Anda di halaman 1dari 73

MORBUS HANSEN

Alfia Nur Inayah


201020401011165

SMF PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RSI AISIYAH MALANG
2017
DEFINISI
Penyakit infeksi kronis yang
disebabkan oleh Mycobacterium
leprae yang menyerang saraf tepi
kulit dan jaringan tubuh lainnya
kecuali saraf pusat

Sinonim: Lepra, Kusta


ETIOLOGI

Mycobacterium
LepraeGram positive,
Basil tahan asam dan
alkohol

EPIDEMIOLOGI
>> Umur 25-35 tahun
Kulit hitam >>tipe tuberkoloid
Kulit putih >>tipe lepramatosa
>> negara berkembang dan sosioekonomi rendah
KLASIFIKA
SI
Ridley & Jopling : TT, BT, BB, BL dan LL

Madrid : Tuberkuloid, Borderline, Lepromatosa

WHO : Pausibasiler : TT, BT, I


Multibasiler : BB, BL, LL
TIPE PB
TANDA DAN GEJALA
Kulit
Hipopigmentasi atau eritematus
Gangguan estesi
Lanjut:
Facies leonina

Madarosis

Penebalan cuping telinga


Gloves and Stocking anestesia
Saraf:
Sensorik: Hipoestesi/anastesi
Motorik: Kelemahan otot, >> eks. Atas,
bawah, muka, otot mata
Autonomik: << keringat
Pembesaran saraf tepi: n. auricularis
magnus, n. ulnaris, n. peroneus
comunican, n. tibialis posterior, dll
DIAGNOSIS
Anamnesis gejala klinis
Pemeriksaan fisik:
Pemeriksaan Kulit
Pemeriksaan Saraf Tepi
Bakteriologis
Serologis
Histopatologis
1. Tipe tuberkuloid-tuberkuloid (TT)
makula atau plakat eritematosa yang bulat
atau lonjong, permukaan kering, batas tegas,
anestesi, bagian tengah sembuh
2. Tipe Borderline tuberkuloid (BT)
Makula eritematosa tak teratur, batas tak
tegas, kering, mula-mula ada tanda kontraktur,
anestesi
biasanya ada lesi satelit yang terletak dekat
saraf perifer yang menebal
3. Tipe borderline- borderline (BB)
Makula eritematosa, menonjol,
bentuk tidak teratur, kasar, ada lesi
satelit, penebalan saraf dan
kontraktur
4. Tipe borderline lepromatous (BL)

Secara klasik lesi dimulai dengan makula , awalnya


hanya dalam jumlah sedikit, kemudian dengan cepat
menyebar ke seluruh badan
Makula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya
Papula dan nodus lebih tegas dgn distribusi lesi yang
hampir simetrik dan beberapa nodus tampak melekuk
pada bagian tengah
Tanda2 kerusakan saraf berupa hilangnya sensasi ,
hipopigmentasi, berkurangnya keringat, gugurnya
rambut lebih cepat dibanding tipe lepromatous
Penebalan saraf dapat teraba pada tempat predileksi di
kulit
Efloresensi: Makula infiltrat merah
mengkilat, tidak teratur, batas tidak
tegas, pembengkakan saraf
5. Tipe lepromatous-lepromatous (LL)

