Anda di halaman 1dari 43

PERDARAHAN POST PARTUM

MELSA SAGITA IMANIAR


MASALAH
• Perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah bayi
lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 mL setelah
persalinan abdominal1,2,3.
• Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan
untuk menentukan jumlah perdarahan yang terjadi,
maka batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai
perdarahan yang lebih dari normal dimana telah
menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien
mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin,
menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik < 90
mmHg, denyut nadi > 100 x/menit, kadar Hb < 8 g/dL 2
KLASIFIKASI
• PERDARAHAN PASCA SALIN DINI :
PERDARAHAN YANG TERJADI DALAM 24 JAM
PERTAMA SESUDAH JANIN LAHIR

• PERDARAHAN PASCA SALIN LANJUT :


PERDARAHAN YANG TERJADI SETELAH 24 JAM
BAYI LAHIR.
PENANGANAN UMUM

• SELALU SIAPKAN TINDAKAN GAWAT DARURAT


• TATA LAKSANA PERSALINAN KALA III SECARA AKTIF
• MEMINTA PERTOLONGAN PETUGAS LAIN UTK
MEMBANTU BILA DIMUNGKINKAN
• LAKUKAN PENILAIAN CEPAT KU MELIPUTI: KESADARN,
TPRS
• JIKA TERDAPAT SYOK SEGERA LAKUKAN PENANGANAN
• PERIKSA KANDUNG KEMIH, BILA PENUH KOSOSNGKAN
• CARI PENYEBAB PERDARAHAN & LAKUKAN
PEMERIKSAAN UNTUK MENENTUKAN PENYEBAB
PERDARAHAN
Penilaian Klinik untuk Menentukan Penyebab
Perdarahan Post Partum2
Gejala dan Tanda Penyulit Diagnosis Kerja
Uterus tidak berkontraksi dan Syok Atonia uteri
lembek.
Bekuan darah pada serviks atau
Perdarahan segera setelah anak posisi telentang akan
lahir menghambat aliran darah keluar
Darah segar mengalir segera Pucat Robekan jalan lahir
setelah bayi lahir
Lemah
Uterus berkontraksi dan keras
Menggigil
Plasenta lengkap
 
Plasenta belum lahir setelah 30 Tali pusat putus akibat traksi Retensio plasenta
menit berlebihan
Perdarahan segera Inversio uteri akibat tarikan
Uterus berkontraksi dan keras Perdarahan lanjutan
Plasenta atau sebagian selaput Uterus berkontraksi tetapi tinggi Retensi sisa plasenta
tidak lengkap fundus tidak berkurang
Perdarahan segera
Lanjutan .....

Uterus tidak teraba Neurogenik syok Inversio uteri


Lumen vagina terisi Pucat dan limbung
massa
Tampak tali pusat (bila
plasenta belum lahir)

Sub-involusi uterus Anemia Endometritis atau sisa


fragmen plasenta
Nyeri tekan perut bawah Demam (terinfeksi atau tidak)
dan pada uterus
Perdarahan sekunder
KRITERIA DIAGNOSIS1
• Pemeriksaan fisik:
Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah
rendah, denyut nadi cepat, kecil, ekstremitas dingin serta
tampak darah keluar melalui vagina terus menerus
• Pemeriksaan obstetri:
Mungkin kontraksi usus lembek, uterus membesar bila ada
atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik, perdarahan mungkin
karena luka jalan lahir
• Pemeriksaan ginekologi:
Dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, dapat
diketahui kontraksi uterus, luka jalan lahir dan retensi sisa
plasenta
Faktor Risiko1,3
• Penggunaan obat-obatan (anestesi umum, magnesium
sulfat)
• Partus presipitatus
• Solutio plasenta
• Persalinan traumatis
• Uterus yang terlalu teregang (gemelli, hidramnion)
• Adanya cacat parut, tumor, anomali uterus
• Partus lama
• Grandemultipara
• Plasenta previa
• Persalinan dengan pacuan
• Riwayat perdarahan pasca persalinan
Pemeriksaan laboratorium
• Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak
periode antenatal. Kadar hemoglobin di bawah 10
g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang
buruk1,3.
• Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi
harus dilakukan sejak periode antenatal3.
• Perlu dilakukan pemeriksaan faktor koagulasi
seperti waktu perdarahan dan waktu pembekuan2,3
Pemeriksaan USG
• Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat.
Dengan diagnosis dan penanganan yang tepat,
pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat
adanya bekuan darah dan retensi sisa plasenta1,3.
• USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk
mendeteksi pasien dengan risiko tinggi yang memiliki
faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum
seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula
meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam
diagnosis plasenta akreta dan variannya 1,2,3
RESUSITASI CAIRAN
• Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran
darah balik vena sehingga dapat memberi waktu
untuk menegakkan diagnosis dan menangani
penyebab perdarahan.
• Perlu dilakukan pemberian oksigen dan akses
intravena. Selama persalinan perlu dipasang infus
tidak 1 jalur intravena pada wanita dengan risiko
perdarahan post partum, dan dipertimbangkan jalur
kedua pada pasien dengan resiko sangat tinggi3
• Berikan resusitasi dengan cairan kristaloid dalam
volume yang besar, baik normal salin (NS/NaCl) atau
cairan Ringer Laktat melalui akses intravena perifer.
• NS merupakan cairan yang cocok pada saat persalinan
karena biaya yang ringan dan kompatibilitasnya dengan
sebagian besar obat dan transfusi darah.
• Risiko terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah
dalam hubungan dengan perdarahan post partum. Bila
dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah banyak (>10
L), dapat dipertimbangkan pengunaan cairan Ringer
Laktat3
• Cairan yang mengandung dekstrosa, seperti D 5% tidak
memiliki peran pada penanganan perdarahan post partum.
• Perlu diingat bahwa kehilangan I L darah perlu penggantian
4-5 L kristaloid, karena sebagian besar cairan infus tidak
tertahan di ruang intravaskuler, tetapi terjadi pergeseran ke
ruang interstisial. Pergeseran ini bersamaan dengan
penggunaan oksitosin, dapat menyebabkan edema perifer
pada hari-hari setelah perdarahan post partum.
• Ginjal normal dengan mudah mengekskresi kelebihan
cairan. Perdarahan post partum lebih dari 1.500 mL pada
wanita hamil yang normal dapat ditangani cukup dengan
infus kristaloid jika penyebab perdarahan dapat tertangani.
Kehilangan darah yang banyak, biasanya membutuhkan
penambahan transfusi sel darah merah3.
• Cairan koloid dalam jumlah besar (1.000 – 1.500
mL/hari) dapat menyebabkan efek yang buruk pada
hemostasis.
• Tidak ada cairan koloid yang terbukti lebih baik
dibandingkan NS, dan karena harga serta risiko
terjadinya efek yang tidak diharapkan pada
pemberian koloid, maka cairan kristaloid tetap
direkomendasikan3
TRANSFUSI DARAH
• Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih
terus berlanjut dan diperkirakan akan melebihi 2.000
mL atau keadaan klinis pasien menunjukkan tanda-
tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi cepat 3.
• PRC digunakan dengan komponen darah lain dan
diberikan jika terdapat indikasi. Para klinisi harus
memperhatikan darah transfusi, berkaitan dengan
waktu, tipe dan jumlah produk darah yang tersedia
dalam keadaan gawat.
• Tujuan transfusi adalah memasukkan 2 – 4 unit
PRC untuk menggantikan pembawa oksigen yang
hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi.
• PRC bersifat sangat kental yang dapat menurunkan
jumlah tetesan infus. Masalah ini dapat diatasi
dengan menambahkan 100 mL NS pada masing-
masing unit. Jangan menggunakan cairan Ringer
Laktat untuk tujuan ini karena kalsium yang
dikandungnya dapat menyebabkan penggumpalan3
JENIS UTEROTONIKA & CARA PEMBERIANNYA
Jenis dan Cara Oksitosin Ergometrin Misoprostol

