Anda di halaman 1dari 17

BAB I

STATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. I
Usia : 29 tahun
Pekerjaan : IRT
Nama Suami : Tn. A
Alamat : 34 tahun
MRS : 29 Juni 2014, Pukul 02.00 WIB

1.2 Keluhan Utama


Os rujukan RS. Abdul Manaf dengan G5P4A0 + IUFD

1.3 Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak pagi (28 Juni 2014) os mengatakan keluar flek-flek lendir dan
darah, menurut os gerakan janin berkurang dari biasanya sejak ± 2 hari yang
lalu. Os dibawa ke IGD RS Abdul Manaf jambi. Dilakukan pemeriksaan
dalam pukul 17.00 WIB (28 Juni 2014), pembukaan lengkap. Sudah
dipimpin ± 2 jam, tidak ada kemajuan.
Os mengeluhkan sakit kepala, mual/muntah (-), pandangan kabur (-),
kejang (-), kaki bengkak(+), BAB (+) N, BAK (+) N dan keluhan tidak
membaik walau sudah istirahat. Pada saat pemeriksaan kehamilan dengan
bidan beberapa bulan terakhir tekanan darah pasien sering tinggi. Namun
pasien tidak minum obat penurun tekanan darah.

1.4 Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat hipertensi, diabetes dan asma di sangkal

1.5 Riwayat Sosial/Obstetri


G5P4A0
HPHT : Lupa

1
TP :-
UK : Aterm
Siklus haid 28 hari, lama haid 5 hari.
 Riwayat Perkawinan
Pasien menikah satu kali, lama perkawinan 9 tahun
 Riwayat Kontrasepsi : KB suntik
 Imunisasi TT lengkap

1.6 Pemeriksaan Fisik


TD : 170/100 mmHg
Nadi : 86 x/menit
RR : 25 x/menit
BB sebelum hamil : 57 kg
BB sesudah hamil : 73 kg
TB : 155 cm
Suhu : 36,70C
Mata : Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)
Leher : dbn
Paru : Vesikuler, wheezing (-), rhonki (-)
Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, mur-mur (-), gallop (-)
Abdomen : Membesar
Ekstremitas : Akral hangat, oedem pretibial (+/+)
Rafleks patella (+/+)

1.7 Status Obstetri/Ginekologi


Pemeriksaan Luar
- Leopold I : Teraba bagian lunak (bokong). TFU : 34 cm, taksiran
berat janin (TBJ) : 3565 g.
- Leopold II : Teraba bagian besar (punggung) di perut kiri dan
bagian kecil (ektremitas) di bagian perut kanan.
Denyut jantung janin (DJJ) tidak terdengar
- Leopold III : Teraba bagian keras, bulat (kepala).

2
- Leopold IV : Letak kepala, masuk PAP

Pemeriksaan Dalam
- Portio : Tipis
- Pendataran : 100 %
- Pembukaan : 10 cm
- Ketuban :(-)
- Penunjuk : UUK
- Presentasi : Kepala
- Penurunan : Hodge 3
- Posisi : Anterior

1.8 Laboratorium
Pemeriksaan Darah Rutin (29 Juni 2014)
- WBC : 25,8 x 103/mm3
- RBC : 5,36 x 106/mm3
- Hb : 11,6 gr/dl
- HCT : 37,5 L%
- PLT : 421 x 103/mm3
Pemeriksaan Urin Rutin (29 juni 2014)
- Protein : ++ (positif 2)

1.9 Diagnosis
G5P4A0 gravida aterm kala II + IUFD + PEB

1.10 Penatalaksanaan
29 Juni 2014 (02.00 WIB)
- Observasi keadaan umum, tanda-tanda vital, kemajuan persalinan, dan
his.
- Induksi balon
- 02 4 L /menit
- IVFD RL + MgSO4 6 gram 20 tetes/menit

3
- Inj. MgSO4 4 g IM bokong kanan/bokong kiri (pukul 01.45 WIB di
IGD)
- Po : Nipedipin 10 mg 2x1 tab
- Informed consent pada keluarga tentang janin.

29 Juni 2014 (12.00 WIB)


S : Pusing
O: TD : 150/100 mmHg
Nadi : 86 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36 0C
Pembukaan 10 cm, ket (-), penurunan hodge 3, His 2 x 10’ / 25”
A : G5P4A0 gravida aterm kala II + IUFD + PEB
P:
Lapor dokter DPJP
- Kosongkan kandung kemih
- Drip oksitosin 1 amp 30 tetes/menit
- Jika kontraksi membaik  rencana di vakum

Pukul 14.10 WIB : bayi lahir spontan (JK : LK, BB : 3500 g, PB : 51 cm, +)

Pukul 14.30 WIB : Plasenta belum lahir, dicoba lakukan manual plasenta.
Plasenta lahir lengkap. TFU : sepusat. Konut : baik.

Pukul 20.00 WIB. Os pindah ke bangsal


S:-
O: TD : 140/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 36 0C
TFU : sepusat. Konut : baik. Perdarahan (-)
A : P5A0 post partum spontan

4
P: - Drip MgSO4 6 gram selama 24 jam
- PO nifedipin 2 x 10 gr
- PCT 3 x 500 mg
- Amoxicillin 3 x 500 mg

1.11 Follow-Up
30 Juni 2014
S :-
O : KU : Baik
TD : 130/80 mmHg, nadi 84 x/menit, RR 20 x/menit, T : 370C
A : P5A0 post partum spontan hari I
P :
- IVFD RL 20 tetes/menit
- PCT 3 x 500mg
- Amoxicillin 3 x 500mg
- B.comp 1 x 1

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

PREEKLAMSIA BERAT
2.1 Defenisi
Preeklamsia berat ialah preeklamsia dengan tekanan darah sistolik
≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria 5
g/24 jam.1
Penyakit ini timbul sesudah minggu ke-20 kehamilan dan paling sering
terjadi pada primigravida yang muda. Kalau tidak diobati atau tidak terputus
oleh persalinan dapat menjadi eklampsia.2

2.2 Etiologi
Penyebab preeklamsia belum diketahui tapi pada penderita yang
meninggal karena eklamsia terdapat perubahan yang khas pada berbagai
organ. Tetapi kelainan yang menyertai penyakit ini adalah spasme arteriol,
tretensi Na dan air dan cougulopati intravaskuler. 2,
Walaupun vasopasme mungkin bukan merupakan sebab primer
penyakit ini, akan tetapi vasospasmus ini menimbulkan berbagai gejala yang
menyertai eklamsia. Vasopasme menyebabkan : 2
- Hipertensi
- Pada otak (sakit kepala dan kejang)
- Pada plasenta (solutio placenta dan kematian janin)
- Pada ginjal (oliguria dan insuffisiensi)
- Pada hati (ikterus)
- Pada retina (amourose)

2.3 Patofisiologi
Etiologi dari sindroma hipertensi yang diinduksi kehamilan
tidakdiketahui, tetapi telah diterima bahwa kelainan patofisiologi yang
mendasari adalah pengerutan arteriolar merata atau vasospasme. Kenaikan
tekanan darah dapat ditimbulkan baik oleh peningkatan curah jantung

6
ataupun resistensi pembuluh darah sistemik. Curah jantung pada pasien
hamil dengan preeklampsia dan eklampsia tidak jauh berbeda dengan
pasien hamil normal dalam trimester terakhir kehamilan, dilain pihak
resistensi pembuluh darah terbukti dapat meningkat nyata. Aliran darah
ginjal dan tingkat filtrasi glomerulus (GFR) pada pasien dengan
preeklampsia maupun eklampsia jauh lebih rendah dari pada pasien
dengan kehamilan normal pada periode gestasi yang sebanding.
Pengurangan aliran darah ginjal telah terbukti berkaitan dengan
pengerutan pada sistem arteriolar aferen. Vasokonstriksi aferen ini yang
akhirnya dapat mengakibatkan kerusakan pada membrane glomerulus,
sehingga permeabilitas terhadap protein meningkat. Vasokonstriksi ginjal
dan pengurangan GFR juga dapat menyebabkan oliguria. Pada trimester
ketiga kehamilan normal, dinding muskuloelastis arteri spiralis secara
perlahan digantikan oleh bahan fibrinosa sehingga dapat berdilatasi
menjadi sinusoid vaskular yang lebar. Pada preeklampsia dan eklampsia,
dinding muskuloelastik tersebut dipertahankan sehingga lumennya tetap
sempit. 3
Hal ini mengakibatkan antara lain: Hipoperfusi plasenta dengan
peningkatan predisposisi terjadinya infark, berkurangnya pelepasan
vasodilator oleh trofoblas seperti prostasiklin dan prostaglandin yang pada
kehamilan normal akan melawan efek renin-angiotensin yang berefek
meningkatkan tekanan darah. Hipoperfusi plasenta pada akhirnya akan
menimbulkan: iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan
antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi
yang berkurang, rangsangan produksi renin di utero plasenta akibat
hipoperfusi uterus yang mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu,
renin juga meningkatkan kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor
lain (angiotensin, aldosteron) sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang
lebih tinggi, penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke janin, yang dapat
mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin dan hipoksia hingga kematian
janin. 3

7
Fungsi organ-organ lain:
1. Otak: pada orang hamil normal perfusi serebral tidak berubah, namun pada
preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah otak, penurunan perfusi dan
suplai oksigen otak sampai 20%. Spasme menyebabkan hipertensi
serebral, faktor penting terjadinya perdarahan otak dan kejang/eklampsia.
2. Hati: terjadi peningkatan aktifitas enzim-enzim hati pada preeklampsia
yang berhubungan dengan beratnya penyakit.
3. Ginjal: karakteristik histologis pada lesi renal pada preeklampsia adalah
adanya endoteliasis glomerulus, dimana glomerulus besar dan
membengkak dengan sel-sel endotel bervakuola. Gambaran histologis ini,
berpasangan dengan vasokonstriksi umum yang menandai preeklampsia,
menyebabkan penurunan sebesar 25-30% dari aliran plasma ginjal dan
glomerular filtrasi dibandingkan dengan kehamilan normal.
Bagaimanapun, kerusakan fungsional pada ginjal dibandingkan dengan
preeklampsia secara umum bersifat ringan dan mengalami perbaikan
sempurna setelah persalinan. Sebagai contoh gagal ginjal akut pada wanita
preeklampsia yang secara klinis bermakna jarang terjadi. Kerusakan ginjal
sekunder dengan perubahan patologi seperti ini terlihat paling umum pada
preeklampsia dan biasanya mengalami perbaikan sempurna setelah
persalinan. Sebaliknya Pada preeklampsia, arus darah efektif ginjal
berkurang ± 20%, filtrasi glomerulus berkurang ± 30%. Pada kasus berat
terjadi oliguria, uremia, sampai nekrosis tubular akut dan nekrosis korteks
renalis. Ureum-kreatinin meningkat jauh di atas normal. Terjadi juga
peningkatan pengeluaran protein (sindroma nefrotik pada kehamilan). 3

2.4 Klasifikasi
1. Preeklamsia berat tanpa impending eclampsia
2. Preeklamsia berat dengan impending eclampsia
Jika preeklamsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri
kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan
kenaikan progresif tekanan darah. 1

8
2.5 Gejala-gejala1,2
1. Hipertensi
Tekanan darah dapat mencapai 180 mmHg sistol dan 110 mmHg
diastol tapi jarang mencapai 200 mmHg. Jika tekanan darah melebihi
200 mmHg maka biasanya penyebabnya adalah hiperyensi esensial.
2. Oedem
Timbulnya oedem didahului oleh bertambahnya berat badan yang
berlebihan. Penambahan berat ½ kg pada ibu hamil dianggap normal,
jika mencapai 1 kg seminggu atau 3 kg dalam sebulan preeklamsia
harus dicurigai. Penambahan berat badan yang sekonyong-konyong ini
disebabkan retensi air dalam jaringan dan kehamilan baru tampak
edema, edema tidak hilang dengan istirahat.
3. Proteinuria
Proteinuria terjadi karena vasopasme pembuluh darah ginjal.
Proteinuria biasanya timbul lebih lambat dari hipertensi dan tambah
berat.
4. Gejala-gejala subjektif
Perlu ditekankan bahwa hipertensi tambah berat dan proteinuria yang
merupakan gejala-gejala terpenting dari preeklamsia tidak diketahui
oleh penderita. Karena itu prenatal care sangat penting untuk diagnosis
dan terapi preeklamsia dengan cepat. Gejala-gejala subjektif tersebut
antara lain :
- Sakit kepala yang keras karena vasopasmus atau oedem otak
- Sakit ulu hati karena regangan selaput hati oleh haemorhagia atau
oedem, atau sakit karena perubahan pada lambung.
- Gangguan penglihatan :
Penglihatan menjadi kabur malahan kadang-kadang pasien buta,
gangguan ini dapat disebabkan oleh vasospasmus, oedem atau
ablatio retina.

9
2.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria preeklamsia berat,
preeklamsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut : 1
1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik
mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah
dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
2. Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif.
3. Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
4. Kenaikan kadar kreatinin plasma.
5. Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma dan pandangan kabur.
6. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregannya kapsula Glisson).
7. Edema paru-paru dan sianosis.
8. Hemolisis mikroangiopati.
9. Trombositopenia berat < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit
dengan cepat.
10. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler) peningkatan kadar
alanin dan aspartat aminotransferase.
11. Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat.
12. Sindrom HELLP.

2.6 Penatalaksanaan
Perawatan preeklamsia berat dibagi menjadi 2 unsur : 1,4,5,6
1. Sikap terhadap penyakitnya (pemberian obat-obatan atau terapi
medisinalis)
a. Pengelolahan umum
 Jika tekanan darah diastolik > 110 mmHg, berikan
antihipertensi sampai tekanan diastolik 90-100 mmHg.
 Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar 16 atau lebih.
 Ukur keseimbangan cairan

10
 Katerisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan
proteinuria urin
 Jangan tinggalkan pasien sendiri, kejang disertai aspirasi dapat
menyebabkan kematian pada ibu
 Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung setiap 1 jam.
 Auskultasi paru untuk mencari adanya edema paru
 Nilai pembekuan darah denagn uji pembekuan. Jika
pembekuan terjadi setelah 7 menit, kemungkinan terdapat
koagulapati.
b. Pemberian obat anti kejang
Obat anti kejang adalaha :
MgSO4, obat anti kejang lain diazepam dan fenitoin.
Cara pemberian Magnesium Sulfat :
 Loading dose : initial dose
4 gram MgSO4, : intravena (40% dalam 10 cc) selam 15 menit
 Mintenence dose
Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringel Laktat selama 6
jam, atau diberikan 4 gram i.m tiap 4-6 jam.
 Syarat-syarat pemberian MgSO4
- Harus tersedia antidotum yaitu kalsium glukonas 10%
diberikan i.v 3 menit
- Refleks patella (+)
- Frekuensi pernafasan > 16 kali/menit
- Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
 Hentikan pemberian jika :
- Refleks patella (-)
- Bradipnea < 16 kali/menit
c. Diuretik
Tidak rutin diberikan kecuali jika ada edema paru, payah jantung,
edema anasarka. Diuretik yang digunakan adalah furosemid.

