KESEHATAN Tenaga kesehatan sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 PP Nomor 32 Tahun 1996 adalah : (1)Tenaga kesehatan terdiri dari : a. tenaga medis; b. tenaga keperawatan; c. tenaga kefarmasian; d. tenaga kesehatan masyarakat; e. tenaga gizi; f. tenaga keterampilan fisik; g. tenaga keteknisian medis; (2)Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi; (3)Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan (4)Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi, dan asisten apoteker. (5)Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan,penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian. (6)Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien (7)Tenaga ketrapian fisik meliputi Fisioterafis, okupasiterapis, dan terapis wicara (8)Tenaga keteknisan medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatam, refiaksionis optisien, otorik prostetik, teknisi transfusi, dan perekam medis A. Hak-hak tenaga kesehatan 1. Melakukan praktek tenaga kesehatan setelah memperoleh surat izin tenaga Kesehatan (SID) & dan surat izin Praktek (SIP). 2. Memperoleh informasi yang benar dan lengkap dari pasien-keluarga tentang penyakitnya. 3. Bekerja sesuai standar. 4. Menolak melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika, hukum, agama, dan hati nuraninya. 5. Mengakhiri hubungan dengan seorang pasien, jika menurut penilaiannya kerjasama dengan pasien tidak ada gunanya lagi, kecuali dalam keadaan darurat. 6. Menolak pasien yang bukan spesialisnya kecuali dalam keadaan darurat atau tidak ada tenaga kesehatan lain yang mampu menanganinya. 7. Hak atas “privasi” tenaga kesehatan 8.Ketentraman berkerja 9. Mengeluarkan surat-surat keterangan tenaga kesehatan 10.Menerima imbalan jasa. B. Kewajiban Tenaga Kesehatan Untuk mengatur tenaga farmasi dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor RI Nomor 51 Tahun 2009. Pasal 19 Fasilitas Pelayanan Kefarmasian berupa : a. Apotek; b. Instalasi farmasi rumah sakit; c. Puskesmas; d. Klinik; e. Toko Obat; atau f. Praktek bersama. Pasal 20 Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian. Pasal 24 Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada FasilitasPelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat: a. mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki SIPA; b. mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain ataspersetujuan dokter dan/atau pasien; dan c. menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 27 Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan pelayanan farmasi pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya. Pasal 28 Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian wajib mengikuti paradigma pelayanan kefarmasian dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi Pasal 29 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 30 (1) Setiap Tenaga Kefarmasian dalam menjalankan Pekerjaan Kefarmasian wajib menyimpan Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian. (2) Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian hanya dapat dibuka untuk kepentingan Pasien, memenuhi permintaan hakim dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 31 (1) Setiap Tenaga Kefarmasian dalam melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian wajib menyelenggarakan program kendali mutu dan kendali biaya. (2) Pelaksanaan kegiatan kendali mutu dan kendali biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui audit kefarmasian. Pasal 32 Pembinaan dan pengawasan terhadap audit kefarmasian dan upaya lain dalam pengendalian mutu dan pengendalian biaya dilaksanakan oleh Menteri. Pasal 33 (1) Tenaga Kefarmasian terdiri atas: a. Apoteker; dan b. Tenaga Teknis Kefarmasian. (2) Tenaga Teknis kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah farmasi/Asisten Apoteker. Pasal 34 (1) Tenaga Kefarmasian melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada: a. Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi berupa industri farmasi obat, industri bahan baku obat, industri obat tradisional, pabrik kosmetika dan pabrik lain yang memerlukan Tenaga Kefarmasian untuk menjalankan tugas dan fungsi produksi dan pengawasan mutu; b. Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi dan alat kesehatan melalui Pedagang Besar Farmasi, penyalur alat kesehatan,instalasi Sediaan Farmasi dan alat kesehatan milik Pemerintah, pemerintah daerah provinsi,dan pemerintah daerah kabupaten/kota;dan/atau c. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian melalui praktik di Apotek, instalasi farmasi rumah sakit,puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian dimaksud pada ayat (1)diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 35 (1) Tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 harus memiliki keahlian dan kewenangan dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian. (2)Keahlian dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan dengan menerapkan Standar Profesi. (3) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus didasarkan pada Standar Kefarmasian, dan Standar Prosedur Operasional yang berlaku sesuai fasilitas kesehatan dimana Pekerjaan Kefarmasian dilakukan. (4) Standar Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 38 (1) Standar pendidikan Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang pendidikan. (2) Peserta didik Tenaga Teknis Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus memiliki ijazah dari institusi pendidikan sesuai peraturan perundang-undangan. (3) Untuk dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), peserta didik yang telah memiliki ijazah wajib memperoleh rekomendasi dari Apoteker yang memiliki STRA di tempat yang bersangkutan bekerja. (4)Ijazah dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk memperoleh izin kerja. Pasal 39 (1) SetiapTenaga Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi. (2) Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan bagi: a. Apoteker berupa STRA; dan b. Tenaga Teknis Kefarmasian berupaSTRTTK Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 Pasal 3 Pengaturan praktik kesehatan bertujuan untuk : a. Memberikan perlindungan kepada pasien; b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi; dan c.Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi. Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009, dapatdiutarakan pada pasal 2 pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban keadilan gender dan non- diskriminatif dan norma-noprma agama. Pembinaan dan Pengawasan • Persyaratan untuk menjadi tenaga asisten apoteker harus melalui saringan yang ketat, dengan berijazah SLTP, dan nilai-n ilai matematika harus tinggi. Demikian pula halnya dalam Stara S1 dan S2 pendidikan farmasi tetapmelakukan seleksi yang sangat ketat baik terhadap nilai akademis dari para calon, serta persyaratan kesehatan lainnya. (Risiko yang sangat tinggi bagi profesi tenaga farmasi menyangkut keselamatan dan kesehatan pasien serta warga masyarakat luas). Perlindungan Hukum Tenaga Kesehatan • Berkenaan bahwa Indonesia adalah Negara hukum, sudah barang tentu, semua sikap dan tindak dalam menjalankan profesinya, harus berdasarkan hukum atau peraturan perundang- undangan yang berlaku. Disamping itu, dalam rangka memberikan perlindungan hukum pada saat menjalankan profesinya, hukum, juga selalu dan harus melihat standard profesi, kode etik, dan dalam keadaan bagaimana tenaga kesehatan tersebut dalam bersikap tindak. 1.Pidana Secara umum, dalam aspek hukum tentang tenaga kesehatan, sesuai perkembangan hukum di Indonesia, diantaranya adalah beberapa pasal dalam KUHP, yaitu pasal 263, 267, 294 ayat (2), 249, 304, 322, 344, 347, 348, 349, 351, 359, 360, 361, 531. Penafsiran dan penerapan pasal-pasal tersebut, harus dilakukan secara ekstra hati-hati, professional, dan melalui pendapat pakar di bidang kedokteran dan kesehatanh lainnya, apakah sesuai dan selaras standard profesi. Apakah memenuhi unsur kelalaian dan kesalahan atau tidak. Ataukah memang keadaan umum pasien yang sudah tidak ada harapan. 2.Perdata Menurut hukum perdata, dalam pertanggungjawaban perdata profesi tenaga kesehatan, diatur dalam pasal 1365, 1366 dan 1367 KUHPerdata. Tenaga medis, tenaga keperawatan, dan tenaga farmasi, dapat dipertanggungjawabkan sesuai pasal-pasal tersebut. Pada pasal 1365 KUHPerdata menyebutkan bahwa “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kesalahan itu, mengganti kerugian tersebut”. Pada pasal 1366 KUHPerdata menyebutkan “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati- hatinya”. Pada pasal 1367 KUHP “Seseorang harus memberikan pertanggung-jawaban tidak hanya atas kerugian yang ditimbulkan dan tindakannya sendiri, tetapi juga atas kerugian yang ditimbulkan dari tindakan orang lain yang berada di bawah pengawasannya. 3.Administratif Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari aspek hukum pidana, dan hukum perdata, aspek administratif dari pembinaan dan pengawasan tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya, merupakan suatu kelengkapan nyang sangat komprehensif.Bagi tenaga kesehatan yang masuk dalam struktur kepegawaian Negara, berlaku peraturan perundang-undangan pegawai negeri. Demikian pula tenaga kesehatan yang masuk dalam struktur TNI/POLRI, berlaku peraturan perundang-undangan yang ada, baik Undang- undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Khusus bagi tenaga kesehatan yang bekerja di sektor swasta, berlaku ketentuan yang berlaku di berbagai jenis pelayanan kesehatan swasta. Namun yang pasti, kode etik profesi, standard profesi, dan berbagai hal yang berkaitan dengan profesi, selalu mengikat tenaga kesehatan di berbagai bidang profesi, baik di sektor pemerintahan maupun swasta.