir Sebastien ecewa. Tara, au tahu benar a u a an selalu membantumu. Kalau au ingin a u membantumu, au harus mencerita an masalahnya epada u, ata Sebastien lagi. Tara menghela napas, lalu mengang at bahu acuh ta acuh. Beso saja, gumamnya ring an. Sebastien tida mendesa lebih jauh lagi. Bai lah, Tara bilang ia a an menjelas annya beso . Ma a Sebastien a an menunggu sampai beso . Keti a a hirnya Tara berniat membu a botol bir etiganya, Sebastien terpa sa har us menghenti annya dan mengantarnya pulang. Gadis itu sudah mabu berat dan sama se ali tida bisa berjalan dengan benar tanpa dibantu. Begitu tiba di apartemennya, Tara langsung menghambur e amar mandi dan membant ing pintu. Sebastien tida buru-buru menyusulnya. Samar-samar ia bisa mendengar Tara muntah di amar mandi. Ini pertama alinya ia melihat Tara mabu . Sebastien tida tega meninggal annya dalam eadaan begitu. Ia melepas an ja et dan berjal an e dapur untu membuat secang ir tisane1 untu Tara. Keadaan Tara sungguh beranta an dan acau-balau eti a ia eluar dari amar mand i. Tanpa ber ata apa-apa, ia menyesap sedi it tisane yang disodor an Sebastien, lalu merang a nai e tempat tidur dan mering u di bali selimut. Setelah memati an lampu, Sebastien eluar dari amar tidur Tara dan berdiri di r uang tengah. Mengingat Tara sepertinya sedang mengalami depresi berat, ia memutu s an bermalam di apartemen Tara. Siapa yang tahu apa yang a an dila u an Tara bi la tiba-tiba terbangun dan depresi sial itu embali menyerangnya? * * * Keeso an paginya, Sebastien sedang memanggang roti eti a Tara eluar dari amar tidurnya sambil memegangi epala dengan sebelah tangan. 1 teh herbal Selamat pagi, Mademoiselle Dupont, sapa Sebastien ringan. Tara menghenti an lang ahnya dan mengerjap-ngerjap an mata, aget melihat Sebast ien berdiri di dapurnya dengan pisau roti di tangan. Kau elihatan acau, ata Sebastien setelah mengamati Tara dari atas sampai bawah. Kepalamu sa it?

Tara menghampiri meja ma an ecilnya, menari ursi dan dudu . Kau tida pulang s emalam? tanyanya dengan suara sera . Sebastien meleta an secang ir tisane di hadapan Tara. A u benci tisane, gerutu Tara. A u mau opi saja. Jadilah ana bai dan minum tisane itu, ata Sebastien, lalu meleta an piring ber isi roti di meja. Dan ya, a u memang tida pulang semalam. Kau benar-benar mabu dan a u tida tega membiar anmu sendirian. Tara tersenyum tipis dan menyesap tisane-nya dengan patuh. Kemudian ia bang it. Kau mau e mana? tanya Sebastien buru-buru. Kau harus sarapan dulu. A u sudah beli croissant tadi. Tara mengibas an tangan tanpa menoleh. A u mau cuci mu a dulu, Ibu, guraunya. Nanti a u embali dan mema an croissant-mu itu. Oh ya, se alian goreng telur untu u. O e? Memangnya a u pembantumu? seru Sebastien, tetapi Tara sudah menghilang di bali pi ntu amar mandi. Diam-diam ia senang melihat perubahan dalam diri gadis itu. Pag i ini Tara terlihat lebih tenang. Ia bah an sempat bergurau. Bu an ah itu awal y ang menjanji an? Beberapa saat emudian, terdengar bunyi bel pintu. Sebastien beranja e pintu d an membu anya. Ia aga aget eti a mendapati siapa yang ada di depan pintu. Oh... All, Tatsuya. Tatsuya juga terlihat aget melihat Sebastien. Sebastien? Sebastien-lah yang lebih dulu pulih dari e agetannya. Ia minggir sedi it dan me nggera an tangan. Masu lah dulu. Kau datang menemui Tara, bu an? Tatsuya melang ah masu dan menganggu . Kau sendiri? Sebastien berdeham dan berjalan embali e dapur. Tatsuya mengi utinya. A u tidur di sini semalam, sahut Sebastien, lalu cepat-cepat menambah an, di sofa r uang tamu, tentu saja. Semalam Tara mabu dan... depresi. Sebastien mengamati Tatsuya, ingin melihat rea si temannya itu atas ata- atanya barusan. Tetapi Tatsuya tida berea si. Hanya diam dan memandang e arah lain. Oh ya, Tara sedang di amar mandi, ata Sebastien sambil menunju pintu amar mand i. Kami baru saja mau sarapan. Kau sudah sarapan? Tatsuya baru henda menjawab eti a pintu amar mandi terbu a dan Tara melang ah e luar sambil mengering an wajah dengan sehelai handu ecil. Begitu melihat s iapa yang datang, ia membe u dan matanya terbelala . Tapi hanya sesaat. Setelah itu si ap Tara berubah biasa, namun wajahnya memucat. All, Tatsuya, sapanya ringan. Baru datang? Tatsuya tida menyahut. Ia hanya menatap Tara dengan ening ber erut bingung. Ga dis itu berjalan melewatinya e meja ma an. Kau sudah menggoreng telur untu u? tanya Tara pada Sebastien. Sebastien menganggu . Suasananya aneh se ali. Ia sendiri tida mengerti. Kalau t ida salah emarin Tara mengalami depresi parah dan semua itu ada hubungannya de ngan Tatsuya. Kemarin juga ia menola berbicara dengan la i-la i itu. Tapi enapa pagi ini men dada saja Tara bersi ap biasa, sea an tida pernah terjadi apa-apa? Sungguh, ad a yang aneh di sini. Tara berpaling e arah Tatsuya. Dudu lah dan i ut sarapan bersama ami. Sebastien menatap Tatsuya yang masih berdiri mematung. La i-la i itu memandang T ara le at-le at. Selain itu Sebastien juga bisa melihat berbagai macam perasaan melintas di mata Tatsuya. Tara, panggil Tatsuya pelan. Tara langsung berpaling e arah Sebastien dan ber ata, Oh, Sebastien, a u belum m emberitahumu, ya? A u dan Tatsuya bersaudara. * * * A u dan Tatsuya bersaudara. Tatsuya menatap Tara dengan pandangan tida percaya, sedang an gadis itu dengan tenang menggigit roti panggangnya. Seja tadi Tatsuya sudah merasa si ap Tara sa ngat aneh. Terlihat biasa-biasa saja, bah an aga dingin. Dan ia mengucap an at a- ata itu dengan mudahnya. Padahal semalam menurut ayahnya, Tara histeris. Tadi juga Sebastien baru memberitahunya Tara depresi. Kalau begitu, apa yang sebenar nya terjadi pada diri gadis itu se arang? Apa yang dipi ir annya?

Sebastien jelas-jelas terperanjat dan ebingungan. Ia menatap Tara dan Tatsuya b ergantian, lalu bertanya, Apa? Bagaimana? Tara menjawab, Kami berdua punya ayah yang sama. Ia berpi ir sejena . Itu artinya s audara seayah, ya? Atau saudara tiri? Lalu mengang at bahu, Po o nya begitulah. Tatsuya dan Sebastien berdiam diri. Terlalu aget untu ber ata- ata. A u tida memberitahumu lebih cepat arena sebenarnya a u juga baru tahu, lanjut T ara. Ia memandang Sebastien sambil tersenyum meminta maaf. Ini ejutan besar, bu an? Tapi ami berhasil mengatasinya. Ia berpaling e arah Tatsuya. Bu an begitu, T atsuya? Tara, apa-apaan ini? ata Tatsuya tida sabar. Ia sungguh tida mengerti si ap Tar a. Apa ma sudnya? Apa ah gadis itu ingin berpura-pura semuanya bai -bai saja? Tara menatap lursu e matanya. Senyumnya sedi it memudar. Ini enyataan, atanya p elan. A u ya in ita bisa mengatasinya dengan bai . A u bisa. Tara... A u bisa menganggapmu sebagai a a , sergah Tara cepat. Tatsuya terdiam. Sungguh. A u bisa. Tatsuya tida percaya. Tida mung in segalanya beres dalam semalam. Kau ingin ita langsung bersi ap sopan dan menjaga jara seperti se arang? cetus T atsuya. Kau ingin a u memandang enteng masalah ini? Tara masih menatapnya dan ber ata dengan nada lelah, Kalau au punya usul lain ya ng lebih bai , a u siap mendengar an. Kenyataan adalah enyataan. Tara benar. Tetapi enapa dada Tatsuya masih terasa berat dan sa it? Sesaat Tatsuya melupa an Sebastien yang memandangi mere a berdua dengan bingung. Tungu dulu, alian berdua. Sebelum a u menjadi gila, sebai nya alian jelas an p ada u apa yang alian bicara an ini? Tatsuya menghela napas, lalu mengembus annya dengan eras. Ia ber aca pinggang dan menatap Tara. Tanya an saja padanya, sahutnya muram. Sepertinya dia sudah memi ir an segalanya. A u pergi dulu. Tanpa megnhirau an Sebastien, Tatsuya berjalan e pintu dengan lang ah lebar dan hati esal. * * * Sebastien tida berhasil menyusul Tatsuya. Masih dengan perasaan bingung ia emb ali e dapur dan mendapati Tara tetap dudu di rusinya. Ia mendengar tari an na pas gadis itu yang berat dan tersendat-sendat. Keti a sema in de at, ia melihat Tara menempel an telapa tangannya di dada. Bibirnya bergetar. Matanya menatap m eja ma an dengan tatapan osong, namun Sebastien melihat matanya ber aca- aca. Gadis itu sedang berusaha eras menahan tangis. Sembilan Belas KURASA dia bai -bai saja, ata Sebastien setelah ragu sesaat. Ia menganggu -anggu dan memandang pria yang dudu di hadapannya. Jean-Daniel Dupont menggeleng pelan, sea an tida percaya pada jawaban Sebastien . Sebastien sendiri sebenarnya tida ya in jawaban yang diberi an itu benar adan ya, tetapi apa lagi yang bisa diberi annya sebagai jawaban? Tadi pagi Jean-Daniel Dupont meneleponnya dan meminta bertemu di afe ini. Katan ya ada yang ingin dibicara an. Sebastien sudah bisa meneba apa yang ingin dibic ara an. Tentu saja mengenai Tara. Si ap Tara Dupont membuat semua orang bingung, termasu Sebastien. Gadis itu dari luar elihatan bai -bai saja. Walaupun begi tu, semua orang yang enal dengannya tahu eadaannya tida bai . Suatu saat ia b e erja seperti biasa, berbicara seperti biasa, tertawa seperti biasa. Tetapi di lain wa tu ia murung, sering melamun, dan sea an tida sadar. Hanya saja orang-o rang di se itarnya tida tahu apa yan bisa mere a la u an untu membantunya. Jadi eti a Jean-Daniel menanya an pendapatnya tentang eadaan Tara, Sebastien h anya bisa memberi an jawaban ragu seperti itu. Jean-Daniel mengeluar an sebatang ro o dan menyelip annya di antara bibirnya. I a meliri Sebastien. Kau tida eberatan alau a u mero o , bu an? tanyanya sambil mengacung an bung us ro o nya. Sebastien menggeleng. Sial, umpat Jean-Daniel. Ia menyala an ro o nya dan mulai mengepul an asap. Setahun

tera hir ini a u sudah berhenti mero o . Tara yang mema sa u berhenti. Tapi se arang a u benar-benar membutuh an ini. Tara sudah mencari Anda? tanya Sebastien. Untu meminta penjelasan, ma sud u. Jean-Daniel menganggu . Minggu lalu, jawabnya. Dia datang dan menuntut penjelasan. Lalu? desa Sebastien eti a Jean-Daniel terdiam. Dia menerimanya dengan bai , lanjut pria yang lebih tua itu. Sangat bai malah. Ia m engisap ro o nya dalam-dalam, lalu mengembus an asap dengan perlahan. Dia mendeng ar an seluruh cerita u tanpa menyela. Setelah itu dia hanya menganggu dan ber a ta, A u mengerti, Papa?. Seja saat itu dia tida pernah menyebut-nyebut masalah itu lagi. A u juga tida berani mengung it soal Tatsuya arena... entahlah, mung in a u ta ut pada rea sinya nanti. Sebastien membetul an leta acamatanya. Ia memahami perasaan ayah Tara, arena ia sendiri juga merasa annya. Ia ingat malam itu, se itar seminggu yang lalu, e ti a ia menemu an Tara di tepi jembatan. Saat itu Tara menga u ia nyaris bunuh d iri. Gadis itu begitu depresi sampai-sampai Sebastien tida berani meninggal ann ya sendiri. Tetapi eeso an paginya Tara langsung berubah. Ia bersi ap sea an-a an malam sebelumnya tida pernah ada. Tara embali seperti semula, walaupun tida tepat seperti dulu. Sebastien masih sering menghubunginya, mengobrol dengannya, ma an dengannya. Tetapi gadis itu ti da pernah menyebut-nyebut nama Tatsuya lagi. Tida pernah se ali pun seja Tats uya meninggal an apartemennya pagi itu. Dan Sebastien tida berani mengung it-un g it masalah itu. Sama seperti ayah Tara. Ia ta ut pada rea si yang a an timbul bila ia menyebut nama Tatsuya. Bagaimana alau gadis itu depresi lagi dan embal i berpi ir untu melompat e Sungai Seine? Bagaimana dengan Tatsuya? tanya Jean-Daniel tiba-tiba, membuyar an lamunan Sebasti en. Sebastien mengang at wajah dan tersenyum tipis. Sama saja, sahutnya. Sementara Tara embali seperti dulu, Tatsuya Fujisawa berubah menjadi orang lain . Sebastien jarang bertemu dengannya di antor, apalagi berbicara dengannya. Tat suya selalu sibu , atau sengaja menyibu an diri untu menghindar. Ia be erja ti ga ali lebih eras daripada sebelumnya. Sebastien juga mendengar dari orang-ora ng yang be erja de at dengan Tatsuya bahwa si ap Tatsuya berubah. Ia menjadi san gat tegang, eras, dan selalu dalam suasana hati yang buru . Orang-orang mengira semua itu arena trauma dari ecela aan yang dialaminya, tetapi Sebastien tahu alasannya lebih dari itu. Anda sudah bicara dengan Tatsuya? tanya Sebastien. Tentu saja, gumam Jean-Daniel. Tapi dia juga tida bicara banya . Dia hanya bilang dia lega Tara sudah tahu. Dia lega semuanya sudah jelas. Jean-Daniel mengusap wajahnya dengan sebelah tangan. Ana itu sudah pasrah, atany a muram. Sebastien menari napas. Terus terang saja, Monsieur, urasa memang hanya itu sat u-satunya yang bisa dila u an dalam eadaan ini. Jean-Daniel menatap osong e luar jendela afe dan bertanya, Menurutmu, apa ah m ere a nantinya suatu hari nanti... entah apan, entah berapa lama, tetapi suatu ha ri nanti bisa melupa an perasaan mere a se arang? Sebastien menatap Jean-Daniel Dupont, tetapi tida tahu apa yang harus di ata an nya. Mung in Jean-Daniel juga tida mengharap an jawaban pasti. * * * lise sese ali meliri Tara yang sedang membaca majalan Elle di meja erjanya. Seb elah tangannya menopang dagu dan tangan yang satu lagi membali -bali an halaman majalah. Tara terlihat biasa-biasa saja. Lalu enapa lise merasa gugup? Tara, panggilnya. Mm? gumam Tara tanpa mengang at wajah. lise baru membu a mulut, lalu mengurung an niat. Ia ingat peringatan Sebastien un tu tida mengung it-ngung it soal Tatsuya di depan Tara, ecuali gadis itu send iri yang membahasnya. Beberapa minggu tera hir ini memang aga membingung an bagi lise. Ia tida tahu a pa masalah sebenarnya, namun ia ya in a an satu hal. Masalah itu pasti berhubung an dengan Tatsuya Fujisawa. Apa ah hubungan mere a tida berhasil? Mere a sedang berteng ar? Mung in saja, tapi lise merasa masalahnya lebih berat daripada itu.

Saat itu Charles Gilou masu e ruangan sambil tersenyum lebar dan menyapa semua orang di sana. Sepertinya Charles sedang gembira hari ini, ata Tara tiba-tiba. lise menoleh e arah temannya yang sedang memandangi atasan mere a sambil terseny um. Ia mengang at bahu. Tumben se ali, sahut lise tida peduli. Charles menghampiri mere a. All, semuanya, sapanya. Bu an ah dunia terlihat indah sa at acara ita mendapat rating tinggi? Tara tersenyum sopan dan lise meringis. Charles bertepu tangan meminta perhatian. A u a an mentra tir alian semua minum malam ini. Bagaimana? Semua orang berseru setuju dan bertepu tangan. Jarang-jarang atasan mere a ini mau berbai hati seperti itu. Kau i ut? tanya lise epada Tara. Sebelum Tara sempat menjawab, Charles ber ata epada lise, Ngomong-ngomong, ita t ida mendapat surat dari Monsieur Fujitatsu lagi? lise cepat-cepat berpaling e arah Tara dan berdoa semoga ia tida mendengar ata - ata Charles, tetapi Tara mendengarnya dengan jelas. Matanya masih terpa u e m ajalah di depannya, tetapi si ap tubuhnya berubah. Tida , Charles, sahut lise cepat, berharap atasannya itu tida membahas soal itu la gi. Harapannya tida ter abul. Sayang se ali. Dia salah satu alasan acara ita mendapat rating tinggi, lanjut Cha rles tanpa menyadari bencana yang a an disebab annya. lise, bagaimana alau au me nyapa Monsieur Fujitatsu saat siaran nanti dan memintanya menulis.... lise buru-buru berdiri dan menyela dengan suara lantang, Charles, ada yang ingin utanya an. Charles berdeham. Ada apa? tanyanya, aga esal arena disela. lise mendorongnya menjauh dari meja dan mengaja nya e luar ruangan. Ia belum tah u apa yang a an ditanya annya epada atasannya, tapi yang penting menjauh an Cha rles dari Tara. Mung in sudah terlambat, tetapi lebih bai terlambat daripada e adaan bertambah parah. Keti a lise embali e ruangan, Tara sudah tida ada di meja erjanya. * * * Jam berapa se arang? Tatsuya meliri tangan irinya, lalu menyadari ebodohannya. Ia tida mema ai ja m tangan arena tangan irinya masih dibebat. Kemudian ia merogoh sa u jas dan m engeluar an jam sa unya. Keti a benda itu sudah ada dalam genggamannya, ia terte gun. Jam sa u hadiah dari Tara. Napasnya tertahan. Ia cepat-cepat memasu an embali jam sa u itu e sa u jas da n menari napas panjang dan perlahan. Segalanya sudah diatur. Ia tida boleh membiar an hal-hal ecil seperti ini meng acau an rencananya. Ia meya in an dirinya itulah satu-satunya cara yang bisa dil a u an sebelum segalanya tambah beranta an. Bagaimanapun juga, masalah ini tida memili i jalan eluar yang menyenang an. Menghadapi masalah ini seperti berjaal n di terowongan gelap yang ta berujung. Sama se ali tida ada cahaya yang tampa . Tatsuya menoleh dan melihat sebuah afe tida jauh dari tempatnya berdiri. Ia ha rus dudu sebentar. Dudu dan menenang an piiran, meng aji ulang rencananya. Ia baru a an masu e afe itu eti a mendengar namanya dipanggil. Ia menoleh da n melihat seorang wanita muda berambut hitam panjang sedang berjalan menghampiri nya sambil tersenyum lebar. Ah, bu an ah wanita itu wanita yang diaja Sebastien e pesta ulang tahun lise di La Vue? La Vue... Di tempat itulah mimpi buru nya dimulai.... Tatsuya, bu an? Suara wanita itu menembus ota nya dan mema sanya embali memusat an perhatian pa da enyataan. Juliette? gumam Tatsuya tida ya in. Senyum wanita itu bertambah lebar dan saat itu juga Tatsuya ya in ia tida salah

