1. PENDAHULUAN
M elihat perkembangan konstruksi Konstruksi Baja dewasa ini, maka bahan Baja sebagai
bahan Konstruksi terus berkembang pengunaannya baik sebagai bangunan rumah tinggal, gudang,
jembatan, maupun untuk gedung-gedung bertingkat, selain menggunakan bahan beton kayu,
danlain sebagainya sebagai bahan konstruksi. Namun dalam menentukan bentuk dan ukuran
bagiansuatu konstruksi baja maka kita harus mengikuti ketentuan ketentuan yang berlaku di
tempat itu atau ketentuan ketentuan yang lain, yang diberikan oleh yang memberi tugas atau
perintah antara lain, mengenai pengerjaan bahan, beban yang diambil, tegagan-tegagan yang
diperoleh, dan bentuk konstruksi yang direncanakan. Sebab mutu bahan yang dipergunakan sangat
berpengaruh sekali terhadap dimana lokasi didirikan serta kegunaan dari konstruksi tersebut.
Page |2
Apabila kita melihat tentang perencanaan suatu struktur,maka menurut Charles G.Salmon,
Jon.E.Johnson, mendefenisikan bahwa perencanaan struktur adalah sebagai paduan dari seni dan
ilmu yang menggabungkan intuitif seorang insinyur berpengalaman, dalam kelakuan strutur
dengan pengetehuan mendalam tentang prinsip-prinsip statika, Mekanika bahan dan Analisa
Struktur, untuk mendapatkan yang ekonomis dan aman serta sesuai dengan tujuan pembuatanya.
Sedangkan prinsip-prinsip dari perencanaan adalah suatu proses untuk mencapai penyelesaian
yang optimis.
Akan tetapi kita sebagai seorang perencana tidak lepas dari beberapa kriteria yang perlu kita tinjau
antara lain:
Dari kriteria tersebut diatas maka jelaslah yang perlu diperhatikan oleh seorang perencana,
walaupun ada beberapa kriteria lain seperti tinjauan analisa optimasi terhadap struktur
tersebut, untuk mendapatkan struktur yang ekonomis tanpa mengurangi faktor-faktor
kekuatan.
Page |3
1. keteguhan (solidity) yaitu, batas dari tegangan-tegangan dalam dimana perpataha mulai
berlangsung, ini berarti daya lawan baja terhadap tarikan, tekanan dan lentur.
2. Elastisitas (Elastisity) adalah kesanggupan untuk dalam batas-batas pembebanan tertentu, dan
apabila sesudahnya pembebanan ditiadakan, kembali pada bentuk semula.
3. Kekenyalan atau keliatan (Tenacity), merupakan kemanpuan baja untuk menyerap energy
mekanis atau kesanggupan untuk menerima perubahan-perubahan bentuk yang besar tampa
menderita kerugian berupa cacat-cacat atau kerusakan yang terlihat dari luar, dan dalam
jangka pendek sebelum patah, masih bisa berubah bentuknya.
4. Kemugkinan ditempat (Malleability), dalam keadan merah pijar baja menjadi lembek dan plasis
tampa merugikan sifat-sifat keteguhannya sehingga dapat dirubah bentuk dengan baik.
Page |4
5. kemungkinan dilas (Weldability), sifat dalam keadaan panas dapat digabungkan satu sama lain
dengan memakai atau tidak memakai bahan tambahan, tanpa merugiakan sifat-sifat
keteguhannya.
6. Kekerasan (Hardens), kekuatan melawan terhadap masuknya benda lain kedalamnya.
Dari sifat-sifat utama yang dimiliki oleh baja, untuk kepentigan perencanaan stuktur
ditetapkan Konstanta baja, yaitu:
fu
Fy f yu
fmin
tan -1 E
2%
ε
ε sh = 15 % ± 20%
Tegangan leleh dan Tegangan-tegangan dari bermacam-macam baja bangunan dapat dilihat
pada table 1 yang tergantung dari jenis atau mutu baja yang dipakai, yang dimaksud dengan
tegangan leleh ialah σ1 tegangan yang menyebabkan regangan tetap sebesar 0,2 %.
