Anda di halaman 1dari 23

SINDROMA OVARIUM

POLIKISTIK
Nama :
Dhea Handyara
2018790034

Pembimbing:
Dr. dr. H. M. Natsir Nugroho, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK STASE OBSGYN


RS ISLAM JAKARTA PONDOK KOPI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
PENDAHULUAN
 SOPK menjadi salah satu masalah endokrinologi pada wanita masa
reproduksi, berhubungan dgn kelainan hormonal dan mempengaruhi
kesehatan. Pada kenyataannya, baik gejala klinik, pemeriksaan
biokimiawi maupun pemeriksaan penunjangnya dpt memberikan hasil yg
bervariasi.
 SOPK kelainan kompleks endokrin dan metabolik yg ditandai adanya
anovulasi kronik dan atau hiperandrogenisme yg diakibatkan oleh
kelainan dari fungsi ovarium dan bukan oleh sebab lain.
 Pertama kali diperkenalkan Stein dan Leventhal (1935) dalam
bentuk penyakit ovarium polikistik, berupa polikistik ovarium
bilateral dan terdapat gejala ketidakteraturan menstruasi sampai
amenorea, riwayat infertil, hirsutisme, retardasi pertumbuhan
payudara dan kegemukan.
 Alasan penyebab pasien datang ke dokter  adanya gangguan
pada siklus menstruasi dan infertilitas, masalah obesitas dan
pertumbuhan rambut yg berlebihan serta kelainan lainnya seperti
hipertensi, kadar lemak darah dan gula darah yg meningkat.
Definisi SOPK
 SOPK adalah serangkaian gejala yg dihubungan dgn hiperandrogenisme
dan anovulasi kronik yg berhubungan dg kelainan endokrin dan
metabolik pada wanita tanpa adanya penyakit primer pada kelenjar
hipofise/adrenal yang mendasari.
 Sindroma ini dicirikan dengan sekresi gonadotropin yang tidak sesuai,
hiperandrogenemia, peningkatan konversi perifer dari androgen menjadi
estrogen, anovulasi kronik, dan ovarium yang skerokistik dengan
demikian sindroma ini merupakan 1 dari penyebab paling umum dari
infertilitas.
Epidemiologi
 Kejadian SOPK dgan gejala klinis beragam dan memberikan
gambaran angka yang bervariasi. Adam dkk melaporkan
bahwa penderita ovarium kistik yang didiagnosa secara USG
didapati 30% menderita amenorrhea, 75 % dg oligomenorrhea
dan 90% peningkatan kosentrasi kadar luteinizing horman
(LH) dan androgen.
 Prevalensi SOPK masih terbatas, di USA prevalensinya
berkisar 4-6%, kepustakaan lain melaporkan prevalensinya
berkisar 5-10%. Prevalensi SOPK didapatkan dg gejala klinis
yang berbeda-beda. Dari 1079 kasus wanita dengan SOPK
(tinjauan literatur), Goldzieher mendapatkan 47% wanita
dengan gangguan menstruasi berupa amenorea dan sebanyak
16 % wanita siklus menstruasinya teratur.
Etiologi
■ Penyebab yg mendasari terjadinya SOPK belum diketahui.
■ Akan tetapi dasar genetik dicurigai menjadi penyebabnya, dimana
sindrom ini banyak ditemukan pada keluarga yang sama. Secara
spesifik, peningkatan prevalensi tercatat pada individu yang
terkena dan saudaranya (32-66 %) dan ibunya (24-52 %). Faktor
lain penyebabnya adalah faktor endokrine (kenaikan LH/FSH
ratio, hiperandrogenisme) dan faktor metabolik ( resistensi
insulin).
PATOFISIOLOGI
■ Patofisiologi dari SOPK sangat komplek, temuan utama adalah
peningkatan dari kadar LH serum dan FSH rendah atau normal.
Selain itu dijumpai pula peningkatan kadar androgen. Kelainan
metabolik berupa hiperinsulinemia dan resistensi insulin ikut
berperan dalam timbulnya SOPK.
■ Produksi androgen yang berlebih oleh ovarium, kelenjar adrenal
atau keduanya, akan menyebabkan aromatisasi androgen menjadi
estrogen juga meningkat
■ Kelainan neuroendokrin
■ LH yang meningkat pada pasien SOPK akan
meningkatkan jumlah dan frekuensi respon dari
Gonadotropin-releasing hormone (Gn-RH) dari
hipotalamus.
■ Hiperandrogenisme
■ Peningkatan androgen adrenal dapat menyebabkan hiperestronemia
karena akan memanjangkan fase folikuler dan memendekkan fase
luteal dan konsekuensinya terjadi peningkatan rasio LH/FSH. Peristiwa
ini yang menerangkan kerapnya infertilitas dan ketidakteraturan haid
pada wanita dengan hiperandrogen. Terapi deksametason dapat
mengoreksi rasio LH/FSH yang abnormal pada beberapa pasien
dengan polikistik ovarium, yang dapat menyebabkan terjadinya ovulasi
lagi. Walaupun beberapa penelitian percaya bahwa pada pasien-pasien
polikistik ovarium, abnormalitas adrenal adalah gangguan yang primer,
penelitian lain telah menyimpulkan bahwa itu adalah sekunder dari
kelainan hormonal