menyebut nama. A u senang au masih ingat pada u, ata Juliette puas. Ia meliri tangan Tatsuya yang dibebat. Apa yang terjadi dengan tanganmu? Tatsuya menggera an tangannya sedi it. Hanya ecela aan ecil. Tida ada masalah serius. Kau ada janji dengan seseorang? tanya Juliette dan menunju afe di depan mere a. Tatsuya menggeleng. Tida . Kalau begitu, bagaimana alau utemani au minum opi? Juliette menawar an. Tanpa menunggu jawaban Tatsuya, ia mendorong pintu aca afe itu dan masu . * * * Tara dudu bersandar di ursi dan menatap opinya yang sudah dingin. Ia sama se ali belum menyentuh opinya seja tadi. Ia hanya dudu menyendiri di sudut afe tanpa memerhati an se elilingnya. Ia tida menyang a ia masih a an berea si seperti itu bila mendengar nama Tatsuy a disebut-sebut. Ia mengira dirinya sudah siap menerima enyataan. Ia mengira di rinya sudah siap menghadapi Tatsuya tanpa merasa an apa-apa. Ternyata ia salah. Bu tinya, tadi eti a Charles menyebut-nyebut Monsieur Fujitatsu, napasnya terce at, tenggoro annya tersumbat dan air matanya nyaris tumpah e luar. Sampai apa n penderitaan seperti ini baru bisa bera hir? Dengan enggan ia meliri jam tangannya. Ia harus embali e stasiun radio. Ia ha rus siaran. Ia bang it dan meraih tasnya. Keti a ia menega an tubuh, matanya me nang ap soso yang sudah sangat di enalnya di pintu afe. Se eti a itu juga ia m embe u. Tatsuya... La i-la i itu sedang tersenyum. Ya Tuhan... Sudah berapa lama ia tida melihat s enyum itu? Mata Tara tida bisa lepas dari soso Tatsuya. Tatsuya sedang tersenyum pada seorang wanita berambut hitam. Tara ingat siapa wa nita itu. Juliette, mantan pacar Sebastien. Apa yang sedang mere a berdua la u a n di sini... bersama? Tara tahu ini tida boleh, tetapi ia tida bisa mencegah rasa sa it yang menghun jam dadanya. Melihat Tatsuya bersama wanita itu membuat hatinya perih. Begitu pe rih sampai ia ingin menangis. Demi Tuhan! Apa yang sedang dipi ir annya? Ia tida boleh cemburu. Tida boleh! Bagaimana mung in ia bisa merasa cemburu? La i-la i itu saudaranya! Tara menelan ludah dengan susah payah. Udara di afe itu mendada terasa sesa . Ia butuh udara segar. Ia tida bisa bernapas. Tara bergegas menuju pintu sebelum Tatsuya sempat melihatnya. Keti a hampir mencapai pintu, ia menabra seorang pelayan. Tanpa men oleh, Tara menggumam an permintaan maaf dan segera melari an diri dari tempat it u. Begitu eluar dari afe dan merasa an angin menerpa wajahnya, perasaan Tara lebi h bai . Walaupun begitu ia tetap melang ah dengan cepat. Setelah aga jauh dan m erasa aman, ia memperlambat lang ah. Mendengar nama la i-la i itu sudah cu up buru . Melihatnya secara langsung membu at hati dan pi irannya bertabra an. Melihatnya bersama wanita lain membuat dadan ya sesa . Membuatnya mati rasa. Ia berhenti melang ah dan menyadari edua tangannya ter epal erat dalam sa u man telnya. Ku u- u unya menancap di telapa tangannya tapi ia tida merasa sa it. B utuh usaha eras untu mema sa jari-jari tangannya membu a. Ia juga menyadari napasnya aga terengah-engah. Apa ah tadi ia berjalan cepat se ali? Ia dudu di sebuah bang u panjang di tepi jalan dan mengatur napas. Tara-chan? Suara itu membuatnya terlompat berdiri. Dengan se ali senta an, epalanya berput ar dan matanya terbelala eti a mendapati Tatsuya berdiri di sana. Di depannya.

Ini mimpi. Tida mung in Tatsuya ada di sana. Ini pasti a ibat ia terlalu merind u annya. Merindu an seseorang setiap saat bisa menga ibat an halusinasi. Tatsuya berdiri di sana sambil tersenyum. Tida mung in. Sadarlah, Tara.... Bangunlah... Bu a matamu dan lihatlah enyataan.... Tatsuya t ida ada di sana.... Jangan bermimpi lagi.... Kau sudah terlalu sering bermimpi

sampai au merasa dirimu sendiri mulai gila.... Ternyata benar, ata Tatsuya lagi. A u merasa melihatmu di afe itu. Sudah uduga a u tida mung in salah. Ternyata memang benar au. Tatsuya sedang berbicara. Ini bu an mimpi? Tatsuya, bisi nya sera . Tatsuya mende atinya, lalu dudu . Tara ragu sejena , namun mengi uti tinda an Ta tsuya. Ia dudu embali di bang u itu, aga jauh dari Tatsuya. Beberapa lama mere a saling diam. Membiar an suara-suara di se itar mere a mengi si esunyian. Bunyi mobil-mobil berlalu-lalang, para pejalan a i yang berbicara dan tertawa. Tara memang merasa sangat gugup, tapi anehnya se aligus merasa ten ang. Berada di de at Tatsuya selalu membuatnya tenang. Ini pasti sangat berat bagimu, ata Tatsuya, tiba-tiba memecah eheningan di antar a mere a. Tara tida menjawab. Tida bergera . Matanya menatap e depan. Kosong. A u ingin minta maaf atas tinda an dan ucapan u di apartemenmu wa tu itu, lanjut T atsuya. Suaranya aga bergetar. Diam sejena , lalu Tara berbisi , A u juga. Tatsuya menundu menatap sepatunya. A u menyesal... atas semua yang terjadi. Tara bersusah payah menelan bong ahan pahit yang tersang ut di tenggoro annya. A u juga, bisi nya lagi. Mere a embali berdiam diri. Kemudian Tatsuya mengang at wajah dan menoleh e ar ah Tara. Kau tida usah hawatir, atanya pelan. Segalanya a an membai . Perlahan-lahan Tara memutar epalanya menatap Tatsuya. Mata elabu la i-la i itu begitu dalam, begitu tulus, dan menyirat an begitu banya penderitaan serta lu a. Tara tida sanggup membalas tatapannya dan memaling an wajah. Apa ah dengan melihat u saja membuatmu sedih? tanya Tatsuya. Nada suaranya begitu pelan dan tida berdaya. Tara tida bisa menjawab. Matanya sudah mulai abur arena air mata. Jangan mena ngis.... Jangan menangis se arang.... Ia mendengar Tatsuya menghela napas. Ada yang ingin u ata an padamu, atanya. Kare na itu a u mengejarmu sampai e sini. Tara masih tida mau menatap Tatsuya. A u a an pulang e Jepang. Kedua tangan Tara embali ter epal erat di dalam sa u mantelnya dan ia menggigit bibir. Untu sesaat jantungnya serasa berhenti berdeta . Pulang e Jepang...? A u sudah mengatur semuanya, lanjut Tatsuya datar. Pe erjaan u di sini a an ulanju t an di Jepang. Pasti tida masalah. Lagi pula ada pe erjaan lain di Jepang yang harus di erja an secepatnya. Ia berhenti sejena . Dengan begini a an lebih mudah bagi ita. Bu an ah begitu? Memang benar. Melihat bayangan la i-la i itu saja hati Tara terasa sa it. Tetapi bagaimana alau Tara sama se ali tida bisa melihatnya? Bah an bayangannya pun tida . Bagaimana? Apa yang a an terjadi padanya? A u ingin memberitahumu lebih dulu sebelum memberitahu Sebastien, ata Tatsuya. Berapa lama? tanya Tara tanpa memandang Tatsuya. Tatsuya tida langsung menjawab. Dengan suara berat a hirnya ia menjawab, A u... tida a an embali lagi e Paris. Tida a an embali lagi.... Tida a an embali lagi.... Tara berusaha mengendali an napasnya yang terputus-putus. Bernapaslah dengan nor mal.... Tari ... Keluar an... Tari ... Keluar an... Tara-chan. Dengan enggan Tara menoleh. Tatsuya menatap langsung e matanya, lalu tersenyum. Senyum yang selalu disu ai Tara. Tapi sayangnya Tara tida bisa membalas senyum annya. hatinya terlalu hancur untu tersenyum. A u sangat senang bisa mengenalmu, ata Tatsuya. Ia mengucap an setiap ata dengan pelan, jelas dan tegas. Terima asih. Kali ini Tara tida mampu mengalih an tatapannya dari mata Tatsuya. Tatsuya berdiri, dan Tara mengi utinya. Mere a berdiri berhadapan dan berpandang an.

