Anda di halaman 1dari 3

Nama : Tomas Riangga

NIM : TEO.19.417

Lingkaran Hermeneutik

a. Lingkaran Hermeneutik
Lingkaran hermeneutik adalah pra paham yang dipertemukan dengan apa yang
difirmankan Kitab Suci. Lingkaran Hermeneutik inilah inti seluruh proses “memahami” Alkitab.
Pra paham harus bersifat terbuka dan tidak boleh tertutup, dalam menanyakan apa maksud
Alkitab orang mempertaruhkan pra pahamnya. Maka dalam proses memahami alkitab jika pra
paham tidak tepat dapat diperbaiki, dikoreksi, dirubah, dibetulkan arah semula.
Dengan perbaikan pra paham maka orang akan semakin memahami Alkitab. Proses
perbaikan pra paham ini berbentuk lingkaran tegasnya sebuah spiral. Memahami Alkitab
mempengaruhi pra paham, dan pra paham yang diperbaiki mempengaruhi paham pada Alkitab
dan begitu seterusnya. Proses ini tidak pernah berhenti selama seseorang masih terus memahami
Alkitab. Oleh karena itu ilmu tafsir tidak pernah berhenti dan penafsiran selalu ada yang baru.
Semakin tepat pra paham maka semakin alkitab membuka dirinya, pra paham dikoreksi dengan
pengajuan pertanyaan.
Dalam lingkaran hermeneutik tidak luput dari yang namanya pra paham berdasarkan
tradisi Kristen. Pra paham tradisi Kristen memiliki fungsi hermeneutik yang positif sekali,
namun tidak boleh dianggap yang tidak diragukan namun harus selalu dipertaruhkan dengan
Alkitab. Alkitab ialah instantsi kritis yang berfungsi menilai, mengukur, menguji tradisi Kristen
tersebut. Konfrontasi alkitab dengan pra paham Kristen menerangi dan menyiangi pra paham
tradisional itu, sehingga seseorang akan semakin jelas memahami apa yang seharusnya ia imani.
Ini yang membuat mengapa ilmu tafsir modern dialami sebagai suatu serangan atas kepercayaan
Kristen.
Pra paham yang bersifat dogmatis juga harus dikonfrontasikan dengan Alkitab. Pra
paham inipun tidak boleh dijadikan prasangka meski pra sangka dogmatis sekalipun. Justru
itulah mengapa penting dan perlu untuk membaca Alkitab secara menyeluruh bagi semua orang
Kristen.
Sebuah bentuk “lingkaran hermeneutik” khusus adalah sebagai berikut : sebuah ayat
alkitab tersendiri harus ditempatkan secara keseluruhan. Hal ini karena pra paham keseluruhan
menentukan paham yang tepat dari nats yag tersendiri itu. Paham keseluruhan terus ditinjau
kembali, diperbaiki, dipertaruhkan dengan menafsirkan teks-teks bagian khusus.

b. Kanon Kitab Suci sebagai konteks


Kanon alkitab ialah daftar daftar karangan-karangan dan kitab yang oleh umat percaya
diterima sebagai firman Allah dan ukuran bagi kepercayaan dan kelakuannya. Kitab suci secara
menyeluruh disebut firman Allah karena dianggap mengikat dan mewajibkan. Istilah ini
mengungkapkan kewibawaan dan wewenang khusus Akitab. Kanon berperan sebagai konteks
bagi masing-masing bagian Alkitab, sehingga secara keseluruhann maupun bagian-bagiannya
menjadi lingkaran hermeneutik seperti yang sudah diterangkan. Kanon Kitab Suci sesungguhnya
adalah sekumpulan tafsiran-tafsiran terhadap tindakan penyelamatan Allah. Kanon ditetapkan
setelah tindakan tindakan penyelamatan Allah dianggap selesai sudah dan tidak ada lagi yang
baru. Dengan menetapkan kanon alkitab maka menegaskan jemaat juga menerima berbagai
tafsiran kembali yang sesuai dengan situasi kondisi jemaat yang berbeda-beda. Contoh paling
jelas penafsiran kembali perjanjian lama yang diartikan di perjanjian baru. Seluruh kanon
berlaku bagi konteks karena menjadi yang mengikat dan mewajibkan jemaat.
Tiap- tiap bagian Alkitab pada pokoknya harus dapat dihubungkan dengan keseleruhan
untuk disoroti dan tafsiran dan paham harus dibetulkan secara keseluruhan dan harus bersifat
mewajibkan dan mengikat sesuai lingkaran heremeneutik. Maka kanon dapat diterima secara
menyeluruh baik PL maupun PB. Keduanya saling berhubungan dan melengkapi. Kesatuan
fundamental keduanya terletak dalam kenyataan bahwa semua memberi kesaksian tentang
tindakan penyelamatan Allah dalam sejarah.

