Anda di halaman 1dari 38

ABSES SUBMANDIBULA

Disusun Oleh:
Arifin Nur S G99162010
Tristira Rosyida G99162019
Salma Romnalia A G99171040
Gyanita Windy H G99162013

Pembimbing :
drg., Eva Sutyowati Permatasari Sp.BM, MARS

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi dan Mulut Fakultas


Kedokteran UNS/RS Dr. Moewardi Surakarta
2018
• Abses submandibula merupakan salah satu bentuk abses leher dalam
• Abses leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di antara fasia
leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber,
seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah, dan
leher.
• kuman penyebab adalah golongan Streptococcus, Staphylococcus,
kuman anaerob Bacteriodes atau kuman campuran.
• Keterlambatan atau kesalahan diagnosis, dapat mengakibatkan
terjadinya mediastinitis dan kematian.
• Obstruksi jalan napas dan penyebaran infeksi ke mediastinum adalah
komplikasi yang paling sulit penanganannya dari infeksi ruang
submandibula.
ANATOMI
 Ruang yang dibentuk oleh berbagai fasia pada leher ini adalah
merupakan area yang berpotensi untuk terjadinya infeksi. Invasi dari
bakteri akan menghasilkan selulitis atau abses, dan menyebar melalui
berbagai jalan termasuk melalui saluran limfe.
 Pembagian ruang ruang di leher berdasarkan Hollinshead (1954).
1.Di bawah hyoid
2.Di atas hyoid
3.Area perifaring : Ruang retrofiring, Ruang parafaring (lateral Pharyngeal)
Ruang submandibula
4.Area intrafaring
 Abses paling sering mengenai ruang retrofaring, ruang parafaring (lateral
pharyngeal), dan ruang submandibula
Gambar 1. Otot milohioid yang Gambar 2. Potongan vertical
memisahkan ruang sublingual dan ruang submandibula.
submental.
ETIOLOGI
 Kebanyakan abses disebabkan oleh banyak mikroba,
sebagai contoh mereka mengandung flora campuran,
dan dalam studi didapatkan ada lebih dari 5 spesies
yang dapat di isolasi dari satu kasus.
 Pada ruang submandibula, infeksi dapat bersumber
dari gigi, dasar mulut, faring, tonsil, sinus, dan
kelenjar liur atau kelenjar limfe submandibula. Kuman
penyebab biasanya campuran kuman aerob dan
anaerob.
 Infeksi kebanyakan menyebar dari gigi mandibula.
Dan di beberapa kasus dari luka mukosa mulut.
Abses dapat juga disebabkan oleh trauma,tonsilitis
lidah atau penyakit kelenjar ludah.
 Dan ketika ketiga ruang submandibula (bilateral
submandibula dan ruang sublingual) terinfeksi maka
disebut dengan Ludwig’s angina.
PATOGENESIS
 Infeksi odontogen dapat menyebar melalui jaringan
ikat (perikontinuitatum), pembuluh darah
(hematogenous), dan pembuluh limfe (limfogenous).
Yang paling sering terjadi adalah penjalaran secara
perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara
jaringan berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus.
 Abses pada akar gigi menyebar ke ruang
submandibula -> menyebabkan sedikit
ketidaknyamanan pada gigi, dan pembengkakan
sekitar wajah di daerah bawah -> 3 hari kemudian
pembengkakan akan terisi pus -> Jika tidak diberikan
penanganan, maka pus akan keluar, menyebabkan
terbentuknya fistel pada kulit -> Pus dapat menyebar
ke jaringan lain sekitar tenggorokan menyebabkan
problem pernafasan.
GEJALA KLINIS
 Secara umum, gejala abses adalah :
1.Nyeri
2.Bengkak
3.Eritema pada jaringan
4.Trismus
5.Demam
 Pembengkakan pada abses biasanya :
1.Terasa nyeri
2.Panas
3.Kurang dari 2 minggu
4.Berkembang sangat cepat
5.Disertai sakit gigi atau terlihat karies gigi
 Gejala klinis abses submandibula meliputi demam tinggi, nyeri leher
disertai pembengkakan di bawah mandibula dan atau di bawah
lidah, mungkin berfluktuasi. Dapat juga terjadi sakit pada dasr mulut,
trismus, indurasi submandibula dan kulit di bawah dagu eritema dan
oedem.