Tabel 1.1 MPa = 10 kg/𝒄𝒎𝟐
Sebutan 𝝈𝟏 𝝈𝒂
Dimana harga-harga tegangan yang tercantum pada tabel 1 adalah untuk elemen-elemen
bajayang tabelnya kurang dari 40 mm.
Page |7
Sedangkan untuk elemen baja yang tabelnya lebih dari 40 mm, tetapi kurang dari 100 mm, harga-
harga pada tabel 1 harus dikurangi 10%. Untuk dasar perhitungan tegangan-tegangan diijinkan
pada suatu kondisi pembebanan tertentu, dipakai tengangan dasar yang besarnya dapat dihitung
dari persamaan σa = σ1 : 1,5.
Yang dimaksud dengan rangka yaitu suatu konstruksi pendukung yang terdiri dari segitiga
batang. Dan bentuk segitiga ini dipilih berhubung tanah bentuk, dan titik-titik dimana batang
itu
bertemu dipandangan sebagai engsel. Suatu rangka dapat statis tidak tertentu, hal ini
tergantung
pada banyaknya batang dan juga titik simpul.
Konstruksi menjadi statis tertentu bila: S = 2 n – 3 dimana S = banyak batang dan n = banyak
titik simpul.
Untuk Konstruksi statis tertentu gaya-gaya batang dapat dihitung dengan cara Ritter,
Culman, atau dengan diagram Cremona.
Page |9
Dalam penentuan bentuk rangka suatu konstruksi pada dasarnya adalah tergantung pada
tujuannya dan fungsinya, seperti pada gambar-gambar dibawah ini dimana kalau kita
memerlukan pinggir atas yang datar, maka dapat dibuat gelagar sejajar seperti (gambar 2.1).
Jika rangka itu diperlukan untuk kuda-kuda maka pinggir atas mengikuti bidang atap sedang
pinggir bawah bisa dibuat datar.
Tinggi rangka untuk gelagar-gelagar sejajar atau yang hampir sejajar dibuat 1/8 -1/12 kali
batang (L).
Beberapa bentuk type rangka baja antara lain:
h2
h1
h2
h1
h3
Diagonal Tarik
h2
Diagonal Tekan
h1
L L
3. KONSTRUKSI ATAP
Pada kuda – kuda baja maka konstruksi penutup atap bisa terdiri dari :
PERLETAKAN GORDING
┘└ 75 x 50 x 5
CNo. 12
ϕ 13 ┘└ 50 x 50 x5
└ 70 x 70 x 7
ϕ 16
100 25 50 50 25
└ 70 x 70 x7
└ 70 x 70 x 7
Ι No. 16
Eternit gelombang sifat menyekatnya lebih baik daripada seng gelombang dan tidak
membutuhkan pemeliharaan
Kejelekannya adalah, bahwa plat-plat ini tidak tahan tumbukan maka dari itu pemasangan
dan pengangkutannya harus hati hati, dan tentang pemasangannya hampir sama dengan seng.
4. BATANG TARIK
5. BATANG TEKAN
Batang tekan adalah batang yang menderita atau mendukung suatu gaya tekan baik secara sentris
maupun secara eksentris sehingga batang tersebut hanya menderita gaya aksial atau kombinasi
antara gaya aksial dengan momen. Dalam perencanaan suatu batang tekan yang perlu diperhatikan
adalah peristiwa tekuk. Batang tekan yang akan menekuk kearah sumbu yang mempunyai jari –
jari inersia yang terkecil. Dan gambar di bawah ini digambarkan macam – macam kedudukan
batang tekan yang berhubungan dengan panjang tekuknya.
P a g e | 15
P P
PN PN δ
F
εl εl εl εl
L L L L
y y y
y
M M
P P PN
maka,
Pkr
σkr =
P a g e | 16
2. E Rumus Euler
Jadi jelas sekali bahwa harga Pkr dan σkr berubah-ubah tergantung dari besarnya lamda
( λ ). Sebab besarnya π², E dan F adlah tetap.