Setelah bimbang sesaat, Tatsuya mengulur an tangan anannya yang tida berbebat. Tara menatap tangan yang terjulur itu, lalu embali menatap mata Tatsuya. Denga n aga gemetar ia menyambut uluran tangan Tatsuya. Kehangatan genggaman tangan Tatsuya mengalir e tubuh Tara, mengisi hati dan jiw anya, juga sema in membuat hatinya serasa diremas-remas. Apa ah ini tera hir al inya ia bisa merasa an Tatsuya menggenggam tangannya? Lalu tiba-tiba Tatsuya menari tangan Tara dengan pelan namun ya in, menari Tar a mende atinya, menari Tara e dalam pelu annya. Tara terpana, tercengang, tapi sama se ali tida menghindar atau menola . Ia mem biar an Tatsuya meling ar an sebelah lengannya di se eliling tubuhnya. Ia membia r an Tatsuya memelu nya dengan erat, sama seperti eti a la i-la i itu memelu nya di taman ru mah sa it. Ia membiar an dirinya tenggelam dalam ehangatan Tatsuya. Saat itu, i a berharap wa tu bisa berhenti. Ia rela memberi an apa saja asal an wa tu berhen ti saat itu. A u tida pernah menyesal mengenalmu, gumam Tatsuya se ali lagi. Percayalah pada u. Tara menelan ludah dan air matanya sudah nyaris jatuh. Ia menganggu . Ia percaya . Tatsuya melonggar an pelu annya dan mundur selang ah supaya bisa menatap mata Ta ra. Berjanjilah pada u au a an bai -bai saja, atanya. Tara menggeleng. Ia tida sanggup berjanji. Ia tahu ini ata- ata perpisahan. Ia belum siap. Jangan pergi, pintanya dalam hati. Tara-chan, panggil Tatsuya. Berjanjilah. Tara menggigit bibirnya. Wajah Tatsuya terlihat buram di matanya arena terhalan g air mata. A hirnya ia menganggu . Jangan pergi.... Tatsuya tersenyum. Ia mengang at tangannya dan membelai epala Tara. Betapa Tara menyu ai sentuhan Tatsuya itu. Tapi ia juga menyadari itu untu yang tera hir alinya. Terima asih, gumam Tatsuya. Ia menari embali tangannya dan memasu annya e sa u jas. Selamat tinggal, Tara-chan. Jangan pergi... jangan pergi.... Tara ingin meneria an ata- ata itu, memohon Tatsuya untu tida meninggal anny a, tapi suaranya tida bisa eluar. Ia hanya bisa memohon dalam hati sementara T atsuya membali an tubuh dan berjalan pergi. Kumohon... jangan pergi.... Isa an pertama melompat eluar dari tenggoro annya dan ia harus menutup mulut den gan tangan supaya Tatsuya tida mendengarnya. Tetapi melihat punggung Tatsuya ya ng sema in jauh, Tara sama se ali tida bisa mengendali an tangisnya. Isa annya bertambah eras dan ia harus membe ap mulut dengan edua tangan, namun itu juga tida membantu. * * * Tatsuya tahu Tara menangis. Keti a ia membali an tubuh dan berjalan pergi, ia m endengar isa an gadis itu. Butuh te ad uat dan segenap endali dirinya untu ti da berbali dan embali memelu Tara. Ia tahu bila ia berbali dan melihat Tara lagi, ia tida a an sanggup meninggal an gadis itu. Ia tahu eputusannya ini adalah yang terbai . Satu-satunya yang bisa dila u an. Tara tida bertanya apan ia a an pulang e Jepang. Ia ya in Tara tida berani b ertanya. Juga tida berani mendengar jawabannya. Tatsuya sendiri tida menawar a n diri untu memberitahu Tara, arena ia tida sanggup. Hatinya sa it se ali eti a memelu Tara, tapi jauh lebih sa it eti a ia melepa s an pelu annya. Tida apa-apa... Saat ia meninggal an Paris, hatinya tida a an sa it lagi. Ia ya in itu. Karena pada saat itu, hatinya juga a an mati. Tida a an merasa an apa-apa lagi. Dua Puluh HARI ini Tara merasa sangat rapuh. Tubuhnya gemetar dan ia merasa tida bertenag a. Hari ini Tatsuya a an pulang e Jepang. Tida a an embali e Paris lagi. Awalnya ia memang tida ingin tahu apan tepatnya Tatsuya a an pulang e Jepang, tetapi a hirnya ia tida bisa menahan rasa penasarannya. Ia bertanya pada Sebas tien. Sebastien memberitahunya dan bertanya apa yang a an dila u annya. Terus te

rang saja, Tara tida tahu. Ia tida berencana mela u an apa-apa. Ia hanya ingin tahu. Ingin merasa ya in. Tara tida masu erja hari ini dengan alasan sa it. Ia memang sa it. Sangat sa it. Ia tida bisa mela u an apa pun, hanya dudu di ranjangnya dan melamun. Apa ah ia perlu menelepon Tatsuya? Apa ah ia perlu mengantarnya e bandara? Apa ah ia sanggup mengucap an selamat tinggal se ali lagi? Tida , sebai nya ia tida mela u an semua itu. Itu hanya a an lebih menghancur a n dirinya. Biar Sebastien saja yang a an mengantar Tatsuya e bandara. Biar Seba stien saja yang mengucap an selamat tinggal. Tara sendiri tida sanggup mela u a nnya. Sebastien juga berjanji a an meneleponnya bila Tatsuya sudah pergi. Tiba-tiba ia mendengar ponselnya berdering. Dengan cepat ia meraih ponsel dan me nempel annya e telinga. All? Tara? lise? gumam Tara dan bahunya merosot. A u meneleponmu untu memberitahu supaya au mendengar an siaran u nanti. Kenapa? Ini penting se ali. Suara lise terdengar serius. Kata an pada u, lise, desa Tara. Monsieur Fujitatsu menulis e-mail lagi. Tara menahan napas. Dan ini e-mail tera hirnya. * * * Apa ah ada yang tahu bagaimana rasanya mencintai seseorang yang tida boleh dicin tai? A u tahu. Kalimat pembu a dari e-mail Tatsuya itu membuat Tara menahan napas. A u memang baru mengenalnya, tapi rasanya a u sudah mengenalnya seumur hidup. Dan tiba-tiba saja a u sadar dia telah menjadi bagian yang sangat penting dalam hid up u. A u pertama ali bertemu dengannya di bandara Charles de Gaulle. Lalu tanpa senga ja a u bertemu dengannya lagi di sebuah elab eti a dia aga mabu dan salah me nyebut nama si bartender. A u a hirnya tahu namanya pada pertemuan ami yang et iga. Salah seorang teman u memper enal annya epada u. Selama ini a u tida pernah percaya pada yang namanya ebetulan, tetapi ini sepe rti ta dir. Karena a hirnya a u mendapat esempatan mengenalnya. Saat itu juga a u memutus an a an mencoba eberuntungan u. Sudah tiga ali a u be rtemu dengannya tanpa sengaja tentu saja saat itu dia tida tahu, arena sejauh ya ng dia tahu, ami bertemu pertama alinya saat temannya memper enal an ami dan a u memutus an ji a setelah pertemuan ini a u bisa bertemu dengannya secara ebetu lan, a u a an mengambil lang ah pertama dan mengaja nya eluar. Bintang eberuntungan u ternyata sedang bersinar terang saat itu. A u bertemu den gannya lagi, tanpa sengaja. Kali ini dia yang datang menghampiri dan menyapa u. Harus ua ui, a u begitu terpana sampai-sampai mendada bisu sesaat. A u tahu a u harus menepati janji u sendiri. A u pun mengaja nya menemani u e museum. Benar, gadis misterius yang utemui di bandara dan Gadis Musim Gugur adalah orang yang sama. Hidup ini sungguh aneh, juga tida adil. Suatu ali hidup melambung anmu setinggi langit, ali lainnya hidup mengempas anmu begitu eras e bumi. Keti a a u meny adari dialah satu-satunya yang paling ubutuh an dalam hidup ini, enyataan bert eria di telinga u dia juga satu-satunya orang yang tid a boleh udapat an. Kata - ata u ung in terdengar tida masu a al, tetapi percayalah, a u rela melepas a n apa saja, mela u an apa saja, asal bisa bersamanya. Tetapi apa ah manusia bisa mengubah enyataan? Satu-satunya yang bisa ula u an se arang adalah eluar dari hidupnya. A u tida a an melupa an dirinya, tetapi a u harus melupa an perasaan u padanya walaupun i tu berarti a u harus menghabis an sisa hidup u mencoba mela u annya. Pasti butuh wa tu lama sebelum a u bisa menatapnya tanpa merasa an apa yang urasa an setia p ali a u melihatnya. Mung in suatu hari nanti a u tida tahu apan rasa sa it ini a an hilang dan saat itu ami baru a an bertemu embali.