c. Tradisi dan dogma sebagai prinsip hemeneutik


Dalam Kitab Suci terdapat suatu kemajuan dalam paham jemaat terhadap tindakan
penyelamatan Allah ( bisa juga kemunduran). Misal janji keselamatan yang diberikan pada
Abraham yang ditafsirkan kembali pada latar belakang situasi historis umat Israel dan kemudian
pada latar belakang historis umat Kristen pula.
Proses penafsiran kembali seperti sudah dimulai dalam Kitab Suci tidak berhenti tetapi
diteruskan dalam tradisi Kristen. Pengaktualisasian Alkitab dilakukan jemaat dengan membawa
semacam pra paham terhadap pemberitaan itu juga. Bagian besar pra paham itu terbentuk oleh
tradisi Kristen dalam gereja Katolik maupun Gereja Kristen. Setiap orang yang membaca Alkitab
pasti menggunakan pra paham dalam memahaminya. Oleh karena itu pengaktualisasian Alkitab
dalam tradisi itu bersifat historis, artinya sesuai kondisi historis jemaat, dan oleh karena situasi
terus berubah, maka tak mungkin diberi interpretasi definitip yang terakhir dan berlaku
selamanya. Maka dalam menafsirkan Alkitab Kitab Suci orang tidak dapat menyingkirkan tradisi
dan sejarah penafsiran. Tradisi itu berperan sebagai pra paham dan menjadi rangka segala
pertanyaan yang diajukan kepada Kitab Suci itu sendiri.
Tradisi Kristen itu terutama tercetus dalam ajaran resmi jemaat, seperti dalam katekese
resmi dan khususnya dalam pengakuan iman dan dogmata. Dogmata dan syahadat-syahadat
resmi, seperti yang terdapat pada semua jemaat Kristen adalah pada pokok penafsiran Alkitab
yang benar-benar mengikat dan mewajibkan. Semuanya merupakan penafsiran kembali
pemberitaan Alkitab sesuai dengan situasi jemaat. Tetapi dogmata, syahadat dan katekese resmi
memiliki nilai yang agak relatif. Dalam penafsiran Alkitab ketiganya juga dipertaruhkan,
semuanya ditempatkan dalam penerangan kritis terhadap Alkitab.
Tanpa Pra paham tertentu, disini pra paham yang berdasarkan tradisi yaitu dogmata dan
pengajuan iman tak mungkin orang dapat mengajukan pertanyaan kepada Alkitab dan mencari
jawaban atas persoalannya. Kesinambungan semuanya itu yakni tradisi, merupakan pra syarat
mutlak untuk memahami, menafsirkan dan mengaktualisasikan Kitab Suci untuk masa kini.
Tradisi Alkitabiah menjadi ukuran/norma untuk menafsirkan kembali tradisi selanjutnya.
Tradisi Alkitabiah harus terus ditafsirkan kembali sesuai dengan situasi historis jemaat dengan
situasi hermeneutiknya/ pra pahamnya sekarang. Satu- satunya jalan untuk mendekati tindakan
penyelamatan Allah dalam sejarah ialah tradisi Alkitabiiah dan hanya melalui tafsiran yang
diberi Kitab Suci realtas ilahi itu dapat didekati.

Anda mungkin juga menyukai