Definisi Pertusis (whooping cough) merupakan suatu penyakit infeksi traktus respiratorius yang secara klasik disebabkan oleh Bordetella pertussis, namun walaupun jarang dapat pula disebabkan oleh Bordetella parapertussis Bordetella Pertusis Domain: Prokaryotes Kingdom:Bacteria Phylum: Proteobacteria Class:Betaproteobacteria Order:Burkholderiaceae Family:Alcaligenaceae Genus: Bordetella Species: B. Pertussis
Sifat : kecil, tidak bergerak, gram negatif, dan
didapatkan dengan melakukan swab pada daerah nasofaring penderita Pertussis. * Bordetella pertussis yang terhirup me- lalui udara pernapasan → melekat pada cilia epithel saluran napas. * Setelah melekat terjadi multiplikasi dan menyebar keseluruh permukaan epithel saluran napas. * proses ini tidak invasif →bakteriemia (-) * selama bermultiplikasi, bakteri mengha- silkan toksin yang menimbulkan gejala penyakit , yg terpenting : - pertusis toxin ▫ toxin sub unit A • aktivasi enzym membran sel ▫ toxin sub unit B • berikatan dgn reseptor sel target - LPF → hambat migrasi limfosit dan makrofag ke daerah infeksi - Toxin mediated adenosine diphosphate (ADP) → atur sintesis protein didalam sitoplasma yang berakibat : ▫ perubahan fungsi fisiologis sel target termasuk limfosit (lemah dan mati) meningkatkan pengeluaran histamin dan serotonin ▫ memblokir beta adrenergik ▫ meningkatkan aktivitas insulin →kadar gula darah ↓
- Dermonecrotic toxin → heat labile
cytoplasmic toxin yang menyebabkan kontraksi otot polos pembuluh darah dinding trakhea → menyebabkan iskemia dan nekrosis trakhea Epidemiologi penyebaran diseluruh dunia, berpenduduk padat terutama di negara berkembang
* manusia merupakan satu-satunya host
* ditularkan melalui udara secara kontak langsung (droplet infection) * menyerang semua umur ( 2 minggu →dewasa), terbanyak usia 1 – 5 thn *Makin muda usia, makin berbahaya penyakitnya *tingkat ketularan pada anak non imunisasi → 70 -100%, sedang yang di imunisasi →15 - 50% *gambaran klinis pada orang dewasa tidak khas, seringkali hanya Gejala Klinik Masa tunas 7 – 14 hari. Penyakit ini dapat berlangsung selama 6 minggu atau lebih dan terbagi dalam 3 stadium: Stadium kataralis Stadium ini berlangsung 1 – 2 minggu ditandai dengan adanya batuk-batuk ringan, terutama pada malam hari, pilek, serak, anoreksia, dan demam ringan. Stadium ini menyerupai influenza. Stadium spasmodik Berlangsung selama 2 – 4 minggu, batuk semakin berat sehingga pasien gelisah dengan muka merah dan sianotik. Batuk terjadi paroksismal berupa batuk-batuk khas. Serangan batuk panjang dan tidak ada inspirasi di antaranya dan diakhiri dengan whoop (tarikan nafas panjang dan dalam berbunyi melengking). Sering diakhiri muntah disertai sputum kental. Anak-anak dapat sempat terberak-berak dan terkencing-kencing. Tampak keringat, pembuluh darah leher dan muka lebar. Stadium konvalesensi Berlangsung selama 2 minggu sampai sembuh. Jumlah dan beratnya serangan batuk berkurang, muntah berkurang, dan nafsu makan timbul kembali. Cara Penularan Cara penularan pertusis, melalui: a. Droplet infection b. Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain melalui percikan-percikan ludah penderita pada saat batuk dan bersin. Dapat pula melalui sapu tangan, handuk dan alat-alat makan yang dicemari kuman- kuman penyakit tersebut. Tanpa dilakukan perawatan, orang yang menderita pertusis dapat menularkannya kepada orang lain selama sampai 3 minggu setelah batuk dimulai. Uji Laboratorium Diagnostik Spesimen pencucian nasal dengan larutan saline adalah spesimen yang dipilih. Usapan nasofaring atau droplet yang dikeluarkan dari batuk ke dalam “cawan batuk” yang dipegang di depan mulut pasien selama batuk paroksimal kadang-kadang digunakan tetapi tidak sebagus pencucian nasal dengan larutan saline, Uji Antibodi Flouresens (FA) Lagsung
Reagen FA dapat digunakan untuk memeriksa usapan neosafaring.
Walaupun demikian hasil positif palsu dan negatif palsu dapat terjadi. Sensitivitasnya sekitar 50%. Uji FA paling berguna dalam mengidentifikasi B.pertusis setelah biakan pada madia solid Reaksi Rantai Polimerase
PCR adalah metode yang paling sensitif untuk mendiagnosis pertusis.
Primer untuk B.pertusis harus tercakup. Jika memungkinkan, uji PCR harus dapat menggantikan biakan dan uji flouresens antibodi langsung. Tatalaksana Eritromisin : 50 mg/kg BB/hari selama 114 hari dapat mengeliminasi organisme pertussis dari nasofaring dalam 3- 4 hari. Eritromisin biasanya tidak memperbaiki gejala- gejala jika diberikan terlambat. Suportif : terutama menghindarkan faktor-faktor yang menimbulkan serangan batuk, mengatur hidrasi dan nutrisi Oksigen diberikan pada distres pernapasan akut/kronik. Penghisapan lendir terutama pada bayi dengan pneumonia dan distres pernapasan. Betametason dan salbutamol (albuterol) dapat mengurangi batuk paroksismal yang berat. Perawatan Pembersihan jalan nafas. Pemberian oksigen terutama pada serangan batuk yang hebat yang disertai sianosis. Pemberian makanan dan obat hindari makanan yang sulit ditelan dan makanan bentuk cair. Pemberian terapi suportif :
a. Dengan memberikan lingkungan perawatan yang
tenang,atasi dehidrasi berikan nutrisi. b. Bila pasien muntah-muntah sebaiknya diberikan cairan dan elektrolit secara parenteral Pencegahan Aktif : Pemberian vaksin DPT 3 kali sejak umur 2 bulan Pasif : Disebut juga pencegahan penyebarluasan penyakit, cara : a. Isolasi: mencegah kontak dengan individu yang terinfeksi, diutamakan bagi bayi dan anak usia muda, sampai pasien setidaknya mendapatkan antibiotik sekurang-kurangnya 5 hari dari 14 hari pemberian secara lengkap. Atau 3 minggu setelah batuk paroksismal reda bilamana pasien tidak mendapatkan antibiotik. b. Karantina: kasus kontak erat terhadap kasus yang berusia <7 tahun, tidak diimunisasi, atau imunisasi tidak lengkap, tidak boleh berada di tempat publik selama 14 hari atau setidaknya mendapat antibiotic selama 5 hari dari 14 hari pemberian secara lengkap. c. Disinfeksi: direkomendasikan untuk melakukan pada alat atau ruangan yang terkontaminasi sekret pernapasan dari pasien pertusis Kontra Indikasi pemberian vaksin pertusis : Panas yang lebih dari 38 derajat celcius
Riwayat kejang
Reaksi berlebihan setelah imunisasi DPT
sebelumnya, misalnya suhu tinggi dengan kejang,
penurunan kesadaran, syok atau reaksi anafilaktik lainny