Tepat saat itu terdengar bunyi ponsel. Secara otomatis Tara meraih ponselnya dan menempel annya e telinga. Tida peduli ponselnya jadi basah arena air matanya yang mengalir deras. Tara? Suara Sebastien terdengar di telinganya. A u ada di bandara. Pesawat Tatsuya baru saja tinggal landas. Tara tida bisa mendengar suara Sebastien lagi. Ponselnya terlepas dari genggama n dan jatuh e ranjang. Napasnya mulai tersendat-sendat dan dadanya sa it setiap ali ia berusaha menari napas. Namun ia bisa mendengar suara pelan lise yang me mbaca an surat Tatsuya. Se arang... Saat ini saja... Untu beberapa deti saja... a u ingin bersi ap egoi s. A u ingin melupa an semua orang, mengabai an dunia, dan melupa an asal-usul s erta latar bela ang u. Tanpa beban, tuntutan, atau harapan, a u ingin menga u. A u mencintainya. Saat itulah secuil endali diri Tara yang rapuh a hirnya hancur ber eping- eping dan tangisnya pun pecah. Ia membenam an wajahnya dalam edua tangan dan tersedu -sedu. Seluruh tubuhnya berguncang eras. Ia membiar an isa annya, sedu-sedannya , air matanya tumpah eluar. Ia tida bisa menahannya walaupun ia ingin. Ia hany a berharap sepenuh hati, dengan begitu rasa sa it dan epedihannya juga a an ber urang, walaupun sedi it. Karena ia sungguh tida tahu apa lagi yang bisa dila u annya terhadap lubang besar yang menganga di dalam dadanya. Tempat hatinya dulu berada. Dua Puluh Satu SEBULAN sudah berlalu seja Tatsuya meninggal an Paris. Walaupun tida bisa meng embali an hidupnya seperti sebelum ia mengenal Tatsuya, tapi Tara berusaha menja lani hari-harinya senormal mung in. Tatsuya masih muncul dalam pi irannya setiap hari tanpa bisa dicegah, tapi Tara berusaha tida sedih dan menangis lagi. Tatsuya tida pernah menghubunginya seja meninggal an Paris, jadi Tara tida ta hu bagaimana eadaannya. Tara tida bisa menahan diri untu penasaran, tetapi pa da a hirnya ia meya in an dirinya sendiri eadaan seperti se arang adalah yang t erbai . Segalanya berjalan bai , setida nya sebai yang bisa dila u an dalam situasi ini , sampai Tara menerima telepon yang mengabar an berita buru itu. * * * Mobil ayahnya mogo lagi sehingga Tara terpa sa harus menyetir mobil dan menjemp ut ayahnya arena mere a a an eluar ma an bersama. Papa belum siap-siap? tanya Tara begitu pintu apartemen ayahnya dibu a. Ayahnya tersenyum meminta maaf dan ber ata, Maaf, ma chrie. Papa tadi etiduran. K alau au mau menunggu sebentar, Papa a an siap dalam beberapa menit. Tara melang ah masu e apartemen ayahnya sambil menggerutu, Mana ada la i-la i y ang meminta wanita menunggu? Biasanya Papa yang su a mewanti-wanti supaya a u ti da terlambat menjemput. Se arang? Tapi tida apa-apa. A u a an menunggu dengan tenang dan sabar alau Papa berjanji tida a an mengomel soal mobil u. Asal tahu saja, mobil u belum sempat ucuci selama... a u lupa sudah berapa lama a u tida mencuci mobil. Yang penting bagian dalam mobilnya masih bersih. Bai lah, Papa janji, ata ayahnya cepat sebelum menhilang e dalam amar mandi. Tara tersenyum ecut. Ia tahu ayahnya hanya berjanji agar ia berhenti menggerutu . Nanti ayahnya pasti mengomel juga begitu melihat ondisi mobilnya yang menyedi h an. Ia menjatuh an pantatnya e sofa dan baru a an menyala an televisi eti a telepo n berdering. Ia menoleh sejena e amar mandi, lalu e arah telepon di meja ec il di samping televisi itu. Papaaaa! panggilnya eras. Tolong jawab teleponnya, ma chrie, ayahnya bali berseru dari amar mandi. Tara bang it dan berjalan e telepon. All? atanya begitu gagang telepon menempel d i telinga. All? suara seorang wanita membalas dengan nada ragu. Tara mencibir. Pasti salah satu e asih baru ayahnya. Ya? Anda ingin berbicara dengan siapa? tanya Tara datar. Eh... apa ah... Monsieur Lemercier? tanya wanita itu lagi. Suaranya terdengar gugu p dan jauh. Ditambah lagi ia mengucap an ata- ata itu dalam bahasa Prancis yang

payah se ali. Tara baru a an membu a mulut, eti a ia tersenta . Lemercier? Kenapa wanita ini menyebut nama lama ayahnya? Siapa wanita ini? Siapa ini? tanya Tara sambil mengerut an ening. Wanita itu tida langsung menjawab. Sepertinya ia menjauh an gagang telepon dan Tara bisa mendengar wanita itu berbicara dengan seseorang di de atnya. Tara bisa mendengarnya, tapi tida memahami ata- atanya, arena wanita itu berbicara dal am bahasa asing. All? Siapa ini? tanya Tara lagi. Wanita itu embali berbicara, Inggris... o e? No problem, ata Tara begitu menyadari wanita itu tida bisa berbahasa Prancis. Mendengar Tara bisa berbahasa Inggris, wanita itu mendesah lega dan ata- atanya mengalir lancar dalam bahasa Inggris berlogat asing. I?m calling from Japan and I?m loo ing for Monsieur Lemercier. Menelepon dari Jepang? Tara menahan napas dan meliri pintu amar mandi. Ayahnya masih belum eluar. I?m Tara, atanya sambil berusaha terdengar tenang. My father cannot answer the pho ne right now. Would you li e to leave a message? Oh... Tara? Suara wanita itu terdengar sema in jauh, tapi anehnya Tara merasa sepe rtinya wanita itu mengenalnya. Tara Dupont? Tara mengerut an ening. Wanita ini jelas tahu siapa dirinya. Do I now you? No, jawab wanita itu cepat. Sorry. My name is Kei o and I?m calling because of Tats uya-san. Tatsuya Fujisawa. Nama itu... He?s very sic . Jantung Tara sea an berhenti berdeta . Apa atanya? There?s an accident at wor . His father, Kenichi Fujisawa he?s standing beside me r ight now he as ed me to call Monsieur Lemercier and tell him about this. Tara mulai pani .... Tubuhnya mendada dingin.... Darahnya sea an terserap elua r dari tubuhnya. Kecela aan? Kecela aan seperti apa? Parah ah? Apa yang terjadi pada Tatsuya? Can you come here? With Monsieur Lemercier? Come to To yo? Kenapa wanita ini meminta mere a pergi e To yo? Kenapa? Jangan-jangan... Tida , tida . Ia tida boleh berpi ir yang tida -tida . Berpi ir positif. Tari napas. .. Jangan pani ... Why... how..., Tara menelan ludah eti a mendengar suaranya sendiri terdengar sera dan seperti terce i . Banya se ali pertanyaan yang melintas dalam bena nya, t etapi lidahnya terasa berat. A hirnya ia hanya bisa bertanya, How is he?... Is he o ay? He?s in a coma. Gagang telepon itu terlepas dari tangan Tara dan jatuh dengan suara eras e lan tai. Ada apa? Victoria? tanya ayahnya yang ternyata sudah eluar dari amar mandi. Tara tida menjawab. Ia membiar an ayahnya memungut gagang telepon itu. All? Siapa ini? Ka i Tara mendada lemas dan tida bisa menopang tubuhnya. Ia jatuh terdudu di lantai. Ia tida punya tenaga untu bicara ataupun bergera . Napasnya terputus-p utus. Sebelah tangannya menopang tubuhnya di lantai, sebelah tangan lagi memegan g dada, berusaha menahan rasa sa it yang tiba-tiba menyerbu dirinya. Ia merasa d ingin. Dingin se ali. Begitu dinginnya sampai tubuhnya gemetar hebat. Pandangannya buram, pendengarannya tida jelas, sea an t elinganya disumbat, namun samar-samar ia bisa mendengar ayahnya masih berbicara di telepon. Kepalanya berputar-putar. Ia mendonga dan melihat perabotan di se elilingnya se a an nyaris jatuh dan menimpanya. Ia menari napas se ali lagi. Hal tera hir yan g didengarnya sebelum esadarannya menghilang seluruhnya adalah ayahnya menyeru an namanya. Lalu segalanya menjadi gelap. * * * Yang pertama dilihatnya eti a ia sadar an diri adalah langit-langit putih. Bu a n langit-langit amarnya. Tara menoleh e samping dan mendapati ayahnya sedang d

udu di de atnya dengan raut wajah cemas. Kemudian ota nya mulai be erja embali dan ia ingat ejadian sebelum ia jatuh pingsan. Se arang ia berbaring di sofa r uang tengah apartemen ayahnya. Ia bergegas bang it, tapi gera an tiba-tiba itu m embuat epalanya pusing. Kau sudah sadar, ma chrie? tanya ayahnya sambil membantunya dudu . Bagaimana eadaannya? Tara balas bertanya. Ia menatap edua mata ayahnya dengan pe rasaan ta ut. Ayah sudah bicara dengan wanita itu? Ayahnya menganggu pelan. Cerita an pada u, Papa, desa Tara. Ia mengguncang-guncang lengan ayahnya. Kecela aan itu sangat parah, ma chrie, ayahnya memulai dengan suara sera . Itu pert anda buru . Sangat buru . Tara menggeleng-geleng, menola untu percaya. Tapi dia a an bai -bai saja, an? Ayahnya menari napas. Tatsuya masih hidup, tapi ata do ter dia tida a an bisa bertahan lama. Tida ! Itu bohong! Tara mulai histeris. Victoria... Jangan! Tara menutup edua telinganya dan menahan isa an yang a an eluar dari mul utnya. Ktia a an meminta pendapat do ter lain, ata ayahnya, pelan tapi pasti. Pasti ada c ara lain. Tara tida menjawab. Ia sadar ayahnya juga berusaha meya in an diri sendiri. Papa harus e Jepang, ata ayahnya, lebih epada dirinya sendiri daripada epada T ara. Kemudian ia menatap Tara. Kau i ut? Tara memandang ayahnya, lalu menundu . Bagaimana alau per iraan do ter benar? B agaimana alau Tatsuya tdia bisa... Tara menelan ludah. Biasanya ia selalu memp ersiap an dirinya untu menghadapi yang terburu . Tetapi ali ini ia tida ya in ia sanggup menerima hasil terburu itu. Selama sebulan seja Tatsuya meninggal an Paris, Tara selalu berpi ir suatu hari nanti ia a an bisa bertemu dengan Tatsuya lagi. Entah bagaimana perasaannya nan ti, tetapi ia ya in mere a a an bertemu lagi. Walaupun hatinya a an sa it, walau pun ia a an menangis, tetapi setida nya ia tahu ia a an melihat Tatsuya lagi. Bi la ia melihat Tatsuya bai -bai saja, ia sendiri juga a an bai -bai saja. Itula h yang dipercayainya selama ini. Tetapi se arang? Kemung inan ia ta an pernah bisa melihat Tatsuya lagi membuatn ya merinding. Ia bah an tida berani berpi ir apa yang a an terjadi pada dirinya bila ia dipa sa menghadapi enyataan terburu itu. Dua Puluh Dua BEGITU tiba di To yo, mere a langsung chec -in di hotel, lalu pergi e rumah sa it tempat Tatsuya dirawat. Ini pertama alinya Tara menginja an a i di Jepang, tetapi ia sama se ali tida berminat melihat-lihat. Sepanjang perjalanan dari bandara e hotel, dan dari h otel e rumah sa it, ia tetap memandang lurus e depan. Hatinya sama se ali tida tenang dan eti a mere a tiba di rumah sa it, ia menyadari edua tangannya ter epal begitu erat sampai terasa sa it. Di rumah sa it itu ia bertemu dengan ayah Tatsuya. Ia tetap diam dan menjaga jar a sementara ayahnya menyapa dan bersalaman dengan ayah Tatsuya. Usia Kenichi Fujisawa pasti tida jauh berbeda dari Jean-Daniel Dupont, tetapi p ria urus itu terlihat jauh lebih tua daripada Jean-Daniel. Tua dan lelah. Di ra ut wajahnya yang dipenuhi guratan penderitaan, Tara merasa ia pria yang sabar, p endiam, dan bija . Matanya memancar an esedihan mendalam, tetapi juga menyirat an rasa terima asih melihat Tara dan ayahnya bersedia datang menjengu putranya . Kenichi Fujisawa hanya bisa berbahasa Jepang, sementara bahasa Jepang ayah Tara amat terbatas, arena itulah Kenichi didampingi seorang gadis muda berambut panj ang yang saat itu berperan sebagai penerjemah. Tara-san? Tara tersenta dari lamunannya dan menoleh. Gadis penerjemah itu menatapnya samb il tersenyum ramah. Kenichi Fujisawa menggumam an beberapa patah ata dalam baha sa Jepang epada Tara. Tara tida mengerti. Ia memandang gadis penerjemah itu de ngan pandangan bertanya.

I?m glad that we can finally meet, but I?m sorry we have to meet in this ind of situation, ata gadis itu, menerjemah an setiap ata yang diucap an Kenichi Fujis awa. Tara tida sanggup menjawab. Ia hanya bisa menganggu dan berusaha menahan air m ata. Pria itu berbicara lagi. Gadis penerjemah itu mendengar an dengan penuh perhatia n, lalu ber ata pada Tara, Than you for coming. It means a lot to my son. Loo s li e he is waiting for you. That?s why he eeps breathing and doesn?t willing to let go. Tara membasahi bibirnya yang ering dan menelan ludah. Tangannya gemetar dan ia segera memasu annya e sa u mantel. Jangan menangis se arang.... Saat itu seorang do ter menghampiri mere a. Jean-Daniel dan Kenichi Fujisawa seg era menyambut sang do ter. Untungnya do ter itu bisa berbahasa Inggris. Ayah Tar a bertanya apa ah ia boleh masu dan melihat eadaan Tatsuya. Sang do ter mengan ggu dan mempersila an edua pria itu masu . Ayahnya memandang Tara dan mengaja nya i ut masu , tetapi Tara menggeleng. Ia belum siap. Papa masu saja dulu, bisi nya pelan. A u a an menyusul. Sea an memahami apa yang sedang ber ecamu dalam dirinya, gadis penerjemah itu m enghampiri Tara dan menyentuh lengannya. Engga apa-apa, atanya dalam bahasa Indonesia. Tara menoleh dan menatapnya heran. Gadis itu tersenyum. Tatsuya-san pernah bilang amu bisa berbahasa Indonesia. A u harap amu engga eberatan. Kupi ir lebih nyaman bicara dalam bahasa Indonesia daripada bahasa Inggris. Tara ingat. Tatsuya pernah bercerita tentang tetangganya yang bisa berbahasa Ind onesia. Ternyata gadis ini. Ayo ita dudu di sana, aja gadis itu. Ia menuntun Tara e bang u tunggu di depan amar rawat Tatsuya. Tara menurut tanpa perlawanan. Setelah dudu , ia menoleh e arah gadis itu. Pardo n... Maaf, a u belum tahu namamu. Oh, a u lupa bilang, ata gadis itu dan tersenyum meminta maaf. Nama u Kei o Ishida , tetangga Tatsuya-san. Ayahnya meminta u menelepon alian wa tu itu, se aligus menjadi penerjemah. Kau tahu... bagaimana eadaan Tatsuya se arang? tanya Tara. Ia menyadari suaranya yang bergetar dan tersendat-sendat, tapi ia tida peduli. Kei o mengalih an pandangan dan menari napas. Sama se ali engga bai , a unya ter us terang. Kecela aan itu parah se ali. Yang udengar adalah wa tu itu dia sedang mengunjungi lo asi proye dan terjatuh dari ting at tiga gedung yang sedang dib angun. Tara mengggigil dan memejam an mata erat-erat. Ia tida sanggup membayang an Tat suya yang terjatuh dari etinggian seperti itu. Seja terjatuh sampai se arang, dia belum sadar, lanjut Kei o. Kata do ter lu a di epalanya sangat parah. Dia engga mung in bisa bertahan lebih dari empat puluh delapan jam. Tapi nyatanya dia bisa. Dia masih bernapas walaupun sudah lewat tig a hari. Do ter juga bingung. Tara merasa ada yang meninju jantungnya. Berulang-ulang. Dia memang masih bernapas, tetapi masih belum sadar. Dan Do ter sudah berterus te rang engga ada lagi yang bisa mere a la u an. Mere a sudah meminta ayah Tatsuya -san bersiap-siap. Tara membu a mulutnya dengan ta ut-ta ut. Quoi...? Siap-siap untu ...? Pertanyaan bodoh. Apa ah ia sungguh ingin mendengar jawabannya? Untu menerima yang terburu , sahut Kei o muram. Udara di se eliling Tara sepertinya bertambah berat. Lagi-lagi ia ehabisan napa s. Ia butuh udara. Ayah Tatsuya-san percaya Tatsuya-san sedang menunggu alian, ata Kei o. Karena itu lah dia terus bertahan hidup. Sebelah tangan Tara terang at e dada. Tari napas... Keluar an... Tari ... Kelu ar an... Air matanya menetes. A u... engga mau menemuinya, gumamnya pelan, lalu menghapus air matanya dengan pu nggung tangan.

