Anda di halaman 1dari 27

Laporan Kasus

IKHWAN RIZKI R. T.
SUBARACHNOID SPINAL BLOCK (SAB) PADA HALWA NADIATINA L.

INTRA UTERINE FETAL DEATH (IUFD) Dr. Bernard Taufan Soehaemy, Sp. An
PENDAHULUAN
The National Center for Health Statistics : kematian janin adalah kematian sebelum kelahiran
komplit atau ekstraksi dari ibu
Tanda : bayi tidak bergerak atau menunjukan tanda-tanda kehidupan lainnya seperti
denyut jantung, pulsasi tali pusat atau gerakan otot volunter
Kematian janin dalam rahim : menunggu terjadinya persalinan spontan, dilakukan tindakan
induksi persalinan atau operasi sectio cesaria (SC). Pada operasi ini dapat digunakan teknik
anestesi subarachnoid spinal blok (SAB)
SAB : prosedur anestesi yang efektif dan bisa digunakan sebagai alternatif dari anestesi
umum → operasi bagian bawah tubuh seperti ekstremitas bawah, perineum, atau abdomen
bawah
Kelebihan utama : kemudahan dalam tindakan, peralatan yang minimal, memiliki efek
minimal pada biokimia darah, menjaga level optimal dari analisa gas darah, pasien tetap
sadar selama operasi dan menjaga jalan nafas, serta membutuhkan penanganan post
operatif dan analgesia yang minimal
TINJAUAN PUSTAKA
IUFD
Kematian yang terjadi saat usia kehamilan lebih dari 20
minggu atau pada trimester kedua
The National Vital Statistics Report : tahun 2005
menunjukkan bahwa rata-rata jumlah kematian janin
dalam kandungan terjadi sekitar 6.2 per 1000 kelahiran
Etiologi
Penyebab Janin: kelainan kromosom, cacat lahir non-kromosom,
hidrops non imun, dan infeksi (virus, bakteri dan protozoa)
Penyebab Ibu: antibodi fosfolipid, diabetes, penyakit hipertensi,
trauma, persalinan normal, sepsis, asidosis, hipoksia, ruptura uteri,
kehamilan posterm, obat
Penyebab Plasenta: solusio, perdarahan janin ke Ibu, cedera tali
pusat, insufisisnsi plasenta, asfiksia intrapartum, plasenta previa,
transfusi antarkembar, dan korioamnionitis
Tidak diketahuii
TANDA DAN GEJALA
Tidak adanya denyut jantung janin (Funandoskop, doppler, maupun
USG)
Rahim tidak membesar, malahan mengecil
Gerak janin tidak dapat dirasakan terutama oleh Ibu sendiri.
Palpasi janin oleh pemeriksa tidak begitu jelas.
Test kehamilan menjadi negatif (-), terutama setelah janin mati 10 hari4
Tingkatan/ perubahan-perubahan yang terjadi pada
janin yang meninggal antara lain:
Baru meninggal (± 2.5 jam) : bayi lemas dan ada tanda-tanda
lebam
Maserasi tingkat I (<48 jam) : lepuh-lepuh pada kulit, lecet-lecet
sedikit.
Maserasi tingkat II (> 48 jam) : lecet-lecet lebih banyak.
Maserasi tingkat III (± 3 minggu): janin lemas sekali,tulang-tulang
longgar, otak membubur
DIAGNOSIS
Anamnesa
 Awal kehamilan: berhentinya gejala-gejala kehamilan yang biasa dialami (mual,
muntah, sering berkemih, kepekaan pada payudara).
 Usia lanjut: kematian janin harus dicurigai jika janin tidak bergerak dalam jangka
waktu yang cukup lama.
Tanda-tanda
 Ketidak mampuan mengidentifikasi denyut jantung janin pada ANC (Antenatal care)
setelah usia gestasi 12 minggu dan/atau tidak adanya pertumbuhan uterus dapat
menjadi dasar diagnosis
Pemeriksaan laboratorium
 Penurunan Human Chorionis Gonadotropin/ HCG
Pemeriksaan Radiologi
USG: penumpukan tulang tengkorak janin ( tanda Spalding),
edema kulit kepala dan maserasi janin, setelah usia gestasi 6
minggu.
PENANGANAN
Tunggu hingga bayi lahir
Dilatasi serviks dan menggunakan alat untuk mengambil jaringan-
jaringan fetus.
Induksi persalinan dengan obat untuk membuka serviks dan
membuat uterus kontraksi dan akhirnya dapat mendorong jaringan
fetus keluar rahim
Sectio Cesaria (SC): Jika kelahiran spontan tidak terjadi dalam 3-4
minggu resiko Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC)
meningkat
KOMPLIKASI
Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC)
 Janin yang mati  kebocoran tromboplastin dan bahan seperti
tromboplastin yang melintasi plasenta menuju sirkulasi ibu
Ensefalomalasia multikistik
 pada kehamilan kembar, terutama kehamilan monozigotik dimana memiliki
sirkulasi bersama antara janin kembar yang masih hidup dengan yang salah
satu janinnya meninggal
Hemoragic Post Partum
 Akibat kekurangan fibrinogen maka dapat terjadi hemoragik post partum
Dampak psikologis
 lebih dari 2 minggu kematian janin yang dikandungnya
ANESTESI SPINAL
Tindakan anestesi dengan memasukan obat analgetik
kedalam ruang subaraknoid di daerah vertebra lumbalis
yang kemudian akan terjadi hambatan rangsang sensoris
mulai dari vertebra thorakal 4
Durasi operasi yang tidak terlalu lama, maksimal 2-3 jam
Kontraindikasi:
Kontraindikasi absolut
 Infeksi pada tempat suntikan. : Infeksi pada sekitar tempat suntikan bisa menyebabkan
penyebaran kuman ke dalam rongga subdural.
 Hipovolemia berat karena dehidrasi, perdarahan, muntah ataupun diare. : Karena pada
anestesi spinal bisa memicu terjadinya hipovolemia.
 Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan.
 Tekanan intrakranial meningkat. : dengan memasukkan obat kedalam rongga subaraknoid,