.
■ Pada pihak lain, hiperandrogen endogen akan menebalkan tunika
albuginea ovarium. Juga ternyata bahwa pemberian androgen
eksogen yang berlebihan dapat menebalkan kapsul ovarium.
Selanjutnya keadaan tersebut akan mengganggu pelepasan folikel
dan pecahannya bintik ovulasi. Ini merupakan bentuk lain dari
androgen dalam mengganggu mekanisme ovulasi. Secara klinis
dengan menekan kadar androgen yang tinggi akan menyebabkan
folikel ovarium menjadi lebih peka terhadap gonadotropin endogen
dan eksogen.
■ Obesitas, hiperinsulinemia dan resistensi insulin
■ Obesitas berhub. dg masalah kesehatan & kelainan ginekologi
(siklus menstrusasi yg ireguler, amenorea, dan perdarahan uterus
disfungsional.)
■ Penelitian menemukan bahwa pada wanita remaja gemuk
meningkatkan serum androgen dan kadar LH dan rasio E1 dan E2
yg terbalik. Namun hal ini bersifat reversibel dg menurunnya BB
■ Hiperinsulinemia  penyebab utama dari SOPK, meskipun
peningkatan produksi androgen sendiri dapat menyebabkan
terjadinya SOPK. Wanita dg predisposisi resistensi insulin
mengkombinasikan hub.antara obesitas yg menyebabkan resistensi
insulin.
Gambaran Klinis
 Gangguan menstruasi dapat berupa oligomenorea, amenorea dan
infertilitas. Hal ini disebabkan oleh adanya anovulasi kronik dan
hiperandrogenemia.
 Hirsutisme : pertumbuhan rambut yg berlebihan pd kulit ditempat
yang biasa, seperti kepala dan ekstremitas  akibat pembentukkan
androgen yg berlebihan akibat kerusakan enzim 3 betahidroksisteroid
dehidrogenase.
 Obesitas : wanita dg BB berlebihan, 4-5 kali lebih sering terjadi
gangguan fungsi ovarium. Wanita yg gemuk menunjukkan
aktivitas kelenjar suprarenal yg berlebihan, peningkatan produksi
testosteron, androstenedion serta peningkatan rasio
estron/estradion 2,5. Selain itu dikemukakan pula penurunan
kadae SHBG serum.
 Akne, seborrhoe, pembesaran klitoris , pengecilan payudara 
akibat pembentukkan androgen yg berlebihan.
PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Menurut National Institute of Health – National Institute of
Child Health and Human Development NIH-NICHD untuk
mendiagnosa SOPK ditetapkan :
 Kriteria mayor : Anovulasi, Hiperandrogenemia, Tanda
klinis hiperandrogenisme, Penyebab lainnya dapat
disingkirkan
 Kriteria minor : Resistensi insulin, Hirsutisme dan
obesitas yang menetap, Meningkatnya perbandingan
rasio LH FSH, Anovulasi intermiten yang berhubungan
dengan hiperandrogenemia, Bukti secara USG terdapat
ovarium polikistik
■ Dalam skema ini, terdapat 2 kriteria mayor untuk
mendiagnosis SOPK: anovulasi dan adanya
hiperandrogenisme yang ditetapkan secara klinis
dan laboratorium.
■ Adannya 2 kelainan ini cukup untuk mendiagnosis
SOPK . Dibutuhkan 1 kriteria mayor yaitu anovulasi
dan 2 kriteria minor yaitu rasio LH/FSH > 2,5 dan
terbukti adanya ovarium polikistik secara USG.
■ Pasien yg terkena umumnya berada pada dekade ketiga dg riwayat
obesitas pramenars, amenorea sekunder atau oligomenorea, infertil
dan hirsutisme. Gambar ini mungkin terjadi sendirian atau berupa
kombinasi. Ovarium pada penderita mungkin dpt teraba membesar
/ dpt jg tdk teraba. Dgn USG hampir 95% diagnosis dapat
ditegakkan, terlihat gambaran seperti roda padati, atau folikel-
folikel kecil diameter 7-10 mm dan salah satu ovarium membesar
■ Wanita polikistik ovarium meunjukkan kadar FSH, Prolaktin dan
estrogen normal, sedangkan LH sedikit tinggi (nisba LH/FSH>3). LH
yang tinggi akan meningkatkan sintesis testosteron di ovarium, dan
membuat stroma ovarium menjadi tebal dan membuat folikel atresi.
KOMPLIKASI / DAMPAK MEDIS
■ Infertilitas
■ Hipertensi dan penyakit jantung koroner
■ Diabetes melitus
■ Masalah kulit dan hirsutisme
■ Obesitas sentripetal
■ Kanker endometrium
PENATALAKSANAAN
■ Tujuan dari terapi adalah:
1) menghilangkan gejala dan tanda
hiperandrogenisme,
2) mengembalikan siklus haid menjadi
normal
3) memperbaiki fertilitas
4) menghilangkan gangguan metabolisme
yang terjadi.
Non farmakologi
■ Tanda gejala hirsutisme akan memakan waktu
yg lama untuk kembali normal stlh pemberian
anti androgen. Untuk menghilangkan bulu-bulu
 elektolisis atau laser untuk tujuan kosmetik.
■ Penurunan BB  berpengaruh thdp kadar
hormon dlm sirkulasi. Penelitian menerangkan
pada 6 orang penderita yg mengalami
penurunan BB sebesar 16,2 kg  penurunan
kadar testosteron, 4 orang diantaranya terjadi
ovulasi
Farmakologi
■ Kontrasepsi oral  utk menurunkan produksi steroid ovarium dan
produksi androgen adrenal, meningkatkan SHBG, menormalkan
rasio gonadotropin dan menurunkan kosentrasi total testosteron
dan androstenedione, mengembalikan haid yang normal shg dpt
mencegah hiperplasi endometrium dan kanker endometrium.
Medroxyprogesteron asetat  terapi untuk hirsutisme. Dosis 150
mg im tiap 6 mgg selama 3 bl.