Kei o menoleh dan menatapnya dengan heran. Kenapa? J?ai peur... A u ta ut, a u Tara. Ia menutup mulutnya dengan tangan dan menggigil lagi. Kamu engga apa-apa? tanya Kei o cemas. Tadi amu bilang dia sedang menunggu ami, Tara melanjut an tanpa menghirau an per tanyaan Kei o. Kalau itu benar, apa yang a an terjadi begitu ami bertemu? Kei o tida menjawab. Sepertinya ia tahu e mana arah pertanyaan Tara. Dia a an berhenti menunggu? tanya Tara. Kei o belum sempat menjawab, arena saat itu pintu amar Tatsuya terbu a dan Ken ichi Fujisawa melang ah e luar. Ia berbicara sebentar dengan Kei o, lalu menyer ah an sesuatu epada gadis itu. Ia menoleh e arah Tara, tersenyum samar, dan ma su embali e amar. Ada apa? tanya Tara tegang. Ia merasa mulai pani . Ada yang terjadi? Kei o menggeleng cepat. Engga , engga apa-apa. Ayah Tatsuya-san hanya menyuruh u pulang dan istirahat. Tara mengembus an napas pelan. Lega. Kamu mau i ut? Tatsuya-san tinggal di gedung apartemen yang sama dengan u. Kamu m au melihat apartemennya? Tara menatap Kei o. Boleh? Kei o tersenyum dan menunju an benda yang diserah an Kenichi Fujisawa epadanya tadi. Kunci. Ayah Tatsuya-san yang meminta u mengaja mu, ata Kei o. * * * Tara berdiri di depan pintu apartemen Tatsuya. Sendirian. Kei o sudah masu e a partemennya sendiri. Kalau sudah selesai, a u ada di apartemen sebelah, ata Kei o sebelum menyerah an unci apartemen Tatsuya epada Tara. Tara menggenggam erat unci yang terasa dingin di tangannya. Ia mengumpul an sel uruh te ad dan eberaniannya, lalu memasu an unci e lubang unci dan memutarn ya. Pintu pun terbu a. Keti a ia melang ah masu , ia merasa sea an melang ah masu pribadi Tatsuya. Sua sana apartemen Tatsuya meliputi dirinya, membawanya masu e ehidupan Tatsuya. Dadanya berdebar-debar dan ia merasa gugup. Ia ingin melihat sendiri bagaimana h idup Tatsuya. Ingin merasa annya. Ia ingin melihat apa yang dilihat Tatsuya, ing in merasa an apa yang diras aan Tatsuya. Ia ingin memahami Tatsuya. Apartemen Tatsuya tida terlalu besar. Tara melang ah masu dengan perlahan dan melihat ber eliling. Sinar matahari masu melalui pintu aca yang menuju beranda , dan melalui jendela ruang ma an, menerangi seluruh ruangan. Tara mengulur an t angan dan menyentuh perabotan di sana. Meja ma an... ursi... sofa... ra bu u.. . televisi... tirai jendela.... Ia mengamati setiap foto yang tergantung di dind ing ruang tengah. Kebanya an adalah foto eluarga. Tida ada foto diri. Lang ah Tara terhenti di depan sebuah pintu geser yang terbu a, ragu sejena , la lu melongo an epala e dalam. Kelihatannya seperti ruang erja ecil. Sebagian besar diisi ra -ra tinggi yang dipenuhi bu u. Ia berjalan mende ati salah satu ra itu dan mengamati bu u-bu u yang tersusun rapi di sana. Ada beberapa bu u b iografi orang ter enal, juga novel fi si-ilmiah, namun sebagian besar adalah bu u tentang arsite tur. Tara beralih e meja erja yang penuh berbagai gulungan ertas dan denah rancang an. Jemarinya menyentuh ertas- ertas di meja yang penuh coretan tangan dalam hu ruf anji Jepang. Tulisan tangan Tatsuya. Tatsuya be erja di meja ini.... Menulis di sini.... Matanya terasa panas dan tenggoro annya terce at. Ia menggigit bibir dan mengerj ap an mata untu mengusir air mata yang mulai terbit. Dengan perlahan, sea an sedang bermimpi dan ingin meni mati mimpi itu selama mun g in, ia eluar dari ruang erja Tatsuya dan berjalan e ruangan lain yang dibat asi hanya dengan ra bu u yang tinggi. Kamar tidur Tatsuya. Kamar tidur ini beru uran sedi it lebih ecil daripada ruang erja tadi, tetapi terasa lebih lega. Mung in arena amar tidur ini memili i jendela. Tara mengeda r an pandangan. Ranjang dengan seprai biru tua di de at jendela itu masih usut, be as ditiduri, dan belum sempat diberes an.

Tiba-tiba saja Tara bisa membayang an Tatsuya yang bangun pada pagi hari itu, ba ng it dari tempat tidur, berjalan e lemari pa aiannya, dan eluar dari amar ti dur menuju amar mandi. Bersiap-siap berang at erja. Sama se ali tida menduga nantinya ia a an mengalami ecela aan parah. Tara menghampiri lemari pa aian dua pintu itu dan membu anya. Ia menyentuh setia p pa aian yang tergantung di sana, berharap ia bisa merasa an Tatsuya. Lalu tang annya yang gemetar berhenti bergera . Ia menyentuh ja et co elat yang sudah sang at di enalnya. Tangannya meluncur turun di sepanjang lengan ja et itu. Tatsuya sering mema ai ja et ini eti a di Paris. Tara ingat ia pertama ali mel ihat Tatsuya mema ainya eti a la i-la i itu bertemu dengannya di restoran bersa ma Sebastien. Tanpa disadari Tara tersenyum mengingat saat itu ia hanya memberi an nilai tujuh setengah untu Tatsuya, namun dengan cepat nai menjadi delapan eti a Tatsuya mengucap an nama Tara. Lama- elamaan nilai Tatsuya terus nai samp ai Tara tida peduli dengan hitungannya lagi. Merasa ia sudah nyaris larut dalam esedihan, Tara memaling an wajah e arah mej a ecil di seberang tempat tidur. Mirip meja erja, tapi bu an. Meja ini memberi an esan yang lebih pribadi. Di meja ada laptop dalam eadaan terbu a namun lay arnya osong, beberapa bu u dan memo. Tara menari ursi dan dudu menghadap mej a itu. Tangannya mengelus perlahan permu aan meja, lalu menyentuh laci di depann ya dan membu anya. Sejena ia tida bisa merasa an deta jantungnya eti a melihat apa yang ada di dalam laci. Tangannya embali gemetar eti a mengeluar an foto-foto itu. Lima le mbar foto. Foto-foto Tara sendiri. Foto pertama adalah foto dirinya yan gmenguap dengan sebelah tangan menutupi mul ut. Melihat latar bela ang foto itu, Tara tahu di mana foto itu diambil. Di Muse Rodin. Bersama Tatsuya. Tara melihat sebaris tulisan di bali foto. Dia menguap... Kapan Tatsuya memotretnya? Kenapa ia tida sadar? Foto edua menunju an dirinya dudu di tepi jendela dan memandang e luar jende la. Tara mengenali apartemen yang ditempati Tatsuya di Paris. Ia membali an fot o dan membaca. Melamun sambil memandangi Sungai Seine... Foto etiga. Dirinya berada di dapur apartemennya sendiri, mengang at panci deng an dua tangan. Ia embali membali an foto itu. Dia pintar memasa ... Foto eempat adalah foto close-up dirinya yang tersenyum lebar. Dia tersenyum... Foto tera hir membuatnya tida bisa bernapas. Ia menyadari ternyata ia sudah men angis eti a air matanya menetes e foto yang dipegangnya. Ia menutup mulutnya d engan tangan untu menahan tangis, tetapi tida berhasil. Dalam foto itu ia melihat dirinya dan Tatsuya. Ia ingat dengan jelas di mana mer e a saat itu. Di Disneyland Paris. Saat itu mere a meminta bantuan pengunjung la in untu mengambil foto mere a berdua. Mere a mengena an bando berbentu telinga Mic ey Mouse dan tersenyum lebar e arah amera. Sebelah lengan Tatsuya merang ul leher Tara dan tangan yang lain memegang es rim vanila. Tatsuya terlihat san gat tampan saat itu. Tampan dan bahagia. Dengan tangan yang masih gemetar, Tara membali an foto itu. A u dan segala yang uingin an dalam hidup... Tangannya ter ulai lemas dan tanpa sengaja menyentuh laptop yang ada di meja. La yar laptop yang semula gelap pun menyala. Tara menatap layar yang mulai jelas. Alisnya ber erut samar eti a ia melihat ap a yang muncul di layar. E-mail? To : Fujisawa Tatsuya From : Sebastien Giraudeau Subject : Re: bagaimana eadaannya? Tara membaca isi e-mail tersebut, emudian ia mulai mencari e-mail lainnya. Begi tu menemu an daftar e-mail yang masu di inbox, tanpa sadar Tara menahan napas. Setelah membulat an te ad, ia mulai membaca satu per satu e-mail tersebut. Sema in lama pandangannya sema in abur, dadanya sema in berat, dan napasnya sem

a in sulit. Hanya tangisannya yang bergema di apartemen itu. Tara membiar an dirinya menangi s dengan eras. Menangisi dirinya, menangisi Tatsuya, menangisi nasib, menangisi enyataan. Ia menangis sampai ehabisan napas dan elelahan. Namun saat itu pun air matanya tida mau berhenti menengalir. Dua Puluh Tiga PEGANGAN pintu dari besi itu terasa dingin dalam ceng eraman Tara. Butuh eberan ian besar untu masu e amar rawat Tatsuya. Ia harus menguasai dirinya terlebi h dahulu. Hari sudah sore eti a ia tiba embali di rumah sa it. Ayahnya melihat edatanga nnya dan segera memelu nya. Saat itu juga Tara tahu ia a an ehilangan Tatsuya. Papa sudah mencobanya, gumam ayahnya. Tara menatap ayahnya dan menyadari ayahnya habis menangis. Papa bah an sudah meminta pendapat Laurent Delcour, tetapi hasilnya sama saja, lan jut ayahnya. Suaranya sera arena emosi. Papa sudah meminta pendapat Dr. Delcour.... Ternyata tetap tida bisa membantu.. .. Kau mau menemuinya? tanya ayahnya sambil mengusap wajah. Tara menundu dan tida menyahut. Ia menghela napas tanpa suara dan a hirnya men ganggu . Dan di sinilah ia, berdiri dengan tegang di depan amar rawat Tatsuya dengan tan gan menceng eram pegangan pintu. Ia memejam an mata. Jangan menangis. Jangan men emui Tatsuya dengan wajah basah arena air mata. Tatsuya tida a an senang melih atnya. Ia membu a pintu dan melang ah masu . Bau rumah sa it tida pernah menyenang an. Tida pernah membuat siapa pun tenang. Begitu menusu ... Dingin... Pertama-tama matanya melihat soso Tatsuya yang terbaring ta bergera di ranjan g, lalu berbagai selang dan abel yang menghubung an tubuh Tatsuya e semua mesi n dan peralatan yang ada di se itar ranjang. Dengan susah payah Tara mengalih an pandangannya e arah mesin-mesin yang menunju an ondisi vital Tatsuya. Ia tid a memahami sebagian besar mesin itu, hanya saja matanya terpa u pada mesin yang menunju an deta jantung Tatsuya. Monitor itu masih menampil an garis tida teratur. Jantung Tatsuya masih berdeta . Ia masih hidup.... Lang ah Tara terasa berat eti a ia menghampiri sisi ranjang. Wajah Tatsuya nyar is tida terlihat jelas di bali semua perban dan mas er o sigen. Mata Tatsuya t erpejam. Terlihat tenang se ali. Seolah tidur. Tara harus mengata an sesuatu. Diam saja juga tida ada gunanya. Kalau ia bicara , apa ah Tatsuya bisa mendengarnya? Apa ah Tatsuya a an terbangun begitu mendeng ar suaranya? Apa ah harapannya terlalu berlebihan? Apa ah salah mengharap an ea jaiban? Tara menatap wajah Tatsuya dan bergumam pelan, Kau bu an Putri Tidur, au tahu? K enapa au tida bangun saja sebelum a u membuat eributan? Ia diam, mengharap an jawaban yang ia tahu tida a an diterimanya. Tatsuya tetap bergeming. Tara dudu di ursi yang disedia an di sisi ranjang. Ia menghela napas dan menun du . A u... tadi pergi e apartemenmu, gumamnya. Suaranya lirih. Hanya sebesar itulah t enaga yang bisa di erah annya untu bicara. Apartemenmu lumayan beranta an. Tempa t tidur belum diberes an.... Ia mengang at wajah dan tersenyum sing at, lalu menu ndu embali eti a merasa matanya perih. Kuharap au tida eberatan a u melihat-lihat. Kau tahu a u sangat gampang penasa ran. A u ingin mendapat sedi it gambaran bagaimana hidupmu di Jepang. Tara mendesah pelan. A u juga... A u juga sudah melihat foto-foto itu. Ia mengamati wajah Tatsuya, berharap melihat sedi it rea si. Tapi tida ada sama se ali. A u sama se ali tida sadar au memotret u. Bagaimana cara au mela u annya? Kau mau tahu foto yang paling usu ai? Foto ita berdua di Disneyland. Kau terlihat onyol se ali dengan telinga Mic ey Mouse.... Sebenarnya a u sendiri juga terlih at onyol. Ia meremas-remas tangannya sendiri. Saat itu a u sangat bahagia. Itu sa

