Anda di halaman 1dari 87

Gastroenterology

UKMPPD UNISBA 2019


Oral Aphtous

Definisi & Epidemiologi


• Stomatitis aftosa rekurens (SAR) merupakan penyakit
mukosa mulut tersering dan memiliki prevalensi
sekitar 10 – 25% pada populasi.
• Sebagianbesar kasus bersifat ringan, self-limiting, dan
seringkali diabaikan oleh pasien.
• Namun, SAR juga dapat merupakan gejala dari
penyakit-penyakit sistemik, seperti penyakit Crohn,
penyakit Coeliac, malabsorbsi, anemia defisiensi besi
atau asam folat, defisiensi vitamin B12, atau HIV.
Aftosa/Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR)
Terapi
Pengobatan yang dapat diberikan untuk mengatasi
SAR adalah:
1. Larutan kumur chlorhexidine 0,2% untuk
membersihkan rongga mulut. Penggunaan
sebanyak 3 kali setelah makan, masing-masing
selama 1 menit.
2. Kortikosteroid topikal, seperti krim
triamcinolone acetonide 0,1% in orabase sebanyak
2 kali sehari setelah makan dan membersihkan
rongga mulut.
Parotitis
Definisi
• Parotitis adalah peradangan pada kelenjar parotis.
Parotitis dapat disebabkan oleh infeksi virus, infeksi
bakteri, atau kelainan autoimun, dengan derajat
kelainan yang bervariasi dari ringan hingga berat.
Epidemiologi
• Salah satu infeksi virus pada kelenjar parotis, yaitu
parotitis mumps (gondongan) sering ditemui pada
layanan primer dan berpotensi menimbulkan
epidemi di komunitas.
Manifestasi klinis
• Demam
• Pada area preaurikuler
(lokasi kelenjar parotis),
terdapat:
a. Edema
b. Eritema
c. Nyeri tekan (tidak ada
pada kasus parotitis HIV,
tuberkulosis, dan autoimun)
Tatalaksana
a. Nonmedikamentosa
• Pasien perlu cukup beristirahat
• Hidrasi yang cukup
• Asupan nutrisi yang bergizi
b. Medikamentosa
• Pengobatan bersifat simtomatik (antipiretik,
analgetik)
• Antibiotik jika dicurigai terdapat infeksi bakteri
Komplikasi
• 1. Parotitis mumps dapat menimbulkan komplikasi
berupa: Epididimitis,Orkitis, atau atrofi testis (pada
laki-laki), Oovaritis (pada perempuan), ketulian,
Miokarditis, Tiroiditis, Pankreatitis, Ensefalitis,
Neuritis
• 2. Kerusakan permanen kelenjar parotis yang
menyebabkan gangguan fungsi sekresi saliva dan
selanjutnya meningkatkan risiko terjadinya infeksi
dan karies gigi.
Kriteria Diagnosis (Rome III)
Nyeri abdomen atau sensasi tidak nyaman berulang paling tidak
selama 3 hari dalam satu bulan pada 3 bulan terakhir dengan 2
atau lebih gejala berikut :

