Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

Penggunaan Etambutol Yang Ditandai


Technetium-99m Dalam Mendeteksi
Tuberkulosis

Oleh :
Sofyan Hermawan C11050140
Priscilla Purushotman C11054006
Siva Amaravathy C11054016
PENDAHULUAN

 Tuberkulosis: morbiditas dan mortalitas


tinggi
 Berbagai macam penyelidikan telah
dilakukan dalam penatalaksanaan
tuberkulosis.
 Ada manfaat dan nilai dalam praktek klinis
rutin
 Namun kurang spesifik dan tidak mampu
mendeteksi penyakit secara dini
 Pencitraan radionuklida: Penting dalam
penatalaksanaan tuberkulosis
 Untuk deteksi dini dan lokalisasi
 Menggunakan radiofarmaka Tc-99m
etambutol.
 Etambutol dipilih karena:
– Obat anti-tuberkuler yang spesifik (berinteraksi
dengan dinding sel asam mikolik mycobacterium)

– Aman Digunakan
– Cost effektif.
INFEKSI

 Infeksi universal.
 Syarat infeksi: organisme yang menular harus
mampu melekat, menduduki, atau memasuki
hospes dan berkembang biak paling tidak
sampai taraf tertentu.
 Timbul mekanisme pertahanan tertentu dalam
bentuk barier yang menghalangi masuknya
organisme penyebab infeksi.
Radang Sebagai Pertahanan

 Agen memasuki jaringan → reaksi


peradangan akut (humoral & selular)
 Reaksi peradangan akut tidak sanggup
mengatasi penyerang → infeksi
menyebar luas ke seluruh tubuh
 Sarana penyebaran: cairan tubuh
(darah, cairan limfe, CSF)
Kemampuan untuk Menimbulkan
Penyakit

 Eksotoksin larut → bersirkulasi → perubahan


fisiologis sel yang nyata
 Beberapa organisme menimbulkan cedera
pada hospes, dengan cara imunologis, mis.
basil tuberkulosa
 Virus: parasit obligat intraselular → lisis sel
TUBERKULOSIS

 Tuberkulosis: penyakit infeksi yang


disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis.
 Organisme patogen maupun saprofit.
 Patogen: strain bovin dan human
 Ukuran 0,3 x 2 sampai 4 μm
Patogenesis

 Tempat masuk M. tuberculosis: saluran


pernapasan, saluran pencernaan, dan luka
terbuka pada kulit.
 Infeksi tuberkulosis terjadi airborne
 Tuberkulosis dikendalikan oleh respon
imunitas perantara sel.
 Sel efektor: makrofag,
 Sel imuno-responsif: limfosit (biasanya sel T)
 Basil tuberkel → permukaan alveolus
(inhalasi 1-3 basil)
 Gumpalan basil yang lebih besar → tertahan
di saluran hidung dan cabang besar bronkus
→ tidak menyebabkan penyakit.
 Di ruang alveolus → reaksi peradangan
 Menyebar melalui getah bening menuju ke
kelenjar getah bening regional
 Lesi primer paru-paru: fokus Ghon
 Fokus Ghon+KGB regional terserang: kompleks
Ghon
 Pencairan daerah nekrosis→ bahan cair lepas ke
dalam bronkus → kavitas → materi tuberkular
dinding kavitas → percabangan trakeobronkial
 Proses dapat terulang kembali di bagian lain dari
paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke
laring, telinga tengah atau usus.
 Kavitas kecil → menutup (tanpa pengobatan)
→ jaringan parut fibrosa
 Peradangan mereda → lumen bronkus
menyempit dan tertutup jaringan parut
 Bahan perkijuan dapat mengental sehingga
tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung, sehingga kavitas penuh
dengan bahan perkijuan, dan lesi mirip
dengan Iesi berkapsul yang tidak terlepas.
 Penyakit dapat menyebar melalui getah bening
atau pembuluh darah
 Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening
akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil,
yang kadang-kadang dapat menimbulkan Iesi
pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini
dikenal sebagai penyebaran limfohematogen,
yang biasanya sembuh sendiri
 Penyebaran hematogen merupakan suatu
fenomena akut yang biasanya menyebabkan
tuberkulosis milier
Diagnosis dan Manifestasi Klinis

