Anda di halaman 1dari 20

PRESKAS

INDIKASI DAN
Fitriana Nur R
KOMPLIKASI
INTUBASI
Fridyan Ratnasari

INTUBASI
Tindakan memasukkan endotracheal tube ke dalam trakea
melalui rima glotis, sehingga ujung distal dari endotracheal
tube berada di antara pita suara dan carina.

INDIKASI
Menjaga patensi jalan napas
Mempermudah dan menjaga ventilasi positif serta
oksigenasi .
Mencegah aspirasi dan regurgitasi
Penggunaan sungkup sulit dilakukan.
Posisi tubuh selama pembedahan tidak telentang.
Pembedahan akan dilakukan pada area dekat jalur saluran
napas atas.

KOMPLIKASI
Jarang terjadi dan tidak mempengaruhi pertimbangan untuk
melakukan intubasi
Komplikasi terkait jalan napas terjadi pada 4% pasien di
mana terjadi aspirasi, intubasi esophageal, trauma gigi, dan
pneumothorax.
Komplikasi ini bisa terjadi saat laringoskopi dan intubasi,
ketika ETT berada di jalan napas, atau ketika ekstubasi, baik
dalam waktu singkat atau beberapa hari kemudian

Komplikasi Saat Laringoskopi dan


Intubasi Trakea
Trauma Gigi
Komplikasi yang paling sering terjadi akibat laringoskopi (1
setiap 4500 pasien) tatalaksana lebih lanjut ataupun
ekstraksi.
Risiko : pasien dengan keadaan gigi yang memang sudah
buruk dan pasien dengan anatomi jalan napas yang membuat
laringosopi dan intubasi susah.
Penggunaan pelindung plastik yang diletakkan pada gigi atas
dan menghindari penggunaan gigi sebagai tumpuan saat
laringoskopi dapat meminimalisasi terjadinya trauma gigi.
Apabila trauma gigi terjadi, patahan gigi harus dicari

Respon Fisiologis Terhadap Instrumentasi Jalan Napas


Menyebabkan hipertensi dan takikardia cepat dan tidak
berbahaya
Penggunaan LMA menimbulkan perubahan hemodinamik yang
lebih kecil.
Pada pasien yang memang memiliki hipertensi atau penyakit
jantung iskemik, perubahan ini dapat berlebihan dan
membahayakan keseimbangan kebutuhan oksigen miokardium
dan pengantarannya durasi laringoskopi harus secepat mungkin.
Diminimalisasi dengan pemberian obat IV seperti lidocaine (1.5
mg/kg) selama 1-2 menit, remifentanil (1.0 mcg/kg) 1 menit,
alfentanil (10-20 mcg/kg) 2-3 menit, atau fentanyl (0.5-1.0 mcg/kg)
4-5 menit sebelum laringoskopi.
Pemberian agen hipotensif juga efektif dalam menurunkan respon
hipertensif yang berhubungan dengan laringoskopi dan intubasi.
Disritmia terutama bigemini ventrikel juga umum terjadi saat
intubasi dan biasanya mengindikasikan anestesia yang dangkal

Trauma Jalan Napas


Instrumentasi menggunakan bilah laringoskop besi dan insersi
ETT yang kaku kadang menimbulkan trauma jaringan pada
jalan napas.
Trauma gigi. laserasi faring posterior dan bibir serta memar
juga sering terjadi pada intubasi trakea yang sulit.

Komplikasi Ketika ETT Berada di


Jalan Napas
Obstruksi ETT
Obstruksi ETT dapat terjadi akibat sekresi yang masuk ke dalam ETT atau
kinking.

