Anda di halaman 1dari 50

Pencuplikan Sinyal

SINYAL
Sinyal adalah besaran yang berubah dalam waktu dan atau dalam
ruang, dan membawa suatu informasi.
Berbagai contoh sinyal dalam kehidupan sehari-hari bersifat sinyal
analog, misalnya: arus atau tegangan, suara, suhu.
Representasi sinyal berdasarkan dimensinya dibagi menjadi
Dimensi-1 (contoh : sinyal audio)
Dimensi-2 (contoh : citra)
Dimensi-3 (contoh : video).
Suatu sinyal mempunyai beberapa informasi yang dapat diamati,
misalnya amplitudo, frekuensi, perbedaan fase, dan gangguan akibat
noise, untuk dapat mengamati informasi tersebut, digunakan
peralatan ukur elektronik seperti osciloskop, spektrum analyser.
Klasifikasi Sinyal
Konsep Frekuensi
Analog to Digital Converter (ADC)

xa  t  x n  xq  n  01011…..
Pencuplikan Kuantisasi Pengkodeaan

xa  t  x n 

Sinyal Analog Sinyal Waktu Diskrit Sinyal Terkuantisasi Sinyal Digital


Pengubahan Sinyal Analog ke Digital
• Proses pengubahan sinyal analog menjadi sinyal digital harus melalui dua tahapan :
 Tahap pencuplikan (sampling) : sinyal dicuplik amplitudonya pada titik-titik
dengan perioda tertentu sepanjang kehadiran sinyal  mengubah sinyal
kontinyu menjadi sinyal diskrit.
 Tahap kuantisasi (quantization) : hasil cuplikan diberi bobot nilai tertentu
dengan nilai acuan terdekat .

• Selanjutnya, sinyal hasil pencuplikan dan kuantisasi bisa diproses menjadi sinyal
digital.
Proses pencuplikan
• Sinyal tercuplik r*(t) diperoleh dari perkalian sinyal masukan r(t) dan
sinyal pencuplik P(t).

• Contoh :
n
• Kriteria Nyquist dalam pencuplikan : frekuensi pencuplik minimal harus
2x lebih besar dari frekuensi maksimum sinyal yang dicuplik.

 fs = frekuensi pencuplik, fin = frekuensi sinyal yang dicuplik.


• Apabila syarat ini tidak dipenuhi maka akan dihasilkan sinyal tercuplik
yang sangat berbeda dengan sinyal aslinya  aliasing.
• Aliasing :
• Derau Aliasing : timbul akibat dari frekuensi pencuplik lebih rendah dari
frekuensi yang disyaratkan oleh Nyquist.

• Derau aliasing bisa diatasi dengan memberikan tapis LPF atau BPF
berorde tinggi  misalnya LPF jenis Butterworth orde > 4.
• Contoh soal : Perhatikan sinyal analog berikut: x(t) = 2 cos 400
t + 3 sin 600 t + 8 cos 1200 t.
a. Berapa frekuensi pencuplikan yang memenuhi kriteria
Nyquist untuk sinyal ini ?
b. Bila dipakai frekuensi pencuplikan 500 Hz, bagaimana hasil
sinyal waktu diskrit yang diperoleh?
• Jawab : Sinyal ini bisa dinyatakan dengan:
x(t) = 2 cos 2(200)t + 3 sin 2(300)t + 7 cos 2(600)t,
maka frekuensi maksimum untuk sinyal analog ini adalah 600 Hz,
sehingga
a. frekuensi pencuplikan minimum yang memenuhi kriteria
Nyquist adalah 2 x 600 Hz = 1200 Hz.
b. Bila frekuensinya 500 Hz maka tidak memenuhi frekuensi
minimum dari Nyquist  muncul aliasing  sinyal akan
terdistorsi berat.
Kuantisasi
Proses Kuantisasi
• Kuantisasi : proses pembobotan aras nilai hasil pencuplikan ke nilai acuan
yang telah ditentukan.
• Nilai hasil pencuplikan belum tentu tepat sama dengan nilai acuan yang
ada sehingga nilainya disetarakan/dibulatkan ke nilai acuan terdekat 
timbul kesalahan  dianggap sebagai derau  disebut derau kuantisasi
(quantization noise).

eq(n) =
kesalahan
Kesalahan Kuantisasi
• Nilai acuan dalam sinyal tercuplik disebut aras kuantisasi, di
mana jarak antara dua aras kuantisasi ( yang berurutan disebut
langkah kuantisasi (quantization step size) atau resolusi
kuantisasi.
• Dalam pembulatan, kesalahan kuantisasi dibatasi oleh :

• Artinya, kesalahan kuantisasi maksimum adalah sebesar /2 


semakin kecil nilai  semakin tinggi resolusi), semakin kecil
kesalahan.
• Namun, semakin tinggi resolusi  jumlah bit semakin besar 
kapasitas memori yang dibutuhkan juga semakin besar.
KESALAHAN KUANTISASI
Error Kuantisasi
( eq(n) )

• Diperoleh dari kesalahan yang ditampilkan


oleh sinyal bernilai kontinu dengan himpunan
tingkat nilai diskrit berhingga.
• Secara Matematis, merupakan deret dari
selisih nilai terkuantisasi dengan nilai cuplikan
yang sebenarnya.
eq(n) = Xq (n) – X (n)

42
1,0 X(n)=0,9n Xa(t)=0,9t
0,8

0,6

0,4
0,2

0 1 2 3 4 5 6 7 8 n
T
T=1s Tingk. Kuantisasi
1,0 Xa(t)=0,9t
0,9 Xq(n) L=jml tingkatan
0,8 kuantisasi
0,7
0,6 Langkah
0,5 
kuantisasi
0,4
0,3 X max  X min

0,2 L 1
0,1
0 1 2 3 4 5 6 7 8 n
Pengkodean
 Setiap sinyal amplitudo diskrit yang dikuantisasi
direprentasikan kedalam suatu barisan bilangan biner dari
masing-masing bit.
 Sinyal digital yang dihasilkan ADC berupa bilangan basis 2
(0 dan 1). Idealnya output sinyal tersebut harus dapat
merepresentasikan kuantitas sinyal analog yang
diterjemahkannya.
 Representasi ini akan semakin baik ketika ADC semakin
sensitif terhadap perubahan nilai sinyal analog yang masuk.

44
• Jika nilai 0-15 volt dapat diubah menjadi digital dengan skala 1 volt, artinya
rentang nilai digital yang diperoleh berupa 16 tahap (dari 0 bertahap naik 1
volt hingga nilai 15 atau setara dengan 0000 atau 1111).

Tahapan sejumlah ini dapat diperoleh dengan membuat rangkaian ADC


4bit (karena jumlah bit (n) merepresentasikan 2 n nilai skala, 24 =16 skala).

• Misal kita ingin menaikan jumlah bit menjadi 8, maka nilai 0-15 volt dapat
di representasikan oleh 28 (256) skala atau setara dengan skala 62.5mV,
Hasilnya rangkaian semakin sensitif terhadap perubahan sinyal analog yang
terbaca.

Jadi, dapat disimpulkan semakin besar jumlah bit, maka semakin sensitif
atau semakin tinggi resolusi rangkaian ADC.
RESOLUSI

Adalah jumlah bit output pada ADC. Sebuah rentang sinyal


analog dapat dinyatakan dalam kode bilangan digital.
Sebuah sinyal analog dalam rentang 16 skala (4 bit) adalah
lebih baik resolusinya dibanding membaginya dalam rentang
8 skala (3 bit).
Karena besar resolusi sebanding 2n .
semakin besar jumlah bit , resolusi akan semakin bagus.
Contoh pada ADC 0804
• Untuk operasi normal, menggunakan Vcc = +5 Volt sebagai tegangan
referensi.
Dalam hal ini jangkauan masukan analog mulai dari 0 Volt sampai 5 Volt
(skala penuh), karena IC ini adalah SAC 8-bit, resolusinya akan sama
dengan :

Artinya : setiap kenaikan 1 bit, kenaikan tegangan yang dikonversi sebesar


19,6 mVolt

47
Coding

Anda mungkin juga menyukai