adalah sarana untuk mencapai tujuan. Jadi sebelum berbicara tentang metode dalam studi Perjanjian Lama kita harus berbicara tentang tujuan-tujuannya. Banyak bahkan, kebanyakan, orang mempelajari Alkitab dengan tujuan- tujuan religius dalam benak mereka. Mereka ingin tahu lebih banyak tentang Alkitb, karena mereka percaya itu akan memperdalam iman mereka, menyampaikan kehendak Tuhan bagi mereka dan seterusnya. Namun studi Alkitab dalam PL itu sendiri tidak akan memncapai tujuan-tujuan itu, meskipun rasanya agak mengherankan apabila studi itu sendiri tidak memberikan banyak manfaat rohani. Studi ilmiah Alkitab telah dan harus menjadi satu kegiatan yang dalam sehingga setiap orang dengan atau tanpa, keyakinan apapun, dapat terlibat dan dapat bekerja sama. Tujuan jangka pendek studi Alkitab PL haruslah memiliki tujuan yang memungkinkan, tetapi tidak menuntut praduga-praduga religiuis. Bagi banyak orang, tujuan jangka pendeknya mungkin hanyala sebuah tahapan antara dalam perjalanan menuju tujuan religius, akhir tetapi bagi orang lain mungkin tujuan itu sendiri sudah cukup. Apabila sampai merumusknnya pemahaman itu baik terhadap sebagian maupun keseluruhan Perjanjian lama, menyebut perumusan atau penulisan itu sebagai itu sebagai penfsiran. Untuk dapat memahami dengan baik dan benar perlu menuliskannya dalam kata-kata,. paling tidak dalam benak seseorang mungkin dapat mengatakan bahwa "penafsiran" haruslah menjadi tujuan utama dari study Perjanjian Lama. Namun demikian saya lebih suka mengatakan "memahami", karena hal itu mengarahkan perhatian kita pada proses=proses pemahaman ketimbang "penafsiran" yang mengarahkan perhatian pada kristalisasi penafsiran tersebut. Sebuah istilah lain, yang sering dijumpai dalam studi-studi biblika, perlu diperkenalkan pada bagian ini, yakni eksegese. "Eksegese" tidak lain dari penafsiran, tetapi istilah ini, biasanya dipakai khusus untuk penafsiran yang menjelaskan frasa demi frasa atau ayat demi ayat dari satu bagian Alkitab yang lebih panjang. Untuk membicarakan metode-metode tradisional dalam keilmuan biblika dan kemudian tiga metode lainnya yang lebih dikenal akrab oleh para mahasiswa bidang sastra lainnya. Semua metode yang dibahas dalam bab ini tidklah sama sekali berbeda dengan metode-metode lainnya. Sebagian mempunyai prosedur yang cukup jelas, sementara yang lainnya lebih merupakan pendekatan atau sikap terhadap teks. Tak ada urutan yang telah ditetapkan sebelumnya agar metode-metode ini dapat diterapkan dengan hasil yang sebaik-baiknya. Begitu pula hal ini tidak dapat meramalkan, metode mana yang akan memberikan hasil yang terbaik. Seringkali malah orang tidak sadar bahwa ia menggunakan sebuah metode tertentu. 1. Metode Tradisional Dalam Ke Ilmuan Biblika a. Eksegese gramatika-historis.
Hal ini sebenarnya bukanlah sebuah metode,
melainkan lebih merupakan sebuah cara hidup bagi kebanyakan ahli Alkitab. Istilah ini mengacu pada usaha untuk menafsirkan bagian manapun sesuai dengan makna kata- katanya yang alamiah (gramatika) dan sesuai dengan kemungkinan maksud si pengarang pada zamannya (historis). Sebagai sebuah metode, ia pertama-tama berfungsi sebagai peringatan terhadap penafsiran-penafsiran yang sembarang atau yang dibuat-buat, seperti yang sering (namun tidak selalu dijumpai pada penafsiran para Reformasi. Dengan demikian sementara sebuah penafsir studi Perjanjian Lama yang alegoris sering menjumpai dalam nama Yerusalem sebuah acuan terselubung pada jiwa orang Kristen Meskipun muncul masalah demikian pendekatan gramatika-historis diterima secara universal, terutama karna metode ini memberikan sebuah kriterium untuk menilai antara tafsiran-tafsiran yang bersaingan. Keraguan ini muncul sebagai karena para pengarang (khususnya) penyair tidak selalu memaksudkan sebuah makna semata-mata dan sebagian lagi penerapan ulang dari kata-kata seorang nabi ( dalam nubuatannya terhadap situasi-situasi di kemudian hari sebuah proses yang sudah berlengsung pada periode Perjanjian lama dan lebih diperjelas ketika masuk dan tampak dalam Perjanjian Baru. b. Kritik Teks
Eksegese gramatika-historis menafsirkan teks;
