Anda di halaman 1dari 6

Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta

Nama : Samuel Pandiangan


Nim : 220772012349
Mata Kuliah : Etika
Dosen Pengampun : Prof Samuel Benyamin Hakh, D.Th
Jhon P.E. Simorangkir, D.Th

Etika Alkitabiah

Laporan Bacaan : Green. Joel B. & Jacqueline E;. Lapsley (eds.), The Old Testament and
Ethics. Grand Rapids, Michigan: Baker Academic, 2013.

Etika didefinisikan sebagai refleksi disiplin tentang perilaku moral dan karakter. Dalam
Kitab Suci, refleksi ini selalu didisiplinkan oleh keyakinan tentang kehendak dan jalan
Tuhan dan oleh komitmen untuk setia kepada Tuhan.1 Etika biblika tidak dapat
disangkal bersifat teologis misalnya seperti, memisahkan etika alkitabiah dari
keyakinan tentang Allah yang melingkupinya dan menopangnya berarti mendistorsinya
(memutarbalikkan suatu fakta). Kesatuan mendasar dari etika alkitabiah seperti “ada
satu Tuhan di dalam Kitab Suci, dan satu Tuhan itulah yang memunculkan refleksi
kreatif dan tanggapan yang setia dari mereka yang akan menjadi umat Tuhan.”

Alkitab masing-masing ditujukan pertama kepada komunitas, khususnya umat Allah


yang menghadapi pertanyaan konkret tentang perilaku dalam konteks budaya dan
sosial tertentu. Refleksinya pada dalam berbagai mode wacana. 2 Satu Tuhan dalam
Kitab Suci menjamin kesatuan etika alkitabiah, tetapi tidak ada pemahaman kesatuan
yang sederhana bahkan tentang kehendak Tuhan.3 Memaksakan etika alkitabiah ke
dalam kesatuan yang tak lepas oleh waktu dan sistematis berarti memiskinkannya.

Taurat memiliki visi teokratis yang fundamental. Dalam visi teokratis ini, para penguasa
juga diperintah. Keyakinan seperti itu, dengan peringatannya terhadap despotisme
kerajaan, memiliki efek demokratisasi. Sebagai "moral", undang-undang melindungi

1
Joel B. Green & Jacqueline E;. Lapsley (eds.), The Old Testament and
Ethics.( Grand Rapids, Michigan: Baker Academic, 2013), 21.
2
Ibid.
3
Ibid.
keluarga dan partisipasi ekonominya dalam pemberian Tuhan atas tanah itu. 4 Bahan
hukum tidak pernah lepas dari cerita atau perjanjian. Ditetapkan dalam konteks naratif
dan perjanjian, tradisi hukum ditafsirkan sebagai tanggapan syukur atas karya dan cara
Tuhan.5 Narasi Taurat secara moral signifikan dalam hak mereka sendiri. Diceritakan,
mereka memberikan pekerjaan dan kehendak Tuhan yang kepadanya kesetiaan harus
diberikan. Dalam perlawanan terhadap ketidaksetiaan, mereka membawa kata
penghakiman.Konkretnya dan pesan nabi selalu konkrit beberapa penyembahan
berhala atau ketidakadilan tertentu dikutuk sebagai ketidaksetiaan terhadap perjanjian.
Ketidaksetiaan ketidakadilan tidak pernah hanya masalah moral, karena satu Allah
perjanjian menuntut keadilan, dan kesejahteraan orang miskin dan tak berdaya adalah
indeks kesetiaan perjanjian yang terbaik.6 Di sisi lain penghakiman Tuhan, para nabi
melihat dan mengumumkan masa depan Tuhan yang baik. Masa depan tidak
bergantung pada usaha manusia, tetapi sudah membuat klaim pada saat ini, yang
memengaruhi visi dan watak serta tindakan manusia. Kebijaksanaan mencerminkan
perilaku dan karakter yang sangat berbeda dari Taurat dan para nabi, tetapi, seperti
"awal hikmat" , "akhir dari masalah" adalah pengingat perjanjian, “Takutlah akan Allah
dan patuhi perintah-perintah-Nya, karena itu adalah seluruh tugas setiap orang.

Kebangkitan adalah pembenaran Yesus dari Nazaret sebagai Kristus. Dia datang
untukmengumumkan bahwa “kerajaan Tuhan telah dekat”, masa depan Tuhan yang
baik, sudah dekat.7 Begitulah bentuk eskatologis dari etika Yesus. Mengumumkan masa
depan dalam aksioma seperti “membuat masa depan itu hadir dengan kehadirannya di
antara para murid “sebagai orang yang melayani”. Yesus dihukum mati di kayu salib
Romawi, tetapi kebangkitan itu membuktikan baik Yesus maupun kesetiaan Allah
sendiri. Dia yang mati dalam solidaritas dengan yang terkecil, dengan pendosa dan
tertindas, dan dengan semua yang menderita dibebaskan oleh Tuhan. 8