 Pada stadium dini penyakit tuberkulosis


biasanya tidak tampak adanya tanda atau
gejala yang khas
 Tuberkulosis dapat didiagnosis hanya
dengan tes tuberkulin, pemeriksaan
radiogram dan pemeriksaan bakteriologik.
 Jika bakteri tidak diperoleh, laporan kasus
tuberkulosis dianggap benar bila hal-hal berikut
ini dapat ditemukan:
1. Prosedur diagnostik sudah dilakukan dengan lengkap
2. Bukti adanya infeksi tuberkulosis (seperti tes
tuberkulin positif)
3. Radiogram dada dengan hasil abnormal (tidak stabil,
dapat memburuk atau membaik) dan/atau bukti klinis
akan adanya penyakit ini
4. Keputusan untuk memberikan satu paket terapi yang
lengkap dengan dua atau lebih obat antituberkulosis
 Dengan berjalannya penyakit dan semakin
banyaknya destruksi jaringan paru-paru, produksi
sputum semakin banyak dan batuk-batuk dapat
menjadi semakin berat
 Biasanya tidak ada gejala nyeri dada, dan batuk
darah biasanya hanya dikaitkan dengan kasus-
kasus yang sudah lanjut.
 Beberapa penderita mengalami batuk produktif,
keletihan, lemah, keringat pada malam hari, dan
berat badan menurun-mirip dengan tanda dan gejala
bronkitis akut dan pneumonia.
Pemeriksaan Radiografik

 Pemeriksaan radiografik seringkali menunjukkan adanya


tuberkulosis, tetapi hampir tidak dapat membuat
diagnosis → hampir semua manifestasi tuberkulosis
dapat menyerupai penyakit-penyakit lainnya.
 Secara patologis, manifestasi dini dari tuberkulosis paru-
paru biasanya berupa suatu kompleks kelenjar getah
bening parenkim
 Pada orang dewasa, segmen apeks dan posterior lobus
atas atau segmen superior lobus bawah merupakan
tempat-tempat yang sering menimbulkan lesi yang
terlihat homogen dengan densitas yang lebih pekat
 Dapat juga terlihat adanya pembentukan kavitas dan
gambaran penyakit yang menyebar yang biasanya
bilateral
Pemeriksaan Bakteriologik

 Urin dari kateter, cairan otak, dan lambung dapat


diperiksa secara mikroskopik
 Diagnosis: sputum
 Pewarnaan Ziehl-Neelsen
 Pada saat ini sudah tersedia berbagai macam tes
untuk identifikasi hampir semua spesies
mikobakteria
 Dikembangkan berbagai program komputer untuk
membantu interpretasi data, mis.sistem diagnosis
cepat dari Gen-Probe untuk mendeteksi kompleks
M. tuberculosis yang menggunakan hibridisasi asam
nukleat untuk memastikan identifikasi kompleks
tuberkulosis dalam biakan sediaan klinik.
Pengobatan

 Pengobatan tuberkulosis terutama berupa


pemberian obat antimikroba dalam jangka
waktu lama
 Obat-obat ini juga dapat digunakan untuk
mencegah timbulnya penyakit klinis pada
seseorang yang sudah terjangkit infeksi
 Minimum dua obat untuk mencegah
timbulnya strain yang resisten terhadap
obat
 Kelompok-kelompok resiko tinggi berikut ini
harus menjalani pengobatan pencegahan:
– Anggota keluarga atau mereka yang dekat dengan
penderita yang baru didiagnosa terinfeksi tuberkulosisi
– Tes kulit tuberkulin positif, disertai ditemukannya hasil
radiogram yang sesuai dengan penyakit tuberkulosis
nonprogresif (yaitu dengan lesi stabil, tidak progresif)
dan yang belum pernah menerima pengobatan
kemoterapi yang adekuat di masa lampau
– Orang yang baru saja terinfeksi. Termasuk mereka yang
mengalami konversi tes kulit tuberkulin selama 2 tahun
terakhir.
– Orang-orang yang memiliki reaksi
tuberkulin bermakna dalam keadaan
klinik khusus; maka keadaan berikut
ini akan meningkatkan risiko
berkembangnya tuberkulosis:
 Pengobatan dengan kortikosteroid
 Pengobatan imunosupresif
 Penyakit-penyakit monosit-makrofag dan
hematologi tertentu
 Diabetes melitus
 Silikosis
– Orang-orang yang reaksi tuberkulinnya
bermakna dan berusia di bawah 35
tahun.
– Orang-orang dengan reaksi tes
tuberkulin bermakna yang juga
memiliki antibodi terhadap virus HIV.
– Orang-orang dengan reaksi tes
tuberkulin bermakna yang berada
dalam keadaan epidemiologi khusus.
ETAMBUTOL

