Anda di halaman 1dari 7

A. Apa itu Apokaliptik?

Kata “apokaliptik” berasal dari sebuah kata Yunani yang berarti “menyingkapkan”,
“membukakan”, biasanya merujuk kepada sesuatu yang sebelumnya tersembunyi tetapi kini
telah disingkapkan. Kata "apokaliptik" sebetulnya merupakan suatu ungkapan dari gereja
Kristen abad ke-2 untuk jenis sastra yang dipakai dalam surat Wahyu kepada
Yohanes di Perjanjian Baru. Dari sinilah kata “apokaliptik” kemudian menjadi sebutan untuk
gaya penulisan yang banyak menggunakan simbol, seperti di dalam Kitab Wahyu.1

B. Sastra Apokaliptik
Sastra apokaliptik adalah jenis tulisan mengenai penyataan Ilahi yang berasal dari
masyarakat Yahudi kurang lebih antara tahun 250 SM dan 100 M yang kemudian diambil
alih dan diteruskan oleh Gereja Kristen. Sastra Apokaliptik sendiri muncul setelah
kemerosotan peran kenabian di Israel dan tekanan dari situasi politik yang dialami bangsa
Yahudi pada periode Helenistis. Banyak penulis sastra apokaliptik yang menuliskan karya-
karyanya penuh misteri dan menggunakan nama-nama tokoh terkenal pada masa lampau
yang kemudian menjadi daya tarik dari sastra apokaliptik itu sendiri. Ciri lain yang penting
dari sastra apokaliptik adalah penggunaan simbol-simbol, penekanan pada sosok malaikat,
dan menunjuk pada sesuatu zaman keselamatan. Akan tetapi, tidak berarti bahwa semua ciri
tersebut akan ditemukan dalam setiap tulisan-tulisan apokaliptik2.
Gaya penulisan apokaliptik dalam Kitab Suci paling jelas diperlihatkan oleh Kitab
Daniel dan Kitab Wahyu. Mengenai kedua kitab ini, H.H. Rowley mengomentari demikian,
“tidaklah kebetulan bahwa yang satu dimasukkan dalam kanon Perjanjian Lama dan yang
lainya dalam kanon Perjanjian Baru. Sebab keduanya tegak menonjol jauh di atas semua
kitab lainya yang ada diantara keduanya”.
Ada beberapa penjelasan mengenai asal usul sastra apokaliptik, yaitu dari
tradisi kenabian, tradisi hikmat atau kebijaksanaan, tradisi keimaman, dan mite- mite agama
lain.3 Pada hakikatnya “apokaliptik” adalah satu kata yang sulit dibuat batasanya.
Pemakaiannya pada umumnya pada rangkaian teologi, dan khususnya pemakaiannya pada
kata benda, sangat tidak tepat; makanya pernah dengan mudah kata itu tidak usah dipakai
sama sekali. Apokaliptik dipakai pada zaman kuno oleh bangsa Israel, dan sampai saat ini
jarang-jarang sekali orang memakai analisis ini, bahkan hampir tidak pernah di pakai pada
saat ini. Bukan hanya karena banyak simbol yang muncul, tetapi juga bahasanya sangat sulit
untuk dipahami.
Apabila ungkapan "sastra apokaliptik" kita pergunakan, maka kita merujuk pada suatu
jenis tulisan mengenai pernyataan illahi yang dihasilkan dalam lingkungan keyahudian
kurang lebih antara tahun 250 sM dan tahun 100 M dan diambil alih serta dipertahankan oleh
gereja Kristen. Sastra ini tidak hanya meliputi jenis sastra “apokaliptis”, tetapi jenis-jenis
lainya juga yang berasal dari lingkungan yang sama.
Gaya penulisan apokaliptik dalam Kitab Suci paling jelas diperlihatkan oleh Kitab
Daniel dan Kitab Wahyu. Mengenai kedua kitab ini, H.H. Rowley mengomentari demikian,