Jumlah lesi sangat banyak, simetrik, permukaan halus,


lebih eritem, mengkilat, berbatas tidak tegas
Tidak ditemukan gangguan anestesi dan anhidrosis
pada stadium dini
Distribusi lesi khas yakni di wajah mengenai dahi,
pelipis, dagu, cuping telinga
Di badan mengenai bagian belakang , lengan, punggung
tangan dan permukaan ekstensor tungkai bawah
Pada stadium lanjut tampak penebalan kulit yang
progresif, cuping telinga menebal, garis muka menjadi
kasar dan cekung membentuk facies leonina yang
dapat disertai madarosis, iritis dan keratitis
Lebih lanjut dapat terjadi deformitas pada
hidung
Dapat dijumpai pembesaran kelenjar limfe,
orkitis yang dapat menjadi atropi testis
Kerusakan saraf dermis dapat menyebabkan
gejala stocking dan glove anasthesia
Apabila penyakit menjadi progresif makula dan
papula baru muncul, sedangkan lesi lama
menjadi plak dan nodul
Pada stadium lanjut serabut2 saraf perifer
mengalami degenerasi hialin atau fibrosis yang
menyebabkan anestesi dan pengecilan otot
pada tangan dan kaki.
Efloresensi: Infiltrat difus berupa nodula
simetris, permukan mengkilat, saraf
terasa sakit, anestesi.
6. Tipe indeterminate (tidak termasuk
klasifikasi Ridley dan Jopling, dengan
tanda2:
- jumlah lesi sedikit, asimetrik,
makulo hipopigmentasi dengan sisik
sedikit, kulit sekitar normal
- lokalisasi biasanya pada bagian
ekstensor ekstremitas, bokong atau
muka
- kadang2 ditemukan bentuk makula
hipestesi atau sedikit penebalan saraf
- diagnosa ditegakkan bila dengan
pemeriksaan histopatologik didapatkan
basil atau infiltrat disekitar saraf
- pada 20-80% kasus penderita kusta
didapatkan tipe ini.
- sebagian besar akan sembuh
spontan
Efloresensi: Makula hipopigmentasi
berbatas tegas, anestesi dan anhidrasi
Indeterminate leprosy :Hypopigmented patch, sensation normal,
.no palpable peripheral nerve and slit skin smear negative
Tuberculoid leprosy: Two hypopigmented patches, hypoasthetic
.well defined borders, palpable peripheral nerve and SSS negative
Tuberculoid Leprosy: Annular, erythematous, anasthetic patch with
.well defined and raised borders and SSS Negative
Borderline Tuberculoid Leprosy: Well-defined large anaesthetic patches
.with satellite lesions. SSS Negative
Borderline Borderline Leprosy: Less defined, asymmetrically distributed
.hypoaesthetic patches. SSS positive
Borderline Lepromatous Leprosy: Numerous, hypoaesthetic almost
.symmetrically distributed patches . SSS positive
Lepromatous Leprosy: Leonine Face
PEMERIKSAAN
SARAF TEPI
TES
MOTORIK
(PARESIS /
PARALISIS)
TES SENSORI
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Bakterioskopik
Membantu menegakkan diagnosis
Pengamatan pengobatan
M. leprae terlihat merah
solid : batang utuh hidup
fragmented : batang terputus mati
granular : butiran mati
Pinch the site tight.
Incise.
Scrape & collect material
Smear on a slide.
Air dry & fix.
Stain (Z-N method)
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Indeks Bakteri:
Kepadatan BTA ( solid + non solid ) pada
satu sediaan
Nilai 0 6+

Indeks Morfologi:
Persentase bentuk solid dibandingkan dgn
jumlah seluruh BTA
Bacteriological index
no bacilli in 100 fields 0
bacilli in 100 fields 1-10+: 1
bacilli in 10 fields 1-10+: 2
bacilli in 1 field 1-10+: 3
bacilli in 1 field 10-100+: 4
in 1 field 100-1000+: 5
.bacilli field (globi) 1000+: >6

Morphological index
The percentage of living bacilli
to the total number of bacilli in
.the smear
PEMERIKSAAN PENUNJANG

2. Pemeriksaan Histopatologik
Untuk memastikan gambaran klinis
Penentuan klasifikasi kusta

3. Pemeriksaan Serologis
Tes ELISA (Enzyme Linked Immuno-sorbent
Assay)
Tes MLPA (Mycobacterium Leprae Particle
Aglutination)
Tes ML dipstick (Mycobacterim Leprae dipstick)
Lepromin test
Cara Penularan
PENATALAKSANAAN

Tujuan utama program pemberantasan kusta


adalah menyembuhkan pasien kusta dan
mencegah timbulnya cacat serta memutuskan
mata rantai penularan dari pasien kusta terutama
tipe yang menular kepada orang lain untuk
menurunkan insidens penyakit.
Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan
kombinasi rifampisin, klofazimin, dan DDS dimulai
tahun 1981. Program ini bertujuan untuk
mengatasi resistensi dapson yang semakin
meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien,
menurunkan angka putus obat, dan mengeliminasi
persistensi kuman kusta dalam jaringan.
Rejimen pengobatan MDT :
1.Tipe PB
Jenis obat dan dosis untuk orang
dewasa:
a.Rifampisin 600 mg/bulan diminum di
depan petugas.
b.DDS tablet 100 mg/hari diminum di
rumah.
Pengobatan 6 dosis diselesaikan
dalam 6-9 bulan.
2. Tipe MB
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:
a.Rifampisin 600 mg/bulan diminum di
depan petugas.
b.Lamprene 300 mg/bulan diminum di depan
petugas dilanjutkan dengan klofazimin 50
mg/hari diminum di rumah.
c.DDS 100 mg/hari diminum di rumah.
Pengobatan 12 dosis diselesaikan
dalam waktu maksimal 18 bulan.
MDT for PB leprosy
6 months

Monthly dose Daily dose


Rifampicin 600mg
Dapsone 100 mg
Dapsone 100 mg
MULTIDRUG THERAPY (MDT) FOR
PAUCIBACILLARY LEPROSY (PB)
MDT for MB leprosy
24 months

Monthly dose Daily dose


Rifampicin 600mg
Dapsone 100mg
Clofazimine 300 mg
Clofazimine 50 mg
Dapsone 100 mg
MULTIDRUG THERAPY (MDT) FOR
MULTIBACILLARY LEPROSY (MB)
Multi Drug Therapy

