Anda di halaman 1dari 26

PENAFSIRAN KITAB WAHYU

Kitab Wahyu memang bukan sebuah kitab yang mudah ditafsirkan. Dalam sejarah penafsiran
kitab itu menimbulkan banyak perdebatan. Jadi untuk memperoleh suatu gambaran yang lebih
objektif akan penafsiran kitab ini, pembahasan di sini akan dimulai dari pengenalan akan jenis
sastra kitab ini, disusul dengan pembicaraan beberapa macam pendekatan yang sering
ditemukan, dan diakhiri dengan pendaftaran beberapa prinsip penafsiran yang perlu
diperhatikan.
I. Jenis sastra : Literatur Apokaliptik
Literatur apokaliptik adalah sejenis literatur yang tumbuh subur di daerah yang
berhubungan dengan Alkitab, yang kebanyakan terdapat mulai abad kedua SM sampai
abad peitama. Boleh dikatakan apokalipsisme pada mulanya populer di tengah-tengah
orang Yahudi, kemudian baru masuk ke komunitas orang Kiisten. Selain buku apokaliptik
yang sudah umum diketahui, dikatakan bahwa sebagian tulisan Qumran pun mempunyai
ciri apokaliptik. Adakalanya isi tulisan-tulisan kuno ini tidak semua berbentuk apokaliptik
(contoh yang baik adalah kitab Daniel, kitab kanonik orang Kristen). Dari kitabkitab
apokrifa juga terdapat kitab yang bersifat apokaliptik, misalnya II Esdras. Hanya sayang,
dunia penafsiran belum memiliki kesepakatan tentang definisi istilah ini. Jadi sampai kini
pun belum ada kesepakatan tentang jumlah buku jenis ini maupun banyak hal yang
berhubungan dengannya. Kita mulai dengan literatur apokaliptik umum.
Ciri-ciri Literatur Apokaliptik Umum
(1) Eskatologis
Sama seperti para nabi, penulis-penulis apokaliptik juga menubuatkan hal-hal yang akan
datang. Tetapi berlainan dengan nabi, mereka tidak menaruh harapan kepada dunia atau
masa kini, melainkan mengharapkan kehadiran eskatologi.
(2) Dualistis
Pikiran ini bukan saja terbaca dari dua kekuatan yang beroposisi, Allah versus Setan,
tetapi juga terbaca dari dua dunia atau masa yang sama sekali berbeda, yakni dunia yang
akan datang dan dunia sekarang. Berbeda dengan nubuat, klimaks apokaliptik dijelaskan
dalam istilah langit dan dunia bani, bukan dengan istilah dunia kini (walaupun tidak semua
demikian). Namun perlu ditegaskan, pikiran mereka masih tetap dalam kerangka
monoteisme yang membicarakan Kerajaan Allah akan datang, dan penghakimanNya yang
tidak dapat dielakkan.
(3) Deterministis
Suatu ciri lain dari apokaliptik adalah kepercayaan bahwa segala sesuatu berjalan sesuai
dengan penentuan Allah dan menuju kepada akhir yang juga sudah ditentukan. Jadi sejarah
merupakan suatu jadwal yang menuju pada kedatangan hari yang dahsyat itu. Pikiran
demikian berlatar belakang pandangan yang pesimis terhadap kesanggupan manusia untuk
menang atas kejahatan. Dunia ini jahat adanya. Suatu perubahan besar dalam masyarakat
1
sedang berjalan. Harapan hanya pada Allah, sebab Dia pasti menang. Kesengsaraan
sekarang akan membawa datangnya kebahagiaan yang tak terhingga. Untuk menyambut
akhir zaman itu, penulis apokaliptik mencoba menguatkan dan menghibur sisa orang-orang
benar yang sedang sengsara. Dalam hal ini, mereka berbeda dengan nabi yang mencoba
menegur rakyat yang berdosa dan menghimbau mereka berpaling kepada Allah.
(4) Esoteris
Menurut apokaliptik, wahyu Allah hanya diberikan kepada orang tertentu saja. Cara
pemberian wahyu biasanya adalah melalui mimpi atau visi, sedangkan malaikat bertindak
sebagai penuntun atau pemberi penjelasan. Wahyu demikian diturunkan turun-temurun dan
baru diberikan penjelasan oleh kelompok apokaliptik. Dengan beberapa kekecualian,
dalam topik ini apokaliptik berlainan dengan nubuat. Pemberian wahyu dalam apokaliptik
lebih bersifat tidak langsung melalui perantara, seperti malaikat Dengan demikian Sabda
Allah menjadi berotoritatif, yang membuat penerimanya gemetar
(5) Penulisan
Berbeda dengan para nabi yang umumnya baru menuliskan berita yang disampaikannya di
kemudian hari, penulisan golongan apokaliptik langsung menuliskan beritanya. Format
penulisannya pun tidak sama dengan nabi, yang menyatakan bahwa "demikianlah firman
Allah", melainkan memakai format biasa, dan banyak memakai tradisi umum.
(6) Simbolis
Bahasa simbolis dalam apokaliptik begitu dominan, sehingga bagi pembaca moderen ini
jelas menipakan suatu hal yang sulit dimengerti. Ciri dari apokaliptik ini berbeda dengan
nubuat, yang terdapat pada zaman yang lebih awal, yang biasanya memakai bahasa yang
mudah dimengeiti. Bahasa simbolis demikian tentu berhubungan dengan topik,
pengalaman (visi) dan kai'akter penulis apokaliptik. Simbol ini ada kalanya dijelaskan,
tetapi lebih sering tidak. Ini mungkin karena pembaca yang simpati kepada apokaliptik
tidak mengalami kesulitan untuk mengeili tulisan jenis ini. Cara penulisan demikian juga
lebih menjamin keselamatan orang yang bersangkutan dalam situasi yang tidak aman.
(7) Nama samaran
Penulis apokaliptik biasanya tidak memakai nama sesungguhnya melainkan meminjam
nama orang agung zaman kuno. Alasan berbuat demikian mungkin karena ingin menarik
perhatian pendengar, atau demi terjaminnya keamanan si penulis, atau kekagumannya akan
tokoh zaman kuno, atau keinginan menunjukkan identitas kelompoknya, bahwa sebenarnya
mereka termasuk kelompok apokaliptik tertentu. Hanya ini tidak berarti bahwa mereka
mencoba menipu pembaca mereka. Dalam hal nama samaran ini, kitab nubuat jelas tidak
sama dengan literatur apokaliptik umum.

Sebab Timbulnya dan Asal Usul Literatur Apokaliptik Umum

2
Kini kita perlu melihat sepintas lalu sebab dan asal-usul timbulnya literatur jenis ini. G.E.
Ladd dalam tulisannya yang berjudul ”Apocalyptic”, yang dimuat dalam Baker’s
Dictionary of Theology, memberi tiga sebab munculnya literatur jenis ini.
Pertama, timbulnya kelompok yang melihat diri mereka sebagai orang benar yang tersisa,
salah satu golongan dari mereka, misalnya, kelompok Qumran, biasanya menganggap
nubuat nabi digenapi atas diri mereka. Paul D. Hanson dalam bukunya The Dawn of
Apocalyptic (rev. ed.; Philadelphia: Fortress Press, 1979), melihat pikiran orang benar
yang tersisa ini dari sudut sosiologis. Ia bei-pendapat bahwa golongan ini bukan suatu
kelompok teilentu melainkan banyak kelompok yang berciri khas umum, yakni mereka
tidak berkuasa lagi. Jadi bagi Hanson (yang dikritik karena kurang memperhatikan ciri
khas agama golongan ini), orang benar yang tersisa adalah kelompok yang dikecewakan,
dikalahkan dalam pergolakan masyarakat termasuk di dunia agama.
Kedua, persoalan kejahatan.
Persoalan ini timbul sebab rupanya Allah tidak lagi menghukum yang jahat dan
memberkati yang baik. Apa yang terjadi dalam masyarakat justim sebaliknya. Ini
merupakan pertanyaan yang serius bagi orang Israel yang pulang dari pembuangan,
teimtama setelah mereka berusaha taat kepada hukum Musa. Apa yang terjadi sangat
mengecewakan orang Israel. Mereka justru dijajah dari satu negara asing ke negara asing
yang lain.
Ketiga, soal tidak adanya nubuat lagi.
Selama berabad-abad lamanya orang Israel mendengar suara nabi, tetapi kemudian seolah-
olah nabi-nabi telah tertidur. Jadi sekarang adalah saatnya bagi penulis apokaliptik untuk
bangun berdiri mengisi kekosongan ini. Tidak dapat disangkali bahwa literatur apokaliptik
pernah tumbuh subur di kalangan orang Yahudi dan orang Kristen. Bahkan menurut
sebagian saijana, apokaliptik adalah ibu dari segala teologi Kristiani.' Tetapi bagaimana
dengan asal-usulnya? Kita dapat menjumpai banyak teori dalam topik ini, misalnya, Betz
melihatnya sebagai hasil hudaya Yunani, sedang Conzelmann percaya literatur jenis ini
berasal dari agama orang Iran, dan sebagainya. Tetapi rupanya pendapat dari H.H. Rowley,
D.S. Russell, S.D. Frost P.D. Hanson Dan R.G. Hamerton-Kelly lebih dapat dipercaya.
Di samping melihat pengaruh dari budaya lain, mereka percaya apokaliptik berasal dari
nubuat Perjanjian Lama. Sudah tentu penilaian dan cara menangani apokaliptik mereka
berbeda, tetapi pada dasarnya mereka melihat literatur ini sebagai penenisan dari nubuat
Perjanjian Lama. Bagi P.D. Hanson, apokaliptik adalah sama dengan nubuat, hasil dari
kesenjangan ahtara golongan visi dan realitas. R.G. Hamerton-Kelly maju selangkah
menghubungkannya dengan Bait Allah dan persembahan di dalamnya. Bagi dia golongan
apokaliptik adalah orang yang bermusuhan dengan Bait Allah di Yerusalem, tetapi tetap
memperhatikan maknanya. (Tendensi ini terbaca dalam tulisan Qumran.) Sedangkan bagi
von Rad, literatur ini berhubungan dekat dengan literatur Hikmat orang Yahudi. Walaupun

3
kita belum ada kesimpulan terakhir, tetapi hampir boleh kita pastikan nubuat Peijanjian
Lama berhubungan dengan apokaliptik, walaupun jelas keduanya berbeda.

Perbedaan Antara Literatur Apokaliptik Umum Dan Alkitab


Sebagaimana diketahui di dalam Alkitab terdapat literatur berciri apokaliptik, misalnya
kitab Daniel dan Wahyu. Selain kedua kitab ini, Yes.24-27, Yeh.38-39, nubuat dariYoel.
Zak.9-14, Mrk.l3, I Kor.15, dan II Tes.2 juga memiliki ciri demikian. Tetapi perlu
diperhatikan bahwa adanya perbedaan yang cukup menyolok antara apokaliptik di luar
Alkitab dan Alkitab.
(1) Apokaliptik Alkitab jelas berisi amanat dari para nabi, sedangkan Apokaliptik umum
tidak.
(2) Apokaliptik Alkitab menunjukkan nama asli penulis, sedangkan yang umum tidak.
(3) Dibandingkan pandangan pesimis terhadap dunia kini, Apokaliptik Alkitab lebih
seimbang.
(4) Apokaliptik umum melihat zaman sekarang jahat dan tanpa makna, tetapi bagi penulis
Apokaliptik Alkitab, justini dalam sejarahlah Allah telah memulai lembaran baru
dengan pekerjaan penebusanNya.
(5) Apokaliptik Alkitab lebih bersifat nubuat, yang menekankan nasihat moral dan
kehidupan, sedangkan apokaliptik umum tidak.

II. Pelbagai Pendekatan


Menurut Robert H. Mounce, hampir semua penafsiran dapat dikategorikan ke dalam salah
satu dari empat aliran di bawah ini:
(1) Aliran Sejarah Zaman Penulis Kitab.
Golongan ini menafsir kitab Wahyu dari sudut lingkungan dan keadaan abad peilama,
saat kitab itu ditulis.
(2) Aliran Sejarahwan.
Tokoh-tokoh aliran ini melihat kitab Wahyu sebagai nubuat tentang sejarah yang
berjalan hingga zaman penafsir sendiri.
(3) Aliran Futuris atau Eskatologis.
Menurut aliran ini, kitab terakhir dari Peijanjian Baru ini menekankan kemenangan
terakhir dari Allah atas kekuatan jahat. Golongan ini, khususnya yang memegang
4
pandangan Dispensasi, melihat apa yang dicatat setelah Why.4:l adalah hal-hal yang
bellum teiradi.
(4) Aliran Idealis atau Simbolis yang tidak dibatasi oleh waktu.
Bagi aliran ini, kitab Wahyu tidak menunjuk kepada suatu peristiwa tertentu, melainkan
kepada prinsip dasar yang dipakai Allah dalam segala zaman. Apa yang disajikan oleh
Mounce di atas, sebetulnya menyangkut dua hal yang amat penting dalam penafsiran kitab
Wahyu.
Pertama, sikap apa yang harus diambil terhadap jenis literatur apokaliptik kitab Wahyu.
Ini penting karena jika kitab Wahyu memakai sejenis literatur yang populer pada zaman
itu, lalu seberapa jauh ia berbeda dengan literatur apokaliptik umum.^ Jika tidak banyak
berbeda itu berarti sifat nubuatnya mungkin tidak menonjol. Ini beraiii penafsiran yang
tepat adalah yang diambil oleh aliran Sejarah Zaman Penulis Kitab, atau boleh sedikit
bergeser katakanlah kepada aliran Idealis. Jika kitab Wahyu benar sangat berbeda dengan
literatur apokaliptik umum (- sesuatu yang sangat mungkin mengingat kreativitas
komunitas orang Kiisten dan wahyu khusus yang diterima oleh penulis kitab-), maka
pendapat aliran Sejarahwan atau aliran Eskatologis perlu dipegang. Di sinilah pangkal
pei"soalannya dan inilah yang sulit ditentukan.
Kedua, berhubungan erat dengan yang pertama adalah seberapa jauh pelukisan dalam kitab
Wahyu dapat ditafsir secara kias.
Perdebatan sengit tentang Millennium (baca Why. 20:4) sebetulnya berkisar pada
persoalan ini. Jika ditafsir hurufiah, berarti penafsir itu akan condong ke Premillennialisme,
yang melihat masa seribu tahun itu benar-benar akan terjadi. Jika tidak, ia akhirnya akan
bergeser ke Amillennialisme yang menjelaskan masa seribu tahun dengan pengertian
simbolis. Kini harus kembali kepada peitanyaan yang mendasar, yakni apakah dapat
dibenarkan bahwa kitab Wahyu dengan bentuk sastra literatur apokaliptik ditafsir secara
hurufiah? Jawaban ini tidak tuntas jika tidak kembali kepada apakah ada perbedaan yang
sangat prinsipil dan mencolok antara literatur apokaliptik umum dan Alkitabiah. Sekali
lagi, inilah yang sulit, namun inilah yang menentukan. Untuk memberi sekilas penjelasan
tentang pelbagai pendekatan akan disajikan ringkasan beberapa tafsiran. Ayat yang akan
dibahas adalah:
Wahyu 12:3, "Maka tampaklah suatu tanda yang lain di langit; dan lihatlah, seekor naga
merah padam yang besar, berkepala tujuh dan bertanduk sepuluh, dan di atas kepalanya
ada tujuh mahkota". Menurut John F. Walvoord, dalam bukunya The Revelation of Jesus
Christ (Chicago, IL: Moody, 1966), tanda yang terlihat di langit itu berhubungan dengan
Wahyu 13:1, dan Daniel 7:7-8, 24, yang menunjuk kepada Kerajaan Romawi. Naga itu
juga menunjuk kepada Setan. Warna itu menunjuk karakter pembunuhan. Tujuh kepala dan
sepuluh tanduk menunjuk sepuluh negara, yang darinya tiga dicabut oleh tanduk kecil
(Daniel 7:8). Tanduk kecil diidentikkan dengan penguasa dunia pada masa kesengsaraan,
yang akan menjajah pada saat Kerajaan Romawi bangun kembali. Walvoord jelas
5
mengambil posisi dari golongan aliran Sejarahwan, yang juga dicampur dengan aliran
Futuris. Ia juga jelas beipegang pada kepercayaan Premillennialisme, yang berorientasi ke
penafsiran huruflah. Dari sebuah tafsiran yang relatif ringkas. Revelation (London:
Tyndale, 1973), Leon Morris, seorang penafsir yang ternama, melihat tanda ini menunjuk
kepada Setan. Hanya ia percaya ini ada hubungan dengan Mesir, yakni Firaun, dengan
memperhatikan ayat-ayat dalam Perjanjian Lama yang berkaitan dengan negara tersebut.
Dalam tafsirannya, Morris jelas melihat pelukisan di sini bersifat simbolis dan
berhubungan dengan orang Kristen pada abad perlama. Contoh-contoh yang disejikan di
atas sudah tentu belum komplit, dan ringkasan-ringkasan ini dibuat hanya dengan tujuan
menjelaskan aliran-aliran besar yang ada dalam penafsiran kitab Wahyu. Dengan demikian,
prinsip dan metode penafsiran, teologi dan argumen dari penulis-penulis ini terpaksa tidak
dapat diliput dengan teliti. Namun demikian, diharapkan pembaca dapat memperoleh suatu
pandangan yang lebih konkret

III. Prinsip Penafsiran: Beberapa Pegangan


Sama seperti menafsir kitab lain, menafsir kitab Wahyu juga menuntut langkah-langkah
penafsiran umum. Langkah-langkah ini pada dasarnya dapat diringkas sebagai berikut:
1. analisa teks
2. analisa isi Alkitab (introduksi)
3. analisa sejarah dan latar belakang
4. analisa sastra
5. analisa konteks
6. analisa arti kata
7. analisa tata bahasa
8. analisa integrasi
Selain apa yang di atas, masih terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan:
(1) walaupun terdapat perbedaan antara nubuat dan apokaliptik, tetapi dalam banyak aspek
mereka pun sangat dekat. Ditambah lagi, literatur apokaliptik sangat mungkin lahir dari
nubuat Perjanjian Lama. Jadi dapat dipeilanggungjawabkan jika kita menerapkan prinsip
dan metode penafsiran nubuat atas apokaliptik.
(2) apokaliptik sangat menonjol dalam hal eskatologi.
Penafsir moderen perlu sadar akan dorongan ingin tahu dari sementara orang, dan jangan
terlalu spekulatif dalam menafsir apokaliptik. Ingat selalu ajaran Tuhan Yesus di dalam
Mat.24:36; Kis. 1:7. (3) penafsiran moderen perlu memperhatikan ciri khas literatur
apokaliptik umum dan juga apokaliptik yang terdapat di dalam Alkitab. Perhatikan selalu
topik, nubuat, latar belakang sejarah dan bahasa simbolisnya.

