Anda di halaman 1dari 6

PENGANTAR HERMENEUTIKA BIBLIKA

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TOMOHON

DOSEN PENGAMPU MK:


Pdt. DR. Marhaeni L. Mawuntu, M.Si

Oleh :
Kamelia Yurika Wowor
202141275
PRINSIP DAN METODE PENAFSIRAN ALKITAB KHUSUS

Dalam metode penafsiran Alkitab, Selain prinsip-prinsip umum, ada prinsip-prinsip


khusus yang dapat menolong penafsir memberikan perhatian khusus pada jenis-jenis karya
sastra yang dipakai dalam Alkitab.
Metode Historis Kritis

Tidak cukup ruang bagi kita untuk memberikan penjelasan secara lengkap tentang
metode historis-kritis, tetapi signifikansi hermeneutisnya perlu diuraikan secara singkat.
Metode historis-kritis sebagaimana yang diterapkan pada Kitab Suci akan mengungkapkan
apa yang sebenarnya terjadi secara objektif. Tetapi karena ini adalah sebuah metode yang
berkomitmen pada Pencerahan, maka metode ini memiliki prinsip-prinsip tertentu, yaitu
prinsip-prinsip kritik, analogi, dan korelasi. Prinsip kritik yang dimaksud berarti bahwa penilaian
tentang masa lalu tidak dapat dengan mudah diklasifikasikan sebagai benar atau salah tetapi
harus dilihat sebagai sebuah klaim terhadap tingkat probabilitas yang lebih besar atau lebih
kecil dan harus selalu terbuka untuk revisi. Dengan kata lain, kita harus selalu memulainya
dengan keraguan. Prinsip analogi, di sisi lain, mengharuskan kita melanjutkan asumsi bahwa
peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu adalah sejalan dengan peristiwa-peristiwa dari
pengalaman kita sendiri saat ini. Dengan kata lain, prinsip ini mengacu pada homogenitas
mendasar dari semua peristiwa sejarah.
Dengan metode historis-kritis ini maka kesimpulan yang diambil adalah bahwa
realitas saat ini menentukan status kebenaran masa lalu. Karena alasan inilah mukjizat
dianggap mustahil hari ini. Akhirnya prinsip korelasi masa lalu dan masa kini mengharuskan
kita untuk melihat setiap peristiwa sejarah berkorelasi dengan peristiwa lainnya dalam seri
yang sama.1

Analisa Historis-Kultural
Analisa ini juga tidak terelakkan, karena terdapat jurang sejarah dan budaya yang sangat
besar antara situasi hidup pada zaman Alkitab dan kehidupan modern. Para penulis Alkitab
memang menulis untuk orang-orang pada zaman mereka yang memiliki latar belakang
sejarah dan budaya yang sama. Dalam banyak kasus para penulis Alkitab merasa tidak perlu
menambahkan penjelasan khusus, karena mereka mengasumsikan para pembaca mereka
sudah mengetahui hal itu. Bagi kita sebagai pembaca modern, keuntungan semacam itu tidak
kita miliki. Kita memerlukan informasi tambahan dari kitab-kitab kuno di luar Alkitab
maupun berbagai penemuan arkheologi. Inilah yang membuat penafsiran Alkitab terkesan
sangat akademis dan hanya bisa dipahami oleh mereka yang terlatih dengan pengetahuan
historis-kultural kuno. Bagi pembaca awal Alkitab, tingkat kesulitan yang mereka hadapi
tidak sebesar yang kita alami sekarang.
Sekarang penelitian biblika sudah semakin berkembang. Penyelidikan tentang latar belakang
historis-kultural tidak lagi dilakukan secara sporadis. Sehingga melalui pendekatan sosial-
ilmiah, para teolog berusaha merekonstruksi matriks sosial pada zaman Alkitab dan
1
Yohanes, Yurdianto // Hermeneutik Alkitab Dalam Sejarah : jurnal teologi dan Pendidikan Kristen. 2020
mendekatinya melalui teori-teori dalam sosiologi modern. Mereka meneliti kesenjangan
sosial dan konflik-konflik di dalamnya.
Alat-alat apa saja yang dibutuhkan dalam analisa ini? Yang paling mudah kita dapatkan
adalah ensiklopedia Alkitab. Ada banyak nama tempat, orang, dan istilah kuno yang
diuraikan secara umum tetapi cukup bermanfaat. Kita tinggal mencari berdasarkan kata
masuk yang tepat, misalnya pernikahan, penggembalaan, dsb.
Sumber lain yang tidak kalah pentingnya adalah rangkuman sejarah kuno. Untuk memahami
Perjanjian Baru, kita perlu mengetahui bagaimana situasi historis pada masa intertestamental
(400 tahun antara akhir Perjanjian Lama dan permulaan Perjanjian Baru). Beberapa buku
sudah ditulis untuk membantu pembaca Alkitan yang awam dalam memahami situasi pada
zaman Alkitab. Di samping buku sejarah, kita juga memerlukan buku-buku tentang kebiasaan
dan adat istiadat kuno pada zaman Alkitab.2

