Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan Pendidikan Nasional yang tertuang dalam undang-undang


Sistem Pendidikan Nasional bab I pasal 3 adalah mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. 
Searah dengan tujuan tersebut di atas maka seluruh sekolah di
Indonesia melaksanakan kegiatan pembelajaran mengarah pada tujuan tersebut
di atas. Hal tersebut terangkum dalam Visi dan Misi dari setiap sekolah yang
walaupun dalam penggunaannya bahasanya berbeda akan tetapi memiliki
tujuan yang sama yaitu tercapainya tujuan pendidikan nasional seperti
tersebut di atas.
Termasuk di dalamnya SMALB Negeri Pembina Kupang. Visi
sekolah ini adalah terwujudnya pelayanan optimal bagi anak berkebutuhan
khusus sehingga dapat mandiri, berperan serta dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, berwawasan luas terhadap
lingkungan serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya visi
tersebut dijabarkan dalam misi yang meliputi: meningkatkan ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa serta memupuk toleransi antar umat beragama;
menghasilkan lulusan yang berbudi pakerti luhur dan mulia, mandiri, berkarya
dan bertanggung jawab; memberi kesempatan kepada semua anak
berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan secara segregasi dan
terpadu menuju inklusif

1
Dalam upaya pencapaian visi dan misi tersebut di atas yang bermuara
pada pencapaian tujuan pendidikan nasional maka Sekolah Luar Biasa Negeri
Pembina Kupang merangcang, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan
pembelajaran sesuai dengan kalender pendidikan di tiap daerah. Kegiatan
pembelajaran yang dilakukan mengarah pada mata pelajaran yang telah
ditetapkan secara nasional bagi tiap jenjang pendidikan.
Salah satu pelajaran bagi anak tunagrahita adalah pelajaran bina
diri. Bina diri adalah adalah usaha untuk membangun diri individu baik
sebagai individu maupun makhluk sosial melalui pendidikan di keluarga,
sekolah dan di masyarakat sehingga terwujudnya kemandirian dengan
keterlibatannya dalam kehidupan sehari-hari secara memadai.
Bila ditelaah lebih lanjut istilah bina diri lebih luas jika
dibandingkan dengan istilah yang telah dikenal sebelumnya yaitu mengurus
diri, menolong diri, memelihara diri. Bina diri tidak hanya sekedar
memelihara/ membantu/ mengurus diri, tetapi lebih dari itu karena
kemampuan bina diri akan mengantarkan anak tunagrahita untuk
menyesuaikan diri dan mencapai kemandirian sesuai dengan kemampuannya.
Minat adalah variabel penting yang berpengaruh terhadap tercapainya
prestasi atau cita-cita yang diharapkan dalam pembelajaran. Termasuk di
dalamnya adalah minat terhadap pelajaran bina diri. Hal tersebut seperti yang
dikemukakan oleh Efendi (1995) bahwa belajar dengan minat akan lebih baik
daripada belajar tanpa minat. Minat juga berarti kecenderungan hati yang
tinggi terhadap sesuatu, gairah dan keinginan yang kuat.
Rendahnya minat belajar siswa kelas X Tunagrahita di SMALB
Negeri Pembina Kupang terhadap mata pelajaran Bina Diri selama ini
menandakan bahwa mata pelajaran Bina Diri kurang diminati. Hal ini terlihat
apabila setiap kali pelajaran Bina Diri maka dari jumlah siswa 5 orang yang
terdiri dari 2 siswa laki-laki dan 3 siswa perempuan, hanya 3 siswa yang
terlibat sedangkan 2 siswa lainnya lebih memilih diam dan tidak ada minat
untuk mengikuti pelajaran walaupun berada di dalam kelas. Dari ketiga siswa
yang terlibatpun tingkat partisipasinya tidak benar-benar 100%. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa setiap kali pembelajaran bina diri dilaksanakan
maka tingkat partisipasi siswa di bawah 50 % (tidak tuntas).

2
Dari kenyataan tersebut dapat diduga penyebab mengapa minat belajar
siswa rendah adalah sebagai berikut: Pelajaran Bina Diri berada pada jam
terakhir, kurangnya variasi metode dari guru dalam pembelajaran dan
kurangnya pendampingan orang tua terhadap siswa agar menerapkan apa
yang telah didapatkan dari sekolah di rumah.
Upaya yang diperkirakan dapat meningkatkan minat siswa dalam
meningkatkan minat siswa pada pelajaran bina diri adalah dengan
menggunakan media permainan ular tangga dalam pembelajaran. Santrok
mengatakan permainan adalah kegiatan yang menyenangkan yang
dilaksanakan untuk kepentingan kegiatan itu sendiri. Menurutnya, permainan
memungkinkan anak energi fisik yang berlebihan dan membebaskan perasaan-
perasaan yang terpendam. Dengan bermain perasaan anak akan menjadi
bahagia sehingga mengalami kenyamanan dalam melakukan serangkaian
kegiatan pembelajaran. Peran guru di sini adalah sebagai motivator, artinya
guru sebagai pemandu agar siswa belajar secara aktif, kreatif dan
menyenagkan dirinya
Berdasarkan gambaran di atas, maka penulis tertarik untuk
malaksanakan penelitian dengan judul: “Efektivitas Pembelajaran Bina Diri
Melalui Media Permainan Ular Tangga Dalam Upaya Meningkatkan
Minat Belajar Siswa”
B. Rumusan Masalah
1. Rumusan Masalah Umum
Dari latar belakang di atas, secara umum masalah penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah penggunaan media permainan
ular tangga dalam pembelajaran dapat meningkatkan minat belajar siswa?”
2. Rumusan Masalah Khusus
Secara khusus permasalahan dalam penelitian ini dapat dijabarkan
sebagai berikut: ”Apakah penggunaan media permainan ular tangga dalam
pembelajaran dapat meningkatkan minat belajar siswa membuat minuman
panas (teh) dalam pembelajaran bina diri?”

3
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui
apakah penggunaan media permainan ular tangga dalam pembelajaran
dapat meningkatkan minat belajar siswa
2. Tujuan Khusus
Secara khusus tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah
penggunaan media permainan ular tangga dalam pembelajaran dapat
meningkatkan minat belajar siswa membuat minuman panas (teh) dalam
pembelajaran bina diri
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan masalah penelitian dan tujuan penelitian yang
dikemukakan di atas, hasil penelitian diharapkan mempunyai manfaat sebagai
berikut:
1. Bagi sekolah hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah informasi
tentang ular tangga sebagai media pembelajaran khususnya dalam
pelajaran bina diri
2. Bagi guru hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif dalam
pembelajaran bina diri pada siswa kela X Tunagrahita SMALB Negeri
Pembina Kupang
3. Bagi siswa hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan minat
siswa dalam pembelajaran bina diri
4. Bagi peneliti hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui minat
siswa dalam pembelajaran bina diri dengan menggunakan media
permainan ular tangga, serta menambah wawasan dalam penggunaan
media permainan dalam pembelajaran.

4
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kerangka Konseptual
1. Media Pembelajaran

1.1. Pengertian Media Pembelajaran

Media Pembelajaran adalah media yang digunakan dalam


pembelajaran, yaitu meliputi alat bantu guru dalam mengajar serta sarana
pembawa pesan dari sumber belajar ke penerima pesan belajar (siswa).
sebagai penyaji dan penyalur pesan, media belajar dalam hal-hal tertentu
bisa mewakili guru menyajikan informasi belajar kepada siswa.
a. Macam-macam media
1. Media diam yang diproyeksikan misalnya: proyeksi (tak tembus
pandang), proyeksi opaque, proyeksi, overheads, slides, film strips
2. Visual yang tak terproyeksi misalnya: gambar, foto, poster, grafik,
diagram dan papan info
3. Audio misalnya: rekaman, kaset
4. Penyajian multimedia misalnya: slide plus suara dan multi image
5. Visual dinamis yang diproyeksi misalnya: film, televisi, video
6. Cetak misalnya: buku, majalah ilmiah, modul
7. Permainan misalnya: teka-teki, simulasi, permainan papan
8. Realia misalnya: model, specimen (contoh), manipulatif (boneka,
peta)
b. Fungsi media pembelajaran sebagai sumber belajar
Levie dan Lentz (1982) mengemukakan empat fungsi media
pembelajaran yaitu:
1. Fungsi atensi yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa
untuk berkonsentrasi pada isi pelajaran yang berkaitan dengan
makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks isi pelajaran

5
2. Fungsi afektif yaitu media pembelajaran dapat terlihat dari tingkat
kenikmatan siswa ketika belajar teks yang bergambar. Gambar dan
lambang dapat menggugah emosi dan sikap siswa
3. Fungsi afektif yaitu media dapat terlihat dari temuan-temuan
peneliti yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar
memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat
informasi atau pesan yang tersimpan dalam gambar
4. Fungsi kompensatoris yaitu media pembelajaran terlihat dari hasil
penelitian bahwa audio visual yang memberikan konteks untuk
memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca
untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya
kembali. Dengaan kata lain, media pembelajaran berfungsi untuk
mengakomodasi siswa yang lemah dan lambat untuk menerima dan
memahami pelajaran yang disajikan dengan teks atau disajikan
dengan verbal
c. Manfaat media pembelajaran
1. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat
menarik motivasi belajar
2. Bahan pembelajaran akan lebih maknanya sehingga dapat lebih
mudah dipahami dan memungkinkannya menguasai dan mencapai
tujuan pembelajaran
3. Motode mengajar akan bervariasi, tidak semata-mata komonikiasi
verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru sehingga siswa tidak
bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi jika guru mengajar
setiap jam mata pelajaran
4. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak
hanya mendengarkan uraian guru tapi juga aktivitas lain seperti
mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan dan
lain-lain (Sudjana dan Rivai, 1992:2)

