ABSES SUBMANDIBULA
DISUSUN OLEH :
PEMBIMBING :
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Abses leher dalam terbentuk dalam ruang potensial di antara fasia leher
sebagai akibat perjalanan infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut,
tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Yang termasuk abses leher
dalam ialah abses peritonsil, abses parafaring, abses retrofaring dan angina ludovici
(angina Ludwig) atau abses submandibular (Hartmann, 2011).
Ruang submandibular adalah lokasi yang paling sering ditemui pada infeksi
ruang leher dalam (Kinzer et al, 2009). Infeksi leher dalam biasa ditemui pada anak
maupun orang dewasa. Namun presentasi, progresifitas dan penatalaksanaan-nya
sangat berbeda dalam dua kelompok usia tersebut.[3,4] Keterlambatan dalam
diagnosis, atau lebih buruk lagi, kesalahan diagnosis, dapat mengakibatkan
terjadinya mediastinitis dan kematian. Bahkan di era antibiotik modern, telah
dilaporkan angka kematian mencapai 40% (Gadre, 2006).
Abses di ruang submandibula adalah salah satu abses leher dalam yang
sering ditemukan. Ruang submandibula merupakan suatu ruang potensial pada
leher yang terdiri dari ruang sublingual dan submaksila yang dipisahkan oleh otot
milohioid (Rahardjo, 2013). Selain disebabkan oleh infeksi gigi, infeksi di ruang
submandibula bisa disebabkan oleh sialadenitis kelenjar submandibula,
limfadenitis, trauma atau pembedahan dan bisa juga sebagai kelanjutan infeksi
ruang leher dalam lain. Penyebab infeksi dapat disebabkan oleh kuman aerob,
1
anaerob atau campuran. Infeksi di ruang submandibula biasanya ditandai dengan
pembengkakan di bawah rahang, baik unilateral atau bilateral (Rana et al, 2013).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
II. Epidemiologi
3
Paolo Rizzo ditemukan bahwa penderita abses submandibula berusia antara 12
sampai 96 tahun dengan rata-rata usia sekitar 57 tahun. Angka kejadian abses
submandibula lebih banyak ditemukan pada laki-laki (51,9%) dibanding
perempuan (48,1%) (Rizzo, 2009).
4
kelenjar limfe superfisial, saraf dan pembuluh darah termasuk vena jugularis
eksterna.
Fasia superfisial terletak dibawah dermis. Ini termasuk sistem
muskuloapenouretik,yang meluas mulai dari epikranium sampai ke aksila dan
dada, dan tidak termasuk bagiandari daerah leher dalam. Fasia profunda
mengelilingi daerah leher dalam terdiri dari 3 lapisan yaitu (gambar 1) :
1. Lapisan superfisial
Lapisan superfisial membungkus musculus sternokleidomastoideus,
musculus trapezius, musculus masseter, kelenjar parotis dan submaksila dan
berlanjut ke garis tengah di leher untuk bertemu dengan fascia sisi lain.
Lapisan ini disebut juga lapisan eksternal, investing layer, lapisan
pembungkus dan lapisan anterior
2. Lapisan media
Lapisan media membungkus otot-otot pratrakeal dan bertemu pula
dengan fascia sisi lain di garis tengah yang juga merupakan pertemuan
dengan fascia coli superficial. Ke dorsal fascia koli media membungkus
arteri karotis komunis, vena jugularis interna dan nervus vagus jadi satu.
3. Lapisan profunda
Lapisan profunda membungkus musculus prevertebralis dan bertemu
ke lateral dengan fascia koli media.
5
Gambar 1. Potongan obliq leher
6
Gambar 2. Potongan sagital leher
7
Ruang submandibula berhubungan dengan beberapa struktur
didekatnya (gambar 3), oleh karena itu abses submandibula dapat menyebar ke
struktur didekatnya.
Gambar 3. Ruang potensial leher dalam (A) Potongan aksial, (B) potongan
sagital.