Perbaikan dengan defekasi

Onset terkait dengan perubahan frekuensi buang air


besar

Onset terkait dengan perubahan bentuk atau


tampilan feses

Kriteria diagnostik terpenuhi selama 3 bulan terakhir dengan onset gejala


setidaknya 6 bulan sebelum diagnosis.
IBD
(Inflammatory Bowel Disease)
Characteristic Ulcerative Colitis Chron’s Disease
Segmen involved Colonic mucosa only Any part of GI
Most Common Site Rectosigmoid (44%) Ileocaecal junction (40%),
terminal ileum (35%)
Distribution Continous Discontinous, segmented
Ulceration Fine, superficial Deep, with submucosal
extension
Abdominal Pain, Fever +- +++
Diarrhea, Rectal Bleeding +++ +-
Weight loss, malnourished +- +++
Abdominal Mass - +
Stricture, Fistule - +
Cancer ++ +
DCBE appearance Lead pipe String Sign
Cobble stone appearance, - +
Aphtous and linear ulcer
Pseudopolyps ++ +
String Sign
Lead Pipe Colon
Very thin luminal contrast usually in
Rigid, ahaustral appearance of colon
terminal ileum from spasm and
classically seen with chronic
eventually fibrosis seen in mostly
ulcerative colitis
crohn’s disease
Diare
PatogenPatogen
PotensialPotensial
Diare Diare
Patogen Sumber
Salmonella Telur, daging, produk susu
Shigella 20% bersumber dari makanan, penularan bisa
terjadi secara kontak langsung manusia ke
manusia
Campylobacter jejuni Unggas
Staphylococcus aureus, Bacillus Tersering pada keracunan makanan
cereus
Clostridium perfringens Makanan kaleng kadaluarsa
Vibrio cholerae Kerang, makanan mentah (sushi)
E. Coli (EHEC) Daging setengah matang, air terkontaminasi
ETEC, EAEC Wisatawan
Clostridium difficile Pemakaian antibiotika (dalam 2 bulan terakhir)
Cryptosporidium, Microsporidia, Wisatawan, meminum air kolam renang
Isospora, Giardia
Entamoeba hystolitica Wisatawan, Kontak seksual MSM
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,
karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian
antibiotik.

Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi, seperti
persisten atau
pasien
demam, feses berdarah, leukosit pada feses, penyelamatan jiwa diare pada pelancong,
immunocompromised.
pada diare infeksi,
Disentri Basiler vs Amoeba
Disentri basiler “LYING Disentri amoeba “WALKING”
DOWN” • Kausa : Entamoeba hystolitica
• Kausa: Shigella dysenteriae • Diare disertai darah dan lendir dalam
• Mendadak, 6-24 jam pertama bisa tinja.
tanpa darah • Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit
• Setelah 12-72 jam 🡪 darah dan lendir (+) daripada disentri basiler (≤10x/hari)
• Sakit perut hebat (kolik)
• Panas tinggi (39,5 - 40,0 C), kelihatan
• Gejala konstitusional (-) 🡪 demam
toksik.
• Muntah-muntah hanya ditemukan pada 1/3 kasus)
• Anoreksia • Antiparasit = Metronidazole 3x500- 750
mg, 5-10 hari)
• Sakit kram di perut dan sakit di anus saat
BAB.
• Kadang-kadang disertai dengan gejala
menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang,
sakit kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi)
• Antibiotik = Ciprofloxacin 2x500 mg (5
hari), Cotrimoxazeole ( 2x960 mg, 5-7 hari)
Dyspepsia
Strategi tata laksana adalah memberikan terapi
empirik selama 1-4 minggu sebelum hasil investigasi
Alur manajemen dyspepsia awal, yaitu pemeriksaan adanya Hp

Tanda Bahaya Dyspepsia:

penurunan berat badan (unintended)

disfagia progresif

muntah rekuren/persisten

perdarahan saluran cerna

anemia

demam Tidak

Massa daerah abdomen bagian atas


Ya
riwayat keluarga kanker lambung
Ya Tidak
dispepsia awitan baru pada pasien >45 tahun.

Obat yang dipergunakan dapat berupa antasida, antisekresi asam lambung (PPI misalnya omeprazole,
rabeprazole dan lansoprazole dan/atau H2-Receptor Antagonist [H2RA]), prokinetik, dan sitoprotektor
(misalnya rebamipide), di mana pilihan ditentukan berdasarkan dominasi keluhan dan riwayat
pengobatan pasien sebelumnya.
Penggunaan prokinetik seperti
metoklopramid, domperidon, cisaprid,
itoprid dan lain sebagainya dapat
memberikan perbaikan gejala pada beberapa
pasien dengan dispepsia fungsional.

Hal ini terkait dengan perlambatan


pengosongan lambung sebagai salah satu
patofisiologi dispepsia fungsional.