Dosis dan cara IV: 20 U dalam 1  IM atau IV (lambat): Oral atau rektal 400
pemberian awal 0,2 mg mg
      L larutan garam
      fisiologis dengan
      tetesan cepat
IM: 10 U

Dosis lanjutan IV: 20 U dalam 1  Ulangi 0,2 mg IM 400 mg 2-4 jam setelah
setelah 15 menit dosis awal
      L larutan garam
Bila masih diperlukan,
      fisiologis dengan beri IM/IV setiap 2-4
      40 tetes/menit jam

Dosis maksimal per Tidak lebih dari 3 L Total 1 mg (5 dosis) Total 1200 mg atau 3
hari larutan fisiologis dosis
Kontraindikasi atau Pemberian IV secara Preeklampsia, vitium Nyeri kontraksi
hati-hati cepat atau bolus kordis, hipertensi
Asma
PENCEGAHAN
• Bukti dan penelitian menunjukkan bahwa penanganan
aktif pada persalinan kala III dapat menurunkan insidensi
dan tingkat keparahan perdarahan post partum 3.
• Penanganan aktif merupakan kombinasi dari hal-hal
berikut:
– Pemberian uterotonik (dianjurkan oksitosin) segera setelah bayi
dilahirkan.
– Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat
– Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus
ketika uterus berkontraksi dengan baik
ATONIA UTERI
Definisi
• Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot
miometrium uterus untuk berkontraksi dan memendek.
• Hal ini merupakan penyebab perdarahan post partum
yang paling penting dan biasa terjadi segera setelah
bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan.
• Atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan
dapat mengarah pada terjadinya syok hipovolemik 3.
ETIOLOGI