tetapi apakah teks ini? Jelas tidak mempunyai naskah-naskah asli dari kitab manapun dalam Alkitab. Naskah-naskah Ibrani tertua berasal dari abad ke 2 sM, tetapi kebanyakan fragmentaris (terpotong-potong). Alkitab Ibrani lengkap dan yang dapat ditentukan tertua usianya berasal dari abad ke 11 M. Sementara semua bukti menunjukkan bahwa secara keseluruhan teks-teks asli tulisan-tulisan Alkitab itu telah disalin dengan setia selama berabad-abad, namun dalam penulisan kata- katanya yang sendiri ada ribuan variasinya. Misalnya dalam kitab Ayub atau Amos; tetapi ada kemungkinan untuk merenkontrusinya sebuah teks yang lebih baik (artinya kemungkinan besar mengikuti yang asli) ketimbang bertahan dalam naskah apapun yang tertinggal. Disiplin ilmu yang berusaha mencari di balik naskah-naskah Abad pertengahan itu pengungkapan kata yang tepat dari kitab-kitab dalam Alkitab dikenal sebagai kritik teks. Dalam banyak seginya ini adalah sebuah disiplin yang sangat ketat obyektif, yang menguraikan aturan- aturan lengkap untuk mengevaluasi sebuah [potongan apapun dari kenyataan tekstual. Namun dari sudut pandangan lain, ini adalah sebuah bentuk penafsiran, karena hakim terakhir bagi evaluasi terhadap potongan kenyataan tekstual manapun adalah penilaian si ahli (atau para ahli). c. Kritik Redaksi
Redaktur adalah istilah dalam study-study Alkitab untuk
yang di tempat lain disebut "penyunting" Istilah ini berasal dari tahapan dalam kritik biblika ketika para pengarang kitab-kitab (misalnya Kitab-Kitab Injil) pada hakikatnya dianggap sebagai pengumpul atau penyuntung sumber- sumber dan bukan pengarang kitab-kitab dalam Alkitab semakin dipandang lebih dari sekedar penyunting, istilah yang agak menyesatkan "kritik redaksi" masih diterapkan untuk penelitian tentang sudut pandangan, atau maksud yang khas dari si pengarang yang diungkapkan dalam bentuk dan penyusunan karyanbya, isinya, prinsip pemilihan dan penolakan bahan, maupun dalam pernyataan-pernyataan yang jelas dari si pengarang. Salah satu contoh tentang di mana kritik "redaksi" atu "tendensi" dapat diterapkan dengan hasil yang baik adalah karya sejarah yang membentang dari Yosua sampai dengan II Raja-raja, yang dikenal sebagai "Sejarah Deuteronomitstis", karena gaya dan pandangan si pengarang banyak persamaannya dengan Kitab Ulangan. Seorang pembaca catatan sejarah ini yang teliti tidak akan membayangkan bahwa ini hanyalah sekedar sebuah catatan masa lampau melainkan akan menemukan di dalamnya petunjuk-petunjuk terhadap niat, maksud atau kecenderungan si pengarang. Kritik Redaksi dalam pengertiannya yang paling sempit adalah study tentang bagaimana si pengarang menggunakan sumber-sumbernya. Dalam hal Sejarah Deuteronomistis, sumber- sumbernya kebanyakan hipotesis, meskipun sama sekali masuk akal apabila menduga bahwa bagian-bagian dari kumpulan cerita, entah tertulis maupun lisan, tentang para nabi. Apabila sumber- sumbernya dapat direkomendasikan dengan pasti dan bila penysunan oleh si pengarang-nya sendiri. Betapapun memahaminya, kritik redaksi adalah bagian dari pendekatan gramatika-historis, dan bukanlah benar-benar sebuah metode yang dapat ditempatkan sejajar denganntya. Namun perhatiannya lebih pada makna tulisan secara keseluruhan kentimbang pada bagian-bagian kecil yang menjadi perhatian eksesgese. Kemenonjolannya dalam dekade-dekade belakangan ini lebih besar kentimbang pada rincian ayat demi ayat, namun bagian-bagian yang besar dan kecil itu toh harus dipelajari secara seimbang dan hati-hati. Kritik Teks Alkitab
Kritik teks adalah salah satu
metode penafsiran Alkitab yang mempelajari teks yang ada secara terperinci untuk memahami makna yang terkandung di dalamnya. Ketika seseorang mencoba mempelajari suatu teks Alkitab dari beberapa terjemahan yang berbeda, tidak jarang ia menemukan bagian yang berbeda antara dua terjemahan. Hal ini dapat terjadi karena beberapa macam hal, antara lain:[1] 1. Perbedaan sumber asal. 2. Perbedaan interpretasi pada saat menerjemahkan. 3. Kesalahan yang tidak disengaja pada saat menerjemahkan atau menyalin ulang sebuah teks. Pertanyaan: Apakah kritik teks itu?
