Anda di halaman 1dari 52

PONDASI DANGKAL

P O N D A S I D A N G K A L M E R U PA K A N P O N D A S I YA N G
M E M P U N YA I K E D A L A M A N KU R A N G D A R I 3 M E T E R .
PE RHIT U NG AN T IN G KAT KEDA L AM AN T ERSE BU T
D I D A S A R K A N PA D A S E P E RT I G A D A R I U KU R A N L E B A R A L A S
P O N D A S I . P O N D A S I D A N G K A L H A N YA B I S A D I G U N A K A N
PA D A TA N A H YA N G S TA B I L , M E M I L I K I D AYA D U K U N G
T I N G G I , D A N B E R S I FAT K E R A S . S E L A I N I T U , S P E S I F I K A S I
B A N G U N A N YA N G A K A N D I D I R IK A N D I ATA S N YA P U N
TIDAK BOLEH TERLALU TINGGI MAUPUN TERLALU BESAR.
K E D A L A M A N P O N D A S I D A N G K A L I N I B U K A N AT U R A N YA N G
B A KU , T E TA P I M E R U PA K A N S E B A G A I P E D O M A N . PA D A
D A S A R N YA , P E R M U K A A N P E M BE B A N A N ATAU KO N D I S I
P E R M U K A A N L A I N N YA A K A N M E M P E N G A R U H I K A PA S I TA S
D AYA D U KU N G P O N D A S I D A N G K A L . P O N D A S I D A N G K A L
B I A S A N YA D I G U N A K A N K E T I K A TA N A H P E R M U K A A N YA N G
C U KU P KUAT D A N K A KU U N T U K M E N D U KU N G B E B A N YA N G
D I K E N A K A N , D I M A N A J E N I S S T R U K T U R YA N G
D I D U KU N G N YA T I D A K T E R L A LU B E R AT D A N J U G A T I D A K
T E R L A LU T I N G G I . P O N D A S I D A N G K A L U M U M N YA T I D A K
C O C O K D A L A M TA N A H KO M P R E S I F YA N G L E M A H ATAU
S A N G AT B U R U K , S E P E RT I TA N A H U R U G D E N G A N
K E PA D ATA N YA N G B U R U K , P O N D A S I D A N G K A L J U G A T I D A K
C O C O K U N T U K J E N I S TA N A H G A M B U T, L A P I S A N TA N A H
M U DA , DAN JE NIS TAN AH DEP OSIT O ALU VIAL , DAN L AIN
S E BA G A I N YA .
Berdasarkan model strukturnya, pondasi dangkal terdiri dari 3
macam yaitu
1.pondasi menerus
2.pondasi setempat
3.pondasi sarang laba-laba
1. PONDASI MENERUS
Pondasi menerus didirikan dengan bentuk persegi atau
trapesium secara memanjang. Oleh karena itu, pondasi
ini juga dipakai untuk beban yang berbentuk garis atau
panjang seperti dinding dan kolom.
Kelebihan dari pondasi menerus yaitu beban bangunan
ditopang secara merata oleh pondasi.
Sedangkan kekurangannya ialah memerlukan biaya
yang besar, pembuatannya relatif lama, dan kebutuhan
tenaga kerjanya pun banyak. Adapun beton menerus
dibuat dari batu kali, batubata, atau beton kosong
yang dicampur dengan semen, pasir, dan kerikil.
2.PONDASI SETEMPAT

Pondasi setempat merupakan pondasi yang dibuat


di satu titik tempat tertentu. Pondasi ini berfungsi
untuk menopang beban yang berfokus pada satu
bidang misalnya kolom praktis, tiang kayu, dan
kolom struktural. Pondasi setempat dapat dibagi
lagi menjadi pondasi ompak batu yang dipakai
untuk mendukung rumah sederhana, pondasi
ompak beton yang sering diterapkan padarumah
tradisional, serta pondasi pelat yang memiliki
bentuk tingkatan.
3.PONDASI SARANG LABA-LABA