Paul dan Injilnya

Sebelum Injil ditulis, Paulus telah menyampaikan surat-surat pastoral kepada gereja-
gereja. Dia selalu menulis sebagai rasul daripada sebagai filsuf atau pembuat

4
Ibid, 22.
5
Ibid.
6
Ibid, 23.
7
Ibid, 25.
8
Ibid, 26.
kode.Dalam surat-suratnya ia mewartakan Injil Kristus yang disalibkan dan bangkit dan
menyerukan tanggapan iman dan kesetiaan. Pemberitaan Injil merupakan
pengumuman bahwa Allah telah bertindak di dalam salib dan kebangkitan Kristus
untuk mengakhiri pemerintahan dosa dan kematian untuk menetapkan zaman yang
akan datang dari kedaulatan kosmik Allah sendiri.9 Paulus menggambarkan kuasa Allah
untuk memberikan keselamatan eskatologis di mana Roh adalah "buah sulung". Tetapi
zaman kejahatan saat ini terus berlanjut seperti kuasa dosa dan maut masih
menegaskan pemerintahan terkutuk mereka. Refleksi tentang kehidupan moral
didisiplinkan oleh Injil. Paulus memanggil orang-orang Roma, untuk menerapkan
pemahaman tidak menyesuaikan diri dengan zaman yang jahat. Ini melibatkan suatu
perspektif baru tentang situasi moral, suatu perspektif eskatologis, yang
memperhatikan baik cara-cara di mana kuasa Allah telah efektif di dunia maupun pada
ketegasan yang berkelanjutan dari dosa dan kematian. Itu memunculkan beberapa nilai
fundamental, karunia Injil dan Roh, terutama kebebasan dan kasih. 10

Keragaman etika dalam Kitab Suci hanya ditegaskan oleh tulisan PB lainnya. Surat-surat
Pastoral mendorong "kehidupan yang tenang dan damai dalam segala kesalehan dan
martabat"Itu adalah etika moderasi dan akal sehat, menghindari kebodohan antusias
orang lain yang mungkin mengklaim tradisi Pauline, baik asketis atau libertine.
Beberapa perlakuan terhadap etika alkitabiah telah difokuskan pada pemulihan,
pemahaman, dan penilaian kritis terhadap moralitas komunitas alkitabiah dari mana
teks-teks alkitabiah diproduksi. Teks ini mewakili kesaksian Israel dan gereja mula-
mula yang membentang selama lebih dari lima belas abad. 11 Seluruh tradisi denominasi
telah menempatkan nilai tinggi dalam menemukan dan meniru pola kehidupan moral
yang dipraktikkan di gereja mula-mula. Upaya untuk membedakan dan memahami etika
Yesus atau gereja mula-mula dapat membantu memperdalam pengetahuan kita tentang
komunitas alkitabiah yang menghasilkan saksi teks alkitabiah. Namun, komunitasini
beragam dan kompleks, dan kesaksian mereka dalam teks-teks alkitabiah tidak
menghasilkan satu etika tunggal yang dapat diteladani.12

9
Ibid, 30.
10
Ibid.
11
Ibi, 31
12
Ibid, 32.
Cara lain untuk memahami etika alkitabiah adalah dengan melihatnya sebagai
percakapan moral yang terkandung di dalam teks-teks yang dikumpulkan, diedit,
dikenali, dan diteruskan sebagai kanon Kitab Suci. Bagi orang Kristen, kanon PL dan PB
telah diturunkan secara kolektif dari generasi ke generasi sebagai dasar bagi iman dan
praktik, teologi, dan etika Kristen. Etika biblika pada tingkat kanonik ini dapat
diinformasikan oleh apa yang dapatkita temukan secara kritis tentang kekhasan dunia
di balik teks. Kesaksian moral kanonik ini mungkin atau mungkin tidak mampu
berhubungan dengan dunia moral.13 Sifat percakapan moral mungkin sangat berbeda
dalam kanon. Kadang kontinuitas kesaksian moral dapat diamati, seperti perhatian
yang konsisten terhadap kesejahteraan orang miskin dan orang yang dirampas. Otoritas
alkitabiah akan dibahas, tetapi harus dikatakan bahwa pemahaman yang tepat tentang
kanon menekankan bahwa kanon bukanlah kumpulan definitif kebenaran abadi yang
diwahyukan secara ilahi. Kanon adalah kumpulan saksi dari perjumpaan berkelanjutan
dengan hadirat Allah dalam kehidupan pribadi dan komunitas. Demikian, kanon
berfungsi bukan sebagai simpanan statis kebenaran abadi, melainkan sebagai mitra
dalam percakapan dengan pengalaman kita sendiri akan kehadiran Tuhan dalam hidup
kita.14 Kanon Kitab Suci, baik PL maupun PB, berasal dari zaman kuno, tetapi kumpulan
teks dan suaranya ini telah diturunkan dari generasi ke generasi hingga saat ini sebagai
otoritatif dalam beberapa cara mendasar untuk karakter moral dan perilaku komunitas
iman. Demikian, etika alkitabiah dapat merujuk pada refleksi kritis terhadap teks-teks
ini dan cara teks-teks itu menginformasikan kehidupan moral orang Kristen
kontemporer.