Data penggunaan obat-obatan antidepresan


atau ansiolitik pada pasien dengan dispepsia
fungsional masih terbatas.
Ulkus peptikum
A peptic ulcer is a mucosal
break, 3 mm or greater in
size with depth, that can
involve the stomach or
duodenum.
Duodenal Ulcer Gastric Ulcer
• May present < age 40 • Usually seen in
• Rarely associated with 50-60 year olds
NSAID use • Strong relationship to
• Pain often on empty NSAID use
stomach, better with • Pain usually worse after
food or antacids meals
• H. pylori in 90% to 100% • H. pylori in 70% to 90%
Terapi Ulkus
Peptikum
Efek Samping Antasida
Chronic consumption of Antacids

Vit B12 deficiency

Anemia
NSAIDs induced
Recommendation NSAID Ulcer
Helicobacter Infection
How H. Pylori causing ulcer
Metode Diagnosis
H. pylory
Metronidazole can be substituted for amoxicillin in penicillin-allergic individuals
Gejala spesifik untuk GERD

• Heartburn dan/ atau regurgitasi


yang timbul setelah makan.

Penunjang Dx

• GERD-Q
• Endoskopi (GOLD STD)
• Histopatologi
• pH-metri 24 jam
• PPI test
PPI Test
Tes ini dilakukan dengan
memberikan PPI dosis ganda
selama 1-2 minggu tanpa didahului
dengan pemeriksaan endoskopi.

Jika gejala menghilang dengan


pemberian PPI dan muncul kembali
jika terapi PPI dihentikan, maka
diagnosis GERD dapat ditegakkan.

Dalam sebuah studi metaanalisis, PPI


test dinyatakan memiliki sensitivitas
sebesar 80% dan spesifitas sebesar
74%
Complications
1. Stricture
2. Mallory Weiss
tear
3. Barrets
Esophagus

©Bimbel UKDI MANTAP


Barret ’s Esophagus
GI Worm Helminthes

Nemathelminthes (Benang) Platyhelminthes (Pipih)

Nematoda Usus Nematoda Jaringan Trematoda (Daun) Cestoda (Pita)

Wucheria bancrofti, brugia Fasciola hepatica Diphyllobothrium latum


Ascaris lumbricoides malayai, timori

Ancylostoma caninum, Fasciolopsis buski Taenia solium


braziliense

Trichuris trichiura Schistosoma japonicum, Taenia saginata


mansoni, haematobium

Echinococcus
Strongyloides stercoralis granulosus

Enterobius vermicularis

Hookworm
Ascaris Lumbricoides
• Merupakan Soil
transmitted helminths
• Jika terinfeksi 🡪
askariasis
• Cacing gelang dewasa
bentuknya mirip dengan
cacing tanah, tubuh
berwarna kuning
kecoklatan
• Telur bulat-oval dinding
berlapis
• Keluar cacing
Ancylostoma
Braziliense
• Cacing ini menjadi
penyebab creeping
eruption pada manusia
• Braziliense mempunyai 2
pasang gigi yang tidak
sama besarnya
• A. caninum mempunyai 3
pasang gigi.
• Lesi serpiginosa
(terowongan intrakutan
sempit, merah, timbul,
gatal)
Trichuris Trichiura
• Jika terinfeksi 🡪
trikuriasis
• Bag anterior seperti
cambuk, bag posterior
lebih gemuk
• Cacing menempel mukosa
usus 🡪 iritasi dan
peradangan pada mukosa
usus 🡪 hisap darah 🡪
anemia
• 3T 🡪 trichuris,
tempayan, turun
(prolapse recti)
Strongyloides Stercoralis
• Jika terinfeksi 🡪
strongilodiasis
• Lesi creeping
eruption yang
sering disertai
rasa gatal yang
hebat.
• Berbentuk
benang halus,
tidak berwarna,
semi
transparans
Enterobius vermicularis / Oxyuris
vermicularis
• Manusia adalah satu-
satunya host dan
penyakitnya disebut
enterobiasis atau
oksiuriasis
• Terdapat pelebaran
anterior seperti sayap 🡪
alae
• Prutitus ani
• Bentuk huruf “D”(ingat
dubur)
• Scotch tape test
Hookworm
• Terdapat 2 jenis:
Ancylostoma
duodenale & Necator
americanus
• Segmented ovum
• Anemia
• Harada mori test
Therapy for Intestinal Nematoda
Nematoda Lini 1 Lini 2
Ascaris Pyrantel pamoate (10 mg/kg, Mebendazol: 2 x 100 mg sehari
Lumbricoides maks 1 g, single dose) selama 3 hariAlbendazol: dosis
tunggal 400 mg
Ancylostoma Albendazole(400 mg, single dose) Mebendazole (2x100 mg, 3 hari)
Braziliense
Trichuris Mebendazole (2x100 mg, 3 hari Albendazol: dosis tunggal 400 mg
Trichiura atau 600 mg, single dose)
Strongyloides Ivermektin: dosis tunggal 200 Albendazol: 2 x 400 mg/hari selama
Stercoralis μg/kgBB 7-14hari
Tiabendazol: 2 x 25 mg/kgBB per
hari selama 2-3 hari berturut
Enterobius Pyrantel pamoate (10 mg/kg, Albendazol: dosis tunggal 400 mg
vermicularis maks 1 g, single dose)
Hookworm Mebendazol: 2 x 100 mg selama Pirantel pamoat: A. duodenale,
3 hari dosis tunggal pirantel basa 10
mg/kgBB (maksimum 1g); N.
americanus, selama 3
hariAlbendazol: dosis tunggal 400
mg
Intoxication
Keracunan Insektisida