6
1.2. Arti dan manfaat permainan
Menurut Paul Henry Mussen sebagaimana dikutip oleh Mansur ada
beberapa arti dari permainan yaitu: Pertama, permainan merupakan
sesuatu yang menggembirakan dan menyenangkan. Kedua, permainan
tidak mempunyai tujuan ekstrinsik, motivasi anak subjektif, dan tidak
mempunyai tujuan praktis. Ketiga, permainan merupakan hal yang
spontan dan sukarela, dipilih secara bebas oleh pemain. Keempat,
permainan mencakup keterlibatan aktif dari pemain.
Santrok mengatakan permainan adalah kegiatan yang
menyenangkan yang dilaksanakan untuk kepentingan kegiatan itu
sendiri. Menurutnya, permainan memungkinkan anak energi fisik yang
berlebihan dan membebaskan perasaan-perasaan yang terpendam.
Dengan bermain perasaan anak akan menjadi bahagia sehingga
mengalami kenyamanan dalam melakukan serangkaian kegiatan
pembelajaran.
Pendapat lain menyebutkan bahwa bermain berasal dari bahasa
inggris yaitu play. Dalam konteks ini, bermain diartikan sebagai suatu
kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa
pertimbangan hasil akhir. Bermain dilakukan secara sukarela dan tidak
ada paksaan atau tekanan dari luar. Bermain juga adalah kegiatan yang
tidak mempunyai aturan lain kecuali yang ditetapkan oleh pemain
sendiri. Dalam bermain hasil akhir kegiatan tidaklah penting, sedangkan
dalam bekerja hasil kegiatan akhir sangatlah penting.
Bermain yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran tidak hanya
akan disukai oleh anak-anak tetapi sangat bermanfaat dalam pencapaian
tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Melalui bermain, anak belajar
bagaimana mempergunakan alat-alat, anak belajar bagaimana
mempergunakan alat-alat, bagaimana mengembangkan kecakapan,
bagaimana cara menghindarkan diri dari bahaya dan bagaimana cara
bekerja sama dengan anak lainnya.
Selain manfaat tersebut ada manfaat lainnya yaitu dapat mengenal
aturan, bersosialisasi, menempatkan diri, menata emosi, toleransi,
kerjasama dan menjunjung tinggi sportivitas. Di samping itu, aktivitas

7
bermain juga dapat mengembangkan kecerdasan mental, spiritual, bahasa
dan ketrampilan.
1. 3. Permainan ular tangga
Situs http://www.wikipedia.com menyatakan bahwa ular tangga
adalah permainan papan untuk anak-anak yang dimainkan oleh dua orang
atau lebih. Papan permainan dibagi dalam kotak-kotak kecil dan
beberapa kotak digambar sejumlah “tangga” dan “ular” yang
menghubungkan dengan kotak lain.
Tidak ada papan standar dalam permainan ular tangga. Setiap
orang dapat menciptakan papan mereka sendiri dengan jumlah kotak,
ular dan tangga yang berlainan. Semua pemain mulai dengan bidaknya di
kotak pertama (biasanya kotak di sudut kiri bawah) dan secara bergilir
melempar dadu. Bidak dijalankan sesuai dengan jumlah mata dadu yang
muncul. Bila pemain mendarat di ujung bawah sejumlah tangga, mereka
dapat pergi ke ujung tangga yang lain. Bila mendarat di kotak dengan
ular, mereka harus turun ke kotak di bawah ular. Pemenang adalah
pemain pertama yang mencapai kotak akhir. Biasanya bila seorang
mendapat angka enam dari dadu mereka mendapat giliran sekali lagi.
Bila tidak, maka giliran jatuh ke pemain selanjutnya.

2. Anak Tunagrahita

2.1. Peristilahan
Banyak terminologi (istilah) yang digunakan untuk menyebut
mereka yang kecerdasannya di bawah rata-rata. Dalam Bahasa Indonesia,
istilah yang pernah digunakan misalnya lemah otak, lemah pikiran, lemah
ingatan, retardasi mental, terbelakang mental, cacat grahita dan
tunagrahita.
Dalam bahasa asing (Inggris) dikenal beberapa istilah yaitu:
a. Mental retardation, banyak digunakan di Amerika Serikat dan
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai terbelakang mental
b. Feebleminded (Lemah pikiran) digunakan di Inggris untuk melukiskan
kelompok tunagrahita ringan

8
c. Mental subnormality digunakan di Inggris, pengertian sama dengan
mental reterdation yaitu terbelakang mental
d. Mental dificency, menunjukkan kapasitas kecerdasan yang menurun
akibat penyakit yang menyerang organ tubuh
e. Mentally handicapped, dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah
cacat mental
f. Intellectualy handicapped, merupakan istilah yang banyak digunakan
di New Zealand
g. Intellectual disabled, istilah ini banyak digunakan oleh PBB
Beragamnya istilah yang digunakan disebabkan oleh perbedaan
latar belakang keilmuan dan kepentingan para ahli dalam
mengemukakannya. Namun demikian, semua istilah tersebut tertuju pada
pengertian yang sama, yaitu menggambarkan kondisi terlambat dan
terbatasnya perkembangan kecerdasan seseorang sedemikian rupa jika
dibandingkan dengan rata-rata atau anak pada umumnya disertai dengan
keterbatasan dalam perilaku penyesuaian dan kondisi ini terjadi pada masa
perkembangan.
2.2. Pengertian
Salah satu definisi yang diterima secara luas dan menjadi
rujukan utama ialah definisi yang dirumuskan Grooman (1983) yang
secara resmi digunakan oleh AAMD (American Association on Mental
Deficiency) sebagai beriku: Mental retardation refers to significantly
subaverage general intellectual functioning resulting in or adaptive
behavior and manifested during the developmental period (Hallahan &
Kauffman, 1988:47) artinya ketunagrahitaan mengacu pada fungsi
intelektual yang secara nyata (signifikan) berada di bawah rata-rata
(normal) bersamaan dengan kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian
dan semua ini berlangsung (termanifestasi) pada masa perkembangan.
Dari definisi di atas, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
a. Fungsi intelektual umum secara signifikan berada di bawah rata-rata,
maksudnya bahwa bekurangan itu harus benar-benar meyakinkan
sehingga yang bersangkutan benar-benar membutuhkan layanan
pendidikan khusus. Sebagai contoh, anak normal mempunyai IQ

9
(Intelligence Quotient) 100, sedangkan anak tunagrahita memiliki IQ
paling tinggi 70
b. Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku adaptif) bahwa
yang bersangkutan tidak/ kurang memiliki kesanggupan untuk
melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan usianya. Ia hanya
mampu melakukan pekerjaan seperti yang dapat dilakukan oleh anak
yang usianya lebih muda darinya
c. Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan, maksudnya
adalah ketunagrahitaan itu terjadi pada usia perkembangan, yaitu sejak
konsepsi hingga usia 18 tahun
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa untuk dikategorikan
sebagai penyandang tunagrahita, seseorang harus memiliki ketiga ciri-ciri
tersebut. Apabila seseorang hanya memiliki salah satu dari ciri-ciri
tersebut maka yang bersangkutan belum dapat dikategorikan sebagai
tunagrahita.
2.3. Klasifikasi Anak Tunagrahita
Pengklasifikasian anak tunagrahita penting untuk dilakukan untuk
mempermudah guru guru dalam menyusun program dan melaksanakan
layanan pendidikan.
Pengklasifikasian inipun bermacam-macam sesuai dengan disiplin
ilmu maupun perubahan pandangan terhadap keberadaan anak tunagrahita.
Klasifikasi yang digunakan sekarang adalah yang dikemukan oleh AAMD
(Hallahan, 1982:43), sebagi berikut.
a. Mind mental retardation (tunagrahita ringan) dengan IQ 70-55
b. Moderate mental retardation (tunagrahita sedang) dengan IQ 55-40
c. Severe mental retardation (tunagrahita berat) dengan IQ 40-25
d. Profound mental retardation (tunagrahita sangat berat) dengan IQ 25
ke bawah
Klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini sesuai dengan PP 72
tahun 1991 sebagai berikut:
a. Tunagrahita ringan IQ-nya 50-70
b. Tunagrahita sedang IQ-nya 30-50
c. Tunagrahita berat dan sangat berat IQ-nya kurang dari 30

10
2.4. Karakteristik Anak Tunagrahita
a. Akademik
Kapasitas belajar anak tunagrahita sangat terbatas, lebih-lebih
kapasitasnya mengenai hal-hal yang abstrak. Mereka lebih banyak
belajar dengan membeo (rote learning) daripada denga pengertian. Dari
hari ke hari mereka membuat kesalahan yang sama. Mereka cenderung
menghindar dari perbuatan berpikir. Mereka mengalami kesukaran
memusatkan perhatian, dan lapang minatnya sedikit. Mereka juga
cenderung cepat lupa, suka membuat kreasi baru, serta rentang
perhatiannya pendek
b. Sosial emosional
Dalam pergaulan, anak tunagrahita tidak dapat mengurus,
memelihara dan memimpin diri. Ketika masih muda mereka harus terus
dibantu terus karena mereka mudah terperosok dalam tingkah laku yang
kurang baik. Mereka cenderung bergaul atau bermain bersama dengan
anak yang lebih muda darinya.
Kehidupan penghayatannya terbatas. Mereka juga tidak mampu
menyatakan rasa bangga atau kagum. Mereka mempunyai kepribadian
yang kurang dinamis, mudah goyah, kurang menawan dan tidak
berpandangan luas. Mereka juga mudah disugesti atau dipengaruhi
sehingga tidak jarang dari mereka mudah terperosok ke hal-hal yang
tidak baik seperti mencuri, merusak dan pelanggaran seksual.
Namum di balik semuanya itu mereka menunjukkan ketekunan dan
rasa empati yang baik asalakan mereka mendapatkan layanan atau
diperlakukan dengan baik dalam lingkungan yang kondusif.
c. Fisik/kesehatan
Baik struktur fungsi tubuh pada umumnya anak tunagrahit kurang
dari anak normal. Mereka baru dapat berjalan dan berbicara pada usia
yang lebih tua dari anak normal. Sikap dan gerakannya kurang indah,
bahkan diantaranya banyak yang mengalami cacat bicara. Pendengaran
dan penglihatannya banyak yang kurang sempurna. Kelainan ini bukan
pada organ tetapi pada pusat pengelolaan di otak sehingga mereka

