Dosis dan cara IV: 20 U dalam 1 IM atau IV (lambat): Oral atau rektal 400
pemberian awal 0,2 mg mg
L larutan garam
fisiologis dengan
tetesan cepat
IM: 10 U
Dosis lanjutan IV: 20 U dalam 1 Ulangi 0,2 mg IM 400 mg 2-4 jam setelah
setelah 15 menit dosis awal
L larutan garam
Bila masih diperlukan,
fisiologis dengan beri IM/IV setiap 2-4
40 tetes/menit jam
Dosis maksimal per Tidak lebih dari 3 L Total 1 mg (5 dosis) Total 1200 mg atau 3
hari larutan fisiologis dosis
Kontraindikasi atau Pemberian IV secara Preeklampsia, vitium Nyeri kontraksi
hati-hati cepat atau bolus kordis, hipertensi
Asma
PENCEGAHAN
• Bukti dan penelitian menunjukkan bahwa penanganan
aktif pada persalinan kala III dapat menurunkan insidensi
dan tingkat keparahan perdarahan post partum 3.
• Penanganan aktif merupakan kombinasi dari hal-hal
berikut:
– Pemberian uterotonik (dianjurkan oksitosin) segera setelah bayi
dilahirkan.
– Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat
– Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus
ketika uterus berkontraksi dengan baik
ATONIA UTERI
Definisi
• Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot
miometrium uterus untuk berkontraksi dan memendek.
• Hal ini merupakan penyebab perdarahan post partum
yang paling penting dan biasa terjadi segera setelah
bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan.
• Atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan
dapat mengarah pada terjadinya syok hipovolemik 3.
ETIOLOGI
• Robekan serviks
– Dapat terjadi di satu tempat atau lebih. Pada kasus
partus presipitatus, persalinan sungsang, plasenta
manual, terlebih lagi persalinan operatif pervaginam
harus dilakukan pemeriksaan dengan spekulum
keadaan jalan lahir termasuk serviks.
Faktor Resiko 1
• Makrosomia
• Malpresentasi
• Partus presipitatus
• Distosia bahu
Penatalaksanaan2
Ruptura perineum dan robekan dinding vagina
• Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi
laserasi dan sumber perdarahan
• Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan
antiseptik
• Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan
kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap
• Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang
paling distal dari operator
• Khusus pada ruptura perineum komplit (hingga anus
dan sebagian rektum) dilakukan penjahitan lapis demi
lapis dengan bantuan busi pada rektum, sbb:
- Setelah prosedur aseptik-antiseptik, pasang busi pada
rektum hingga ujung robekan
- Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan
simpul submukosa, menggunakan benang poliglikolik
no.2/0 (Dexon/Vicryl) hingga ke sfingter ani. Jepit
kedua sfingter ani dengan klem dan jahit dengan
benang no. 2/0
- Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan
submukosa dengan benang yang sama (atau kromik
2/0) secara jelujur
- Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara
submukosal dan subkutikuler
- Berikan antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g dan
metronidazol 1 g per oral). Terapi penuh antibiotika
hanya diberikan apabila luka tampak kotor atau
dibubuhi ramuan tradisional atau terdapat tanda-
tanda infeksi yang jelas
• Robekan perineum tingkat 1
– Penjahitan perineum tingkat 1 dapat dilakkan dg memakai
catgut yang dijahitkan secara jelujur atau dengan cara jahitan
angka delapan