Sesuai penamaannya, pondasi sarang laba-laba dibuat


meniru seperti sarang laba-laba yang berbentuk jaring
melingkar. Pondasi ini termasuk pondasi dangkal yang
konvensional karena merupakan perpaduan dari pondasi
menerus, pondasi pelat, dan sistem perbaikan tanah.
Karakteristik dari pondasi sarang laba-laba yakni
memanfaatkan kekuatan tanah sebagai bagian dari
struktur pondasi sehingga lebih kokoh. Bahkan pondasi ini
ideal diterakan pada bangunan-bangunan yang
mempunyai lantai lebih dari 8 tingkatan.
Pembuatan pondasi sarang laba-laba dimulai dengan
membangun pondasi pelat secara menerus. Kemudian di
bagian bawah pondasi tersebut dipasangi dengan rib dari
beton bertulang yang berukuran tegak,tipis, dan tinggi
sehingga sekilas tampak membentuk kotak terbalik.
Berikutnya rib-rib tersebut diatur membentuk petak
segitiga yang kaku. Setelah itu, rongga kosong yang
tercipta di bawah plat antar-rib bisa diisi dengan pasir
atau tanah lalu dipadatkan setiap ketinggian 20 cm
supaya daya dukungnya lebih besar.
KERUNTUHAN TANAH
Berdasarkan pengujian model, Vesic (1963) membagi
mekanisme keruntuhan pondasi menjadi 3 macam :
1.Keruntuhan geser umum (general shearfailure)
2.Keruntuhan geser lokal (local shearfailure)
3.Keruntuhan pentrasi (penetration failure)
1.KERUNTUHAN GESER UMUM (GENERAL
SHEARFAILURE)
Keruntuhan geser umum pondasi terjadi menurut bidang runtuh yang
dapat didentifikasi dengan jelas dan terjadi dalam waktu yang
relatif mendadak, yang diikuti oleh pengujian pondasinya.
2.KERUNTUHAN GESER LOKAL (LOCAL
SHEARFAILURE)
Tipe keruntuhannya hampir sama dengan keruntuhan geser umum,
namun bidang runtuh yang terbentuk tidak sampai mencapai
permukaan tanah. Jadi bidang runtuh kontinu tak
berkembang.pondasi tenggelam akibat bertambahnya beban pada
kedalaman yang relatif dalam, yang menyebabkan tanah
didekatnya mampat. Selain itu, juga terdapat sedikit
penggembungan tanah disekitar pondasi namun tidak terjadi
penggulingan pondasi.
3.KERUNTUHAN PENETRASI (PENETRATION
FAILURE)
Pada keruntuhan ini keruntuhan geser tidak terjadi. Akibat
bebannya, pondasi hanya mampu menembus dan menekan
tanah kesamping yang menyebabkan pemampatan tanah didekat
pondasi. Penurunan pondasi bertambah secara linier dengan
penambahan bebannya.
ANALISIS TERZAGHI
ANALISIS TERZAGHI UNTUK DAYA
DUKUNG

Analisis daya dukung bertujuan mempelajari kemampuan tanah dalam mendukung beban
pondasi struktur yang terletak diatasnya. Daya dukung menyatakan tahanan geser tanah
untuk melawan penurunan akibat pembebanan, yaitu tahanan geser yang dapat dikerahkan
oleh tanah disepanjang bidang-bidang gesernya.
Persamaan-persamaan daya dukung tanah yang diusulkan, umumnya didasarkan pada
persamaan MOHR COULOMB :

= c + . tan

Keterangan :
= tahanan geser tanah
c = kohesi tanah
= tegangan normal
= sudut geser dalam tanah
Terzaghi (1943) menganalisis daya dukung tanah dengan beberapa asumsi,
yaitu :
1.Pondasi memanjang tak terhingga
2.Tanah di dasar pondasi homogen
3.Berat tanah diatas dasar pondasi dapat digantikan dengan beban terbagi
merata sebesar Pa = Df .
Df = kedalaman dasar pondasi
= berat volume tanah di atas dasar pondasi
4.Tahanan geser tanah di atas dasar pondasi diabaikan
5.Dasar pondasi kasar
6.Bidang keruntuhan terdiri dari lengkung spiral log-aritmik dan linier
7.Baji tanah yang terbentuk di dasar pondasi dalam kedudukan elastis dan
dinamis bersama-sama dengan dasar pondasi.
8.Pertemuan antara sisi baji dan dasar pondasi membentuk sudut sebesar
sudut geser dalam tanah.
9Berlaku prinsip superposisisi.
Kapasitas dukung ultimit (qu) didefinisikan sebagai beban maksimum per satuan
luas dimana tanah masih dapat mendukung beban tanpa mengalami
keruntuhan.
RUMUS UMUM DAYA DUKUNG PONDASI

Fcs , Fqs , Fs = faktor bentuk


Fcd , Fqd , Fd = faktor kedalaman
Fci , Fqi , Fi = faktor inklinasi
Fc, Fq, F= factor kemiringan muka
tanah
Fc, Fq, F= factor kemiringan dasar
pondasi
DAYA DUKUNG TERZAGHI
FAKTOR DAYA DUKUNG TERZAGHI UNTUK KONDISI KERUNTUHAN GESER
UMUM (GENERAL SHEAR FAILURE)

Nc Nq N Nc Nq N
0 5,70 1,00 0,00 26 27,09 14,21 9,84
1 6,00 1,10 0,01 27 29,24 15,90 11,60
2 6,30 1,22 0,04 28 31,61 17,81 13,70
3 6,62 1,35 0,06 29 34,24 19,98 16,18
4 6,97 1,49 0,10 30 37,16 22,46 19,13
5 7,34 1,64 0,14 31 40,41 25,28 22,65
6 7,73 1,81 0,20 32 44,04 28,52 26,87
7 8,15 2,00 0,27 33 48,09 32,23 31,94
8 8,60 2,21 0,35 34 52,64 36,50 38,04
9 9,09 2,44 0,44 35 57,75 41,44 45,41
10 9,61 2,69 0,56 36 63,53 47,16 54,36
11 10,16 2,98 0,69 37 70,01 53,80 65,27
12 10,76 3,29 0,85 38 77,50 61,55 78,61
13 11,41 3,63 1,04 39 85,97 70,61 95,03
14 12,11 4,02 1,26 40 95,66 81,27 115,31
15 12,86 4,45 1,52 41 106,81 93,85 140,51
16 13,68 4,92 1,82 42 119,67 108,75 171,99
17 14,60 5,45 2,18 43 134,58 126,50 211,56
18 15,12 6,04 2,59 44 151,95 147,74 261,60
19 16,56 6,70 3,07 45 172,28 173,28 325,34
20 17,69 7,44 3,64 46 196,22 204,19 407,11
21 18,92 8,26 4,31 47 224,55 241,80 512,84
22 20,27 9,19 5,09 48 258,28 287,85 650,67
23 21,75 10,23 6,00 49 298,71 344,63 831,99
24 23,36 11,40 7,08 50 347,50 415,14 1072,80
25 25,13 12,72 8,34

MODIFIKASI UNTUK
KONDISI KERUNTUHAN
GESER SETEMPAT (LOCALL
SHEAR FAILURE)