1 D.S. Russell, Penyingkapan Ilahi pengantar ke dalam Apokaliptik Yahudi ( Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2007) 19, 36-43
2 Y.M. Seto Marsunu. Apokaliptik: Kumpulan Karangan Simposium Ikatan Sarjana Biblika (Indonesia
Lembaga Alkitab Indonesia, 2007) 10-18
3 http://p2k.unugha.ac.id/id3/1-3050-2947/Sastra-Apokaliptik_164907_p2k-unugha.html
“tidaklah kebetulan bahwa yang satu dimasukkan dalam kanon Perjanjian Lama dan yang
lainya dalam kanon Perjanjian Baru. Sebab keduanya tegak menonjol jauh di atas semua
kitab lainya yang ada diantara keduanya”.
Kitab-kitab yang mungkin haknya paling besar untuk diakui sebagai kitab-kitab
apokaliptik adalah kitab-kitab berikut:

1. Henokh (Kitab Henok Epioptik), abad ke-3 sM - abat pertama M.


2. Henokh Kitab Henok Slavonik ), akhir abad pertama M Apokaliptis Zefanya, abad
pertama sM - abad pertama M Apokaliptis ( atau Wahyu) Abraham, abad pertama -
abad ke-2 M.
3. Asdras (= 4 Ezra) 3-14, k.l. tahun 100 M.
4. Barukh (Apokaliptik Barukh Syria), awal abad ke-2 M.

Tulisan-tulisan lainya yang masuk kedalam golongan “sastra apokaliptik”, Yaitu:

1. Kitab Yobel (Kitab Kejadian Kecil), abad ke-2 sM.


2. Wasiat-wasiat Keduabelas Bapa Leluhur, abad ke-2 sM.
3. Risalat Sem, abad pertama sM.
4. Wasiat (Kenaikan?) Musa, abad pertama M.
5. Wasiat Abraham.4

➢ Ciri Sastra Apokaliptik


Penggunaan Nama Penulis Samaran
Ciri sastra Apokaliptik yaitu memakai nama penulis samaran. 5 Tulisan yang
penulisnya mempergunakan nama samaran dikenal dengan istilah pseudonymous.6
Pemakaian nama samaran adalah hal yang lazim dan tidak hanya terjadi di lingkungan
penulis Yahudi saja, tetapi juga di alam Yunani dan Romawi.7 Dengan mempergunakan nama
samaran, kebanyakan nama figur-figur dari masa lampau yang dihormati, maka tulisan-
tulisan apokaliptik memperoleh otoritas dan dihadirkan sebagai tulisan-tulisan yang
memprediksikan masa depan yang sedang digenapi.8
Penggunaan Bahasa Simbolis
Ciri lain dari sastra apokaliptik yaitu banyak mempergunakan bahasa simbolis. Simbol-
simbol yang sering dipakai yaitu binatang-binatang, manusia dan bintang-bintang, makhluk-
makhluk mitologi, dan angka-angka.9 Ini mampu kita temukan dalam surat Wahyu untuk
Yohanes yang menyebut Roma sebagai Babel atau Kitab Daniel yang memakai nama-nama
binatang untuk menyebutkan nama empat negara.10