6
(4) simbol atau bahasa simbolis dalam apokaliptik adalah sesuatu yang dapat dimengerti
oleh orang zaman itu. Jadi untuk menafsir semua ini, penafsir perlu memperhatikan
penjelasan dari penulis, konteks, bahkan literatur apokaliptik umum zaman itu.
(5) perhatikan selalu dampak dari bahasa simbolis yang jelas sangat emosional.
(6) penafsir moderen juga perlu memperhatikan bagian yang paralel dan juga nubuat di
dalam Perjanjian Lama. Penafsir moderen juga perlu selalu menanyakan apakah nubuat
apokaliptik telah atau belum digenapi.
(7) Alkitab selalu mengajarkan kebenaran untuk segala zaman. Ini berlaku juga bagi
simbol yang dipakai dalam apokaliptik. Penafsir moderen perlu memperhatikan aspek ini.

PENAFSIRAN SIMBOL

a) Pengertian

Simbol adalah suatu hal yang dipakai untuk menyampaikan suatu pengertian yang melebihi
pengertian umum/biasa dari hal yang dipakai tersebut.
Dan sebenarnya, bukan saja di Alkitab, namun dalam kehidupan sehari-hari kita selalu
menemui simbol, misalnya burung merpati adalah simbol perdamaian.

Simbol tidak sama dengan tipe (akan dibahas pada bagian berikut). Simbol tidak dibatasi oleh
waktu, sehingga suatu simbol melambangkan suatu pengertian yang mungkin terdapat di masa
lalu, sekarang atau yang akan datang.

b) Ciri-ciri Khas Simbol Di Dalam Alkitab

 Simbol itu sendiri selalu dalam pengertian harfiah.


Misalnya burung Merpati yang melambangkan perdamaian. Burung Merpati itu sendiri harus
dibaca dalam pengertian harfiah.

 Simbol dipakai untuk menyampaikan sesuatu pengertian/pengajaran.


Misalnya dalam suatu upacara burung-burung Merpati dilepaskan. Sudah tentu bukan saja
keindahan burung-burung yang ingin dipertunjukkan, melainkan pengertian perdamaian yang
sebenarnya ingin ditonjolkan.

 Terdapat hubungan tertentu antara simbol dan makna yang akan disampaikan.
Dalam hal burung Merpati tersebut, kita dapat memahami bahwa burung Merpati
memang terkenal dengan sifat lemah lembutnya.

 Dalam hal simbol yang tidak umum atau yang kurang dikenal, kita perlu
mengadakan penyelidikan secara cermat. Bila si pemakai simbol telah
menjelaskannya, penjelasannya itu harus menjadi patokan dalam memahami simbol
itu. Tidaklah bijaksana bila seorang penafsir berusaha menjelaskan simbol
berdasarkan keinginan atau latar belakangnya sendiri.

 Suatu simbol yang sama mungkin memberi dua bahkan lebih pengertian yang

7
berbeda. Misalnya di Matius 10:16 Merpati adalah simbol dari ketulusan, namun di
Yesaya 38:14 suara Merpati melambangkan keluh-kesah, serta di Hosea 7:11
Merpati melambangkan kebodohan.

 Simbol dipakai untuk memberi suatu makna yang dalam kepada mereka yang
mengerti, tetapi mungkin juga dengan tujuan yang sebaliknya, Misalnya penulis
kitab Wahyu banyak memakai simbol, mungkin agar musuh orang Kristen tidak
mengerti isi kitab tersebut dan tidak dapat menangkap maknanya. Adakalanya
penafsir modern tidak menyadari akan kehadiran suatu simbol, namun adakalanya
sebaliknya, ia mencari-cari suatu simbol yang sebenarnya tidak ada. Untuk
menghindari semua kelalaian ini, seorang penafsir dituntut mengadakan
penyelidikan yang lebih seksama.

c) Jenis-jenis Simbol Di Dalam Alkitab

 Benda

Yang dimaksudkan dengan benda yang bermakna simbolik di sini adalah material yang dapat
dilihat dan diraba.

Misalnya: Salib sebenarnya adalah suatu alat penghukuman orang Romawi yang sangat kejam.
Namun dalam Perjanjian Baru, salib telah berubah menjadi simbol yang melambangkan
banyak pengertian teologis: simbol penderitaan-Nya, penyelamatan Tuhan atas dunia ini,
kasih Kristus, usaha Kristus memperdamaikan Allah dengan orang-orang berdosa,
penyangkalan diri Kristus, penyangkalan pengikut Kristus. Jadi menafsir simbol salib, penafsir
Alkitab perlu memperhatikan pengertian umum pada jaman itu dan catatan Alkitab.

 Peraturan & Upacara

Yang dimaksudkan dengan peraturan atau upacara yang bermakna simbolik di sini, misalnya
baptisan air dan perjamuan suci.

Pada umumnya dalam peraturan atau upacara ini terdapat unsur-unsur:

[1] Benda yang dipakai.


[2] Tindakan dari pihak manusia.
[3] Tindakan dari pihak Allah.

Oleh karena itu, dalam penyelidikan simbol-simbol ini, unsur-unsur ini perlu diperhatikan.
Sebab melalui unsur-unsur ini, Allah telah menyatakan banyak makna rohani yang sangat
penting bagi orang Kristen.

 Tindakan

Banyak tindakan, di luar peraturan atau upacara, yang dicatat dalam Alkitab secara jelas
menyatakan pengertian simbolik. Misalnya apa yang pernah dilakukan oleh Yehezkiel
8
(Yehezkiel 4-5) dan Hosea (Hosea 1-3).
Tindakan-tindakan ini diperintahkan oleh Allah dengan tujuan-tujuan tertentu
dan mengandung makna yang dalam. Bagi mereka yang melakukannya dan melihat tindakan-
tindakan ini jelas dapat menggoreskan kesan yang sangat mendalam di hati mereka.

 Angka

Pada jaman kuno, bahkan sampai kini, angka mengandung makna-makna tertentu. Nilai angka
juga berhubungan dengan huruf tertentu. Namun dalam penyelidikan angka yang terdapat di
dalam Alkitab, sekali lagi, Alkitab sendiri adalah buku pegangan yang terbaik, meskipun
penafsiran demikian bukan tugas yang mudah.

Berikut di bawah ini dikemukakan ringkasan dari hasil penelitian Ethelbert W. Bullinger
tentang makna simbolik dari angka-angka yang terdapat di dalam Alkitab.

[1] Pola Supranatural Dari Angka-angka Di Dalam Alkitab a> Ditunjukkan Di

Dalam Pekerjaan-pekerjaan Allah


Segala pekerjaan-Nya dilaksanakan, dan semua perkataan-Nya diucapkan & dituliskan, di
dalam cara yang tepat, pada waktu yang tepat, di dalam susunan/aturan yang benar, dan di
dalam jumlah yang tepat (Mazmur 18:31, 19:8-9, 143:5, 145:17, 147:4, Yesaya 40:26,
Ayub 28:25).

Misalnya: di Langit (gugusan bintang-bintang) - Kronologi


(hari-hari penciptaan) - Tumbuh-tumbuhan & Binatang (Kelas, Ordo, Keluarga, Genus, dan
Spesies) - Umat Allah (Sejarah Israel) - Fisiologi (Tahap-tahap perkembangan: bayi - dewasa)
- Musik (Not)
- Warna (Pelangi).

b> Ditunjukkan Di Dalam Perkataan-perkataan Allah


Di dalam Daniel 8:13 terdapat istilah Seorang kudus berbicara (dalam bahasa Inggris: that
certain saint) ditulis dalam bahasa Ibrani (Palmoni) yang berarti The Numberer of
Secrets atau The Wonderful Numberer.

Dengan demikian, ada seorang Malaikat kudus, paling tidak, yang bertugas berkaitan dengan
angka-angka. Oleh karena itu, angka-angka dan rahasianya memiliki tempat yang penting di
dalam perkataan- perkataan Allah sama seperti di dalam pekerjaan-pekerjaan-Nya. Dan hal-hal
yang bersifat rahasia itu akan dinyatakan kepada kita (Ulangan 29:29).

Misalnya: Perjanjian Lama (24 Kitab) - Perjanjian Baru (27 kitab) - Para Penulis (28 penulis
Perjanjian Lama + 8 Perjanjian Baru).