KONTEKSTUAL
Pengetahuan ini adalah kemampuan untuk mengidentifikasikan setiap bagian dari kitab dan
bagaimana setiap alinea dalam bagian dari kitab dan bagimana setiap alinea dalam bagian
mendukung argumentasi atau pokok pikiran dalam bagian tersebut. engetahuan tentang
konteks adalah sesuatu yang mutlak bagi seorang penafsir. Karena adalah amat keliru
berusaha memotong-motong teks dan beranggapan bahawa maknanya dapat dipahami dalam
frase, kalimat atau alinea yang dipisahkan dari seluruh konteks. Ada empat tingkatan konteks
yang perlu diperhatikan oleh seorang penafsir yaitu:
- Konteks Bab atau Pasal
Arti kata ‘konteks’ terdiri dari dua unsur kata latin, yaitu “con”, yang berarti
‘bersama-sama atau menjadi satu’ dan “textus” yang berarti ‘menenun atau tertenun’.
Maka kata ‘CONTEKS’ menunjukkan suatu hubungan yang menyatukan bagian
Alkitab yang ingin ditafsir dengan sebahagian atau seluruh Alkitab. Cara mempelajari
konteks sebagai berikut: pertama, seluruh kitab harus dipelajari/dibaca dengan
seksama. Dalam membaca kitab, perlu diperhatikan dan diteliti beberapa hal-hal
pokok Yang penting untuk tugas ini ialah perlu diperhatikan dengan seksama, apakah
secara eksplisit penulis menyatakan maksud tujuannya dalam pendahuluan, atau akhir
dan atau terus menjelaskan maksudnya dalam seluruh kitab. Bila unsur-unsur ini ada
maka pekerjaan si penafsir akan lebih mudah. Namun bila hal-hal tersebut diatas
tidak ada dalam tulisan tersebut maka hal-hal di bawah ini perlu diperhatikan oleh si
penafsir untuk menentukan bagian dari seluruh kitab:
a. Perhatikanlah: istilah, frase, klausa atau kalimat yang diulang-ulang yang
merupakan judul untuk menandai setiap bagian atau sebagai bagian akhir yang
menandai kesimpulan suatu bagian.
b. Sering ditandai hubungan gramatis seperti kata penghubung, atau kata keterangan.
Sebagai contoh : kemudian, tetapi, karena itu, sementara, namun demikian, dan
sebagainya.

2
https://www.rec.or.id/analisa-historis-kultural/ diakses tgl 24-03-22
c. Pertanyaan-pertanyaan retoris bisa menjadi tanda perpindahan pada tema atau
bagian lain. Mungkin juga ada suatu seri pertanyaan yang menghantar
argumentasi atau rencana untuk seluruh bagian.
d. Perubahan waktu, lokasi atau seting, khususnya dalam konteks bagian
narasi/ceritera dapat menunjukkan tema dan bagian baru.
e. Bentuk kata seru, menunjukkan perubahan perhatian dari kelompok kepada
sesuatu yang lain.
f. Pengulangan kata kunci, proposisi (masalah) tertentu atau konsep dapat
menunjukkan batas sebuah bagian.
g. Dalam kasusu tertentu tema setiap bagian dinyatakan dengan jelas. Dalam kasusu
seperti ini penafsir hanya perlu memperhatikan apakah isi bagian tersebut cocok
dengan tema yang diberikan oleh si penulis.