maka bisa makin menambah tinggi tekanan intracranial, dan bisa menimbulkan komplikasi
neurologis
 Fasilitas resusitasi dan obat-obatan yang minim : pada anestesi spinal bisa terjadi
komplikasi seperti blok total, reaksi alergi dan lain-lain, maka harus dipersiapkan fasilitas
dan obat emergensi lainnya
 Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi. : Hal ini dapat menyebabkan
kesalahan seperti misalnya cedera pada medulla spinalis, keterampilan dokter anestesi
sangat penting.
 Pasien menolak.
Kontraindikasi relatif:
 Infeksi sistemik : jika terjadi infeksi sistemik, perlu diperhatikan apakah diperlukan
pemberian antibiotic. Perlu dipikirkan kemungkinan penyebaran infeksi.
 Infeksi sekitar tempat suntikan : bila ada infeksi di sekitar tempat suntikan bisa dipilih lokasi
yang lebih kranial atau lebih kaudal.
 Kelainan neurologis : perlu dinilai kelainan neurologis sebelumnya agar tidak
membingungkan antara efek anestesi dan deficit neurologis yang sudah ada pada pasien
sebelumnya.
 Kelainan psikis
 Bedah lama : Masa kerja obat anestesi local adalah kurang lebih 90-120 menit, bisa
ditambah dengan memberi adjuvant dan durasi bisa bertahan hingga 150 menit.
 Penyakit jantung : perlu dipertimbangkan jika terjadi komplikasi kea rah jantung akibat efek
obat anestesi local.
 Hipovolemia ringan : sesuai prinsip obat anestesi, memantau terjadinya hipovolemia bisa
diatasi dengan pemberian obat-obatan atau cairan
 Nyeri punggung kronik : kemungkinan pasien akan sulit saat diposisikan. Hal ini berakibat
sulitnya proses penusukan dan apabila dilakukan berulang-ulang, dapat membuat pasien
tidak nyaman
STRUKTUR ANATOMI
VERTEBRA
PERJALANAN MEDULLA
SPINALIS PADA KOLUMNA
VERTEBRALIS
SUSUNAN ANATOMI LIGAMENT VERTEBRA
PERALATAN DAN OBAT YANG DIGUNAKAN ADALAH
Satu set monitor untuk memantau tekanan darah, Pulse oximetri, EKG.
Peralatan resusitasi / anestesia umum.
Jarum spinal. Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing,quincke
bacock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil point whitecare),
dipersiapkan dua ukuran. Dewasa 26G atau 27G
Betadine, alkohol untuk antiseptic.
Kapas/ kasa steril dan plester.
Obat-obatan anestetik lokal.
Spuit 3 ml dan 5 ml.
OBAT-OBATAN PADA ANESTESI SPINAL
Lidokaine5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.003,
sifat hyperbaric, dosis 20-50mg(1-2ml).
Bupivakaine 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat
isobaric, dosis 5-20mg.
Bupivakaine 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027,
sifat hiperbarik,dosis 5-15mg(1-3ml).
DOSIS OBAT UNTUK ANESTESI SPINAL
TEKNIK ANESTESI SPINAL
Pasien diposisikan dengan baik. Dapat menggunakan 2 jenis posisi yaitu posisi
duduk dan berbaring lateral.
Raba krista. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista iliaka
dengan tulang punggung ialah L4 atau L4-L5.
Palpasi di garis tengah akan membantu untuk mengidentifikasi ligamen
interspinous.
Cari ruang interspinous cocok. Pada pasien obesitas anda mungkin harus
menekan cukup keras untuk merasakan proses spinosus.
Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml
Cara tusukan adalah median atau paramedian. Untuk jarum spinal
besar 22G, 23G atau 25G dapat langsung digunakan.
Sedangkan untuk jarum kecil 27G atau 29G dianjurkan
menggunakan penuntun jarum (introducer), yaitu jarum suntik biasa
yaitu jarum suntik biasa 10cc. Jarum akan menembus kutis, subkutis,
ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, ligamentum
flavum, epidural, duramater, subarachnoid. Setelah mandrin jarum
spinal dicabut, cairan serebrospinal akan menetes keluar.
Selanjutnya disuntikkan obat analgesik ke dalam ruang arachnoid
tersebut
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANESTESI SPINAL
Volume obat analgetik lokal: makin besar makin tinggi daerah
analgesia
Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia
Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas
daerah analgetik.
Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia
yang tinggi. Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1 ml
larutan.
Maneuver valsava: mengejan meninggikan tekanan liquor serebrospinal
dengan akibat batas analgesia bertambah tinggi.
Tempat pungsi: pengaruhnya besar pada L4-5 obat hiperbarik cenderung
berkumpul ke kaudal (saddle blok) pungsi L2-3 atau L3-4 obat cenderung
menyebar ke cranial.
Berat jenis larutan: hiperbarik, isobarik atau hipobarik
Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama didapat
batas analgesia yang lebih tinggi.
Tinggi pasien: makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis makin besar
dosis yang diperlukan.(BB tidak berpengaruh terhadap dosis obat)
Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan, umumnya larutan analgetik
sudah menetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi diubah dengan
posisi pasien
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai