Anda di halaman 1dari 16

PERTUSIS

Zuhud Zinedine Pangindra 1610211129


Definisi
 Pertusis (whooping cough) merupakan suatu
penyakit infeksi traktus respiratorius yang secara
klasik disebabkan oleh Bordetella pertussis, namun
walaupun jarang dapat pula disebabkan oleh
Bordetella parapertussis
Bordetella Pertusis
Domain: Prokaryotes
Kingdom:Bacteria
Phylum: Proteobacteria
Class:Betaproteobacteria
Order:Burkholderiaceae
Family:Alcaligenaceae
Genus: Bordetella
Species: B. Pertussis

Sifat : kecil, tidak bergerak, gram negatif, dan


didapatkan dengan melakukan swab pada daerah
nasofaring penderita Pertussis.
* Bordetella pertussis yang terhirup me-
lalui udara pernapasan → melekat pada
cilia epithel saluran napas.
* Setelah melekat terjadi multiplikasi dan
menyebar keseluruh permukaan epithel
saluran napas.
* proses ini tidak invasif →bakteriemia (-)
* selama bermultiplikasi, bakteri mengha-
silkan toksin yang menimbulkan gejala
penyakit , yg terpenting :
- pertusis toxin
▫ toxin sub unit A
• aktivasi enzym membran sel
▫ toxin sub unit B
• berikatan dgn reseptor sel
target
- LPF → hambat migrasi limfosit dan
makrofag ke daerah infeksi
- Toxin mediated adenosine diphosphate (ADP) →
atur sintesis protein didalam sitoplasma yang
berakibat :
▫ perubahan fungsi fisiologis sel target termasuk
limfosit (lemah dan mati) meningkatkan
pengeluaran histamin dan serotonin
▫ memblokir beta adrenergik
▫ meningkatkan aktivitas insulin →kadar
gula darah ↓

- Dermonecrotic toxin → heat labile


cytoplasmic toxin yang menyebabkan
kontraksi otot polos pembuluh darah
dinding trakhea → menyebabkan iskemia
dan nekrosis trakhea
Epidemiologi
penyebaran diseluruh dunia, berpenduduk padat
terutama di negara berkembang

* manusia merupakan satu-satunya host


* ditularkan melalui udara secara kontak
langsung (droplet infection)
* menyerang semua umur ( 2 minggu
→dewasa), terbanyak usia 1 – 5 thn
*Makin muda usia, makin berbahaya
penyakitnya
*tingkat ketularan pada anak non imunisasi →
70 -100%, sedang yang di imunisasi →15 - 50%
*gambaran klinis pada orang dewasa tidak khas,
seringkali hanya
Gejala Klinik
 Masa tunas 7 – 14 hari. Penyakit ini dapat berlangsung selama 6 minggu atau
lebih dan terbagi dalam 3 stadium:
Stadium kataralis
 Stadium ini berlangsung 1 – 2 minggu ditandai dengan adanya batuk-batuk
ringan, terutama pada malam hari, pilek, serak, anoreksia, dan demam ringan.
Stadium ini menyerupai influenza.
Stadium spasmodik
 Berlangsung selama 2 – 4 minggu, batuk semakin berat sehingga pasien gelisah
dengan muka merah dan sianotik. Batuk terjadi paroksismal berupa batuk-batuk
khas. Serangan batuk panjang dan tidak ada inspirasi di antaranya dan diakhiri
dengan whoop (tarikan nafas panjang dan dalam berbunyi melengking). Sering
diakhiri muntah disertai sputum kental. Anak-anak dapat sempat terberak-berak
dan terkencing-kencing. Tampak keringat, pembuluh darah leher dan muka
lebar.
Stadium konvalesensi
 Berlangsung selama 2 minggu sampai sembuh. Jumlah dan beratnya serangan
batuk berkurang, muntah berkurang, dan nafsu makan timbul kembali.
Cara Penularan
Cara penularan pertusis, melalui:
a. Droplet infection
b. Kontak tidak langsung dari alat-alat yang
terkontaminasi
 Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang
lain melalui percikan-percikan ludah penderita pada
saat batuk dan bersin. Dapat pula melalui sapu tangan,
handuk dan alat-alat makan yang dicemari kuman-
kuman penyakit tersebut.
 Tanpa dilakukan perawatan, orang yang menderita
pertusis dapat menularkannya kepada orang lain
selama sampai 3 minggu setelah batuk dimulai.
Uji Laboratorium Diagnostik
 Spesimen
pencucian nasal dengan larutan saline adalah spesimen yang dipilih.
Usapan nasofaring atau droplet yang dikeluarkan dari batuk ke dalam
“cawan batuk” yang dipegang di depan mulut pasien selama batuk
paroksimal kadang-kadang digunakan tetapi tidak sebagus pencucian
nasal dengan larutan saline,
 Uji Antibodi Flouresens (FA) Lagsung