- Konteks Kitab
Dalam level ini tujuan atau rencana kitab secara keseluruhan harus diidentifisir.
Bagian-bagian melengkapi seluruh tujuan. Contoh : Pengkotbah 12:13 Dalam tulisan
pengkotbah, penulis secara explisit menyatakan tujuannya. ‘Akhir kata dari segala
yang di dengar ialah, takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-
Nya’. Sama halnya dengan Lukas mengalamatkan Injilnya kepada Theophlilus agar ia
‘dapat mengetahui’ dengan tepat tentang apa yang ia dengar tentang Yesus (Lukas 1:
1-4). Demikianpun 1 Yohanes ingin mengulangi kembali realitas Injil yang terdapat
dalam Tuhan Yesus Kristus ‘supaya sukacita kamu menjadi sempurna’ (1 Yoh 1: 1-
4). Juga nampak jelas dalam Yohanes 20:30-31. Yohanes menyeleksi berbagai
mujizat dalam Injilnya dengan maksud agar ‘supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah
Mesias, Anak Allah dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-
Nya’ Inilah contoh-contoh kitab yang menyatakan maksudnya secara jelas. Kitab-
kitab yang tidak menyatakan maksudnya dengan jelas, harus diteliti dengan seksama
dalam isi dan transisi dari bagian ke bagian dan paragraf ke paragraf (alinea-kealinea).
Hal yang sangat penting diperhatikan oleh penafsir khususnya dalam kitab seperti
surat Ibrani ialah frase yang bersifat mengajak atau menasehati dalam bagian-bagian
tertentu (‘baiklah kita’ / ‘marilah kita’...Ibr 4:1, 11; ^:1; 10:35-36; 12:1; 13:15).
Nampaknya di sini penulis ingin menegur keras inkosistensi ide-ide yang
membingungkan dari pihak orang Yahudi tentang keselamatan dalam Perjanjian Baru
terhadap upacara-upacara seremonial PL. Hal yang paling sulit untuk menentukan
tujuan dari sebuah kitab ialah bila bagian terbesar atau seluruh teks kitabb tersebut
bersifat narasi atau ceritera.Sebagai contoh kitab Rut. Adalah benar interest dari
penulis dapat dilihat pada silsilah Daud yang muncul dalam kesimpulan kitab ini.
Namun demikian adalah sulit bagi seorang penafsir kalau ia ingin memproklamirkan
berita kitab Rut untuk masa kini. Ronald M. hals mengemukakan bahwa penulis kitab
Rut mengintrodusir nama Allah dalam ceritera sebanyak 25 kali dalam 85 ayat.
Sembilan dari ke dua puluh lima refrensi nama Allah ini dipakai dalam doa untuk
memohon berkat adalah merupakan salah satu karakter kitab ini yang sangat
menonjol. Itu sangat bermakna sebab setiap peristiwa merupakan suatu pokok doa
tertentu. Dan pada kenyataannya dalam ceritera Rut menunjukkan bahwa setiap kasus
doa terjawab. Dengan demikian nampaklah bahwa maksud penulis di sini adalah ingin
menunjukkan baik peristiwa kecil maupun besar dalam kehidupan keluarga ini berada
dalam providensia atau pemeliharaan Allah dan dihisab dalam sejarah keselamatan.
Dengan kata lain ‘benang merah rencana Allah’’ tertenun secara langsung ‘ke dalam
permadani peristiwa setiap hari’. Dengan demikian tujuan kitab Rut ialah mengajar
kepada kita bahwa Allah memimpin kehidupan manusia (orang percaya) sampai pada
hal yang kecil sekalipun. Untuk menolong penafsir menemukan tujuan penulis sebuah
kitab, diperlukan beberapa cara sebagai berikut:
a. Selidikilah dengan seksama apakah penulis sendiri telah menyatakan maksudnya
baik dalam pendahuluan, kesimpulan ataupun dalam tubuh teks.
b. Selidikilah bagian-bagian yang bersifat ajakan, nasehat. Secara khusus surat-surat
dalam PB, untuk menentukan aplikasi-aplikasi yang dibuat oleh penulis
menyangkut hal-hal yang berdasarkan fakta dan yang bersifat doktrinal dalam
teks. Biasanya nasehat atau ajakan penulis tersingkaplah tujuan khusus penulis
untuk menulis kitabnya.
c. Perhatikanlah detail-detail bahan yang penulis pilih untuk di maksudkan dalam
ceritera atau tulisannya dan bagaimana cara penulis menulisnya.
d. Jika tidak ada petunjuk lain (tersusun di atas) penafsir harus nberusaha
menentukan sendiri tujuan si penulis. Penafsir harus meneliti bagaimana judul
kalimat-kalimat dari setiap paragraf terjalin bersama untuk menjelaskan tema dari
bagian tertentu. Kemudian lebih jauh meneliti tema-tema dari semua bagian dan
mengevaluasi hubungan di antara dan di dalam setiap bagian atau pasal tersebut.
Setelah menempuh langkah-langkah ini baru penafsir memperoloh keyakinan
tentang tema kitab secara eksplisit.