■ GnRh analog  pemberian GnRh agonis akan memperbaiki denyut


sekresi LH shg luteinisasi prematur dari folikel dpt dicegah & dapat
memperbaiki rasio FSH/LH.
■ Metformin  menekan aktifitas cytochrom P450c-17α ovarium, yg
akan menurunkan kadar androgen, LH dan hiperinsulinemia. Dosis
500 mg 3 x 1 selama 30 hari.
■ Clomiphene Citrat  untuk induksi ovulasi dan mengembalikan
fungsi fertilisasi. Pada keadaan hiperandrogen pada wanita yang
anovulasi. Dosisnya 50 mg 1X1 max perhari 200 mg.
■ Antiandrogen  untuk menurunkan produksi testosteron / untuk
mengurangi kerja dari testosteron.
Cyproteron acetat : bersifat kompetitif-inhibisi thdp testosteron &
dyhirotestosteron pada reseptor androgen. Dosis 100mg/ hari pada
hari 5-15 siklus haid.
Flutamide : bersifat menekan biosintesa testosteron. Dosis 250 mg
3 x 1 selama 3 bulan.
Finasteride : merupakan inhibitor spesifik enzym 5 α reduktase.
Dosis 5 mg/hari.
Operatif
Laparoscopik ovarium elektrokauter sbg alternatif  seri
terbaru, pengeboran ovarium dicapai laparoskopi dg jarum
elektrokauter. Pada setiap ovarium, dibuat 10-15 lubang
ovulasi spontan di 73% dari pasien, dengan 72% hamil dlm waktu
2 tahun. Pada pasien yg telah mengalami follow-up setelah
laparoskopi, 11 dari 15 tidak mengalami adhesi. Untuk
mengurangi adhesi, tekniknya  kauterisasi hanya 4 poin ovarium
saja yang menyebabkan angka kehamilan yang sama, dengan
tingkat keguguran 14%. Kebanyakan hasil melaporkan penurunan
kadar androgen dan LH dan peningkatan konsentrasi FSH.
Diatermi unilateral telah terbukti menghasilkan aktivitas ovarium
bilateral.
DAFTAR PUSTAKA
■ 1. Setiadi. 2009 . Anatomi Dan Fisiologi Manusia. Jakarta : Graha Ilmu.
■ 2. Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia
(HIFERI). Konsensus Tata Laksana Sindrom Ovarium Polikistik. 2016.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
■ 3. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran. Stein-Leventhal Ovary dalam Ginekologi. Bandung. 1981.
Hal. 181.
■ 4. Davey, P. At a Glance Medicine. Gangguan Pada Reproduksi
Manusia. Hal 70-73. Jakarta : EMS.
■ 5. Prawirohardjo S, SOPK, dalam Ilmu Kebidanan, edisi ke-3,
Wiknjosastro H, Saifuddin A, Rachimhadhi T, penyunting, Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005: 281-301
■ 6. Palomba, S. Infertility in Women with Polycystic Ovary Syndrome:
Pathogenesis and Management. Springer International Publishing
Switzerland. 2018.

Anda mungkin juga menyukai