ETT
KELOMPOK :
Laryngeal mask airway (LMA) adalah alat bantu jalan napas supraglotis yang
paling populer setelah endotracheal tube (ETT). Pemasangan LMA dilakukan
dengan menempatkan sungkup LMA di area hipofaring menutupi pintu masuk
laring.
Posisi yang ideal dari LMA adalah bila epiglotis dan esofagus berada di luar
LMA dan pintu laring berada seluruhnya di dalam LMA. Namun, pada
kenyataannya posisi ideal ini hanya terjadi 50–60% pemasangan LMA. Sering
terjadi epiglotis berada di dalam batas proksimal LMA dengan ujung epiglotis
melipat ke arah bawah, yaitu ke laring dan ariepiglotis yang melipat ke dalam.
Keadaan ini sering menyebabkan obstruksi parsial bagian distal LMA dan
laring. Meskipun demikian, variasi posisi LMA di laring yang mengakibatkan
obstruksi parsial tidak menyebabkan gangguan respirasi pada 95–99% orang
dewasa.
ETT
Pipa endotrakeal atau endotracheal tube, disingkat sebagai ETT, adalah salah
satu alat yang digunakan untuk mengamankan jalan napas atas. Dalam
prakteknya ETT digunakan atas indikasi kepentingan anastesi umum dan
pembedahan atau perawatan pasien sakit kritis di unit rawat intensif untuk
kepentingan pengelolaan jalan napas (airway management) (handayanto, 2013).
Indikasi pemasangan ETT
1. Hilangnya refleks pernafasan
2. Obstruksi jalan nafas besar (epiglotis, corpus alienum, paralisis pita suara)
baik secara anatomis maupun fungsional.
3. Perdarahan faring (luka tusuk, luka tembak pada leher)
4. Tindakan profilaksis (pasien yang tidak sadar untuk pemindahan kerumah
sakit lain atau pada keadaan di mana potensial terjadi kegawatan nafas
dalam proses transportasi pasien) (dr. Catharina, 2015).
FUNGSI KEDUANYA
Sebenarnya LMA dan ETT fungsi keduanya sama yaitu untuk mengamankan
jalan nafas atas untuk kepentingan anastesi umum dan pembedahan atau
perawatan pasien sakit kritis di unit rawat intensif.
KELEBIHAN LMA
Kelainan sistem pernapasan seperti obstruksi jalan napas atau keadaan yang
dapat mengakibatkan obstruksi jalan napas merupakan akibat ekstubasi endo
tracheal yang disebabkan oleh edema laring dan inflamasi, selanjutnya
menimbulkan stridor. Penggunaan LMA akan mengurangi risiko stridor post
ekstubasi. Selanjutnya inflamasi ini menimbulkan risiko untuk perlunya
reintubasi dalam 24-48 jam pasca ekstubasi, sehingga memperpanjang lama
rawat pasien di unit perawatan intensif, meningkatkan risiko terjadinya
berbagai penyulit akibat penggunaan ventilator mekanis, dan meningkatkan
mortalitas
KESIMPULAN