Anda di halaman 1dari 10

KEBIJAKAN NASIONAL

TERKAIT PERAWATAN PALIATIF

KELOMPOK 1
DEFINISI

Perawatan paliatif adalah pendekatan yang


bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan
keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan
dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui
pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan
penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan
masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual
(WHO, 2002).
Dimensi kualitas hidup pasien menurut Jennifer J.
clinch, Debora Dudgeon dan Harvey Schipper (1999) :
1. Gejala fisik
2. Kemampuan fungsional (aktivitas)
3. Kesejahteraan keluarga
4. Spiritual
5. Fungsi sosial
6. Kepuasan terhadap pengobatan (termasuk masalah keuangan)
7. Orientasi masa depan
8. Kehidupan seksual, termasuk gambaran terhadap diri sendiri)
9. Fungsi dalam bekerja
TUJUAN DAN SARANA KEBIJAKAN
PERAWATAN PALIATIF

TUJUAN SARANA
Tujuan Umum : 1. Seluruh pasien dan anggota
Sebagai payung hukum dan keluarga, lingkungan yang
arahan bagi perawatan paliatif memerlukan perawatan
di Indonesia. paliatif dimanapun pasien
berada di seluruh Indonesia
Tujuan Khusus : 2. Pelaksana perawatan
Terlaksananya perawatan paliatif dan institusi-
paliatif yang bermutu sesuai institusi terkait.
standar yang berlaku di seluruh
indonesia.
LINGKUP KEGIATAN PERAWATAN PALIATIF

1. Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi :


• Penatalaksanaan nyeri.
• Penatalaksanaan keluhan fisik lain.
• Asuhan keperawatan
• Dukungan psikologis
• Dukungan sosial
• Dukungan kultural dan spiritual
• Dukungan persiapan dan selama masa dukacita (bereavement).

2. Perawatan paliatif dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan,


dan kunjungan/rawat rumah.
ASPEK MEDIKOLEGAL PERAWATAN PALIATIF

1. Persetujuan tindakan medis/informed consent untuk pasien


paliatif
2. Resusitasi/tidak resusitasi pada pasien paliatif
3. Perawatan pasien peliatif di ICU
4. Masalah medikolegal lainya pada perawatan pasien paliatif
SUMBER DAYA MANUSIA

1. Pelaksana perawatan paliatif adalah tenaga kesehatan, pekerja


sosial, rohaniawan, keluarga, relawan.
2. Kriteria pelaksana perawatan paliatif adalah telah mengikuti
pendidikan/pelatihan perawatan paliatif dan telah mendapat
sertifikat.
3. Pelatihan
• Modul pelatihan
• Pelatih
• Pusat Pelatihan dan Pendidikan Badan PPSDM.
4. Pendidikan Pendidikan formal spesialis paliatif (ilmu
kedokteran paliatif, ilmu keperawatan paliatif).
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
812/Menkes/Sk/Vii/2007
(Tentang Kebijakan Perawatan Paliatif Menteri Kesehatan Republik Indonesia)

Menimbang : Mengingat :
a. Bahwa kasus penyakit yang belum dapat a. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
disembuhkan semakin meningkat Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992
jumlahnya baik pada pasien dewasa Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3495);
maupun anak;
b. Undang-undang Nomor 29 tahun 2004, tentang
b. Bahwa dalam rangka meningkatkan Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Tahun
kualitas pelayanan kesehatan bagi pasien 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara
dengan penyakit yang belum dapat Nomor 4431);
disembuhkan selain dengan perawatan c. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
kuratif dan rehabilitatif juga diperlukan Nomor 159b/Menkes/Per/II/1988 tentang Rumah
perawatan paliatif bagi pasien dengan Sakit;
stadium terminal; d. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 585/Menkes/Per/IX/1989 tentang
c. Bahwa sesuai dengan pertimbangan butir a Persetujuan Tindakan Medik; Peraturan Menteri
dan b di atas, perlu adanya Keputusan Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Menteri Kesehatan tentang Kebijakan 1045/Menkes/Per/XI/2006 tentang Pedoman
Perawatan Paliatif. Organisasi RS di Lingkungan Departemen
Kesehatan;
Memutuskan :

Menetapkan :

1. Kesatu : Keputusan menteri kesehatan tentang kebijakan perawatan paliatif


2. Kedua : Keputusan Menteri Kesehatan mengenai Perawatan Paliatif sebagaimana
dimaksud Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan
ini.
3. Ketiga : Surat Persetujuan Tindakan Perawatan Paliatif sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II Keputusan ini .
4. Keempat : Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan ini
dilakukan oleh Menteri Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing.
5. Kelima : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan;
6. Keenam : Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam surat keputusan ini,
akan dilakukan perbaikan-perbaikan sebagaimana mestinya.
TERIMAKASIH 

Anda mungkin juga menyukai