11
melihat, tetapi tidak memahami apa yang dilihatnya, mendengar, tetapi
tidak memahami apa yang didengarnya
Untuk anak tungrahita yang berat dan sangat berat kurang
merasakan sakit, bau badan tidak enak, badanya tidak segar tenaganya
kurang mempunyai daya tahan dan banyak yang meninggal pada usia
muda. Mereka mudah terserang penyakit karena keterbatasan dalam
memelihara diri serta tidak memahami cara hidup sehat
d. Karakteristik pada masa perkembangannya
Prasadio (1982) menjelaskan beberapa ciri berbeda anak
tunagrahita dengan anak pada umumnya sebagai berikut:
1. Masa bayi
Walaupun masa ini sulit untuk segera membedakannya tetapi para
ahli mengemukakan bahwa anak tunagrahita tampak mengantuk saja,
apatis, tidak pernah sadar, jarang menangis, kalau menangis terus-
menerus, terlambat duduk, bicara dan berjalan
2. Masa kanak-kanak
Pada masa ini anak tunagrahita sedang lebih mudah dikenal
daripada tunagrahita ringan. Oleh karena tunagrahita sedang mulai
memperlihatkan ciri-ciri klinis, seperti mongoloid, kepala besar dan
kepala kecil. Tetapi anak tunagrahita ringan (yang lambat)
memperlihatkan ciri-ciri: sukar mulai dengan sesuatu, sukar untuk
melanjutkan sesuatu, mengerjakan sesuatu berulang-ulang tetapi tidak
ada variasi, tampak penglihatannya kosong, melamun, ekspresi muka
tanpa ada pengertian. Selanjutnya tunagrahita ringan (yang cepat)
memperlihatkan ciri-ciri: mereaksi cepat tetapi tidak tepat, tampak
aktif sehingga memberi kesan anak itu pintar, pemusatan perhatian
sedikit, hiperaktive, bermain dengan tangannya sendiri, cepar bergerak
tanpa dipikirkan terlebih dahulu
3. Masa sekolah
Masa ini merupakan masa yang penting diperhatikan karena
biasanya anak tunagrahita langsung masuk sekolah dan ada di kelas-
kelas SD biasa. Ciri yang mereka munculkan adalah sebagai berikut:

12
 Adanya kesulitan belajar untuk hampir semua mata pelajaran
(membaca, menulis dan berhitung). Ia tidak dapat melihat perbedaan
antara dua hal yang mirip bentuknya ataupun ukurannya. Ia sukar
membedakan arah dan posisi, seperti huruf ‘d’ dan ‘b’, ‘n’ dan ‘m’,
ikan dan kain. Ia juga sulit atas perintah dan melokalisasi suara. Dapat
disimpulkan bahwa anak tunagrahita mengalami kelainan dalam
persepsi, asosiasi, mengingat kembali, kekurangmatangan motorik dan
gangguan koordinasi sensomotorik
 Prestasi belajar yang kurang. Hal ini mulai tampak jelas bila ia
menduduki kelas 4 SD karena dikelas tersebut mulai mempelajari
konsep abstrak. Biasanya mereka berprestasi di kelas 1, 2 dan 3 SD
 Kebiasaan kerja yang kurang baik. Kebiasaan ini muncul karena tugas
yang dirasakan sulit dan banyak. Reaksi penolakan ini bermacam-
macam, seperti duduk diam sambil melamun, mengganggu teman,
memainkan alat tulis, sering menghapus tulisannya dan sering
meninggalkan pekerjaan.
 Perhatian yang mudah beralih. Perhatian anak tunagrahita hanya
berlangsung sebentar. Ia mudah merasa lelah, bosan dan akhirnya
mengalihkan perhatiannya pada hal-hal yang lain. Ia mudah
terangsang oleh sesuatu yang ada disekitarnya sehingga mengganggu
anak lain.
 Kemampuan motorik kurang. Oleh karena kerusakan otak yang
banyak, anak tunagrahita mengalami gangguan motorik. Ia tidak dapat
bergerak dengan tepat, kaku, koordinasi motorik tidak baik.
Kekurangan ini dapat terlihat dari cara berjalan, lari, lompat, lempar,
menulis, memotong dan pekerjaan lainnya.
 Perkembangan bahasa yang jelek. Hal ini terjadi karena
perkembangan bahasa yang miskin dan kekurangan kemampuan
berkomonikasi verbal, kurangnnya perbendaharaan kata dan
kelemahan artikulasi. Kekurangan ini semakin bertambah karena
lingkungan tidak merangsangnya untuk perkembagan bahasa atau
adanya gangguan emosi dari anak itu sendiri.

13
 Manifestasi dari kesulitan tersebut adalah adanya sikap agresif, acuh
tak acuh, menarik diri, menerima secara pasif atau tidak menaruh
perhatian atas nasihat atau merasa tidak dianggap oleh lingkungan.
4. Masa puber
Perubahan yang terjadi pada remaja tunagrahita sama dengan
remaja biasa. Pertumbuhan fisik berkembang normal, tetapi
perkembangan berpikir dan kepribadian berada di bawah usianya.
Akibatnya ia mengalami kesulitan dalam pergaulan dan pengendalian
diri. Setelah tamat sekolah ia belum siap untuk bekerja, sedangkan ia
tidak mungkin untuk melanjutkan pendidikan. Akibatnya ia hanya
tinggal di rumah yang pada akhirnya ia merasa frustrasi. Kalau
diterima bekerja mereka bekerja sangat lambat dan tidak terarah. Hal
ini tidak memenuhi tuntutan dunia usaha.
2.5. Permasalahan Anak Tunagrahita
a. Masalah dalam kehidupan sehari-hari
Masalah ini berkaitan dengan kesehatan dan pemeliharaan diri
dalam kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi keterbatasan anak dalam
kehidupan sehari-hari mereka banyak mengalami kesulitan apalagi yang
termasuk kategori berat dan sangat berat dalam melakukan aktivitas
dalam kehidupan sehari-hari sangat membutuhkan bimbingan. Karena
itulah peran guru di sekolah diharapkan dapat memberikan sumbangan
yang berarti dalam melatih dan membiasakan anak didik untuk
melakukan kegiatan bina diri.
b. Masalah kesulitan belajar
Dapat disadari bahwa dengan keterbatasan kemampuan berpikir
mereka, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa anak tunagrahita tentu
mengalami kesulitan belajar, yang sudah pasti kesulitan tersebut
terutama pada bidang pengajaran akademik misalnya Matematika, IPA
dan Bahasa. Masalah-masalah yang sering dirasakan dalam kaitannya
dengan proses belajar mengajar adalah kesulitan menangkap pelajaran,
kesulitan dalam belajar yang baik, kemampuan berpikir abstrak yang
terbatas dan daya ingat yang lemah.

14
c. Masalah penyesuaian diri
Masalah ini berkaitan dengan masalah atau kesulitan dalam
hubungannya dengan kelompok maupun individu disekitarnya.
Disadari bahwa kemampuan penyesuaian diri di lingkungann sangat
dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan. Karena tingkat kecerdasan jelas-
jelas berada di bawah rata-rata (normal) maka dalam kehidupan
bersosialisasi mengalami hambatan. Disamping itu mereka ada
kecenderungan diisolir (dijauhi) oleh lingkungannya, apakah
masyarakat ataukah keluarganya. Dapat juga anak tunagrahita tidak
diakui sepenuhnya sebagai individu yang tak berpribadi dan hal
tersebut dapat berakibat fatal dalam pembentukan pribadi, sehingga
mengakibatkan suatu kondisi pada individu itu dengan
ketidakmampuannya di dalam menyesuaikan diri baik terhadap
tuntutan sekolah, kuluarga, masyrakat dan bahkan terhadap dirinya
sendiri.
d. Masalah penyaluran ke tempat kerja
Secara empirik dapat dilihat bahwa kehidupan anak tunagrahita
cenderung banyak yang masih menggantungkan diri kepada orang lain
terutama kepada keluarga (orang tua) dan masih sedikit sekali yang
sudah dapat hidup mandiri, inipun masih terbatas pada anak
tunagrahita ringan. Dengan demikian perlu disadari betapa pentingnya
penyaluran tenaga kerja tunagrahita ini dan untuk itu perlu dipikirkan
secara matang dan diwujudkan dengan penanganan secara serius.
Kehidupan anak tunagrahita cukup memprihatinkan. Setelah selesai
mengikuti program pendidikan ternyata masih banyak yang sangat
menggantungkan diri dan membebani kehidupan keluarga.
e. Masalah kepribadian dan emosi
Memahami akan kondisi karakteristik mentalnya nampak jelas
bahwa anak tunagrahita kurang memilki kemampuan berpikir,
keseimbangan pribadinya kurang konstan/labil, kondisi yang demikian
itu dapat dilihat pada penampilan tingkah lakunya sehari-hari,
misalnya: berdiam diri berjam-jam lamanya, gerakan yang hiperaktif,

15
mudah marah dan tersinggung serta mengganggu orang lain
disekitarnya
f. Masalah pemanfaatan waktu luang
Adalah wajar untuk anak tunagrahita dalam tingkah lakunya
sering menampilkan tingkah laku nakal. Dengan kata lain bahwa
apakah terhadap benda-benda ataupun manusia disekitarnya. Apalagi
mereka yang hiperaktif
Untuk mengimbangi kondisi ini sangat perlu adanya imbangan
kegiatan dalam waktu luang, sehingga mereka dapat dijauhkan dari
kondisi berbahaya dan juga tidak mengganggu ketenangan masyarakat
maupun keluarganya sendiri.
2.6. Tujuan pendidikan anak tunagrahita
a. Dapat mengembangkan potensi dengan sebaik-baiknya
Baik anak tunagrahita maupun anak normal banyak yang belum
mencapai tingkat perkembangan yang sebaik-baiknya. Mereka harus
dibantu untuk dapat mencapai tingkat tersebut. Kesempatan anak
tunagrahita untuk berkembang, pada umumnya lebih terbatas daripada
anak normal. Karena itu anak tunagrahita memerlukan bantuan khusus
untuk mencapai hal tersebut. Adapun maksud mengembangkan potensi
ialah mengusahakan agar anak tidak hanya sekedar memiliki potensi
saja, tetapi juga mengembangkannya sehingga menjadi kecakapan yang
berarti
b. Dapat melakukan kegiatan bina diri, berdiri sendiri dan berguna bagi
masyarakat
Bina diri yang dimaksud ialah berbuat untuk kepentingan
sendiri, seperti: makan, mandi, berpakaian dan sebagainya. Anak
tunagrahita terutama tingkatan sedang, berat dan sangat berat kurang
mampu arau tidak dapat mengerjakan hal-hal tersebut. Oleh karena itu
mereka harus dilatih secara khusus untuk melakukan pekerjaan tersebut.
Berdiri sendiri adalah mandiri secara ekonomi dan kesusilaan.
Secara ekonomi maksudnya anak mempunyai penghasilan sendiri
seperti: bertani, berjualan, bekerja di pabrik dan sebagainya. Berdiri
sendiri secara kesusilaan ialah dapat memutuskan apakah sesuatu

