Anda di halaman 1dari 19

ATONIA UTERI

2019
LAYOUT PRESENTASI
 Definisi Atonia Uteri
 Penegakan diagnosis Atonia Uteri
 Faktor risiko Atonia Uteri
 Pencegahan atonia uteri
Manajemen atonia uteri di fasilitas terbatas
Definisi Atonia Uteri
Atonia Uteri adalah keadaan lemahnya atau gagalnya tonus/kontraksi otot rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat
implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.

Perdarahan postpartum bisa dikendalikan melalui kontraksi dan retraksi


serat-serat miometrium. Kontraksi-kontraksi ini menyebabkan terlipatnya
pembuluh-pembuluh darah sehingga aliran darah ke tempat plasenta
terhenti. Kegagalan mekanisme akibat gangguan fungsi miometrium
dinamakan atonia uteri.
Gambar 1 : Perdarahan akibat
Atonia Uteri
Kontraksi myometrium yang mencegah
perdarahan
Diagnosis Atonia Uteri
Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan darah tidak merembes.
Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai gumpalan
Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia dengan
penyebab perdarahan yang lainnya.
Fundus uteri naik
Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri dan menggumpal
Terdapat tanda-tanda syok seperti Hipotensi, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin,
gelisah, mual dan lain-lain.
FAKTOR RISIKO ATONIA UTERI
 Peregangan uterus yang berlebihan karena kehamilan kembar (gemelli),
polihidramnion, atau anak yang terlalu besar (makrosomi) mengakibatkan uterus
tidak mampu berkontraksi segera setelah plasenta lahir.
Kelelahan uterus akibat persalinan lama, persalinan buatan, induksi atau augmentasi
persalinan, mengakibatkan uterus tidak mampu berkontraksi segera setelah plasenta
lahir.
Kehamilan grande-multipara mengakibatkan uterus berulang kali teregang, sehingga
menurunkan kemampuan berkontraksi uterus segera setelah plasenta lahir.
Con’t…
Mioma uteri mengganggu kontraksi rahim dimana mioma berada di dalam
miometrium sehingga akan menghalangi uterus berkontraksi.
Infeksi intrauterine (korioamnionitis), Korioamnionitis adalah infeksi dari korion saat
intrapartum yang potensial akan menjalar pada otot uterus sehingga menjadi infeksi
dan menyebabkan gangguan untuk melakukan kontraksi.
Ada riwayat pernah mengalami atonia uteri sebelumnya.
Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemia, atau menderita penyakit menahun.
PENCEGAHAN ATONIA UTERI
 Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan postpartum dan
juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi

 Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip
100-150 cc/jam

 Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk
mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Penelitian di Canada membandingkan
antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan
operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin
ALGORITMA ATONIA UTERI
MANAJEMEN ATONIA UTERI DI FASILITAS
TERBATAS
1. Resusitasi
resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan intravena cepat, monitoring tanda-tanda
vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah
dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
2. Masase dan kompresi bimanual
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan
menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta
(maksimal 15 detik).
Con’t

•Jika uterus berkontraksi


Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa
apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera.
•Jika uterus tidak berkontraksi maka :
Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks.
Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong.Lakukan kompresi bimanual internal
(KBI) selama 5 menit. Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan
perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.
Con’t
Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan
kompresi bimanual eksternal
Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat. Jika uterus
tidak berkontraksi maka rujuk segera.
3. Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis.
Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan
meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Oksitosin dapat
diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus RL, sebanyak
20 IU, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IM).
Metilergonovin maleat dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5
menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung jika diperlukan
(IM) atau IV bolus 0,125 mg. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan
hipertensi.
Uterotonika prostaglandin diberikan secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi
perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g).
Agen uterotonik terakhir adalah misoprostol (cytotec) misoprostol sangat efekif dan
tidak memiliki kontraindikasi terhadap penggunaannya. Beberapa efek samping yang
dapat ditimbulakan misoprostol adalah takikardi dan demam.
JENIS DAN CARA OKSITOSIN ERGOMETRIN MISOPROSTOL

IV : 20 IU dalam 1 liter larutan garam


Dosis dan cara IM atau IV (lambat) : 0,2 Oral atau rektal 400 mcg dapat
fisiologis dengan tetesan cepat IM :
pemberiannya mg diulang sampai 1200 mcg
10 IU

IV : 20 IU dalam 1 liter larutan garam


Ulangi 0,2 mg IM setelah 400 mcg 2 – 4 jam setelah
Dosis lanjutan fisiologis dengan tetesan 40
15 menit dosis awal
tetes/menit

Tidak lebih dari 3 liter larutan


Dosis Maksimal per hari Total 1 atau 5 mg dosis Total 1200 mcg atau 3 dosis
dengan oksitosi

Pemberian IV secara cepat atau Preeclampsia, vitium


Kontraindikasi Nyeri, kontraksi, asma
bolus cordis,
Pemasangan tampon (packing) kassa
uterovaginal
Pada tahun 2003, Sayeba Akhter, dkk, mengaukan alternative
baru dengan pemasangan kondom yang diikatkan pada kateter.
Cara pemasangannya adalah secara aseptic kondom yang telah
diikatkan pada kateter dimasukkan ke dalam cavum uteri.
Kondom diiisi dengan cairan garam fisiologis sebanyak 250-500
cc sesuai kebutuhan. Dilakukan observasi perdarahan dan
pengisisan kondom dihentikan ketika perdarahan sudah
berkurang.
Con’t
Untuk menjaga kondom agar tetap di cavum uteri, dipasang
tampon kasa gulung di vagina. Bila perdarahan berlanjut
tampon kassa akan basah dan darah keluar dari introitus vagina.
Kontraktilitas uterus dijaga dengan pemberian drip oksitosin
sampai dengan 6 jam kemudian. Diberikan kateter lepas 24-48
jam kemudian, pada kasus dengan perdarahan berat kondom
dapat dipertahankan lebih lama
Daftar Pustaka
Mochtar R. Sinopsis Obstetri: Obstetri fisiologi, obstetri patologi. Edisi 2. Jakarta: ECG. 1998
Rachimhadhi T. Anatomi Alat Reproduksi. In : Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono. 2010.
Karkata K. Made. Perdahan Pascapersalinan. In: Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono. 2010.
Martin L Pernoll. Obstetric & Gynecology. Tenth Edition. US: McGraw-Hill. 2001
Williams Obstetric. 22nd Ed. 2005
Keith Edmonds. Dewhurst’s Texbook of Obstetrics & Gynaecology. 7th edition. Blackwell
Publishing. 2007
Muchtar A, Syarif A. Oksitosik, In Buku Ajar Farmakologi Edisi kelima. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.2008

Anda mungkin juga menyukai