Overdistensi uterus, baik absolut maupun relatif,


merupakan faktor risiko mayor terjadinya atonia uteri.
Overdistensi uterus dapat disebabkan oleh kehamilan
ganda, janin makrosomia, polihidramnion atau
abnormalitas janin (misal hidrosefalus berat), kelainan
struktur uterus atau kegagalan untuk melahirkan
plasenta atau distensi akibat akumulasi darah di uterus
baik sebelum maupun sesudah plasenta lahir3.
• Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari
kelelahan karena persalinan lama atau persalinan dengan
tenaga besar, terutama bila mendapatkan stimulasi. Hal
ini dapat pula terjadi sebagai akibat dari inhibisi kontraksi
yang disebabkan oleh obat-obatan, seperti agen anestesi
terhalogenisasi, nitrat, obat-obat antiinflamasi nonsteroid,
magnesium sulfat, beta-simpatomimetik dan nifedipin.
• Penyebab lain yaitu plasenta letak rendah, toksin bakteri
(korioamnionitis, endomiometritis, septikemia), hipoksia
akibat hipoperfusi atau uterus couvelaire pada abruptio
plasenta dan hipotermia akibat resusitasi masif.
• Data terbaru menyebutkan bahwa grandemultiparitas
bukan merupakan faktor resiko independen untuk
terjadinya perdarahan post partum3
PENATALAKSANAAN2,3
• Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri
• Masase uterus, berikan oksitosin dan ergometrin intravena, bila
ada perbaikan dan perdarahan berhenti, oksitosin dilanjutkan
perinfus.
• Bila tidak ada perbaikan dilakukan kompresi bimanual, dan
kemudian dipasang tampon uterovaginal padat. Kalau cara ini
berhasil, dipertahankan selama 24 jam.
• Kompresi bimanual eksternal
Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling
mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uterus.
Pantau aliran darah yang keluar. Bila perdarahan berkurang,
kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali
berkontraksi. Bila belum berhasil dilakukan kompresi bimanual
internal
• Kompresi bimanual internal
Uterus ditekan di antara telapak tangan pada dinding
abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjepit
pembuluh darah di dalam miometrium (sebagai
pengganti mekanisme kontraksi). Perhatikan
perdarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi ini bila
perdarahan berkurang atau berhenti, tunggu hingga
uterus berkontraksi kembali. Apabila perdarahan tetap
terjadi , coba kompresi aorta abdominalis
• Kompresi aorta abdominalis
Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri,
pertahankan posisi tersebut,genggam tangan
kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus,
tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai
kolumna vertebralis. Penekanan yang tepat akan
menghentikan atau sangat mengurangi denyut
arteri femoralis. Lihat hasil kompresi dengan
memperhatikan perdarahan yang terjadi
• Dalam keadaan uterus tidak respon terhadap oksitosin/
ergometrin, bisa dicoba prostaglandin F2a (250 mg)
secara intramuskuler atau langsung pada miometrium
(transabdominal). Bila perlu pemberiannya dapat diulang
dalam 5 menit dan tiap 2 atau 3 jam sesudahnya.
• Laparotomi dilakukan bila uterus tetap lembek dan
perdarahan yang terjadi tetap > 200 mL/jam. Tujuan
laparotomi adalah meligasi arteri uterina atau hipogastrik
(khusus untuk penderita yang belum punya anak atau
muda sekali)
• Bila tak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir.
LASERASI JALAN LAHIR
Klasifikasi2
• Ruptura perineum dan robekan dinding vagina
Tingkat perlukaan perineum dapat dibagi dalam 6:
- Tingkat I: bila perlukaan hanya terbatas pada mukosa
vagina atau kulit perineum
- Tingkat II : adanya perlukaan yang lebih dalam dan luas
ke vagina dan perineum dengan melukai fasia serta otot-
otot diafragma urogenital
- Tingkat III : perlukaan yang lebih luas dan lebih dalam
yang menyebabkan muskulus sfingter ani eksternus
terputus di depan
UP DATE…
• DERAJAT 1
– ROBEKAN HANYA MENGENAI EPITEL VAGINA&KULIT
• DERAJAT 2
– ROBEKAN SAMPAI OTOT PERINEUM
• DERAJAT 3
– (A) < 50% KETEBALAN SPINGTER ANI EKSTERNA
– (B) > 50 %
– (C) HINGGA SPINGTER ANI
• DERAJAT 4
– ROBEKAN HINGGA EPITEL ANUS
PEMERIKSAAN LASERASI PERINEUM
• Rednees
• Edema
• Ecchymosis
• Discharge
• Approximation of edge of episiotomi
• Kolporeksis
– Keadaan dimana terjadi robekan di vagina bagian atas,
sehingga sebagian besar serviks uteri dan sebagian
uterus terlepas dari vagina. Robekan ini memanjang
atau melingkar

• Robekan serviks
– Dapat terjadi di satu tempat atau lebih. Pada kasus
partus presipitatus, persalinan sungsang, plasenta
manual, terlebih lagi persalinan operatif pervaginam
harus dilakukan pemeriksaan dengan spekulum
keadaan jalan lahir termasuk serviks.
Faktor Resiko 1

• Makrosomia
• Malpresentasi
• Partus presipitatus
• Distosia bahu
Penatalaksanaan2
Ruptura perineum dan robekan dinding vagina
• Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi
laserasi dan sumber perdarahan
• Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan
antiseptik
• Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan
kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap
• Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang
paling distal dari operator
• Khusus pada ruptura perineum komplit (hingga anus
dan sebagian rektum) dilakukan penjahitan lapis demi
lapis dengan bantuan busi pada rektum, sbb:
- Setelah prosedur aseptik-antiseptik, pasang busi pada
rektum hingga ujung robekan
- Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan
simpul submukosa, menggunakan benang poliglikolik
no.2/0 (Dexon/Vicryl) hingga ke sfingter ani. Jepit
kedua sfingter ani dengan klem dan jahit dengan
benang no. 2/0
- Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan
submukosa dengan benang yang sama (atau kromik
2/0) secara jelujur
- Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara
submukosal dan subkutikuler
- Berikan antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g dan
metronidazol 1 g per oral). Terapi penuh antibiotika
hanya diberikan apabila luka tampak kotor atau
dibubuhi ramuan tradisional atau terdapat tanda-
tanda infeksi yang jelas
• Robekan perineum tingkat 1
– Penjahitan perineum tingkat 1 dapat dilakkan dg memakai
catgut yang dijahitkan secara jelujur atau dengan cara jahitan
angka delapan