16
perbuatan termasuk baik atau tercela dan sebagainya. Apabila anak
tunagrahita sudah mampu mandiri secara ekonomi dan kesusilaan maka
ia dapat berguna bagi orang lainatau masyarakat.
c. Memiliki kehidupan lahir dan batin yang layak
Anak tunagrahita banyak yang tidak dapat melakukan kegiatan
bepergian jauh dan tidak akan melakukan hobi-hobi seperti: bermain
sepak bola, lompat jauh, lompat jauh dan sebagainya, sehingga banyak
yang tidak akan menghayati kepuasan hal-hal tertentu. Sekalipun
demikian mereka masih mungkin mendapat kepuasan-kepuasan dalam
hal lainnya. Mereka dapat dipupuk supaya percaya pada diri sendiri,
mempunyai hobi yang sesuai dengan kemampuan, berteman baik
dengan orang lain dan sebagainya. Mereka juga memerlukan kehidupan
lahir yang layak. Mereka hendaknya berpakaian dan berperilaku yang
baik.
2.7. Program pembelajaran anak tunagrahita
a. Kelompok bina diri
Mata pelajaran kelompok Bina Diri untuk anak tunagrahita
mempunyai sasaran yang hendak dicapai yaitu tujuan langsung dan
tujuan tidak langsung. Tujuan langsung ditetapkan agar setelah
menyelesaikan pelajaran mereka dapat mandiri, tidak bergantung pada
orang lain dan mempunyai rasa tanggung jawab. Selain itu kemampuan
koordinasi motorik dan kontrolnya meningkat sehingga dapat
menumbuhkan rasa aman dan minat belajar. Sedangkan tujuan tidak
langsung mata pelajaran ini ditetapkan untuk meningkatkan kemampuan
konsentrasi dan ketekunan anak dalam belajar, dan mengembangkan
kemampuan sensorimotor (penginderaan), berbahasa dan berpikir
matematis secara optimal. Tujuan lainnya mereka dapat melakukan
kegiatan ini untuk orang lain.
b. Kelompok akademis
Mata pelajaran kelompok akademis pada umumnya hanya
diberikan pada anak tunagrahita ringan. Mata pelajaran ini menekankan
pada pengembangan kemampuan berpikir logis, konseptual dan analisa
sederhana. Termasuk dalam mata pelajaran kelompok akademis yaitu:

17
membaca, menulis dan berhitung. Selanjutnya mata pelajaran mata
pelajran membaca, menulis dan berhitung berkembang menjadi mata
pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS dan mata pelajaran
lain lainnya yang memfokuskan pada pengembangan pengetahuan
umum dan kemampuan kognisi anak tunagrahita ringan.
c. Kelompok sensorimotor
Sensorimotor merupakan fase dasar perkembangan manusia
yang menunjang perkembangan selanjutnya. Melatih sensorimotor atau
penginderaan merupakan suatu pekerjaan yang memiliki arti yang
sangat penting dalam pendidikan. Melalui perjalanan waktu perlahan-
lahan anak berhasil menggenggam benda-benda kongkrit menuju pada
pengertian lingkungan yang abstrak. Dengan demikian anak tunagrahita
membutuhkan latihan sensorimotor agar penginderaannya dapat
berkembang secara optimal.
d. Kelompok ketrampilan
Berbeda dengan pelajaran-pelajaran akademik, kebanyakan
pelajaran ketrampilan tidak banyak menuntut kecerdasan yang tinggi.
Dalam pelajaran ini, anak tunagrahita lebih banyak menemukan
kepuasan.
Selain lebih banyak memberikan kepuasan, pelajaran
ketrampilan juga memberikan bekal yang penting kepada para siswa,
baik untuk penyesuaian sosialnya hari ini, maupun untuk pekerjaannya
nanti. Bahan-bahan yang akan diberikan dalam pembelajaran
ketrampilan sebaiknya mencakup bahan yang membantu karir siswa
diwaktu yang akan datang.
Agar ketrampilan itu fungsional bagi kehidupan anak
tunagrahita, maka pengajaran ketrampilan hendaknya tidak berorientasi
kepada masa yang lalu melainkan masa yang sekarang dan masa yang
akan datang.

18
3. Bina Diri

3.1. Peristilahan dan pengertian

Istilah-istilah yang kita dengar bermacam-macam, seperti:


memelihara diri, menolong diri, mengurus diri dan bina diri. Sedangkan
istilah asingnya adalah: self help, self care, dan activity daily living.
Jika ditinjau dari arti kata: bina artinya membangun/ proses
penyempurnaan agar lebih baik. Maka bina diri adalah usaha untuk
membangun diri individu baik sebagai individu maupun makhluk sosial
melalui pendidikan di keluarga, sekolah dan di masyarakat sehingga
terwujudnya kemandirian dengan keterlibatannya dalam kehidupan sehari-
hari secara memadai.
Bila ditelaah lebih lanjut istilah bina diri lebih luas jika
dibandingkan dengan istilah yang telah dikenal sebelumnya yaitu
mengurus diri, menolong diri, memelihara diri. Bina diri tidak hanya
sekedar memelihara/ membantu/ mengurus diri, tetapi lebih dari itu karena
kemampuan bina diri akan mengantarkan anak tunagrahita untuk
menyesuaikan diri dan mencapai kemandirian sesuai dengan
kemampuannya. Karena itu nuansa bina diri ini setara dengan kehidupan
sehari-hari atau istilah asingnya Activity Daily Living (ADL). Dengan
demikian melalui bahan kajian bina diri anak tunagrahita dapat
menghadapi kehidupan di masyarakat lebih-lebih dalam menghadapi era
globalisasi yang penuh dengan persaingan. Perkembangan peristilahan dan
pengertian ini tentu akan memperluas tujuan dan rung lingkup
pembahasan mengenai bidang kajian ini.

3.2. Tujuan

Tujuan bidang kajian bina diri adalah untuk mengembangkan


ketrampilan dasar dalam memelihara dan memenuhi kebutuhan anak
tunagrahita sehingga dapat hidup mandiri dengan tidak/kurang bergantung
pada orang lain, dan mempunyai tanggung jawab sesuai dengan
kemampuannya baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk
sosial.

19
Sedangkan tujuan secara khusus adalah:
a. Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan anak tunagrahita dalam
memelihara diri: makan – minum; kebersihan; mengurus diri:
berpakaian, berhias; menolong diri: menghindarkan diri dari bahaya
api, listrik, benda tajam; komonikasi, sosialisasi dan ketrampilan
sederaha (menata rumah)
b. Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan anak dalam
berkomonikasi dan memahami maksud orang lain serta dapat
mengkomunikasikan dirinya
c. Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan anak tunagrahita dalam
bersosialisi dan dapat berperan sebagai warga negara, serta perwujudan
hak-haknya
d. Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dalam melakukan suatu
ketrampilan yang diharapkan untuk bekal hidupnya, terutama dalam
kegiatan di rumah
3.3. Ruang lingkup
Berdasarkan perkembangan pandangan masyarakat terhadap tujuan
pendidikan anak tunagrahita yang selalu dicita-citakan adalah pencapaian
kemandirian maka ruang lingkupnya meliputi:
a. Merawat diri, meliputi: makan-minum, kebersihan badan
b. Menguru diri, seperti: berpkaian, berhias
c. Menolong diri, seperti: menghindari dan mengendalikan bahaya
d. Komunikasi, meliputi: komunikasi perbuatan, lisan, tulisan dan
penggunaan media komunikasi
e. Sosialisasi, meliputi:
 Sosial akademis meliputi: membaca, menulis dan berhitung
termasuk mengelola uang
 Kesadaran sosial meliputi: peraturan/ tata tertib di rumah, di
masyarakat, membantu orang lain, memelihara lingkungan dan
menunggu giliran
 Hubungan sosial meliputi: memperkenalkan diri, berteman,
bermain, penggunaan sumber-sumber di masyarakat seperti

20
berbelanja, penggunaan kendaraan umum dan fasilitas umum
lainnya.
f. Ketrampilan/persiapan pekerjaan, meliputi: tata laksana rumah,
penguasaan ketrampilan dan mengkomunikasikan hasil pekerjaan
3.4. Peran bina diri dalam pendidikan tunagrahita
Program bina diri pada awalnya dikenal sebagai program merawat
diri karena adanya anggapan bahwa anak tunagrahita tidak/kurang mampu
dalam melakukan kegiatan makan-minum, berpakaian sendiri, menjaga
kesehatan dan sebagainya. Kemampuan merawat diri bagi anak normal
dapat dikuasai melalui pengamatan sedangkan bagi anak tunagrahita
melalui pembelajaran bina diri dan disesuaikan dengan kemampuannya.
Saat ini pembelajaran bina diri bukan hanya diperuntukan bagi
pemenuhan kebutuhan anak tunagrahita sendiri, melainkan diharapkan
anak tunagrahita dapat melayani orang lain sesuai dengan kemampuannya.
Misalnya, mereka dapat melayani tamu seperti: membuat minuman,
menerima pesan, menyatakan pendapat, dapat bepergian sendiri,
menggunakan fasilitas lingkungan dan lain-lain.
Program pembelajaran bina diri memegang peranan sentral dalam
pendidikan anak tunagrahita karena materi kajian program bina diri telah
mampu mewadahi program pembelajaran yang dibutuhkan anak
tunagrahita.
B. Hasil penelitian / jurnal yang relevan
Adapun penelitian mengenai ular tangga sebagai media dalam dalam
pembelajaran sudah pernah dilakukan sebelumnya yaitu penelitian mengenai
ular tangga sebagai media pembelajaran fisika bervisi SETS untuk
meningkatkan hasil belajar siswa MTS Al-Imam pojok. Penelitian yang
dilakukan oleh Eva Kurnia Dian Yuliastutik meneliti mengenai penggunaan
media ular tangga untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pelajaran
fisika sedangkan penelitian mengenai penggunaan media ular tangga untuk
meningkatkan minat siswa dalam pembelajaran bina diri belum pernah
dilakukan sebelumnya sehingga perlu diadakan untuk mengetahui apakah
penggunaan media ular tangga dalam pembelajaran dapat meningkatkan minat
belajar siswa.

21
C. Hipotesis tindakan
Secara umum hipotesis dari penelitian ini adalah dengan penggunaan
media permainan ular tangga dalam pembelajaran dapat meningkatkan minat
belajar siswa sedangkan secara khusus hipotesis dari penelitian ini adalah
penggunaan media permainan ular tangga dapat meningkatkan minat belajar
siswa membuat minuman panas (teh) dalam pembelajaran bina diri.

22
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian meliputi rencana dan struktur penyelididkan
yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti akan memperoleh jawaban
untuk penelitiannya. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan minat belajar siswa kelas X Tunagrahita SMALB Negeri
Pembina Kupang dengan menggunakan media permainan ular tangga . Sesuai
dengan tujuan penelitian, rancangan yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah rancangan penelitian tindakan kelas atau classroom action research.
Menurut Isaac (1971) penelitian tindakan kelas didesain untuk memecahkan
masalah-masalah yang diaplikasikan secara langsung di dalam kelas atau
dunia kerja.
Dalam penelitian ini, masalah yang dimaksud adalah rendahnya
minat siswa kelas X tunagrahita dalam mengikuti pelajaran bina diri.
Alternatif pemecahannya adalah penggunaan metode bermain dalam
pembelajaran. Penggunaan metode bermain dimaksudkan untuk meningkatkan
minat belajar siswa yang akan berdampak pada keaktifannya secara langsung
di dalam pembelajaran bina diri
B. Waktu dan tempat penelitian
Waktu penyelenggaraan penelitian ini pada bulan Maret – April 2014
bertempat di SMALB Negeri Pembina Kupang Jambu no. 1 Kelurahan
Naikoten I Kota Kupang Provinsi NTT
C. Prosedur Siklus Tindakan
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X Tunagrahita SMALB
Negeri Pembina Kupang yang berjumlah 5 orang, terdiri atas 2 siswa laki-laki
dan 3 siswa perempuan.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan yang dilakukan untuk
meningkatkan minat belajar siswa. proses pelaksanaan tindakan dilaksanakan
secara bertahap sampai penelitian ini berhasil. Prosedur tindakan dimulai dari

23
perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan evaluasi serta
analisis dan refleksi.
1. Perencanaan tindakan
Pada tahap ini guru mengadakan kegiatan sebagai berikut:
a. Mengindentifikasi faktor-faktor hambatan dan kemudahan dalam
pembelajaran bina diri
b. Merumuskan alternatif tindakan yang akan dilaksanakan dalam
pembelajaran bina diri sebagai upaya meningkatkan minat belajar
siswa dalam pembelajran bina diri
c. Menyusun rancangan pelaksanaan pembelajaran bina diri dengan
menggunakan media permainan ular tangga
Rancangan pelaksanaan pembelajran bina diri membuat minuman
panas (teh) dengan metode bermain meliputi:
a. Pemilihan permainan yang tepat untuk merangsang rasa percaya diri
siswa dan minat siswa untuk belajar bina diri
b. Melibatkan siswa untuk merancang/ memodifikasi media permainan
ular tangga agar siswa terlibat dan merasa memiliki
c. Pemilihan jenis pembelajaran bina diri yang disesuaikan dengan
kebutuhan siswa
2. Pelaksanaan tindakan
Hal-hal yang akan dilakukan berkaitan dengan pelaksanaan
tindakan terdiri dari: rancangan pembelajaran dengan menggunakan
metode bermain, melaksanakan pembelajaran yang telah direncanakan dan
mengevaluasi pembelajaran yang telah dilkasanakan
Adapun pelaksanaan pembelajaran ini dengan menerapkan
permainan ular tangga untuk meningkatkan minat siswa. minat yang
dimaksudkan berkaitan dengan semangat, keberanian, keaktifan dan
pemahaman. Dalam tahap pembelajaran yang diterapkan terdiri dari
eksplorasi (penggalian konsep), invansi (penerapan konsep) dan eksplorasi
(penerapan konsep) serta evaluasi
Pelaksanaan penelitian ini mengikuti tahap-tahap penelitian
tindakan kelas yang terdiri atas pengamatan, pendahuluan/perencanaan,
dan pelaksanaan tindakan. Pelaksananaan tindakan terdiri atas beberapa

24
siklus. Setiap siklus terdiri atas tahap perencanaan tindakan, pemberian
tindakan, observasi dan refleksi. Tahap-tahap penelitian dalam masing-
masing tindakan terjadi secara berulang yang akhirnya menghasilkan
beberapa tindakan dalam penelitian tindakan kelas. Tahap-tahap tersebut
membentuk spiral. Tindakan penelitian yang berbentuk spiral itu dengan
jelas digambarkan oleh Hopkins (1985) sebagai berikut:

Perencanaan

Refleksi

Tindakan/

Observasi Perbaikan

Rencana

Refleksi

Tindakan/

Observasi Perbaikan

Rencana

Refleksi

Tindakan/

Observasi Dan seterusnya

Gambar 1.Spiral penelitian tindakan kelas (Hopkins dalam Arikunto,dkk


2006).
25
Langkah pertama dalam model penelitian tindakan kelas adalah
melakukan perncanaan (planing) tindakan, misalnya membuat
perencanaan pembelajaran, lembar observasi dan lain-lain. Kemudian
langkah selanjutnya adalah pelaksanaan tindakan. Pada tahap pelaksanaan
tindakan di dalamnya dilakukan pengamatan (observasi). Selanjutnya
melakukan analisis dan refleksi. Apabila media yang digunakan telah
berhasil maka langsung dapat ditarik kesimpulan. Akan tetapi, apabila
media yang digunakan masih perlu perbaikan maka dilakukan rencana
selanjutnya, dan demikian terus secara berulang sampai metode yang
digunakan benar-benar berhasil.
Langkah awal sebelum tindakan dilaksanakan, terlebih dahulu
melakukan kegiatan pratindakan. Kegiatan pratindakan tersebut
dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan siswa sebelum tindakan.
Pada tahap perencanaan pratindakan, peneliti melakukan observasi
tentang teknik pembelajaran yang dilakukan guru dalam pebelajaran bina
diri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap kali pelajaran Bina Diri
maka dari jumlah siswa 5 orang yang terdiri dari 2 siswa laki-laki dan 3
siswa perempuan, hanya 3 siswa yang terlibat/aktif sedangkan 2 siswa
lainnya lebih memilih diam dan tidak ada minat untuk mengikuti pelajaran
walaupun berada di dalam kelas. Dari ketiga siswa yang terlibatpun tingkat
partisipasinya tidak benar-benar 100%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
setiap kali pembelajaran bina diri dilaksanakan maka tingkat partisipasi
siswa di bawah 50 % (tidak tuntas).
Selain aspek keterlibatan/keaktifan, aspek lainnya yang turut
diobservasi yaitu aspek semangat, keberanian dan pemahaman. Namun
seperti yang telah di uraikan di atas, 2 orang tidak terlibat/aktif sama sekali
sehingga hasilnya juga di bawah 50 % untuk ketiga aspek tersebut.
Dari hasil diskusi dengan anggota peneliti yang menangani
pembelajaran bina diri maka diperoleh hasil bahwa guru belum pernah
mencoba menerapkan media belajar selain metode ceramah. Alasan
lainnya adalah biaya, waktu dan tenaga sehingga dalam pembelajaran
siswa hanya mendengarkan ceramah dari guru dan mempraktekan apa
yang telah di dengar.

26
Berdasarkan temuan-temuan pada tahap pratindakan tersebut,
akhirnya peneliti bersama guru merumuskan alternatif tindakan dan
menyusun rancangan pembelajaran bina diri dengan media permainan ular
tangga untuk meningkatkan minat belajar. Hasil rumusan alternatif
tindakan tersebut diuraikan dalam rancangan tindakan di bawah ini:
a. Siklus I
Dalam siklus I peneliti menentukan jenis media permainan ular
tangga sebagai jenis permainan untuk meningkatkan minat belajar,
melibatkan siswa dalam bermain dan memodifikasi permainan agar
lebih mudah dipahami siswa serta menentukan jenis pembelajaran bina
diri yaitu membuat minuman panas (teh)
Adapun modifikasi tidak hanya meliputi bentuk ular tangga untuk
memudahkan siswa dalam bermain akan tetapi juga meliputi aturan-
aturan dalam permainan. Aturan yang dimodifikasi akan disepakati
dan harus ditaati dalam permainan ular tangga. Adapun aturan-aturan
tersebut meliputi:
a. Alat yang dipakai dalam permainan ular tangga meliputi bidak/pion
beberapa warna, dadu dan gambar ular tangga dalam karton yang
telah dimodifikasi sebagai media bermain
b. Setiap siswa akan memilih sendiri bidak sesuai warna kesukaannya
c. Permainan akan dimulai dari angka 1-100 sesuai dengan hasil dadu
yang dilemparkan oleh pemain dan pemain yang pertama tiba di
angka 100 akan menjadi pemenang
d. Pemain yang mendapat gambar ekor ular pada angka yang
ditempati akan turun angkanya ke tempat gambar kepala ular
berada
e. Pemain yang mendapat gambar anak panah pada angka yang
ditempati akan naik angkanya ke tempat gambar ujung panah
berada
f. Pemain yang mendapat gambar ular sebanyak 3 kali akan keluar
dari permainan dan mengikuti pembelajaran lainnya yaitu bina diri
membuat minuman panas (teh)

27
g. Apabila ada pemain yang menang maka pemain lainnya yang kalah
langsung mengikuti pembelajaran bina diri sedangkan pemenang
mendapatkan hadiah dari guru dan akan mengikuti pembelajaran
bina diri pada giliran terakhir
Selanjutnya hal-hal tersebut dijabarkan dalam perencanaan
tindakan yang meliputi kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir
dalam pembelajaran yang diuraikan sebagai berikut:
1) Kegiatan Awal
 Guru bersama siswa benyanyi dan berdoa untuk membuka
pelajaran
 Guru mengabsensi kehadiran siswa
 Guru menginformasikan kepada siswa bahwa hari ini
pembelajaran diisi dengan belajar dan bermain ular tangga
 Guru menjelaskan aturan permainan dan memotivasi siswa
untuk bermain dengan jujur dan mengikuti aturan yang telah
ditetapkan
2) Kegiatan inti
 Guru dan siswa menguji coba permainaan ular tangga standar
dan memotivasi siswa untuk bersama-sama memodifikasi
permainan ular tangga agar tiap siswa tidak mengalami
kesulitan dalam bermain
 guru dan siswa memodifikasi permainan ular tangga dan
menetapkan aturan-aturan tambahan yang mengarahkan mereka
untuk terlibat dalam pembelajaran bina diri apabila aturan-
aturan yang mensyaratkan mereka terlibat dalam pembelajran
telah dipenuhi
 Guru menjelaskan dan mempraktekan cara membuat minuman
panas (teh) kepada siswa yang merupakan telah memenuhi
syarat untuk belajar bina diri
 Siswa bermain permainan ular tangga yang telah dimodifikasi
sedangkan guru mengarahkan dan bersiap untuk mengarahkan
siswa yang memenuhi persyaratan untuk terlibat dalam
pembelajaran bina diri