Rumus Euler dibuat dengan anggapan bahwa perpanjangan atau perpendekan,
berbanding lurus ( seharga ) dengan naiknya tegangan ( Hukum HOKE ). Sedangkan Hukum
Hoke berlaku apabila besarnya tegangan hanya sampai pada batas perbandingan seharga ( batas
propotio yang bagi baja Fe 37 besarnya batas propotio ini σp = 2000 kg/cm² ). Sehingga
persamaanya menjadi :
σkr = 2
.E
2000 =
maka :
= 101.7988
Jadi dalam daerah λ < 100 maka rumus Euler tidak berlaku dan rumus Euler berlaku pada
daerah elastis ( kenyal ), daerah dimana λ > 100
Untuk daerah tidak kenyal ( daerah λ < 100 ), maka dari beberapa penyelidik antara lain : Von
Tetmayer, Rein, Karman, dan Enggeser berusaha dengan jalan pengalaman, untuk mencari
perbandingan Akr dan A, dan dari pendapat Rein tampak bahwa :
1. Pada harga λ 0 – 60 besarnya σkr adalah tetap, sebesar batas lumer Fe 37 yaitu 2400 kg/cm²
2. Pada harga kelangsingan λ 60 – 100 besarnya σkr berubah – ubah menurut garis lurus yaitu
σkr = 2890 – 8,17 λ
3. Pada λ ≥ 100, adalah daerah kenyal dan berlaku rumus Euler
P a g e | 17
P a g e | 18
J max
Iy ╩ = 2[ Iy + F ( e +1/2.a)² ] = ……… cm²
x x Iy = Iyf =
J min
Apabila Ia’ > IK’ maka harus dipergunakan pelat kopel untuk memperpendek lapangan tekuk.
Untuk mengetahui banyak lapangan tekuk ( n ) = la'/Ik' dan panjang lapangan tekuk
( l') = la'/n =..............cm
Dalam bab ini penulis mencoba mengambil suatu contoh perencanaan, guna
memberi
penjelasan dalam perencanaan konstruksi kap baja.
1. DATA PERENCANAAN
Kuda – kuda type inggris
Lebar bentang ( L ) = 10 meter
Panjang bangunan = 25 meter
Jarak kuda – kuda = 5 meter
Kemiringan atap ( ά ) = 20°
Tekanan angin rencana = 50 kg/cm²
Tegangan ijin baja (σt) = 1400 kg/cm²
P a g e | 21
λ
L
Kuda-kuda Gording
l1
l1
l1
l1
2. DIMENSI GORDING
ά = 20°
α AB = 1,66 m . cos ά = AB/A’
A B
,
λ = 1,66 A’ = = 1,76
,
Pembebanan Gording
Berat gording ditaksir = 10 kg/m
Maka berat gording ditaksir ( G1 ) = 10 . 5 = 50 kg
Berat atap seng ( BWG 24 ) = 10 kg/m²
Maka berat atap ( G2 ) = 10 . 1,76 . 5 = 88 kg
Jadi beban mati ( G ) = G1 + G2 = 50 + 88 = 138 kg
W1 = 0 · 1,76 m · 5 m = 0 kg
Beban ini adalah beban akibat orang-orang yang sedang memperbaiki atau memasang dan
W1 Y
Y
X X X
G sin α P sin α
X X X
α G G cos α α W2 α P P cos α
qy = G sin α = 47,198 kg
Dengan demikian dari hasil kedua kombinasi tersebut di atas maka diambil kombinasi yang
terbesar yaitu (A+C) W1
X
α W2
Adapun arah qx dan qy menurut perhitungan diatas adalah bekerja pada titik
simpul/tumpuan, dalam hal ini maka beban-beban tersebut merata pada gording dengan syarat
beban tumpuan qx dan qy dibagi dengan bentang gording.
Dari gambar bidang momen tersebut diatas diambil akibat momen yang terbesar (Mmax), dimana :
(Mmax) = M2 = M8 = 0,105 q · l²
dimana : Wy = 1/8 · Wx
P a g e | 27
Wx perlu =
fx = = 0,415
fy = = 1,06
fm = = 1,137
P a g e | 28
Apabila dalam hal pengontrolan lendutan ternyata difleksi yang timbul lebih besar dari yang
diijinkan maka hal tersebut perlu diatasi dengan memasang trekstang atau batang penguat
dengan
diameter ¼″. Guna memperkecil yang ada, dan selanjutnya diadakan suatu pengontrolan
sehingga
lendutan yang timbul menjadi lebih kecil dari yang diijinkan.
3. PERHITUNGAN GAYA-GAYA VERTIKAL PADA TITIK SIMPUL
3.1. Bobot kuda-kuda
= (L + 2) kg/m2
= (10+ 2) = 12 kg/m2
= 10/6 · 5 · 12 = 100 kg
P a g e | 29
Dimana arah gaya-gaya pada titik simpul tersebut vertikal (tegak lurus bidang atap).
Dari hasil perhitungan tersebut diatas maka untuk mempermudah dalam penggambaran
gaya-gaya yang bekerja maka dibuatlah tabel hasil perhitungan sebagai berikut :
2P
P P
P P
½P ½P
½ W1 ½ W2
W1 W2
W1 W2
½ W1 ½ W2
½ W2 ½ W1
W2 W1
W2 W1
½ W2 ½ W1
Dari skema pembebanan seperti diatas kita adakan suatu penyelesaian, baik secara
analitismaupun cara Cremona, untuk menghitung besarnya gaya-gaya batang yang terjadi baik
akibat berat sendiri, akibat tekanan angin, maupun tekanan angin hisap. Dari hasil gaya-gaya
batang tersebut diadakan suatu kombinasi untuk melihat gaya yang menentukan dalam
perencanaan, (hal ini diambil hasil gaya yang terbesar) baik akibat berat sendiri (A), dan
(A+B) maupun akibat (A+C), sehingga untuk mempermudah dapat dibuat tabel seperti
contoh dibawah ini, yangbesarnya gaya-gaya batang dalam tabel ditentukan dari hasil perhitungan.
1 …. …. …. ….
2 …. …. …. ….
… …. …. …. ….
dst
P a g e | 34
Diambil suatu contoh, misal besarnya gaya tarik dari hasil analisa untuk batang H1 yaitu,
P = +11660 kg.
Kontrol tegangan
Jadi tegangan yang timbul σiº = P/Fnett = 1660/7,2 = 231 kg/cm2 lebih kecil dari tegangan yang
diijinkan (memenuhi).
Contoh besarnya batang vertikal (v2) P = -355 kg, dengan panjang batang tekan l = 1,76 m
2
Imin L = 1,93 · P · Ik baca potma halaman 82
λ α
Ax = lk/ix = 176/1,35 = 130,37
130 0,250
αx = 0,250 –
130,37 …….
131 0,246 αx = 0,248
J max
Iy L = 2 · [Iy + F (s + a)2]
= 39,93 cm4
iy = iyf = = 0,537 cm
/ 0,248/0,537 = 0,461
. Maka untuk ini dipasang pelat kopel guna untuk memperpendek lapangan tekuk•
Dengan demikian untuk batang tekan tersebut dengan memakai 3 lapangan tekuk ternyata telah
memenuhi (aman)
P a g e | 39
R
½L hn = 2w + s = 2 • 2,5 + 0,8 = 5,8 cm
K lk = 176 cm; Ix = Iy = 7,83 cm⁴
½N
k = 3 • d = 4,2 cm
45.45.5
Lmax = RMS
Lmax = = 1212 kg
N= = 502,11 kg
R= = 655,95 kg
P a g e | 41
τ=
= = 426 kg/cm²
Terhadap tumpuan:
τ kerja = R/s . d
= = 586 kg/cm²
s = 0,8 cm
h = 3d + 5d + 3d = 11d = 15,4 cm
h = 15,4 45.45.5
D = Gaya-gaya yang bekerja pada
pelat
D = 2 • ½ • L = 2 • 606 = 1212 kg
0,5
σmax = M/W
M = ½ • N • C = 251,055 • 7 + 1757,4 kg/cm
dimana:
A3 n = ≈ 2 paku
A₂, A₃, D₁, adalah besarnya gaya batang, dan (n)
10,35
2,8 15,2
1435
12,8
20
A
t = 0,8 cm
45. 45 . 5
Plat simpul t = 0,8 cm
335
338
395
45. 45 . 5 45. 45 . 5 161
110
361
A 24° 72°
335
[(20 • 0,8) – 2 (1,4 • 0,8)] Z = (20 • 0,8 • 0,5 • 20) – (1,4 • 0,8 • 2,8) – (1,4 • 0,8 • 12,8) ⇒
Z = 10,35 cm
M = - 1435 (10,35 -1,6) + 361 (10,35 – 3,6) + 110 (+110 (15,2 - 10,35)
σ = ±
= ±
= 86,04 ± 179,9
σi =
PERHITUNGAN KOLOM
PV = 1120 Kg
⇒ Kolom direneanakan dengan DIN 16
PH = 180 Kg
G = 45,8 kg/m
Wx = 329 cm³
7m F = 58,4 cm²
ix = 6,71 cm
iy = 4,1 cm
M = 180 • 7 = 1260 kg m
RBH - - - - - -
Kontrol tegangan
1/3 a1 δ2 = 16,95
D
δ1 = 16,95
T a1 a2
L = 40
P a g e | 50
а : а = σ1 : σ2 а1 = •L
Gaya tarik ( T ) = ½ а 1 • σ1 . b
Gaya tekan ( D ) = ½ а2 . σ2 . b
Dalam perhitungan pelat kaki, dimana blok beton direneanakan dengan mutu beton K125
PV
Berat kolom = 7 • 45,8 = 320,6 kg
PH
M = PH • ℓ
= 180 • 7 = 1260 kg m
Diambil b = 30 cm
40 = +
40 ( 30 • L² ) = 1440,61 + 756000
⇒ , = 25,67 cm
Diambil L = 40 cm
s= = 2,5 cm = 2,5 mm
Maka penampang untuk dua jangkar = 2 • 2,72 = 5,44 cm² > 4,09 cm²
Dengan demikian angker 7/8” memenuhi.
P a g e | 54
KOLOM DIN 16
BASE PLATE PLAT SIKU 100 . 100 . 10
PLAT SIMPUL
BAUT 7/8”
7/8” ANGKER
30 cm
40 cm
Gambar . No. 12 detail kolom dan pelat kaki.
P a g e | 55
Ir. Sudirman Indra, M. Sc. Lahir 22 Agustus 1960 di Sumbawa Besar, setelah menyelesaikan
pendidikan Sarjana Muda (BE), th 1982 di Akademi Teknologi Nasianal Malang , Disamping
sebagai kordinator teknik suatu konsultan dan kontaraktor. Tahun 1983 melanjutkan studi pada
tingkatan doktoral di ITN – Malang pada jurusan yang sama, dan menyalesaikan sarjana Teknik
Sipil tahun 1985. Pada tahun 1989 mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi di Intitut
Teknologi Bandung (ITB) dan mendapatkan gelar Magester Of Science tahun 1992 pada bidang
Teknik Sipil Struktur, Sekarang kembali mengajar pada program studi Teknik Sipil Institut
Teknologi Nasional Malang, dalam mata kuliah Konstruksi Baja, Teknik Gempa, dinamika Struktur
dan Baja Jembatan, disamping , pernah,sebagai Wakil Dekan II dan III- serta Dekan pada, Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan di Institut Teknologi Nasional Malang , Juga pernah sebagai Wakil
Rektor III, serta sebagai Ka.LP2K ITN, dan sekarang sebagai Anggota Himpunan Ahli Konstruksi
Indoesia (HAKI), Penguus Himpuan Ahli Kontrak Konstrksi Indonesia (HAKKI) DPD Jatim, Ketua
DPC Malang Raya Ikakatan Ahli Konstruksi Indonesia (IAKI), serta melakukan kegiatan
Konsultasi konstruksi dididang Teknik Sipil.