Kesalahan Posisi ETT


Pencegahan : dipastikan bahwa ujung tip benar-benar masuk melewati
pita suara, auskultasi adanya suara napas bilateral dan tidak adanya
suara pada lambung saat ventilasi melalui ETT, analisis gas ekspirasi
dengan melihat kadar dari CO2, radiografi dada, atau penggunaan FOB.
Insersi yang berlebihan menyebabkan intubasi pada bronkus utama
kanan.
Tanda dari intubasi bronkus suara napas unilateral, hipoksia yang
tidak jelas dengan konsentrasi inhalasi O 2 yang tinggi, tidak terabanya
balon ETT pada sternal notch saat inflasi, dan penurunan compliance
ambu bag.2

Insersi yang tidak adekuat memposisikan balon di laring


yang merupakan predisposisi trauma laring
Kedalaman yang tidak adekuat dapat dideteksi dengan
memalpasi balon sepanjang kartilago tiroid.
Kemungkinan terjadinya intubasi bronkus dapat dimimalisasi
dengan memperkirakan panjang ETT untuk pasien dan
memperhatikan tanda sentimeter pada ETT (21-23 cm pada
dewasa) sesuai dengan titik fiksasi pada bibir pasien.
Fleksi kepala pasien dapat mendorong ETT sejauh 1.9 cm
dan mengubah posisi ETT menjadi intubasi bronkus. Ekstensi
kepala dapat menarik ETT sejauh 1.9 cm dan menyebabkan
ETT berada di faring. Rotasi lateral kepala membuat ujung
ETT bergerak kurang lebih 0.7 cm.

Iskemi Mukosa Trakea


Akibat tekanan yang kuat dan lama pada struktur jalan napas
yang sensitif, terutama pada percobaan intubasi yang berulang.
Ttekanan > tekanan kapiler-arteri (kurang lebih 30 mmHg)
iskemia jaringan dapat menimbulkan inflamasi, ulserasi,
granulasi, dan stenosis
Inflasi balon ETT hingga mencapai tekanan minimum yang
dibutuhkan untuk mencegah kebocoran saat ventilasi tekanan
positif rutin (biasanya minimal 20mmHg) menurunkan aliran
darah trakea sampai 75% di tempat balon terpasang. Apabila
inflasi diteruskan atau terjadi hipotensi maka aliran darah
mukosa akan terhenti sama sekali.

Komplikasi Cepat dan Tertunda


Setelah Ekstubasi
Laryngospasm
Spasme involunter kuat pada otot laring akibat stimulasi sensori
pada nervus laryngeal superior. Stimulus yang memicu antara lain
sekresi faring atau lewatnya ETT melalui laring saat ekstubasi.
Jarang terjadi jika kedalaman anestesi cukup saat ekstubasi trakea
(refleks laryngeal tersupresi) atau pasien dalam keadaan sadar
sebelum ekstubasi trakea (refleks laryngeal intak).
Tatalaksana oksigen 100% dengan tekanan positif melalui
sungkup dan jaw thrurst atau memberikan lidocaine IV (1-1.5 mg/kg).
Pemberian succinylcholine (0.1 mg/kg IV) atau agen induksi anestesi
diindikasikan apabila laryngospasm tidak hilang dan muncul hipoksia.
Broncospasm merupakan refleks lain sebagai respon dari intubasi
dan umumnya terjadi pada pasien asma. Broncospasm kadang
merupakan petunjuk adanya intubasi bronkus.

Faringitis
Keluhan utama setelah ekstubasi trakea, terutama pada
wanita, mungkin dikarenakan lapisan mukosa yang tipis pada
pita suara posterior.
Mialgia otot lurik yang berhubungan dengan pemberian
succynilcholine dapat bermanifestasi pada otot peripharyngeal
sebagai sakit tenggorokan post operasi.
Penggunaan ETT yang besar (8.5-9 mm) dibandingkan dengan
ETT yang kecil (6.5-7 mm) dapat meningkatkan kemungkinan
faringitis. Tanpa melihat mekanismenya, faringitis biasanya
hilang spontan tanpa tatalaksana apapun dalam 48-72 jam.
Komplikasi utama dari intubasi yang panjang (>48 jam) adalah
kerusakan mukosa trakea yang berlanjut pada destruksi cincin
kartilago dan pembentukan sikatriks serta tenosis trakea.
Stenosis menjadi simptomatik apabila lumen trake menyempit
menjadi <5mm.1

Batuk yang disertai dengan sesak napas (croup) yang terjadi


post-intubasi menyebabkan edema glotis, laring, atau trakea.
Efikasi dari kortikosteroid (contoh: dexamethasone 0,2 mg/kg
sampai maksimum 12 mg) dalam mencegah edema jalan
napas post intubasi masih kontroversial.
Paralisis pita suara akibat kompresi balon atau trauma lain
pada recurrent laryngeal nerve serak dan peningkatan
risiko
Percobaan berulang penggunaan laringoskopi pada intubasi
yang sulit dapat menyebabkan edema periglotis dan
ketidakmampuan ventilasi menggunakan sungkup sehingga
dapat membahayakan nyawa pasien.

