Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN KASUS

Susp difteri dd abses parafaring

Oleh : dr. Anang Ova Pradipta


Pembimbing : dr. Wahyu Eko SpPD
IDENTITAS PASIEN
• Nama : Tn I P
• Umur : 35 tahun
• Jenis Kelamin : Laki
• Status : sudah menikah
• Alamat : Jln Veteran V-B/27 Gresik
• Nomor RM : 012642 Status BPJS
• Tanggal MRS : 27-06-2018
ANAMNESIS
Keluhan Utama
• Nyeri telan
Riwayat Penyakit Sekarang

• Nyeri telan 2 hari ini


• Susah menelan, tenggorokan terasa penuh
• Panas (+)
• Muntah (-) Mual (-)
• Batuk (-)
ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Dahulu
• Pasien pernah menderita gejala serupa sebelumnya
• Hipertensi (-)
• Diabetes (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


• Hipertensi (-)
• Diabetes (-)
PEMERIKSAAN FISIK di IGD
Tanggal 27 Juni 2018 pukul 11.24 WIB
Keadaan Umum: lemah GCS: 4-4-6
Vital Sign:
TD : 120/70 mmHg
Suhu : 37,6º C axillar
Nadi : 30 x / menit, regular
RR :16 x / menit
PEMERIKSAAN FISIK K/L

Kepala : bentuk simetris, rambut hitam


Wajah : edema palpebral -
Mata : a/i/c/d : -/-/-/-
Telinga : deformitas -, otorea -, nyeri tekan -, tinnitus -
Hidung : deformitas -, kongesti -, sekret -, darah -, pch -
Gigi / Mulut : kongesti -
Tenggorokan : faring hiperemi (+) dan tonsil T3/T3 hiperemi (+)
Leher : trakea di tengah, deviasi (-)
pembesaran tiroid (-), pembesaran KGB (-)
DEXTRA TENGGOROK SINISTRA

Pemeriksaan orofaring

Tenang Mukosa mulut Tenang

Bersih, basah Lidah Bersih, basah

Tenang Palatum molle Tenang

Karies (-) Gigi geligi Karies (-)


Simetris Uvula Simetris
Tonsil
Tenang Mukosa Tenang
TI Besar TI
Melebar(-) Kripta Melebar(-)
Positif Detritus Positif
Negatif Perlengketan Negatif
Faring
Tenang Mukosa Tenang
Negatif Granula Negatif
Dextra Leher Sinistra

Bengkak (+), fluktuasi (+), nyeri tekan Bengkak (-), fluktuasi (-), nyeri tekan (-),
Lokalis
(+),Angulus mandibular tidak teraba Angulus mandibular teraba

Pembesaran (-), Pembesaran (-),


Thyroid
nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
Pembesaran (-), Pembesaran (-),
Kelenjar submental
nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
Pembesaran (-), Pembesaran (-),
Kelenjar submandibula
nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)

Pembesaran (-), nyeri tekan (-) Kelenjar jugularis superior Pembesaran (-), nyeri tekan (-)

Pembesaran (-), nyeri tekan (-) Kelenjar jugularis media Pembesaran (-), nyeri tekan (-)

Pembesaran (-), nyeri tekan (-) Kelenjar jugularis inferior Pembesaran (-), nyeri tekan (-)

Pembesaran (-), nyeri tekan (-) Kelenjar suprasternal Pembesaran (-), nyeri tekan (-)

Pembesaran (-), nyeri tekan (-) Kelenjar supraklavikularis Pembesaran (-), nyeri tekan (-)
PEMERIKSAAN FISIK THORAX

Thorax
- Bentuk : Simetris kanan dan kiri
- Kulit : normal, sikatriks (-), ptechie (-)

Jantung
- Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus cordis teraba di intercostal V linea midclavicula sinistra, kuat angkat.
- Perkusi : dalam batas normal, tidak ada kesan pembesaran jantung
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, gallop (-), murmur (-)
PEMERIKSAAN FISIK PARU
Pemeriksaan Hemitoraks Kanan Hemitoraks Kiri
Inspeksi Pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris

Palpasi Taktil fremitus kanan dan kiri simetris

Perkusi Sonor Sonor


Sonor Sonor
Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler

Suara Tambahan Stridor -/-, Ronki -/-, Wheezing -/-, Pleural Friction Rub -/-
PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN
dan EKSTREMITAS
Abdomen
Inspeksi : flat, nodul (-), pulsasi (-)
Auskultasi : BU (+) N, bruit a.renalis (-)
Palpasi : kesan supel, nyeri tekan (-), defans muscular (-)
hepar tidak teraba
lien tidak teraba
Perkusi : batas paru hepar ICS V linea MCL kanan
abdomen timpani, hepar redup