• Robekan perineum tingkat 2


– Sebelum dilakukan penjahitan pd robekan tingkat 1 atau 2, jika
dijumpai pinggir robekan yg tdk rata atau bergerigi, maka
pinggir yg bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu.
Pinggir kiri kanan msg2 dijepit dg klem terlebih dahulu,
kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru
dilakukan penjahitan luka robekan
– Mula2 otot2 dijahit dg catgut, kemudian selaput lendir vagina
dijahit dg catgut segera terputus-putus atau jelujur. Penjahitan
mukosa vagina dimulai dari puncak robekan. Sampai kulit
perineum dijahit dg benang catgut secara jelujur.
• Robekan perineum tingkat 3
– Pd robekan tingkat 3 mula2 dinding depan rektum yg robek
dijahit, kemudian fasia perirektal & fasial septum rektovaginal
dijahit dg catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung2
otot sfingter ani yg terpisah akibat robekan dijepit dg
klem/pean lurus, kemudian dijahit dg 2-3 jahitan catgut kromik
shg bertemu lg. selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis spt
menjahit robekan perineum tingkat 2
• Robekan perineum tingkat 4
– Pd robekan perineum tingkat 4 krn tingkat kesulitan utk
melakukan perbaikan cukup tinggi & risiko terjadinya
gangguan berupa gejala sisa dpt menimbulkan keluhan
sepanjang kehidupannya, maka dianjurkan apabila
memungkinkan utk melakukan rujukan tindakan perbaikan di
RSU
• Hematoma vulva
– Penanganan hematoma tergantung pd lokasi & besar
hematoma. Pd hematoma yg kecil, tdk perlu tindakan
operatif, cukup dilakukan kompres.
– Pd hematoma yg besar, lebih2 disertai dg anemia pre
syok, perlu segera dilakukan pengosongan hematoma
yg pling terenggang. Seluruh bekuan dikleuarkan ampai
kantong hematoma kosong. Dicari sumber perdarahan,
perdarahan dihentikan dg mengikat atau menjahit
sumber perdarahan tersebut, luka sayatan kemudian
dijahit. Dalam perdarahan difus dpt dipasang drain atau
dimasukkan kasa steril sampai padat dan meninggalkan
ujung kasa tersebut diluar
• Robekan dinding vagina
– Robekan dinding vagina harus dijahit
– Kasus kolporeksis & fistula vesikovaginal harus dirujuk
ke RSU
ROBEKAN SERVIKS
• Robekan serviks sering terjadi pada sisi lateral
karena serviks yang terjulur akan mengalami
robekan pada posisi spina isciadika tertekan oleh
kepala bayi
• Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap,
tetapi terjadi perdarahan banyak maka segera lihat
bagian lateral bawah kiri dan kanan dari portio
• Jepitkan klem ovarium pada kedua sisi portio yang
robek sehingga perdarahan dapat segera
dihentikan. Jika setelah eksplorasi lanjutan tidak
dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan. Jahitan
dimulai dari ujung atas robekan kemudian ke arah
luar sehingga semua robekan dapat dijahit
• Setelah tindakan, periksa tanda vital psien,
kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan
pasca tindakan
• Beri antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui
tanda-tanda infeksi
• Bila terdapat defisit cairan, lakukan restorasi dan
bila kadar Hb < 8 g%, berikan transfusi darah

Anda mungkin juga menyukai