Makna Rohani Dari Angka-angka di Dalam Alkitab

No Angka Makna Rohani Terdapat di

9
01 1 Kesatuan, utama, independen, Kejadian 1:1, 22:2, 12,16,
tiada yang lain, hanya satu- Keluaran 20:3, Ulangan
satunya, permulaan 6:4, Yesaya 43:10-11,
Markus 12:29-30
02 2 Pemisahan, pembagian, perbedaan Kejadian 1:2,6, 13:11,14,
Galatia 4:29-30, Roma
9:13
03 3 Solid, nyata, substansial, esensial, Kejadian 1;13, 18:1-2,
keseluruhan, kesempurnaan Ilahi, 13,17,33, Imamat 14:10,
Ilahi, Kebangkitan Bilangan 6:23-24, Yesaya
6:3, Matius 12:39-40,
Lukas 13:32, Wahyu 4:8
04 4 Penciptaan & kelengkapan materi, Kejadian 2:10-11,
dunia, kepenuhan berkat material Keluaran 16:14,31,
Yesaya 60:17, Markus
13:35, 1 Korintus 15:42-
44, 2 Korintus 4:8-9
05 5 Anugerah Keluaran 2:24-25, 30:23-
25, 34, 1 Samuel 17:40,
Roma 3:24, 1 Korintus
14:19
06 6 Manusia, ketidaksempurnaan Kejadian 18, Imamat
tanpa Allah, pekerjaan manusia, 24:6, 1 Raja-raja 10:19,
kesempurnaan otoritas manusia Ayub 4:10-11, 28:8,
Mazmur 8:6-9
07 7 Kelengkapan, kesempurnaan Kejadian 12:2-3,
rohani, kepuasan Keluaran 6:4-8, Ulangan
8:8, Hakim-hakim
6:13,15, 17-18,22,23, 24,
25-27, 33-35, Yesaya
11:2, Hosea 2:8-9, Lukas
3:23-38
08 8 Kelahiran baru, permulaan dari Kejadian 17:12, Keluaran
jaman/perintah baru 22:29,30, 1 Petrus 3:20, 2
Petrus 2:5
09 9 Penghukuman, Finalitas di Hagai 1:11, 1 Korintus
dalam hal-hal Ilahi 12:8-10, Galatia 5:22-23
10 10 Hukum, kesempurnaan tatanan Kejadian 14:20, Keluaran
Ilahi 20:3-17, 34:28, Ulangan
4:13, 10:4, 14:22, 1
Samuel 8:15, Lukas
11:42, 18:12, Ibrani 7:4
11 11 Penghukuman, pengadilan, Kejadian 36:40-43,
ketidakteraturan, disintegrasi Ulangan 1:2, 2 Raja-raja
23:36, 24:1, 2 Tawarikh
36:5-6,11, Yeremia 39:2,
Yehezkiel 26:1, 30:20,
31:1, Kisah Para Rasul
2:14

10
12 12 Kesempurnaan pemerintahan atau Kejadian 35:22, 49:28,
otoritas ilahi Lukas 2:42, Wahyu 7:4,
21:16-17
13 13 Dosa, pemberontakan, kebejatan Kejadian 14:4, 17:25,
moral, penghancuran Yosua 6:1-5, Yesaya
53:12, Matius 26:48,
27:20, Lukas 23:18
14 14 Keselamatan, pembebasan Keluaran 12:25-27,
( 2x7 ) Imamat 23:5, Matius 1:1-
17, Galatia 4:23,28.
15 15 Tindakan yang dibuat oleh kuasa Kejadian 7:20, Imamat
( 3x5 ) anugerah Ilahi, perhentian, 23:6,34, 2 Raja-raja 20:6,
ketenangan, bersandar Ester 9:18,21, Yohanes
11:18, Kisah Para Rasul
27:21
16 17 Kesempurnaan dari Peraturan Mazmur 83:6-12, Roma
Rohani, Kemenangan 8:35-39, Ibrani 12:18-24
17 19 Kesempurnaan dari tatanan Ilahi Epesus 2:8, Ibrani 11
(10+9) dihubungkan dengan
(5+14) penghukuman, Iman
18 20 Pengharapan, Penebusan Kejadian 21:38,41,
(2x10) Keluaran 30:12-14,
(21-1) 26:18-20, 27:9-11,
Hakim-hakim 4:3, 13:25,
15:20,16:31, 1 Samuel
7:2, 1 Raja-raja 9:10, 2
Tawarikh 8:1
19 22 Disintegrasi, khususnya di dalam Keluaran 25:31-34,
(2x11) hubungan dengan Firman Allah Yohanes 3:20-21, Epesus
( menambah atau mengurangi 5:13, 1 Tesalonika 5:5
Firman Allah,
korupsi/manipulasi ), terang,
menyatakan
20 24 Pemerintahan Surgawi & Keluaran 28:29,
(2x12) penyembahan, keimaman 1 Tawarikh 24:1-9,
28:12,19, Ibrani 8:5,
Wahyu 1:5-6, 4:4, 5:8-10
21 25 (5x5) Pengampunan dosa Yeremia 52:31-33
( berdasarkan anugerah )
22 27 (3x9) Proklamasi Injil/Nubuat Roma 1:15-16, Galatia
2:1-2, Wahyu 13:1
23 28 Kehidupan kekal Yohanes 5:24, 10:27-29,
(4x7) Roma 5:20-21, 6:23,
24 29 Kombinasi antara pengharapan
(20+9) & penghukuman
25 30 Tingkat yang lebih tinggi dari Kejadian 41:46, Keluaran
(3x10) kesempurnaan tatanan Ilahi, 26:7-10, 2 Samuel 5:4,
Darah Matius 27:3-4, Lukas
3:23, Wahyu 5:6-9
26 31 Keilahian, keturunan, benih
11
27 40 (5x8) Pencobaan, godaan, penyucian Keluaran 24:18, Ulangan
( bagi umat perjanjian, bukan 8:2-5, 9:18,25, Bilangan
penghukuman seperti nomor 9 13:26, 14:34, Hakim-
yang dihubungkan dengan hakim 3:11, 5:31, 8:28,
penghukuman terhadap para 13:1, 2 Samuel 5:4, 1
musuh ) Raja-raja 11:42, 19:8,
Mazmur 95:10, Matius
4:2, Markus 1:12-13,
Kisah Para Rasul 1:2, 7:23,
30, 13:18,21, Ibrani
3:8-9,
28 42 Anti-Kristus, perlawanan 2 Raja-raja 2:23-24,
manusia terhadap Allah Wahyu 11:2, 13:5
29 50 Roh Kudus, Tahun Yobel, Keluaran 27:18, Imamat
Pembebasan 23:15-16, 25:8-10, Ibrani
10:29
30 51 = Revelasi Ilahi
24+27
31 65 Kemurtadan ( dihubungkan Hakim-hakim 17 dan
(13x5) dengan suku Efraim ) Yesaya 7:8
32 70 Kesempurnaan Tatanan Rohani Kejadian 10, 46:26, 27,
(7x10) yang dilaksanakan dengan semua Keluaran 1:5, 24:1,
kekuatan rohani ( Roh & TatananBilangan 11:16, Rut 4:11,
2 Tawarikh 36:19-23,
sangat ditekankan ) , Pembuangan
& kembalinya Israel Yeremia 25:4-11, Daniel
7:24-27, 9:24, Lukas
10:1,17
33 120 Masa Pencobaan yang ditentukan Kejadian 6:3, Nehemia
(3x40) secara ilahi 10:1-10, Kisah Para
Rasul 1:15
34 153 = Kemenangan sempurna ( dari Yohanes 21:11 - 6:39,
17x32 Anak-anak Allah ) 17:12, Mazmur 147:4,
Keluaran 15:14
35 200 = Ketidakcukupan, tidak memadai Yohanes 6:7 - Yosua 7:21,
20x10 Mazmur 49:7-9, 2
Samuel 14:26, 18:9,
Hakim-hakim 17:4, Ezra
2:65, Nehemia 8:5-9
36 390 = Israel Yehezkiel 4:5
13x30
37 400 Masa sempurna secara ilahi Kejadian 15:13, Kisah
(8x50) Para Rasul 7:6
38 430 Masa persinggahan dari “Janji” Kejadian 12:3, Galatia
sampai “Hukum” ( bagi 3:17 - Keluaran 12:40
Abraham )
39 490 Produk dari kesempurnaan rohani Daniel 9:2, 24-27,
(70x7) dengan memperhatikan Yeremia 25:11-12, 29:10
penentuan terhadap Yerusalem

12
40 666 Nama binatang/Anti-Kristus, Wahyu 13:8,17-18. 17:9-
Trintitas dari kesempurnaan 14
manusia, kesempurnaan dari
ketidaksempurnaan, kulminasi
dari kecongkakan manusia di
dalam ketidakbergantungannya
kepada Allah dan perlawanan
terhadap Kristus, penyembahan
kepada Iblis

Catatan : Jumlah Bilangan untuk Nama Yesus (di dalam bahasa Yunani:
) adalah 10 + 8 + 200 + 70 + 400 + 200 = 888.
Kristus (1480 = 8x183), Tuhan (800 = 8x100), Juru Selamat
(1408 = 82x32), Imanuel (25600 = 82x50), Mesias (656 = 8x82).

Nama Huruf Simbol Nilai


Alpha  1
Beta  2
Gamma  3
Delta  4
Epsilon  5
Stigma  6
Zeta  7
Eta  8
Theta  9
Iota  10
Kappa  20
Lambda  30
Mu  40
Nu  50
Xi  60
Omicron  70
Pi  80
Koppa Ç 90
Rho  100
Sigma  200
Tau  300
Upsilon  400
Phi  500
Chi  600

13
Psi  700
Omega  800
Sampsi  900

 Warna

Warna dalam Alkitab pun dapat mempunyai makna simbolik.


Misalnya Merah biasa dianggap sebagai simbol dari darah Kristus, kemudian penebusan
daripada-Nya. Namun dalam kasus-kasus lain, kata Merah dan sinonim-sinonimnya menunjuk
penghakiman di Yesaya 63:2, menunjuk dosa di Yesaya 1:18, melukiskan langit di Matius
16:2, dan melukiskan prajurit di Nahum 2:3.

Dalam bahasa-bahasa Alkitab, warna berhubungan erat dengan benda- benda/kata-kata


tertentu. Dalam bahasa Ibrani, kata biru berkaitan dengan ikan, Kirmizi mungkin berasal dari
semacam ulat yang merahnya seperti Kirmizi, kata putih sama dengan kain lenan putih. Jika
ini tepat, maka soal warna perlu diselidiki dengan metode epistemologi. Hanya perlu
diingatkan, pada jaman kuno pembagian warna belum seteliti jaman sekarang.

 Nama

Nama-nama dapat pula dipakai sebagai suatu simbol. Ini termasuk nama-nama tokoh, bangsa,
tempat, bahkan lembaga. Misalnya Kota Perlindungan (Bilangan 35:9-15), nama Yesus
(Matius 1:21), Babel, dan Yerusalem Baru (Wahyu).

 Penglihatan (Visi)

Dalam Alkitab tercatat banyak penglihatan (visi), dan biasanya dalam penglihatan ini para
nabi/rasul telah melihat hal yang bersifat simbolik. Dalam penglihatan ini, seorang penafsir
perlu memperhatikan penjelasan dari Allah atau dari Malaikat, tentang hal yang dilihat,
konotasi umum tentang hal
tersebut, situasi dari umat Allah atau orang yang bersangkutan, dan permainan kata.

 Mujizat

Simbol-simbol dalam bentuk mujizat tidak begitu banyak dalam Alkitab. Contoh yang dapat
ditunjukkan di sini misalnya nyala api yang keluar dari semak duri (Keluaran 3), tiang awan &
tiang api (Keluaran 13). Simbol- simbol ini dapat dimengerti dari konteks.

d) Prinsip & Metode Penafsiran Simbol

 Tidak ada hukum tertentu yang dapat dipakai untuk setiap kasus. Jadi dalam
penyelidikan simbol, seorang penafsir perlu hati-hati, dan menyelidikinya kasus per
kasus. Jangan membuat penafsiran secara spekulatif.
 Penafsir perlu hati-hati dalam kasus warna, angka, logam, permata, sebab tidak setiap
warna, angka, logam, dan permata memiliki pengertian simbolik. Hendaknya
diperhatikan bagian yang berkaitan secara umum
daripada mencoba memaksa makna yang dibuatnya ke dalam simbol tersebut.
 Perhatikan ciri yang umum, yang utama, yang penting dari simbol tersebut. Ini berarti
simbol pertama harus dimengerti dalam pengertian harfiah. Selidikilah makna simbol
14
tersebut dari pengertian harfiah ini.
 Selalu perhatikan latar belakang mengenai simbol tersebut. Alkitab dan penemuan
arkeologis adalah sumber baik tentang data jenis ini. Sekali-kali jangan menafsir simbol
Alkitab berdasarkan latar belakang modern.
 Penjelasan simbol yang tercatat di bagian Alkitab yang bersangkutan adalah keterangan
yang paling penting. Ini adalah penafsiran yang paling dapat diandalkan.
 Dalam kasus kurang penjelasan, seorang penafsir perlu memperhatikan konteks dan
tujuan dari bagian Alkitab tersebut. Ini sangat menolong.
 Pakailah konkordansi untuk mencari ayat-ayat yang berhubungan. Perhatikanlah
jumlah pemakaiannya dan kitab-kitab yang memakainya. Namun, ingat setiap kasus
mungkin memberi pengertian tersendiri.
 Bila seorang penafsir sudah yakin akan salah satu ciri dari suatu simbol, hendaknya ia
memulai penyelidikannya berangkat dari butir tersebut. Mungkin ia akan mendapat
butir lain dalam proses penyelidikan tersebut.

 Penafsiran yang alami dan sederhana adalah penafsiran yang terbaik.

1. PENAFSIRAN TIPOLOGI

Kata Tipologi berasal dari kata bahasa Inggris Type, yang sebenarnya berasal dari kata bahasa
Yunani  (dipakai sebanyak 14 kali dalam Perjanjian Baru), berarti: bekas yang
kelihatan (karena pukulan atau tekanan), gambaran, bayangan, contoh atau pola. Misalnya:
Yohanes 20:25, Kisah Para Rasul 7:44, Roma 5:14, Kolose 2:17, Ibrani 8:5.

Dengan demikian, Tipologi adalah suatu korespondensi dalam satu atau beberapa aspek
antara tokoh, peristiwa, benda, atau lainnya di Perjanjian Lama dengan tokoh, peristiwa,
benda, atau lainnya yang lebih dekat, atau sejaman dengan penulis Perjanjian Baru.2

Atau memakai penjelasan lain: Type adalah suatu bayangan dari suatu kebenaran yang
terdapat di Perjanjian Lama, sedangkan perwujudannya (Anti-type) terdapat di Perjanjian
Baru.3

a) Ciri-ciri Tipologi

 Tipologi biasanya lebih rumit & teliti, sehingga melibatkan lebih banyak data.
 Type & Anti-type adalah tokoh-tokoh, peristiwa-peristiwa atau benda-benda di
dalam sejarah. Type dapat diterapkan setelah ada peristiwa di Perjanjian Baru
(konfirmasi).
 Tipologi hanya terdapat di dalam Alkitab saja. Type dirancang oleh penunjukan Ilahi
untuk menghasilkan keserupaan dengan Anti-type.
 Tipologi bersifat nubuat, dan anti-type-nya selalu berkisar pada Yesus Kristus,
khususnya karya penebusan-Nya bagi manusia yang jatuh ke dalam dosa.4
 Baik Type atau Anti-Type telah terbaca di Perjanjian Baru, Type tetap bermakna
bagi umat Allah abad modern (baca 1 Korintus 10:1-11).

15
b) Jenis-jenis Tipologi

Pada umumnya Tipologi dapat dibagi dalam enam (6) jenis, yaitu:

 Tokoh: misalnya Adam, Yusuf, Melkisedek, Musa, Daud.


 Peristiwa: misalnya Air Bah, perjalanan orang Israel di padang belantara.
 Benda: misalnya Kemah Suci beserta peralatan di dalamnya.
 Jabatan: misalnya raja, nabi, dan imam.
 Lembaga: misalnya hari raya Paskah, hari Sabat, upacara-upacara kurban.
 Tempat : misalnya Bethlehem, Hebron, Gilgal, Kanaan, Yerusalem.

c) Prinsip & Metode Penafsiran Type

 Relasi antara Type & Anti-Type harus dipahami sebagai hubungan yang tunggal
dan sederhana (tidak berfokus pada detailnya). Harus ada kesesuaian antara Type
& Anti-Type untuk menghindari masuknya eisegetis. Type di Perjanjian Lama
pertama-tama dipahami di dalam bentuk simbol.

 Penafsir harus menetapkan makna moral & spiritual yang Allah ingin sampaikan
kepada umat-Nya. Setelah itu, penafsir dapat beralih untuk melihat bagaimana
kebenaran itu direalisasikan di Perjanjian Baru.

 Type, sebagai pola, menghadirkan kebenaran secara terselubung, sehingga kita


harus kembali ke Perjanjian Baru untuk melihat bagaimana realitas menggenapkan
bayangan dan membuat kebenaran menjadi jelas. Sebagaimana nubuat secara
penuh dipahami di dalam terang penggenapannya, begitu pula dengan Type.

 Perlu diperhatikan bahwa masih ada perbedaan esensial antara Type dan Anti-
Type. Type menghadirkan kebenaran pada taraf yang lebih rendah, karnal,
kekinian, eksternal, dan realitas duniawi, sementara Anti-Type menghadirkan
kebenaran pada taraf tinggi, spiritual murni, masa depan, internal, dan realitas
surgawi.Baik Type maupun Anti-Type perlu dipelajari dalam pengertian sejarah.
Penyelidikan yang seksama atas Type dan Anti-Type sama pentingnya.

 Tipologi selalu berkisah tentang Kristus, khususnya karya penyelamatan-Nya. Jadi


penafsiran Tipologi harus memberi penekanan yang cukup memadai untuk aspek
ini. Jika tidak, sangat mungkin penafsir Tipologi akan melalaikan butir yang
terpenting dari tipologi tersebut.

d) Contoh Penafsiran Tipologi:


YUSUF, Sebuah Type Dari KRISTUS
(Berdasarkan Kejadian 37)

No YUSUF YESUS KRISTUS


01 Menggembalakan kawanan domba, Gembala yang baik, Yohanes
Kejadian 37:2 10:11,14
02 Kejahatan saudara-saudaranya, Perbuatan-perbuatan jahat mereka,
Kejadian 37:2 Yohanes 3:19-20