Ekstremitas
Akral dingin, CRT< 2”
Edema di ekstremitas inferior

Neurologis
Motorik 55555 | 55555 Sensorik : dbN BPR 2+|2+ Chaddock -|-
55555 | 55555 Autonom : dbN KPR 2+|2+ Babinksi -|-
DIAGNOSIS AWAL DI IGD
Ob febris+Susp Difteri
TATALAKSANA AWAL DI IGD
MRS dr Wahyu Eko Sp.PD
• Inf Cairan 20 tpm
• Ceftriaxon 2 x 1 gr
• Ranitidin 2 x 1 amp
• Antrain 3x 1
• Metilprednisolon 3 x ¼ amp
• Cek DL, SE, pengecatan gram neisser
PEMERIKSAAN LAB (27/06/2018)
Darah Lengkap

• Hb : 15,7 gr/dl •Trombosit : 250


• Lekosit : 19,35 •Hematokrit: 43,2
• Eritrosit : 5,41 •Kalium : 3,79
•Natrium : 141,0
• LED : 25
•Chlorida : 102,5
• Hitung Jenis
Eosinofil : 0,1
Basofil : 0,3
Neutrofil : 90,8
Lymphosit : 4,3
Monosit : 4,5 14
PENGECATAN GRAM
PENGECATAN NEISSER
(27/06/2018)

Gram Ditemukan kuman gram negatif batang dan


gram positif coccus
Neisser Ditemukan kuman yang menyerupai bentuk
drumstik

15
KULTUR DIFTERI
(28/06/2018)

Kultur difteri negatif

16
PEMERIKSAAN LAB (29/06/2018)
Darah Lengkap

• Hb : 13,1 gr/dl •Trombosit : 211


• Lekosit : 26,65 •Hematokrit: 36.0
• Eritrosit : 4,4 •SGOT : 21
•SGPT : 17
• LED : 30
• Hitung Jenis
Eosinofil : 0,0
Basofil : 0,1
Neutrofil : 93,7
Lymphosit : 3,8
Monosit : 3,8 17
FOLLOW UP DI RUANGAN ( 27-06-2018)
S O A P
Panas (+), nyeri telan (+) KU Cukup GCS 456. Obs Febris Hari ke 2+ Susp Advis dr Wahyu Eko, SpPD:
Tenggorokan terasa penuh TD 110/90, N 90x , RR 17x, Difteri -Inf Cairan 20 tpm
batuk (-) suara serak (-) suhu 37,3 C -Ceftriaxon 2 x 1 gr
-Ranitidin 2 x 1 amp
K/L : AICD (-)
-Antrain 3x 1
Tonsil T3/T3 Hiperemi
Faring Hiperemi -Metilprednisolon 3 x ¼
Dendritus (-) amp
Pseudomembran (-) -Erysanbe 3 x 500 mg
Tho : Rh -/-, wh -/-, ves +/+.
S1S2 tgl -DL,SE,Swab tenggorokan
Abd : Supel, BU (+) normal DL: Leukosit 19,35
Eks : Akral hangat, edema (-) LED 25

Pengecatan Neisser
ditemukan kuman yang
menyerupai bentuk
drumstik
FOLLOW UP DI RUANGAN ( 28-06-2018)
S O A P
Nyeri telan berkurang KU Cukup GCS 456. Obs Febris Hari ke 3+ Susp Advis dr Wahyu Eko, SpPD:
Tenggorokan terasa penuh TD 110/90, N 87x , RR 18x, Difteri -Terapi tetap
batuk (-) suara serak (-) suhu 36,9C -Erysanbe syr 3 x cthII
Susah minum obat tablet
K/L : AICD (-)
Kultur difteri (28/6/2018)
Tonsil T3/T3 Hiperemi
Faring Hiperemi
Dendritus (-) Jadi 10/7/ 208
Pseudomembran (-)
Tho : Rh -/-, wh -/-, ves +/+.
S1S2 tgl
Abd : Supel, BU (+) normal
Eks : Akral hangat, edema (-)
FOLLOW UP DI RUANGAN ( 29-06-2018)
S O A P
Nyeri telan berkurang KU Cukup GCS 456. Obs Febris Hari ke 3+ Susp Advis dr Wahyu Eko, SpPD:
Tenggorokan terasa penuh TD 110/90, N 87x , RR 18x, Difteri -Terapi tetap
batuk (-) suara serak (-) suhu 36,9C
Susah minum obat tablet Cek DL,LFT
K/L : AICD (-)
DL: Leukosit 26,65
Tonsil T3/T3 Hiperemi
Faring Hiperemi LED 30
Dendritus (-)
Pseudomembran (-)
Tho : Rh -/-, wh -/-, ves +/+.
S1S2 tgl
Abd : Supel, BU (+) normal
Eks : Akral hangat, edema (-)
FOLLOW UP DI RUANGAN ( 30-06-2018)
S O A P
Nyeri telan(+), susah KU Cukup GCS 456. Obs Febris Hari ke 4 + Advis dr Wahyu Eko, SpPD:
untuk makan, TD 120/80, N 82x , RR 19x, Susp Difteri -Terapi tetap
Tenggorokan terasa suhu 37,6C
penuh, leher kanan makin
K/L : AICD (-)
membesar
Tonsil T3/T3 Hiperemi
Faring Hiperemi(sde)
Dendritus (-)
Pseudomembran (-)
Leher sinistra Bengkak (+),
fluktuasi (+), nyeri tekan (+)
Tho : Rh -/-, wh -/-, ves +/+.
S1S2 tgl
Abd : Supel, BU (+) normal
Eks : Akral hangat, edema (-)
FOLLOW UP DI RUANGAN ( 01-07-2018)
S O A P
Nyeri telan(+), susah KU Cukup GCS 456. Obs Febris Hari ke 4 + Advis dr Wahyu Eko, SpPD:
untuk makan, TD 120/80, N 82x , RR 19x, Abses parafaring dd Susp -Terapi tetap
Tenggorokan terasa suhu 37,6C difteri
penuh, leher makin Konsul sp THT
K/L : AICD (-)
membesar, keluar nanah Inj Metronidazole 2 x 500
Tonsil T3/T3 Hiperemi
dari tengorokan Faring Hiperemi(sde) insisi
Dendritus (-)
Pseudomembran (-)
Leher sinistra Bengkak (+),
fluktuasi (+), nyeri tekan (+)
Tho : Rh -/-, wh -/-, ves +/+.
S1S2 tgl
Abd : Supel, BU (+) normal
Eks : Akral hangat, edema (-)
FOLLOW UP DI RUANGAN ( 02-07-2018)
S O A P
Keluhan makin memberat, KU Cukup GCS 456. Obs Febris Hari ke 4 + Rujuk RSUD Soetomo
keluar nanah TD 120/80, N 82x , RR 19x, Abses parafaring
suhu 37,6C

K/L : AICD (-)


Tonsil T3/T3 Hiperemi
Faring Hiperemi(sde)
Dendritus (-)
Pseudomembran (-)
Leher sinistra Bengkak (+),
fluktuasi (+), nyeri tekan (+)
Tho : Rh -/-, wh -/-, ves +/+.
S1S2 tgl
Abd : Supel, BU (+) normal
Eks : Akral hangat, edema (-)
Difteri
Difteri penyakit infeksi akut yang disebabkan
Corynebacterium diphtheriae, ditandai terbentuknya
eksudat yang bebebtuk membran pada tempat infeksi,
dan diikuti oleh gejala umum karena eksotoksin yang
diproduksi basil ini.

Buku ajar ilmu penyakit dalam.2006. FKUI : Jakarta


Penularan
Kontak dengan pasien difterie / carier difteri

Kotak langsung Kotak tidak langsung


Batuk Debu
Bersin Baju
Berbicara Buku
Mainan
Buku ajar ilmu penyakit dalam.2006. FKUI : Jakarta
Gejala klinis
•Masa tunas 1- 7 hari
•Gambar klinik tergantung lokasi lesi dan beratnya
proses toksik
•Lemah badan, demam ringan, nyeri tenggorokan,
bampak pseudo membran di tonsil atau nasofaring,
muka pucat bull neck, kesulitan bernafas, nadi cepat,
nafas berbunyi (stridor respiratoir), sianosis dan
koma/rejatan
Pedoman diagnosis dan terapi ilmu penyakit dalam.2008.RSUD Soetomo. Surabaya
Diagnosis Banding

Difteri nasal anterior

Korpus alienum pada hidung


Common cold
Sinusitis

Pemeriksaan spekulum hidung, foto


sinus dapat membedakan keadaan ini
Buku ajar ilmu penyakit dalam.2006. FKUI : Jakarta
Diagnosis Banding

Difteri fausial

Abses parafaring
Tonsilofaringitis
Mononukleous infeksiosa
Leukimia akut
Agranulositosis
Herpes zoster pada palatum