Reagen FA dapat digunakan untuk memeriksa usapan neosafaring.


Walaupun demikian hasil positif palsu dan negatif palsu dapat terjadi.
Sensitivitasnya sekitar 50%. Uji FA paling berguna dalam mengidentifikasi
B.pertusis setelah biakan pada madia solid
 Reaksi Rantai Polimerase

PCR adalah metode yang paling sensitif untuk mendiagnosis pertusis.


Primer untuk B.pertusis harus tercakup. Jika memungkinkan, uji PCR harus
dapat menggantikan biakan dan uji flouresens antibodi langsung.
Tatalaksana
 Eritromisin : 50 mg/kg BB/hari selama 114 hari dapat
mengeliminasi organisme pertussis dari nasofaring dalam 3-
4 hari. Eritromisin biasanya tidak memperbaiki gejala-
gejala jika diberikan terlambat.
 Suportif : terutama menghindarkan faktor-faktor yang
menimbulkan serangan batuk, mengatur hidrasi dan nutrisi
 Oksigen diberikan pada distres pernapasan akut/kronik.
 Penghisapan lendir terutama pada bayi dengan pneumonia
dan distres pernapasan.
 Betametason dan salbutamol (albuterol) dapat mengurangi
batuk paroksismal yang berat.
Perawatan
 Pembersihan jalan nafas.
 Pemberian oksigen terutama pada serangan batuk
yang hebat yang disertai sianosis.
 Pemberian makanan dan obat hindari makanan yang
sulit ditelan dan makanan bentuk cair.
 Pemberian terapi suportif :

a. Dengan memberikan lingkungan perawatan yang


tenang,atasi dehidrasi berikan nutrisi.
b. Bila pasien muntah-muntah sebaiknya diberikan
cairan dan elektrolit secara parenteral
Pencegahan
 Aktif : Pemberian vaksin DPT 3 kali sejak umur 2 bulan
 Pasif : Disebut juga pencegahan penyebarluasan penyakit, cara :
a. Isolasi: mencegah kontak dengan individu yang terinfeksi, diutamakan bagi
bayi dan anak usia muda, sampai pasien setidaknya mendapatkan
antibiotik sekurang-kurangnya 5 hari dari 14 hari pemberian secara
lengkap. Atau 3 minggu setelah batuk paroksismal reda bilamana pasien
tidak mendapatkan antibiotik.
b. Karantina: kasus kontak erat terhadap kasus yang berusia <7 tahun,
tidak diimunisasi, atau imunisasi tidak lengkap, tidak boleh berada di
tempat publik selama 14 hari atau setidaknya mendapat antibiotic selama
5 hari dari 14 hari pemberian secara lengkap.
c. Disinfeksi: direkomendasikan untuk melakukan pada alat atau ruangan
yang terkontaminasi sekret pernapasan dari pasien pertusis
Kontra Indikasi pemberian vaksin pertusis :
 Panas yang lebih dari 38 derajat celcius

 Riwayat kejang

 Reaksi berlebihan setelah imunisasi DPT

sebelumnya, misalnya suhu tinggi dengan kejang,


penurunan kesadaran, syok atau reaksi anafilaktik
lainny

Anda mungkin juga menyukai