- Konteks Kanon
Dalam usaha menafsirkan, konteks kanon (Alkitab secara keseluruhan) perlu
diperhatikan. Namun tidak selalu setiasp usaha penafsiran membutuhkan bantuan
seluruh kanon. Dengan demikian ko0nteks kanon hanya boleh nampak dalam akhir
usaha kita bukan menjadi bagian dalam penafsiran kita.

- Konteks Langsung
Usaha untuk mengidentifikasikan konteks adalah sangat penting. Contoh penting
untuk menolong penafsir mengetahui konteks langsung/dekat ialah Keluaran 6: 13 –
25. Tanpa memperhatikan kaitan ayat-ayat sebelum dan seudahnya maka bagian atau
paragraf ini hanyalah merupakan suatu silsilah yang amat membosankan. Jadi konteks
sebelm yang perlu diperhatikan ialah (ayat 9-11) dan sesudahnya ialah ayat 27 – 29.
Dengan demikian bagian yang menjadi pokok pikiran ialah pengulangan kata-kata
‘katakanlah kepada Firaun’ ...tetapi Musa berkata di hadapan Tuhan: Bukankah aku
ini seorang yang tidak peta lidahnya’. Kedua silsilah dalam bagian ini hanya
menyebutkan tiga anak Yakub (Ruben, Simon dan Lewi) yang tidak seperti biasanya
menyebutkan kedua belas anak Yakub. Karena memang yang dibutuhkan hanya
silsilah samapai dengan Musa dan Harun yang diutus oleh Tuhan (ay. 27). Kalau
hanya Musa dan Harun yang dibutuhkan mengapa Ruben dan Simon perlu disebutkan
dalam daftar silsilah ini? Kedua orang ini bersama Lewi nenek moyang Musa telah
berbuat dosa yang besar dengan dosa pembunuhan, demikianpun Musa. Namun
demikian bila Tuhan memakai Musa untuk berkonfrontasi dengan firaun, maka kita
secara halus diingatkan Tuhan agar tidak menganggap terlalu tinggi saluran (Musa +
Harun) sebagaimana terhadap Allah yang memanggil dan melengkapi manusia.
Ada beberapa tipe yang menghubungkan alinea tertentu dengan konteks dekat sebagai
berikut:
a. Yang berkenaan dengan sejarah. Mungkin alinea tersebut ada hubungan dengan
fakta-fakta, peristiwa-peristiwa dan kejadian dalam tempat dan waktu tertentu.
b. Bersifat teologis. Mungkin suatu doktrin bergantung pada beberapa fakta sejarah
dan situasi lingkungan.
c. Logis. Mungkin paragraf berkasitan dengan satu argumen atau satu garis pikiran
yang dikembangkan dalam seluruh bagian.
d. Psychologis. Sesuatu argumentasi yang sebelumnya dapat saja tiba-tiba memicu
ide yang lain yang berkaitan. Sebagai akibatnya sering terjadio penyisipan ide,
sehingga terjadi penyimpangan darei argumentasi yang sedang berjalan dan dalam
pandangan sepintas nampak tidak ada hubungan sama sekali.3

Analisis leksikal-sintaksis
Salah satu analisis yang dipakai adalah Analisis leksikal-sintaksis adalah suatu studi
tentang makna individu kata-kata ‘leksikologi’ dan cara kata-kata itu digabungkan ‘sintaks’
secara berurutan untuk menentukan lebih akurat maksud penulis. Sehingga analisis ini perlu
karena setiap makna yang dimaksudkan oleh penulis Alkitab dikomunikasikan melalui kata-
kata yang disusun dengan cara tertentu. Analisis leksikal-sintaksis ini sangat membantu
penafsir menentukan ragam makna yang dimiliki sebuah kata atau kelompok kata-kata yang
mungkin dimiliki dan kemudian memutuskan bahwa sebuah makna lebih mungkin menjadi
maksud penulis dalam bagian khusus ini daripada makna yang lain.

3
Roma Sihombing // Memahami Alkitab Secara Kontekstual. Jakarta : 2009

Anda mungkin juga menyukai