28
3) Kegiatan akhir
 Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengungkapkan perasaannya serta kesulitan-kesulitan yang
dihadapi
 Guru memotivasi siswa untuk terlibat lagi dalam permainan
berikutnya dalam pembelajaran bina diri
 Guru dan siswa menutup pelajaran

b. Siklus II
Perencanaan tindakan pada siklus II dilakukan dengan
memperhatikan hasil releksi pada siklus I.
1) Kegiatan Awal
 Guru bersama siswa berdoa untuk membuka pelajaran
 Guru mengabsensi kehadiran siswa
 Guru menginformasikan kepada siswa bahwa hari ini
pembelajaran diisi dengan bermain permainan ular tangga
 Guru menjelaskan aturan permainan modifikasi dan
memotivasi siswa untuk bermain dengan jujur dan mengikuti
aturan yang telah ditetapkan
2) Kegiatan inti
 Siswa bermain ular tangga dalam 2 kelompok masing-masing
kelompok terdiri dari 3 orang dan 2 orang
 Guru mengawasi permainan siswa
 Guru mengajarkan siswa cara membuat minuman panas (teh)
bagi siswa telah memenuhi persyaratan untuk di ajarkan
 Siswa bermain permainan ular tangga yang telah dimodifikasi
sedangkan guru mengarahkan dan bersiap untuk mengarahkan
siswa yang memenuhi persyaratan untuk terlibat dalam
pembelajaran bina diri

29
3) Kegiatan akhir
 Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengungkapkan perasaannya serta kesulitan-kesulitan yang
dihadapi
 Guru memotivasi siswa untuk terlibat lagi dalam permainan
berikutnya dalam pembelajran bina diri
 Guru dan siswa menikmati hasil pembelajaran bina diri berupa
minuman panas (teh) dan snack yang telah disiapkan
 Guru dan siswa menutup pelajaran dengan bernyanyi berdoa
3. Refleksi
Pada tahap refleksi peneliti memperhatikan hasil pengamatan tindakan
yang telah dilaksanakan. Hal-hal yang dibahas meliputi analisis tindakan
yang telah dilakukan dan melakukan intervensi, pemaknaan dan
penyimpulan data yang telah diperoleh serta melihat hubungan teori dan
rencana yang telah ditetapkan
D. Analisis Data
Teknik analisis data dilakukan melalui tiga tahap yaitu reduksi data,
paparan data dan penyimpulan. Reduksi data adalah proses penyederhaan
data yang diperoleh melalui pengamatan dengan cara memilih data sesuai
dengan kebutuhan penelitian. Dari pemilihan data tersebut, kemudian
dipaparkan lebih sederhana menjadi paparan paparan yang berurutan berupa
paparan data dan akhirnya ditarik kesimpulan dalam bentuk pernyataan
kalimat yang singkat dan padat, tetapi mengandung pengertian yang luas.
Data yang akan dianalisis akan meliputi 4 indikator yaitu semangat,
keberanian mengemukakan pendapat, kreatifitas/keaktifan siswa dan
pemahaman siswa terhadap pelajaran. Selanjutnya pembobotan data untuk
indikator semangat, mengemukakan pendapat dan kreatifitas/keaktifan siswa
digambarkan dalam tabel di bawah ini:

30
Tabel 1. Minat Belajar Siswa

No Aspek Skor Deskripsi


1. Semangat 3 Bersemangat dalam pembelajaran atas
dorongan diri sendiri
2 Bersemangat dalam pembelajaran atas
dorongan teman/guru
1 Tidak bersemangat dalam pembelajaran
2. Keberanian 3 Berani mengemukakan pendapat dalam
pembelajaran atas dorongan diri sendiri
2 Berani mengemukakan pendapat dalam
pembelajaran atas dorongan teman/guru
1 Tidak berani mengemukakan pendapat
dalam pembelajaran
3. Keaktifan 3 Berani terlibat secara langsung dalam
pembelajaran atas dorongan diri sendiri
2 Berani terlibat secara langsung dalam
pembelajaran atas dorongan teman/guru
1 Tidak berani terlibat secara langsung dalam
pembelajaran
4. Pemahaman 3 Memahami keseluruhan proses
pembelajaran bina diri membuat minuman
panas (teh)
2 Memahami setengah proses pembelajaran
bina diri membuat minuman panas (teh)
1 Tidak memahami keseluruhan proses
pembelajaran bina diri membuat minuman
panas (teh)
Dari pembobotan dalam tabel di atas selanjutnya data digambarkan
dalam persentase dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
skor yang diperoleh
P= ×100 %
skor maksimum
Dari hasil persentase maka dapat diketahui seberapa minat siswa
dalam pembelajaran dengan menggunakan metode bermain

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

31
A. Hasil
Hasil observasi dan data pra penelitian menunjukkan rendahnya
minat belajar siswa kelas X Tunagrahita di SMALB Negeri Pembina Kupang
terhadap mata pelajaran Bina Diri selama ini menandakan bahwa mata
pelajaran Bina Diri kurang diminati. Hal ini terlihat apabila setiap kali
pelajaran Bina Diri maka dari jumlah siswa 5 orang yang terdiri dari 2 siswa
laki-laki dan 3 siswa perempuan, hanya 3 siswa yang terlibat/aktif sedangkan
2 siswa lainnya lebih memilih diam dan tidak ada minat untuk mengikuti
pelajaran walaupun berada di dalam kelas. Dari ketiga siswa yang terlibatpun
tingkat partisipasinya tidak benar-benar 100%. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa setiap kali pembelajaran bina diri dilaksanakan maka tingkat partisipasi
siswa di bawah 50 % (tidak tuntas).
Gambaran mengenai hal tersebut di atas dapat dilihat secara detail
pada tabel di bawah ini:
Tabel 2. Minat siswa dalam pembelajaran Bina Diri

No Nama Siswa Jenis Jenis Minat


Ya Tidak
Kelamin Ketunaan
1. Ellena Boekky Perempuan Tunagrahita 
sedang
2. Ayu Pellondou Perempuan Tunagrahita 
ringan
3. Fransina Henukh Perempuan Tunagrahita 
ringan
4. Firgilio Frans Laki-laki Tungrahita 
sedang
5. Yohanes Mowata Laki-laki Tungrahita 
sedang

Dari kenyataan tersebut dapat diduga penyebab mengapa minat


belajar siswa rendah adalah sebagai berikut: Pelajaran Bina Diri berada pada
jam terakhir, kurangnya variasi media dari guru dalam pembelajaran dan
kurangnya pendampingan orang tua terhadap siswa agar menerapkan apa yang
telah didapatkan dari sekolah di rumah.

32
Upaya yang diperkirakan dapat meningkatkan minat siswa dalam
meningkatkan minat siswa pada pelajaran bina diri adalah dengan menerapkan
metode permainan dalam pembelajaran. Santrok mengatakan permainan adalah
kegiatan yang menyenangkan yang dilaksanakan untuk kepentingan kegiatan
itu sendiri. Menurutnya, permainan memungkinkan anak energi fisik yang
berlebihan dan membebaskan perasaan-perasaan yang terpendam. Dengan
bermain perasaan anak akan menjadi bahagia sehingga mengalami
kenyamanan dalam melakukan serangkaian kegiatan pembelajaran. Peran guru
di sini adalah sebagai motivator, artinya guru sebagai pemandu agar siswa
belajar secara aktif, kreatif dan menyenagkan dirinya
Berdasarkan gambaran tersebut di atas maka peneliti merancang
dan menerapakan penelitian tindakan kelas dengan dua siklus seperti di
gambarkan pada bab sebelumnya. Hasil dari tiap siklus akan digambarkan
dalam tabel di bawah ini yang dimulai dari siklus I dan dilanjutkan dengan
siklus II
Tabel 3. Semangat siswa dalam pembelajaran Bina Diri

No Nama siswa Skor maksimal Skor perolehan

1. Ellena Boekky
3 1

2. Ayu Pellondou
3 2

3. Fransina Henukh
3 2

4. Firgilio Frans
3 2

5. Yohanes Mowata
3 1

8
Semangat Siswa = x 100 % = 53,33 %
15

33
Tabel 4. Keberanian siswa dalam pembelajaran Bina Diri

No Nama siswa Skor maksimal Skor perolehan

1. Ellena Boekky
3 1

2. Ayu Pellondou
3 2

3. Fransina Henukh
3 2

4. Firgilio Frans
3 1

5. Yohanes Mowata
3 1

7
Keberanian Siswa = x 100 % = 46,66 %
15
Tabel 5. Keaktifan siswa dalam pembelajaran Bina Diri

No Nama siswa Skor maksimal Skor perolehan

1. Ellena Boekky
3 1

2. Ayu Pellondou
3 2

3. Fransina Henukh
3 2

4. Firgilio Frans
3 1

5. Yohanes Mowata
3 1

7
Keaktifan Siswa = x 100 % = 46,66 %
15
Tabel 6. Pemahaman siswa dalam pembelajaran Bina Diri

34
No Nama siswa Skor maksimal Skor perolehan

1. Ellena Boekky
3 1

2. Ayu Pellondou
3 2

3. Fransina Henukh
3 2

4. Firgilio Frans
3 1

5. Yohanes Mowata
3 1

7
Pemahaman Siswa = x 100 % = 46,66 %
15

Demikian gambaran mengenai hasil tindakan pada siklus I,


selanjutnya hasil tindakan pada siklus II akan digambarkan juga dalam tabel
seperti di bawah ini:
Tabel 7. Semangat siswa dalam pembelajaran Bina Diri

No Nama siswa Skor maksimal Skor perolehan

1. Ellena Boekky
3 2

2. Ayu Pellondou
3 3

3. Fransina Henukh
3 2

4. Firgilio Frans
3 2

5. Yohanes Mowata
3 2

11
Semangat Siswa = x 100 % = 73,33 %

35
15
Tabel 8. Keberanian siswa dalam pembelajaran Bina Diri

No Nama siswa Skor maksimal Skor perolehan

1. Ellena Boekky
3 2

2. Ayu Pellondou
3 3

3. Fransina Henukh
3 3

4. Firgilio Frans
3 2

5. Yohanes Mowata
3 2

12
Keberanian Siswa = x 100 % = 80,00 %
15
Tabel 9. Keaktifan siswa dalam pembelajaran Bina Diri

No Nama siswa Skor maksimal Skor perolehan

1. Ellena Boekky
3 2

2. Ayu Pellondou
3 3

3. Fransina Henukh
3 2

4. Firgilio Frans
3 2

5. Yohanes Mowata
3 2

11
Keaktifan Siswa = x 100 % = 73,33 %
15

36
Tabel 10. Pemahaman siswa dalam pembelajaran Bina Diri

No Nama siswa Skor maksimal Skor perolehan

1. Ellena Boekky
3 2

2. Ayu Pellondou
3 3

3. Fransina Henukh
3 2

4. Firgilio Frans
3 2

5. Yohanes Mowata
3 2

11
Pemahaman Siswa = x 100 % = 73,33 %
15
B. Pembahasan
I. Siklus I
Berdasarkan tabel 3 di atas mengenai semangat siswa dalam
pembelajaran Bina Diri telah tergambar secara jelas mengenai skor
perolehan dari setiap siswa dan persentasinya. Skor perolehan siswa hanya
secara keseluruhan menepati 53,33% dari persentase maksimal 100 %. hal
ini cukup beralasan karena telah digambarkan sebelumnya bahwa ada 2
siswa yang memang dalam pra tindakan/ observasi awal tidak terlibat sama
sekali. Ketidak terlibatan mereka sangat erat kaitannya dengan semangat
dalam belajar
Jika pada tabel 3 persentasinya mencapai 53,33% maka pada tabel
4,5 dan 6 mengenai keberanian, keaktifan dan pemahaman siwa dalam
pembelajran bina diri persentasinya sama yaitu 46,66 % dari persentase
maksimal 100 %. Alasan yang mendasari masih sama juga yaitu
keengganan 2 siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran
Dari gambaran tersebut di atas maka refleksi yang sekiranya dapat
dilakukan adalah siswa perlu dibagi dalam 2 kelompok agar lebih terkontrol