Jawaban: Secara sederhana, kritik teks adalah
metode untuk menetapkan makna naskah asli Alkitab. Naskah asli Alkitab kemungkinan hilang, disembunyikan, atau sudah tidak berbentuk lagi. Apa yang kita ketahui ialah bahwa ada puluhan ribu salinan dari naskah asli yang tertanggal sejak abad pertama sampai dengan abad ke-15 (untuk Perjanjian Baru) dan tertanggal sejak abad ke-4 S.M. sampai dengan abad ke-15 (untuk Perjanjian Lama). Di dalam berbagai naskah ini, adapun perbedaan yang kecil dan besar. Kritik teks mempelajari para naskah ini demi menemukan pesan yang disampaikan oleh naskah aslinya. Ada tiga metode umum dalam mengkritik teks. Yang pertama adalah Textus Receptus. Textus Receptus adalah naskah Alkitab yang dihimpun oleh seorang bernama Erasmus pada tahun 1500an. Ia menyusun naskah yang tersedia dan susunannya dikenal sebagai Textus Receptus. Metode kedua dikenal sebagai Teks Mayoritas. Teks Mayoritas mengambil semua naskah yang tersedia, membandingkan perbedaannya, dan memilih tafsiran yang paling sering muncul. Sebagai contoh, jika 748 naskah menulis "ia berkata" dan 1429 naskah menulis "mereka berkata," maka Teks Mayoritas akan memilih "mereka berkata" sebagai ungkapan yang paling besar kemungkinannya sesuai dengan naskah aslinya. Pada jaman ini tidak ada terjemahan Alkitab yang berdasar pada metode Teks Mayoritas. Metode ketiga dikenal sebagai metode kritis atau metode beragam. Metode beragam ini mempertimbangkan bukti eksternal dan internal dalam menduga pesan naskah aslinya. Bukti eksternal memaksa kita bertanya: di dalam beberapa naskah pembacaan ini ditemukan? dari periode apakah penanggalan naskah ini? di belahan dunia manakah naskah ini ditemukan? Bukti internal menimbulkan pertanyaan: apa yang menyebabkan perbedaan penulisan ini? pembacaan naskah yang manakah yang dapat menjelaskan asal usul perbedaan penulisan tersebut? Metode manakah yang paling akurat? Disinilah perdebatan dimulai. Ketika semua metode dijelaskan, pada umumnya seseorang memilih Teks Mayoritas sebagai metode andalannya. Dalam kata lain Teks Mayoritas ini secara hakekatnya adalah metode "demokratis" atau "kebenaran mayoritas." Akan tetapi, kita harus mempertimbangkan naskah menurut asal usul kawasannya. Pada beberapa abad pertama gereja, sebagian besar orang Kristen menggunakan bahasa Yunani. Akan tetapi, dimulai dari abad ke- 4, Latin menjadi bahasa yang paling umum digunakan, terutama di dalam gereja. Dimulainya dengan Terjemahan Latin Vulgate, Perjanjian Baru mulai disalinkan dalam bahasa Latin, bukan lagi Yunani. Akan tetapi di belahan dunia timur, orang Kristen menggunakan bahasa Yunani di dalam gereja selama lebih dari 1,000 tahun. Sebagai akibat, sebagian besar naskah Yunani berasal dari daerah timur / kawasan Bizantium. Naskah Bizantium ini sangat mirip satu sama lain. Semuanya kemungkinan besar berasal dari naskah Yunani yang sama. Walaupun sangat serupa, naskah Bizantium memiliki beberapa perbedaan dengan naskah yang ditemui dari belahan dunia tengah dan barat. Seperti apakah metode kritis / beragam dalam penerapannya? Jika Anda membandingkan Yohanes 5:1-9 dari beberapa versi terjemahan, Anda akan menemukan bahwa ayat 4 tidak dapat ditemui dalam Teks Kritis. Di dalam Textus Receptus, Yohanes 5:4 berbunyi, "Sebab sewaktu-waktu turun malaikat Tuhan ke kolam itu dan menggoncangkan air itu; barangsiapa yang terdahulu masuk ke dalamnya sesudah goncangan air itu, menjadi sembuh, apapun juga penyakitnya." Tanpa menghiraukan preferensi metode kritik teks Anda, inilah isu yang selayaknya dibicarakan dengan hormat, dengan ramah, dan dengan kemurahan. Orang Kristen dapat tidak setuju dalam hal ini. Kita dapat memperdebatkan metode, tetapi tidak boleh menyerang motivasi dan kepribadian mereka yang tidak setuju. Kita semua memiliki tujuan yang sama - menemukan makna pesan Alkitab yang asli. Ada mereka yang mempunyai metode lain untuk mencapai tujuan tersebut.