16
03 Dikasihi (oleh ayahnya), Kejadian “Anak-Ku yang Kukasihi”, Matius
37:3 3:17
04 Dibenci (oleh saudara-saudaranya), Dibenci tanpa sebab, Yohanes 15:25
Kejadian 37:4-5
05 Tidak dipercaya, Kejadian 37:5 Saudara-saudara-Nya sendiripun tidak
percaya kepada-Nya, Yohanes
7:5
06 Sujud menyembah, Kejadian 37:7,9 Dia yang lebih utama dalam segala
sesuatu, Kolose 1:18
07 Apakah engkau ingin berkuasa atas Kami tidak mau orang ini, Lukas
kami ? Kejadian 37:8 19:14
08 Maka iri hatilah saudara-saudaranya, Diserahkan karena dengki, Markus
Kejadian 37:11 15:10
09 Ayahnya menyimpan hal itu dalam Ibu-Nya menyimpan semua perkara
hatinya, Kejadian 37:11 itu di dalam hatinya, Lukas 2:51
10 Dikirim kepada saudara-saudaranya, Aku akan menyuruh anakku yang
Kejadian 37:13 kekasih, Lukas 20:13
11 “Ya, bapa” (“Here am I”), Kejadian “Sungguh, aku datang” (“Lo, I
37:13 come”), Mazmur 40:8-9, Ibrani 10:5-
7.
12 Bawalah kabar tentang itu kepadaku, Tetapi sekarang, Aku datang
Kejadian 37:14 kepada-Mu, Yohanes 17:13
13 Keluar dari lembah Hebron Kemuliaan yang Kumiliki di
(persekutuan), Kejadian 37:14 hadirat-Mu, Yohanes 17:5,24
14 Ia datang ke Sikhem, Kejadian 37:14 Ke kota Samaria yang disebut
Sikhar (Sikhem), Yohanes 4:4-5
15 Berjalan mengembara di padang, Ladang dunia (Matius 13:38), tidak
Kejadian 37:15 ada tempat untuk meletakkan
kepala-Nya (Lukas 9:58)
16 Aku mencari saudara-saudaraku, Datang untuk mencari &
Kejadian 37:16 menyelamatkan, Lukas 19:10
17 Pergi menyusul saudara-saudaranya, Pergi mencari yang sesat, Lukas
Kejadian 37:17 15:4
18 Mereka bersekongkol membunuhnya, Bersepakat untuk membunuh-Nya,
Kejadian 37:18 Matius 27:1, Yohanes 11:53
19 Kita akan melihat, Kejadian 37:20 Sehingga mereka dapat melihat,
Markus 15:32
20 Menanggalkan jubahnya, Kejadian Mereka menanggalkan pakaian-
37:23 Nya, Matius 27:28
21 Sumur (The Pit), Kejadian 37:24 Lubang Kebinasaan (The Horrible
Pit), Mazmur 40:3, 69:3,15-16
22 Mereka duduk, Kejadian 37:25 Mereka duduk di situ menjaga Dia,
Matius 27:36
23 20 Keping Perak, Kejadian 37:28 30 Keping Perak, Matius 26:15,
27:9, Keluaran 21:32
24 Ke Mesir, Kejadian 37:36 Dari Mesir Kupanggil Anak-Ku,
Matius 2:14-15

3. PENAFSIRAN NUBUAT
17
a. Problematika

Apakah sifat dari Nubuat itu?

[1] Hanya bersifat ramalan tentang peristiwa masa depan?


[2] Sejarah peristiwa-peristiwa sebelum mereka menjadi lampau? Atau,
[3] Gagasan Vaticina Post Eventum (prediksi setelah sesuatu terjadi)?

b. Definisi

Nubuat adalah proklamasi dari apa yang Allah nyatakan.

 Karakteristik dari Nubuat Alkitab

1. Ketika nabi menerima penyataan khusus dari Allah, dan pada gilirannya,
menyatakan kepada umat Allah. Penyataan ini untuk menjelaskan masa lalu dan
membentangkan masa kini, serta membuka masa depan.

2. Perhatian sang nabi selalu berpusat pada Kerajaan Allah dan pekerjaan
penebusan Kristus.

3. Inisiasi, penerimaan, dan komunikasi:

a> Semua nubuat harus datang dari Allah (1 Petrus 1:20-21).


b> Sang nabi menerima wawasan dari Allah melalui mimpi, visi, bisikan batin, atau
komunikasi langsung.
c> Para nabi mengkomunikasikan berita mereka kepada umat dengan pernyataan sederhana,
dengan deskripsi mimpi atau visi, atau dengan tindakan-tindakan simbolis.
 Perbedaan antara prediksi dan janji

Prediksi sebagai iluminasi tentang peristiwa mendatang, sedangkan janji adalah pemahaman
bahwa Allah telah menetapkan untuk menyelesaikan tujuannya, dan siap bekerja menuju
pemenuhan dari tujuan ini. Masa depan berada di dalam perkembangan penggenapan. Semua
nubuat bekerja di dalam konteks janji Ilahi ini.

c. Karakteristik Khusus Dari Nubuat Alkitab

Nubuat Alkitab sebagai suatu keseluruhan memiliki karakter organik

[1] Nubuat bukanlah suatu koleksi prediksi/ramalan.


[2]Nubuat adalah bagaikan setangkai bunga yang pada akhirnya mekar menjadi
bunga yang indah (dimulai dengan gagasan-gagasan umum, yang akhirnya
secara berangsur-angsur dinyatakan).

Nubuat Alkitab dihubungkan secara erat dengan sejarah

[3] Mempunyai setting sejarah: seorang nabi adalah seseorang yang historis
dengan sebuah berita kepada orang-orang sezamannya.

18
[4]Nubuat bekerja di dalam konteks sejarah keselamatan. Oleh karena itu
melampaui batas sejarah & tempat sekarang dengan suatu gambaran besar dari
Allah.

[5] Dibuktikan di Perjanjian Baru, bahwa nubuat bekerja di dalam bentuk


kerugma, terdiri atas proklamasi peristiwa-peristiwa sejarah tertentu di dalam
sebuah konteks yang menafsirkan makna dari peristiwa-peristiwa itu:
kehidupan, kematian, dan kebangkitan Kristus, dan perkembangan Gereja.
Makna ini selalu dilihat di dalam terang kesaksian Perjanjian Lama. Lihat 1
Korintus 15:3-5 sesuai dengan Kitab Suci, Kisah Para Rasul 2:16,23, dan
pemakaian Perjanjian Lama di Perjanjian Baru (Yohanes 15:25 - Mazmur
69:5, Yohanes 19:28 - Mazmur 69:22).

Nubuat memiliki perspektif khusus

[6] Sang nabi memadatkan peristiwa-peristiwa besar ke dalam suatu ruang waktu
yang singkat, ia memiliki a single glance of God’s eternal work (visi).
[7] Waktu & rentetan peristiwa bukan perhatian utama.
[8] Adanya penggenapan ganda dari suatu nubuat seperti kedatangan Kristus.

(b) Allah memperkenankan para nabi untuk membungkus pemikiran mereka di dalam
bentuk-bentuk yang berasal dari masa mereka. Bentuk ini bukanlah intisarinya,
sebaliknya, isinyalah yang menjadi intisarinya.

(c) Ketika sang nabi diperintahkan untuk mewartakan berita di dalam tindakan-
tindakan nubuat, mereka sesungguhnya mengambil tempat di dalam setting nabi
saat itu, sekali pun penggenapannya hanya dapat dipahami di dalam konteks
sejarah keselamatan. Misalnya Yesaya berjalan dengan kaki telanjang, Yehezkiel
berbaring 390 hari di sisi kirinya, dan 40 hari di sisi kanannya, menanggung
perbuatan salah umat-Nya, dan perkawinan Hosea.

d. Langkah-langkah Dasar Di Dalam Penafsiran Nubuat

 Tentukan makna literalnya terlebih dahulu, bila konteks tidak menunjukkan bahwa
mereka mempunyai makna simbolis.

 Temukan gagasan dasar yang diekspresikan, baru kemudian menuju ke detailnya.


Misalnya kehidupan harmonis digambarkan seperti binatang yang hidup bersama di
langit & bumi baru.

 Kenalilah penggenapan nubuat yang mula-mula (dekat) sebaik penggenapan akhir di


dalam konteks sejarah keselamatan.

 Tetap menjaga sentralitas Kristus (Kristologis) di dalam semua penafsiran nubuat.


Kegagalan untuk melakukan hal ini, membuat seorang penafsir hanya tertarik pada
sejarah saja daripada keselamatan.

 Jangan sekali-kali memakai metode allegori, mistik, atau dogmatik di dalam


menafsirkan nubuat.Tuhan menjanjikan bahwa Ia sendiri akan menjadi Gembala
mereka, 34:11-24
19
(1) Ia akan mencari domba yang sesat, ayat 12.
(2) Ia akan membimbing & membawa domba-domba-Nya kembali ke tanah airnya
sendiri, ayat 13.
(3) Ia akan membaringkan domba-domba-Nya di taman yang indah, ayat 14.
(4) Ia sendiri akan menjadi Gembala domba-domba-Nya dan memberi tempat untuk
beristirahat, ayat 15.
(5) Ia melayani domba-domba-Nya, ayat 16.
(6) Ia akan menjalankan hukuman yang adil di tengah-tengah domba-domba dan
kambing-kambing-Nya, ayat 17-19.

Allah akan menjalankan hukuman di tengah-tengah domba yang gemuk dan kurus, ayat 20-24.

Di dalam ayat 23-24 Allah berjanji akan membangkitkan Daud sebagai Gembala mereka,
namun pada waktu itu Daud sudah mati beberapa ratus tahun sebelumnya (sekitar 300 - 400
tahun), maka secara harfiah jelas yang dimaksudkan bukan Daud sendiri.

Ayat 24 menyinggung bahwa Daud akan menjadi raja. Mengenai nubuat ini, Paulus
menjelaskan bahwa raja yang diperkenan oleh Allah seperti Daud itu adalah Tuhan Yesus
(Kisah Para Rasul 13:22-23). Tuhan Yesus sendiri
juga mengakui bahwa Ia adalah Gembala yang baik dan Ia mati untuk domba- domba-Nya
(Yohanes 10:1-18). Nubuat ini jelas bukan ditujukan kepada Daud, melainkan Tuhan Yesus,
Gembala yang agung.