37
dalam pembelajaran. Selain pengelompokan maka hal lainnya yang dapat
dilakukan adalah dengan pemberian motivasi yang terus menerus dalam
pembelajaran apabila siswa kurang teermotivasi dalam pembelajaran. Hal
lainnya adalah modifikasi aturan dalam permainan untuk menghantar siswa
agar terlibat secara aktif dan secar tidak langsung akan terlibat dalam
pembelajaran bina diri membuat minuman pans (teh)
Adapun aturan dalam permainan ular tangga yang telah
dimodifikasi meluputi hal-hal sebagai berikut:
h. Alat yang dipakai dalam permainan ular tangga meliputi bidak/pion
beberapa warna, dadu dan gambar ular tangga dalam karton sebagai
media bermain
i. Setiap siswa akan memilih sendiri bidak sesuai warna kesukaannya
j. Permainan akan dimulai dari angka 1-100 sesuai dengan hasil dadu
yang dilemparkan oleh pemain dan pemain yang pertama tiba di
angka 100 akan menjadi pemenang
k. Pemain yang mendapat gambar ekor ular pada angka yang ditempati
akan turun angkanya ke tempat gambar kepala ular berada
l. Pemain yang mendapat gambar anak panah pada angka yang ditempati
akan naik angkanya ke tempat gambar ujung panah berada
m. Pemain yang mendapat gambar ular sebanyak 3 kali akan keluar dari
permainan dan mengikuti pembelajaran lainnya yaitu bina diri
membuat minuman panas (teh)
n. Apabila ada pemain yang menang maka pemain lainnya yang kalah
langsung mengikuti pembelajaran bina diri sedangkan pemenang
mendapatkan hadiah dari guru dan akan mengikuti pembelajaran bina
diri pada giliran terakhir
II. Siklus II
Setelah dilakukan refleksi pada siklus I maka pembelajar
dilanjutkan dalam siklus II dengan memperhatihan hal-hal yang menjadi
catatan dalam tahap refleksi tersebut. Adapun hasil yang telah tergambar
dalam tabel 7- 10 akan dibahas secara jelas dalam uraian di bawah ini
Dalam tabel 7 menampilkan data mengenai semangat siswa dalam
pembelajaran bina diri. Skor perolehan siswa merangkak naik mencapai

38
73,33 % dari skor sebelumnya pada siklus I yang hanya mencapai 53,33%.
Kenaikan persentasi dalam semangat siswa disebabkan adanya peningkatan
skor pencapaian dari 3 siswa masing-masing 1 skor pencapaian yang
sebelumnya memperoleh skor pencapaian 1 (Ellena Boeky), 2 (Ayu
Pellondou) dan 1 (Yohanes Mowata) naik skornya menjadi 2, 3 dan 2.
Kenaikan persentasi dari ketiga siswa tersebut di atas cukup
beralasan karena semangat siswa untuk menang dalam permainan cukup
besar. Hal ini disebabkan hadiah yang disiapkan serta melihat teman yang
kalah terlibat dalam pembelajaran bina diri paling awal sedangkan
pemenang akan telibat paling akhir
Jika pada tabel 7 skor pencapaian mencapai 73,33% maka pada
tabel 8 skor pencapaian mencapai 80,00%. Dengan demikian maka skor
pencapaian pada tabel 8 mengenai keberanian siswa dalam pembelajaran
bina diri adalah skor pencapaian tertinggi. Hal ini disebabkan adanya
peningkatan 1 skor pencapaian dari semua siswa.
Kenaikan ini disebabkan semua siswa bersemangat dalam
permainan ular tangga yang disajikan dan pengelompokkan siswa menjadi 2
kelompok dalam bermain. Semangat siswa cukup beralasan karena setiap
siswa berusaha untuk menang dan mendapatkan hadiah sedangkan
pengelompokkan siswa menjadi 2 kelompok secara otomatis mengurangi
jumlah siswa yang sebelumnya 5 orang bermain dalam 1 kelompok menjadi
3 siswa pada kelompok 1 dan 2 siswa pada kelompok 2.
Selanjutnya dalam tabel 9 dan 10 mengenai keaktifan siswa dalam
pembelajaran bina diri dan pemahaman siswa siswa dalam pembelajaran
bina diri mengalami peningkatan skor pencapaian yang sama dari
sebelumnya 46,66% menjadi 73,33%. Kenaikan ini disebabkan oleh
meningkatnya skor pencapaian siswa dalam tabel 9 dan 10. Alasan yang
mendasari kenaikan persentasi ini juga masih sama yaitu keinginan siswa
untuk menang dalam permainan dan mendapatkan hadiah.
Berdasarkan pembahasan tersebut di atas maka maka yang menjadi
catatan refleksi adalah siswa perlu teru diberi motivasi dalam belajar dan
persaiangan dalam permainan dan pembelajaran bina diri hendaknya

39
diarahkan menuju persaingan positif karena tidak jarang permainan
mengarah kepada persaingan untuk menang dengan berbagai cara.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan untuk meningkatkan
minat belajar siswa di SMALB Negeri Pembina Kupang dengan
menggunakan media permainan ular tangga dalam pembelajaran telah mampu
meningkatkan minat belajar siswa.
Penggunaan media permainan ular tangga yang digunakan dalam
pembelajaran bina diri ternyata mampu meningkatkan minat belajar siswa
yang meliputi aspek semangat, keberanian, keaktifan dan pemahaman. Hal ini
dapat dilihat dari hasil observasi dalam pra tindakan yang tergambar secara
jelas persentasi siswa tidak mencapai 50 %. Selanjutnya dalam siklus I
masing-masing indikator mengalami kenaikan persentasi skor pencapaian.
Semangat siswa merangkak naik menuju 53,33% sedangkan keberanian,
keaktifan dan pemahaman telah mencapai capaian 46,66%. Pada siklus II
kenaikan signifikan terjadi pada aspek keberanian yang mencapai 80,00%
sedangkan aspek lainnya yaitu semangat, keaktifan dan pemahaman mencapai
73,33%
B. Saran
Hal-hal yang menjadi saran agar dapat diperhatikan adalah sebagai
berikut:
1. Guru dapat menerapkan media permainan ular tangga dalam pembelajaran
bina diri karena terbukti dapat meningkatakan minat belajar siswa. jenis
permaianan dapat dipilih dan dimodifikasi serta disesuaikan dengan jenis
pembelajaran bina diri yang akan dipelajari
2. Guru terus memotivasi siswa dengan menggunakan berbagai media dalam
pembelajaran Bina Diri karena merupakan bekal hidup bagi siswa

40
tunagrahita yang akan hidup dalam masyarakat setelah menyelesaikan
jenjang pendidikan di SMALB

DAFTAR PUSTAKA

Anna Craft. 2003. Membangun Kreatifitas Anak. Depok: Inisiasi Press

Astati. 1995. Terapi Permainan, Okupasi dan Musik Bagi Anak Tunagrahita.
Jakarta: Dirjen Dikti

Astati. 2011. Bina Diri Untuk Anak Tungrahita. Bandung: Amanah Offset

Astati & Mulyati Lis. 2011. Pendidikan Anak Tunagrahita. Bandung: Amanah
Offset

Euis Neni. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Amanah


Offset

Muslich, Mansur. 2011. Melaksanakan PTK itu Mudah (Classroom Action


Research) Pedoman Paraktis Bagi Guru Profesional, Jakarta: Bumi Aksara

Rochyadi & Alimin, Z. 2005. Pengembangan Program Individual Bagi Anak


Tunagrahita. Jakarta: Depdiknas

Soendari Tjutju. 2011. Pembelajaran Individual Dalam Pendidikan Anak


Berkebutuhan Khusus. Bandung: Amanah Offset

Soendari Tjutju. dkk. 2013. Pembelajaran Kreatif Dalam Pendidikan Anak


Berkebutuhan Khusus. Bandung: CV. Amanah Offset

Suhaeri, HN. 2002. Pelaksanaan Bina Diri Bagi Anak Tunagrahita. Bandung:
FNKCM

41
PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBINA KUPANG
Jln. Jambu No 1. Naikoten I Kupang ( 0380 ) 881109

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Nama Sekolah : SMALB Negeri Pembina Kupang

Kelas/Semester : X Tunagrahita

Mata Pelajaran : Bina Diri

Meteri Pokok : Membuat minuman panas (teh)

Alokasi Waktu : 2 jam pelajaran (Siklus I)

A. Standar Kompetensi : Mengurus diri


B. Kompetensi Dasar : Membuat minuman panas
C. Tujuan Pembelajaran :
1. Siswa mampu menunjukkan minat belajar
2. Siswa mampu menyiapkan alat, membuat minuman teh dan merapikan
alat
D. Metode Pembelajaran :
Ceramah dan ujuk kerja/demonstrasi, pemberian tugas
E. Media Pembelajaran : Permainan Ular tanga
F. Langkah-langkah Pembelajaran
1. Kegiatan Awal
 Guru bersama siswa menyanyi berdoa untuk membuka pelajaran
 Guru mengabsensi kehadiran siswa
 Guru menginformasikan kepada siswa bahwa hari ini pembelajaran
diisi dengan belajar dan bermain ular tangga

42
 Guru menjelaskan aturan permainan dan memotivasi siswa untuk
bermain dengan jujur dan mengikuti aturan yang telah ditetapkan