Buku ajar ilmu penyakit dalam.2006. FKUI : Jakarta


Diagnosis Banding

Difteri laring

Laringotrakeobronkitis
Glositis akut
Aspirasi benda asing
Abses retrofaring
Edema angioneurotis

Buku ajar ilmu penyakit dalam.2006. FKUI : Jakarta


Klasifikasi

Difteri Difteri Difteri


Difteri Difteri Difteri Difteri
nasal nasal vulva/
fausial laringeal Konjungtiva kulit
anterior posterior vagina

Pedoman diagnosis dan terapi ilmu penyakit dalam.2008. RSUD Soetomo. Surabaya
Pemeriksaan dan Diagnosis
Klinik
Berdasarkan ditemukanya Keluhan dan gejala klinis yang
mengarah difteri, ditemukan pseudo membran terutama di
faring

Laboratorium
Sediaan langsung dan biakan hapus tenggorokan dan
hidung atas kuman C. difteriae

Pedoman diagnosis dan terapi ilmu penyakit dalam.2008. RSUD Soetomo. Surabaya
Penatalaksanaan
•Isolasi penderita di rumah sakit Serum Anti Difteri, setelah
dilakukan tes kepekaan kulit terhadap serum kuda
•Dosis empirik SAD ringan 10.00-20.000 U, sedang 20.000-
40.000, berat 50.000-100.000 U, sebaiknya diberikan dosis
tunggal iv/im
•Penisilin prokain- G600.000 U im/12 jam selama 10 hari;
eritromisin 4 x 250 mg/selama 7 hari; klindamisin 4x150mg/hari
selama 7 hari; Rifampisin 600 mg dosis tunggal selama 7 hari
•Trakeostomi bila ada obstruksi laring, alat pacu jantung bila
ada blok hantaran total,neurotropik bila ada kelainan saraf
•Imunisasi sebagai tindakan pencegahan
Pedoman diagnosis dan terapi ilmu penyakit dalam.2008. RSUD Soetomo. Surabaya
Komplikasi
dipengarahi
Virulensi basil difteri

Luas membran terbentuk

Jumlah toksin yang diproduksi basil


difteri
Waktu antara mulai timbul penyakit
sampai pemberian antibiotik
Buku ajar ilmu penyakit dalam.2006. FKUI : Jakarta
Kelainan kardiovaskuler : miokarditis

Kelainan lokal ekstensif dan antitoksin terlambat


Takikardi

Suara jantung lemah


Miokarditis berupa low voltage, depresi segmen ST,
Irama derap presistolik gelombang T terbalik, tanda blok dimulai dari
pemanjangan interval PR sampai blok AV total
Aritmia(Fibrilasi/blok atrium)

Gagal jantung

Buku ajar ilmu penyakit dalam.2006. FKUI : Jakarta


Kelainan Neurologis

Bervariasi: jumlah toksin diproduksi & pemberian antitoksin

Suara hidung sengau Gerakan palatum berkurang

Paralis otot-otot mata


Kesukaran menelan
Kesukaran akomodasi
Regurgitasi cairan ke rongga
hidung sewaktu menelan Strabismus diafragma

Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. 1999. FKUI : Jakarta


Infeksi Sekunder

Bisa terjadi lokal pada temapat infeksi atau daerah lain

Buku ajar ilmu penyakit dalam.2006. FKUI : Jakarta


Abses parafaring
Abses parafaring adalah kumpulan nanah yang terbentuk di dalam
ruang parafaring

Soepardi EA, Iskandar N. “Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher: Abses Leher Dalam”. Edisi keenam. Jakarta : Penerbit Fakultas Kedokteran UI; 2008
Probst R, Grevers G dan Iro H. Basic otorhinolaryngology a step by step learning guide. New York: Thieme, 2006, h 97-130
ETIOLOGI

Ruang parafaring dapat mengalami infeksi dengan cara

Langsung akibat tusukan jarum pada saat melakukan tonsilektomi dengan


analgesia. Peradangan terjadi karena ujung jarum suntik yang terkontaminasi
kuman (aerob dan anaerob) menembus lapisan otot tipis (m. konstriktor faring
superior) yang memisahkan ruang parafaring dari fossa tonsilaris.

Proses supurasi kelenjar limfa leher bagian dalam, gigi, tonsil, faring, hidung,
sinus paranasal,mastoid dan vertebra servikal dapat merupakan sumber infeksi
untuk terjadinya abses ruang parafaring.

Penjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring atau submandibula.

Fachruddin, Darnila. Abses leher dalam. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI, 2007, h. 226 - 230.
Gejala klinis
Pada infeksi dalam ruang parafaring terdapat
pembengkakan dengan nyeri tekan di daerah submandibula
terutama pada angulus mandibula, leukositosis dengan
pergeseran ke kiri dan adanya demam. Terlihat edem uvula,
pilar tonsil, palatum dan pergeseran ke medial dinding
lateral faring. Sebagai perbandingan pada abses peritonsil,
hanya tonsil yang terdorong ke medial.

Trismus yang dapat disebabkan oleh meregangnya


m.pterigoid internus merupakan gejala yang menonjol,
tetapi mungkin tidak terlihat jika infeksi jauh di dalam
sampai prosesus stiloid dan struktur yang melekat padanya
sehingga tidak mengenai m.pterigoid internus

Ballenger J. Ballenger: Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, dan leher Jilid I. Jakarta: Bina Rupa Aksara, 1991. Hal: 295-324
Diagnosis

Riwayat penyakit

Gejala

Tanda klinik

penunjang foto rontgen jaringan lunak AP lateral


atau CT scan

Sari, Diana. Dkk. “Abses Leher Dalam, Abses Parafaring”. Bagian Departemen Ilmu Penyakit THT-KL, Universitas Sumatera Utara. Hal : 8-13.
Foto rotgen jaringan lunak leher AP Lateral

Deviasi trakea, udara di daerah subkutis, cairan di dalam


jaringan lunak dan pembengkakan daerah jaringan lunak leher.

CT Scan

Membantu menggambarkan lokasi dan perluasan abses

Daerah densitas rendah, peningkatan gambaran kontras pada


dinding abses dan edema jaringan lunak disekitar abses.

Sari, Diana. Dkk. “Abses Leher Dalam, Abses Parafaring”. Bagian Departemen Ilmu Penyakit THT-KL, Universitas Sumatera Utara. Hal : 8-13.
Gambaran CT-Scan; A. Tampak Abses Parafaring (Panah), B. Selulitis pada abses
parafaring dengan abses di ruang masseter

Sari, Diana. Dkk. “Abses Leher Dalam, Abses Parafaring”. Bagian Departemen Ilmu Penyakit THT-KL, Universitas Sumatera Utara. Hal : 8-13.
Antibiotik

Antibiotika dosis tinggi

Perenteral

Aerob dan anaerob

Evakuasi abses harus segera dilakukan bila tidak ada


perbaikan dengan antibiotika 24-48 jam dengan cara ekplorasi
dalam narkosis
INSISI INTRAORAL
Insisi intraoral

Penonjolan ke dalam faring

Anestesi

Insisi dan drainase


menembus
dinding m. ruang
Insisi Eksplorasi
lateral konstriktor parafaring
intraoral klem arteri
faring faring anterior
superior
INSISI EKSTRANASAL Insisi dari luar
Insisi ekstranasal

Sejajar mandibular
abses menonjol ke luar
Secara tumpul eksplorasi
pembengkakan jelas
Anterior m. sternokleidomasteoideus
kearah atas

Bila nanah terdapat di dalam Medial mandibular


selubung karotis, insisi dilakukan dan m. pterigoid interna
veritkal dari pertengahan insisi
horizontal ke bawah di depan m. Parafaring
sternokleidomastoideus (cara Mosher)
Bentuk insisi Metode Mosher Tampakan arah insisi
Metode Moser
DRAINASE Drainase

Insisi kecil

Daerah berfluktuasi/ bagian menonjol

Cunam melengkung

Ruang abses
Jika ditemukan suatu kavitas yang besar, sekitar drain boleh
dimasukan tampon longgar dengan kassa iodoform. Kassa
dikeluarkan setelah 1-2 hari, sedangkan drain didiamkan
selama kira-kira 1 minggu.
Soepardi EA, Iskandar N. “Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher: Abses Leher Dalam”. Edisi keenam. Jakarta : Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2008. Hal: 226-230.
Komplikasi

• Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau


langsung (perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Penjalaran ke atas
dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah menyusuri
selubung karotis mencapai mediastinum, sehingga terjadi mediastinis
dan bisa berlanjut menjadi sepsis.
• Komplikasi yang paling berbahaya dari infeksi spatium faringomaksilaris
adalah terkenanya pembuluh darah sekitarnya. Dapat terjadi
tromboflebitis septik vena jugularis. Juga dapat terjadi perdarahan masif
yang tiba-tiba akibat dari erosi arteri karotis interna.
• Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah sindrom horner dan obstruksi
jalan napas.

Ballenger, J. Leher, orofaring dan Nasofaring, Dalam Snow J dan Ballenger J. Ballenger: Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, dan leher Jilid I. Jakarta: Bina Rupa Aksara,
1991. Hal: 295-324

Anda mungkin juga menyukai