Petrus di dalam 1 Petrus 5:3-4 menjelaskan bahwa Yesus adalah Gembala yang Agung dan di
dalam 1 Petrus 2:25 menunjukkan bahwa Yesus adalah Uskup & Gembala yang memelihara
jiwa kita.

Ibrani 13:20 juga menyinggung bahwa Yesus adalah Gembala yang Agung, Ia sudah bangkit
dari antara orang mati. Maka kesimpulan Gembala yang seperti Daud itu adalah Tuhan
Yesus Kristus.

 Perjanjian damai sejahtera dengan domba-domba-Nya, 34:25-31

(1) Sekali lagi Allah mengadakan perjanjian dengan Israel.


(2) Allah akan meniadakan binatang buas agar domba-domba ini hidup aman,
tenang sampai dapat tidur di hutan.

Selanjutnya ada janji berkat untuk tanah yang dijanjikan kepada mereka itu. Allah akan
melepaskan mereka dari tangan penjajah, dan tidak lagi menjadi tawanan orang kafir. Mereka
juga tidak akan mengalami kelaparan atau pengkhianatan orang kafir. Bagian ini mengulangi
tujuan Allah yakni agar mereka tahu bahwa Dia-lah TUHAN (ayat 27,30,31).

4. PENAFSIRAN PERUMPAMAAN

a. Pengantar

 Sifat Perumpamaan & Pemakaiannya Di Dalam Alkitab

1. Perumpamaan adalah metafora atau simile yang diperluas, yang membandingkan


20
kebenaran agamawi dengan pengalaman yang umum. Istilah perumpamaan
dipakai hampir 50 kali di Perjanjian Baru, dan berakar di Perjanjian Lama,
khususnya di kitab Amsal. Rabbi pada jaman Yesus juga memakai
perumpamaan secara luas.

2. Dua perbedaan sifat perumpamaan Yesus dari Rabbi pada jaman-Nya adalah
kesegaran & kesederhanaan, yang berlawanan dengan menunjukkan keilmuan
& membosankan, serta makna tunggal di dalam hubungannya dengan Kerajaan
yang sedang datang, dipertentangkan dengan para Rabbi yang memusatkan
perhatian pada Taurat & aplikasinya.

3. Perumpamaan berbeda dari Fabel (sepele & fantastik), Mitos (ciptaan cerita
rakyat yang populer), Allegori (yang menemukan banyak poin di dalam sebuah
narasi), di mana Perumpamaan hanya memiliki SATU
POIN SENTRAL; semua unsur yang lain hanyalah tambahan & tunduk di bawah SATU
POIN TERSEBUT.

4. Perumpamaan bersifat mendidik dengan maksud utama untuk mengajar murid


yang responsif (bandingkan dengan Matius 13:11-17, Markus 4:10- 12, Lukas
8:8-10). Dan maksud kedua adalah untuk menyembunyikan kebenaran dari
mereka yang acuh tak acuh, serta membantu di dalam mengeraskan hati mereka
(misalnya Yesaya 6).

Oleh karena itu, tujuan Perumpamaan bukanlah pendorong intelektual seseorang, melainkan
memimpin kepada perhatian moral seseorang. Perumpamaan itu bagaikan sebuah anak panah
yang meluncur ke jantung manusia, inti kehidupannya, tempat kehendak & kasih sayangnya.

5. Sifat eskatologis dari Perumpamaan Yesus: Perumpamaan-Nya membawa para


pendengar kepada gagasan kekuasaan Allah yang tidak tergoyahkan dan tujuan
penebusan di dunia ini.

 Empat Unsur Di Dalam Perumpamaan

1. Kejadian yang umum, lazim, dan ada di dalam kehidupan sehari-hari/konkret,


sehingga perumpamaan menjadi sarana pengajaran yang sangat baik.

2. Pelajaran spiritual di balik unsur-unsur alami, kebenaran teologis perumpamaan


bermaksud untuk mengajar.
3. Hubungan analogis antara unsur alami & spiritual. Misalnya Garam: - Unsur
Alami: yang selalu dibutuhkan.
- Unsur Spiritual: Orang Kristen yang selalu dibutuhkan kehadirannya.

4. Perumpamaan selalu mempunyai dua tahap arti, alami & spiritual; mereka
membutuhkan penafsiran sedemikian untuk menghindari terlalu banyak dari
yang dimaksudkan oleh perumpamaan itu.

b. PRINSIP-PRINSIP DASAR UNTUK PENAFSIRAN PERUMPAMAAN

21
Perumpamaan ditujukan kepada pendengar khusus, sehingga tidak mudah untuk ditafsirkan,
khususnya ketika konteks lingkungannya bukanlah masa kini.
Meskipun sifatnya tampak sederhana, penafsirannya sangat kompleks bila kita tidak mengikuti
jalan yang benar. Berikut di bawah ini diberikan petunjuk- petunjuk yang disarankan oleh
Ramm di dalam penafsiran Perumpamaan Alkitab

 Prinsip Perspektif (Teologi): memahami secara memadai hubungan antara


perumpamaan dengan Kristologi & Kerajaan Allah.

1. Perumpamaan Yesus mengandung lebih daripada pengajaran mashal rabbinik


(penekanan pada moral atau spiritual), bersifat pewahyuan, mengajarkan tentang
Kerajaan-Nya & diri-Nya sendiri.

2. Yesus memberitakan Injil Kerajaan di dalam mengumumkan Kerajaan Allah ada


di tangan. Gagasan Kerajaan telah datang, kerajaan itu diaktualisasikan (Lukas
17:20-21) dan berlanjut sampai sekarang. Oleh karena itu, perumpamaan juga
mengandung corak nubuat tentang Kerajaan Allah, panen eskatologis pada akhir
jaman.

 Prinsip Kebudayaan (Background): di dalam menafsirkan perumpamaan, unsur


kebudayaan yang terdapat di dalamnya tidak dapat diabaikan. Dengan mengetahui
latar belakang kebudayaan akan banyak membantu bagi kita untuk memahami arti
sebenarnya dari perumpamaan tersebut.

 Prinsip Eksegetikal (Penguraian) :

1. Menetapkan SATU PUSAT KEBENARAN di dalam sebuah perumpamaan.


Detail-detail di dalam perumpamaan tidaklah dimaksudkan untuk memiliki
makna tersendiri, mereka bukanlah seperti allegori.

2. Pastikan berapa banyak Tuhan sendiri telah menafsirkan perumpamaan yang Ia


sampaikan, misalnya Matius 13:3-8, 18-23, di mana kita memiliki perkataan
tertentu dari Kristus berkenaan dengan makna perumpamaan tersebut. Tafsiran
yang diberikan oleh Alkitab atau Tuhan Yesus sendiri merupakan tafsiran
langsung, akurat, dapat dipertanggung jawabkan secara hermeneutika, dan tidak
dapat diganggu gugat. Jadi kita tidak perlu bersusah-payah menafsirkan dengan
arti lain.
3. Perhatikan tanda-tanda petunjuk di dalam konteks berkenaan dengan makna
perumpamaan. Misalnya Lukas 15:2 adalah tanda petunjuk untuk menafsirkan
tiga perumpamaan yang mengikutinya (Domba, Dirham, dan Anak yang hilang);
Lukas 14:25 dan seterusnya adalah perumpamaan tentang pelayanan Kristiani,
bukan tentang keselamatan; Lukas 16:14 mengenai bendahara yang tidak jujur.

4. Perbandingkanlah dengan Perjanjian Lama


Dalam menafsirkan perumpamaan, hendaklah kita memperhatikan apakah perumpamaan
tersebut disinggung di dalam Perjanjian Lama. Bila ada, maka perlu menyelidiki dan
memperbandingkannya, sebab dengan berbuat demikian akan membawa kita lebih menghayati
jiwa perumpamaan tersebut.

22
Misalnya di Yohanes 3:14, Tuhan Yesus menggunakan perumpamaan peristiwa yang terjadi di
Perjanjian Lama (Bilangan 21:4-9) - mengungkapkan kebenaran keselamatan di dalam Yesus -
tatkala manusia memandang & meninggikan Kristus yang tergantung pada salib, maka mereka
tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal (Yohanes 3:16).

5. Melihat Arti Sebaliknya


Ada kalanya perumpamaan tidak dapat ditafsirkan & dipahami secara literal, melainkan secara
terbalik. Misalnya di dalam perumpamaan tentang Hakim yang tidak benar, yang dimaksudkan
adalah bila hakim yang jahat ini karena takut terus diganggu bersedia membela perkara janda
ini, apalagi dengan Allah Bapa yang maha adil, pastilah akan mendengar seruan orang yang
memohon kepada-Nya (Lukas 18:1-8).
Contoh lainnya, di Lukas 16:1-13 Tuhan tidak memuji ketidakjujuran bendaharawan tersebut,
melainkan kecerdikan memikirkan dan mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan.