11
d. Antihipertensi
 Obat pilihan adalah nifedipin yang diberikan 5-10 mg oral
yang dapat diulang sampai 8 kali/24 jam.
 Jika respon tidak membaik setelah 10 menit, berikan tambahan
5 mg nifedipin sublingual.
 Labetolol 10 mg oral. Jika respon respon tidak membaik 10
menit, berikan lagi labetolol 20 mg oral.

2. Sikap terhadap kehamilannya


a. Aktif : kehamilan segera diakhiri atau diterminasi bersama
denagan pemberian pengobatan medikamentosa. Indikasinya antara
lain :
 Ibu
- Umur kehamilan ≥ 37 minggu.
- Adanya tanda-tanda impending eklamsia
- Diduga terjadi solutio plasenta
- Timbul onset persalinan, ketuban pesah, atau perdarahan.
 Janin
- Adanya tanda-tanda fetal distres
- Adanya tanda-tanda intra uterin growth restriction
- Oligohidramnion
 Laboratorik
- Adanya tanda-tanda sindrom HELLP khususnya
penurunan tombosit terlalu cepat
Persalinan :
- Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan
berdasarkan keadaan obstetrik pada waktu itu apakah sudah
inpartu atau belum.
- Pada preeklasia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam.
- Jika terjadi gawat janin persalinan atau persalinan tidak dapat
terjadi dalam waktu 12 jam lakukan seksio sesaria.

12
- Jika seksio sesaria akan dilakukan, perhatikan bahwa tidak
terdapat koagulopati.
- Jika serviks telah mengalami pematangan, lakukan induksi
dengan oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml dektrose 10 tetes/menit
atau dengan cara pemberian prostaglandin atau misoprostol.
b. Konservatif : kehamilan tetap dipertahankan bersama dengan
pengobatan medikamentosa, indikasinya adalah kehamilan preterm
≤ 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impetiding eklamsia dengan
keadaan janin baik.

2.7 Prognosis
Tergantung pada terjadinya eklamsia, di negara maju kematian karena
preeklamsia ± 0,5%. Prognosa untuk anaknya juga kurang baik tergantung
pada saatnya preeklamsia menjelma dan beratnya preeklamsia. Kematian
perinatal ± 20%, hal ini sangat dipengaruhi oleh prematuritas.2,5,6

KEMATIAN JANIN
2.1 Defenisi
Menurut WHO dan The American College of Obstetricians and
Ginecologists yang disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam
rahim dengan berat badan 500 gram atau kematian janin dalam rahim pada
kehamilan 20 minggu atau lebih. 1

2.2 Etiologi
Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian
janin dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal, atau kelainan patologik
plasenta. 1
 Faktor maternal antara lain adalah
Pos term (>42minggu), diabetes mellitus tidak terkontrol, sistemik
lupus eritematosus, infeksi, hipertensi, preeclampsia, eklampsia,
hemoglobinopati, umur ibu tua, penyakit rhesus, rupture uteri,
antifosfolipid sindrom, hipotensi akut ibu, kematian ibu.

13
 Faktor fetal antara lain adalah
Hamil kembar, hamil tumbuh terhambat, kelainan congenital, kelainana
genetic, infeksi.
 Faktor plasental antara lain adalah
Kelaianan tali pusat, lepasnya plasenta, ketuban pecah dini, vasa previa
 Sedangkan faktor risiko terjadinya kematian janin interauterin
meningkat pada usia ibu >40tahun, pada ibu infertile, kemokonsentrasi
pada ibu,riwayat bayi dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu
(ureplasma urelitikum), kegemukan, ayah berusia lanjut.
Untuk diagnosis pasti penyebab kematian sebaiknya dilakukan
otopsi janin dan pemeriksaan plasenta serta selaput. Diperlukan evaluasi
secara komprehensif untuk mencari penyebab kematian janin termasuk
analisis kromosom, kemungkinan terpapar infeksi untuk mengantisipasi
kehamilan selanjutnya.