 Sensitif untuk hampir semua galur M. tuberculosis


dan M. kansasii
 Tidak efektif untuk kuman lain
 Menekan pertumbuhan kuman tuberkulosis yang
telah resisten terhadap isoniazid dan streptomisin
 Kerja: menghambat sintesis metabolit sel sehingga
metabolisme sel terhambat dan sel mati
 Efektivitas pada hewan coba sama dengan isoniazid.
 In vivo, sukar menciptakan resistensi terhadap
etambutol dan timbulnya pun lambat, tetapi
resistensi ini timbul bila etambutol digunakan
tunggal
 Oral: 75-80% diserap dari saluran cerna
 Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 2-4 jam
setelah pemberian
 Dosis tunggal 15 mg/kgBB menghasilkan kadar dalam plasma
sekitar 5 μg/ml pada 2-4 jam.
 Masa paruh eliminasinya 3-4 jam
 Kadar etambutol dalam eritrosit 1-2 kali kadar dalam plasma
(depot etambutol)
 24 jam: 50% diekskresi dalam bentuk asal melalui urin, 10%
sebagai metabolit
 Bersihan ginjal untuk etambutol kira-kira 8,6 ml/menit/kg
menandakan bahwa obat ini selain mengalami filtrasi
glomerulus juga disekresi melalui tubuli
 Etambutol tidak dapat menembus sawar darah otak, tetapi pada
meningitis tuberkulosa dapat ditemukan kadar terapi dalam
cairan otak.
 Etambutol jarang menimbulkan efek samping.
 2% penderita akan mengalami efek samping yaitu
penurunan ketajaman penglihatan, ruam kulit, dan demam.
 Efek samping lain ialah pruritus, nyeri sendi, gangguan
saluran cerna, malaise, sakit kepala, pening, bingung,
disorientasi, dan mungkin juga halusinasi. Rasa kaku dan
kesemutan di jari sering terjadi. Reaksi anafilaksis dan
leukopenia jarang dijumpai.
 Efek samping yang paling penting adalah gangguan
penglihatan
 Intensitas gangguan berhubungan dengan lamanya terapi.
Terapi dengan etambutol menyebabkan peningkatan kadar
asam urat darah pada 50% penderita akibat penurunan
ekskresi asam urat melalui ginjal
 Efek nonterapi ini mungkin diperkuat oleh isoniazid dan
piridoksin.
SIDIK INFEKSI TUBERKULOSIS
 Diagnosis infeksi secara klinis pada kasus
infeksi:pembentukan abses dan lokasi yang jelas.
 Diagnosa pasti penyakit infeksi: ditemukannya kuman
pada pemeriksaan histopatologis atau biakan
 Metoda biakan: lama → pengobatan rasional dapat
terlambat.
 Foto sinar-X, CT-scan. USG daan MRI dapat membantu
diagnosis → tidak spesifik dan baru memberikan nilai
posilif apabila sudah tcrjadi kerusakan jaringan atau
pembentukan abses.
 Penggunaan radionuklida untuk tujuan tersebut seperti
penandaan lekosit dengan 99mTc atau 111In-HMPAO juga
telah banyak digunakan.
 Walaupun teknik ini sangat sensitif, namun tidak spesifik
karena tidak dapat membedakan proses inflamasi dari
infeksi bakteri
 99mTc-EMB khusus diperuntukan untuk
mendeteksi infeksi yang diakibatkan oleh
Mycobacterium tuberculosa (tuberkulosis).
 99mTc-EMB merupakan radiofarmaka berupa
antibiotika yang sensitif untuk M. tuberculosis
(etambutol).
 Apabila terdapat infeksi bakteri, maka 99mTc-
EMB ini akan diakumulasikan pada lokasi infeksi
sehingga memberikan gambaran hot spot.
 Pencitraan dilakukan secara serial pada 1 dan 2 jam pasca
injeksi radiofarmaka
 Apabila perlu dilakukan pencitraan pada 24 jam pasca
penyuntikan radiofarmaka
 Pencitraan seluruh tubuh (whole body scan) dilakukan dari
posisi anterior dan posterior.
 Pencitraan statis dilakukan pada ukuran matrix 256x256
dengan jumlah total cacahan 700 kcounts dari posisi
detektor anterior dan posterior.
 Dengan penggunaan CT-scan dalam pencitraan, maka
hasil pencitraan dapat digabungkan sehingga dapat
menghasilkan gambaran yang lebih jelas, terutama dalam
hal posisi dan letak hot spot.
 Normal: penangkapan radioaktivitas yang
meningkat pada kedua ginjal dengan
ekskresi radiofarmaka ke dalam kandung
kemih
 Penangkapan radioaktivitas sedikit
meningkat pada hati dan limpa namun
tidak ada penangkapan radioaktivitas oleh
tulang.
 Hasil pemeriksaan dinyatakan positif
apabila ditemukan penangkapan
radioaktivitas yang meningkat (hot spot)
patologis yang makin meningkat seiring
dengan perjalanan waktu
Pencitraan Spondilitis TB dengan Menggunakan 99mTc-EMB
Pencitraan Tuberkuloma dengan Menggunakan 99mTc-EMB

Anda mungkin juga menyukai