 Prinsip Doktrinal
Dalam penafsiran, hendaklah tafsiran kita ditempatkan pada proporsi yang sebenarnya. Dengan
kata lain, tafsiran kita harus sesuai dengan arti yang sebenarnya, tanpa terlebih dahulu
memasukkan kehendak atau konsep pemikiran yang sudah ada pada kita. Sebab itu, perlulah
dalam menafsirkan perumpamaan menggunakan pikiran yang bersih, jujur, dan terlepas dari
pandangan teologis, prasangka yang ada pada kita. Kita perlu memohon bimbingan Roh Kudus
untuk membawa kita kepada arti yang sebenarnya dan yang dimaksudkan oleh Alkitab.

c. Contoh Penafsiran Perumpamaan: Orang Samaria Yang Murah Hati (Lukas


10:25-37)

Banyak orang menafsirkan perumpamaan ini secara alegoris. Misalnya Origenes menafsirkan
bahwa orang yang jatuh ke tangan para penyamun adalah Adam; Yerusalem adalah Surga.
Yerikho adalah dunia; para penyamun adalah iblis dan para pengikutnya; yang dimaksudkan
dengan imam adalah Hukum dan orang Lewi adalah para nabi; Orang Samaria yang murah hati
adalah Yesus Kristus; keledai adalah tubuh Kristus yang menanggung Adam yang jatuh;
rumah penginapan adalah gereja; dua dinar menunjukkan Allah Bapa dan Allah Anak; janji
yang diberikan orang Samaria untuk kembali lagi menunjukkan pada kedatangan Tuhan Yesus
yang kedua kalinya. Sedangkan Agustinus menafsirkan sedikit lain sebagai berikut: keadaan
orang yang dirampok melambangkan keadaan orang yang telah jatuh dalam dosa; keadaannya
yang parah karena penganiayaan menunjukkan kemiskinan pengetahuan orang berdosa
terhadap Allah; orang Samaria membalut luka-luka melambangkan karya Kristus untuk
mengekang dosa; minyak dan anggur adalah penghiburan, pengharapan dan nasehat dari
pelayanan rohani; pemilik penginapan adalah Paulus dan dua dinar adalah dua hukum kasih.8

Tafsiran yang bersifat alegoris dari dua tokoh gereja di atas, ditinjau secara Hermeneutik tidak
dapat dibenarkan! Bagaimana seharusnya kita menafsirkan perumpamaan ini?

Dalam prinsip Kebudayaan, Tuhan Yesus mempergunakan kebudayaan yang telah dikenal
pada waktu itu sebagai latar belakang dari perumpamaan ini (kebudayaanYahudi). Peristiwa
yang diceritakan dalam perumpamaan ini, baik secara geografis, suasana, situasi masyarakat
pada waktu itu adalah hal biasa dan diketahui umum. Tuhan Yesus mempergunakan orang

23
Samaria sebagai lakon utama dalam perumpamaan ini, yang mempunyai latar belakang
tertentu. Dalam kenyataan antara orang Yahudi dan orang Samaria pada waktu itu saling
bermusuhan (bandingkan dengan Lukas 9:51-56, Yohanes 4:9, 8:48). Di pandangan orang
Yahudi, orang Samaria adalah suku yang hina-dina dan berdosa, dan menganggap diri sendiri
sebagai orang benar dan suci.
Dengan perumpamaan ini yang mempunyai latar belakang umum dan diketahui umum pula,
Tuhan Yesus mau menyadarkan orang-orang Farisi dan ahli Taurat yang selalu membenarkan
diri.

Untuk mengetahui maksud & tujuan Tuhan memberikan perumpamaan ini dan sekaligus
menunjukkan hakekat perumpamaan ini, maka perlulah kita mencari inti yang menjadi latar
belakang perumpamaan ini. Bila kita perhatikan secara teliti, perumpamaan ini diberikan
karena Tuhan Yesus mendapat pertanyaan dari seorang ahli Taurat, yang mempunyai motivasi
mencobai Tuhan Yesus.
Pertanyaan pertama yang diajukan adalah tentang masalah dengan cara apa seseorang
memperoleh hidup yang kekal. Dengan bijaksana Tuhan menjawab melalui si penanya.
Memang dasarnya si penanya bermaksud untuk mencobai dan membenarkan diri, maka
dilanjutkan dengan pertanyaan, “Siapakah Sesamaku Manusia ?”. Inilah inti & juga
menjadi latar belakang sehingga Tuhan memberikan perumpamaan Orang Samaria yang
murah hati.

Tuhan Yesus dalam perumpamaan berusaha mengungkapkan siapa sebenarnya


Sesama Manusia itu. Bagi orang yang terluka parah Sesama Manusia adalah orang Samaria
yang baik hati dan yang bersedia menolong orang, khususnya orang yang dalam
penderitaan.

24
Sebagaimana telah dikemukakan di dalam prinsip eksegetikal bahwa setelah kita menemukan
inti atau pusat kebenarannya, maka yang lainnya hanya merupakan bahan-bahan pelengkap
dalam rangka mengungkapkan kebenaran itu. Bahwa bersama & menjadi sesama bagi orang lain
berarti menunjukkan sifat radikal
dari kasih agape; kasih yang sungsang itu.9 Kasih agape itu disebut sungsang, sebab:

[1] Agape tidak pilih kasih


Mengasihi tanpa pilih kasih, melampaui kewajiban semata-mata. Pelaksana agape tidak menarik
garis tanggung jawab dan menolak orang lain. Jawaban Tuhan Yesus kepada sang ahli Taurat
jelas. Bila musuh sekali pun didefinisikan sebagai sesama, maka jelas tidak ada seorang pun
yang tidak layak mendapatkan kasih agape. Cerita tersebut mendefinisikan bahwa setiap orang,
bahkan musuh kita, adalah sesama kita. Pengertian sesamaku dalam Kerajaan Allah mencakup
semua orang. Perbedaan antara musuh dan sahabat menjadi larut, sebab setiap orang adalah
sesama kita. Kita memperlakukan setiap orang sebagai sesama kita, bahkan mereka yang
kepadanya kita tidak mempunyai kewajiban untuk bertindak ramah, bahkan juga musuh-musuh
yang sesungguhnya patut kita benci. Kasih agape menjawab kepada manusia, bukan kepada
kategori-kategori sosial. Tuhan Yesus menjungkirbalikkan segala sesuatu dengan bertanya
kepada sang ahli Taurat, singkatnya, “Apakah saudara berperilaku sebagai sesama bagi orang
lain?”

[2] Agape itu berani


Kebiasaan agamawi tidak menghalanginya. Agape membatalkan norma- norma sosial yang
dapat bersikap tidak peduli. Berbeda dengan imam yang merasa takut bila bayangannya
menyentuh mayat, agape menghargai manusia lebih daripada tradisi-tradisi agamawi. Agape
menembus rintangan-rintangan sosial yang menyembunyikan manusia di penjara, rumah sakit,
pusat perawatan pecandu obat bius, dan segala jenis ghetto.

[3] Agape merepotkan


Imam dan orang Lewi melihat tetapi lewat saja pada sisi yang lain. Orang Samaria mempunyai
belas kasihan lalu turun dari keledainya. Ia mengangkat si korban ke atas keledainya dan
berjalan di sampingnya. Memang merepotkan turun dari keledai yang membawa kita ke tempat-
tempat yang menyenangkan dan aman.

[4] Agape mengandung resiko


Seluruh adegan ini mungkin hanya rekayasa. Mungkin para penyamun itu sedang bersembunyi
di sekitar tempat itu untuk menghantam siapa pun yang datang memberikan pertolongan.
Setelah memberikan pertolongan, orang Samaria itu berjalan dan tidak menunggangi keledainya
sehingga ia mudah diserang komplotan bersenjata.

[5] Agape menghabiskan waktu


Jadwal perdagangan orang Samaria itu terganggu. Berhenti lalu membalut luka si korban,
berjalan di samping keledainya, singgah di losmen, tentu saja membuat perjalanannya terlambat.

[6] Agape itu mahal


Si orang Samaria membayar kepada pemilik losmen ongkos sewa kamar selama 24 hari dan
memberikan sehelai cek blangko untuk pengeluaran tambahan. Sekiranya seorang Yahudi yang

25
menolong sesamanya Yahudi, maka pengadilan mungkin akan membayar mengembalikan uang
itu kepada si penolong. Akan tetapi, pengadilan Yahudi tidak akan pernah membayar kembali
kepada seorang Samaria. Orang Samaria itu dengan bebas memberikan pertolongan tanpa
mengharapkan balasan. Justru inilah yang Tuhan Yesus perintahkan dalam ajaran-Nya yang
resmi (Lukas 6:35).

[7] Agape itu mengacaukan status sosial


Apa yang terjadi ketika terdengar berita di kampung halaman si Orang Samaria, bahwa ia telah
menolong seorang Yahudi? Ia tentu dianggap sebagai pengkhianat terhadap perjuangan bangsa
Samaria. Nama baiknya dan status sosialnya ternodai. Kemungkinan ia diejek oleh bangsanya
sendiri.

Perumpamaan Orang Samaria Yang Murah Hati ini menjelaskan dengan tuntas hakekat agape,
yang ditunjukkan oleh seseorang yang menjadi sesama bagi orang lain. Agape sungguh berani
dan agresif. Agape lebih daripada sekedar rasa hangat yang mengawang. Lebih daripada sikap
baik terhadap orang lain. Agape tidak berhenti pada senyuman manis. Kasih agape ini agresif.
Mahal, secara sosial maupun ekonomi.

Hal-hal atau bahan-bahan pelengkap tersebut di atas, tidak dapat ditafsirkan dengan maksud
lain. Sebab itu, Yerusalem, Yerikho, rumah penginapan, dua dinar, dan lain-lain yang
merupakan unsur penunjang, janganlah ditafsirkan sebagai lambang ini atau itu. Bila kita tetap
melakukan, bukan saja secara Hermeneutika tidak dapat dipertanggung jawabkan, bahkan
peluang yang menjurus kepada penafsiran yang salah sangat besar sekali!

26

Anda mungkin juga menyukai