Keracunan Jengkol

Keracunan alkohol

Keracunan Obat

Intoksikasi Opioid

Keracunan Logam Berat

Keracunan CO

Keracunan bahan kimia dan makanan


Keracunan
Insektisida
Tatalaksana
• Stabilisasi  airway, breathing, circulation
• Dekontaminasi: mata (irigasi nacl 0,9%), pulmonal (02 lembab 100%)
• Eliminasi: pemberian arang aktif (0,5-1gr/kgbb) per 4 jam PO jika racun masih di
GI
• Antidotum
Keracunan Jengkol
• Keracunan jengkol diakibatkan memakan asam
jengkolat engkolic acid) yang terdapat pada biji
Jengkol.
• Keracunan jengkol biasa terjadi setelah 2 - 12 jam
mengonsumsi jengkol
• Gejala dan tanda: mikrohematuria asimptomatik,
kolik ringan pada abdomen, rasa mual, muntah,
diare, konstipasi, disuria hingga hematuria masif,
nyeri pinggang atau suprapubis yang hebat dan
oligoanuria serta gagal ginjal akut.
Tatalaksana
• Prinsip membuang kristal asam jengkolat
• Hidrasi yang agresif, dan alkalinisasi urin dengan
mengunakan sodium bikarbonat akan
meningkatkan solubilitas asam jengkolat.
• Peningkatan aliran urin dengan hidrasi dan diuretik
diperlukan untuk membuang endapan asam
jengkolat.
Keracunan Alkohol
• Anamnesis untuk • Jenis alcohol yang
mengetahui menyebabkan
penggunaan keracunan:
alcohol - Etanol
• Pemfis pada - Metanol
keracunan
methanol khas - Etilenn Glikol
hiperemi diskus - Dietilen Glikol
optikus dan - Propilen Glikol
edema peripapiler
pada pemeriksaan - Isoprophyl
mata Alkohol
Tatalaksana

Etanol Intox
• Eliminasi menggunakan metadoxin 300-900 mg iv dosis tunggal

Metanol Intox
• Eliminasi menggunakan penghambat alcohol dehydrogenase
(etanol) jika plasma methanol >20mg/dL, Fomepizole lebih baik
dari etanol (loading dose 15mg lalu 10mg/kg per 12 jam)

Etilen glikol, dietil glikol


• menggunakan penghambat ADH juga
Keracunan Narkotika (Opioid)
Keracunan
Logam Berat
Chelating agent pengikat logam berat:
Keracunan CO
Tatalaksana

Anda mungkin juga menyukai