Ket : SMS: submandibular space; SLS: sublingual space; PPS:
parapharyngeal space; CS: carotid space; MS: masticatory space. SMG:
submandibular gland; GGM: genioglossus muscle; MHM: mylohyoid
muscle; MM: masseter muscle; MPM: medial pterygoid muscle; LPM:
lateral pterygoid muscle; TM: temporal muscle.
8
IV. Etiologi
9
V. Patofisiologi
Abses adalah kumpulan pus yang terletak dalam satu kantung yang
terbentuk dalam jaringan yang disebabkan oleh suatu proses infeksi oleh
bakteri, parasit atau benda asing lainnya. Abses merupakan reaksi pertahanan
yang bertujuan mencegah agen-agen infeksi menyebar ke bagian tubuh
lainnya. Pus itu sendiri merupakan suatu kumpulan sel-sel jaringan lokal yang
mati, sel-sel darah putih, organisme penyebab infeksi atau bendabenda asing
dan racun yang dihasilkan oleh organisme dan sel-sel darah. Bakteri yang
masuk kedalam jaringan yang sehat dapat menyebabkan terjadinya infeksi.
Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan
sesel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh
dalam melawan infeksi, bergerak kedalam rongga tersebut dan setelah menelan
bakteri maka sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang
membentuk pus dan mengisi rongga tersebut. Adanya penimbunan pus ini
menyebabkan jaringan disekitarnya akan terdorong dan tumbuh di sekeliling
abses menjadi dinding pembatas.
Infeksi ruang leher dalam dapat terjadi melalui beberapa cara yaitu
limfogen, hematogen, perkontinuitatum dan infeksi langsung. Beratnya infeksi
tergantung dari virulensi kuman, daya tahan tubuh dan lokasi anatomi. Ruang
submandibula terletak diantara otot dan kulit milohyoid yang memiliki batas
posterior yang terbuka sehingga berhubungan dengan ruang di dekatnya. Saat
ruang submandibula mengalami infeksi, pembengkakan dimulai pada batas
inferior lateral dari mandibula dan meluas ke medial menuju area digastrikus
dan ke posterior menuju tulang hyoid. Beberapa penelitian melaporkan bahwa
infeksi gigi atau odontogenik merupakan penyebab terbanyak dari abses
submandibula. Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan periodontal. Penyebaran
infeksi dapat meluas melalui foramen apikal gigi ke daerah sekitarnya. Pada
infeksi odontogenik perkembangan infeksi dapat terjadi antara satu hari sampai
tiga minggu. Infeksi dari submandibula dapat meluas ke ruang mastikator
kemudian ke parafaring. Perluasan infeksi ke parafaring juga dapat langsung
dari ruang submandibula. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah
10
potensial lainnya. Infeksi yang bersumber dari gigi dapat menyebar melalui
jaringan ikat, pembuluh darah, dan pembuluh limfe. Yang paling sering terjadi
adalah perkontinuitatum karena adanya celah atau ruang diantara jaringan yang
berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus. Perjalanan infeksi pada rahang
atas dapat membentuk abses palatal, abses submukosa, abses gingiva,
thrombosis sinus kavernosus, abses labial, dan abses fasial. Perjalanan infeksi
pada rahang bawah dapat membentuk abses sublingual, submental, abses
submandibula, abses submaseter, dan angina Ludovici. Ujung akar molar
kedua dan ketiga terletak di belakang bawah linea milohioid yang terletak di
aspek dalam mandibula, sehingga jika molar kedua atau ketiga terinfeksi dan
membentuk abses, pusnya akan menyebar ke ruang submandibula dan dapat
meluas ke ruang parafaring.
11
Gambar 4. Abses submandibula
VII. Diagnosis
12
untuk evaluasi infeksi leher dalam. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara
selulitis dengan abses, menentukan lokasi dan perluasan abses. Pada gambaran
TK dengan kontras akan terlihat abses berupa daerah hipodens yang berkapsul,
dapat disertai udara didalamnya, dan edema jaringan sekitar. TK dapat
menentukan waktu dan perlu tidaknya operasi. (Smeltzer, 2001).
Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan pencitraan
resonansi magnetik (Magnetic resonance Imaging / MRI) yang dapat
mengetahui lokasi abses, perluasan dan sumber infeksi. Sedangkan
Ultrasonografi (USG) adalah pemeriksaan penunjang diagnostik yang tidak
invasif dan relatif lebih murah dibandingkan TK, cepat dan dapat menilai
lokasi dan perluasan abses. Foto panoramik digunakan untuk menilai posisi
gigi dan adanya abses pada gigi. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada
kasus abses leher dalam yang diduga sumber infeksinya berasal dari gigi.
Pemeriksaan darah rutin dapat melihat adanya peningkatan leukosit
yang merupakan tanda infeksi. Analisis gas darah dapat menilai adanya
sumbatan jalan nafas. Pemeriksaan kultur dan resistensi kuman harus
dilakukan untuk mengetahui jenis kuman dan antibiotik yang sesuai. (Imanto,
2015).
IX. Penatalaksanaan
13
bronkoskop fleksibel, intubasi pipa endotrakea dapat dilakukan secara
intranasal. Insisi abses submandibula untuk drainasedibuat pada tempat
yang paling berfluktuasi atau setinggi os hyoid, tergantung letak dan luas
abses. Eksplorasi dilakukan secara tumpul sampai mencapai ruang
sublingual, kemudian dipasang salir.
X. Komplikasi
Defisit neurologis seperti disfungsi saraf kranial atau saraf otonom di leher
Shock sepsis.
akibat penyebaran infeksi melalui fasia. Hal ini memiliki angka morbiditas
14
Sindrom Grisel akibat subluxasi servikal.
komplikasi, yaitu jenis kelamin dimana wanita lebih sering dari pria, pasien
keadaan umum.
XI. Prognosis
15
DAFTAR PUSTAKA
16
Rana K, Rathore PK, Wadhwa V, Kumar S. Deep Neck Infections: Continuing
Burden in Developing World. International Journal of Phonosurgery and
Laryngology. 2013;3(1):6-9.
Rizzo PB, Mosto MC. Submandibular Space Infection: a Potentially Lethal
Infection. International Journal of Infect Diseases. Elsevier 2009, 13, p327-
33.
Rosen EJ. Deep neck spaces and infections. Grand rounds resentation, UTMB,
Dept. Of Otolaryngology.2002.
Rosenblatt. Airway Management. In: Barash PG,Cullen BF, Stoelting RK editors.
5th ed Clinical anasthesia. Philadelphia: Lippincont Williams &Wilkins.
2006.p.596-693.
Scott BA, Steinberg CM, Driscoll BP. Infection of the deep Space of the
neck. In: Bailley BJ, Jhonson JT, Kohut RIet al editors. Otolaryngology
Head and neck surgery. Philadelphia: JB.Lippincott Company 2001.p.701-
15.
Smeltzer SC, Bare BG. Buku Ajar Medikal-Bedah. Brunner &Suddarth. Vol. 2.
E/8, EGC, Jakarta. 2001.
Songu M, Demiray U, Adibell ZH et al. Bilateral Deep Neck Space Infection: a
Case Report and Review of the Literature. Acta Otorhinolaryngol Italica
2011; 31: p1-4.
Surarso Bakti. Abses leher dalam didalam pendidikan kedokteran berkelanjutan ix
ilmu kesehatan thtkl.penatalaksanaan kegawatdaruratan di bidang telingan
hidung tenggorok-bedah kepala dan leher. departemen ilmu kesehatan THT-
KL FK UNAIR-RSUD Dr Soetomo. Surabaya. 2011. Hlm. 123-32.
Yusa H, Yoshida H, Euno E, Onizawa K, Yanagawa T. Ultrasound-guided
surgical drainage of face and neck abscess. J oral Maxillofac Surgery. 2002 ;
31:327-9
17