Diagnosis
 Diagnosis abses submandibula
ditegakkan berdasarkan anamnesis,
gejala klinis, dan pemeriksaan
penunjang seperti foto polos jaringan
lunak atau CT Scan.
Diagnosis
Tanda dan gejala dari suatu Gejala yang dapat ditemukan
abses dapat timbul oleh pada penderita abses
karena: submandibula:
 Efek massa atau inflamasi  Asimetris leher karena
jaringan atau cavitas adanya massa atau
abses pada sekitar struktur limfadenopati pada sekitar
abses 70%.
 Keterlibatan daerah sekitar  Trismus karena proses
abses dalam proses infeksi inflamasi pada M.
Pterigoides
 Torticolis dan penyempitan
ruang gerak leher karena
proses inflamasi pada
leher.
Diagnosis
Riwayat penyakit dahulu sangat
bermanfaat untuk melacak etiologi
dan perjalanan abses pasien. Pada
anamnesis pertanyaan yang dapat
ditanyakan adalah:
 Riwayat tonsillitis dan peritonsil abses.
 Riwayat trauma retrofaring
 Dental caries dan abses
Diagnosis
 Infeksi leher dalam lebih sering datang
dengan keluhan demam, bengkak pada
leher, odinofagia, disfagia, sakit
tenggorokan, dan penurunan intake oral.
Gejala-gejala ini biasanya muncul
selama kurang lebih 3-5 hari. Kadang
disertai agitasi, batuk, dehidrasi,
drooling, mendengkur, stridor, tortikolis,
dan leher kaku.
Diagnosis
 Riwayat penyakit termasuk durasi dan
perkembangan gejala, infeksi saluran
pernapasan atas yang terjadi
sebelumnya, tindakan yang melibatkan
leher misalnya: tindakan pada gigi,
intubasi, terapi antibiotik sebelumnya,
faktor risiko MRSA, dan kemungkinan
immunocompromised.
Diagnosis
 Diagnosis untuk suatu abses leher dalam
kadang-kadang sulit
ditegakkan bila hanya berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik saja.
Ditemukan pembengkakan dibawah
rahang baik unilateral maupun bilateral dan
berfluktuasi. Karena itu diperlukan studi
radiografi untuk membantu menegakkan
diagnosis, menyingkirkan kemungkinan
penyakit lainnya dan perluasan penyakit.
Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan yang dianjurkan untuk
abses diantaranya adalah rontgen leher
posisi lateral. Pada foto rontgen terdapat
gambaran tissue swelling, tampak
sebagai bayangan radioopak.
Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan CT Scan
dengan menggunakan kontras merupakan
gold standar untuk mengevaluasi infeksi
pada daerah leher dalam. Jika hasil
pemeriksaan foto polos jaringan lunak
menunjukkan kecurigaan abses leher
dalam, maka pemeriksaan tomografi
komputer idealnya dilakukan. Tomografi
Komputer (CT Scan) dengan kontras
merupakan standar untuk evaluasi infeksi
leher dalam.
Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan ini dapat membedakan
antara selulitis dengan abses,
menentukan lokasi dan perluasan
abses. Pada gambaran CT Scan
dengan kontras akan terlihat abses
berupa daerah hipodens yang
berkapsul, dapat disertai udara di
dalamnya, dan edema jaringan sekitar.
CT Scan dapat menentukan waktu dan
perlu tidaknya operasi.
Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan penunjang lainnya adalah
pemeriksaan pencitraan resonansi
magnetik (Magnetic resonance Imaging
/ MRI) yang dapat mengetahui lokasi
abses, perluasan dan sumber infeksi.
Sedangkan Ultrasonografi (USG) adalah
pemeriksaan penunjang diagnostik yang
tidak invasif dan relatif lebih murah
dibandingkan CT Scan, cepat dan dapat
menilai lokasi dan perluasan abses.
Pemeriksaan penunjang
 Foto panoramik digunakan untuk menilai
posisi gigi dan adanya abses pada gigi.
Pemeriksaan ini dilakukan terutama
pada kasus abses leher dalam yang
diduga sumber infeksinya berasal dari
gigi.
Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan darah rutin dapat melihat
adanya peningkatan leukosit yang
merupakan tanda infeksi. Analisis gas
darah dapat menilai adanya sumbatan
jalan nafas. Pemeriksaan kultur dan
resistensi kuman harus dilakukan untuk
mengetahui jenis kuman dan antibiotik
yang sesuai.
Abses Retrofaring
Anamnesis Pemeriksaan klinis
 Bayi dengan pembengkakan  Inspeksi pada dinding faring
dinding faring tidak dapat dapat memakai spatel lidah,
dengan mudah dideteksi kadang-kadang memerlukan
dengan inspeksi dan palpasi. laringoskop untuk melihat
Diagnosis ditegakkan hipofaring. Untuk memeriksa
berdasarkan adanya riwayat fluktuasi pada anak
infeksi saluran napas atas sebaiknya palpasi dihindari
atau trauma. untuk mencegah abses pecah
spontan. Biasanya terdapat
pembesaran kelenjar limfe
leher. Penggunaan antibiotika
sebelumnya menyebabkan
gambaran klinis menjadi
Laboratorium : kurang jelas, karena itu perlu
 darah rutin : lekositosis
pemeriksaan radiologi untuk
membantu diagnosis.
 kultur spesimen (hasil
aspirasi)
Abses Parafaring
Anamnesis Pemeriksaan
 Demam  Pada foto leher jaringan
 lnyeri tenggorok dan nyeri lunak, terlihat penebalan
menelan, jaringan lunak parafaring.
 nyeri dan bengkak pada
Mungkin terlihat
leher di belakang angulus pendorongan trakhea ke
mandibula, samping depan. Dengan
tomografi komputer abses
 trismus dan penjalarannya dapat
 pembengkakan dinding terlihat jelas. Untuk melihat
lateral faring sehingga kemungkinan komplikasi
terdorong atau menonjol ke mediastinum dibuat foto
ke arah medial thorax pada semua kasus
 Mungkin terdapat juga abses parafaring. CT scan
edema pada uvula, pilar dapat membantu dalam
tonsil dan palatum. menggambarkan abses.
Abses peritonsilar
Anamnesis Pemeriksaan fisis
 Adanya riwayat pasien  kadang-kadang sukar
mengalami nyeri pada memeriksa seluruh faring,
kerongkongan adalah karena trismus.
salah satu yang  Palatum molle tampak
mendukung terjadinya membengkak dan
abses peritonsilar. menonjol kedepan, dapat
 Riwayat adanya faringitis teraba fluktuasi.
akut yang disertai tonsilitis  Uvula bengkak dan
dan rasa kurang nyaman terdorong kesisi
pada pharingeal unilateral. kontralateral.
 Tonsil bengkak, hiperemis,
mungkin banyak detritus
dan terdorong ke arah
tengah, depan dan bawah.
Angina Ludwig
Anamnesis Pemeriksaan fisik
 Gejala awal biasanya berupa  Dasar mulut akan terlihat merah
nyeri pada area gigi yang dan membengkak.
terinfeksi  Saat infeksi menyebar ke
 Dagu terasa tegang dan nyeri belakang mulut, peradangan
saat menggerakkan lidah. pada dasar mulut akan
 Kesulitan membuka mulut, menyebabkan lidah terdorong ke
berbicara, dan menelan, yang atas-belakang sehingga
mengakibatkan keluarnya air liur menyumbat jalan napas.
terus-menerus serta kesulitan  Jika laring ikut membengkak,
bernapas. saat bernapas akan terdengar
 kesulitan makan dan minum. suara tinggi (stridor).
 demam dan rasa menggigil.  Biasanya penderita
akanmengalami dehidrasi akibat
kurangnya cairan yang diminum
maupun makanan yang dimakan.
 Demam tinggi mungkin ditemui,
yang menindikasikan adanya
infeksi sistemik.
Parotitis
Gejala Pemeriksaan fisik
o demam (suhu badan 38,5 – 40  pembengkakan kelenjar di bawah
derajat celcius) telinga (parotis) yang diawali
o Sakit kepala dengan pembengkakan salah
o nyeri otot satu sisi kelenjar kemudian kedua
kelenjar mengalami
o kehilangan nafsu makan pembengkakan.
o nyeri rahang bagian belakang  Pembengkakan biasanya
saat mengunyah dan adakalanya berlangsung sekitar 3 hari
disertai kaku rahang (sulit kemudian berangsur mengempis.
membuka mulut).  Kadang terjadi pembengkakan
o Pembengkanan pada kelenjar di bawah rahang
(submandibula) dan kelenjar di
bawah lidah (sublingual).
 Pada pria dewasa adakalanya
terjadi pembengkakan buah
zakar (testis) karena penyebaran
melalui aliran darah.
Tatalaksana
 Tatalaksana abses salah satunya
dengan terapi antibiotik.
 Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman
aerob dan anaerob harus diberikan
secara parenteral.
 Hal yang paling penting adalah
terjaganya saluran nafas yang adekuat
dan drainase abses yang baik.
Tatalaksana
 Seharusnya pemberian antibiotik
berdasarkan hasil biakan kuman dan tes
kepekaan terhadap bakteri penyebab
infeksi, tetapi hasil biakan membutuhkan
waktu yang lama untuk mendapatkan
hasilnya, sedangkan pengobatan harus
segera diberikan. Sebelum hasil
mikrobiologi ada, diberikan antibiotik
kuman aerob dan anaerob.
Tatalaksana
 Evakuasi abses dapat dilakukan dalam
anastesi lokal untuk abses yang dangkal
dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam
narkosis bila letak abses dalam dan
luas.
Tatalaksana
 Adanya trismus menyulitkan untuk
masuknya pipa endotrakea peroral.
Pada kasus demikian diperlukan
tindakan trakeostomi dalam anastesi
lokal. Jika terdapat fasilitas bronkoskop
fleksibel, intubasi pipa endotrakea dapat
dilakukan secara intranasal.
Tatalaksana
 Insisi abses submandibula untuk
drainase dibuat pada tempat yang
paling berfluktuasi atau setinggi os
hyoid, tergantung letak dan luas abses.
Eksplorasi dilakukan secara tumpul
sampai mencapai ruang sublingual,
kemudian dipasang salir.
Tatalaksana
Algoritma penatalaksanaan
abses submandibular
Komplikasi
 Penderita dengan abses atau ancaman
terjadinya komplikasi terutama terhadap
jalan nafas, abses yang tampak pada
ruang fasia kepala leher dan mereka yang
keadaannya tidak membaik setelah
pemberian antibiotika parenteral 48 jam.
 Keberhasilan terapi bedah tergantung pada
visualisasi yang bagus, kontrol pembuluh
darah yang memadai, insisi luas, dan
drainase terbuka.
Komplikasi
 Obstruksi jalan nafas dan kematian bisa
terjadi. Penyebaran infeksi sepanjang
danger space dengan cepat dapat
menyebabkan mediastinitis. Meskipun
komplikasi ini jarang, tetap bisa terjadi
jika ada keterlambatan dalam
penatalaksanaan abses leher.
SIMPULAN
 Diagnosis abses submandibular dengan komplikasi
mediatinitis dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan hasil pemeriksaan klinis serta
pemeriksaan laboratorium penderita.
 Penatalaksanaan pada penderita dilakukan dengan
tindakan drainase untuk evakuasi pus sesuai
besarnya lokasi abses serta pemberian terapi
antibiotika. Diperlukan juga untuk terapi sumber
infeksi yang pada kasus ini berasal dari infeksi gigi.
 Keterlambatan diagnosis atau kesalahan diagnosis
abses submandibula dapat menimbulkan
konsekuensi terjadinya komplikasi berupa
mediastinitis bahkan kematian.
SARAN
 Dokter umum sebagai dokter primer
pratama dapat mengetahui tatalaksana
awal abses submandibula sehingga
tidak berlanjut ke komplikasi
 Penulis atau peneliti selanjutnya dapat
menganalisis lebih lanjut mengenai
abses submandibular dan komplikasi-
komplikasinya

Anda mungkin juga menyukai