0
Nc
5,70
Nq
1,00
N
0,00



26
Nc
15,53
Nq
6,05
N
2,59
1 5,90 1,07 0,005 27 16,30 6,54 2,88
2 6,10 1,14 0,02 28 17,13 7,07 3,29
3 6,30 1,2 0,04 29 18,03 7,66 3,76
4 6,51 1,30 0,055 30 18,99 8,31 4,39
5 6,74 1,39 0,074 31 20,03 9,03 4,83
6 6,97 1,49 0,10 32 21,16 9,82 5,51
7 7,22 1,59 0,128 33 22,39 10,69 6,32
8 7,47 1,70 0,16 34 23,72 11,67 7,22
9 7,74 1,82 0,20 35 25,18 12,75 8,35
10 8,02 1,94 0,24 36 26,77 13,97 9,41
11 8,32 2,08 0,30 37 28,51 15,32 10,90
12 8,63 2,22 0,35 38 30,43 16,85 12,75
13 8,96 2,38 0,42 39 32,53 18,56 14,71
14 9,31 2,55 0,48 40 34,87 20,50 17,22
15 9,67 2,73 0,57 41 37,45 22,70 19,75
16 10,06 2,92 0,67 42 40,33 25,21 22,50
17 10,47 3,13 0,76 43 43,54 28,06 26,25
18 10,90 3,36 0,88 44 47,13 31,34 30,40
19 11,36 3,61 1,03 45 51,17 35,11 36,00
20 11,85 3,88 1,12 46 55,73 39,48 41,70
21 12,37 4,17 1,35 47 60,91 44,54 49,30
22 12,92 4,48 1,55 48 66,80 50,46 59,25
23 13,51 4,82 1,74 49 73,55 57,41 71,45
24 14,14 5,20 1,97 50 81,31 65,60 85,75
25 14,80 5,60 2.25

DAYA DUKUNG VESIC


DAYA DUKUNG MEYERHOF
Meyerhof (1963) telah mengembangkan rumus-rumus
perhitungan kapasitas daya dukung dengan mempertimbangkan
faktor : kedalaman, bentuk dan kemiringan beban. Rumus daya
dukung secara umum dari Meyerhof adalah :
qu = c.Nc.Fcs.Fcd.Fci + .Df.Nq.Fqs.Fqd.Fqi + ..B.N.Fs.Fd.Fi
Dimana :
qu = daya dukung maksimum
c = kohesi tanah
B = lebar pondasi (= diameter untuk pondasi lingkaran )
= berat isi tanah
Df = kedalaman pondasi
Fcs, Fqs, Fs = faktor bentuk
Fcd, Fqd, Fd = faktor kedalaman
Fci, Fqi, Fi = faktor kemiringan beban
Nc; Nq; N = faktor daya dukung, sesuai Tabel 1.3 atau dengan
rumus faktor daya dukung diberikan oleh Meyerhof sebagai
berikut :
BEBAN EKSENTRIS PADA PONDASI

PE M B E B ANAN YANG T IDAK SE NT R IS PADA


PONDASI BIS A TERJADI APABIL A B EBAN
VE RT I KA L YA N G B E K E R JA M E M P U N YA I
E K S E N T R I S I TA S T E R H A DA P T I T I K P U S AT
P O N DA S I ATA U J I KA P O N DA S I M E N E R I M A
MO MEN SEL AIN BEBAN VERTIKAL. ADAPU N
DALAM PERHITUNGAN, MEYERHOF (1953)
ME N G G OLON G KAN PE N G AR UH E K SE N TR ISTAS
B E B AN TE R HADA P KAPA SITAS D UKUN G
P O N DA S I S E G I E M PAT M E N JA D I 3 ( T I G A )
B AG IAN , YAITU SE PE RTI G A M BA R 1 . 1 1 .
E K S E N T R I S I TA S S AT U A RA H ( G A M B A R 1.11A.)
E K SE NT R ISITAS DU A ARAH ( G A M BA R 1 .1 1 B . )
E K SE NT R ISITAS DU A ARAH YAN G
DISEDERHANAKAN (GAMBAR 1.11C.).

GAMBAR 1.11 . PE NGARU H E KSE NTRISITAS PADA


KA PA S I TAS D U KU NG P O NDAS I
S E G I E M PAT D E N G AN BEBAN VE RTIKAL
(MEYERHOF, 1953)
EKSENTRISITAS SATU ARAH

Pada Gambar 1.12 terlihat pengaruh eksentrisitas beban satu arah


pada pondasi segiempat terhadap distribusi tekanan tanah dan
dimensi efektif pondasi.

Gambar 1.12. Detail pengaruh eksentrisitas beban satu arah pada pondasi segi
empat
EKSENTRISITAS DUA ARAH
Keadaan sebuah pondasi yang mengalami beban batas maksimum
(Qult) dan sebuah momen (M) seperti pada Gambar 1.13a. dan
Gambar 1.13b. Sedangkan pondasi yang mengalami
pembebanan batas maksimum dan momen dua arah (Mx dan
My) seperti pada Gambar 1.13c. Ekivalen dari dua momen
tersebut membentuk dua eksentrisitas (x = eB = ex dan y = eL =
ey) seperti pada Gambar 1.13d.
PEMBEBANAN MIRING
kondisi pembebanan miring yang umumnya terjadi pada
perancangan pondasi,ditunjukkan pada gambar slide
selanjutnya

Gaya horizontal pada dasar fondasi ditahan oleh geseranantara


dasar fondasi dan tanah di sepanjang dasar fondasi dan
tekanan tanah pasifpada sisi lain fondasinya.Tahanan geser
pada dasar fondasi, dipilih nilai terkecil dariketiga gaya
perlawanan berikut ini:
(1)Adhesiantaratanahdandasarfondasi.
(2)Gesekanantaratanahdandasarpondasi.
3)Geseran horizontalantara tanahdengantanah di bawahdasar
fondasi, biladasar fondasinya sangat kasar

Gaya-gaya pada fondasi yangmenimbulkan arahbeban miring


(Teng1962)a)Tanah dasar pasir, b)Tanah dasar lempung
Meyerhof (1953) memperlihatkan pengaruh
pembebanan yang miring terhadapreduksi daya
dukung fondasi memanjang yang terletak ada
permukaan tanah kohesif (=0)
dantanahgranuler(c=0 dan (= 35') (Gambar 4)
Meyerhof menyarankan reduksi daya dukung
ultimit pondasi pada kedalaman.Df yang
mengalami pembebanan miring, seperti yang
diberikan dalam Gambar 5. Cara penggunaan
gambar tersebutadalah, pertama beban fondasi
dianggap vertikal dan daya dukung ditentukan
denganprosedur normal.Kemudian, daya dukung
terhitung dikalikan dengan faktor reduksi Ri.Daya
dukung fondasi memanjang dengan dasar
horizontal pada pembebanan yangmiring,
dinyatakan oleh persamaan:
b) dasar Pondasi
miring (Mayerhof 1953)
PONDASI DI LERENG
UNTUK TANAH PASIR
UNTUK TANAH LEMPUNG
TAHANAN FONDASI TERHADAP GAYA
ANGKAT KE ATAS
Fondasi menara (tower) sering menerima gaya angkat ke atas oleh
akibat gaya momen yang bekerja. Gaya angkat yang bekerja pada
fondasi ditahan oleh gesekan sepanjang tepi tanah yang terangkat
ditambah dengan berat fondasinya sendiri dan tanah. Pada waktu
fondasi akan terangkat, suatu prisma tanah terbawa oleh pelat
fondasi. Jika belum ada pengalaman mengenai hal ini, lebih baik
dipakai cara konvensional, yaitu dengan menganggap bentuk tanah
yang akan terbongkar, seperti diperlihatkan pada gambar 1 dan 1b.
Untuk kondisi ini tahanan fondasi tehadap gaya tarikan vertikal ke
atas dinyatakan oleh :
Tu = Wp + Wt + Fr
Dengan : Tu = Tahanan ultimit fondasi terhadap gaya tarik vertical ke atas
Wp = berat pelat fondasi
Wt = berat prisma tanah
Fr = tahanan gesek di sepanjang tanah yang tergeser
= 0,5 Df A Ko tg (untuk tanah granuler)
= cA (untuk tanah kohesif)
A = luas selimut prisma tanah yang tertarik ke atas.
Df = kedalaman fondasi.
Ko = koefisien tekanan tanah lateral saat diam
Jika tanah granuler terendam air, maka berat volume
tanah efektif harus digunakan dalam hitungan. Jika fondasi
terdiri dari beberapa fondasi yang mengalami gaya ke atas,
maka perlu diadakan uji beban ke arah atas. Balla (1961)
mengusulkan tahanan tarik fondasi, seperti yang
ditunjukkan pada gambar 3.21c. Tahanan tarik dianggap
berkembang pada bidang ab. Meyerhof dan Adam (1968),
mengusulkan hal yang sama seperti gambar 1c, hanya
fondasi ditinjau untuk kondisi fondasi dangkal dan dalam
yang terletak pada tanah kohesif maupun granuler.
Persamaan tahanan tarik ultimit fondasi dinyatakan oleh :
Dengan : Tu = tahanan tarik
ultimit
H = D L (m)
L = tebal timbunan (m)
sf = factor bentuk fondasi
Ku = Ko = 1 sin = koefisien
tekanan tanah lateral
W = berat pelat fondasi dan
tanah dei atasnya (kN)
Cara menggunakan table 1, misalnya tanah mempunyai =
20, maka H/B = 2,5 m = 0,05 dan sf = 1,12. Karena H =
2,5B maka kedalaman total fondasi dalam adalah D>2,5 B.
Jika ditentukan B = 1 m, maka untuk kategori fondasi dalam,
D dalam gambar 3.21c harus lebih besar 2,5 m.
Koefisien tekanan tanah Ku, secara pendekatan dapat
diambil dari salah satu persamaan ini (Bowles, 1996).

Nilai koefisien Ku ini digunakan untuk hitungan dengan


memperhatikan bentuk nyata bidang runtuhdan sudut
kemiringan dari tahanantanah pasif serta tahanan gesek
yang dihasilkan
DAYA DUKUNG PONDASI PADA TANAH
BERLAPIS
1. DUA LAPISAN LEMPUNG DENGAN SIFAT YANG BERBEDA
(a) Analisis Button

Button (1953) mengusulkan persamaan kapasitas dukung untuk fondasi yang


terletak pada tanah lempung yang terdiri dari dua lapis (Gambar 1a). Bidang
keruntuhan
dianggap berbentuk silender dan sudut gesek dalam tanah () dianggap nol. Button
(1953) fondasi terletak di permukaan tanah lempung dengan kohesi c 1 dan dibawah
tanah ini terletak lapisan dengan kohesi c 2 . Persamaan kapasitas dukung untuk
tanah
lempung berlapis dinyatakan oleh

q u = c 1 N c (1)

dengan c 1 = kohesi tanah lapis atas dan N c adalah faktor kapasitas dukung yang
diperoleh dari Gambar 1.b
(b) Analisis Vesic

Vesic (1970) menyarankan persamaan kapasitas dukung ultimit


untuk fomdasi
yang terletak ditanah lempung, yang tanahnya terdiri dari 2
lapis, yaitu lempung lunak
pada bagian atas dan lempung kaku pada bagian bawah
(Gambar 2) atau sebaliknya.
Gambar 1, Faktor kapasitas dukung untuk lempung berlapis
(Button,1953)
Persamaan kapasitas dukung ultimit, bila tanah yang diatas lebih
lunak daripada

yang dibawahnya dinyatakan oleh:

q u = c 1 N m + D f (2.a)

Kapasitas dukung ultimit neto:

q un = c 1 N m (2.b)

dengan
c 1 = kohesi lapisan lempung atas
N m = faktor kapasitas dukung (Gambar 2 atau Tabel )
D f = kedalaman fondasi
= berat volume tanah dilapisan atas.
Nilai-nilai N m relatif aman untuk fondasi yang sangat kaku dan haris dipakai
dengan hati-hati bila fodasinya fleksibel. Didasarkan hasil pengujian Brown dan
Meyerhof (1969), Vesic menyarankan faktor reduksi untuk c 1 pada Persamaan
(2) bila
lempung mempunyai sensitigitas kira-kira 2, yaitu c 1 digantikan dengan 0,75 c
1.
Kondisi kedua bila tanahnya terdiri dari lapisan lempung kaku di bagian atas dan
lempung lunak di bagian bawah, analisis harus memperhatikan keruntuhan
penetrasi
ditepi fondasi dan faktor kapasitas dukung N m dinyatakan oleh persamaan :
N m = 1/ + (c 2 /c 1 ) c N c (dengan N m c N c ) (3)
dengan
= indeks penetrasi = BL/LBH2
H = jarak permukaan lapisan lempung bawah dengan dasar fondasi
(lihat Gambar 2)
L,B = berturut turut adalah panjang dan lebar fondasi
c N c = N c = faktor kapasitas dukung yang memperhatikan koreksi bentuk
fondasi
c 1, c 2 = berturut turut kohesi pada lapiasan lempung atas dan bawah.
Nilai N m untuk kasus yang ke-2 ini harus tidak melebihi c N c
Untuk fondasi lingkaran dan bukur sangkar, = B/(4H) dengan
N c = 6,17. Untuk
fondasi yang memanjang, = B/(2H) dengan N c = 5,14
2. TANAH GRANULER DI ATAS TANAH LEMPUNG
Ditinjau sebuah fondasi dipermukaan tanah, yang tanahnya
terdi dari 2 lapis.
Lapisan tanah bagian atas berupa tanah granuler setebal H ( c
1 = 0, >0) dan lapisan tanah dibawahnya berupa
lempung jenuh ( c 2 > 0, = 0) dengan tebal tak
terhingga(Gambar 3.a)
(a) Analisis Tsheng (1957)

Tsheng (1957) mengusulakan persamaan-persamaan kapasitas dukung fondasi


yang terletak dipermukaan, untuk kondisi lapisan tanah yang terdiri dari 2 lapis,dengan
atanah permukaan berupa tanah granuler ( c = 0, >0) dan dibawahnya berupa
tanahlempung ( c u > 0, = 0) (Gambar 4). Persamaan kapasitas dukung fondasi
memanjang

dipeermukaan, pada kondisi jangka pendek atau kondisi tak terdrainasi, dinyatakan
oleh:

q u = c 1 N c ; untuk 0 < H/B < 1,5 (4.a)

q u = c 2 N c + 0,5 B 1 N ; untuk 1,5 < H/B < 3,5 (4.b)

q u = 0,5 B 1 N ; untuk H/B > 3,5 (4.c)

dengan :
q u = kapasitas dukung fondasi ultimit memanjang dipermukaan
c 2 = kohesi tak terdrainasi (undrained) lempung
N c , N = faktort kapasitas dukung dari Gambar 4
= berat volume tanah granuler
Dari persamaan-persamaan diatas , dapat disimpulkan jika
tebal lapisan tanah

granuler 3,5B, bidang runtuh yang terjadi hanya melewati


lapisan tanah granuler saja.
Sumber
Braja M. Das (1985)Principles of Geotechnical Engineering
Seventh Edition
Ir. Suyono Sosrodarsono (2005) Mekanika Tanah & Teknik
Pondasi Cetakan ke 8
Hardiyatmo, Hary Christady, Teknik Fondasi I, Edisi ke 2, PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2002
Jurnal Daya Dukung Pondasi Dangkal
Jurnal Modul Ajar Politeknik Negeri Malang jurusan Teknik Sipil

Anda mungkin juga menyukai