at-saat yang menyenang an. Tara embali menundu . Selain itu a u juga membaca e-mail-mu.... Kau tahu, e-mail yang au irim an epada Sebastien. Juga e-mail Sebastien untu mu. Air matanya menetes e epalan tangan yang ditumpu an di edua lututnya. Sial! K enapa ia tida bisa mengendali an air matanya? Dengan cepat ia mengusap mata. Selama ini au tida pernah menghubungi u. Ternyata au masih berhubungan dengan Sebastien. Ia mema sa diri mengang at wajah dan menatap wajah Tatsuya. Terima asih. Suaranya gemetar. Tangannya juga. Terima asih atas semua yang sudah aula u an untu u. A u selalu senang bersamamu. Kau membuat segalanya menyenang an. Saat-saat bersamamu adalah saat-saat paling membahagia an. A u selalu mengi ra saat itu bisa bertahan selamanya. Boleh ah ia bersi ap egois se arang? Boleh ah ia meminta Tatsuya agar tetap bers amanya? Ia menatap Tatsuya dan matanya melebar. Apa ah ia salah lihat? Tida ... Sebelah mata Tatsuya yang tida tertutup perban sepertinya basah. Tatsuya menangis...! Tatsuya bisa mendengarnya...! Air mata Tara sema in deras. Ia mencondong an tubuhnya dan menyentuh lengan Tats uya dengan perlahan. Tatsuya, panggilnya, lalu membe ap mulutnya sendiri eti a ia mulai terisa . Kau bi sa mendengar u? Kau mendengar semua ata u? Setetes air mata bergulir turun dari mata Tatsuya yang terpejam, namun Tatsuya s ama se ali tida bergera . Tara mulai terisa . Jangan marah pada u alau a u menangis se arang. Ia menggeleng . Biar an a u menangis. Hari ini saja. Ia menari napas dengan susah payah. Dengar an a u. Tida perlu meng hawatir an a u. A u a an bai -bai saja. Kau dengar a u , Tatsuya? A u bai -bai saja. Mung in butuh wa tu, tapi a u a an bai -bai saja . Kau boleh lihat sendiri nanti. Kau a an lihat tida lama lagi a u a an embali be erja, tertawa, dan mengoceh seperti biasa. A u janji. Tara memegang lengan Tatsuya dengan sebelah tangan sementara tangan lainnya menu tup mulut. A u a an bai -bai saja, isa nya pelan. A u a an selalu menyayangimu. A u mencintaimu.... A u mencintaimu.... A u mencintaimu.... Lalu Tara mendengar bunyi panjang dan datar yang membuatnya bulu udu nya merema ng. Ia mengang at epala dan menatap monitor penunju deta jantung. Hanya ada g aris lurus yang terlihat di sana. Dan bunyi panjang dan monoton itu.... Segalanya sea an berlangsung dalam gera an lambat. Ia memutar epala dan menatap Tatsuya. Wajah Tatsuya masih tenang seperti sebelumnya. Kepala Tara berputar e mbali e monitor yang menunju an garis lurus itu. Sebelum ia sempat berpi ir, pintu amar terbu a dan orang-orang berpa aian putih menerobos masu . Ia tida menyadari ayahnya menari nya menjauh dari ranjang dan memelu nya. Soso Tatsuya menghilang ditelan erumunan orang berbaju putih itu. Namun enyataannya usaha do ter dan perawat yang mengelilingi ranjang Tatsuya ti da membuah an hasil. Tara melihat mere a perlahan-lahan menjauh dari ranjang. M atanya beralih menatap monitor yang tetap menunju an garis lurus itu. Tida berubah... Mere a gagal menyelamat an Tatsuya. Ia merasa tubuh ayahnya gemetar. Ayahnya menangis. ia juga melihat Kenichi Fujis awa menangis sambil memelu tubuh putranya. Tara membenam an wajah di dada ayahn ya dan menangis bersamanya. Jangan marah pada u alau a u menangis.... Hari ini saja.... Kau boleh lihat sen diri nanti. Kau a an lihat tida lama lagi a u a an embali be erja, tertawa, da n mengoceh seperti biasa.... A u janji.... Epilog Rabu, 21 November From : Fujisawa Tatsuya To : Sebastien Giraudeau Subject : Bagaimana eadaannya? Sebastien, apa ah dia bai -bai saja? Kamis, 22 November From : Sebastien Giraudeau

To : Fujisawa Tatsuya Subject : Re: Bagaimana eadaannya? Tara bai -bai saja walaupun masih murung. Dia masih sangat sedih, tapi itu waja r saja menurut u. Seja au pergi, dia mengurung diri di apartemennya selama dua hari. Tida be erja dan menola bicara. Tapi setelah itu dia membai . Dia sudah embali be erja. Tentu saja adang- adang masih pendiam dan su a melamun, tapi dia bai -bai saja. Kau tida usah hawatir. Kamis, 29 November From : Fujisawa Tatsuya To : Sebastien Giraudeau Subject : (None) Sahabat u yang bai , bagaimana eadaannya se arang? Ngomong-ngomong, au tida memberitahunya tentang ini, bu an? Jumat, 30 November From : Sebastien Giraudeau To : Fujisawa Tatsuya Subject : Re: (None) Kau tahu betapa susahnya a u merahasia an sesuatu darinya? Tapi au tenang saja, Teman. Tara sama se ali tida tahu a u sudah menjadi semacam mata-mata tida re smi bagimu. Tara se arang ini sedang pergi berbelanja bersama lise. Malam nanti ami ada janj i ma an malam bersama. Oh, dia sudah sema in ceria. Dia sudah tertawa seperti du lu. Dan alau au ingin tahu, dia juga selalu ma an tepat wa tu. Dia sangat seha t. Tida sa it apa pun. Minggu, 02 Desember From : Fujisawa Tatsuya To : Sebastien Giraudeau Subject : Trims Maaf an a u alau a u memintamu menjadi mata-mata . A u lega mendengar dia bai -bai saja. Dia sangat beruntung punya teman sepertimu. Terima asih, Sebastien. Senin, 03 Desember From : Sebastien Giraudeau To : Fujisawa Tatsuya Subject : Kau sendiri? Hei, a u sama se ali tida eberatan menjadi mata-mata. A u tahu au mencemas an Tara, sama seperti ami di sini. Tapi au tentu sudah tahu, Tara itu gadis yang uat. Dia pasti bisa bertahan. Bagaimana denganmu sendiri? Kau bai -bai saja? Tatsuya terpe ur menatap layar laptop-nya. Ia menyandar an punggung e sandaran ursi dan membaca ulang e-mail dari Sebastien, hususnya alimat tera hir. Apa a h dirinya bai -bai saja setelah meninggal an Paris dan embali e ehidupan nor malnya di To yo? Kehidupan normal...? Kehidupan normal itu seperti apa...? Ia sudah lupa. Ia teringat permohonan yang dibuatnya eti a meraya an ulang tahunnya bersama Ta ra dulu. Gadis itu mema sanya mengucap an permohonan. Katanya permohonan saat ul ang tahun a an ter abul. Ucap an satu permintaan sebelum meniup lilinnya, ata Tara wa tu itu. Permintaan? Kau tentu tahu alau permintaan yang diucap an saat ita berulang tahun a an sela lu ter abul, bu an? Ayo, cepat. Nanti lilinnya meleleh. Saat itu Tatsuya punya banya permohonan yang ia tahu tida a an bisa ter abul. Kenyataan tida a an bisa diubah. Tetapi eti a ia memandang Tara dan melihatnya tersenyum, ia tahu apa yang diingin annya. Se arang ini ia hanya punya satu einginan di atas segalanya. Satu permohonan. Ia ingin Tara Dupont selalu bahagia. Walaupun itu berarti ia harus menyerah an s eluruh hidupnya. Tatsuya menatap layar laptop dan mulai mengeti . Selasa, 04 Desember From : Fujisawa Tatsuya

To : Sebastien Giraudeau Subject : Re: Kau sendiri? Selama dia bahagia, a u juga a an bahagia. Sesederhana itu.

Anda mungkin juga menyukai