Anda di halaman 1dari 11

DOSEN PENGAMPU : JASMIADI, S.SI., M.SI., Apt.

MATA KULIAH : KOMUNIKASI, INFORMASI dan EDUKASI OBAT

MAKALAH
PERATURAN KEFARMASIAN

NAMA : FATIN WAFIQ AZISAH

NIM : 18031014030

KELAS : 7C

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya Panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini,

shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW.

Adapun pembuatan Makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas

Mata Kuliah Komunikasi, Informasi dan Edukasi Obat di Program Studi

Farmasi Fakultas MIPA UIM Makassar.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan yang

terdapat dalam makalah ini. Oleh sebab itu, saran dan kritik dari berbagai

pihak sangat saya harapkan.

Makassar, 10 November 2020

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Upaya peningkatan kualitas kesehatan manusia merupakan usaha
yang sangat luas dan menyeluruh. Pelayanan kesehatan dilakukan dengan
tujuan mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya
kesehatan di Indonesia terdiri dari upaya promosi kesehatan melalui
peningkatan pengetahuan (promotif), upaya pencegahan
(preventif), upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan
(rehabilitatif).
Pelayanan obat sebagai bagian dalam upaya pelayanan kesehatan
adalah hal penting dalam upaya penyembuhan pasien. Peraturan tentang
pelayanan obat terdapat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan (selanjutnya disebut Undang-Undang Kesehatan) diikuti
peraturan peraturan pelaksana yang terkait dengan pelayanan obat. Menurut
Undang-Undang Kesehatan, pemberian obat dilakukan oleh tenaga
kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya, seperti dokter, bidan atau
perawat dengan syarat dan dalam kondisi tertentu. Sebagaimana pada Pasal
108 Undang-Undang Kesehatan ayat (1) disebutkan sebagai berikut:

“Praktik kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian


mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan
pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Pada penjelasan disebutkan bahwa:

“Yang dimaksud dengan “tenaga kesehatan” dalam ketentuan ini adalah


tenaga kefarmasian sesuai dengan keahlian dan kewenangannya. Dalam hal
tidak ada tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan tertentu dapat melakukan
praktik kefarmasian secara terbatas, misalnya antara lain dokter dan/atau
dokter gigi, bidan dan perawat, yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundangundangan.”

Pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep yang digunakan


dalam memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. Salah satu
yang berperan dalam pelayanan kesehatan adalah pekerjaan kefarmasian.
Pekerjaan kefarmasian menurut PP RI nomor 51 Tahun 2009: Pekerjaan
kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau
penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisionsal.

Adapun tujuan pengaturan pekerjaan kefarmasian adalah memberikan


perlindungan kepada pasien dalam memperoleh sediaan dan jasa
kefarmasian, meningkatkan mutu penyelenggaraannya yang sesuai
peraturan perundang-undangan agar memberikan kepastian hukum bagi
pasien dan tenaga kefarmasian (PP 51 Tahun 2009 pasal 4).

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui ruang lingkup pekerjaan kefarmasian
2. Untuk mengetahui undang-undang atau peraturan tentang pekerjaan
C. Rumusan Masalah
1. bagaimana ruang lingkup pekerjaan kefarmasian ?
2. undang-undang yang terkait pekerjaan kefarmasian ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ruang Lingkup Pekerjaan Kefarmasian


Menurut UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 108
ayat (1) bahwa, praktek kefarmasian meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan
dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional
harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009
pasal 5 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Pelaksanaan Pekerjaan
Kefarmasian meliputi:
1. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan Farmasi, meliputi
(pasal 6);
a. Pengadaan Sediaan Farmasi dilakukan pada fasilitas
produksi, fasilitas distribusi atau penyaluran dan fasilitas
pelayanan sediaan farmasi.
b. Pengadaan Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilakukan oleh Tenaga kefarmasian.
c. Pengadaan Sediaan Farmasi harus dapat menjamin
keamanan, mutu, manfaat dan khasiat Sediaan Farmasi.
2. Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi,
meliputi (pasal 7);
a. Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi
harus memiliki Apoteker penanggung jawab.
b. Apoteker penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis
Kefarmasian.

Berdasarkan pasal 8 bahwa fasilitas produksi sediaan farmasi dapat


berupa industri farmasi obat, industri bahan baku obat, industri obat
tradisional, dan pabrik kosmetika.

3. Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau Penyaluran


Sediaan Farmasi, meliputi (pasal 14):
a. Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi berupa
obat harus memiliki seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.
b. Apoteker sebagai penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau
TenagaTeknis Kefarmasian.
4. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pelayanan Sediaan Farmasi, meliputi
(pasal 19):
a. Apotek
b. Instalasi
c. Instalasi farmasi rumah sakit;
d. Puskesmas;
e. Klinik;
f. Toko Obat; atau
g. Praktek bersama.

Berdasarkan pasal 20, dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian


pada fasilitas pelayanan kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker
pendamping dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian.
B. Pelaku Pekerjaan kefarmasian dan Perizinan Tenaga Kefarmasian
1. Pelaku Pekerjaan Kefarmasian diatur dalam PP 51 Tahun 2009 pada
pasal 33 yaitu:
a. Tenaga Kefarmasian terdiri atas:
 Apoteker; dan
 Tenaga Teknis Kefarmasian.
b. Tenaga Teknis kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis
Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
2. Perizinan Tenaga Kefarmasian diatur dalam PP 51 Tahun 2009 pada
Pasal 39 disebutkan bahwa:
a. Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan
Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat tanda
registrasi.
b. Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diperuntukkan bagi:
 Apoteker berupa STRA; dan
 Tenaga Teknis Kefarmasian berupa STRTTK.

Pada Pasal 40 disebutkan:


1. Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi
persyaratan:
a. memiliki ijazah Apoteker;
b. memiliki sertifikat kompetensi profesi;
c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji
Apoteker;
d. mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari
dokter yang memiliki surat izin praktik; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika profesi.

Pada pasal 41 :
STRA berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk
jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1). Untuk memperoleh STRTTK bagi Tenaga
Teknis Kefarmasian pada Pasal 47 wajib memenuhi persyaratan:
1. Memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;
2. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
memiliki surat izin praktek;
3. Memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang
telah memiliki STRA di tempat Tenaga Teknis Kefarmasian bekerja; dan
4. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika kefarmasian

STRTTK berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat


diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) (Pasal 48).

Pada Pasal 49 disebutkan bahwa STRA, STRA Khusus, dan


STRTTK tidak berlaku karena:

1. Habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang oleh yang


bersangkutan atau tidak memenuhi persyaratan untuk
diperpanjang;
2. Dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. Permohonan yang bersangkutan;
4. Yang bersangkutan meninggal dunia; atau
5. Dicabut oleh Menteri atau pejabat kesehatan yang berwenang.
Pada Pasal 52 disebutkan bahwa setiap Tenaga Kefarmasian yang
melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat izin
sesuai tempat Tenaga Kefarmasian bekerja. Surat izin sebagaimana
dimaksud pada ayat dapat berupa:

1. SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di


Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit;
2. SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian
sebagai Apoteker pendamping;
3. SIK bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di
fasilitas kefarmasian diluar Apotek dan instalasi farmasi rumah sakit;
atau
4. SIK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan
Kefarmasian pada Fasilitas Kefarmasian.
Pada pasal 53 disebutkan:
1. Surat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dikeluarkan
oleh pejabat kesehatan yang berwenang di Kabupaten/Kota tempat
Pekerjaan Kefarmasian dilakukan.
2. Tata cara pemberian surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikeluarkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri
C. Undang-undang yang Terkait dengan Pekerjaan Kefarmasian
1. UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
2. UU No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
3. UU No 32 Tahun 2004 tentang Regristasi Izin, Praktek Tenaga
Kesehatan.
4. UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
5. UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
6. PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
7. Permenkes 284/MENKES/PER/III/2007 tentang Apotik Rakyat.
8. Permenkes 1148/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi
(PBF).
9. Permenkes 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Regristasi, Izin Praktek
dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
10.Permenkes 028/Menkes/Per/I/2011 tentang Klinik.
11.Permenkes 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Industri Farmasi
12.Permenkes 161/Menkes/Per/I/2010 Tentang Regristrasi Tenaga
Kesehatan
13.Permenkes No 35 tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotik
14.Permenkes No 30 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas
15.Permenkes nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit
BAB III
KESIMPULAN

1. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian


mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan,
dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisionsal.
2. Pekerjaan kefarmasian terdiri dari apoteker yang harus memiliki STRA
dan tenaga teknis kefarmasian harus memiliki STRTTK.
3. Pemerintah mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam
pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan
sediaan farmasi.

Anda mungkin juga menyukai