I. Pengertian Etika
Etika merupakan suatu cabang filsafat yang berangkat dari “nilai” serta
“moral”, dalam hal ini berkaitan dengan tingkah laku manusia. Kata Etika diturunkan
dari istilah Yunani, yakni “ethos”. Bentuk tunggal/singular kata “ethos”
berarti tempat tinggal biasa, kebiasaan, adat, akhlaq, watak, perasaan,
sikap, dan cara berpikir serta melakukan tindakan. Bentuk jamak/plural
“ethos”, yaitu “ta etha”, berarti adat istiadat atau kebiasaan 1. Berdasarkan pengertian
demikian, secara sederhana dapat dikatakan bahwa etika sebagai ilmu “tentang apa yang
biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan”. Etika berkaitan erat dengan kebiasaan
hidup baik, tata laku yang baik, dalam hubungannya dengan diri sendiri maupun orang lain
(masyarakat). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika diartikan dengan ilmu tentang apa
yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak serta kewajiban moral; kumpulan asas atau
nilai yang berkenaan dengan akhlak; dan asas perilaku yang menjadi pedoman. Jadi, etika
adalah ilmu, pemahaman, asas, dan dasar tentang sikap dan perilaku baik atau buruk.
Apa yan dimaksud dengan etika dinyatakan dalam Bahasa Indonesia dengan tepat
oleh kata kesusilaan. Kata ‘sila’, yang terdapat dalam Bahasa Sansekerta dan kesusasteraan
Pali dalam kebudayaan Buddha. Pertama Sila berarti norma (kaidah), peraturan, hidup,
perintah. Kedua, kata itu menyatakan pula keadaan batin terhadap peraturan hidup, hingga
dapat dapat berarti juga sikap, keadaban, siasat batin, perikelakuan, sopan santun dsbg. Kata
su berarti baik, bagus. Kata ini pertama menunjukkan norma dan menerangkan bahwa norma
itu baik. Kedua, menunjukkan sikap terhadap norma itu dan menyatakan bahwa perikelakuan
harus sesuai dengan norma. Karena itu, kata kesusilaan tepat untuk menyatakan pengertian
etika2.
1
Atok Miftachul Hudha dkk, Etika Lingkungan : Teori dan Praktik pembelajarannya, (Malang : Penerbit
Universitas Muhammadiyah Malang, 2019), 47.
2
J. Verkuyl, Etika Kristen : bagian umum, (Jakarta : BPK Gunung Mulia,2016), 2.
bahan kimia, dan lain-lain3. Penggunaan istilah “lingkungan” sering kali digunakan secara
bergantian dengan istilah “lingkungan hidup”. Kedua istilah tersebut meskipun secara harfiah
dapat dibedakan, tetapi pada umumnya digunakan dengan makna yang sama, yaitu
lingkungan dalam pengertian yang luas, yang meliputi lingkungan fisik, kimia, maupun
biologi (lingkungan hidup manusia, lingkungan hidup hewan dan lingkungan hidup
tumbuhan). Sedangkan menurut Otto Soemarwoto, lingkungan hidup diartikan sebagai ruang
yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan benda hidup dan tak hidup di dalamnya.
Akan tetapi, lingkungan hidup juga mempunyai definisi sendiri, berdasarkan UU No. 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan lingkungan hidup, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang
dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan
perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lainnya. Sehingga dapat dikatakan, berbicara lingkungan hidup adalah segala sesuatu
yang ada sekitar manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik
langsung maupun tidak langsung.
3
Agoes Soegianto, Ilmu Lingkungan, Sarana Menuju Masyarakat Berkelanjutan. (Surabaya : Airlangga
University Press, 2010), 1.
4
Atok Miftachul Hudha dkk, 64.
antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara
manusia dengan makhluk hidup lain atau dengan alam secara keseluruhan5.
Jadi, etika lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan
lingkungannya. Etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut
lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga.
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan penerapan etika lingkungan
sebagai berikut6:
- Manusia merupakan bagian dari lingkungan yang tidak terpisahkan sehngga perlu
minifying semua kehidupan dan lingkungannya selain dirinya sendiri.
- Manusia sebagai bagian dari lingkungan, hendaknya selalu berupaya untuk menjaga
terhadap pelestarian , keseimbangan dan keindahan alam.
- Kebijaksanaan penggunaan sumber daya alam yang terbatas termasuk bahan energi.
- Lingkungan disediakan bukan untuk manusia saja, melainkan juga untuk makhluk
hidup yang lain.
Di samping itu, etika Lingkungan tidak hanya berbicara mengenai perilaku manusia
terhadap alam, namun juga mengenai relasi di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu
antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara manusia
dengan makhluk hidup lain atau dengan alam secara keseluruhan.
7
Atok Miftachul Hudha dkk, 67.
8
Citra Nurkamilah, Etika Lingkungan dan implementasinya dalam pemeliharaan Lingkungan Alam pada
masyarakat Kampung Naga, Jurnal Studi Agama-agama dan Lintas Budaya 2, 2 (2018), 136-148.
2) Spesies manusia bersama spesies yang lain adalah bagian dari system ekosistem
yang saling tergantung.
3) Organisme adalah pusat kehidupan yang mempunyai tujuan sendiri.
4) Manusia pada dirinya sendiri tidak lebih unggul daripada mahkluk
hidup yang lain. 9
- Ekosentrisme/Deep Environtmental Ethics
Ekosentrime menempatkan komponen biotik dan abiotik dalam satu posisi yang
memiliki keterkaitan. Aspek moralitas yang menjadi tanggung jawab manusia tak terbatas
pada makhluk hidup semata. Air di sungai, yang termasuk abiotic sangat menentukan
kehidupan yang ada di dalamnya. Udara, walaupun tidak termasuk makhluk hidup, namun
menentukan kelangsungan hidup seluruh makhluk hidup. Ekosentrisme memberi titik tekan
pada hubungan mutualisme semua komponen penyusun ekosistem. Ekosentrisme merupakan
kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme. Teori ini sering disamakan begitu saja
karena terdapat banyak kesamaan. Kesamaannya terletak pada penekanannya atas
pendobrakan cara pandang antroposentrisme yang membatasi keberlakuan etika hanya pada
komunitas manusia. Keduanya memperluas keberlakuan etika untuk mencakup komunitas
yang lebih luas. Jika biosentrisme lebih fokus semua komponen ekologis, maka ekosentrisme
justru fokus pada semua komunitas, biotik ataupun abiotik. Kedua komponen itu saling
terkait. Jadi, ekosentrisme dan biosentrisme menolak teori antroposentrisme, namun
ekosentrisme tidak hanya menuntut kesadaran moral pada komponen hidup semata
(sebagaimana pandangan biosentrisme), tetapi pada seluruh komunitas ekologis10.
9
Atok Miftachul Hudha dkk, 70.
10
Atok Miftachul Hudha dkk, 72-73.