ILUSTRASI KASUS

Nama

: Ny. R

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 54 tahun

Berat Badan : 50 kg

Ruang Rawat : Bedah Kelas III (RSP)

Nomor MR

: 202.74.19

Diagnosis

: SNNT

Tipe Pembedahan

: Thyroidectomi Total + VC

Anamnesis

Riwayat operasi (-), riwayat alergi (-), riwayat asma (-), riwayat
hipertensi (-), riwayat Diabetes Melitus (-), penyakit jantung (-),penyakit
paru (-),penyakit ginjal (-), sakit kuning (-), sesak (-), nyeri dada (-),
demam (-), batuk (-), pilek (-), gigi goyang (-), gigi palsu (+).

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum

: Baik

Kesadaran

Tanda Vital
suhu afebris

Kepala

Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Mulut

Paru : Vesikuler, wheezing (-), rhonki (-)

Jantung

: Dalam batas normal, Bunyi S1&S2 normal, murmur (-),gallop (-)

Abdomen
limpa

: Supel, Bising utus (+), nyeri tekan (-), tidak ada permbesaran hati dan

Ekstremitas

: Akral hangat, edema (-)

Pemeriksaan Laboratorium

(31-10-2012) Hb/Ht/Leu/Trombo : 12.3/37/8.92/220

(23-10-2012) T4

(22-10-2012) Ur/Cr : 23/0.8

(12-11-2012) Echo : Ejection Fraction 68%

: Kompos Mentis
: Tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 84 kali/menit, napas 26 kali/menit,
: Normosephali
: Mallampati I, tiromental 3 jari

: 9,57

BT/CT

: 3/7

Status Fisik ASA

: ASA II dengan Hipertensi Grade I

Rencana Premedikasi
Fentanyl 50 mcg

: Midazolam 2,5 mg,

Rencana Anestesi

: General Anesthesia

Pembahasan
Penentuan ASA
Pasien ini memiliki hipertensi Grade I yang digolongkan ke dalam
penyakit sistemik ringan atau sedang.. Selain itu pasien juga tidak
memiliki penyakit sistemik lainnya seperti penyakit jantung, paru,
maupun ginjal. Pasien juga mampu melakukan aktivitas sehari-hari
tanpa keterbatasan serta masih aktif bekerja. Dari hal-hal tersebut
maka pasien diklasifikasikan ke dalam ASA II.
Indikasi Intubasi
Pada pasien ini dilakukan pembedahan dengan anestesi umum di
mana otot-otot pernapasan ikut terelaksasi, selain itu otot lidah
juga terelaksasi sehingga menghalangi jalan napas. Oleh karena
itu perlu dilakukan intubasi untuk menjaga patensi jalan napas.
Lokasi operasi juga menjadi indikasi intubasi di mana operasi
dilakukan area dekat jalur saluran napas atas.

Komplikasi Intubasi
Pada pasien ini tidak terjadi komplikasi apapun baik pada saat
laringoskopi dan intubasi, saat ETT berada di jalan napas, maupun
setelah ekstubasi. Komplikasi saat leringoskopi dan intubasi tidak
terjadi karena pada saat laringoskopi gigi tidak menjadi tumpuan
sehingga tidak terjadi trauma gigi. Respon fisiologis pada saat
laringoskopi dan intubasi yaitu hipertensi dan takikardia juga tidak
terjadi karena durasi laringoskopi yang singkat dan adanya
pemberian fentanyl sebelumnya. Komplikasi pada saat ETT berada
di jalan napas juga tidak terjadi karena letak ETT sudah dikonfirmasi
dan durasi ETT yang singkat (kurang lebih 2 jam). Komplikasi
setelah esktubasi seperti laryngospasm juga tidak terjadi karena
pasien diekstubasi dalam keadaan masih tidak sadar sepenuhnya.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai