PERBEDAAN FITOFARMAKA
DENGAN OBAT TRADISIONAL
DAN OBAT SINTETIS
PERBEDAAN FITOFARMAKA DAN
OBAT TRADISIONAL
Obat Tradisional (jamu)
- digunakan dalam upaya perawatan sendiri
- khasiat berdasarkan pengalaman (empiris,
turun-temurun)
- tujuan penggunaan untuk maksud
promotif/memelihara kesehatan (jamu
habis bulan), preventif/pencegahan
(temulawak untuk antioksidan)
- indikasi dan parameter pengujian tidak
jelas (cth : datang bulan, cabe puyang, jamu
bersalin)
- Bahan baku belum terstandarisasi
PERBEDAAN FITOFARMAKA DAN
OBAT TRADISIONAL
Fitofarmaka
- Digunakan dalam upaya pelayanan
kesehatan formal
- Khasiat berdasarkan penelitian ilmiah (uji
farmakologi, uji toksisitas, uji klinis)
- Tujuan pengobatan untuk
kuratif/pengobatan penyakit (anti
hipertensi, diabetes)
- parameter pengujian jelas.
- Bahan baku telah terstandarisasi
PERBEDAAN FITOFARMAKA DAN
OBAT SINTETIS
Obat sintetis/kimiawi
1. Kandungan senyawa kimianya merupakan
satu atau beberapa senyawa kimia yang
dimurnikan atau sintetik.
2. Zat aktifnya jelas.
3. Efek samping relatif lebih besar
dibandingkan dengan fitofarmaka.
4. Lebih diutamakan untuk penyakit-
penyakit yang sifatnya akut (butuh
pertolongan segera) seperti asma, diare,
patah tulang, infeksi dll
PERBEDAAN FITOFARMAKA DAN
OBAT SINTETIS
Obat sintetis/kimiawi
lebih banyak digunakan untuk tujuan
kuratif
5.Reaksi cepat, namun sering bersifat
destruktif artinya melemahkan organ
tubuh lain, terutama jika dipakai terus-
menerus dalam jangka waktu lama.
6. Kendali mutu relatif lebih mudah.
PERBEDAAN FITOFARMAKA DAN
OBAT SINTETIS
Fitofarmaka
1. Merupakan ekstrak bahan sehingga
terdiri atas berbagai senyawa kimia.
2. Efek samping relatif kecil. Senyawa-
senyawa di dalamnya memiliki side
effect eliminating system, sistem yang
bisa mengurangi atau mengeleminisasi
efek komponen lain
3. Pengobatan bersifat preventif dan
promotif karena efek yang diinginkan
diperoleh dalam pemakaian jangka lama.
PERBEDAAN FITOFARMAKA DAN
OBAT SINTETIS
Fitofarmaka
4. Lebih diutamakan untuk mencegah
penyakit, pemulihan penyakit-penyakit
komplikasi menahun, serta jenis
penyakit yang memerlukan pengobatan
lama.
5. Reaksi lambat tetapi bersifat konstruktif
atau memperbaiki dan membangun
kembali organ-organ yang rusak.
6. Efek samping hampir tidak ada, asalkan
sesuai dosis dan cara pemakaiannya.
PERBEDAAN FITOFARMAKA DAN
OBAT SINTETIS
Fitofarmaka
efek farmakologis yang lemah dan
lambat disebabkan karena kadar bahan
aktif yang rendah serta kompleksnya
zat-zat yang terkandung dalam bahan
obat.
6. Efek samping hampir tidak ada, asalkan
sesuai dosis dan cara pemakaiannya.
7. Kendali mutu sangat sulit.
PENERAPAN FITOTERAPI DAN OBAT
TRADISIONAL YANG TEPAT DAN RASIONAL
Upaya Pemerintah
Penerapan peraturan tentang pembatasan
jumlah simplisia penyusun jamu
Uji klinik
Adalah uji yang dilakukan pada manusia,
setelah pengujian pada hewan (pra-klinik).
Uji klinik baru dapat dilakukan jika syarat
keamanan diperoleh dari pengujian
toksisitas pada hewan serta syarat mutu
sediaan memungkinkan untuk pemakaian
pada manusia.
Pengujian klinik pada manusia terbagi
dalam beberapa fase yaitu :
Fase I :
Dilakukan pada sukarelawan sehat untuk
melihat apakah efek farmakologi, sifat
farmakokinetik yang diamati pada hewan
juga terlihat pada manusia.
dilakukan untuk menguji keamanan dan
tolerabilitas obat tradisional
Hal yang diamati :
-hubungan dosis dengan efek yang
ditimbulkan dan
-profil farmakokinetik obat pada manusia.
Fase II :
Dilakukan pada kelompok pasien secara
terbatas (100-200 pasien).
Tujuan : melihat kemungkinan
penyembuhan dan pencegahan penyakit.
Rancangan penelitian masih dilakukan
tanpa kelompok pembanding (kontrol),
sehingga belum ada kepastian bukti manfaat
terapetik.
Fase II awal : tanpa pembanding
Fase II akhir : dengan pembanding
Fase III :
Merupakan uji klinik defenitif
Dilakukan pada pasien dengan rancangan uji
klinik yang memadai, memakai kontrol
sehingga didapat kepastian ada tidaknya
manfaat terapetik.
Fase IV :
Pemantauan pasca pemasaran (surveilan
post marketing) untuk melihat
kemungkinan terjadinya efek samping yang
tidak teramati pada waktu pengujian pra
klinik atau klinik fase 1 , 2 , 3 (efek yang
jarang atau lambat timbulnya)
THALIDOMIDE
Peraturan mengenai uji keamanan dan khasiat obat
tradisional berbeda-beda di berbagai negara tetapi
peraturan tersebut tidak berbeda secara
fundamental dari pedoman yang digunakan pada uji
pharmaceutical.
Tidak adanya uji toksikologi menjadi isu
kontroversial utama mengenai uji tanaman obat.
WHO dan FDA adalah lembaga yang menganjurkan
penggunaan sejarah/ turun temurun sebagai
data keamanan yang memadai.
Di Indonesia, pelaksanaan uji praklinik dan klinik OT
berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan RI
No. 56/Menkes/SK/I/2000 tentang Pedoman
Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional.
Uji praklinik terdiri atas uji toksikologi dan
farmakodinamik.
Uji toksikologi untuk menilai keamanan
obat tradisional yang diuji dan menetapkan
spektrum efek toksik;
Uji farmakodinamik untuk membuktikan khasiat
dan menelusuri mekanisme efek dari obat
tradisional-uji tersebut.
Untuk obat tradisional yang sudah lama beredar
luas di masyarakat dan tidak menunjukkan efek
samping yang merugikan, setelah mengalami uji
preklinik dapat langsung dilakukan uji klinik dengan
pembanding.
CARA PENGUJIAN
Jika dosis sebanyak 2 kapsul dikonversikan
ke dosis hewan uji berupa tikus dengan berat
200 g, maka:
dosis = (70 kg)/(60 kg) 715mg 0,018
=15,015 mg/200g tikus. = 0,075 mg/gBB
tikus.
Jika diketahui berat tikus adalah 210 g,
maka dosisnya menjadi:
(0,075 mg)g 210g = 15,75 mg
kapsul = (15,75 mg)/(357,5 mg) 1kapsul =
0,044 kapsul
FITOFARMAKA DI INDONESIA