Istilah eksegese berarti ‘membawa keluar’ atau mengeluarkan. Apabila dikenakan pada tulisan,
maka kata tersebut berarti membaca atau menggali arti tulisan-tulisan tersebut.
Beberapa faktor kerumitan proses penafsiran Kitab suci:
1. Sudut pandang ketiga
2. Persoalan bahasa asli.
3. Kesenjangan budaya.
4. Kesenjangan sejarah.
5. Adakalanya teks-teks Kitab Suci merupakan produk atau hasil perkembangan historis dan
kolektif.
6. Ada banyak varian teks dari dokumen yang sama.
Yang positif, sudah ada banyak penelitian dan penafsiran yang telah berlangsung berabad-abad
lamanya tentang studi Kitab Suci. Yang negatif, studi Kitab Suci tersebut malah bisa
membentengi Kitab Suci dengan pelbagai tradisi dan penafsiran tradisional. Penafsir sering
tergoda untuk membaca teks dalam terang tradisi, tanpa penilaian kritis apapun atas tradisi itu
atau tanpa pernah membiarakan teks berbicara sesuai dengan maksudnya sendiri.
Tujuan eksegese adalah untuk memperoleh pemahaman yang tepat dan memadai atas sebuah
teks. Tapi, hal ini tidak berarti bahwa seorang penafsir berusaha untuk menentukan satu-satunya
arti dari teks tersebut. Sebab, teks Kitab Suci itu sendiri memiliki beragam aspek, dan pelbagai
pendekatan eksegese yang berlainan pun bisa dipakai untuk meneliti, menafsirkan, dan
memeroleh pengertian yang tepat dari aspek-aspek Kitab Suci tersebut.
Setiap pendekatan yang ada dipandang sebagai satu jenis kritik. Istilah ini mau menyatakan
adanya proses pemikiran dan pertimbangan sebelum penafsiran final atas sebuah teks diambil.
Persoalan: ada banyak varian teks dalam beberapa terjemahan yang ada. Misalnya, dalam
beberapa terjemahan, pada Kej 10:5, ditambahakan kata ‘inilah anak-anak Yafet. Sementara,
Kitab Suci bahasa Ibrani sama sekali tidak memuat kata tersebut. Tambahan tersebut sebenarnya
didasarkan pada anggapan bahwa pernyataan itu, dengan menarik kesamaannya dengan ayat 20
dan 32, telah hilang dari teks.
Adanya varian teks2 Kitab Suci, terutama teks2 kuno, seringkali disebakan oleh ‘kerusakan’ teks
itu sendiri. Secara umum, ada dua macam kerusakan yang dapat terjadi:
1. Kerusakan yang tidak disengaja, mencakup kesalahan2 yang dibuat para penyalin, baik
karena salah mendengar teks ataupun karena salah membaca teks.
2. Kerusakan yang disengaja. Hal ini terjadi karena beberapa sebab. Pertama, penyalin bisa
dipaksa untuk memperbaiki ejaan atau tata bahasa dari sebuah naskah yang disalinnya,
tanpa mempersoalkan apakah perbaikkannya tepat atau tidak. Kedua, penyalin dapat
juga memutuskan untuk menyusun ulang susunan kata-kata, kalimat-kalimat, atau bahkan
alinea-alinea, dan sesekali menambahkan sesuatu jika dirasakan ada kebutuhan untuk itu,
untuk menghasilkan uraian yang lebih terpadu dan dengan urutan yang logis. Ketiga,
para penyalin juga bisa mengubah teks dengan sengaja karena pertimbanagn teologis atau
doktrinal, dibuat sejalan dengan posisi yang lebih ortodoks.
Pada hakekatnya, kritik teks bertujuan untuk: (a) menentukan proses penerusan teks dan
timbulnya bentuk2 varian teks yang beragam, (b) menentukan susunan kata yang asli, jika dinilai
mungkin, dan (b) menentukan bentuk dan susunan kata yang terbaik dari teks.
Tolak ukur untuk menilai beragam varian yang ada bisa diperoleh dengan cara ‘bekerja mundur,’
dari varian2 ke bentuk teks yang asli. Salah satu dari sekian aksioma yang mendasar yang
dipakai dalam kritik teks adalah: ‘bacaan yang lebih sukar, itulah yang dipilih.’ Sebab, penyalin
condong untuk memudahkan kesulitan ketimbang menciptakannya. Ketentuan yang lain adalah:
‘bacaan yang lebih pendek, itulah yang dipilih.’ Sebab, para penyalin cenderung bersikap
ekspansionis (membuat tambahan terhadap teks) daripada reduksionis (mengurangi teks). Tolak
ukur ini merupakan pertimbangan-pertimbangan yang diambil dari dalam teks (bukti internal).
Sementara itu, ada juga pertimbangan-pertimbangan yang diambil dari luar teks (bukti
eksternal). Bukti eksternal ini mencakup soal-soal sekitar waktu penulisan dan sifat-sifat naskah
salinan sebagai saksi, penyebaran secara geografis dari teks2 tersebut, dan asal-usul rumpun teks
yang beragam.
Disini, jenis-jenis penyebaran yang dipakai juga sering menyangkut kronologi. Jika
terdapat suatu varian bacaan, pertanyaan pertama yang harus dimunculkan adalah: kapankah
varian ini masuk ke dalam tradisi naskah penulisan? Apakah varian itu asli atau tidak? Jika tidak,
apakah itu perubahan kemudian atau lebih awal?
Ada beberapa prosedur yang dapat diikuti bagi kita yang baru mulai belajar dalam
menghadapi masalah-masalah kritik teks.
Pertama, teks-teks dan catatan-catatan kaki di dalam suatu terjemahan modern, harus diperiksa.
Kedua, kita harus memahami jenis dan sifat permasalahan yang dihadapi.
Ketiga, dalam melakukan langkah-langkah tadi, kita harus juga memperhatikan sebuah buku
komentar kritis atas bagian kitab suci yang tengah diteliti.
Keempat, mendaftar semua varian yang ada.
Kelima, menerapkan tolah ukur internal dan eksternal.