Perbedaan antara dunia alkitabiah dan dunia kita sendiri harus dihadapi dengan jujur,
dan penggunaan Kitab Suci sebagai sumber etis tidak dapat menjadi pola sederhana
untuk meniru cara-cara kuno.15 Otoritas moral teks-teks ini adalah dasar bagi karakter
moral dan perilaku komunitas iman kontemporer, tetapi hanya dalam dialog dengan
tradisi-tradisi yang mewariskan teks-teks ini dan dengan pemahaman kritis terbaik
tentang pengalaman kita sendiri tentang Tuhan dan dunia tempat kita tinggal. Sifat
otoritas alkitabiah dan bagaimana fungsinya dalam kehidupan tradisi dan komunitas
Kristen telah menjadi subyek dari keragaman pendapat yang cukup besar,ini adalah

13
Ibid, 35.
14
Ibid.
15
Ibid, 36.
salah satu alasan mengapa iman Kristen memiliki ekspresi yang begitu beragam.
Alkitab, yang dipahami sebagai Kitab Suci, diakui oleh semua tradisi Kristen sebagai
normatif untuk memahami dan menghayati kehidupan Kristen. Otoritas bukan properti
yang melekat dalam Alkitab itu sendiri. Ini merupakan pengakuan komunitas Kristen
selama berabad-abad pengalaman bahwa Kitab Suci adalah sumber pemberdayaan
untuk hidupnya di dunia ”bagaimanapun, Alkitab harus dipahami sebagai menunjuk di
luar dirinya sendiri untuk pengalaman komunitas alkitabiah dengan karakter dan
aktivitas Allah.16

Peran utama dan sentral Alkitab diekspresikan dalam berbagai cara. Pertama dan
terpenting, Alkitab menceritakan kisah tentang siapa kita sebagai umat Allah yang
terhubung secara historis dengan komunitas yang bertanggung jawab atas kesaksian
dan pelestarian teks-teks Alkitab. Yang sangat penting dalam keseluruhan kisah
alkitabiah ini adalah kisah tentang Yesus, yang diceritakan dalam beragam suara Injil 17.
Otoritas Kitab Suci sebagian terletak pada kesaksiannya terhadap proses membedakan
dan menanggapi karakter dan tindakan Allah dalam kehidupan para saksi Alkitab.
Untuk etika Kristen ini adalah pengakuan bahwa keragaman luas bahan alkitabiah
menunjukkan berbagai cara di mana bahan-bahan ini digunakan dan dialami sebagai
otoritatif.18

Etika Perjanjian Lama

Dua cara mendasar untuk memahami ungkapan “etika perjanjian lama.” Salah satunya
adalah fokus pada tugas deskriptif untuk mengidentifikasi apa yang mungkin menjadi
keyakinan moral dan perilaku umat Allah secara keseluruhan. Studi etika PL terdiri dari
upaya-upaya untuk merekonstruksi etika Israel kuno dengan metode tekstual tertentu
dan melalui studi sejarah, sosiologis, antropologis, dan komparatif. Penekanannya
adalah pada keragaman perspektif etis di dalam teks dan pada latar sosial, sumber-
sumber teologis dan ideologi dari mereka yang mungkin telah menghasilkan materi
ini.19 Cara kedua untuk memahami frasa "etika Perjanjian Lama" adalah dengan
berfokus pada tugas normatif untuk memahami apa yang dapat disumbangkan PL untuk

16
Ibid, 40.
17
Ibid, 41.
18
Ibid.
19
Ibid, 46.
kehidupan moral saat ini sebagai bagian dari Kitab Suci Kristen. 20 Secara historis,
otoritas PL dipegang oleh gereja Kristen. Yang menolak seluruh PL dan bagian-bagian
dari PB yang menurutnya mencerminkan pengaruh Yahudi. Sebaliknya, kepercayaan
umum pada otoritas PL didasarkan pada keyakinan bahwa itu adalah firman Tuhan.
Menolak ajaran PL dan, dalam beberapa kasus, Tuhan yang diwahyukan di dalamnya.
Tujuan dari berbagai cendekiawan adalah untuk menentang keras apa yang disajikan
tentang kehidupan dan dewa. Posisi bijaksana tentang otoritas PL harus mampu
menanggapi kekhawatiran yang sah tentang konten etisnya dengan kompleksitas dan
pengetahuan yang diperlukan.21

Etika Taurat

Etika Taurat merupakan perspektif etis yang didominasi orang Yahudi yang dibentuk
oleh kepatuhan terhadap hukum dan perintah alkitabiah sebagai ekspresi dari
hubungan perjanjian Israel dengan Tuhan.

20
Ibid.
21
Ibid, 47.

Anda mungkin juga menyukai