6 months

24 months
Putus Obat
Pada pasien kusta tipe PB yang
tidak minum obat sebanyak 4
dosis dari yang seharusnya maka
dinyatakan DO.
Pasien kusta tipe MB dinyatakan
DO bila tidak minum obat 12 dosis
dari yang seharusnya.
Evaluasi Pengobatan
Evaluasi pengobatan menurut Buku Panduan
Pemberantasan Penyakit Kusta Depkes adalah
sebagai berikut:
a. Pasien PB yang telah mendapat pengobatan MDT 6
dosis dalam waktu 6 sampai 9 bulan dinyatakan RFT
tanpa diharuskan menjalani pemeriksaan laboratorium.
b. Pasien MB yang telah mendapat pengobatan MDT 24
dosis dalam waktu 24-36 bulan dinyatakan RFT tanpa
diharuskan menjalani pemeriksaan laboratorium.
c. RFT dapat dilaksanakan setelah dosis dipenuhi tanpa
diperlukan pemeriksaan laboratorium. Dikeluarkan dari
register pasien dan dimasukkan dalam register
pengamatan (surveillance) dan dapat dilakukan oleh
petugas kusta.
Masa Pengamatan
Pengamatan setelah RFT dilakukan
secara pasif :
1.Tipe PB selama 2 tahun.
2.Tipe MB selama 5 tahun tanpa
diperlukan pemeriksaan
laboratorium.
DIAGNOSIS BANDING

Penyakit kusta ~ The Greatest Immitator

Dermatofitosis
Tinea versikolor
Pitiriasis rosea
Pitiriasis alba
Psoriasis
Neurofibromatosis
dll
KOMPLIKASI

Cacat merupakan komplikasi yang


dapat terjadi pada pasien kusta
baik akibat kerusakan fungsi saraf
tepi maupun karena neuritis
sewaktu terjadi reaksi kusta.
Reaksi Kusta

Suatu keadaan akut pd perjalanan peny kusta


yg kronik
Penyebab utama kerusakan saraf dan cacat
Dapat terjadi pada awal, selama & setelah
terapi
Pembagian:
Reaksi tipe I ~ reversal hipersensitifitas tipe IV
Reaksi tipe II ~ ENL hipersensitifitas tipe III
Ke-2 tipe reaksi ini dpt berlangsung ringan - berat
KLINIS REVERSAL ENL

Kulit Lesi >> eritematosa Nodus < >>>


Lesi baru Nyeri, ulserasi

Saraf Membesar Membesar


Nyeri +/- Nyeri +/-
Gangguan fungsi +/- Gangguan fungsi +/-

Konstitusi Demam ringan Demam ringan berat


Malese Malese
Reaksi Lepra
Pengobatan Reaksi

Prinsip pengobatan :
1.Pemberian obat anti reaksi
2.Istirahat atau imobilisasi
3.Analgetik, sedatif u mengatasi rasa
nyeri
4.MDT diteruskan
Pengobatan Reaksi

Pasien sebelum & sesudah pengobatan


Pengobatan Reaksi

Reaksi ENL
Ringan rawat jalan, istirahat
Berat rawat inap
Obat :
Prednison 15 30 mg/hr berat/ringan
reaksi
Klofazimin 200 300 mg/hr
Thalidomide teratogenik, di Indonesia (-)
Pengobatan Reaksi

Reaksi Reversal
Neuritis (+)
Prednison 15 30 mg/hr
Analgetik + sedatif
Anggota gerak yang terkena
istirahatkan

Neuritis (-)
Kortikosteroid (-)
Analgetik kalau perlu
Komplikasi
Komplikasi
Daftar Pustaka

Depkes, 1998, Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta,


Cetakan ke-XII, Depkes Jakarta.
Departemen Kesehatan RI Dirjen P2M dan PLP, 1996, Buku Pedoman
Pemberantasan Penyakit Kusta, Jakarta.
Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III, media
Aeuscualpius, Jakarta.
Yayan, M. 2011. Askep Klien dengan Penyakit Kusta. Disitasi dari
http://yayannerz.blogspot.com/2011/03/askep-klien-dengan-penyakit-ku
sta.html
. Diakses pada 17 Januari 2016 jam 14.05 wita.
Anonim.2009. Penatalaksanaan kusta di Indonesia. Disitasi dari
https://pramareola14.wordpress.com/2009/12/09/penatalaksanaan-kusta
-di indonesia/
. Diakses pada 17 Januari 20167 jam 13.40 wita.
Anonim.2009. Penatalaksanaan kusta di Indonesia. Disitasi dari
https://pramareola14.wordpress.com/2009/12/09/penatalaksanaan-kusta
-di indonesia/
. Diakses pada 17 Januari 20167 jam 13.40 wita.

Anda mungkin juga menyukai