4 Russel, 19.
5 Forum Biblika: Jurnal Ilmiah Populer no 12-2000 (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2007). 12-
15
6 Harry Mowvley. Penuntun ke dalam Nubuat Akad Lama. (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2006). 113
7 Russel, 36-43
8 Russel, 43
9 H.Jogersma. Dari Aleksander Besar sampai Bar Kokhba:Sejarah Israel dari 330 SM-135 M.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 73.
10 Forum Biblika: Jurnal Ilmiah Populer no 12-2000. (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia 2007), 12-
15
Sosok Malaikat Berperan Penting
Sastra apokaliptik sangat menekankan sifat supranatural dari wahyu yang diberikan.
Bidang supranatural ini ditunjukkan melewati sosok malaikat yang mewarnai tulisan- tulisan
apokaliptik. Sosok malaikat dalam tulisan apokaliptik berperan penting yang membuat
mereka menonjol. Misalnya, dalam kitab Daniel kita mampu menemukan dua tokoh
malaikat yaitu Gabriel (Daniel 8:16) dan Mikhael (Daniel 12:1). Para penulis sastra
apokaliptik banyak memberikan perhatian untuk sosok-sosok malaikat dan setan karena
memang masyarakat Israel kuno sangat akrab dengan bayangan tentang suatu pengadilan
ilahi yang menunjukkan telah tersedianya sisa-sisa politeisme kuno dalam kepercayaan
mereka yang monoteis.11
Kedatangan Masa waktu abad Keselamatan
Sastra Apokaliptik berbicara tentang eskatologi, yaitu kesudahan alam yang semakin
memburuk sampai betul-betul kiamat, lalu tiba-tiba muncul alam baru yang serba indah.
Kala alam yang baru itu datang, segala kejahatan dan kuasanya akan dimusnahkan oleh
Allah, orang-orang yang telah mati akan dibangkitkan, dan akan telah tersedia penghakiman
untuk semua orang. Dalam pandangan apokaliptik, bumi diawasi secara menyeluruh dan
tidak hanya terbatas pada umat Israel. Tulisan apokaliptik juga tidak hanya melampaui batas
sejarah sampai ke eskatologi (keadaan sesudah sejarah berakhir) tetapi juga protologi yaitu
kondisi sebelum alam diciptakan. Pola pikir dualistis seperti membedakan sela masa waktu
abad sekarang dan akan datang, sela bumi dan sorga, sela orang suci dan orang jahat sangat
menonjol dalam sastra apokaliptik.12 Dengan datangnya alam yang baru maka berakhirlah
penderitaan orang-orang percaya yang tertindas. Sastra apokaliptik dengan demikian
mendorong orang- orang supaya mampu bertahan dalam penindasan. Sasaran kesudahan
tulisan ini yaitu akhirnyanya segala kejahatan, kekuasaan yang dimiliki negara-negara besar
di alam tidak akan bertahan lama, dan masa waktu abad keselamatan pun tiba13

Kitab-Kitab Apokaliptik
Kata apokaliptik pertama kali diperkenalkan pada tahun 1832 dalam diskusi ilmiah
oleh Friedrich Lucke, dalam konteks pengantar diskusi mengenai tulisan apokaliptik
Yohanes atau Kitab Wahyu.14 Kitab apokaliptik yang dimaksudkan di sini adalah kitab yang
menggunakan sastra apokaliptik dalam menyampaikan penyataan Allah. Sastra apokaliptik
sendiri adalah genre tulisan yang berasal dari masyarakat Yahudi kurang lebih antara tahun
250 SM dan 250 M.15 Jenis tulisan ini hadir karena kemerosotan peran kenabian di Israel dan
tekanan politik yang dialami bangsa Israel pada masa itu dan ciri yang dapat dilihat dari

11 Berthold Anton Pareira dan Y.M. Seto Marsunu, Apokaliptik: kumpulan karangan simposium
Ikatan Sarjana Biblika Indonesia 2006, (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2007), 10-18.
12 Jogerma, 73-74
13 John Collins, The Oxford Handbook of Apocalyptic Literature (Oxford: Oxford University Press,
2014), 1.
14 Russel, 36-43
15 John Collins, The Apocalyptic Imagination (Grand Rapids: William Eerdmans Publishing, 2016),
7.
jenis tulisan apokaliptik adalah penggunaan simbol-simbol untuk menyampaikan pesan
ilahi.16
Teks-teks apokaliptik dimaksudkan untuk menafsirkan keadaan aktual pada zamannya
dalam terang dunia supernatural di masa depan, dan untuk memengaruhi keduanya (baik
masa kini dan masa depan) dalam intervensi dan otoritas Allah. Dalam terang teks-teks
apokaliptik, mengubah dunia adalah sesuatu yang bukan mustahil. Bahkan, Allah pun ikut
andil dalam pembaruan menuju kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu, banyak tulisan
apokaliptik Yahudi dan Kristen dapat bersifat subversif dan revolusioner, sebagai bentuk
perlawanan terhadap kaisar dan pemerintahan (termasuk Kitab Daniel dan Wahyu). Namun,
tulisan-tulisan apokaliptik juga untuk memperkuat otoritas kekuasaan kaisar, tetapi tulisan-
tulisan tersebut hadir di luar tulisan-tulisan kanonik Alkitab.17
Paling jelas sastra apokaliptik terlihat dalam Kitab Daniel dan Kitab Wahyu dalam
kitab kanonik Protestan. Dalam kanon katolik memang terdapat banyak “teks apokaliptik”,
termasuk dalam injil (bdk. Mrk. 13; Mat. 24:1-25:46, juga dalam banyak surat Paulus dan
terutama dalam Kitab Wahyu kepada Yohanes). Kitab-kitab Perjanjian Lama yang dianggap
apokaliptik dalam tradisi protestan, dalam kanon katolik dinamakan kitab
“Deuterokanonika” yang dalam tradisi protestan dikenal sebagai “Pseudepigraphen”. Kitab-
kitab Apokaliptik (termasuk injil-injil apokaliptik) dalam pemahaman katolik adalah kitab-
kitab yang tidak dimasukkan dalam kanon. Bdk. Apokryphe Bibel. Die verborgene Bücher
der Bibel Wina, 1991. Kitab ini memuat semua kitab apokaliptik (dalam pengertian tradisi
katolik) yang tidak diakui dalam kanon, termasuk Injil Yakobus, Injil Thomas, Injil Petrus.
Selain kitab tersebut, ada juga Kitab Yoel yang bermuatan apokaliptik, tetapi tidak
sebanyak muatan dalam Kitab Daniel dan Wahyu.18
Kitab apokaliptik pun tidak lepas dari berbagai perdebatan penafsiran hingga statusnya
sebagai kitab kanonik. Dari abad kedua hingga keempat orang-orang Kristen berargumen
dengan sengit terutama mengenai status Kitab Wahyu. Para kritikus menuduh kitab tersebut
ditulis oleh bidat, dan para pembela berusaha menegaskan murid Yesus sendiri, yaitu
Yohanes, yang menulis surat tersebut. Beberapa abad setelahnya, Erasmus adalah teolog
pertama mempertanyakan status Kitab Wahyu. Marthin Luther juga mempertanyakan
kanonisitas Kitab Wahyu karena dianggap sulit dimengerti (tidak jelas) dan di dalamnya
citra Kristus tidak ditampilkan secara jelas. Namun, anehnya, Luther, sering merujuk pada
Kitab Wahyu dalam berbagai tulisannya. Dapat dikatakan Luther ragu mengenai status
kanonik Kitab Wahyu, tetapi konteks kehidupan pada masa reformasi sangat cocok dengan
teks-teks apokaliptik yang memiliki berbagai gambaran dramatis dan retorika kekerasan
dalam Kitab Wahyu. Berbeda dengan Kitab Wahyu, Kitab Daniel tidak diragukan
Kanonisitanya oleh Luther. Luther dan Muntzer menyajikan berbagai interpretasi atas kitab
tersebut, Luther dalam sebuah kontroversi dengan Response to the Book of Ambrosius

16 Yohanes Hasiholan Tampubolon, “SUMBANGAN TEKS APOKALIPTIK TERHADAP GERAKAN


SOSIAL POLITIK DALAM GEREJA", (Jaringan Pemuda Kristen Hijau: DOI:
http://dx.doi.org/10.31385/jl.v18i2.188.267-287) hal 269.
17 John Walvoord, Every Prophecy of The Bible: Clear Explanations for Uncertain Times (Colorado:
David C Cook, 2011), 206.
18 Yohanes Hasiholan Tampubolon, ”Sumbangan Teks Apokaliptik Terhadap Gerakan Sosial Politik
Dalam Gereja", (Jaringan Pemuda Kristen Hijau: DOI: http://dx.doi.org/10.31385/jl.v18i2.188.267-287) hal 271
Catharinus pada tahun 1521, dan Thomas Muntzer dalam Sermon to the Princes pada tahun
1524.19

C. Kitab Apokaliptik dalam Perjanjian Lama


Kitab Daniel
Kitab Daniel merupakan sastra apokaliptik yang paling tua, ditulis sekitar tahun 167-
164 SM, yang dikenal orang-orang Kristen bahkan kitab ini menjadi satu-satunya kitab
apokaliptik yang masuk dalam kanon Perjanjian Lama. Tulisan ini sebagian ditulis dengan
menggunakan bahasa Ibrani dan sebagian lagi dalam bahasa Aram. Dalam kitab Daniel
ditemukan dua pola yang berbeda antara pasal 1-6 dengan pasal 7-12. Daniel 1-6 banyak
menceritakan kehidupan Daniel dan teman-temannya di dalam istana pada masa
pemerintahan raja-raja Babel dan Persia abad ke-6 SM sedangkan Daniel 7-12 berisi berbagai
penglihatan. Kitab Daniel merupakan sebuah kitab apokaliptik yang berisi tentang beberapa
penglihatan masa depan dan sejarah dari empat kerajaan dunia, tentang Raja Antiokhus yang
jahat, penghukuman Allah, dan kedatangan Kerajaan Allah.20

Penglihatan-penglihatan Apokaliptik dalam Daniel

Bagian apokaliptik dari Daniel terdiri dari tiga penglihatan dan sebuah komunikasi kenabian
yang panjang, yang terutama berkaitan dengan masa depan Israel:

1. Penglihatan pada tahun pertama Belsyazar Raja Babel (7:1) mengenai empat binatang
buas yang besar (7:3) mewakili empat raja (7:17) dan empat kerajaan (7:23) yang
akan datang, dan yang keempat akan menelan seluruh bumi, menginjak-injak, dan
menghancurkannya (7:23); kerajaan keempat ini menghasilkan sepuluh orang raja,
dan kemudian, orang kesebelas yang khusus, muncul dari kerajaan keempat yang
menaklukkan tiga dari sepuluh raja (7:24), berbicara melawan Yang Maha Tinggi dan
orang-orang kudus dari Yang Maha Tinggi, dan bermaksud mengubah masa dan
hukum (7:25); setelah suatu masa dan satu setengah masa (tiga setengah tahun), orang
ini dihakimi dan wilayahnya pun diambil daripadanya (7:26). Lalu kerajaan itu dan
wilayahnya dan kebesaran kerajaan-kerajaan di bawah seluruh langit itu diserahkan
kepada orang-orang kudus dari Yang Maha Tinggi (7:27)
2. Penglihatan dalam tahun ketiga Belsyazar mengenai seekor domba jantan dan seekor
kambing jantan (8:1-27); Daniel menafsirkan kambing itu sebagai “kerajaan Yawan”
artinya, kerajaan Yunani (8:21)
3. Penglihatan pada tahun pertama dari Darius anak Ahasyweros (9:1) mengenai tujuh
puluh minggu, atau tujuh puluh kali “tujuh”, yang dibagi ke dalam sejarah bangsa
Israel dan Yerusalem (9:24)
4. Sebuah penglihatan yang panjang dalam tahun ketiga dari Koresh raja dari Persia
(10:1 – 12:13)