2.3 Patofisiologi
Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah
perubahan- perubahan sebagai berikut : 7
1. Rigor mostis (tegang mati)
Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.
2. Stadium maserasi I
Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih tapi
kemudian menjadi merah. Stadium ini berlangsung 48 jam setelah mati.
3. Stadium maserasi II
Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat,
stadium ini berlangsung 48 jam setelah anak mati.
4. Stadium maserasi III
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin sangat lemas,
hubungan antara tulang-tulang sangat longgar dan terdapat oedem
dibawah kulit.

14
2.4 Diagnosis
 Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan USG dimana tidak
tampak pergerakan janin.
 Pada anamnesis : gerakan janin menghilang, tinggi fundus uteri
menurun, berat badan ibu menurun dan lingkaran perut ibu mengecil.
 Dengan fetoskopi dan dopler tidak dapat didengarkan adanya bunyi
jantung janin. 1

2.5 Penatalaksanaan1,7
 Bila kematian janin telah ditegakkan penderita segera diberi informed
consent rencana penatalaksaannya, rekomendasikan untuk segera
diintervensi.
 Persalinan pervaginm dapat ditunggu lahir spontan setelah 2 minggu,
umumnya tanpa komplikasi, persalinan dapat terjadi secara aktif dengan
induksi persalinan dengan oksitosin atau misoprostol.
 Tindakan perabdominal bila letak janin melintang

2.6 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah trauma psikis ibu ataupun keluarga,
apabila antara kematian janin dan persalinan lama maka dapat terjadi infeksi
dan terjadi koagulopati jika kematian janin > 2 minggu. 1,7

15
BAB III
ANALISIS KASUS

Diagnosis awal pada pasien ini adalah PEB dan IUFD hal ini ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Dari
anemnesis didapati gejala subjektif berupa bengak pada kedua kaki dan tekanan
darah yang sering tinggi, ibu juga mnegeluh gerakan janin yang berkurang ± 2
hari SMRS, sedangkan pada pemeriksaan fisik didapati tekanan darah 170/100
mmHg, pemeriksaan ekstremitas terdapat edema pretibial, sedangkan dari
pemeriksaan penunjang didapati proteinuria positif 2 (++), DJJ (-).
Penatalaksanaa pada pasien ini sudah tepat. Pada pasien ini juga
diberikan MgSO4 dikarenakan untuk mencegah terjadinya kejang serta pemberian
antihipertensi.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Wibowo B, Rachimhadi T. Ilmu kebidanan. Edisi ke-2. Jakarta. Yayasan


Bina Pustaka Saewono Prawihardjo. 2008. hal. 544-550.
2. Sastrawan Sulaiman. Obstetri Patologi. Bandung. Bagian Obstetri dan
ginekologi Fakultas Universitas Padjajaran. 1981. hal. 91-98.
3. Hadi Naba. Patofisiologi Preeklamsia Berat. Jurnal kedokteran Universitas
Sumatra Utara (serial online).2011 (diakses 15 Februari 2012); di unduh dari:
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22337/.../Chapter%20II.pdf
4. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ et al. Obstetri Williams. Edisi 23.
Volume 2. Jakarta: EGC; 2013.
5. Wijoksastro Gualardi H. Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan Neonatologi
Emergensi Dasar. 2008. Hal.5-1 – 5-10.
6. Roeshadi Haryono. Upaya Menurunkan Angka Kesakitan dan Kematian Ibu
pada Penderita Preeklampsia dan Eklampsia. Universitas Sumatera Utara.
Medan. 2006.
7. Pangemanam Win T. Komplikasi Akut Pada Preeklampsia. Bagian Obstetri
dan Ginekologi RSMH/FK UNSRI. Palembang. 2002.

17

Anda mungkin juga menyukai