2. Kegiatan inti
 Guru dan siswa menguji coba permainaan ular tangga standar dan
memotivasi siswa untuk bersama-sama memodifikasi permainan ular
tangga agar tiap siswa tidak mengalami kesulitan dalam bermain
 Guru dan siswa memodifikasi permainan ular tangga dan menetapkan
aturan-aturan tambahan yang mengarahkan mereka untuk terlibat
dalam pembelajaran bina diri apabila aturan-aturan yang mensyaratkan
mereka terlibat dalam pembelajaran telah dipenuhi
 Guru menjelaskan dan mempraktekan cara membuat minuman panas
(teh) kepada siswa yang merupakan telah memenuhi syarat untuk
belajar bina diri
 Siswa bermain permainan ular tangga yang telah dimodifikasi
sedangkan guru mengarahkan dan bersiap untuk mengarahkan siswa
yang memenuhi persyaratan untuk terlibat dalam pembelajaran bina
diri
3. Kegiatan akhir
 Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan
perasaannya serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi
 Guru memotivasi siswa untuk terlibat lagi dalam permainan berikutnya
dalam pembelajaran bina diri
 Guru dan siswa menutup pelajaran dengan berdoa
G. Sumber Belajar : Guru dan siswa serta buku pembelajaran bina diri
H. Alat dan bahan : Termos (berisi air panas), teh celup, cangkir/gelas,
sendok kecil
I. Penilaian : Terlampir

Mengetahui, Kupang, 14 April 2014

43
Kepala Sekolah Guru  Mata Pembimbing
 

( Markus Sampe, S.Pd, MM.) ( Daniel Tafuli, S. Pd )


NIP: 196406061999031004 NIP: 198403242010011023

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR


DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBINA KUPANG
Jln. Jambu No 1. Naikoten I Kupang ( 0380 ) 881109

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Nama Sekolah : SMALB Negeri Pembina Kupang

Kelas/Semester : X Tunagrahita

Mata Pelajaran : Bina Diri

Meteri Pokok : Membuat minuman panas (teh)

Alokasi Waktu : 2 jam pelajaran (Siklus II)

A. Standar Kompetensi : Mengurus diri


B. Kompetensi Dasar : Membuat minuman panas
C. Tujuan Pembelajaran :
1. Siswa mampu menunjukkan minat belajar
2. Siswa mampu menyiapkan alat, membuat minuman teh dan merapikan
alat
D. Metode Pembelajaran :
Ceramah dan ujuk kerja/demonstrasi, pemberian tugas
E. Media Pembelajaran : Permainan ular tangga
F. Langkah-langkah Pembelajaran
1. Kegiatan Awal
 Guru bersama siswa berdoa untuk membuka pelajaran
 Guru mengabsensi kehadiran siswa
 Guru menginformasikan kepada siswa bahwa hari ini pembelajaran
diisi dengan bermain permainan ular tangga

44
 Guru menjelaskan aturan permainan modifikasi dan memotivasi siswa
untuk bermain dengan jujur dan mengikuti aturan yang telah
ditetapkan

2. Kegiatan inti
 Siswa bermain ular tangga dalam 2 kelompok masing-masing
kelompok terdiri dari 3 orang dan 2 orang
 Guru mengawasi permainan siswa
 Guru mengajarkan siswa cara membuat minuman panas (teh) bagi
siswa telah memenuhi persyaratan untuk di ajarkan
 Siswa bermain permainan ular tangga yang telah dimodifikasi
sedangkan guru mengarahkan dan bersiap untuk mengarahkan siswa
yang memenuhi persyaratan untuk terlibat dalam pembelajaran bina
diri
3. Kegiatan akhir
 Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan
perasaannya serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi
 Guru memotivasi siswa untuk terlibat lagi dalam permainan berikutnya
dalam pembelajran bina diri
 Guru dan siswa menikmati hasil pembelajaran bina diri berupa
minuman panas (teh) dan snack yang telah disiapkan
 Guru dan siswa menutup pelajaran dengan bernyanyi berdoa
G. Sumber Belajar : Guru dan siswa serta buku pembelajaran bina diri
H. Alat dan bahan : Termos (berisi air panas), teh celup, cangkir/gelas,
sendok kecil
I. Penilaian : Terlampir

Mengetahui, Kupang, 14 April 2014


Kepala Sekolah Guru  Mata Pembimbing
 

45
( Markus Sampe, S.Pd, MM.) ( Daniel Tafuli, S. Pd )
NIP. 196406061999031004 NIP. 198403242010011023

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR


DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBINA KUPANG
Jln. Jambu No 1. Naikoten I Kupang ( 0380 ) 881109

LATIHAN BINA DIRI MEMBUAT MINUMAN PANAS

Suasana Anak : Saat latihan

Alat dan bahan : Termos (berisi air panas), teh celup, cangkir/gelas, sendok
kecil

Tempat : Di dapur/kelas

Metode : Demonstrasi, pemberian tugas

Cara Melatih:

1. Menyiapkan alat
a. Mengenalkan alat dan kegunaannya
b. Menunjukkan dan menyebutkan nama alat
c. Anak menyiapkan alat dan bahan sendiri
2. Membuat minuman teh
a. Memperagakan cara menuang air di cangkir/gelas
 Membimbing anak menuang air panas
 Anak menuang air panas sendiri
b. Memperagakan mencelupkan teh di dalam cangkir/gelas
 Membimbing anak mencelupkan teh
 Anak mencelupkan teh sendiri
c. Memperagakan menyendok gula dan menaruh di cangkir/gelas
 Membimbing anak menyendok gula dan dimsukan ke dalam
cangkir/gelas

46
 Anak menyendok gula sendiri

d. Memperagakan cara menghidangkan minuman teh


 Membimbing anak menghidangkan teh
 Anak menghidangkan teh sendiri
3. Merapikan alat
a. Memperagakan cara merapikan alat dan mengembalikan ke tempatnya
b. Membimbing anak merapikan alat dan mengembalikan ditempatnya
c. Anak merapikan alat dan mengembalikannya ditempatnya

47
PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBINA KUPANG
Jln. Jambu No 1. Naikoten I Kupang ( 0380 ) 881109

ANALISIS TUGAS MEMBUAT MINUMAN PANAS

NAMA ANAK : ......................................................

DAPAT
TIDAK
N DAPAT DENGAN
ASPEK YANG DIANALISIS DAPAT
O (3) BANTUAN
(1)
(2)
1. Menyiapkan alat
2. Menuang air dari termos
3. Mencelupkan teh
4. Menyendok gula
5. Mengaduk gula
6. Menghidangkan minuman
7. Merapikan alat
Skor Perolehan
NILAI AKHIR : x 100
Skor Maksimum
DESKRIPSI:

TINDAK LANJUT:

Kupang,

Guru Pembimbing

48
Daniel Tafuli, S.Pd

NIP. 198403242010011023

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR


DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBINA KUPANG
Jln. Jambu No 1. Naikoten I Kupang ( 0380 ) 881109

EVALUASI MEMBUAT MINUMAN PANAS

NAMA ANAK : ......................................................

N SKOR SKOR
ASPEK YANG DINILAI
O MAKSIMAL PEROLEHAN
1. Menyiapkan Alat 3
 Menunjukkan alat membuat minuman
 Menyebutkan alat untuk membuat
minuman

2. Membuat minuman teh 3


 Menuang air panas
 Mencelupkan teh
 Menyendok gula
 Mengaduk teh
 Menghidangkan teh
3. Merapikan Alat 3
 Membersihkan alat
 Mengembalikan ditempatnya
Jumlah skor maksimal/perolehan
Keterangan Pengskoran:

1. Skor 3 : mampu melakukan tanpa bantuan dari guru / teman


2. Skor 2 : mampu melakukan dengan bantuan informasi dari guru / teman
3. Skor 1 : mampu melakukan bantuan indakan dari guru/ teman

49
Skor Perolehan
Nilai Akhir : x 100
Skor Maksimum

Kupang,

Guru Pembimbing

Daniel Tafuli, S.Pd

NIP.198403242010011023

50
PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBINA KUPANG
Jln. Jambu No 1. Naikoten I Kupang ( 0380 ) 881109

EVALUASI SEMAGAT SISWA DALAM PEMBELAJARAN

No Nama siswa Skor maksimal Skor perolehan

1. Ellena Boekky
3

2. Ayu Pellondou
3

3. Fransina Henukh
3

4. Firgilio Frans
3

5. Yohanes Mowata
3

Keterangan Pengskoran:

1. Skor 3 : bersemangat dalam pembelajaran atas dorongan diri sendiri


2. Skor 2 : bersemangat dalam pembelajaran atas dorongan teman/guru
3. Skor 1 : tidak bersemangat dalam pembelajaran

Skor Perolehan
Semangat Siswa = x 100 %
Skor maksimal

Kupang,

Guru Pembimbing

51
Daniel Tafuli, S.Pd

NIP.198403242010011023

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR


DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBINA KUPANG
Jln. Jambu No 1. Naikoten I Kupang ( 0380 ) 881109

EVALUASI KEBERANIAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN

No Nama siswa Skor maksimal Skor perolehan

1. Ellena Boekky
3

2. Ayu Pellondou
3

3. Fransina Henukh
3

4. Firgilio Frans
3

5. Yohanes Mowata
3

Keterangan Pengskoran:

1. Skor 3 : berani mengemukakan pendapat dalam pembelajaran atas


dorongan diri sendiri
2. Skor 2 : berani mengemukakan pendapat dalam pembelajaran atas
dorongan teman/guru
3. Skor 1 : tidak berani mengemukakan pendapat dalam pembelajaran

Skor Perolehan

52
Keberanian Siswa = x 100 %
Skor maksimal

Kupang,

Guru Pembimbing

Daniel Tafuli, S.Pd

NIP.198403242010011023

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR


DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBINA KUPANG
Jln. Jambu No 1. Naikoten I Kupang ( 0380 ) 881109

EVALUASI KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN

No Nama siswa Skor maksimal Skor perolehan

1. Ellena Boekky
3

2. Ayu Pellondou
3

3. Fransina Henukh
3

4. Firgilio Frans
3

5. Yohanes Mowata
3

Keterangan Pengskoran:

1. Skor 3 : berani terlibat secara langsung dalam pembelajaran atas


dorongan diri sendiri

53
2. Skor 2 : berani terlibat secara langsung dalam pembelajaran atas
dorongan teman/guru
3. Skor 1 : tidak berani terlibat secara langsung dalam pembelajaran

Skor Perolehan
Keaktifan Siswa = x 100 %
Skor maksimal

Kupang,

Guru Pembimbing

Daniel Tafuli, S.Pd

NIP.198403242010011023

“PROSES MODIFIKASI ULAR TANGGA”

54
“UJICOBA PERMAINAN ULAR TANGGA DENGAN MODIFIKASI ATURAN”

55
“PEMBELAJARAN BINA DIRI MEMBUAT MINUMAN PANAS (TEH)”

56
“PENYAJIAN MINUMAN PANAS (TEH) DAN PROSES MENIKMATI”

57
58

Anda mungkin juga menyukai