Penglihatan-penglihatan kenabian dan eskatologis Daniel, dengan penglihatan-


penglihatan Yehezkiel dan Yesaya, adalah ilham kitab suci bagi banyak ideologi dan
simbolisme apokaliptik dari Naskah Laut Mati komunitas Qumran dan sastra awal
19 Hery Sihaloho, “Nubuatan Tentang Mesias Dalam Perjanjian Lama Berdasarkan Kitab Sejarah,”
Kurios (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) 3, no.1 (2018), 20.
20 Hasahatan, Hutahaean, "Menafsir Genre Apokaliptik Kitab Daniel" (Medan: ILLUMINATE, Juni
2020), 30-32
kekristenan. “Hubungan Daniel yang jelas dengan pemberontakan Makabe di Palestina tidak
disangsikan merupakan salah satu alasan mengapa para rabi, setelah pemberontakan melawan
Roma, menurunkannya dari posisinya di antara nabi-nabi. Dalam Daniel terdapat rujukan-
rujukan pertama kepada “kerajaan Allah”, dan rujukan yang paling jelas terhadap
kebangkitan orang mati di dalam Tanakh.21

Literatur apokaliptik, termasuk kitab daniel, memiliki beberapa karakteristik yang


khusus dimana diantaranya adalah:
Visionary and Mediated Revelation
Para penulis apokaliptik biasanya mendapatkan pewahyuan (revelation) yang berupa
penglihatan-penglihatan lalu mengungkapkanya dalam suatu tulisan. Penglihatan itu
biasanya bisa di lihat melalui mediasi malaikat atau "otherworldly journey" di mana
malaikat membawa penulis ke dalam perjalanan dan menyingkapkan realita sorgawi dan
eskatologis kepadanya. Dalam kitab Daniel kita melihat bahwa Allah berbicara kepada
Daniel melalui seorang mediator atau malaikat (Daniel 12-5-13).

Narrow Eschatology
Penekanan literatur apokaliptik adalah pada masa depan (the future). Biasanya
melihat ke masa depan yang dekat dan sampai ke akhir zaman. Kitab Daniel melihat ke masa
depan ke periode penindasan di bawah kerajaan Babilonia, Persia, Yunani dan Romawi
sampai kepada masa ketika Allah akan berintervensi dan mengakhiri semua penindasan.

Messianism
Kemenangan Allah yang digambarkan dalam literatur apokaliptik pada umumnya
adalah kemenangan melalui seorang figur messianik. Di dalam kitab Daniel, kita melihat
figur Ilahi itu yang digambarkan dengan istilah “seorang seperti Anak Manusia” yang
menerima kekuasaan di masa mendatang (7:13-14). Dapat dikatakan bahwa dalam
pemberitaan Mesianik di PL; Imam, Raja atau Nabi tidak hanya menyatakan Mesias sebagai
penyelamat namun Mesias juga menyampaikan bahwa Mesias akan menghukum.22

Simbolisme
Pada apokaliptik sering sekali menggunakan simbol-simbol yang di cantumkan
didalamnya. Yang paling kelihatan di situ ada juga gambaran diri yang kuat dan lemah.
Dimana gambaran yang sering di oakai dalam bentuk fantasi adaripada ralita. Didalam kitab
Daniel, misalnya kerajaan-kerajaan dunia yang jahat digambarkan dengan gambaran "hybrid
beasts" (pasal 7). Selain itu, angka-angka juga dipakai secara simbolis dalam literatur

21 S.M Siahaan, Robert M.Paterson, Kitab Daniel: Latar Belakang, Tafsiran dan Pesan, Jakarta
2007: BPK Gunung Mulia, hlm. 17

22 J. G. Baldwin, Book of Daniel: in New Bible Dictionary 3rd edition, hlm. 87-109
apokaliptik. Contoh: satu masa dan dua masa dan setengah masa (Dan 7:25), tujuh puluh kali
tujuh masa (Dan 9:24), seribu tahun (Why 20).23
Karena penggunaan simbol-simbol dengan “strange imagery” yang begitu banyak,
maka genre apokaliptik diakui sebagai “the most difficult biblical genre” bagi kebanyakan
orang Kristen. Grant Osborne menyatakan adanya ketidaksadaran simbol-simbol dan
pergeseran konstan dari satu adegan misterius ke yang lain sangat membingungkan bagi
pembaca dahulu dan pembaca masa kini.

23 Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru:Pendekatan Kritis terhadap masalah-masalahnya,


(Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2006) hlm. 337

Anda mungkin juga menyukai